Sejarah Dan Legal Etik Keperawatan Jiwa

15
SEJARAH DAN ASPEK LEGAL-ETIK PADA KEPERAWATAN JIWA MAKALAH oleh Putri Mareta Hertika 122310101014 PROGRAM STDI ILM KEPERAWATAN NI!ERSITAS JEM"ER 201# 1

description

keperawatan jiwa

Transcript of Sejarah Dan Legal Etik Keperawatan Jiwa

SEJARAH DAN ASPEK LEGAL-ETIKPADA KEPERAWATAN JIWA

MAKALAH

olehPutri Mareta Hertika122310101014

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANUNIVERSITAS JEMBER2015

SEJARAH DAN ASPEK LEGAL-ETIKPADA KEPERAWATAN JIWA

MAKALAH

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah keperawatan klinik VIII dengan dosen: Ns. Erti Ikhtiarini Dewi, M.Kep.,Sp.Kep.J

olehPutri Mareta Hertika122310101014

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANUNIVERSITAS JEMBER2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt. atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Sejarah dan Aspek Legal-Etik pada Keperawatan Jiwa dengan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan Klinik VIII.Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terimakasih kepada:1. Ns. Erti Ikhtiarini Dewi, M.Kep.,Sp.Kep.J., selaku Dosen Penanggung Jawab serta dosen pengajar Mata Kuliah Ilmu Keperawatan Klinik VIII;2. Teman-teman mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan angkatan 2012, yang telah memberi dorongan dan semangat;3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan pembaca.

Jember, Maret 2015

Penulis,DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPULiHALAMAN JUDUL.iiKATA PENGANTAR iiiDAFTAR ISI ivBAB I PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang 11.2 Tujuan 21.3 Manfaat 2BAB II PEMBAHASAN2.1 Sejarah Keperawatan Jiwa32.1.1 Pada Zaman Dahulu 32.1.2 Gangguan Jiwa pada Abad 2142.1.3 Sejarah Psychiatri 52.1.4 Sejarah Perkembangan di Indonesia 62.2 Aspek Legal dan Etik7BAB III PENUTUP5.1 Kesimpulan145.2 Saran 14DAFTAR PUSTAKA vi

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangSejarah Perkembangan Keperawatan Jiwa Dalam sejarah evolusi keperawatan jiwa, kita mengenal beberapa teori dan model keperawatan yang menjadi core keperawatan jiwa, yang terbagi dalam beberapa periode. Pada awalnya perawatan pasien dengan gangguan jiwa tidak dilakukan oleh petugas kesehatan (Custodial Care) (tidak oleh tenaga kesehatan). Perawatan bersifat isolasi dan penjagaan. Mereka ditempatkan dalam suatu tempat khusus, yang kemudian berkembang menjadi Primary Consistend of Custodial Care.Asuhan keperawatan jiwa ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan klien dan kemandirian klien serta membantu dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya baik fisik maupun psikologis, baik pada individu, keluarga maupun kelompok masyarakat (komunitas). Dalam upaya penanganan masalah kesehatan jiwa salah satu terapi spesialis yang dapat diberikan pada klien dengan gangguan jiwa adalah berupa terapi kelompok atau therapeuticcommunity. Oleh akrena itulah asuhan keperawatan harus bersifat holistik. Selain bersifat holistik, pendekatan humanistik dalam mengimplementasikan berbagai terapi harus benar-benar diperhatikan. Dengan demikian, siapapun yang melakukan terapi keperawatan, khususnyapsychoterapiharus mempunyai kemampuan dalam mengatasi masalah pasien secara ilmiah, memperhatikan legasl dan etis agar tindakannya tidak bertentangan dengan norma yang ada baik dalam menjalankan standar asuhan, dalam berhubungan dengan profesi lain dan juga secara humanistik dalam memperlakukan pasien sebagai subjek dan objek dalam pelaksanaan asuhan (G.W Stuart. 2013).

1.2 Tujuan1. Mengetahui sejarah keperawatan jiwa2. Mengetahui dan memahami aspek legal dan etik dalam keperawatan jiwa

1.3 Manfaat1. Mahasiswa dapat mengetahui sejarah keperawatan jiwa2. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami aspek legal dan etik dalam keperawatan jiwa

BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Keperawatan Jiwa2.1.1 Zaman DahuluPada zaman dahulu, ada suatu keyakinan bahwa setiap penyakit menunjukan ketidaksenangan dewa dan merupakan hukuman atas dosa dan perbuatan yang salah. Penderita gangguan jiwa dipandang jahat atau baik tergantung pada perilakunya. Individu yang baik disembah dan dipuja, individu yang jahat diasingkan, dihukum, dan kadang kala dibakar di tiang pembakaran. Setelah itu, Aristoteles (382-322 SM) mencoba menghubungkan gangguan jiwa dengan gangguan fisik dan mengembangkan teorinya bahwa emosi dikendalikan oleh jumlah darah, air, empedu kuning dan hitam dalam tubuh. Keempat zat atau cairan tersebut berhubungan dengan emosi gembira, tenang, marah, dan sedih. Ketidakseimbangan empat cairan tersebut diyakini menyebabkan gangguan jiwa sehingga terapi ditujukan pada upaya mengembalikan keseimbangan dengan kurban persembahan, puasa, dan menyucikan diri. Pada masa awal kristiani (1-10000 M) keyakinan dan tahayul primitif kuat. Setan sekali lagi dianggap penyebab penyakit dan individu yang terganggu jiwanya dianggap kerasukan setan. Penderita berupaya mengusir setan dari individu yang kerasukan. Apabila gagal, tindakan yang lebih berat dilakukan, seperti mengurung di kamar bawah tanah, mencambuk, membiarkan lapar, dan terapi brutal lain. Selama zaman renaisans (1300-1600), penderita gangguan jiwa dibedakan dari penjahat di Inggris. Mereka yang dianggap tidak berbahaya dibiarkan berkeliaran keluar kota atau tinggal di masyarakat pedesaan, tetapi individu yang lebih tidak waras dan berbahaya tetap di penjarakan, dirantai, dan dibiarkan lapar (Rosenblatt, 1984). Pada tahun 1547, Rumah Sakit St. Mary Bethlehem secara resmi dinyatakan sebagai Rumah Sakit untuk penderita gangguan jiwa, yang merupakan rumah sakit pertama jenis ini. Pada tahun 1775, pengunjung di institusi tersebut dibebankan biaya untuk dapat melihat dan mengejek penghuninya, yang dipandang sebagai hewan makhluk yang lebih rendah dari manusia (McMilland, 1997). Selama periode yang sama di koloni-koloni Amerika Serikat, pada waktu berikutnya, penderita gangguan jiwa dianggap jahat atau kerasukan setan dan dihukum. Tindakan memfitnah dilakukan dan individu yang bersalah dibakar di tiang pembakaran.

2.1.2 Gangguan Jiwa Pada Abad Ke-21Department of Health and Human Services (1999) memperkirakan 21 juta penduduk Amerika dapat didiagnosis mengalami gangguan jiwa. Dari jumlah tersebut, 6,5 juta mengalami disabilitas akibat gangguan jiwa yang berat, dan 4 juta diantaranya adalah anak-anak dan remaja. Misalnya, 3% sampai 5% anak usia sekolah mengalami gangguan hiperaktivitas / defisit perhatian. Lebih dari 10 juta anak berusia kurang dari 7 tahun tumbuh di rumah yang salah satu orang tuanya menderita gangguan jiwa yang signifikan atau menyalahgunakan zat sehingga menghambat kesiapan mereka untuk masuk sekolah. Beberapa ahli berpendapat bahwa deinstitutionalization memiliki efek negatif sekaligus positif (Torrey, 1997). Walawpun jumlah tempat tidur di Rumah Sakit umum menurun sebesar 80%, ada peningkatan jumlah pasien yang masuk Rumah Sakit sebesar 90% (Appleby & Desai, 1993). Hal ini memunculkan istilah efek pintu putar. Penderita gangguan jiwa persisten dan berat dirawat dalam waktu singkat, tetapi frekuensi mereka masuk rumah sakit lebih tinggi. Unit psikiatri rumah sakit umum kewalahan dengan arus kontinu pasien yang masuk dan keluar rumah sakit dengan cepat. Jumlah kunjungan individu yang mengalami gangguan akut ke ruang kedaruratan meningkat 400% sampai 500% di beberapa kota.Banyak ahli berpendapat bahwa pasien saat ini lebih agresif. Empat sampai delapan persen pasien di ruang kedaruratan psikiatri membawa senjata (Ries, 1997), dan sekitar 1000 pembunuhan dalam setahun dilakukan oleh penderita gangguan jiwa persisten dan berat yang tidak mendapatkan perawatan yang adekuat (Torrey, 1997). Sepuluh sampai lima belas persen pesakitan di penjara pemerintah menderita gannguan jiwa persisten dan berat (Lamb & Weinberger, 1998).Tunawisma merupakan masalah utama di amerika serikat sampai saat ini. Departement of Healt and Human Services (1999) memeperkirakan bahwa 750.000 individu tinggal dan tidur di jalan. Perkiraan prevalensi gangguan jiwa diantara populasi tunawisma adalah 25 % sampai 50 % tunawisma dewasa menagalami psikosis dan 33 % sampai 50 % mengalami masalah penyalahgunaan zat (Haugland et al; 1997). Mereka yang tunawisma dan mengalami gangguan jiwa ditemukan di taman, bandara, terminal bis, gang, dan lorong bertangga, penjara, dan tempat umum lain. Beberapa dari mereka menggunakan tempat penampungan, halfway house atau board and care room, yang lain menyewa kamar hotel yang murah jika mereka mampu (Haugland et al; 1997). Banyak penderita gangguan jiwa yang tinggal di jalan semakin memburuk masalah kejiwaannya akibat tidak memiliki rumah sehingga hal ini menjadi sebuah lingkaran setan.Banyak masalah yang dialami penderita gangguan jiwa yang tunwisma dan mereka yang melewati pintu kutar perawatan pisikiatri, disebabkan oleh dana masyarakat yang tidak adekuat. Ketika rumah sakit pemerintahan di tutup dana yang disimpan negara tidak di transfer ke program dan dukungan masyarakat. Terapi pisikiatri rawat inap masih merupakan pos pengeluaran utama dalam bidang kesehatan jiwa di amerika serikat sehingga kesehatan jiwa masyarakat tidak pernah memiliki dana pokok yang dibutuhkan untuk menjadi efektif (Keltner Schwecke, & Bostrom, 1999).Pada tahun 1993, Acces to Community Care and Ef-fective Services and Support (ACCESS) dibentuk dan didanai oleh pemerintah pederal untuk mulai memenuhi kebutuhan penderita gangguan jiwa yang juga tunawisma baik secara purna maupun paru waktu. Tujuan ACCESS ialah meningkatkn akses kepelayanan komprehensif melalui rangkaian keperawatan mengurangi duplikasi dan biaya pelayanan, dan meningkatkan efisiensi pelayanan (Randolph at al ; 1997) program seperti ini memberi pelayanan kepada individu yang tidak mendapatkan pelayanan jika keadaan yang terjadi sebaliknya.

2.1.3 Sejarah Psychiatri1773: Custodial Care (tidak oleh tenaga kesehatan)1882: Primary Consistend of Custodial Care1920-1945 : Care Fokus pada disease (model Curative Care)1950-1960 :1) Pelayanan mulai berfokus pada klien2) Psychotropic menggantikan Restrains and Seclusion3) Deinstitutionalization dimulai4) Mulai penekanan pada therapethic relationship5) Mayor fokus pada primary preventive1970-1980:1) Fokus pada community based care / service2) Riset & Tekhnologi

1990-2000:Fokus pada preventif, community based service, primary preventive using various approaches, such as mental health center, particai, hospital service, day care center, home health and hospice care.

2.1.4 Sejarah Perkembangan Dan Upaya Kesehatan Jiwa Di Indonesia1) Dulu KalaGangguan jiwa dianggap kemasukan.Terapi : mengeluarkan roh jahat2) Zaman KolonialSebelum ada RSJ, pasien ditampung di RSU yang ditampung, hanya yg mengalami gangguan Jiwa berat.3) 1 Juli :a. 1882 : RSJ pertama di Indonesiab. 1902 : RSJ Lawangc. 1923 : RSJ Magelangd. 1927 : RSJ Sabang diRS ini jauh dari perkotaanPerawat pasien bersifat isolasi & penjagaan (custodial care)a. Stigmab. Keluarga menjauhkan diri dari pasien4) Dewasa Ini hanya satu jenis RSJ yaitu RSJ punya pemerintah5) Sejak tahun 1910 mulai dicoba hindari costodial care (penjagaan ketat) & restraints (pengikatan)6) Mulai tahun 1930 dimulai terapi kerja seperti menggarap lahan pertanian7) Selama Perang Dunia II & pendudukan jepang upaya kesehatan jiwa tak berkembang8) Proklamasi perkembangan barua) Oktober 1947 pemerintah membentuk Jawatan Urusan Penyakit Jiwa ( belum bekerja dengan baik)b) Tahun 1950 pemerintah memperingatkan Jawatan Urusan Penyakit Jiwa meningkatkan penyelenggaraan pelayanan

9) Tahun 1966a) PUPJ Direktorat Kesehatan Jiwab) UU Kesehatan Jiwa No.3 thn 1966 ditetapkan oleh pemerintahc) Adanya Badan Koordinasi Rehabilitasi Penderita Penyakit Jiwa ( BKR-PPJ) Dgn instansi diluar bidang kesehatan10) Tahun 1973 PPDGJ I yg diterbitkan tahun 1975 ada integrasi dgn puskesmas11) Sejak tahun 1970 an : pihak swastapun mulai memikirkan masalah kes. Jiwa12) Ilmu kedokteran Jiwa berkembanga) Adanya sub spesialisasi seperti kedokteran jiwa masyarakat, Psikiatri Klinik, kedokteran Jiwa Usila dan Kedokteran Jiwa Kehakimanb) Setiap sub Direktorat dipimpin oleh 4 kepala seksi

2.2 Aspek Legal dan Etik dalam Keperawatan JiwaPerawat psikiatri mempunyai hak dan tanggung jawab membantu tiga peran legal yaitu: perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat sebagai pegawai, dan perawat sebagai warga negara. Perawat mungkin akan mengalami konflik antara ketiga hak dan tanggung jawabnya. Penilaian keperawatan profesional memerlukan pemeriksaan yang teliti dalam konteks asuhan keperawatan, konsekuensi yang mungkin terjadi akibat tindakan seseorang, dan alternatif tindakan yang mungkin dilakukannya (Stuart & Sundeen, 1995).Keterampilan utama yang harus dimiliki oleh perawat psikiatri dalam praktiknya menurut Robert (2002) dalam Stuart & Laraia ( 2005), yaitu:1. Mampu untuk mengenali pertimbangan etik dalam praktik psikiatri, meliputi bekerja dengan pengetahuan mengenai konsep etik sebagai dasar aplikasi dalam memberikan pelayanan pada penyakit mental2. Mampu menyadari mengenai nilai-nilai diri sendiri, kekuatan, dan penyimpangan-penyimpangan sebagaimana aplikasi dalam merawat pasien, meliputi kemampuan untuk mengenal rasa ketidaknyamanan dirinya sendiri sebagai satu indikator dari potensial masalah etik.3. Mampu untuk mengidentifikasi keterbatasan keterampilan dan kompetensi klinik yang dimilikinya4. Mampu untuk mengantisipasi secara spesifik adanya dilema etik dalam perawatan5. Mampu untuk mengkaji sumber-sumber etik di klinik, untuk memperoleh konsultasi etik, dan untuk mengkaji supervisi berkelanjutan untuk kasus sulit6. Mampu untuk mengenal perlindungan tambahan dalam perawatan klinik pasien dan memonitor keefektifannya.Lebih lanjut dijelaskan oleh Stuart & Laraia (2005) bahwa langkah-langkah dalam penyelesaian dilema etik dan pengambilan keputusan etik, dapat digambarkan sebagai berikut:1. Langkah pertama dapatkan informasi yang menjadi latar belakang terjadinya masalah untuk memperoleh kejelasan gambaran masalah2. Langkah selanjutnya adalah identifikasi komponen dari etik atau asal dari dilema, seperti kebebasan berlawanan dengan paksaan atau tindakan perawatan berlawanan dengan penerimaan hak untuk menolak tindakan3. Langkah ketiga adalah klarifikasi mengenai hak dan tanggung jawab terkait dengan semua agen etik atau yang meliputi pengambilan keputusan4. Semua pilihan yang mungkin harus diekplorasi dengan kejelasan mengenai tanggung jawabnya pada setiap orang, dengan tujuan dan kemungkinan yang timbul dari setiap pilihan yang ada5. Perawat kemudian terlibat dalam aplikasi prinsip, dengan berdasar dari falsafah keperawatan, pengetahuan keilmuan, dan teori etik. Ada empat pendekatan yang dapat dilakukan, yaitu:a) Utilitarianism, yang berfokus pada konsep tindakanb) Egoismmerupakan posisi yang mana individu mencari solusi yang terbaik secara personalc) Formalism,pertimbangan dari asal tindakan itu sendiri dan prinsip yang adad) Fairnessmerupakan dasar dari konsep keadilan, dan manfaat terkait dengan keuntungan sesuai dengan norma yang menjadi dasar masyarakat dalam pengambilan keputusane) Langkah terakhir, yaitu resolusi dalam tindakan. Berhubungan dengan konteks harapan sosial dan kebutuhan legal, keputusan perawat dengan tujuan dan metode yang diimplementasikan.

Sedangkan aspek legal untuk kesehatan mental psikiatri menurut Townsend (2005), meliputi:confidentiality and right to privacy (kerahasiaan dan hak atas privacy),informed consent, restrain and seclusion. Menurut Hamid (2005) prinsip etik dalam kesehatan jiwa terkait dengan hak klien, adalah:1) self determination; menolak tritmen, mencari saran/pendapat, memilih bentuk tritmen lain2) Informed concent3) Least restrictive environment/pengekangan seminimal mungkin4) Tidak bersalah karena gangguan jiwa5) Hukum dan sistem perlindungan klien gangguan jiwa6) Keputusan berorientasi pada peningkatan kualitas kehidupan klien

BAB 3. PENUTUP3.1 KesimpulanSejarah Perkembangan Keperawatan Jiwa Dalam sejarah evolusi keperawatan jiwa, kita mengenal beberapa teori dan model keperawatan yang menjadi core keperawatan jiwa, yang terbagi dalam beberapa periode. Pada awalnya perawatan pasien dengan gangguan jiwa tidak dilakukan oleh petugas kesehatan (Custodial Care) (tidak oleh tenaga kesehatan). Perawatan bersifat isolasi dan penjagaan. Mereka ditempatkan dalam suatu tempat khusus, yang kemudian berkembang menjadi Primary Consistend of Custodial Care. Sejarah Perkembangan Keperawatan Jiwa berkembang dari zaman ke zaman. Zaman dahulu orang yang sakt jiwa dipercaya bahwa telah kemasukan roh, sehingga terapi yang dilakukan adalah pengeluaran roh. Seiring dengan perkembangan zaman terdapat berbagai Rumah Sakit Jiwa di seluruh dunia.Aspek legal dan etik digunakan dengan memperhatikan dan menghormati hak-hak dan kewajiban individu atau klien sebagai bagian dari sistem baik keluarga, kelompok maupun komunitas dalam menjawab permasalahan dan dilema etik yang muncul dalam terapi komunitas. Dalam upaya penanganan masalah kesehatan jiwa salah satu terapi spesialis yang dapat diberikan pada klien dengan gangguan jiwa adalah berupa terapi kelompok atau therapeuticcommunity.3.2 SaranDiharapkan agar pembaca dan mahasiswa keprawatan, serta para pelayan kesehatan dapat mengetahui sejarah keperawatan jiwa, dan dapat menerapkan aspek legal etik dalam asuhan keperawatan yang diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zaidin. 2002.Dasar-Dasar Keperawatan Profesional. Jakarta : Widya Medika.

Keliat, Budi Anna; Panjaitan;Helena. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Ed.2. Jakarta: EGC.

Stuart, G.W., & Sundeen, S.J. (1995). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Stuart, Gail W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Suliswati, 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC.

1