Sebuah Ulasan Mengenai Perubahan Iklim Briantono `15308017 Tl 3203

53

Transcript of Sebuah Ulasan Mengenai Perubahan Iklim Briantono `15308017 Tl 3203

Page 1: Sebuah Ulasan Mengenai Perubahan Iklim Briantono `15308017 Tl 3203
Page 2: Sebuah Ulasan Mengenai Perubahan Iklim Briantono `15308017 Tl 3203

‘ Diajukan sebagai syarat kelulusan mata kuliah TL 3203 PENGELOLAAN AIR

REVIEW MAKALAH

PERUBAHAN IKLIM , MANAJEMEN AIR DAN DEGRADASI INFRASTRUKTURSUMBER DAYA AIR PERKOTAAN DI

ZONA MONSOON INDONESIA

STUDI KASUS : PANTURA JAKARTA

Nama : Briantono Muhammad Raharjo NIM : 15308017

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2011

Page 3: Sebuah Ulasan Mengenai Perubahan Iklim Briantono `15308017 Tl 3203
Page 4: Sebuah Ulasan Mengenai Perubahan Iklim Briantono `15308017 Tl 3203

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberlanjutan sumber Air terhadap kawasan terbangun seperti Kota Metropolitan Bandung,Semarang dan

Jakarta terancam semakin langka, sehingga perlu diuraikan sumber permasalahan kelangkaan sumber daya air

ini dan pengaruhnya terhadap fungsi utilitas infrastruktur Sumber Air di kawasan perkotaan.

Masalah ini berawal berbagai polemic tentang fenomena banjir yang terjadi di Jakarta, dan

serign tercantum dalam media massa., yaitu bebebrapa diantaranya berita tentang : “Kiriman air dari hulu Nihil

(Kompas 96) , Banjir Rencana 5 tahun itu Tahayul ( Metro TV, Kompas 2007), reklamasimenyebabkan semakin

sulitnya air didaratan membuang kelaut (Kompas ,Menkimprawil 2003) dan penataan ruang berbasis pasar

ancaman keberlanjutan sumber air studium Generale di ITB ( MenLH 2003 ) ..Isu-isu mengenai perubahan iklim

, turunnya muka air tanah, dan pengaruhnya terhadap pesisir pantura Jakarta menjadi salah satu focus utama

yang dibahas oleh para ahli akademisi ..

Kementrian KLH di kuliah umum lingkungan ITB-2003, menyatakan bahwa Penataan ruang berbasis

permintaan pasar mengancam keberlanjutan sumber air. Sebagai Yang juga didukung oleh Statemen

Kementrian KIMPRASWIL Kompas 2003 yang menyatakan bahwa Reklamasi menyebabkan semakin sulit air

dari daratanmembuang ke laut, Fakta kerusakan Lingkungan Pesisir Pantura Jakarta semakin parah,

(meluasnya banjir, rob, subsidens muka tanah , intrusi air laut, dan fenomena amblesnya Jalan Martadinata).

Akhirnya dari polemic-polemik yang telah disebut serta berbagai sumber lainnya, maka pengelolaan

sumber daya air perlu dikaji lebih lanjut. sebagaimana didukungoleh pernyataan Koordinator Perekonomian

pada tanggal 27 Sept 2010 yaitu :

“Perubahan iklim(kenaikan muka air laut),turunnya muka tanah dan pengaruhnya terhadap banjir

pesisir pantura Jakarta banyak dibahas para ahli/akademisi sebaliknya pengaruh reklamasi pantura

Jakarta terhadap banjir pesisir pantura Jakarta relatif sedikit diperbincangkan.”

Page 5: Sebuah Ulasan Mengenai Perubahan Iklim Briantono `15308017 Tl 3203

Gambar 1.1:Zona Iklim Hujan di Wilayah Indonesia (Disadur dari Tjasyono dan Bannu,2003)

Sekarang, tinjau ulang peta yang ada di gambar di atas \, Kota –kota Besar dipesisir

pantai Pulau Jawa seperti Jakarta , Semarang , Surabaya dan Bandung sebagai urban

metropolitan yang memiliki tingkat kepadatan (populasi diatas 1 juta jiwa ) dan mobilitas

yang tinggi dan secara geografis terletak di Siklus Hidrologi Zona iklim Monsoon, dimana

curah hujan terpusat pada monsoon barat sedangkan curah hujan rata-rata pada monsoon

timur relatif dibawah 100 mm/bulan. Konversi lahan yang tidak berwawasan lingkungan

merupakan ancaman banjir &kekeringan di pesisir pantai .

Jakarta sebagai pusat pemerintahan di transformasi menjadi kota Jasa, telah mengalami

deformasi karena Jakarta memanfaatkan peluang bisnis berupa pemberdayaan pesisir

pantai , salah satunya adalah upaya melakukan reklamasi pantura sebagai kawasan

terbangun.

Perubahan iklim mempengaruhi langsung komponen Utama Hidrologi curah

hujan ,naiknya permukaan laut dan peluasan dataran kearah laut secara artificial dimana

reklamasi telah mengancam semakin sulitnya pembuangan limpasan air hujan dari daratan

kelaut. (MenteriKimprawil, Kompas 2003)

Page 6: Sebuah Ulasan Mengenai Perubahan Iklim Briantono `15308017 Tl 3203

Fenomena Peningkatanya meluasnya genangan banjir di kawasan pesisir Jakarta

berdampak pada laju naik muka air laut , laju perubahan garis pantai , laju subsidence muka

tanah dan juga laju degradasi lahan DAS Ciliwung hulu–Bopunjurberdampak semakin

meningkatnya debit banjir fungsi waktu/.

Konversi lahan suksesif, mengakibatkan limpasan air permukaan semakin tinggi dan

debit aliran dasar semakin kecil yang akhirnya menyebabkan fenomena ekstrimitas debit air ,

yaitu sebuah fenomena dimana saat musim penghujan terjadi, kurva puncak debit banjir

semakin ekstrim dan waktu capaian puncaknya relatif semakin pendek bila diikuti fenomena

memoire hujan berurutan 5 hari dan diikuti pasang surut laut yang akan berujung pada

bencana banjir.

Perencanaan lahan di pesisir memperluas kemungkinan terjadi nya degradasi Rezim

aliran permukaan berupa ancaman banjir yang semakin meningkat di Jakarta . Hal ini

dibuktikan semakin luasnya banjir historikal berturut –turut pada tahun feb 1996, feb.

2002 ,feb 2007 dan 2010 (lihat Gambar 1.2 dan Tabel 1.1).

Gambar 1.2. Peta Genangan yang mendeskripsikan peristiwa banjir pada tahun 1996 dan 2002

Page 7: Sebuah Ulasan Mengenai Perubahan Iklim Briantono `15308017 Tl 3203

Gambar 1.2 .a. Peta Yang Mendeskripsikan peristiwa banjir Di Jakarta 2002 & 2007

Gambar 1.2.b: Peta Yang Mendeskripsikan Genangan Banjir DKI Jakarta pada tahun 2007 & 2010

Dapat disimpulkan bahwa Sebagaimana pemberdayaan lahan untuk tujuan permintaan

pasar hanya akan mendatangkan fenomena banjir besar, serta perluasan debit air

limpasan.

Degradasi Rezim Hidrologi yang terjadi sebagai akibat dari banjir adalah : laju reklamasi

pantura & kenaikan muka air laut , dan seterusnya diperburuk terjadinya subsidence muka

tanah sebagai dampak tekanan bangunan tinggi dan ekstraksi air tanah secara berlebihan,

yang bisa ditinjau melalui gambar di bawah ini

Page 8: Sebuah Ulasan Mengenai Perubahan Iklim Briantono `15308017 Tl 3203

Gambar 1.3:Penurunan Fungsi Lahan dari Reklamasi Pantura Jakarta

Maka kebijakan pelayanan Infrastruktur air minum DKI Jakarta pada tahun 2006

(Tamin, 2008) adalah sbb : Area pelayanan public sebesar 61,87 %; yang berfungsi melayani

62,89 % konsumen di Jakarta , dan secara keseluruhan Kapasitas IPA terpasang 18.075 Lps,

sehingga para konsumen terutama jasa yang tidak terlayani air minum cenderung beralih ke

sumber alternatif,yaitu air tanah, yang akhirnya akan menyebabkan eksplotasi air tanah yang

tidak terkendali.( Lihat Gamb 1.4).

Gamb.1.4: Eksisting Infrastruktur Air Minum DKI Jakarta (Tamin,2008)

Page 9: Sebuah Ulasan Mengenai Perubahan Iklim Briantono `15308017 Tl 3203

Jika ditinjau menurut gambar di atas, laju pemenuhan air minum DKI Jakarta akan

tertinggal jika dibandingkan dengan jumlah permintaan air sehingga memberi peluang

terjadinya eksplotasi air tanah berlebihan akibatnya terjadinya penurunan kontur muka tanah

DKI Jakarta sehingga pantura kawasan terbangun rentan terhadap banjir dan rob (Lihat

Gambar.1.5)

Gambar 1.5. Perbandingan Kontur Penurunan Muka Tanah dan

Elevasi Muka Air Tanah (Hutasoit, 2007)

Jika diIlustrasikan tentang resiko bencana Banjir jakarta ,maka banjir yang terjadi 2002

berakibat buruk bagi jalannya roda perekonomian , berupa bentuk kemacetan di jalan-jalan,

rusaknya prasarana wilayah ,terhambatnya pasokan bahan mentah serta padamnya aliran

listrik dan jaringan telepon di berbagai lokasi genangan air. Di Jakarta , tidak kurang dari 7

ribu satuan sambungan telepon mengalami gangguan serta PLN terpaksa menghentikan

pengoperasian PLTU Muara Karang di samping pemadaman pada 1570 gardu listrik di

berbagai Lokasi.( disadur dari artikel Kwie Kian Gie , 2002). Jika meninjau dari overlay peta

tentang upaya pemberdayaan lahan dipesisir pantai utara Jakarta,kita akan melihat jumlah

penambahan daratan di kawasan Pantura Metropolitan Jakarta yang menyiratkan rentang

gugatan hukum antara tahun 2003 – 2007 bertambah sejumlah 458,6 Ha dan terlihat rencana

Reklamasi Pantura RTRW 2015 dengan luas total 2700 ha lebar 2-2,5 km kearah laut ( Lihat

Gambar 1.6 ).

Page 10: Sebuah Ulasan Mengenai Perubahan Iklim Briantono `15308017 Tl 3203

Naiknya muka laut rata-rata yang dipengaruhi perubahan iklim akibat fenomena

pemanasan global yang berdampak cukup serius bagi iklim dunia. yaitu mencairnya lempeng

es di Antartika, Greenland dan gletser di benua, yang berakibat pada kenaikan muka laut.

Peningkatan muka laut (sea level rise/SLR) di Teluk Jakarta diketahui sebesar 0,575 cm/th .

Gambar 1.6. Rencana Reklamasi RTRW 2015

Nicco Plamonia (2010) menyatakan bahwa :

Apabila muka laut terus naik akibat perubahan iklim, laju reklamasi pantai berjalan

terus ,

eksploitasi air tanah berlebih terus berlangsung dan konversi lahan tidak terkendali

( terutama Kawasan tanggapan air sungai –sungai mengalir di Teluk Jakarta ) akan

mengancam kawasan pesisir lama Jakarta : rentan terhadap banjir pada musim ekstrim

basah dan rob pada musim kemarau pada pasut tinggi diTeluk Jakarta menyebabkan

degradasi fungsi utilitas Infrastuktur Sumber daya air ( sistem drainase) di kawasan

terbangun seiring terjadinya degradasi debit rencana basah /kering di hulu sungai .

1.2 Meluapnya Air dari hulu

Laju pembangunan lahan di DKI Jakarta dan sekitarnya yang begitu pusat memperluas

tekanan air kea rah Barat (Tangerang), Timur (Bekasi), dan Selatan /(Bopuncur) , membentuk

sebuah megapolitan Jakarta.

Konversi lahan di Kawasan DAS hulu berupa perambahan hutan menjadi lahan budidaya

dan permukiman (lihat Gambar 1.8) akan memicu ekstrimitas debit air yang berujung pada

poeningkatan ancamanbanjir & kekeringan di kawasan pesisir .Maka, dengan pendekatan

Page 11: Sebuah Ulasan Mengenai Perubahan Iklim Briantono `15308017 Tl 3203

Hidrologi statistik , perambahan fungsi hutan dan konversi lahan budidaya menjadi lahan

terbangun bisa dterus dikaji .

Sebagai pendekatannya¸kita gunakan input data hidrologi berupa arsip data hujan(P) dan

debit.(Q) dan out putnya berupa degradasi fungsi hidrologis lahan dinyatakan dengan

degragasi debit rencana banjir/kekringan sedangkan laju perubahan konversi lahan pemetaan

dilakukan menggunakan citra satelit

Gamb 1.7. Laju Konversi Lahan di DKI JKT & sekitarnya (1972-2005)

Page 12: Sebuah Ulasan Mengenai Perubahan Iklim Briantono `15308017 Tl 3203

Gambar 1.8 : Degradasi Fungsi Hidrologi Lahan

Degradasi fungsi hidrologis lahan di daerah tanggapan air dicirikan oleh debit ekstrim

rata-rata basah dan kering berturut-turut membesar dan mengecil sedangkan kuantitas

simpangan baku membesar mengakibatkan degradasi debit rencana banjir / kering .

Selain itu , Konversi lahan mempengaruhi iklim lokal (naik suhu lokal) sehingga

frekwensi kejadian hujan kecil semakin berkurang. Selanjutnya ketidakpastian debit air

dalam proses waktu , mengantar para ahli menggunakan konsep debit rencana banjir

/kekeringan sedangkan untuk mempertahankan keberlanjutan air melakukan pengendalian

air ( Kwantitas /kualitas ) yaitu secara tidak langsung (Undirect) dengan menerbitkan

peraturan /perundangan dan secara langsung ( direct) Insentif/disentif .

Degradasi fungsi hidrologis lahan di daerah tanggapan air ditandai debit ekstrim rata-

rata basah dan kering berturut-turut meningkat intensittas dan menurun intensitasnya

sedangkan simpangan baku membesar mengakibatkan degradasi debit rencana banjir / kering

.

Selain itu , Konversi lahan juga turut mempengaruhi iklim lokal (naik suhu lokal)

sehingga frekwensi kejadian hujan kecil semakin berkurang, yang akhirnya mengakibatkan

ketidakpastian debit air dalam proses waktu yang akhirnya diberlakukan konsep debit

rencana untuk mempertahankan keberlanjutan sumber air melakukan pengendalian agar

jumlah dan mutu air dapat .

Page 13: Sebuah Ulasan Mengenai Perubahan Iklim Briantono `15308017 Tl 3203

Pengendalian air juga dilakukan dengan langkah-langkah langsung dan tidak langsung,

yaitu dengan menerbitkan aturan dan berbagai regulasi lainnya. Pengendalian secara

langsung dilakukan dengan cara pemberian hukuman dan denda ataupun pemberian insentif.

1983Deforestasi atau penggundulan adalah satu penyebab jumlah air tidak terkendali

yang berdampak pada:

•Meningkatnya Limpasan Permukaan.yang berdampak pada berkurangnya daya serap air

berkurang.

•Terjadi Ekstrimitas Debit, yang membuat lapisan Top Soi menipis sehingga mengurangi

kesuburan tanah (Erosi lahan)

•Terjadinya Sedimentasi di badan airdan akumulasi sedimen di waduk.

• Penurunan Kualitas Air (terutama kekeruhan)

• Perubahan Iklim mikro Frekwensi kejadian hujan kecil semakin kecil

Gambar 1.9 Kawasan Administrasi Konservasi air dan tanah Bopujur.

Untuk menata ruang yang aman, nyaman, dan berkelanjutan di wilayah pesisir

Jakarta , pemenritah telah menerbitkan Keppres 114 tahun 1999 dengan menetapkan kawasan

Bopunjur sebagai kawasan Konservasi air & tanah (lihat Gamb 1.9).•

Page 14: Sebuah Ulasan Mengenai Perubahan Iklim Briantono `15308017 Tl 3203

1.3.ANCAMAN DEGRADASI INFRASTRUKTUR DRAINASE PERKOTAAN

Laju perkembangan DKI Jakarta menuju Megapolitan Jakarta (lihat Gambar 1.10)

harus diimbangi dengan laju permintaan air minum, keterlambatan peningkatan pelayanan

permintaan air minum di DKI Jakarta membukaa peluang eksplotasi air tanah berlebih ,yang

akhirnya berdampak penurunan muka tanah di daerah tanggapan limpasan air drainase

perkotaan (lihat Gambar 1.11) yang bisa menghambat pembuangan limpasan hujan ke badan

air penerima sungai sehingga memberikan peluang terjadinya genangan air dimana-mana.

Identifikasi Laju reklamasi pantura 1991 s/d 2010 dan Rencana reklamasi Tata Ruang

Wilayah Jakarta Utara sampai tahun 2015 dan penelusuran ketidak berhasilkan pengendalian

fungsi hidrologi lahan di Kawasan Ciliwung Hulu (Keppres 114 tahun 1999 : Kawasan

Konservasi air & tanah Bopunjur ) berdasarkan data time series debit air terukur di Pos

Sugutamu DAS Ciliwung (1979-2009) . Selanjutnya sensibilitas pengaruh pemberdayaan

pesisir pantai dan naiknya muka air laut (1925-2010) ditelusuri dengan model deterministik

aliran permukaan bebas Navier Stokes dengan menggunakan kondisi bidang batas kejadian

banjir Jakarta 2007 dan juga menelusuri kejadian subsidence permukaan tanah di pantura

Jakarta (1985-2010). Konsekwensi logis dari degradasi rezim Hidrologi di Zona Iklim

Monsoon maka musim penghujan pembuangan air melalui sungai ke laut melewati kawasan

terbangun perkotaan akan mengancam infrastruktur drainase perkotaan didataran rendah

diperburuk naiknya muka air & reklamasi pantura sehingga semakin sulit dari daratan

membuang air kelaut terutama pada kondisi ekstrim Hidrologis dan ancaman Rob seiring

dengan subsidence muka tanah di pesisir Jakarta .

Sebaliknya di DAS Hulu pada musim kemarau debit air sungai menurun sehingga

mengancam keberlanjutan sumber air (Kwantitas & Kualitas ) terjadi degradasi infrastruktur

Air Minum dan Irigasi sedangkan Segmen sungai di kawasan pantura , muka air laut semakin

tinggi dan tekanan air dari hulu semakin kecil maka intrusi air laut semakin merambat ke

daratan .

Page 15: Sebuah Ulasan Mengenai Perubahan Iklim Briantono `15308017 Tl 3203

Gambar 1.10 Peta Penurunan Tanah di Jakarta 1982-1997 (Meliana, 2005)

Jika ditinjau ulang, maka peta penurunan tanah di Jakarta menunjukkan semakin tinggi

penurunan muka air tanah yang terjadi akibat konversi lahan suksesi . (Ditunjukkan oleh

warna biru dip eta)

Gambar 1.11. Degradasi sistem drainase perkotaan semakin sulit membuang ke sungai.

BAB 2

Page 16: Sebuah Ulasan Mengenai Perubahan Iklim Briantono `15308017 Tl 3203

TINJAUAN PUSTAKA

I II. ULASAN KONSEP HIDROLOGI & MANAJEMEN AIR

2.1. SUMBER AIR & HIDROLOGI

Fenomena banjir dan kekeringan adalah fenomena siklus hidrologi air sebaiknya dikaji

dengan kaidah-kaidah ilmu hidrologi. Ilmu hidrologi adalah ilmu yang memperlajari

pergerakan air di muka bumi baik kualitas dan kwantitas dalam ruang dan waktu.

Dengan berdasarkan pada dua hal tersebut, maka dirumuskan visi sumber air yang

menyatakan bahwa sumber air merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui

melalui siklus hidrologi, dipengaruhuioleh iklim, tergantung faktor kosmik, regional dan

lokal membentuk rezim hidrologi, berkarakter acak ,dan Pengembangan Infrastruktur Sumber

Daya Air berkelanjutan dan stokhastik, dan di pesisir pantai landai pengaliran air ke laut

merupakan fenomena deterministik. (Gamb 2.1. dan Gamb 2.2)

Gambar 2.1 .Deskripsi Singkat Iklim Hujan Wilayah Indonesia( Diah 2010)

2.2. PEMBAGIAN RUANG HIDROLOGI

Page 17: Sebuah Ulasan Mengenai Perubahan Iklim Briantono `15308017 Tl 3203

Para ilmuwan berkepentingan membagi fungsi ruang hidrologi menjadi 2(dua) kawasan

utama yaitu:

a. kawasan konservasi dan

b. kawasan kerja

dalam upaya ( rangka) menjamin kelangsungan sumber-sumber air serta mengendalikan

limpasan air permukaan terhadap ancaman banjir dikawasan hilir

Berdasarkan karakteristik hidrologis kawasan konservasi air merupakan pemasok sumber

air utama daerah bawahnya , bercirikan :

- Curah hujan relatif tinggi,

- batuan relatif muda ,

- morfologi bergelombang kasar ,

- rentan terhadap erosi dan longsor

sehingga ditetapkan sebagai kawasan konservasi air dan tanah

Pengaruh pemanasan global dan faktor regional seperti perubahan temperatur di Samudera

Pasifik dan faktor lokal seperti perambahan hutan/ konversi lahan terbangun merupakan

factor yang mem[engaruhi terhadap komponen-komponen hidrologi seperti hujan(P), debit

air(Q) dan tinggi muka laut .

Faktor-faktor ini tercatat melalui pos-pos pengamatan komponen siklus hidrologi dan

pos observasi muka laut . Dari arsip data hidrologi sebagai input, maka fenomena degradasi

rezim hidrologidianalisa dengan pendekatan model hidrologi statistik dan deterministik

seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Page 18: Sebuah Ulasan Mengenai Perubahan Iklim Briantono `15308017 Tl 3203

Gambar 2.2. Watershead Model Statiscal Hydrology dan Hidrodinamika Banjir (Nicco

Plamonia2010

Modifikasi Arwin Sabar,2009)

Pada hakekatnya Obyektif pengembangan Infrastruktur sumber Daya Air untuk

pengendalian banjir /kekeringan , dengan pendekatan konsep debit rencana sesuai kriteria

rencana infrastruktur SDA yang Lazim digunakan di lingkungan jajaran Kementrian

Pekerjaan Umum ( Dirjen SDA &Dirjen Cipta Karya ).

Dari data time series debit sumber air dari pos duga air Q DAS tsb diatas : menunjukkan

kejadian besaran debit air tidak menentu dalam berjalannya waktu (t). Ketidakpastian besaran

debit air proses waktu, dalam ilmu statistik karakter tsb disebut Variabel acak (Lihat Gambar

2.3 ).

Page 19: Sebuah Ulasan Mengenai Perubahan Iklim Briantono `15308017 Tl 3203

Gambar 2.3 . Sensibilitas debit air di Zona Monsson diJateng ( 1994-2006)

Sensibilitas debit air merupakan turunan dari sensibilitas curah hujan di Zona Iklim

Monsoon ,dipengaruhi (dua) fase pengaruh iklim Monsoon yaitu monsoon barat( musim

penghujan )dan monsoon timur (musim kemarau ) dimana curah hujan dibawah 100

mm/bulan Sehingga pada musim kemaraudebit air didominasi aliran dasar , merupakan

limpasan air darat akifer yang morfologinya terpotong ( mata air dan limpasan air tanah di

kiri–kanan sungai) sedangkan pada era musimpenghujan, debit air didominasi oleh limpasan

air permukaan sedangkan aliran dasar relatif kecil (lihat Gambar 2.3).

Dari Model Fisik Hidrologi , besaran debit air pada musim kemarau debit air- lebih

dependent :cadangan akifer maksimal pada akhir musim penghujan/awal musim kemarau

dstnya pada periodemusim kemarau tidak terjadi pengisian akifer, cadangan air tanah

menurun seiring menurunnyamuka air di akifer menuju akhir musim kemarau/awal musim

penghujan) seperti diketahui aliranlimpasan air tanah ke badan air sungai dalam proses waktu

berkarakter dependent sedangkan pada musim penghujan debit air lebih independent.

Ditemukan bahwa karakter sumber air, berturutturut dari independent –dependent adalah air

hujan, air permukaan air tanah, dan mata air. Sehinggapada musim penghujan besaran

kejadian debit air didominasi pergaruh limpasan air hujan(independent) sedangkan pada

musim kemarau didominasi limpasan air tanah.(dependent)

2.3. ADAPTASI DAN MITIGASI

Perubahan iklim/cuaca mempengaruhi variabel siklus Hidrologi di sektor diatas muka

tanah :terutama Curah Hujan (P) dan seterusnya setelah sampai dipermukaan tanah , hujan

terdistribusi, fungsi tutupan lahan terinfiltrasi dalam tanah setelah jenuh terjadi limpasan air

permukaan. Maka respon penanggulangannya terbagi 2 yaitu :

Adaptasi , didasarkan Ketidakpastian besaran hujan & debit air dalam proses waktu

mengantar para ahli Hidrolologi dan Manajemen sumber air melakukan proses penyesuaian

denganmemperhatikan resiko ekonomi fungsi Infarstruktur Sumber Air berdasar pentingnya

fungsi utilitas kawasan terbangun , dengan menggunakan konsep debit rencana

banjir/kekeringan

Mitigasi adalah upaya mempertahan keberlanjutan sumber air di daerah Aliran Sungai,

bentuk konkrit upaya mitigasi pengendalian air (Kuantitas /kualitas ) secara undirect :

penerbitan peraturan/UU pengendalian limpasan/pencemaran air dan direct : Insentif &

Page 20: Sebuah Ulasan Mengenai Perubahan Iklim Briantono `15308017 Tl 3203

dissentif, sbb: yang dapat dilakukan dengan perencanaan tata ruang : seperti Keppres No.114

1999 KawasanKonservasi Bopuncur), UU Kehutanan No 41 tahun 1999 , pengendalian

pencemaran air , sbb:

1. Un Direct (Tak langsung ): penerbitan UU dan Peraturan terkait pengendalian

lingkungan air.

• UUD fasal 33 ayat 3 : Air tanah dikuasai negara .... untuk kepetingan orang banyak

• UU no 26 th. 2007 tentang Penataan ruang

• UU no 7 th 2004 tentang Sumber daya air

• UU Kehutanan No.41 Tahun 1999 Pasal 18 Ayat 2 yang menyatakan bahwa: ‘…..luas

hutan

suatu DAS minimal 30% dengan sebaran yang proporsional’.

• UU Lingkungan hidup / PP Amdal

• PP 82 tahun 2001 tentang Kualitas air : air baku minun klas 1

• PP No. 16 tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Pasal 8 ayat

2

Pemenrintah (pusat & daerah) menjamin Ketersediaan air baku ( kuantitas & kualitas )

memenuhi baku mutu air

• PP No 37 TAHUN 2010 ttg Bendungan pasal 45 ayat 5 . Pola operasi waduk harus ditinjau

kembali dan dievaluasi paling sedikit 1 (satu) kali dalam waktu 5 (lima) tahun.

• Keppres 114 th 1999 Kawasan Konservasi air dan tanah Bopuncur

2. Direct (Langsung ) : Insentif dan Dissentif ( pinalti, denda)

2.4. DEBIT RENCANA INFRASTRUKTUR SUMBER DAYA AIR

Komponen siklus Hidrologi berkarakter acak ( Variabel acak) adalah suatu kejadian

dimana besarannya tidak menentu dalam proses ruang dan waktu yang terukur melalui

pengamatan (pos hujan atau pos duga air) , hal ini mengantar para ahli meneliti perilaku debit

air historikal untuk dapat mengetahui ambang batas besaran kejadian debit air masa depan.

Pengendalian banjir dan kekeringan ke masa depan , ditempuh langkah “adaptasi” dengan

pendekatan konsep debit rencana . Hubungan Keandalan keberhasilan dan periode ulang

Page 21: Sebuah Ulasan Mengenai Perubahan Iklim Briantono `15308017 Tl 3203

diekspresikan, sbb: (1-P )= 1/R , dimana : P= keandalan /keberhasilan komponen Hidrologi

( %)dan R= periode Ulang kejadian.

Misalnya : Suplai sumber air untuk memenuhi sektor irigasi : keandalan/ keberhasilan P= 80

% maka ekivalen dengan periode Ulang (R = 100/20 = 5 thn ), berarti dalam selang 100

(seratus ) tahun terjadi 20 kali dan setiap 5(tahun) terjadi 1(satu) kali nilai ambang batas

dilampaui.

Pengendalian banjir & kekeringan :

Drainase mikro ( Drainase permukiman perkotaan) : QR= 2-15 tahun

Drainase makro ( Drainase alamiah –sungai ) : QR =20-50 thn

Drainase Rel Kereta api/ Jalan TOL :QR=50 thn

Drainase bandara udara : Q R= 50 -100 tahun

Spill way waduk QR = 50 -100 thn

Intake air baku untuk sektor irigasi : QR =5 thn

Intake air baku untuk sektor DMI ( Domestik ,Municipallity ,industri) : QR= 10-20 thn.

2.5. FUNGSI HIDROLOGI LAHAN

2.5.1. Indikator Konversi Lahan

Massa air adalah tetap dalam Ruang hidrologi dimana Curah hujan jatuh dipermukaan

tanahterdistribusi menjadi : P = I+ R dimana berturut –turut P adalah curah hujan , I adalah

fraksi air hujan tertahan dibawah permukaan tanah dan R adalah fraksi air hujan menjadi

limpasan air permukaan . Perubahan tutupan lahan alami (lihat Gambar 3 ), dari hutan

berturut-turut menjadibudidaya , permukiman pedesaan dan urban berdampak semakin besar

R pada musim hujan dan sebaliknya I dalam tanah semakin kecil (input ) sehingga

penyimpanan air tanah (S ) semakin kecil

Hal ini berpengaruh pada besaran aliran air tanah (output) terutama limpasan aliran tanah

menyentuh permukaan bebas (B**) seperti : mata air dan aliran dasar sungai

Dari hukum kekekalan masa air , ketersediaan sumber air sangat tergantung sejauh mana

massaair hujan tersimpan menjadi cadangan air tanah (I= P-R), sehingga persamaan

ketersediaan air ,dapat dituliskan sebagai berikut:

S = I – E – B* - B**

Ketersediaan air alamiah bertahan apabila jumlah air hujan tertahan di permukaan tanah

(I) , lebih besar daripada evapotrapirasi potensial (E) : I > E sehingga pengendalian konversi

tutupan lahanperlu lebih dicermati dimasa depan.

Page 22: Sebuah Ulasan Mengenai Perubahan Iklim Briantono `15308017 Tl 3203

Hujan yang jatuh dipermukaan bumi relatif konstan dan tunduk pada hukum kekekalan

massa air saat keseimbangan massa P = I+R dibuat non dimensi maka persamaan massa air:

IK + C= 1 dimana:

IK = fraksi massa air hujan tertahan dalam tanah selanjut disebut indekskonservasi

C= fraksi masa air hujan menjadi limpasan air permukaan selanjut disebut C= Koefisien

run off.

Melalui ekosistem alam dari masa ke masa tutupan lahan yang bertahan terhadap alam

(iklim)

adalah tanaman keras (hutan) kemudian oleh sentuhan peradaban manusia tutupan lahan

mengalami konversi lahan secara suksesif menjadi lahan budidaya, permukiman dan urban

diekspresikan IkC ( indeks konservasi aktual ) . Indeks konsercasi alam ( IkA) menjadi

budidaya pertanian,permukiman dan urban Metropolitan ( IKc ) menimbulkan degradasi

penyimpanan air (tersimpan air hujan ) dibawah permukaan tanah Maka IK digunakan

sebagai instrumen pengendalian konversi lahan di kawasan konservasi air .(Keppres No 114

Kawasan konservasi Bopuncur)

2.5.2. Indeks Konservasi

Indeks Konservasi Alami (IKA) digunakan sebagai indikantor konversi lahan , yaitu

koefisien

yang menunjukkan kemampuan yang alami pada suatu wilayah untuk menyerap air

hujan yang jatuh

ke permukaan tanah sebelum ada sentuhan peradaban manusia.

Indeks Konservasi Aktual (IKC), yaitu suatu koefisien yang menunjukkan kemampuan

lahan yang terkonversi oleh kegiatan manusia (aktual) pada suatu wilayah untuk

menyerap air hujan yang jatuh ke permukaan tanah ( Keppres 114/99)

Indeks Konservasi pada persamaan tersebut ,dibedakan menjadi IKA dan IKC,yaitu :

( ) A A IK F Y

( ) C C IK F Y

Page 23: Sebuah Ulasan Mengenai Perubahan Iklim Briantono `15308017 Tl 3203

dimana :YA = f (curah hujan, jenis batuan, jenis tanah, morfologi & topografi)

YC = f (curah hujan,jenis batuan, jenis tanah, morfologi&topografi,tutupan lahan)

dimana : YA = variabel besaran konservasi alami

X1= variabel hujan

X2= variabel batuan

X3= variabel jenis tanah

X4= variabel morfologi dan topografi

a,b,c,d = koefisien partial ketergantungan korelasi antar variabel

12 = koefisien korelasi antar variabel

E = faktor koreksi

R = koefisien determinasi (0,5 < R <1)

Evaluasi kondisi pemanfaatan ruang dalam suatu kawasan dapat dilihat dari perbandingan

nilai IKC dan nilai IKA yang dapat dibedakan seperti pada tabel 2.2 digunakan sebagai

pedoman dalampengendalian pemanfaatan ruang maka dilakukan proses diskretisasi variabel

–variabel yang mempengaruhi dari indeks konservasi ,dapat dibagi 3(tiga) klas atau 5(lima)

klas .

Apabila dalam evaluasi suatu kawasan ternyata terdapat pemanfaatan lahan yang tidak sesuai

(IKC < IKA) maka terdapat beberapa upaya untuk merehabilitasi fungsi konservasi agar (IKC

+ Ik ) IKA, upaya memperbaiki dengan Ik yaitu dapat dilakukan dengan pendekatan

vegetatif dan non vegetatif

(rekayasa teknologi ).

Tabel 2.2 Penilaian kondisi kawasan terbangun dengan Indeks Konservasi

Page 24: Sebuah Ulasan Mengenai Perubahan Iklim Briantono `15308017 Tl 3203

Keberhasilan pengendalian air keberlanjutan air di DAS tercapai apabila IkC + __k > IkA

dengan demikian win-win solution dapat tercapai antara kepentingan kawasan Hulu dan kawasan

Hilir.

Sedangkan pengendalian kawasan lahan terbangun, dilaksanakan dengan pengendalian

fungsi hidrologi lahan ( IK): antara lain Pengendalian luas bangunan terbangun (BCR) dan dengan

vegetatif dan non vegetative(rekayasa engineering). Upaya rekayasa engineering , antara lain :

Sumur resapan , waduk resapan dan implementasi pengembangan sistim drainase lingkungan . Ide

paling sederhana dalam konservasi di lahan terbangun disebut zero limpasan. Zero limpasan

adalah suatu upaya konservasi di lahan terbangun dengan mengendalikan limpasan air hujan

dalam suatu persil atau kawasan supaya tidak ada air hujan yang melimpas keluar .

Page 25: Sebuah Ulasan Mengenai Perubahan Iklim Briantono `15308017 Tl 3203

BAB III

ANALISA

PEMBANGUNAN

JAKARTA

3.1 ANALISA HIDROLOGI

Fenomena banjir dan intrusi air laut merupakan fenomena siklus hidrologi air dalam

ruang danwaktu, selayaknya diteliti dengan kaidah-kaidah ilmu hidrologi. Ilmu hidrologi

diartikan sebagai ilmuyang memperlajari pergerakan air di muka bumi baik kualitas dan

kwantias dalam ruang dan waktu.

Sumber air adalah sumberdaya alam yang kualitasnya dapat diperbaharui melalui

siklushidrologi,dipengaruhui oleh iklim, tergantung faktor kosmik, regional dan lokal

membentuk rezim hidrologi,berkarakter acak dan stokhastik, dan di pesisir pantai landai

pengaliran air ke laut merupakan fenomena deterministik. Pengaruh iklim terhadap rezim

hidrologi tercatat berturut-turut melalui pos hujan, pos duga debit air, dan pos observasi

elevasi muka laut ( Lihat Gamb 3.1 ).

Page 26: Sebuah Ulasan Mengenai Perubahan Iklim Briantono `15308017 Tl 3203

Gambar 3.1.: Kawasan Pesisir Jakarta- DAS Ciliwung Hulu –Bopunjur

Gambar 3.2. Observasi Debit air Pos Sugutamu DAS Ciliwung Bopuncur (1979-2009)

Page 27: Sebuah Ulasan Mengenai Perubahan Iklim Briantono `15308017 Tl 3203

Gambar 3.3 Pasang Surut laut sepanjang tahun 2007 di Stasiun Tanjung Priok

3.2. DEGRADASI REZIM HIDROLOGI DAS HULU

3.2.1.Degradasi Fungsi Hidrologi Lahan

Koefisien air limpasan selama 30 tahun di DASCiliwung cenderung meningkat,

disebabkan konversi lahan sukseksif dari hutan, ke budidaya,dan pemukiman berakibat pada

Kenaikan koefisien limpasan berarti air yang jatuh dipermukaan tanah akan semakin banyak

menjadi limpasan daripada yang terinfiltrasi ke dalam tanah ( Ik= 1- C) lihat Gambar

3.2. Gamb 3.2 : Degradasi Fungsi Hidrologi Lahan di DAS Ciliwung –Bopunjur

3.2.2. Ekstrimitas Hujan wilayah

Pada musim kemarau ditemukan cura hujan wilayah semakin menurun pada bulan

Agustus dan September dan sebaliknya musim penghujan hujan wilayah semakin tinggi pada

bulan Februari ditunjukkan pada Gambar 3.4.

Page 28: Sebuah Ulasan Mengenai Perubahan Iklim Briantono `15308017 Tl 3203

Gamb 3.4 : Tendesi Hujan Wilayah 5 tahun di DAS Ciliwung-Bopunjur

Pengaruh perubahan iklim dan konversi lahan di DAS Ciliwung, diteliti dengan

penelusuran debit rata-rata 5 tahunan pos duga air Sugutamu dari tahun 1982-2007

menunjukkan semakin besar debitair mengalir ke Jakarta. Didapatkan kesimpulan sebagai

berikut : Pada musim penghujan , debit air Sungai Ciliwung Hulu-Bopuncur - Posduga air

Sugutamu ,hasil pengolahan dengan metoda moving average 5 tahunan, didapatkan

hujanwilayah ekstrim pada bulan Februari semakin membesar sedangkan debit minimum

didapatkanpada bulan Agustus dan September

3.2.3.Degradasi Debit Rencana

Ekstrimitas debit air di 2(dua) Pos debit cenderung meningkat terutama pos Sugutamu

menunjukan peningkatan signifikan. Debit ekstrim minimum di Pos Katulampa, Kp.Kelapa

dan Ratujaya menunjukkan penurunan kecuali di Pos Sugutamu terlihat ada peningkatan

sedikit karena posisi pos di komplek perindustrian wilayah Depok yang memberikan

kontribusi terhadap peningkatan debit.

Hasil selengkapnya ditunjukkan pada Gambar 3.6 dan Gamb 3.7

Page 29: Sebuah Ulasan Mengenai Perubahan Iklim Briantono `15308017 Tl 3203

Gambar 3.6 . Ekstrim Debit air di DAS Hulu Ciliwung Bopunjur 1979-2009

Perubahan watak aliran di pos Sugutamu ditandai dengan semakin menurunnya aliran

dasar (baseflow) sebagai pengaruh degradasi fungsi hidrologi lahan di DAS Ciliwung Hulu –

Bopunjur .

Degradasi Watak aliran selama 30 tahun terakhir menunjukan fenomena ekstrimitas

debit aliran tercatat di pos Duga Sugutamu pada ekstrim musim kering dan banjir di musim

basah, lihat Gambar

3.7. Gambar 3.7 : Degradasi Debit rencana banjir /kekeringan di DAS Ciliwung_Hulu

Terjadi penurunan ambang batas debit kering R-10 untuk Air baku di Pos Sugutamu

Ciliwung

• Debit rencana Kering (1979-1989) 200,74 L/detik

• Debit rencana Kering (1990-1999) 190,50 L/det

• Debit rencana Kering Harian(1999-2009)187,91 L/det

Sedangkan debit rencana banjir R-5 dari DAS Ciliwung ke pesisir Jakarta meningkat:

• Debit rencana Banjir (1979-1983) 484,5 M3/det

• Debit rencana Banjir (1984-1989) 510,9 M3/det

Page 30: Sebuah Ulasan Mengenai Perubahan Iklim Briantono `15308017 Tl 3203

• Debit rencana Banjir (1990-1994) 635,4 M3/det

• Debit rencana Banjir (1995-1999) 716,2 M3/det

• Debit rencana Banjir (2000-2004) 600,3 M3/det

• Debit rencana Banjir (2005-2009) 1117,2 M3/de

Debit Rencana Banjir R-5 kurung 1979 sd 1999 meningkat terus kecuali periopde 2000-2004

tendesi menurun dengan terbitnya Keppres 114 tahun 1999 dan seterusnya menaikan tajam

periode 2005 -2009.

Gambar 3.8 : Perubahan Garis Pantura Jakarta, Teluk Jakarta

Dari overlay peta upaya pemberdayaan lahan dipesisir pantai utara Jakarta,didapatkan

penambahan daratan di kawasan Pantura Metropolitan Jakarta bertambah 458,6 Ha (rentan

tahun2000 - 2010 ) dan rencana Reklamasi Pantura RTRW 2015 dengan lebar 2-2,5 km

kearah laut seluas 2700,7 ha ( Lihat Tabel 3.1 ,Gamb 3.8 dan Gamb 3.9 ).

Page 31: Sebuah Ulasan Mengenai Perubahan Iklim Briantono `15308017 Tl 3203

Gambar 3.8 : Perubahan Garis Pantura Jakarta, Teluk Jakarta

Gamb 3.9. Kondisi Garis Pantai 1991 , 2003 2007 /2010 dan 2015

Page 32: Sebuah Ulasan Mengenai Perubahan Iklim Briantono `15308017 Tl 3203

Kec Penyaringan Citra satelit ,Nicco Plamonia (2010)

3.3.2. Kenaikan Muka air Laut

Naiknya muka laut rata‐rata dipengaruhi perubahan iklim akibat fenomena pemanasan

global yang memberikan dampak cukup serius bagi iklim dunia. Salah satu dari dampak

pemanasan global adalah mencairnya lempeng es di Antartika, Greenland dan gletser di

benua. Pencairan es ini menyebabkan kenaikan muka laut. Peningkatan muka laut (sea level

rise/SLR) di Teluk Jakarta diketahui sebesar 0,575 cm/th seperti yang ditunjukkan pada

gambar 3.10

Gambar 3.10. Kenaikan Muka Laut Rata-rata (Nicco Plamonia,2010)

Page 33: Sebuah Ulasan Mengenai Perubahan Iklim Briantono `15308017 Tl 3203

3.3.3. Penurunan Muka Tanah

Laju penurunan muka tanah rata-rata dari tahun 1985-2010 untuk Kecamatan Penjaringan

sebesar -4.866 cm/th, Kecamatan Pademangan sebesar -4.157 cm/th, Kecamatan Tanjung

Priok sebesar -3.49 cm/th, Kecamatan Koja sebesar -3.162 cm/th, dan Kecamatan Cilincing -

2.65 cm/th. KecamatanPenjaringan memiliki laju penurunan muka tanah tertinggi hal ini

mengakibatkan tingginya genangan di wilayah Kecamatan Penjaringan pada saat banjir dapat

mencapai 3-9 m (Posko Banjir JakartaUtara, 2007)

Gambar 3.11. Laju penurunan muka tanah di pesisir Pantura Jakarta (Nicco Plamonia,2010)

Laju Subsindens permukaan tanah di pesisir pantura Jakarta dari 1985 sd 2010 (Bappedal &

Dinas PU Jakarta ) menggunakan intrumen statistik dari data time series ,diperoleh

penurunan muka tanah berturut-turu di kacamatan Penyaringan - 4,87 cm/thn ,Pademangan -

4,16 cm/thn , Tanjung Priok 3,49 cm/thn , Koja 3,16 cm/thn dan cilincing 2,65 cm/thn.

3.4. SIMULASI ANCAMAN BANJIR DI PESISIR PANTURA JAKARTA

3.4.1.Boundary Condition Banjir 2007

Untuk mengetahui dampak pengaruh iklim dan perubahan garis pantai terhadap fenomena

banjir di pesisir pantura Jakarta. Perlu dilakukan simulasi aliran permukaan bebas dengan

kiriman banjir dari hulu,terukur di DAS Ciliwung Hulu-Bopunjur yakni pos Sugutamu -

Depok pada kejadian banjir dan fluktuasi muka laut Jakarta Febuari 2007.

Page 34: Sebuah Ulasan Mengenai Perubahan Iklim Briantono `15308017 Tl 3203

ModelDeterministik Aliran permukaan bebas di trapkan pada DAS Ciliwung dan pesisir

Pantura Jakarta (Lihat Gamb 3.12 dan Gamb 3.13)

Gambar 3.12.: Kawasan Pesisir Jakarta- DAS Ciliwung Hulu –Bopunjur

NB : Grid 37.5 Km ( point Djakarta Loyd), Grid 39 Km ( point Sunda Kelapa) ,Grid 40 Km

(point Pantai Mutiara)

Page 35: Sebuah Ulasan Mengenai Perubahan Iklim Briantono `15308017 Tl 3203

Gambar 3.13 : Grid dan reklamasi Pesisir pantura Jakarta

3.4.2.Skenario Simulasi Model Gelombang Banjir dipesisir pantura

Simulasi Boundary condi tion Banjir 2007 & Garis Pantai Jakarta 1991 (Tanpa Reklamasi)

Simulasi Boundary condi tion Banjir 2007 & Garis Pantai 2010

Simulasi Boundary condi tion Banjir 2007 & Garis Pantai Jakarta 2015

Simulasi Boundary condi tion Banjir 2007 & Garis Pantai Jakarta 2010 + SLR 5 Tahun

Simulasi Boundary condi tion Banjir 2007 & Garis Pantai Jakarta 2010 + SLR 50 Tahun

Simulasi Boundary condi tion Banjir 2007 & Garis Pantai Jakarta 2015 Tanpa Kenaikan

Muka Laut

Gamb.3.8. 3.9 dan 3.13 ) dan Kenaikan Muka Laut Rata-rata (Gambar 3.10.)

3.4.3. Sensibilitas tinggi & Kecepatan Gelombang Banjir di pantura Jakarta Laju

Reklamasi

(1991,2010 & 2015) vs naiknya muka air laut (5,50 thn )

Kondisi garis pantai 2010 ( reklamasi 458,7 ha) meningkatkan rata-rata taraf muka air sekitar

3.6% - 43.16 % atau sekitar 0.02 – 0.95 m pada grid pengamatan 40.5 km dari saluran pada

saat garis pantai 1991. Profil muka air di muara lama (40,5 km) menjadi meningkat dan

tinggi puncak gelombang banjir pada kondisi reklamasi semakin tinggi dari pada sebelum

reklamasi (1991) hal ini disebabkan karena aliran melambat sehingga memerlukan waktu

yang lama untuk membuangke laut.

Page 36: Sebuah Ulasan Mengenai Perubahan Iklim Briantono `15308017 Tl 3203

Berdasarkan hasil simulasi perlambatan kecepatan berkisar antara 0 % - 15.63 % atau

sekitar 0.00 m – 0.05 m dari kecepatan pada saat garis pantai masih sama dengan kondisi

garis pantai 1991 Hal ini yang dapat meningkatkan banjir dan genangan di pesisir. Semakin

panjang.Penambahan profil sungai ke arah laut maka semakin menghambat pembuangan air

ke laut dan semakin meningkatkan banjir dan genangan di kawasan pesisir. Laju reklamasi

thn 2010 seluas 458,6 ha ditambah Sea Level Rise 5 Tahun meningkatkan taraf rata-rata

muka air 41% - 60.79% sekitar 0.23 m – 1.34 m dan perlambatan kecepatan pada tahun 2015

sekitar 50 % - 57.81 %(0.01 m/detik – 0.19 m/detik). Laju Reklamasi thn 2010( reklamasi

458,7 ha) ditambah Sea LevelRise 50 tahun ditambah pengaruh kenaikan muka laut 5 tahun

meningkatkan taraf muka air 46.57

% - 60.79 % sekitar 0.26 m – 1.39 m dan perlambatan kecepatan sekitar 66.67 % - 71.88 %

atau 0.01 m/detik – 0.23 m/detik. Bila reklamasi diteruskan 2015 seluas 2707 ha akan

meningkatkantaraf muka air 0.32 m sampai dengan 1.54 m sekitar 56.47 % - 70.0 % dan

perlambatan kecepatan 0.01 m/detik – 0.25 m/detik sekitar 75 % sampai 78.91 %.

Gambar 3.15. Simulasi Perbandingan (A). Sensitifitas Tinggi Muka Air dan (B). Kecepatan

Aliran di

Grid 37.5 Km ( point Djakarta Loyd)

Page 37: Sebuah Ulasan Mengenai Perubahan Iklim Briantono `15308017 Tl 3203

Gambar 3.16.Simulasi Perbandingan (A). Sensitifitas Tinggi Muka Air dan( B).

Kecepatan Aliran di Grid 39 Km ( point Sunda Kelapa)

Gambar 3.17. Perbandingan (A). Sensitifitas Tinggi Muka Air dan (B). Kecepatan Aliran

di Grid 40 Km (point Pantai Mutiara)

Page 38: Sebuah Ulasan Mengenai Perubahan Iklim Briantono `15308017 Tl 3203

BAB 4

PEMBAHASAN PENEMUAN PENTING

IV. PENEMUAN-PENEMUAN PENTING.

Temuan-temuan penting yang diperoleh terhadap penelitian degradasi infrastruktur SDA

di kawasan pesisir Pantura Jakarta- DAS Ciliwung adalah sebagai berikut:

a) Semakin meluasnya genangan di pesisir pantura Jakarta , disebabkan :

degradasi debit rencana dari DAS Ciliwung Hulu di pos Sugutamu (1979-2010),

Laju Subsindens permukaan tanah di pesisir pantura Jakarta dari 1985 sd 2010

Perbandingan laju reklamasi berturut –turut 457,68 Ha (2010) dan 2707 ha (RTRW

2015)

.

b) Simulasi Gelombang tinggi muka banjir dengan laju reklamasi dibandingkan kenaikan

muka air laut , di pesisir Pantura Jakarta sbb:

Skenario laju reklamasi ( 2707 ha ) sesuai RTRW 2015 tanpa memperhitungkan

kenaikanmuka air laut diperoleh kenaikan muka air banjir maksimum lebih tinggi

dibanding reklamasi 2010 ( 458 ha ) dengan kenaikan SLR 50 tahun kedepan ,

Dengan kata lain skenario reklamasi RTRW 2015 ( 2707 Ha) kenaikan muka banjir

naik 70 % dari muka air banjir tanpa reklamasi (1991) sedangkan skenario reklamasi (458

ha) tahaun 2010 + SLR 50 tahun kenaikan muka banjir naik 63,16 % dari muka banjir

tanpa reklamasi(1991)

Bila rencana reklamasi diteruskan sesuai RTRW 2015( 2707 ha) dan diperhitungan

naiknya

muka air laut maka tinggi muka air banjir semakin parah sebagai dampak kecepatan

gelombang banjir semakin lambat .

Tabel 1 :Perbandingan kenaikan muka air banjir di pesisir Jakarta oleh reklamasi vs

Page 39: Sebuah Ulasan Mengenai Perubahan Iklim Briantono `15308017 Tl 3203

kenaikan muka air laut pengaruh “Climat Change “C)

Bila Degradasi Rezim Hidrologi berlangsung terus : degradasi lahan di DAS Hulu (debit

banjir

R-5 meningkat non linair ) dan degradasi di hilir teluk Jakarta : kenaikan muka laut & laju

reklamasi berlangsung terus dan exploitasi air tanah tidak dihentikan maka Jakarta semakin

rentan terhadap banjir pada musim ekstrim basah & Rob, intrusi air laut semakin jauh

merambat

ke daratan.

d) Laju Intrusi air laut semakin merambat ke daratan ,disebabkan perbedaan muka air statis

antara muka air dan muka air tanah semakin tinggi sehingga vektor kecepatan rambatan air

laut ke daratan semakin besar, dimana:

Kenaikan muka air laut 0,575 mm/tahun

Exploitasi air tanah berlebihan semakin turun permukaan air tanah

Imbuhan air aquifer dari daerah tanggapan semakin kecil ( Ik = 1- C)

Debit rencana kering semakin kecil dari DAS ciliwung Hulu(Bopunjur)

Ancaman Rob semakin parah seiring semakin tinggi muka laut dan laju subsidence

sepanjang pesisir

Page 40: Sebuah Ulasan Mengenai Perubahan Iklim Briantono `15308017 Tl 3203

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V. KESIMPULAN/SARAN

1. Sejarah bumi terdapat era pemanasan , pendinginan dan relatif stabil merupakan suatu

fenomena Alam semesta . Perubahan Iklim mempengaruhi siklus Hidrologi( Rezim Hidrologi

)disamping itu juga ditemukan eksploitasi sumber daya alam berlebihan di daratan

( Konversilahan , reklamasi pantai , eksploitasi air tanah ) mempeberat ancaman

keberlanjutan sumber air.

2. Mitigasi -Pengendalian Sumber Air dengan undirect/direct dalam rangka keberlanjutan

infrastruktur Sumber Air khususnya penataan ruang berazaskan daya dukung air sudah

saatnya di Implementasi dengan benar dan sungguh-sungguh tidak memperberat ancaman

keberlanjutan air ( Kwantitas & Kualitas ) : ancaman fenomena banjir & kekeringan,

degradasiinfrastruktur sumber air , degradasi kualitas di badan air .

3. Upaya prenvetif /antisipasi Sensibilitas perubahan data komponen Hidrologi terhadap

fungsi infrastruktur sumber air akibat pengaruh perubahan iklim & exploitasi sDA , perlu

dilakukankoreksi secara berkala sehingga dapat dituangkan dalam bentuk peraturan . contoh

PP No 37TAHUN 2010 ttg Bendungan pasal 45 ayat 5 . Pola operasi waduk harus ditinjau

kembali dandievaluasi paling sedikit 1 (satu) kali dalam waktu 5 (lima) tahun.

4. Keputusan Kep.MA No.109 K/TUN/2006, 28 Juli 2009 telah diuji aspek hukum

peraturan/perundangan yang berlaku, dan seterusnya dari kajian yang telah dilakukan serta

dituangkan dalam makalah ini, memberikan alasan akademik bahwa reklamasi tidak layak

diteruskan dalam upaya preventif semakin tenggelamnya pesisir jakarta pada kejadian –

kejadian ekstrim basah siklus Hidrologi tahun-tahun mendatang.

5. Rehabitasi infrastruktur pengendalian air, lebih diutamakan menahan air selama mungkin

daratan ( RHT , polder, waduk resapan, artificial recharge ) dan implementasi sunguh-

sunguhpengendalian air di kawasan konservasi air di DAS Ciliwung Bopunjur dan sungai-

sungai lainnya yang melintas ke teluk Jakarta yang semakin mengancam banjir di Jakarta (

Ekstrimitas debit air di DAS Pasanggrahan telah mengancam degradasi infrastruktur “Spill

waySitu Gintung “ ) dan perluapan Banjir ke kawasan pemukiman di DAS Pasanggrahan.

6. Penghentian eksploatasi air tanah , dengan Subtitusi pemakaian air tanah dengan sumber

airpermukaan dengan kebijakan peningkatan infrastruktur Air Minum Jakarta antara lain:

sumberair baku dari waduk Jatiluhur( Tamin 2008)

Page 41: Sebuah Ulasan Mengenai Perubahan Iklim Briantono `15308017 Tl 3203

PUSTAKA

1.Tamin M.Zakaria Amin , Kebijakan Strategis Pengembangan Air Minum di Kawasan Andalan Kasus Jagodetabek , Peringatan

Hari Air Sedunia Kerma Dirjen CK -ITB , 2008

2.Abidin, H.Z., Djaja, R, Darmawan, D., Songsang, R. “Studi Penurunan Tanah Di DKI Jakarta Dan Bandung Dengan Metode

Survei GPS.” Proceddings of 29th Annual Convention of Indonesian Association of Geologists. Bandung, 21-22 November,

2000.

3.Priyambodo, B. “Banjir Di Daearah Pantai Yang Mengalami Penurunan Tanah Dan Dipengarui Oleh Peningkatan Muka Air

Laut.” Disertasi S3, Jurusan Teknik Sipil ITB, 2005.

4.Nelson, “Analisa Statistik Komponen Utama Hidrologi dan Pengelolaan Aktual Waduk Multiguna Kasus DAS Ciliwung-

Bopuncur.” Tesis Magister Program Studi Teknik Lingkungan ITB, 2005

5. Pujilestari, S.E. “Dampak Perubahan Iklim, Reklamasi Dan Konversi Lahan Terhadap Rezim Hidrologi Di Kawasan Andalan

(Kasus Das Ciliwung-Dki Jakarta). Thesis Magister. Program Studi Teknik Lingkungan – FTSL ITB. 2008

6.Nicco Plamonia 2010. Kajian Pengaruh Kenaikan Muka Air Laut ,Reklamasi Pantai dan Degradasi Lahan di DAS Hulu

Terhadap Banjir di pesisir Terbangun DKI Jakarta – DAS Ciliwung , Tesis Magister Teknik Teknik Lingkungan, ITB 2010

7.Awin Sabar. 27 Feb. 2009. Perubahan Iklim, Konversi Lahan dan Ancaman Banjir dan Kekeringan I Kawasan Terbangun.

Pidato Ilmiah Guru Besar MGB-ITB Pogram Studi Teknik Lingkungan – FTSL ITB

8.Arwin , Tren Global Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air yang berkelanjutan , Dalam rangka Diskusi Pakar

Perumusan Kebijakan Eco-Efficient Water Infrastructure Indonesia. Direktorat Pengairan dan Irigasi ,Desember Bapenas

2009

9. Arwin , Penataan ruang berbasis pasar vs keberlanjutan sumber air , Focus Group Discussion Rekayasa Teknis Penataan

Ruang terkait Intrusi Air Laut dan Reklamasi - Kementrian Koordinator Bidang Perekomian Republik Indonsesia 27 Sept

10