Sejarah berdirinya

3
Sejarah berdirinya Pada mulanya Surkati datang ke Indonesia atas permintaan perkumpulan Jamiat Khair yang berdiri pada 1905 dan mayoritas anggota dan pengurusnya terdiri dari orang-orang Indonesia keturunan Arab golongan sayyid (alawiyin). Surkati tiba di Indonesia bersama dua kawannya, yakni Syekh Muhammad Tayyib al-Maghribi dan Syekh Muhammad bin Abdul Hamid al-Sudani. Di Indonesia, Surkati giat melaksanakan pembaharuan dan menyebarkan ide-ide baru dalam lingkungan masyarakat Islam Indonesia. Surkati diangkat sebagai penilik sekolah-sekolah yang dibuka oleh Jamiat Khair, baik yang dibangun di Jakarta maupun di Bogor. Berkat kepemimpinan dan bimbingan Surkati, dalam waktu satu singkat, sekolah-sekolah tersebut maju pesat. Namun Surkati hanya bertahan tiga tahun di Jamiat Khair karena perbedaan paham yang cukup prinsipil dengan para pengurus Jamiat Khair. Walaupun Jamiat Khair tergolong organisasi yang memiliki cara dan fasilitas modern, namun pandangan keagamaannya, khususnya yang menyangkut persamaan derajat, belum terserap baik. Ini nampak setelah para pemuka Jamiat Khair dengan kerasnya menentang fatwa Surkati tentang kafaah (persamaan derajat). Setelah perbedaan pendapat dengan Jami’atul Khair tidak bisa diselesaikan lagi, maka Syekh Ahmad Surkati dengan tegar dan penuh keyakinan meninggalkan Jamiatul Khaair pada 1914. Surkati pun bersiap untuk kembali ke Mekkah guna meneruskan kembali pendidikannya di kota suci itu yang terpaksa ditinggalkannya karena panggilan jihad yang lbih besar di Indonesia. Tapi, niat Surkati itu dicegah oleh para sahabatnya, terutama Umar Yusuf Manggus, yang menjabat sebagai Kapten Arab di Jakarta sejak 28 Desember 1902. Mereka membujuk agar Surkati meneruskan aktifitas pendidikannya di Jakarta, setidak-tidaknya menangguhkan kepulangannya ke Mekkah hingga lepas Ramadhan dan berlebaran Syawal dulu di Jakarta. Berkat usaha sungguh-sungguh dari Syaikh Yusuf Umar Manggus, dibantu oleh Sayyid Saleh bin Ubaid Abdat 1) dan Sayyid Said Masy’abi, Surkati lalu dipindahkan dari rumah yang disediakan untuknya oleh Jamiatul Khair di Pekojan, yang memang sudah diminta kembali oleh yang bersangkutan, ke rumah baru di Jalan Jatibaru 122), Batavia. Di rumah itulah kemudian pada 15 Syawwal 1332 H atau bertepatan dengan

description

agama

Transcript of Sejarah berdirinya

Sejarah berdirinyaPada mulanya Surkati datang ke Indonesia atas permintaan perkumpulan Jamiat Khair yang berdiri pada 1905 dan mayoritas anggota dan pengurusnya terdiri dari orang-orang Indonesia keturunan Arab golongansayyid(alawiyin). Surkati tiba di Indonesia bersama dua kawannya, yakni Syekh Muhammad Tayyib al-Maghribi dan Syekh Muhammad bin Abdul Hamid al-Sudani. Di Indonesia, Surkati giat melaksanakan pembaharuan dan menyebarkan ide-ide baru dalam lingkungan masyarakat Islam Indonesia. Surkati diangkat sebagai penilik sekolah-sekolah yang dibuka oleh Jamiat Khair, baik yang dibangun di Jakarta maupun di Bogor. Berkat kepemimpinan dan bimbingan Surkati, dalam waktu satu singkat, sekolah-sekolah tersebut maju pesat. Namun Surkati hanya bertahan tiga tahun di Jamiat Khair karena perbedaan paham yang cukup prinsipil dengan para pengurus Jamiat Khair. Walaupun Jamiat Khair tergolong organisasi yang memiliki cara dan fasilitas modern, namun pandangan keagamaannya, khususnya yang menyangkut persamaan derajat, belum terserap baik. Ini nampak setelah para pemuka Jamiat Khair dengan kerasnya menentang fatwa Surkati tentangkafaah (persamaan derajat). Setelah perbedaan pendapat dengan Jamiatul Khair tidak bisa diselesaikan lagi, maka Syekh Ahmad Surkati dengan tegar dan penuh keyakinan meninggalkan Jamiatul Khaair pada 1914. Surkati pun bersiap untuk kembali ke Mekkah guna meneruskan kembali pendidikannya di kota suci itu yang terpaksa ditinggalkannya karena panggilan jihad yang lbih besar di Indonesia.Tapi, niat Surkati itu dicegah oleh para sahabatnya, terutama Umar Yusuf Manggus, yang menjabat sebagai Kapten Arab di Jakarta sejak 28 Desember 1902. Mereka membujuk agar Surkati meneruskan aktifitas pendidikannya di Jakarta, setidak-tidaknya menangguhkan kepulangannya ke Mekkah hingga lepas Ramadhan dan berlebaran Syawal dulu di Jakarta.

Berkat usaha sungguh-sungguh dari Syaikh Yusuf Umar Manggus, dibantu oleh Sayyid Saleh bin Ubaid Abdat1)dan Sayyid Said Masyabi, Surkati lalu dipindahkan dari rumah yang disediakan untuknya oleh Jamiatul Khair di Pekojan, yang memang sudah diminta kembali oleh yang bersangkutan, ke rumah baru di Jalan Jatibaru 122), Batavia. Di rumah itulah kemudian pada 15 Syawwal 1332 H atau bertepatan dengan Ahad 6 september 1914 M dibuka secara resmi Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyyah di bawah pimpinan Ahmad Surkati.Tidak lama setelah Surkati keluar dari Jamiatul Khair, keluar pula para guru yang berasal dari Mekkah, baik yang datang bersama Surkati maupun yang dating atas jasa Surkati. Sebagian mereka kembali ke Mekkah dan sebagian tetap tinggal di Indonesia dan bergabung dengan Al-Irsyad sampai akhir hayat mereka di Indonesia. Di antara mereka itu termasuk saudara sekandung Surkati, Abul Fadhel Muhammad Assati al-Anshari (wafat di Jakarta, 16 oktober 1944), Syaikh Muhammad Nur Muhammad Khair al-Anshari (wafat di Jakarta, 29 Desember 1955), dan lain-lain.Ijin untuk pembukaan dan pengelolaan Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyyah itu berada di tangan dan atas nama Surkati. Berdasarkan Ordonansi Guru 1905 (Staadsblad 550/1905) yang mengatur kegiatan pendidikan Islam, beban tanggung jawab Surkati akan terasa tidak terlampau berat apabila Madrasah itu dinaungi oleh satu organisasi yang teratur dan berstatus Badan Hukum. Maka dipersiapkanlah berdirinyaJamiyyah Al-Ishlah wal Irsyad Al Arabiyyah.Sementara permohonan pengesahan diajukan kepada Gubernur Jenderal A.W.F. Idenburg, pengurusan Madrasah dilaksanakan oleh suatu badan yang diberi namaHai-ah Madaaris Jumiyyatul Irsyadyang diketuai oleh Sayyid Abdullah bin Abubakar Al-Habsyi. Meskipun pengesahan dari Gubernur Jenderal belum lagi keluar, Syaikh Umar Yusuf Manggus telah berhasil menyewa gedung bekas Hotel ORT yang tidak berfungsi lagi di Molenvliet West3), Jakarta, guna memenuhi kebutuhan yang amat mendesak karena perhatian dan peminat yang luar biasa. Perhimpunan Al-Irsyad sebagai Badan Hukum akhirnya memperoleh Pengakuan Hukum dari Gubernur Jenderal pada 11 Agustus 1915 melalui Keputusan Nomor 47. Sejak itu Al-Irsyad, yang oleh R.J. Gavin dalam bukunyaAden Under British Rule 1839-19674)dinyatakan bertujuanto promote Surkatis socially subversive opinions, akhirnya meluncur laksana meteor, penuh energy dan vitalitas yang kian hari kian besar, meninggalkan Jamiatul Khair jauh di belakangnya. *

TujuanAl-Irsyad Al-Islamiyyah didirikan bertujuan untuk memurnikan tauhid, ibadah, dan amaliyah Islam melancarkan berbagai program di bidang pendidikan dan dakwah, dengan fokus pengembangan pada lima bidang utama, yakni bidang pendidikan, bidang organisasi, bidang dakwah dan penerangan, bidang usaha ekonomi, serta bidang kesejahteraan sosial dan budaya. Untuk merealisir tujuan ini, Al-Irsyad sudah mendirikan ratusan sekolah formal dan lembaga pendidikan non-formal di seluruh Indonesia. Dalam perkembangannya kemudian, kegiatan Al-Irsyad juga merambah bidang kesehatan, dengan mendirikan beberapa rumah sakit; yang terbesar saat ini adalah RS Al-Irsyad di Surabaya dan RS Siti Khadijah di Pekalongan. Sedangkan di bidang dakwah dan penerangan, usaha dan pengembangan yang dilakukan Al-Irsyad antaranya adalah: membina anggota dan masyarakat menjadikhaira ummahdengan mengefektifkan peran mubaligh; melakukan pengkaderan ulama melalui pendidikan tinggi baik di dalam maupun di luar negeri; penyelenggaraan dan pengembangan majelis taklim sebagai majelis ilmu dan dakwah; intensifikasi dakwah di daerah-daerah terpencil yang rawan karena masalah tekanan ekonomi dan keterbelakangan pendidikan; menghidupkan media massa (media tertulis) dengan misi dakwah sebagai sarana komunikasi dan penyuluh umat. Berdasarkan data yang ada, menurut K.H. Abdullah Mubarak al-Jaidi (Ketua Umum Al-Irsyad Periode 2007-2012), organisasi yang dipimpinnya saat ini telah memiliki 134 cabang seluruh Indonesia, 23 wilayah propinsi, 250 sekolah, 5 pesantren mandiri, ada sejumlah rumah sakit, dan dalam waktu dekat juga akan dibangun Sekolah Tinggi Dakwah Al-Irsyad (Koran Republika, 2011).