Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Dalam Islam (SPPI) Power Poin

65
Konsepsi dan Kategori Sejarah .a. Sejarah mengandung makna lahir dan makna batin. Makna lahir adalah rangkaian dari peristiwa dalam sejarah yang tampak secara eksplisit. Sedangkan makna batin adalah makna di balik peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam sejarah. b.Sebagai peristiwa dalam makna lahir, sejarah berlangsung satu kali dan tidak akan terulang kembali. Tetapi, sebagai makna batin, ia dapat terulang, karena makna batin tidak mengacu kepada peristiwanya, melainkan model dan pola.

Transcript of Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Dalam Islam (SPPI) Power Poin

Sejarah Pemikiran dan Peradaban dalam Islam (SPPI)

Konsepsi dan Kategori Sejarah.a. Sejarah mengandung makna lahir dan makna batin. Makna lahir adalah rangkaian dari peristiwa dalam sejarah yang tampak secara eksplisit. Sedangkan makna batin adalah makna di balik peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam sejarah.b.Sebagai peristiwa dalam makna lahir, sejarah berlangsung satu kali dan tidak akan terulang kembali. Tetapi, sebagai makna batin, ia dapat terulang, karena makna batin tidak mengacu kepada peristiwanya, melainkan model dan pola.Sejarah senantiasa berkaitan dengan :Masa laluPeristiwa, kejadian,tindakan, pemikiran dll.Waktu/masa/periode (temporal)Tempat/ruang (spasial)ManusiaPerubahan (change)Keberlanjutan (continuity) Ketujuh aspek di atas masih menunjukkan sejarah dalam makna lahirnya. Sedangkan makna batinnya terletak pada pemikiran, interpretsi dan eksplanasi dan makna di balik peristiwa. Ia mesti melibatkan konteks, hubungan antar fakta dll.Oleh karena itu, sejarah pemikiran ada dalam konteks sejarah dalam makna batin, yang menuntut para pengkaji sejarah dan sejarawan mampu merekonstruksi ulang masa lalu dan memaknainya pada masa kini. Untuk mencari dan menemukan makna perlu analisis, dan untuk menganalisis diperlukan penggunaan metodologi, kerangka teori dan perspektif yang relevan dengan peristiwa sejarahnya. Sejarah pemikiran lahir sejak masa sejarawan terkenal Ibn Khaldun pada sekitar abad ke 13- 14 M. Ibn Khaldun memperkenalkan konsep ilm al-umran, yaitu perangkat ilmu sosial-budaya untuk mengkaji peristiwa dan fenomena sejarah. Pada abad modern, sejak abad ke-19, di Eropa kajian mengenai sejarah pemikiran mulai dikembangkan, dengan memunculkan pendekatan multi-dimensional. Di Indonesia, ia dikembangkan oleh Prof. Sartono Kartodirdjo. 2. Sejarah Sebagai Sebuah PemikiranDengan makna batin tersebut, sejarah sebenarnya mengandung unsur pemikiran, sehingga makna sejarah memiliki kaitan erat dengan pemikiran, yakni pemikiran tentang peristiwa-peristiwa masa lalu dan makna yang terkandung di dalamnya. Makna yang terkandung dalam peristiwa merupakan hasil hubungan antara perstiwa, konteks, jiwa zaman dll.

2. Konsep Sejarah PemikiranDari paparan di atas, sejarah Pemikiran dapat bermakna dua. Pertama, sejarah pemikiran dalam konteks kajian dan metodologi sejarah. Dalam kaitan ini sejarah pemikiran berkaitan erat dengan filsafat sejarah, yang berarti sejarah kritis. Kedua, sejarah pemikiran dalam konteks empirik peristiwa-peristiwa masa lalu, yang direkonstruksi pada masa kini dengan interpretasi, pemaknaan dan teorisasi . Contoh tentang sejarah awal perkembangan Islam pada masa Nabi Muhammad s.a.w.Pada umumnya, periode kenabian Muhammad s.a.w. dikategorikan ke dalam dua periode: periode Mekah dan periode MadinahPeriode Mekah dapat dimaknai sebagai periode penanaman dan pembinaan aqidah masyarakat Arab. Sedangkan periode Madinah dapat dikatakan sebagai periode pembinaan dan pengembangan umat (Islam, Yahudi, Kristen, Pagan, Zoroaster, as-shabiin dst). Pembinaan dan pengembangan umat ini merupakan implementasi ajaran aqidah dalam kehidupan sosial-politik, ekonomi, dan kebudayaan. Melalui pembangunan sistem sosial, politik, budaya dan ekonomi tersebut Nabi Muhammad membangun masyarakat Madinah dan mendirikan negara Madinah.Asas pembinaan dan pengembangan umat adalah: al-Quran dan al-Hadith, yang nilai-nilainya diterjemahkan dalam Piagam Madinah , pengakuan terhadap kebudayaan lokal Arab dan luar Arab yang tidak bertentangan.Pembinaan umat lebih kepada pembentukan sistem berdasarkan asas-asas tersebut.Sedangkan pengembangan umat lebih kepada pemberdayaan umat dalam berbagai bidangnya, terutama dalam pengembangan ilmu pengetahuan, berawal dari ilmu-ilmu keislaman. B. Konsep Peradaban Islam1. Konsep Peradaban Para ahli antropologi (antropolog), ahli sosiologi (sosiolog) dan ahli sejarah (sejarawan) relatif berbeda dalam mendefinisikan makna dan konsep peradaban. Demikian juga di antara mereka, khususnya para sosiolog dari German dan Amerika cenderung membedakan konsep peradaban dan kebudayaan. 2. Bagi kalangan antropolog, seperti E.B. Taylor, peradaban berbeda dengan kebudayaan. Menurutnya, peradaban bercirikan aneka ragam struktur sosial (bangsa) yang lebih kompleks, sementara kebudayaan cenderung homogen dan berada dalam masyarakat

yang lebih sempit( terbatas), sehingga terdapat istilah kebudayaan primitif untuk menunjukkan sebuah masyarakat primitif.Sedangkan peradaban umumnya digunakan bagi masyarakat yang sudah modern atau berkembang dalam pelbagai aspeknya, sehingga sering disebut istilah peradaban modern . Di sisi lain, sebuah peradaban juga sering dikontraskan dengan barbarisme (brutalisme), sehingga muncul istilah civilized people (masyarakat berperadaban) dan primitive barbarism.

3. Bagi kalangan sosiolog Inggris dan Perancis, peradaban dan kebudayaan relatif sama. Persamaan konsep keduanya telah berlangsung sejak abad ke- 19 (modern), ketika Hegel pada tahun 1830 menggunakan kedua-duanya dalam makna yang sama.

4. Sementara bagi kalangan para pakar sosiologi German dan Amerika, keduanya dimaknai secara berbeda. A. Tonnies (1992) dan Alfred Weber misalnya peradaban diartikan sebagai kumpulan sains (ilmu pengetahuan) praktis (terapan) dan teknik yang berkaitan erat dengan alam. Sementara kebudayaan adalah rangkaian prinsip, nilai dan ide (gagasan) yang normatif dalam dunia spirit. (Philip Baghby, Culture & History : Prolegomena to the Comparative Study of Civilization, Los Angles : University of Calipornia Press, 1963 h. 159-161).

5. Bagi kalangan ahli sosiologi lainnya, perbedaan antara peradaban dan kebudayaan terletak pada cakupannya dan kompleksitasnya. Peradaban merupakan kebudayaan yang berpusat di bandar (kota), terdiri dari penduduk-penduduk kota yang heterogen, sehingga ia lebih besar dan kompleks, bercirikan wujudnya bangunan-bangunan megah, melahirkan nilai-nilai dan institusi-institusi baru. Menurut Neil Cameron, bandar sebagai salah-satu fenomena masyarakat berperadaban merupakan perwujudan perkembangan berikutnya yang sebelumnya berawal dari masyarakat pertanian (Kenneth Neil Cameron, Humanity and Society : A World History, London : Indiana University Press, 1973, h. 47-53).

6. Jauh sebelum para ahli antropologi& sosiologi, Ibn Khaldun, sebagai sejarawan pertama, yang memunculkan konsep al-hadarah dan al-umran, menyebutkan bahwa sebuah peradaban berhubungan erat dengan kerajaan (negara/al-daulah), kota (madinah), menetap (mustauthin) dan bangunan-bangunan material lainnya. Dari konsep Ibn Khaldun ini, berkembang konsep-konsep peradaban yang lain, yang dikembangkan oleh Barat dan Timur.

7. Fernand Braudel misalnya mensyaratkan sebuah peradaban memiliki empat aspek yang berbeda; geografi, masyarakat, ekonomi dan pemikiran (cara berfikir). (Fernand Braudel, A History of Civilizations (terj. Richard Mayne, (U.S.A. : Pinguin Books), h. 12-26.) .8.Sedangkan menurut Scweitzer peradaban merupakan kemajuan yang diciptakan dan dicapai oleh manusia dalam pelbagai aspeknya untuk tujuan kesempurnaan spiritual individu atau masyarakat (Scweitzer, Dr., Civilization and Ethics, London : Adam Charles Black, 1946, h.vii dan 7).

9. Dalam konteks kesejarahan, peradaban pada hakikatnya merupakan suatu pola perkembangan dan kemajuan sebuah masyarakat atau bangsa (negara), baik dalam bidang material maupun spiritual, atau dalam pelbagai aspeknya (politik, sosial, budaya dan ekonomi). Sehingga sebuah peradaban dapat dimaknai sebagai kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh suatu bangsa (negera) dalam pelbagai bidang kehidupan, baik material maupun spiritual yang mempengaruhi sistem sosial, budaya, politik dan ekonomi bagi bangsa tersebut maupun bangsa-bangsa lainnya. 10. Peradaban pada uumnya memiliki unsur-unsur penting berupa; agama,(kepercayaan),Wilayah (geografi), kehidupan menetap (maden), Berpusat di kota (urban), bangunan-bangunan fisik, dan nilai-nilai kebudayaan .

2. Peradaban IslamPeradaban Islam berasal dan lahir dari agama Islam dalam konteks perkembangan sejarahnya sejak periode kenabian hingga periode periode modern.Tauhid sebagai inti ajaran Islam merupakan asas bagi peradaban Islam yang termanifestasikan dalam politik, sosial, budaya da ekonomi. Perdadaban Islam merupakan perdaban universal (dunia) dan bagian dari peradaban dunia. Universalitas peradaban Islam dapat dipandang dari perspektif tekstual ajaran Islam maupun kontekstual sosio-historis, sosio-politik dan sosio-budayanya.

Periodisasi Peradaban IslamC. Priodisasi Peradaban Islam dalam Konteks Sejarah Islam: Klasik, Pertengahan, Moderna. Periode klasik; 622 M. 1258 M. (1 H. 6 H.), yaitu sejak masa kenabian Muhammad s.a.w. di Madinah sampai masa akhir Daulah Abbasiyah ketika diserang tentara Mongolia.Dengan demikian periode klasik terdiri dari empat masa kekhalifahan Islam; masa kenabian (al-nubuwah), masa al-Khulafa al-Rashidun (al-khilafah), masa Daulah Bani Umayyah dan masa Daulah Abbasiyah (al-Mulk). (as-Suyuti : Tarikh al-Khulafa : 10).

Periode KenabianInti periode kenabian Muhammad s.a.w. selama lebih kurang 23 tahun adalahPertama transformasi teologis dari teologi faganisme ke teologi tawhid (periode Mekah 13 tahun). Kedua implementasi teologi tawhid dalam sistem hukum dan pemerintahan di Madinah (periode Madinah 10 tahun).Maka masa kepemimpinan kenabian Muhammad s.a.w. Kepemimpinan keagamaan berdasarkan wahyu yang memadukan antara dunia dan akherat, material dan spiritual, politik dan agama berdasarkan prinsip tauhid.

Periode KenabianTauhid menjadi spirit (ruh) dalam peradaban Islam yang bersumber pada al-Quran sebagai wahyu Tuhan. Oleh karena itu, al-Quran pada hakekatnya merupakan sumber peradaban Islam yang bercirikan universalistik spiritualitas tauhid sebagai ajaran pokoknya.Oleh karena itu, periode kenabin Muhammad s.a.w. merupakan periode pertumbuhan dan awal pembentukan peradaban Islam, yang ditandai dengan pembinaan aqidah, pembinaaan umat dan pemberdayaannya.

Periode al-Khulafa al-RashidunPeriode al-Khulafa al-Rashidun berlangsung selama 30 tahun, sesuai dengan sabda Nabi Muhammad s.a.w. bahwa kepemimpinan sesudahku (masa al-Khulafa al-rashidun) berlangsung selama 30 tahun.Konsep KhalifahPemimpin umat dan negara yang mengelola persoalan-persoalan kenegaraan (sosial politik) dan keagamaan berdasarkan spirit wahyu al-Quran, Hadith Nabi s.a.w. dan ijtihad.Sebagai pemimpin umat (agama) dan negara, seorang khalifah seperti dinyatakan oleh Ibn Khaldun, ia bertanggungjawab memimpin rakyatnya, mengelola persoalan dunia dan akherat sekaligus berdasarkan ajaran Islam (Ibn Khaldun, Muqadimah, h.38).Dalam konteks ini, maka seorang khalifah pada hakikatnya penerus kepemimpinan kenabian yang tetap menjaga kesatuan agama dan negara.

Periode al-Khulafa al-RashidunMaka masa kepemimpinan al-Khulafa al-Rashidun pada hakekatnya melanjutkan misi penyebar-luasan Islam (dakwah) di bawah sistem pemerintahan Islam.Dalam konteks sejarah dan peradaban Islam, masa al-Khulafa al-Rashidun ini dapat dikategorikan sebagai masa perkembangan Islam, yang ditandai oleh; konsolidasi dalam negeri Madinah, perluasan wilayah kekuasaan Islam ke luar Arab, pembangunan sistem administrasi dan militer pelestarian mushaf al-Quran.

D. Periode Daulah-daulah Islam1. Periode Daulah Bani UmayyahBermula sejak masa Khalifah (Raja) Muawiyah Bin Abu Sufyan (41 60 H./662 680 M.) yang dicirikan oleh perubahan sistem pemerintahan Islam secara turun temurun, pemilihan terbatas kepada keluarga daulah, dan mulai memudarnya kesatuan agama dengan negara.Masa Daulah Bani Umayyah berlangsung selama lebih kurang 91 tahun di Shiria (Suriah sekarang) di bawah kepemimpinan 14 khalifah (raja).

Dalam konteks sejarah dan peradaban Islam, masa ini dapat dikategorikan sebagai masa perluasan wilayah kekuasaan dan konsolidasi politik Islam berdasarkan Arabisme.Keberhasilan dan jasa terbesar Daulah Bani Umayyah di antaranya adalah 1) melakukan perluasan wilayah Islam secara massive sampai ke tiga benua besar ; Asia, Afrika dan Eropa. Asia meliputi Asia Barat, Asia Tengah, Asia Selatan. Sedangkan benua Afrika lebih dominan Afrika Utara dan Eropa meliputi Spanyol dan sebagian wilayah Romawi Timur. Dalam konteks sejarah dan peradaban Islam, masa ini dapat dikategorikan sebagai masa perluasan wilayah kekuasaan dan konsolidasi politik Islam berdasarkan Arabisme.

Keberhasilan dan jasa terbesar Daulah Bani Umayyah di antaranya adalah 1) melakukan perluasan wilayah Islam secara massive sampai ke tiga benua besar ; Asia, Afrika dan Eropa. Asia meliputi Asia Barat, Asia Tengah, Asia Selatan. Sedangkan benua Afrika lebih dominan Afrika Utara dan Eropa meliputi Spanyol dan sebagian wilayah Romawi Timur. Daulah Bani Umayyah juga berhasil dan berjasa dengan perluasan wilayah Islam itu melakukan penyebar-luasan agama Islam dan bahasa Arab. Penyebar-luasan Islam sampai ke tiga benua menandai peradaban Islam sebagai peradaban dunia (universal) dan penyebar-luasan bahasa Arab menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa dunia.

A. Peradaban Material1. Pembangunan masjidPembangunan masjid menjadi ciri dari tahapan perkembangan peradaban Islam. Sejak masa Nabi Muhammad s.a.w. sampai dengan masa al-Khulafa al-Rashidun, masjid selalu menjadi ciri dalam tahapan perkembangan peradaban Islam. Nabi Muhammad s.a.w. Membangunmasjid di Madinah, demikian juga Khalifah Abu Bakar Siddiq r.a.Amir al-Muminin Umar Bin Khattab r.a. Membangun masjid di Palestina yang dikenal dengan Masjid Umar Bin Khattab r.a. Khalifah Uthman r.a. Merenovasi Masjid Nabawi di Madinah, dengan memperluas dan membangun dasarnnya dari marmer. Khalifah Ali Bin Abu Talib r.a. Juga membangun masjid di Kufah pusat pemerintahannyaDan Daulah Bani Umayyah membangun masjid Bani Umayyah di Damaskus, Shiria.Masjid Bani Umayyah ini dibangun pada masa Khalifah al-Walid Bin Abdul Malik (86 96 H.), yang sampai sekarang masjid itu masih tetap eksis sebagai simbol kemegahan peradaban Islam masa lalu. Jika melihat rancang bangun (design)nya, gaya bangunan masjid itu ada perpaduan antara gaya bangunan Arab dan Eropa (khususnya Romawi).Pembangunan masjid juga dilakukan di beberapa provinsi kerajaan, seperti pembangunan masjid Amr Bin Ash di Mesir. Pembangunan Jalan-jalan raya dan sarana umum. Ini juga dilakukan dan banyak dikembangkan pada masa Khalifah al-Walid Bin Abdul Malik (86 H. 96 H.).3. Pembangunan Armada LautPembangunan armada laut sebenarnya telah dilakukan semenjak Khalifa Uthman Bin Affan r.a. atas usul dan saran dari Muawiyah Bin Abu Sufyan. Kemudian ia dikembangkan pada masa Daulah Bani Umayyah, masa Khalifah Muawiyah Bin Abu Sufyan (41 60 H/662 680 M.).

Pembangunan Armada laut ini dimaksudkan untuk mengembangkan perluasan wilayah Islam dan hubungan laur negeri daulah Islam dengan kerajaan dan bangsa lain. Dengan armada laut pula, perluasan wilayah Islam dapat sampai ke Afrika, Eropa dan Asia. Masuknya Islam ke Eropa, Spanyol, melalui jalur Afrika juga dilakukan dengan menggunakan jalur armada laut, pada masa Khalifah Yazid Bin Muawiyah, dipimpin oleh seorang panglima perang Tariq Bin Ziyad di bawah Gubernur Afrika Musa Bin Nasr. Dengan Armada Laut ini juga diyakini pada masa Daulah bani Umayyah, pasukan perluasan Islam sampai di Nusantara, termasuk Indonesia, khususnya wilayah Sumatra.Pada masa Khalifah bani Umayyah, pemerintahan provinsi di wilayah kekuasaan Islam mencapai 19 provinsi, yang masing-masing wilayah/beberapa wilayah di bawah kepemimpinan seorang gubernur (al-wali). Ke-19 provinsi itu meliputi; Mekah al-Mukarromah, Madinah al-Munawarah, Palestina, Bahrain, Mesir, Afrika (Utara), Kufah, Armenia dan Azerbaizan, Maushul, Tabaristan&Jurzan, Damaskus, Himsh, Bashrah, Khurasan, Sajastan, Karman, Sind (India), Ray (Qazrawain) dan Yaman.

Masing-masing wilayah provinsi tersebut memiliki kota yang berkembang, baik karena dibangun dan dikembangkan oleh gubernurnya, maupun karena faktor historis, yang mana kota-kota tersebut telah menjadi pusat peradaban sebelumnya. Tentu saja kota seperti di Damaskus, Palestina dan Himsh, yang terletik di pusat pemerintahan dan berdekatan dengan Ibu Kota Daulah Bani Umayyah menjadi kota yang paling berkembang. Di wilayah-wilayah tersebut pula di bangun beberapa istana daulah, oleh beberapa khalifah yang berbeda.

Kota-kota lama dan kuno, seperti Pustath di Mesir, Bashrah dan Kufah di Iraq, Yaman di Arab selatan juga menjadi bagian kota dengan tingkat perkembangan kebudayaan yang cukup pesat. Demikian juga Mekah dan Madinah yang sebelumnya telah menjadi pusat pemerintahan Islam merupakan dua kota Haram yang masih menjadi pusat keilmuan Islam.Pembangunan dan perkembangan kota di maisng-masing provinsi juga terjadi karena banyaknya penduduk yang melakukan imigrasi atau emigrasi ke wilayah-wilayah yang menjadi pusat pemerintahan daulah Islam, pusat penyebaran keilmuan dan pusat kebudayaan dan penyebaran Islam.

2. Aspek Kebudayaana.Arabisme Penyebar-luasan Bahasa ArabArabisme bermakna dua; Pertama, menjadikan bangsa Arab sebagai bangsa pribumi, sehingga lebih diutamakan, dan bangsa non Arab (al-mawali) menjadi bangsa nomor dua. Kedua, menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa resmi daulah yang disosialisasikan ke masing-masing wilayah provinsi, baik di Jazirah Arab maupun di luar Jazirah Arab.

Dengan penerapan sistem Arabisme dalam pengertian kedua, maka penyebar-luasan bahasa Arab melalui jalur sturktural atau politik pemerintahan.Perpindahan wilayah dari Shiria (Timur) ke Andalusia (Barat). Penyebar-luasan bahasa Arab melalui jalur budaya (kultural)Penulisan literatur dan proses kodifikasi ilmu-ilmu awal, baik ilmu-ilmu keislaman maupun ilmu-ilmu yang diadopsi dari luar.Penerjemahan karya-karya dari luar, seperti karya-karya dari Yunani dan Romawi ke dalam bahasa Arab, seperti yang dilakukan oleh Khalid Bin Yazid pada masa Khalifah Yazid Bin MuawiyahPerkembangan syair Arab yang dilakukan oleh para penyair khalifah atau orang yang mendekati khalifah .B. Pengembangan Kebudayaan1. Aspek SpiritualMasa Daulah Bani Umayyah menandai dominasi pembangunan dalam bidang fisik dan perluasan wilayah kekuasaan Islam. Sistem kerajaan yang dibangun oleh daulah tersebut telah memudarkan aspek spiritualitas yang telah dibangun dan dikembangkan pada masa al-Khulafa al-Rashidun. Nam demikian, bukan berarti masa Daulah Bani Umayyah tidak mengembangkan spiritualitas dalam proses peradabannya. Perluasan dan penyebaran Islam ke pelbagai daerah dan wilayah luar Arab merupakan bagian dari implementasi spiritualitas tawhid yang dikembangkannya.

Fungsi dan kedudukan masjid yang secara fisik dibangun pada masa Khalifah al-Walid juga memiliki makna spiritualitas yang memadukan antara aktifitas-aktifitas keagamaan dan sosial budaya yang berkembang pada masanya. Masjid menjadi bagian inhern dalam pengembangan spiritualitas Islam masa daulah tersebut.

Masa Daulah Abbasiyah 750 M. 1258 M.) Masa Daulah Abbasiyah merupakan akhir periode Islam klasik. Dalam konteks sejarah peradaban Islam, masa ini sering dikategorikan oleh sejarahwan sebagai masa puncak kegemilangan peradaban Islam, sehingga disebut juga the golden age. Kegemilangan masa daulah Abbasiyah ini ditandai oleh kemajuan dalam bidang keilmuan dalam berbagai bidangnya dan penemuan-penemuan yang menjadi dasar bagi ilmu terapan dan teknologi. E.Periode Abad PertengahanA. Batasan Periode PertengahanPeriode Pertengahan dimulai pasca jatuhnya Baghdad ke tangan Mongolia (1258 M.) pada paroh kedua abad pertengahan. Setelah Abbasiyah mengalami kemunduran (kehancuran) dan diinvasi oleh Bangsa Mongolia, ada beberapa kerajaan Islam yang (masih) berdiri, baik karena telah eksis sebelumnya, atau baru berdiri setelah Baghdad mundur dan mengalami kehancuran.

Karakteristik Periode Pertengahan(1258 1700/1800Periode kemunduran Islam, dalam politik, kemudian diikuti oleh kemunduran dalam bidang kebudayaan, ekono, sosial dan ekonomi.Umat Islam terpecah-pecek, mulai berkembang tarekat,praktek-praktek tasawuf yang menyimpang Pintu ijtihad tertutup, umat Islam taqlid Fakta internal a. Aspek Politikabad pertengahan dapat diasumsikan sebagai abad perpecahan (split) umat Islam dalam bidang politik dan pemerintahan. Indikatornya, banyak bermunculan kerajaan-kerajaan kecil, baik yang berasal dari provinsi/wilayah kekuasaan Daulah Islam sebelumnya (Daulah Abbasiyah) maupun karena berdiri sendiri sebagai kerajaan baru.

Aspek Ilmu PengetahuanSejak abad ke-15 M., secara umum, karya-karya dalam bidang keilmuan merupakan pengulangan dan ringkasan dari karya-karya ulama abad klasik sebelumnya, sehingga tidak terjadi perkembangan yang signifikan, kecuali yang dilakukan oleh beberapa tokoh dan ilmuwan ternama, seperti Ibn Taymiyah dan Ibn Khaldun. Di samping itu, mulai muncul ide dan wacana tentang telah tertutufnya pintu ijtihad di kalangan umat Islam, sehingga menjadikan keilmuan stagnan. Aspek Praktek Keagamaan&TasawufTasawuf yang berkembang pada abad pertengahan adalah tasawuf amali dan tarekat yang mayoritasnya menyimpang dari keagamaan Islam, termasuk pemujaan terhadap tokoh-tokoh sufi amali dalam dunia Islam.

Fakta EksternalMenjelang abad pertengahan, terdapat beberapa peristiwa dan fakta kesejarahan yang menyebabkan kelemahan dan kemunduran umat Islam dalam aspek politik (pemerintahan)a. Perang Salib, yang dilakukan oleh kelompok Nasrani Eropa, khususnya Prancis dan negara tetangga lainnya,yang menyerang Umat Islam di Timur Tengah, khususnya Palestina untuk merebut, Bait al-Maqdis, Yerussalam. Perang ini dimulai sejak awal abad ke-11 M. (1046 M.).

Serangan dan invasi bangsa Mongolia ke Baghdad Iraq pada pertengahan abad ke-13 M. Serangan ini menyebabkan Baghdad lemah dan akhirnya jatuh ke tangan tentara Mongolia. Namun demikian, wilayah-wilayah Islam lainnya, seperti Mesir, Syam (Syria) dan Hijaz berada di bawah kepemiminan Kerajaan Mamalik (Mamluk).c. Gerakan orientalisme, yang berlanjut pasca Perang Salib, meskipun masih dalam bentuk gagasan, perencanaan dan pengorganisasian oleh Barat (Eropa) untuk menjajah dan mnginvasi Timur dalam aspek kebudayaan. Dalam kaitan ini.

Terdapat pertemuan rahasia antara bangsa Eropa dan para tokoh Kristen di Viena untuk melakukan invasi pemikiran dan kebudayaan Eropa (Barat) terhadap dunia-dunia Timur.d.Munculnya gerakan kolonialisme Eropa terhadap dunia Timur, yang menjadi cikal-bakal berdirinya nation-state. e. Munculnya gerakan renaisans (renaissance), kebangkitan kembali, di Eropa, khususnya berawal dari Florence, Italia, pada abad ke-15 M. dan 16 M. Kemunculan renaisans ini ditandai oleh adanya pemisahan (dualisme) antara peran gereja (agama) dan pemerintahan atau negara(dunia), serta mulai melemahnya dominasi agama Kristen.

Metodologi Holistik dalam Kajian Sejarah Pemikiran &Peradaban IslamMetodologi holistik dalam konteks SPPI bermakna kajian sejarah dan peradaban Islam dengan menggunakan pendekatan atau perspektif yang menyeluruh atau komprehensi dalam memahami sejarah pemikiran dan peradaban Islam. Dalam praktiknya, ia juga memiliki kaitan erat dengan pendekatan multidimensional atau pendekatan kepelbagaian.Pelbagai disiplin keilmuan, seperti sosiologi, antropologi, politik, psikologi, filsafat dan yang lainnya. Teori-teori dari masing-masing disiplin ilmu tersebut juga dapat digunakan sebagai alat analisis dalam memahami peristiwa masa lalu umat Islam dalam konteks sejarah pemikiran dan peradaban Islam.Demikian juga pendekatan keagamaan Islam, al-Quran dan As-Bab al-Nuzulnya, hadith dan asbab al-wurudnya,(tauhid), teologi , dan mistik Islam (tasawuf). Makna Penting Metodologi Holistik dalam Kajian SPPIDi antara makna penting metodologi holistik adalah,1. Memahami peristiwa sejarah pemikiran dan peradaban Islam secara lebih komprehensif dan mendalam2. Memahami peristiwa-peristiwa dalam sejarah dan peradaban Islam secara kontekstual bukan tekstual dan memaknai aspek di balik peristiwa tersebut bukan dalam kroologis peristiwanya.3. Memahami peristiwa dalam sejarah dan peradaban Islam berdasarkan pada persoalannya. Jika persoalannya persolan sosial, maka metodologi yang digunakannya adalah sosiologi dan kerangka teori yang digunakan juga kerangka teori dalam sosiologi.4. Merubah cara pandang dari cara pandang politics oriented kepada cara pandang socio-culture oriented atau civilization oriented.5. Membuka peluang cara pandang atau perspektit alternatif untuk pengembangan dalam kajian SPPI Beberapa contoh metodologi holistikSejarah awal kemunculan Islam di Mekah dan awal perkembangannya di Madinah. Kedua persoalan ini bisa dikaji dengan menggunakan pendekatan sosiologi seperti yang dilakuakan oleh Ira Lapidus (Ira Lapidus, A History of Muslim Societies) Bagaimana sosial-masyarakat Mekah dan Madinah, apa persamaannya dan apa perbedaannya. Bagaiman struktur masyarakatnya dan apa sistem sosial-politiknya? Untuk memahami masyarakat Mekah dan Madinah juga dapat digunakan pendekatan antropologis sebagaimana yang dilakukan oleh Phillip K.Hitty. (The Arabs) Sedangkan untuk perkembangan Islamnya dapat digunakan kerangka teori dalam ilmu antropologi evulusionisme atau pendekatan evolusi, dengan fokus pada model perkembangan, tahapan-tahapnya dan pengaruhnya baik terhadap Jazirah Arab maupun luar Arab. Dalam peristiwa-peristiwa peperangan, pendekatan yang digunakan tidak hanya pendekatan politik, tetapi juga pendekatan sosiologi dengan kerangka teori konflik. Ia juga dapat dimaknai dalam konteks teori peradaban (Ibn Khaldun). Kerangka teori transisi sosial dapat digunakan dalam setiap fase pergantian periode kekuasaan yang senantiasa menimbulkan instabilitas dalam sejarah, termasuk sejarah dan peradaban Islam, seperti pergantian kepemimpinan dari Nabi Muhammad s.a.w. ke al-Khulafa al-Rashidun, dari al-Khulafa al-Rashidun ke masa Daulah Bani Umayyah dan dari Daulah Bani Umayyah ke Daulah Abbasiyah.Pembahasan atau tema tentang perluasan wilayah dapat dikaji dengan pendekatan antropologis melalui kerangka teori difusi kebudayaan (persebaran kebudayaan). Implementasi dapat dilakukan oleh guru/pendidik dan juga oleh siswa Kognitif : Pengetahuan sejarah sebagai wawasan masa lalu yang relevan untuk masa kini dan masa depanAfektif : Sikap; menentang sistem faganisme, mengapreiasi ketauhidan, haterogenitas dan keajemukan PsikomotorikTeoritis-Konseptual;Pendidikan Islam masa Nabi menegaskan bahwa dalam proses pendidikan aspek kejiwaan atau pendewasaan jiwa dengan nilai-nilai tauhid menjadi pondasi bagi pendidikan IslamPendidikan akhlaq menjadi bagian utama dalam pengembangan pendidikan karakterPembinaan masyarakat yang heterogen di Madinah menjadi model bagi kultur multicultural dalam dunia modernIimplementasi Pendidikan Sejarah dan Peradaban Islam dalam Dunia PendidikanAspek MetodologisKebijakan dan kebijaksanaan (wisdom) dalam proses pendidikan anak Metode demonstrasiMetode animasi/ drama/pembuatan sinetron IslamiPengembangan Nilai-Nilai Sejarah dan Peradaban Islam dalam Pendidikan Bagi Peserta DidikRuang Lingkup peradaban dalam Islam jika dikongkritkan, terdapat dalam bidang politik (pemerintahan, kekuasaan dan birokrasi), sosial (kelompok, masyarakat sistem dan strukur sosial), budaya/kebudayaan dan ekonomi.Sejak masa klasik hingga modern, peradaban Islam bersifat holistik dan universal. Keduanya dibangun oleh tauhid yang menjadi asas dan ruh dari peradaban Islam itu sendiri. Maka, bagaimana nilai-nilai peradaban yang berasas dari tauhid itu dan tercakup dalam ke-empat aspek tersebut (politik, sosial, budaya dan ekonomi).

Sebelum menjelaskan tentang nilai-nilai peradaban Islam, perlu dijelaskan terlebih dahulu konsep nilai. Beberapa konsep nilai dapat diringkaskan dalam beberapa devinisi berikut;

1. Nilai adalah suatu penghargaan, kualitas terhadap sesuatu hal yang dapat dijadikan penentu tingkah-laku seseorang, karena sesuatu itu;PeasentSatisfiyingUsefulProfitableBelief system 2. Standar perilaku atau standar penuntun bagi seseorang agar berbuat terarah, indah, baik, efisian, berharga, benar, adil (Djahari, 1985 : 20). 3. Dalam filsafat nilai merujuk kepada makna keberhargaan (worth) atau kebaikan (goodness).4. Sifat atau kualitas yang melekat pada suatu benda atau sesuatu yang lain. Ia menjadi suatu kenyataan yang tersembunyi di balik kenyataan-kenyataan lainnya.5. gagasan-gagasan individu mengenai apa yang benar (kebenaran), baik atau ideal.Pada umumnya nilai melekat pada diri individu atau kelompok organisasi dari perilaku yang mereka cerminkan.

6. Menurut Cheng (1955), NILAI ADALAH LANDASAN atau motivasi dalam segala tingkah laku dan perbuatannya.7. Gagasan-gagasan, konsep dan ide tentang sesuatu yang dipandang prinsip dan penting oleh sesorang dalm hidup. Maka nilai-nilai peradaban Islam dari sisi cakupannya meliputi nilai agama, cakupannya; aqidah, syariah, akhlaq (implementasinya seperti dalam kepribadian, ketaatan, kejujuran)nilai budaya; nilai dalam pendidikan, seni (keindahan), sastera (kemanusiaan) intelektual,sastera seni budaya dll. Nilai sosial; apresiasi terhadap keberagaman, suka menolong dan membantu sesama, tenggang rasa, menghargai perbedaan

Nialai ekonomi; berorientasi keuntungan (profit), kesahajaan (hemat dan sederhana)