Sejarah Lokal

22
KURIKULUM SEJARAH LOKAL DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH DI SEKOLAH A. Pendahuluan Pendidikan adalah suatu kebutuhan yang harus dipenuhi, karena melalui proses pendidikan akan memunculkan manusia-manusia yang memiliki kompetensi yang berbeda-beda. Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Manusia ingin meningkatkan semua potensi di dalam dirinya sebagai makhluk yang memiliki akal dan budi pekerti agar mempunyai makna dalam kehidupan bermasyarakat, salah satu upaya untuk mencapainya adalah dengan pendidikan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 1, ayat 1 menyatakan bahwa: "Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Berdasarkan penjelasan di atas, pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengaktualisasikan dan mengembangkan potensi-potensi setiap individu dalam mencapai tujuan yang diharapkan. 1

Transcript of Sejarah Lokal

Page 1: Sejarah Lokal

KURIKULUM SEJARAH LOKAL

DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH DI SEKOLAH

A. Pendahuluan

Pendidikan adalah suatu kebutuhan yang harus dipenuhi, karena melalui

proses pendidikan akan memunculkan manusia-manusia yang memiliki

kompetensi yang berbeda-beda. Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan

kualitas sumber daya manusia. Manusia ingin meningkatkan semua potensi di

dalam dirinya sebagai makhluk yang memiliki akal dan budi pekerti agar

mempunyai makna dalam kehidupan bermasyarakat, salah satu upaya untuk

mencapainya adalah dengan pendidikan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang

Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 1, ayat 1 menyatakan

bahwa:

"Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.

Berdasarkan penjelasan di atas, pendidikan mempunyai peranan yang

sangat penting dalam mengaktualisasikan dan mengembangkan potensi-potensi

setiap individu dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Mengingat pentingnya

arti pendidikan bagi kehidupan manusia, maka pendidikan ini harus dilaksanakan

dengan sebaik-baiknya sehingga akan diperoleh hasil (output) yang diharapkan.

Salah satu cara untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah dengan

meningkatkan prestasi belajar siswa.

Pembelajaran sejarah di sekolah merupakan salah satu upaya untuk

mencapai tujuan pendidikan nasional, terutama sebagai upaya untuk

mengembangkan pengetahuan tentang sejarah nasional maupun umum, agar siswa

dapat mengembangkan rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Sejarah membicarakan kejadian-kejadian manusia di masa lalu. Ismaun (1999)

1

Page 2: Sejarah Lokal

mengatakan bahwa sejarah merupakan kenangan pengalaman umat manusia.

Sejarah dapat membantu siswa untuk memahami perilaku manusia pada masa

lampau, masa sekarang dan masa yang akan datang. Kegiatan belajar mengajar

sejarah merupakan salah satu wahana untuk mendorong siswa memperkaya

wawasan dan mengembangkan potensinya.

Pendidikan Sejarah merupakan media pendidikan yang paling ampuh

untuk memperkenalkan kepada peserta didik tentang bangsanya di masa lampau.

Melalui pelajaran sejarah peserta didik dapat melakukan kajian mengenai apa dan

bila, mengapa, bagaimana, serta akibat apa yang timbul dari jawaban masyarakat

bangsa di masa lampau tersebut terhadap tantangan yang mereka hadapi serta

dampaknya bagi kehidupan pada masa sesudah peristiwa itu dan masa kini.

Tindakan apa yang dilakukan para pelaku sejarah yang tidak mampu mencapai

tujuan sehingga dapat dianggap sebagai suatu kesalahan atau bahkan kegagalan,

perbuatan apa yang mereka lakukan yang mampu mencapai tujuan sehingga

dianggap sebagai suatu keberhasilan dan memberikan dampak positif bagi

kehidupan kebangsaan sesudahnya mau pun masa kini (Hasan, 2010).

Melalui pelajaran sejarah, peserta didik akan diperkenalkan tentang

peristiwa-peristiwa masa lalu yang mengiringi terbentuknya masyarakat dan

bangsa dimana mereka hidup saat ini (Hasan, 1996). Dengan demikian, maka

sejarah memiliki fungsi utama dalam mengembangkan dan membentuk kesadaran

peserta didik terhadap sejarah bangsa dan negaranya. Kesadaran sejarah, menurat

Kartodirdjo (1999), sangat potensial untuk membangkitkan sense of pride

(kebanggaan) dan sense of obligation (tanggungjawab dan kewajiban) peserta

didik.

Selama ini sejarah yang diajarkan di sekolah kurang bermakna bagi siswa.

Ironis sekali, siswa diajak untuk mempelajari asal-usul daerah lain, namun tidak

memahami asal usul daerahnya sendiri. Disisi lain juga muncul persoalan terkait

dengan kecurigaan dari kelompok tertentu yang merasa tidak diuntungkan dalam

kurikulum. Dengan demikian objektivitas karya sejarah juga perlu diperhatikan.

Guru sebagai ujung tombak dalam pembelajaran sejarah juga tidak memiliki

kemauan dan kemampuan untuk mengembangkan materi dan metode

2

Page 3: Sejarah Lokal

pembelajaran, karena guru kurang memiliki pemahaman teori dan metodologi

sejarah. Disinilah persoalan pembelajaran sejarah menjadi semakin rumit. Siswa

sebagai salah satu komponen dalam sistem pembelajaran juga merasa bosan

karena belajar sejarah hanya menghafalkan nama-nama tokoh, angka-angka tahun,

dan benda-benda peninggalan yang kusam. Oleh karena itu, perlu sekali merubah

paradigma dalam pembelajaran sejarah yang cukup memberikan stimulus siswa

untuk mempelajari sejarah, diantaranya siswa diajak untuk mampu

memparalelkan sejarah dunia dengan sejarah nasional dan sejarah lokal dengan

metode yang inovatif.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan memberikan keleluasaan kepada

guru untuk mengembangkan indikator-indikator dan itu bukan sesuatu yang

diharamkan,tetapi merupakan kewajiban guru untuk mengadopsi potensi-potensi

yang ada didaerah. Untuk itu, makalah ini akan membahas tentang paradigma

kurikulum sejarah lokal, sehingga pembelajaran sejarah di sekolah menjadi lebih

bermakna.

Dalam makalah ini penulis mencoba untuk memberikan contoh materi

Sejarah Lokal mulai dari Konsep Sejarah Lokal, Ruang lingkup dan contoh-

contoh judul materi beserta metodologi sejarah lokal secara sederhana. Penyajian

itu dengan ada kesamaan persepsi serta solusi dalam menyusun historiografi

sejarah lokal.

B. Konsep Sejarah Lokal

Para ahli sejarah membagi pengertian sejarah atas sejarah sebagai

peristiwa, sebagai cerita dan sejarah sebagai ilmu (Ismaun, 1991). Sejarah sebagai

peristiwa karena mengukapkan kehidupan masyarakat di masa lampau. Sesuai

dengan konsep : "lokal", bahasanya membicarakan kehidupan masyarakat

lokal/setempat di masa lampau. Dengan demikian uraian sejarah lokal

mengandung konsep dasar: waktu dan ruang. Di samping itu juga memuat

konsep-konsep lain seperti konsep kausalita dan pengulangan. Uraian sejarah

merupakan rangkaian sebab dan akibat. Konsep akibat akan menjadi sebab

3

Page 4: Sejarah Lokal

peristiwa berikutnya. Peristiwa perulangan, sering dalam durasi waktu tertentu

terjadi peristiwa yang polanya sama dengan peristiwa sebelumnya.

Kehidupan masyarakat manusia di masa lampau sangat luas dan kompleks.

Oleh karenanya para ahli sejarah membagi sejarah atas tema-tema tertentu,

misalnya sejarah : perekonomian, sosial, budaya, politik, dan seterusnya, Sejarah

politik dianggap yang lebih tua karena berkaitan dengan keberadaan masyarakat

manusia dalam berkehidupan dan bemegara. Selain tema kehidupan masyarakat,

para ahli sejarah juga membagi sejarah menurut dimensi waktu. Pembagian ini

dikenal dengan nama periodisasi. Berdasarkan periodenya, maka kita mengenal

periode sejarah: Prasejarah, Jaman Hindu-Budha, Jaman Islam, Jaman

Kebangkitan Nasional, Jaman Kemerdekaan, dan sebagainya.

Sejarah sebagai cerita karena uraian sejarah merupakan hasil rekonstruksi

sejarawan terhadap peristiwa kehidupan masyarakat masa lampau berdasarkan

fakta-fakta sejarah yang dimilikinya. Oleh karena itu didalamnya terdapat pula

penafsiran sejarah terhadap makna suatu peristiwa. Buku-buku sejarah yang kita

baca, baik berupa buku pelajaran di sekolah, karya ilmiah di perguruan tinggi,

maupun buku-buku sejarah lainya adalah merupakan bentuk kongkrit dari sejarah

sebagai cerita.

Berdasarkan konsep ruang/tempat, kita mengenal adanya sejarah: lokal,

nasional, regional dan dunia. Sejarah lokal adalah peristiwa kehidupan masyarakat

manusia yang terjadi pada lokal geografi tertentu (Ismaun, 1991). Bisa jadi

peristiwa itu hanya mempunyai pengaruh terhadap kehidupan masyaraskat daerah

itu saja, tetapi mungkin juga berpengaruh secara nasional. Contoh: sejarah P.

Diponegoro (Tegalrejo, Magelang), peristiwa lokal pengruhnya sampai tingkat

nasional.

Sejarah lokal dalam konteks pembelajaran di sekolah tidak hanya sebatas

sejarah yang dibatasi oleh keruangan yang bersifat administratif belaka, seperti

sejarah propinsi, sejara kabupaten, sejarah kecamatan dan sejarah desa” (Agus

Mulyana dan Restu Gunawan, 2007). Lokal disini juga lebih dijelaskan lagi oleh

Taufik Abdullah (2005) bahwa:

4

Page 5: Sejarah Lokal

“Pengertian kata lokal tidak berbelit-belit, hanyalah ‘tempat, ruang’. Jadi ‘sejarah lokal’ hanyalahh berarti sejarah dari suatu ‘tempat’, suatu ‘locality’, yang batasannya ditentukan oleh ‘perjanjian’ yang diajukan penulis sejarah”. Batasan geografisnya dapat suatu tempat tinggal suku bangsa, yang kini mungkin telah mencangkup dua-tiga daerah administratif tingkat dua atau tingkat satu (suku bangsa Jawa, umpamanya) dan dapat pula suatu kota, atau malahan suatu desa”.

C. Ruang Lingkup Sejarah Lokal

Sejarah lokal adalah sejarah setempat. Peristiwa kehidupan masyarakat

setempat di masa lampau. Ruang lingkup sejarah lokal dapat diaplikasikan sebagai

peristiwa, cerita atau kajian ilmu sejarah setempat.

Lokal/tempat merupakan kriteria atas panggung sejarah. Menurut

Suharmawan bahwa ruang lingkup sejarali lokal meliputi peristiwa sejarah yang

terjadi di: Kampung, Desa, Kecamatan, Kabupaten/Kota sampai Provinsi.

Sejarah/silsilah keluarga termasuk dalam Sejarah Lokal. Diantara sejarah lokal itu

sering ada yang meonjol/berpengaruh ke tingkat yang lebih luas, sehingga dari

tingkat lokal menjadi nasional atau bahkan umum/dunia. Misalnya: Sejarah

Mataram, Peristiwa Palagan Ambarawa, Pertemuan 5 Hari di Semarang, Bandung

Lautan Api, Pertempuran 10 Nopember di Surabaya, dan sebagainya.

Sehubungan dengan ruang lingkup di atas, maka perlu diidentifikasi

peristiwa apa yang terjadi di masa lampau di tempat tertentu. Perlu diingat bahwa

tempat yang dimaksud adalah tempat di mana sekolah itu berada. Itulah sebabnya

topik-topik sejarah lokal diimplementasikan pada status administrasi daerah (desa,

kecamatan, dan seterusnya). Materi essensialnya bisa sama tetapi macamnya dapat

berbeda dan mungkin ada hubungan kausalitas antara daerah satu dengan lainnya.

Perbedaan itu dapat disebabkan oleh keadaan geografi dan perkembangan

masyarakat manusianya.

D. Metodologi Sejarah Lokal

Sejarah sebagai ilmu menuntut langkah-langkah tertentu untuk

memperoleh kepastian/kebenaran dari peristiwa kehidupan masyarakat di masa

lampau, demikian pula sejarah lokal. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai

berikut:

5

Page 6: Sejarah Lokal

Langkah Pertama: Kehidupan masa lampau niscaya meninggalkan jejak-

jejak kehidupannya. Para sejarawan/guru sejarah mulai kegiatannya dengan

mencari/menemukan jejak-jejak itu. Langkah penelitian ini disebut Heuristik.

Kegiatan menemukan bukti-bukti/sumber-sumber sejarah kemudian

dikelompokkan sebagai berikut:

a. Sumber sejarah yang berupa benda

b. Sumber sejarah yang berupa tulisan

c. Sumber sejarah yang berupa informasi hasil wawancara.

Sumber sejarah dapat dibedakan pula atas: sumber sejarah primer yakni

sumber sejarah yang berupa keterangan yang langsung diperoleh dari orang yang

menyaksikan peristiwa kehidupan itu. Tulisan sejarah yang banyak menggunakan

sumber primer akan lebih tinggi tingkat objektivitasnya daripada yang

menggunakan sumber sejarah sekunder.

Implementasi langkah pertama dalam pembelajaran sejarah lokal dalam

ruang lingkup yang sempit (misalnya, untuk kelas-kelas awal belajar sejarah),

yakni sejarah singkat Desa, Kecamatan, Kabupaten/Kota, terutama menggunakan

sumber primer. Di samping menginventarisasi/menemukan bukti-bukti/situs

peninggalan sejarah dari hasil pembangunan masyarakat setempat. Hal ini

dilakukan guna mengingat panduan pembelajaran sejarah lokal pada umumnya

belum ada. Sumber primer dapat dilakukan guru dengan mengadakan pendekatan

kepada instansi setempat (Perangkat Desa/Kelurahan, pemuka masyarakat atau

tokoh-tokoh yang dipandang mengetahui tentang perkembangan masyarakat di

daerah itu pada masa sebelumnya.

Di tingkat yang lebih luas, selain mengumpulkan informasi dari sumber

primer, dapat juga sumber sejarah yang berupa benda. Sumber sejarah berupa

benda, merupakan sisa kehidupan di masa lalu, misalnya: area, alat-alat rumah

tangga, senjata, bangunan dan sebagainya.

Sumber sejarah berupa benda, pada umumnya disimpan dalam museum

atau koleksi pribadi. Sumber sejarah berupa benda termasuk dokumen/arsip yang

juga disimpan di museum. Setelah melakukan kegiatan ini, kemudian ditanamkan

nilai-nilai pentingnya arti benda-benda peninggalan sejarah dari suatu keluarga

6

Page 7: Sejarah Lokal

bagi keturunannya. Melalui peninggalan sejarah keluarga, keturunannya akan

menghargai jasa orang tua/para pendahulunya.

Termasuk dokumen sejarah lokal adalah sejarah sekolah setempat.

Biasanya pada saat pergantian Kepala Sekolah, dokumen sejarah sekolah

disertakan.

Langkah Kedua adalah kritik. Kritik yang dimaksud adalah kegiatan untuk

menilai apakah sumber sejarah itu memang dibutuhkan dalam rangka penilaian

sejarah. Dalam menilai sumber sejarah kita pertanyakan :

a. Adakah sumber sejarah itu asli atau tidak.

b. Apakah sumber sejarah itu masih utuh atau sudah berubah.

Langkah ketiga adalah penafsiran. Adakah penafsiran / interprestasi /

sintesa terhadap fakta-fakta seajrah menjadi suatu kisah sejarah. Pada penafsiran

ini sering terjadi pengaruh subjektif yang mengakibatkan penulisan sejarah tidak

objektif, karena tidak semua fakta sejarah dimasukkan dalam penulisan sejarah.

Pemilihan fakta-fakta tergantung pada sintesis penulis sejarah.

Langkah keempat adalah historiografi. Historiografi adalah kegiatan untuk

menuliskan cerita sejarah secara periodisasi, masuk akal dan selaras. Secara

diagramatis langkah-Iangkah metodologi sejarah tersebut di atas adalah :

Keempat langkah di atas setidaknya dapat dipakai sebagai petunjuk

sederhana dalam rangka mendesign mated sejarah lokal, khususnya utuk ruang

lingkup yang relatif sempit. Sedangkan sejarah lokal tingkat propinsi, cukup

banyak sumber-sumber sejarah yang dapat dipakai sebagai pegangan

pembelajaran.

Sifat desain materi, senantiasa diuji keaktualannya. Dalam kurun waktu

tertentu, materi sejarah mengalami perubahan. Oleh karenanya peristiwa dan

pelaku sejarah, sumber, bukti-bukti yang lebih aktual akan dapat mempengaruhi

7

Aktualita

Sejarah

Manusia

Heuristik

Kritik

Interpretasi

Historiograf

i

Page 8: Sejarah Lokal

kebenaran sejarah lokal. Minimnya bukti-bukti sejarah, dapat berakibat fatal.

Sejarah bisa jadi hanya sebagai dongeng.

Penyajian sejarah lokal bertujuan agar siswa mengetahui perkembangan

kehidupan masyarakat dan bangga terhadap para pemimpin atau pahlawan

daerahnya. Sedangkan fungsinya adalah membekali siswa dengan ilmu

keterampilan dan sikap sehingga meningkatkan wawasan sebagai dasar warga

negara yang baik.

E. Urgensi Sejarah Lokal dalam Pembelajaran Sejarah di Sekolah

Walaupun sebagian dari kalangan awam baik itu orang tua murid maupun

siswa di sekolah mempertanyakan tentang adanya kegunaan pelajaran sejarah

yang secara umum mereka ketahui hanyalah sebuah “cerita atau dongeng tentang

masa lalu”, padahal secara kenyataannya bukan seperti itu, para ahli telah

menyatakan bahwa sejarah itu memiliki kegunaan. Secara garis besar setidaknya

terdapat tiga kegunaan sejarah, yaitu: guna edukatif, guna inspiratif, dan guna

rekreatif dan instruktif.

Sejarah memiliki guna edukatif karena sejarah dapat memberikan kearifan

bagi yang mempelajarinya, yang secara singkat dirumuskan oleh Bacon: “histories

make man wise”. Sejarah yang memberikan perhatian pada masa lampau tidak

dapat dipisahkan dari kemasakinian, karena semangat dan tujuan untuk

mempelajari sejarah ialah nilai kemasakiniannya. Hal ini tersirat dari kata-kata

Croce bahwa “all history is contemporary history”, yang kemudian dikembangkan

oleh Carr bahwa sejarah adalah “unending dialogue between the present and the

past” (Widja, 1988). Dari pernyataan-pernyataan di atas, dapat disimpulkan

bahwa apabila kita dapat memproyeksikan masa lampau ke masa kini, maka kita

dapat menemukan makna edukattif dalam sejarah.

Sejarah memiliki guna inspiratif karena sejarah dapat memberikan

inspirasi kepada kita tentang gagasan-gagasan dan konsep-konsep yang dapat

digunakan untuk memecahkan persoalan-persoalan masa kini, khususnya yang

berkaitan dengan semangat untuk mewujudkan identitas sebagai suatu bangsa dan

pembangunan bangsa.

8

Page 9: Sejarah Lokal

Sejarah memiliki guna rekreatif karena dengan membaca tulisan sejarah

kita seakan-akan melakukan “perlawatan sejarah” karena menerobos batas waktu

dan tempat menuju zaman masa lampau untuk “mengikuti” peristiwa yang terjadi.

Sementara itu guna instruktif merupakan kegunaan sejarah untuk menunjang

bidang-bidang ketrampilan tertentu (Notosusanto, 1979).

Dalam hubungannya dengan guna edukatif dan inspiratif dari sejarah,

dapat dikemukakan bahwa sejarah memiliki kaitan yang sangat erat dengan

pendidikan pada umumnya dan pendidikan karakter bangsa pada khususnya.

Melalui sejarah dapat dilakukan pewarisan nilai-nilai dari generasi terdahulu ke

generasi masa kini. Dari pewarisan nilai-nilai itulah akan menumbuhkan

kesadaran sejarah, yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk pembangunan

watak bangsa (nation character building).

Pewarisan nilai-nilai dari generasi ke generasi ini dapat dilakukan dengan

penggalian dan penyampaian sejarah lokal dalam pembelajaran sejarah disekolah.

Atas dasar nilai guna yang dimilikinya, tidak mengherankan apabila sejarah perlu

diberikan kepada seluruh siswa di sekolah (dari SD sampai SMA) dalam bentuk

mata pelajaran. Kedudukannya yang penting dan strategis dalam pembangunan

watak bangsa merupakan fungsi yang tidak bisa digantikan oleh mata pelajaran

lainnya. Namun demikian, tujuan pembelajaran sejarah itu tidak sepenuhnya dapat

tercapai yang disebabkan oleh beberapa faktor antara lain berkaitan dengan proses

pembelajarannya. Oleh karena itu, sepanjang seluruh eksponen dan komponen

bangsa masih menginginkan eksistensi sebuah bangsa dan negaranya, upaya-

upaya peningkatan kualitas pembelajaran sejarah sampai kapan pun masih

menemukan signifikansinya. Dalam hal ini guru menduduki posisi yang penting

dan strategis dalam peningkatan kualitas pembelajaran sejarah. Sehubungan

dengan hal itu, guru harus selalu meningkatkan kompetensi dan

profesionalismenya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran sejarah, dengan

memperhatikan empat pilar pembelajaran sebagaimana telah dideklarasikan oleh

Unesco (1988), yaitu: 1) learning to know (pembelajaran untuk tahu), learning to

do (pembelajaran untuk berbuat), 3) learning to be (pembelajaran untuk

9

Page 10: Sejarah Lokal

membangun jati diri, dan 4) learning to live together (pembelajaran untuk hidup

bersama secara harmonis) (Setiadi, 2007).

Selain itu, dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional Pasal 40 Ayat 1 butir disebutkan bahwa “pendidik dan

tenaga kependidikan berhak memperoleh ‘kesempatan menggunakan sarana,

prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan

tugas”. Pasal ini memberikan peluang bagi guru untuk meningkatkan kualitas

pembelajaran dengan dukungan sarana, prasarana, dan fasilitas yang memadai.

Pasal ini dipertegas oleh kewajiban pendidik dan tenaga kependidikan yang

tertuang dalam pasal 40 Ayat 2 butir a yang menyatakan bahwa pendidik

berkewajiban “menciptakan suasana yang bermakna, menyenangkan, kreatif,

dinamis, dan dialogis”, sehingga interaksi belajar yang monolog dan komunikasi

satu arah tidak lagi menjadi satu-satunya model pembelajaran. Pendekatan

pembelajaran yang bersifat indoktrinatif dapat menghalangi aktivitas dan

kreativitas siswa, sehingga menjadikannya pribadi yang pasif (Setiadi dkk., 2007).

Berdasarkan uraian di atas, maka guru dituntut untuk selalu

mengembangkan diri agar meningkatkan kualitas pembelajaran sejarah kepada

siswa, sehingga tujuan pembelajaran sejarah dan IPS-Sejarah dapat tercapai.

F. Kendala dalam Pembelajaran Sejarah Lokal

Ada banyak sekali kendala dalam pembelajaran Sejarah Lokal, baik itu

yang berkenaan dengan konseptual maupun praktis. Secara konseptual salah satu

kendalanya adalah seperti yang diutarakan oleh Said Hamid Hasan (2007) pada

jenjang pendidikan menengah terutama untuk sekolah umum (SMA) yang

mempersiapkan peserta didik untuk meniti pendidikan pada jenjang pendidikan

tinggi, maka kemampuan pemahaman maupun skills yang diperlukan dalam

disiplin sejarah sudah selayaknya diperkenalkan. Selain itu tujuan pembelajaran

sejarah berikutnya yaitu seperti apa yang dikemukakan oleh NCHS yaitu

historical thinking, historical analysis and interpretation, dan historical research

capabilities dapat dikembangkan sebagai fokus utama. Selain itu juga dalam

10

Page 11: Sejarah Lokal

konteks yang diusulkan Departemen Pendidikan New York maka tujuannya

adalah:

1. The skill of historical analysis include the ability to: explain the significance

of historical evidence; eigh the importance, reliability, and validity of

evidence; understand the concept of multiple causation; understand the

importance of changing and competing interpretations of different historical

developments.

2. Establishing time frames, exploring different periodizations, examining

themes across time and within cultures, and focusing on important turning

points inworld history help organize the study of world cultures an

civilizations.

Kemampuan seperti diatas, menerut Hamid Hasan (2007) tidak

mendapatkan perhatian dalam KURIKULUM SEJARAH SMA dan MA 2004.

Pemahaman terhadap peristiwa sejarah memang menonjol tetapi skills dalam

sejarah serta pengembangan wawasan belum mendapatkan tempat yang

seharusnya.

Permasalahan besar yang dihadapi dalam pengembangan sejarah lokal

adalah ketersediaan sumber. Tulisan-tulisan mengenai berbagai peristiwa sejarah

lokal belum banyak tersedia. Hal ini menjadi kendala dalam pembelajaran sejarah

lokal.

Selain itu, kendala dalam pembelajaran sejarah lokal adalah waktu dan

biaya. Maksudnya, dikarenakan sumbernya yang minim, dibutuhkan waktu dan

biaya yang cukup menyita perhatian para guru sejarah. Hal inilah yang

menyebabkan kurang antusiasmenya guru sejarah untuk menggali potensi sejarah

lokal di daerahnya.

G. Penutup

Sebagai penutup, ada beberapa simpulan penting yang dapat dikemukakan

adalah:

1. Sejarah lokal adalah ungkapan kejadian / peristiwa kehidupan masyarakat

manusia di masa lampau yang terjadi di lingkungan setempat.

11

Page 12: Sejarah Lokal

2. Ada 2 konsep dasar dalam sejarah lokal, yakni waktu dan ruang.

3. Kendala bagi para mahasiswa PGSD dalam pembelajaran sejarah lokal adalah:

a. Kurangnya buku pegangan/sumber belajar bagi sebagian besar lingkungan

sejarah lokal.

b. Bagi sejarah lokal lingkungan provinsi sebenarnya cukup banyak namun

mereka kurang terampil untuk mendesign dan beberapa buku sumber.

c. Guru kurang percaya diri untuk merumuskan materi ensensial sejarah

lokal.

4. Pendekatan pembelajaran dengan metode inkuiri dapat lebih efektif dalam

pembelajaran sejarah lokal.

5. Sejarah lokal bertujuan agar siswa mengenal perkembangan masyarakat

daerahnya dan memupuk rasa bangga atas perjuangan dan hasil-hasil

pembangunan yang dicapai di daerahnya.

6. Melalui Sejarah Lokal Keluarga dapat ditanamkan nilai-nilai peninggalan

sejarah bagi tiap individu siswa akan jasa orang tua/pendahulunya berkenaan

dengan keberadaan keluarga masing-masing.

Berdasarkan simpulan di atas, ada 3 hal yang penulis sarankan kepada para

pembaca umumnya dan para guru pada khususnya.

Pertama, mengenai materi kajian. Dalam makalah, skope materi kajian

hanya mencakup dari lingkungan desa, kecamatan, kabupaten/kota, dan provinsi,

dimana sekolah itu berada. Sebelum itu dalam Pokok Bahasan Lingkungan

Keluarga perlu sekali ditanamkan materi kajian sejarah yang berupa silsilah

keluarga. Selain mengenal konsep lingkungan keluarga, siswa perlu memahami

sejarah dinasti keluarganya sendiri. Hal ini mengingat bahwa generasi muda

sekarang sering kurang mengerti terhadap para pendahulunya. Dalam hal ini

identifikasi, peranan dan implementasi peninggalan sejarah keluarga menjadi

sangat penting artinya sebagai media antara siswa secara individual dengan

pendahulunya. Apapun bentuknya, perlu ada, diselamatkan dan dirawat.

Diupayakan untuk menanamkan nilai sejarah keluarga kepada siswa, agar mereka

menghargai jasa-jasa para pahlawan keluarganya masing-masing.

12

Page 13: Sejarah Lokal

Kedua, berkenaan dengan metodologi. Kebenaran materi sejarah lokal

sangat didukung oleh perolehan dan penafsiran sumber-sumber sejarah baik

primer maupun skunder. Lingkup yang sempit hendaknya didukung sumber

sejarah primer. Sedangkan sejarah lokal: Kabupaten/Kota dan Provinsi dapat

diusahakan melalui referensi buku-buku sejarah yang baku. Misalnya: Panggung

Sejarah, Sejarah Nasional Indonesia, dan lain-lain sebagai sumber sejarah

sekunder.

Ketiga, Pembelajaran Sejarah Lokal. Dalam penyajian kegiatan

pembelajaran sejarah, konsep-konsep utama seperti: waktu, tempat, kausalitas,

kronologi dan sistimatis hendaknya selalu dijadikan acuan pembelajaran.

13

Page 14: Sejarah Lokal

DAFTAR PUSTAKA

Daliman, A. 1998. Standardisasi pendidikan sejarah dalam rangka menghadapi

globalisasi abad XXI. Cakrawala Pendidikan: Jurnal Ilmiah Pendidikan,

LPM Universitas Negeri Yogyakarta, Edisi khusus bulan Mei.

Depdiknas. 2003. Kurikulum Berdasarkan Kompetensi, Jakarta: Puskur.

Hasan, Said Hamid. 1991. Pendidikan IPS2, Jakarta: UT.

Hasan, Hamid. 2005. Kurikulum Sejarah dan Pendidikan Sejarah Lokal.

http://.upi.edu%2FDirektori%2FB%2520-%2520FPIPS%2FJUR.%2520

PEND.%2520SEJARAH%2F194403101967101%2520-%2520SAID%2520

HAMID%2520HASAN%2FMakalah%2FKurikulum%2520Sejarah

%2520dan%2520Pendidikan%2520Sejarah

%2520Lokal.pdf&ei=VWnkTNjCEs6s8AbR6pigDQ&usg=AFQjCNGqUa

BIdTdx9kYd7-q3dzpRDYkwlw&sig2= ab2V3D T-h1vZ9fEJK3P7Bw.

Diakses tanggal 21 Mei 2011.

Hasan, Said Hamid. 2007. Kurikulum Sejarah dan Pendidikan Sejarah Lokal

dalam Sejarah Lokal; Penulisan dan Pembelajaran Sejarah. Bandung:

Salamina Press.

Hayati, Chusnul dkk. 1985. Sejarah Indonesia, Jakarta: Kamnika/UT.

Kartodirdjo, Sartono. 1994. Pembangunan Bangsa tentang Nasionalisme,

Kesadaran dan Kebudayaan Nasional. Yogyakarta: Aditya Media.

Notosusanto, Nugroho. 1979. Sejarah Demi Masa Kini. Jakarta: UI press.

Penadi, Radix. 1990. Penulis Sejarah Lokal Purworejo, Purworejo: Lembaga

Study dan Pengembangan Sosial Budaya Pemda.

Redaksi, KTSP Sejarah Sangat Kacau, http://www.uny.ac.id/home/data .php?

m=951da6b7179a4f697cc89d36acf74e52&i=1&k=5128, Diakses tanggal

16 September 2010.

Sjamsuddin, H. 2007. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.

Sedyawati, Edi. 2006. Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah.

Jakarta: Rajawali Press.

14

Page 15: Sejarah Lokal

Sedyawati, Edi. 2007. Keindonesiaan dalam Budaya: Buku 1 Kebutuhan

Membangun Bangsa yang Kuat. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.

Smiers, Joost. 2009. Arts under Pressure: Memperjuangkan Keanekaragaman

Budaya di Era Globalisasi. Terjemahan Umi Haryati. Yogyakarta: Insist

Press.

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003

Widja, G. 1988. Pengantar Ilmu Sejarah: Sejarah dalam Perspektif Pendidikan.

Semarang: Satya Wacana.

15