BAB III IDENTIFIKASI DATA A. Sejarah Berdirinya Kota Surakarta · 32 BAB III IDENTIFIKASI DATA A....

21
32 BAB III IDENTIFIKASI DATA A. Sejarah Berdirinya Kota Surakarta 1. Geger Pacinan Sejarah berdirinya Keraton Surakarta tidak dapat dipisahkan dari sejarah Keraton Mataram. Keraton Mataram semula berada di Plered, akibat serangan dari Trunajaya pada tahun 1677, menyebabkan Istana Plered hancur (Ricleft, 1991:114). Amangkurat II kemudian berangkat ke Pajang dan mendirikan sebuah istana baru yang diberi nama Kartasura pada bulan September tahun 1680 (Ricleft, 1991:116). Dalam buku “Geger Pacinan: Persekutuan Tionghoa-Jawa Melawan VOC” oleh Daradjadi (2013), dikenal dengan peristiwa ‘Geger Pacinan’ atau disebut ‘Perang Sepanjang’ yang dipopulerkan oleh Daradjadi. Peristiwa tersebut dimulai saat VOC mendapatkan masalah ketika orang-orang etnis Tionghoa mulai menjadi salah satu kekuatan besar di bidang ekonomi, perdagangan, dan militer yang menyebabkan kecurigaan VOC terhadap kaum Tionghoa yang berada di Batavia. Kecurigaan VOC kemudian menjadi salah satu penyebab terjadinya pemberontakan oleh kaum Tionghoa. Pemberontakan yang terjadi setelah dikeluarkannya politik pengurangan jumlah etnis Tionghoa di Batavia oleh VOC. Warga Tionghoa etnis Tionghoa menolak untuk dideportasi. Hal tersebut yang menyebabkan penyerangan pada pos-pos yang berada di Batavia dideportasi oleh pihak VOC

Transcript of BAB III IDENTIFIKASI DATA A. Sejarah Berdirinya Kota Surakarta · 32 BAB III IDENTIFIKASI DATA A....

32

BAB III

IDENTIFIKASI DATA

A. Sejarah Berdirinya Kota Surakarta

1. Geger Pacinan

Sejarah berdirinya Keraton Surakarta tidak dapat dipisahkan dari

sejarah Keraton Mataram. Keraton Mataram semula berada di Plered, akibat

serangan dari Trunajaya pada tahun 1677, menyebabkan Istana Plered hancur

(Ricleft, 1991:114). Amangkurat II kemudian berangkat ke Pajang dan

mendirikan sebuah istana baru yang diberi nama Kartasura pada bulan

September tahun 1680 (Ricleft, 1991:116).

Dalam buku “Geger Pacinan: Persekutuan Tionghoa-Jawa Melawan

VOC” oleh Daradjadi (2013), dikenal dengan peristiwa ‘Geger Pacinan’ atau

disebut ‘Perang Sepanjang’ yang dipopulerkan oleh Daradjadi. Peristiwa

tersebut dimulai saat VOC mendapatkan masalah ketika orang-orang etnis

Tionghoa mulai menjadi salah satu kekuatan besar di bidang ekonomi,

perdagangan, dan militer yang menyebabkan kecurigaan VOC terhadap

kaum Tionghoa yang berada di Batavia. Kecurigaan VOC kemudian menjadi

salah satu penyebab terjadinya pemberontakan oleh kaum Tionghoa.

Pemberontakan yang terjadi setelah dikeluarkannya politik pengurangan

jumlah etnis Tionghoa di Batavia oleh VOC. Warga Tionghoa etnis Tionghoa

menolak untuk dideportasi. Hal tersebut yang menyebabkan penyerangan

pada pos-pos yang berada di Batavia dideportasi oleh pihak VOC

33

dengan alasan untuk mengurangi jumlah kerentanan sosial dan meningkatnya

aksi-aksi kejahatan. Namun sebagian VOC di Meester Cornelis dan De Qual

oleh etnis Tionghoa pada tanggal 7 Oktober 1740, pembunuhan dan

penyerangan terhadap orang-orang Eropa dan sebanyak 16 seradadu VOC

tewas. Kemudian pada tanggal 9 Oktober 1940 dimulailah pembunuhan

besar-besaran terhadap kaum Tionghoa di Batavia. Diperkirakan sekitar

10.000 orang etnis Tionghoa terbunuh dalam penyerangan tersebut.

Sementara, orang-orang Tionghoa yang berhasil meloloskan diri pergi ke

timur.

Penyerangan tersebut dimanfaatkan oleh Kerajaan Mataram untuk

menyerang markas VOC di Jawa Tengah. Dibawah pimpinan Patih

Natakusuma, Kerajaan Mataram yang sudah berpindah di Kartasura ini mulai

menyerang VOC. Pada November 1741, pos VOC yang berada di Semarang

dikepung oleh 20.000 pasukan Mataram dan 3.500 kaum Tionghoa dengan 30

pucuk meriam. Kapten Johannes van Velsen berhasil dibunuh dan benteng

VOC di Kartasura berhasil dihancurkan. Namun pada bulan Juni-Juli 1741,

VOC resmi menerima tawaran Cakraningrat IV yang merupakan raja Madura

saat itu, untuk merebut kembali wilayah VOC di Semarang dan membunuh

semua etnis Tionghoa.

Dengan bantuan Cakraningrat IV, VOC dapat mengalahkan pasukan

etnis Tionghoa dan Cakraningrat IV dapat menguasai Kerajaan Kartasura

bagian timur. Pakubuwana II menyadari keputusannya salah hingga harus

kehilangan sebagian kerajaannya, sehingga Pakubuwana II mengirimkan

permohonan maaf dan pengampunan pada VOC. Sikap Pakubuwana II

34

tersebut menyebabkan kaum etnis Tionghoa merasa di khianati, sehingga

mereka memulai pemberontakan terhadap Pakubuwana II.

Pada awal tahun 1741, para pemberontak etnis Tionghoa mengangkat

susuhan baru, seorang cucu dari Amangkurat III, bernama Raden Mas

Garendi (Sunan Kuning) dengan bantuan dari Raden Mas Said (Pangeran

Sambernyawa). Dengan adanya pemberontakan tersebut Kerajaan Kartasura

dapat di taklukkan pada akhir Juni 1742. Pakubuwana II dan pimpinan VOC

saat itu, Van Hohendroff, berhasil melarikan diri menuju Ponorogo.

Pakubuwana II meminta bantuan VOC untuk mengembalikan kerajaan

Kartasura dengan persyaratan-persyaratan yang menguntungkan pihak VOC.

Pada November 1742, pasukan Cakraningrat IV berhasil merebut Kerajaan

Kartasura. Cakraningrat IV berhasil menguasai Kerajaan Kartasura selama

tujuh tahun, hingga VOC memintanya untuk mengembalikan Kerajaan

Kartasura kepada Pakubuwana II, sehingga pada November 1743

Pakubuwana II resmi menduduki singgasana Kerajaan Kartasura.

2. Berdirinya Keraton Surakarta

Berakhirnya aksi pemberontakan oleh Raden Mas Garendi (Sunan

Kuning) menyebabkan sebagian besar Kerajaan Kartasura hancur. Kerajaan

yang telah hancur merupakan sebuah luka tersendiri, dimana kebesaran dan

kehormatan Kerajaan Mataram yang gagah perkasa telah diinjak-injak oleh

pemberontak. Sehingga menyebabkan pencarian lokasi baru yang akan

digunakan untuk mendirikan Kerajaan yang baru (Arswendo, 2008:37).

Dengan hancurnya Kerajaan Mataram di Kartasura, Pakubuwana II

kemudian mengutus petinggi kerajaan yang terdiri dari Tumenggung

35

Honggowongso, Adipati Pringgoloyo, Adipati Sindurejo, Tumenggung

Mangkuyudo, Tumenggung Pusponegoro, Kiai Yosodipuro, Mayoor

Hogendorp, Pangeran Wijil, Tumenggung Tirtowiguno, Kiai Kalifah Buyut

dan Pengulu Pekik Ibrahim untuk mencari tempat untuk mendirikan pusat

kerajaan yang baru (http://.m.kompasiana.com. diakses pada tanggal 23 Maret

2016 pukul 19:48 WIB). Setelah melakukan pencarian, akhirnya ditemukan

tiga tempat yang nantinya akan dijadikan sebagai tempat pusat Kerajaan

Mataram yang baru. Tempat-tempat tersebut adalah Desa Talangwangi, Desa

Sala, dan Desa Sanasewu (Arswendo, 2008:37).

Desa Talangwangi, atau saat kini dikenal dengan Kadipala.

Merupakan desa dengan tanah yang bagus, berupa perbukitan kecil, namun

wilayahnya kurang luas, dan konon berbau wangi. Menurut perhitungan

spiritual, Kerajaan yang akan didirikan ditanah tersebut tidak akan bertahan

lama. (Arswendo, 2008:37)

Tempat kedua adalah Desa Sala, merupakan wilayah yang telah

berpenghuni. Di dekat Desa Sala terdapat sungai besar sebagai pusat

perdagangan. Desa Sala memiliki tanah yang cukup rendah dengan terdapat

rawa-rawa disekitarnya dan selalu berair, serta masih berupa hutan belukar.

Mmenurut perhitungan spiritual, Kerajaan yang dibangun di tanah tersebut

akan berjaya dan akan berusia panjang.

Pilihan ketiga adalah Desa Sanasewu, berada di sebelah timur sungai

Bengawan Sala sebelah barat Bekonang. Tempat itu akan berjaya, makmur,

mulya, serta bertambah besar. Namun, perhitungan spiritual mengatakan

36

bahwa masyarakat pada Desa Sanasewu akan kembali memeluk agama

Buddha. (Arswendo, 2003: 37)

Dengan segala pertimbangan letak geografis maupun spiritual,

Tumenggung Tirtawiguna dan pangeran Wijil melakukan semedi dan berdoa,

hingga keputusan diambil dengan memilih Desa Sala untuk dijadikan pusat

Kerajaan Mataram yang baru. Pertimbangan tersebut dengan melihat potensi

daerah sekitar Desa Sala, dikarenakan adanya sungai besar sebagai pusat

perdagang dan dan adanya rawa-rawa disekitar Desa Sala yang tidak akan

pernah surut airnya. Daerah Desa Sala juga merupakan daerah subur,

sehingga terdapat kemungkinan untuk melakukan perluasan wilayah untuk

masa depan. Perpindahan Kerajaan Kartasura tidak serta merta memindahkan

langsung Kerajaan ke Desa Sala, namun memerlukan proses yang panjang

dan rumit. Desa Sala pada saat itu sudah terdapat penduduk yang bertempat

tinggal di desa tersebut selama kurang lebih 160 tahun. Dengan Kiai Gedhe

Sala sebagai pemimpin penduduk di Desa Sala tersebut.

Setelah ditemukannya lokasi yang tepat sebagai pusat kerajaan yang

baru, mulai lah tanah, diratakan, pepohonan liar ditebang, dan daerah rawa

ditutup. Semua usaha pembangunan berjalan lancar, kecuali di tengah sumber

air. Berapapun jumlah balok kayu yang digunakan untuk menutup sumber air

tersebut sia-sia, sumber air tersebut bahkan bertambah besar. Pangeran Wijil,

Kiai Kalipah Buyut, Pengulu Pekik Ibrahim yang mendapat tugas utama

untuk menutup sumber air tersebut tidak dapat berbuat apa-apa. Usaha yang

tidak berhasil menyebabkan pangeran Wijil dan Kiai Yasadipura bersemedi

37

dan berdoa disebelah timur rawa. Seminggu bertapa hingga mereka

mendengar suara:

“Heh kang mangun subrata. Wruhanira, teleng iku mulane ora bisa

mampet, amarga tembusane Segara Kidul. Dene yen sira udi pemempete

teleng mau, kang dadi saranane: Tambalen gong Kiai Sekar Delima, karo

roning lumbu lawan sirahing taledhek. Ing kono bisa pampet telenge,

ananging ing tembe dadi kedung ora mili ora asat, ajeg banyune, ora kena

dipampet salawase.”

Pesan suara gaib tersebut dapat diartikan bahwa untuk mencegah air

rawa yang terus mengalir diperlukan gong, dan kepala taledhek atau penari

ledhek. Kata tersebut bukanlah makna yang sebernarnya, arti dari gong

sendiri merupakan gangsa yang dapat diartikan bibir atau bisa bermakna

janji, dan taledhek atau penari ledhek berarti wayang, yang dalam bahasa

jawa merupakan ringgit. Ringgit sendiri merupakan mata uang pada saat itu.

Dengan kata lain, makna dari suara gaib tersebut adalah agar memberikan

uang sejumlah sepuluh ribu ringgit kepada kepala Desa Sala, Kiai Gedhe

Sala, dan penduduknya sebagai ganti untuk mendirikan pusat kerajaan di

Desa Sala. Dengan memberikan sejumlah uang tersebut kepada Kiai Gedhe

Sala dan penduduk Desa Sala, yang dilanjutkan dengan menaburi bunga

merah delima dan daun lumbu. Daerah rawa tersebut berhasil ditutup, airnya

tidak mengalir lagi, dan tempat tersebut sekarang dikenal dengan Kedung

Lumbu. (Arswendo, 2003: 40-42)

Rawa telah berhasil ditutup dan pembangunan berjalan lancar,

hingga waktu untuk memboyong Keraton Kartasura ke tempat yang baru,

Keraton Surakarta. Pada tanggal 17 Februari 1747, Iring-iringan boyong

Keraton diikuti oleh seluruh penghuni Kerajaan Kartasura pindah ke pusat

Kerajaan baru di Surakarta. Sejak saat perpindahan tersebut ibukota kerajaan

38

berpindah dan menjadi Surakarta Hadiningrat. Meskipun perpindahan

kerajaan Kartasura ke Surakarta terjadi ddalam sehari, namun sejarah untuk

membangun kerajaan merupakan suatu proses yang bertahap, yang tidak

selesai hanya dalam satu hari.

B. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta Sebagai

Instansi Pendukung

1. Sejarah Berdirinya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta

Kota Surakarta merupakan daerah bekas kerajaan yang terdiri atas

Kerajaan Kasunanan dan Mangkunegaran, sehingga banyak peninggalan

sejarah dan obyek-obyek wisata yang mengandung unsur sejarah dan budaya.

Untuk melestarikan peninggalan sejarah dan obyek-obyek wisata tersebut,

Pemerintah Daerah dalam Rencana Induk Kota (RUK) Masterplan 20 tahun

Kodya Dati II Surakarta menetapkan Perda No. 5 Tahun 1975 dan disahkan

dengan keputusan

Mendagri No. 412/1997, Kota Surakarta diarahkan sebagai Kota

Budaya dan Pariwisata. Dinas Pariwisata Kota Surakarta berdiri pada tahun

1974 berdasarkan Surat Keputusan Walikota Surakarta Nomor 108/Kep.

I/3/1974 dengan nama Lembaga Perkembangan Pariwisata Kota Surakarta

(LPPS), yang berstatus semi pemerintah. Pendirian lembaga ini dimaksudkan

untuk pengelolaan dan peningkatan kepariwisataan Kota Surakarta,

mengingat Kota Surakarta merupakan salah satu kota yang memiliki banyak

peninggalan sejarah, nilai budaya, dan obyek wisata. Lembaga ini

39

bertanggung jawab kepada Walikota Surakarta dengan fungsinya yaitu,

memberi saran atau membantu Walikota dalam hal-hal tersebut dibawah ini :

a. Membina, mengembangkan, dan mengarahkan potensi kepariwisataan

di Kota Surakarta.

b. Mengkoordinasi badan-badan swasta dalam hal ke pariwisataan.

c. Mengadakan hubungan kerjasama sebaik-baiknya dengan pemerintah

dan swasta yang bersifat nasional maupun internasional.

Mengingat pentingnya lembaga ini, maka untuk menyempurnakan

keberadaan lembaga ini dikeluarkan Surat Keputusan Walikotamadya

Surakarta Nomor 439/Kep I/Kp.76 pada tanggal 31 Maret 1976 tentang

Struktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kota

Surakarta. Dengan keluarnya Surat Keputusan ini, maka secara resmi LPPS

berubah nama menjadi Dinas Pariwisata Kota Surakarta, dan statusnya adalah

organisasi pemerintah.

Dalam rangka meningkatkan kepariwisataan di daerah, pemerintah

pusat mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1979 tentang

penyerahan sebagian urusan pemerintah dalam bidang kepariwisataan kepada

Daerah Tingkat II. Dengan dikeluarkannya peraturan pemerintah ini, maka

Pemerintah Kota Surakarta mempunyai wewenang yang lebih luas mengenai

masalah kepariwisataan dan secara otomatis terjadi perubahan dalam susunan

organisasi dan tata kerja Dinas Pariwisata Kota Surakarta. Untuk menanggapi

hal tersebut, maka Walikota Surakarta mengeluarkan Surat Keputusan Nomor

061.7/129/1980 pada tanggal 30 September 1980 tentang Susunan Organisasi

dan Tata Kerja Dinas Pariwisata Kota Surakarta.

40

Keberadaan Dinas Pariwisata Kota Surakarta semakin kuat posisinya

setelah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Tengah mengeluarkan Surat

Keputusan Nomor 556/13309 pada tanggal 9 Juli Tahun 1982 tentang

Pembentukan Dinas Pariwisata untuk daerah Kabupaten/Kotamadya di Jawa

Tengah. Peraturan Pemerintah Dati I Jawa Tengah mengenai Kepariwisataan

Daerah Tingkat II Surakarta. Secara resmi penyerahan dilaksanakan pada

tanggal 17 September 1986 di depan sidang Pleno C/10 DPRD Kotamadya

Daerah Tingkat II Surakarta.

Berdasarkan hal-hal diatas, maka Dinas Pariwisata Kota Surakarta

mengusahakan tugas dan fungsinya di bidang kepariwisataan. Kemudian

berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 6 Tahun 2001 tentang

Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta, Dinas

Pariwisata diubah menjadi Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kota Surakarta.

Pada akhirnya setelah keluar Peraturan Daerah Kota Surakarta nomor 6

Tahun 2008 Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kota Surakarta berubah

menjadi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta.

2. Visi dan Misi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta

Visi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta periode 2010-

2015 merupakan rumusan dari visi dan misi Walikota terpilih periode 2010-

2015. Dengan mengacu pada visi tersebut dirumuskan visi Dinas Kebudayaan

dan Pariwisata Kota Surakarta sebagai berikut:

“Mewujudkan Kota Surakarta sebagai pusat pelestarian dan

pengembangan budaya Jawa serta daerah tujuan wisata.”

41

Sedangkan Misi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta

adalah sebagai berikut :

a. Pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia dan

kerjasama antar pelaku usaha jasa pariwisata.

b. Pelestarian nilai dan kekayaan budaya guna memperkuat kecintan dan

kebanggan terhadap budaya Jawa.

c. Pengembangan industri pariwisata yang berbasis budaya dan berdaya

saing.

3. Program-program Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta mempunyai

program tahunan berupa event yang diselenggarakan guna menarik minat

wisatawan luar maupun dalam kota. Event tersebut juga bertujuan untuk

melesarikan budaya yang ada di Kota Surakarta. Berikut program-program

utama untuk event penting di Kota Surakarta pada tahun 2016, diantaranya

adalah sebagai berikut:

a. Sala Carnaval

Dilaksanakan pada tanggal 13 Februari 2016 di Jalan Slamet Riyadi

Surakarta. Merupakan karnaval budaya dengan kombinasi tarian kolosal

dalam rangka memperingati hari jadi Kota Surakarta.

b. Festival Jenang Sala

Dilaksanakan pada tanggal 15-16 Februari 2016 di Kawasan Ngarsopuro.

Festival Jenang Sala tersebut digelar dalam rangka memperingati hari

jadi Kota Surakarta. Dalam acara tersebut akan dibagikan lebih dari 17

ribu macam jenang secara gratis kepada masyarakat.

42

c. Sala 24 Jam Menari

Dilaksanakan pada tanggal 29 April 2016 di Jalan Slamet Riyadi.

Merupakan acara menari selama 24 jam di jalan utama kota Surakarat

dalam rangka memperingati “Hari Tari Sedunia”.

d. Mangkunegaran Performing Art

Dilaksanakan pada tanggal 6-7 Mei 2016 di Pura Mangkuneragan. Dalam

acara ini menampilkan tari-tarian dan pentas seni karya Trah Pura

Mangkunegaran.

e. Java Expo 2016 ke 11

Dilaksanakan pada tanggal 11-15 Mei 2016 di Pura Mangkuneragan

Palace. Merupakan sebuah pameran nasional yang mengkolaborasikan

sektor pariwisata, perdagangan, dan investasi.

f. Sala Batik Carnival

Dilaksanakan pada tanggal 5 Juni 2016 di Stadion Sriwedari. Merupakan

karnaval yang mengambil tema batik, festival ini bertujuan untuk

mengangkat citra batik dan Sala sebagai Kota Batik.

g. Keraton Surakarta Festival

Dilaksanakan pada tanggal 21-22 Juli 2016 di Keraton Kasunanan

Surakarta. Dalam festival ini menampilkan warisan budaya adiluhung

Karaton Surakarta dalam rangka memperingati Tingalan nDalem

Jumenengan ISKS Pakoe Boewono XIII.

h. Semarak Budaya Indonesia

Dilaksanakan pada tanggal 23-24 Juli 2016 di Taman Balekambang.

Festival ini menampilkan karya seni dari sanggar-sanggar se Sala raya.

43

i. Sala Batik Fashion

Dilaksanakan pada tanggal 26-28 Agustus 2016 di Halaman Balai Kota

Surakarta. Penampilan berbagai busana berbahan batik karya desainer

nasional untuk mengukur perkembangan model dan busana batik

nasional.

j. Bamboo Biennale

Dilaksanakan pada tanggal 1-22 Oktober 2016 di Benteng Vastenberg

Surakarta. Merupakan sebuah pameran instalasi kreasi bambu dengan sub

tema pada tahun ini adalah Shelter, dimana shelter tersebut dirancang

knockdown yang bisa dimanfaatkan berulang-ulang untuk antisipasi

keadaan darurat kota.

k. Sala Keroncong Festival

Dilaksanakan pada tanggal 2-3 September 2016 di Halaman Balai Kota

Surakarta. Menampilkan seniman keroncong lokal, nasional, maupuun

internasional, untuk melestarikan kesenian keroncong di Kota Sala.

l. Sala City Jazz

Dilaksanakan pada tanggal 16-17 Sepetember 2016 di Benteng

Vastenberg. Merupakan acara tahunan musisi jazz nasional yang secara

rutin di gelar di Sala.

m. Sala Internasional Performing Art (SIPA)

Dilaksanakan pada tanggal 8-10 Septembaer 2016 di Benteng

Vastenberg. Pergelaran seni internasional dengan menampilkan artis-artis

dari dalam dan luar negeri.

n. Kirab Malam 1 Suro

44

Dilaksanakan pada tanggal 3 Oktober 2016 di Keraton Kasunanan

Surakarta, Keliling tembok luar Baluarti dan Pura Mangkunegaran.

Perayaan tahun baru menurut Kalender Jawa.

o. Rock In Sala

Dilaksanakan pada tanggal 13 November 2016 di Stadion Manahan

Surakarta. Merupakan acara rutin tahunan yang di gelar di Kota Sala,

tidak hanya menampilkan musisi rock dari dalam negeri tetapi juga

mancanegara.

Selain m

C. Hasil Identifikasi Data

Berdasarkan hasil wawancara penulis terhadap Kepala Sekolah dan

guru serta observasi terhadap siswa Sekolah Dasar di wilayah Kota Surakarta

yang menjadi target wawancara penulis. SDN Cemara Dua Surakarta. Dari

wawancara dan observasi tersebut dapat diambil beberapa kesimpulan yang dapat

digunakan sebagai bahan rujukan untuk menyusun buku cerita model pop-up

tentang “Sejarah Berdirinya Kota Surakarta” untuk anak sekolah dasar.

Dalam hasil wawancara yang dilakukan penulis, terdapat kesimpulan

bahwa anak-anak sekolah dasar usia 7-10 tahun menyukai buku-buku dengan

gambar-gambar yang berwarna cerah, dengan ilustrasi yang jelas dan karakter

yang lucu. Selain ilustrasi yang bagus dan warna yang cerah yang menimbulkan

kesan gembira, anak-anak juga meyukai buku dengan bentuk yang beragam.

Anak-anak cenderung penasaran dan rasa ingin tahu yang tinggi menyebabkan

buku dengan desain yang unik dapat memicu minat anak untuk membaca buku.

45

Dari data hasil wawancara penulis diketahui bahwa pelajaran sejarah

atau pembelajaran tentang sejarah mulai di ajarkan pda anak-anak kelas 3 Sekolah

Dasar. Meskipun secara kurikulum pelajaran sejarah dimulai pada kelas 3, namun

penanaman pembelajaran sejarah telah dimulai sejak kelas 1. Siswa kelas satu di

sekolah tersebut sebagian besar berusia 6-7 tahun. SDN Cemara Dua Surakarta

memiliki koleksi buku bacaan yang beragam, seperti buku cerita dongeng, buku

cerita tentang budi pekerti dan terdapat beberapa ensiklopedi untuk anak. Buku

yang terdapat pada perpustakaan tersebut beragam sehingga anak-anak dapat

memilih buku yang ingin mereka baca. Di SDN Cemara Dua Surakarta pilihan

buku sudah lebih beragam, bukan hanya buku cerita bergambar namun terdapat

buku-buku cerita dengan lebih banyak bacaan didalamnya. Hal tersebut

dikarenakan pada jenjang pendidikan sekolah dasar murid-murid sudah mulai

dapat membaca.

Anak-anak pada usia 7-10 tahun umumnya menyukai buku cerita

dengan banyak gambar dan cerita imajinasi namun juga merupakan cerita dengan

pesan moral didalamnya. Pada Sekolah Dasar kelas 1, pelajaran sejarah yang

diterapkan tidak jauh berbeda dengan di Taman Kanak-kanak. Pada jenjang ini

pelajaran sejarah disampaikan dengan buku pelajaran masing-masing, meskipun

masih dalam bentuk cerita yang dibawakan oleh guru.

Menceritakan sejarah kepada anak-anak tidaklah mudah karena anak

seringkali bertanya dan ingin melihat bukti nyata, sehingga untuk menceritakan

cerita sejarah seringkali siswa melakukan study tour ke tempat-tempat bersejarah.

Hal tersebut dimaksudkan agar anak-anak tidak hanya membayangnya saja tetapi

juga dapat melihat langsung, seperti peninggalan-peninggalan sejarah, bangunan-

46

bangunan bersejarah dan lain-lain. Untuk buku cerita tentang sejarah untuk anak-

anak haruslah terdapat ilustrasi didalamnya untuk menuntun imajinasi anak agar

cerita yang disampaikan dapat diterima anak. Selain gambar, buku cerita anak

juga perlu adanya bagian interaktif agara anak tidak bosan dalam membaca atau

membuka halaman buku. Media buku cerita pop-up menurut kedua narasumber,

disukai anak-anak kerana buku dengan bentuk pop-up tersebut membuat rasa

ingin tahu anka bertambah sehingg mereka senang pada setiap membuka halaman

yang baru maka muncul pop-up yang baru.

D. Komparasi

1. Buku Pop-Ups, Pull Tabs and Flaps: Danny The Digger

Buku Pop-Up, Pull Tabs adn Flaps: Danny The Digger merupakan

buku pop-up karya Brown Watson pada tahun 2002. Buku pop-up ini

diperuntukkan anak-anak usia tiga tahun keatas karena adanya bagian-bagian

kecil yang tidak cocok untuk anak usia dibawah tiga tahun. Buku pop-up ini

berisi tentang kegiatan Danny The Digger dalam melakukan pekerjaannya.

Buku pop-up berbahasa Inggris ini memiliki berat 308 gram dan

terdapat 12 halaman buku atau 6 halaman pop-up dengan ilustrasi yang

berwarna. Ilustrasi yang terdapat pada buku pop-up ini memiliki warna-warna

cerah dan karakter-karakter dalam buku ini digambarkan dengan bentuk yang

lucu. Buku pop-up memiliki bentuk pop-up terbuka 90o, semi-auto movement

component, dengan menggunakan teknik pull tabs pada beberapa

halamannya.

47

Gambar. 2. Buku Pop-Up, Pull Tabs and Flaps: Danny The Digger

Sumber: dokumentasi penulis

48

2. Riri Cerita Buku Interaktif: Asal-Usul Kota Banyuwangi

Berbeda dengan buku cerita pada umumnya, Riri Cerita Buku

Interaktif: Asal-Usul Kota Banyuwangi merupakan sebuah aplikasi android

yang diciptakan oleh game developer Educa Studio. Aplikasi buku cerita dan

dongeng interaktif tersebut diperuntukkan untuk anak-anak. Aplikasi Riri

Cerita Buku Interaktif, sudah memiliki 37 judul cerita bergambar untuk anak

selain cerita Asal-usul Kota Banyuwangi, dalam aplikasi yang berbeda.

Aplikasi tersebut berkonsep seperti buku cerita bergambar dengan

efek animasi pada beberapa halaman ceritanya dengan ilustrasi yang menarik

dan penuh dengan warna, serta cerita dengan bahasa yang ringan dan terdapat

musik dan suara yang mendukung aplikasi ini sehingga lebih menarik. Dalam

aplikasi ini juga terdapat pilihan buku cerita dengan narasi otomatis dan buku

cerita dengan baca sendiri. Selain memberikan cerita bergambar aplikasi ini

juga memberikan permainan edukasi seperti tebak buah, sticker, tebak

gambar, dan dress up.

49

Gambar. 3. Riri Cerita Buku Interaktif: Asal-Usul Kota Banyuwangi

Sumber: dokumentasi penulis

50

E. Analisis SWOT

Analisa

Buku Cerita Pop-

up”Sejarah

Berdirinya Kota

Surakarta”

Buku Pop-Ups

Danny The Digger

Riri Cerita Buku

Interaktif: Asal-Usul

Kota Banyuwangi

Strengths

- Dari segi tema

tentang “Sejarah

Berdirinya Kota

Surakarta” dapat

menambah

pengetahuan target

audience tentang

Kota Surakarata.

- Ilustrasi dan

gambar karakter

lucu dan lebih

imajinatif dengan

warna terang.

- Merupakan aplikasi

android dengan

animasi dan suara

yang menarik, serta

memiliki bentuk

buku cerita dengan

narasi ataupun mode

baca sendiri.

Weaknes

s

- Jumlah halaman

yang lumayan

banyak, yaitu 10

halaman pop-up

menyebabkan

buku pop-up ini

lebih berat dari

buku pop-up untuk

anak-anak lainnya

dan sulit untuk

- Buku cerita ini

memiliki bentuk

pop-up yang

sederhana dengan

menggunakan

teknik v-folding

saja, serta

memiliki bagian

tajam, seperti

pada bagian

- Bentuk buku cerita

yang berupa aplikasi

menyebabkan anak-

anak tidak dapat

berinteraksi

langsung atau

menyentuh gambar

secara langsung dan

untuk menggunakan

aplikasi ini harus

51

ditutup. ujung buku yang

tidak tumpul

dapat melukai

tangan anak.

memiliki gadget

ataupun

smartphone.

Opportu

nities

- Buku pop-up

sebagai sarana untuk

pengenalan sejarah

terhadap anak-anak

dapat terus

dikembangkan

sehingga anak-anak

tidak bosan dengan

buku cerita sejarah

yang biasanya penuh

dengan tulisan, tidak

berwarna, dan

monoton.

- Buku cerita

dengan model

pop-up hasil

pengarang

Indonesia masih

jarang sehingga

buku cerita pop-

up seringkali

merupakan buku

impor dari luar

negeri, hal

tersebut

menimbulkan

permintaan akan

buku cerita

model pop-up

tersebut tinggi,

terutama bagi

penggemar buku

model pop-up.

- Buku cerita

bergambar dalam

bentuk aplikasi ini

tidak berbayar

sehingga dapat

langsung diunduh

oleh semua orang

dengan bermodalkan

gadget, sehinnga

orang-orang tidak

perlu repot untuk

mendapatkan

aplikasi ini, tidak

seperti buku cerita

dalam bentuk buku

dimana harus

membeli terlebih

dahulu untuk

menikmati isi buku

tersebut.

52

Threaths

- Munculnya buku-

buku pop-up baru

dengan variasi

bentuk yang lebih

menarik dan

interaktif serta

teknik yang

digunakan jauh lebih

beragam.

- Dengan bentuk

pop-up yang

sederhana yaitu

berupa teknik v-

folding 90o

saja

menyebabkan

buku ini

terancam dengan

buku-buku pop-

up dengan

keunikan dan

beragam teknik

yang digunakan.

- Semakin banyaknya

pengguna gadget

maka semakin

banyak pula terdapat

aplikasi serupa yang

akan lebih interaktif

dan menarik

dibandingkan

dengan aplikasi ini.

seperti pada segi

jumlah dan variasi

cerita dan game

interaktif yang lebih

menarik

dibandingkan

dengan aplikasi ini.

Tabel. 1. Analisis SWOT