SEBARAN NILAI LAHAN TAHUN 2009 - 2014 DI KECAMATAN...
Transcript of SEBARAN NILAI LAHAN TAHUN 2009 - 2014 DI KECAMATAN...
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2016 | 1
http://antologi.upi.edu/index.php/main/antologi/B035
SEBARAN NILAI LAHAN TAHUN 2009 - 2014 DI KECAMATAN KATAPANG KABUPATEN BANDUNG
Oleh :
N. Anggraini, Darsiharjo*), Jupri*) Departemen Pendidikan Geografi, Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Universitas Pendidikan Indonesia
[email protected] , [email protected] , [email protected]
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor dominan yang menyebabkan kenaikan harga lahan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini metode survei dimana pengambilan sampel menggunakan
sampel jenuh yaitu semua kelurahan dijadikan sampel dengan teknik pengumpulan data observasi,
wawancara, studi literatur. Dalam pengambilan sampel menggunakan teknik non-probabilitas dengan
quota random sampling. Variabel penelitian meliputi variabel bebas diantaranya yaitu faktor fisik,
faktor ekonomi, faktor sosial, faktor pemerintah, aksesibilitas, ketersediaan fasilitas dan variabel terikat
yaitu sebaran nilai lahan tahun 2009-2014 dan faktor dominan yang mempengaruhi nilai lahan. Teknik
analisa data digunakan analisis data persentase kemudian untuk mengetahui faktor dominan apa saja
yang menyebabkan kenaikan harga lahan dibuat 5 klasifikasi dari interval selisih harga lahan minimum
dan maksimum.Hasil penelitian menunjukan bahwa daerah yang mengalami kenaikan persentase harga
lahan yang paling tinggi yaitu Kelurahan Katapang hal ini disebabkan karena kelurahan Katapang
memiliki jumlah kepadatan penduduk yang masih sedikit, aksesibilitas yang mudah dan terjangkau,
serta ketersediaan fasilitas yang lebih memadai. Sedangkan untuk daerah yang mengalami kenaikan
harga lahan yang rendah yaitu daerah Kelurahan Pangauban, hal ini dikarenakan daerah tersebut
memiliki jumlah penduduk yang cukup padat, lebar jalan yang sempit dan ketersediaan fasilitas yang
kurang memadai berdampak kepada kenaikan harga lahan yang tidak terlalu signifikan.
Kata Kunci : Sebaran,Nilai Lahan, Faktor Dominan
ABSTRACT
This Research aims was to understand the dominant factor of the increasing land value in Katapang
District of Kabupaten Bandung. This research was carried out by survey method, samples of villages
collected by census sampling method and data collection technique used observation technique,
intreview technique and literature study. Non-probability technique with quota random sampling was
used to collect data from responder. This research applied physical factor, economical factor, social
factor, govermental factor, accesibility factor, and availability facilities factor as independent variables,
and distribution of 2009 – 2014 land values as dependent variables. Percentage data analysis was used
to analysis the data. Determination of the dominant factor of increasing land value used 5 (five)
classification of maximum and minumum land value difference interval. The result showed that the
highest percentage increasing land value occure in Katapang Village, its caused by lowest population
density, easy and affordable acessibility, and adequate avaibility of facilities. Meanwhile the lowset
percentage increasing land value occure in Pangauban Village, its cauesd by highest population density,
narrow road (limited accessibility) and inadequate avaibility of facilities which made the increasing
land value not signifcant.
Keywords: Distribution, Land Value, Dominant Factor
PENDAHULUAN
Tingginya laju pertumbuhan penduduk
yang dialami oleh suatu daerah khususnya
daerah perkotaan seperti Kota Bandung
menyebabkan kebutuhan tempat tinggal
menjadi semakin meningkat. Besarnya
jumlah peningkatan penduduk di Kota
Bandung yang terus terjadi tidak
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2016 | 3
http://antologi.upi.edu/index.php/main/antologi/B035
berbanding lurus dengan ketersediaan lahan
khususnya untuk tempat tinggal.
Karena lahan yang ada di Kota
Bandung lebih banyak difungsikan untuk
kegiatan di kegiatan perekonomian,sektor
pendidikan dan pemerintahan sehingga
banyak lahan kosong yang dibangun mejadi
apartemen,hotel,mall,kantor,pusat
Pemerintahan.
Lahan yang tidak bisa menampung
jumlah penduduk yang banyak,ditambah
keadaan perekonomi masyarakat yang
kurang baik mengakibatkan munculnya
pemukiman-pemukiman kumuh dan
lingkungan yang buruk. Karakteristik
Pemukiman kumuh menurut Bianpoen
dalam Komarudin (2000,hlm.92) :
“Lingkungan pemukiman yang
kondisi tempat tinggal atau tempat
huniannya berdesakan, luas rumah
tidak sebanding dengan jumlah
penghuni,rumah berfungsi sekedar
tempat istirahat dan melindungi dari
panas, dingin dan hujan,lingkungan
tidak teratur,bangunan sementara,
acak-acakan tanpa perencanaan,
prasarana kurang,fasilitas sosial
kurang,tanah bukan milik penghuni,
pendidikan rendah, rawan kebakan
banjir dan rawan terhadap timbulnya
penyakit“.
Disamping ketersediaan lahan yang
minim untuk pemukiman di daerah Kota
Bandung, harga lahan untuk tempat tinggal
ikut terpengaruhi, seperti yang telah
dikemukakan oleh Reksohadiprojo dan
Karseno (1985,hlm.46) bahwa bila rumah
itu dekat kota harga rumah tinggi maka
ongkos ke kota murah, bila rumah jauh dari
kota maka harga rumah murah akan tetapi
ongkos ke kota mahal. Akibat dari
tingginya harga lahan di pusat kota dan
lingkungan yang kurang baik akhirnya
banyak penduduk memilih tinggal di sekitar
atau diluar pusat kota sekitarnya dan
menjadikan dirinya sebagai commuter,
munculnya pemukiman-pemukiman baru
di daerah luat pusat kota mendorong
gerakan atau perpindahan penduduk yang
dikenal istilah gerakan sentrifugal, Adapun
beberapa faktor yang mendorong gerakan
sentrifugal yang dikemukakan oleh
Daljoeni (1998,hlm.204) yaitu :
1) Adanya gangguan yang berulang
seperti macetnya lalu lintas, polusi, dan
gangguan bunyi menjadikan penduduk
kota merasa tak enak bertempat tinggal
di kota.
2) Sewa tanah yang jauh lebih murah jika
dibandingkan dengan di tengah kota.
3) Gedung-gedung bertingkat di tengah
kota tak mungkin lagi diperluas.
4) Perumahan didalam kota pada
umumnya serba sempit, kuno dan tak
sehat, sebaliknya rumah-rumah yang
dapat dibangun di luar kota dapat
diusahakan luas, sehat dan bermodel
mutakhir.
Dampak dari banyaknya kebutuhan
pemukiman penduduk dan minimnya lahan
di perkotaan menyebabkan konversi lahan
di daerah pinggiran kota sekarang.
Kemudian. Menurut (Yunus,2008,hlm.65)
ada beberapa macam kekuatan penarik
gerakan sentrifugal yaitu : (1) rendahnya
kepadatan penduduk, (2)rendahnya
kepadatan pemukiman, (3)rendahnya
polusi udara, (4)rendahnya polusi air,
4 | Anggraini, dkk.
Sebaran Nilai Lahan Tahun 2009 – 2014 di Kecamatan Katapang Kabupaten Bandung
http://antologi.upi.edu/index.php/main/antologi/B035
(5)rendahnya kepadatan lalu lintas,
(6)banyaknya udara, (7)rendahnya harga
lahan.
Dalam Jurnal Ilmiah Pendidikan
Geografi IKIP Veteran Semarang Vol 2 No.
1 Oktober 2014 menjelaskan keterbatasan
lahan di perkotaan menyebabkan kota
berkembang ke arah pinggiran kota.Terkait
dengan penggunaan lahannya, daerah
pinggiran kota merupakan wilayah yang
banyak mengalami perubahan penggunaan
lahan terutama perubahan penggunaan
lahan pertanian menjadi non pertanian yang
disebabkan adanya pengaruh
perkembangan kota di dekatnya dan
wilayah pinggiran kota masih memiliki
lahan yang masih luas.
Hal ini terjadi di Kecamatan
Katapang Kabupaten Bandung, alih fungsi
lahan sawah ke penggunaan lahan untuk
pemukiman tidak terhindarkan. Arah
perubahan ini secara langsung atau tidak
langusng akan berdampak terhadap
pergeseran kondisi ekonomi tata ruang
pertanian,prioritas-prioritas pembangunan
sektor pertanian dalam wilayah lokal dan
nasional. Kenaikan jumlah penduduk pada
Tahun 2009-2014 mengakibatkan alih
fungsi lahan dari pertanian ke pemukiman,
hal ini tidak dapat dicegah karena
masyarakat membutuhkan tempat tinggal
semakin tingginya pemintaan lahan maka
harganya pun akan semakin tinggi.
Nilai lahan menurut Chapin dalam
Jayadinata (1986,hlm28) menggolongkan
kedalam tiga kelompok, yaitu nilai yang
mempunyai :
1. Nilai keuntungan, yang dihubungkan
dengan tujuan ekonomi dan yang dapat
dicapai dengan jual-beli tanah di
pasaran bebas.
2. Nilai kepentingan umum, yang
berhubungan dengan pengaturan untuk
masyarakat umum dalam perbaikan
kehidupan masyarakat.
3. Nilai sosial, yang merupakan hal yang
mendasar bagi kehidupandan yang
dinyatakan oleh penduduk dengan
perilaku yang berhubungan dengan
pelestrian,tradisi,kepercayaan,dan
sebagainya.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode survei. Metode
penelitian survei berarti metode
pemeriksaan dan pengukuran metode
penelitian yang dilakukan untuk
mengadakan pemeriksaan dan pengukuran-
pengukuran terhadap gejala empirik yang
berlangsung dilapangan atau dilokasi
penelitian (Fathoni,2005,hlm.100)
Menggunakan metode survey dapat
menjelaskan pendapat dari masyarakat
sekitar mengenai perkembangan nilai lahan
di Kecamatan Katapang Kabupaten
Bandung. Pengambilan sampel yang
dilakukan dilakukan secara menyeluruh
tersebar di setiap desa di Kecamatan
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2016 | 5
http://antologi.upi.edu/index.php/main/antologi/B035
Katapang meskipun dengan keterwakilan.
Metode ini dilakukan dengan beberapa
tahapan yakni antara lain: 1)Pra survei,
dilakukan dengan cara mengumpulkan
data-data sekunder khususnya data jumlah
penduduk pada tahun 2009-2014 yang ada
di Kecamatan Katapang Kabupaten
Bandung hal ini dilakukan untuk
pengambilan sampel sampel wilayah dan
penduduk, 2) setelah mendapatkan data
sekunder penduduk di Kecamatan
Katapang Kabupaten Bandung dilakukan
pembagian responden setiap kelurahan
dengan menggunakan rumus Dixon dan
B.leach untuk mengetahui jumlah sampel
yang akan dijadikan sebagai responden agar
pembagian responden tersebar secara
merata karena jumlah penduduk di setiap
kelurahan berbeda. Adapun sampel
penduduk untuk penelitian ini dapat dilihat
pada tabel 1.
Tabel 1 Jumlah Sampel Penduduk
No Nama Desa JumlahSample
(Responden)
1 Gandasari 10 2 Katapang 9 3 Cilampeni 14 4 Pangauban 9 5 Banyusari 5
6 Sungkanhurip 16
7 Sukamukti 8 Jumlah Sampel 71
Sumber : Hasil Penelitian 2016
Tahapan selanjutnya yaitu tahap teknik
analisa data, untuk mengetahui rumusan
masalah pertama menggunakan analisa
persentase agar dapat diketahui kenaikan
harga lahan selama 5 tahun terakhir dan
untuk mengetahui rumusan masalah kedua
yaitu faktor dominan dengan hubungan
variabel dengan membagi 5 katagori
perkembangan nilai lahan yaitu lambat,
agak lambat, sedang, agak cepat dan cepat,
hasil katagori tersebut didapat dari interval
selisih nilai yang paling tinggi dengan
selisih nilai yang paling rendah di
Kecamatan Katapang,
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Daerah Penelitian
Kecamatan Katapang secara
geografis terletak di Kabupaten Bandung
provinsi Jawa Barat Republik Indonesia,
kecamatan yang memliki 119 RW ini
memiliki luas daerah 1.519,60 ha atau
15,20 m2, kecamatan katapang merupakan
daratan rendah yang tidak berbukit dengan
ketinggian rata-rata antara 650 sampai 700
dari permukaan laut, dengan memiliki
curah hujan antara 200-240C.(Kecamatan
Katapang Dalam Angka 2014). Kecamatan
katapang juga dilalui oleh sungai
terpanjang di Jawa Barat yaitu sungai
Citarum, dengan adanya sungai Citarum
sangat menguntungkan terhadap tingkat
perindustrian warga setempat. Berikut
merupakan batasan wilayah di Kecamatan
Katapang:
6 | Anggraini, dkk.
Sebaran Nilai Lahan Tahun 2009 – 2014 di Kecamatan Katapang Kabupaten Bandung
http://antologi.upi.edu/index.php/main/antologi/B035
a. Sebelah Utara berbatasan dengan
kecamatan Margahayu dan
Margaasih Kabupaten Bandung
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan
Kecamatan Pameungpeuk dan
Kecamatan Cangkuang Kabupaten
Bandung
c. Sebelah Barat berbatasan dengan
Kecamatan Kutawaringin dan
Soreang Kabupaten Bandung
d. Sebelah Timur berbatasan dengan
Kecamatan Pameungpeuk dan
Kecamatan Baleendah Kabupaten
Bandung.
Kelurahan yang memiliki jumlah
penduduk yang sangat banyak adalah
Kelurahan Cilampeni, Kelurahan cilampeni
termasuk kedalam daerah industri oleh
sebab itu mata pencaharian yang dimiliki
oleh masyarakat sekitarnya yaitu buruh
pabrik, banyaknya buruh pabrik yang ada
mengakibatkan lahan-lahan kosong
ataupun pertanian yang masih di sekitar
pabrik dialihfungsikan untuk daerah
pemukiman sehingga mulai banyak
bermunculan pemukiman-pemukiman di
daerah industri tersebut. Pada tabel 2
dijelaskan jumlah penduduk dan luas
wilayah per kelurahan
Tabel 2 Jumlah penduduk dan Luas Wilayah
Kelurahan
Sumber:Monografi Kecamatan Katapang 2014
Kecamatan Katapang termasuk
kedalam daerah pinggiran Kota Bandung,
hal ini berdampak kepada perubahan lahan.
yang sering dilakukan oleh masyarakat
akhirnya mengubah lahan tersebut, karena
penggunaan lahan bersifat dinamis dan
perubahannya cenderung mengarah ke
penggunaan lahan yang akan memberikan
keuntungan yang lebih tinggi maka banyak
lahan pertanian dialih fungsikan menjadi
lahan pemukiman.
Banyaknya permintaan mengakibatkan
kenaikan harga lahan di setiap tahunnya
dan hal ini pun terjadi di Kelurahan lain.
Adapun rincian kenaikan harga lahan
minimum dapat dilihat pada gambar 1 dan
gambar 2.
No Kelurahan
Jumlah
penduduk
2014 (jiwa)
Luas
wilayah
(ha)
1 Gandasari 17.318 160,4
2 Katapang 15.532 216,9
3 Cilampeni 23.072 207,9
4 Pangauban 16.393 155,2
5 Banyusari 7.970 169,2
6 Sungkanhurip 27.939 307
7 Sukamukti 14.748 303
Jumlah Total 122.973 1.519,60
7 | Nama Jurnal/Volume/Nomor Edisi/Bulan/Tahun
Gambar 1 Peta harga lahan minimum tahun 2009-2014
Gambar 2 Peta harga lahan maksimum tahun 2009-2014
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2016 | 7
http://antologi.upi.edu/index.php/main/antologi/B035
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel 3 yang menjelaskan harga minimum
dan maksimum pada tahun 2009-2014 per
kelurahan diketahui bahwa harga paling
minimum pada tahun 2009 ditempati oleh
Kelurahan Katapang dan pada tahun 2009-
2014 ditempati oleh Kelurahan Katapang
dan harga maksimum pada tahun 2009 dan
2014 berada di Kelurahan Banyusari, hal ini
dikarenakan Kelurahan Banyusari masih
memiliki luas lahan yang kosong yang
masih banyak dibandingkan dengan daerah
lainnya sehingga banyaknya peminat
beralih ke daerah Kelurahan Banyusari.
Tabel 3.Harga Minimum dan Maksimum di Kecamatan Katapang
No Kelurahan Harga Minimum Harga Maksimum
2009 2014 2009 2014
1 Gandasari 200.000 520.000 214.300 571.450
2 Cilampeni 142.800 345.600 285.700 535.700
3 Pangauban 170.800 375.500 250.000 500.000
4 Sangkanhurip 110.000 380.000 178.000 500.000
5 Sukamukti 115.000 330.700 142.900 464.600
6 Katapang 120.500 340.400 142.900 464.600
7 Banyusari 122.700 340.400 137.900 428.600 Sumber: Hasil Penelitian 2016
Pada tabel 4 dan gambar 3 merupakan hasil
dari kenaikan harga lahan di setiap
kelurahan yang ada di Kecamatan Katapang
Kabupaten Bandung, hasil ini didapat dari
jumlah rata-rata kenaikan minimum dan
jumlah rata-rata maksimum di setiap
kelurahan kemudian akan didapat hasil
seperti tabel 4 dan gambar 3 menjelaskan
kenaikan harga lahan berdasarkan
klasifikasi kelas. .
Tabel 4 . Kenaikan Harga Lahan Berdasarkan Persentase
No Kelurahan Kenaikan (%)
1 Katapang 223%
2 Gandasari 218%
3 Sukamukti 216%
4 Banyusari 198%
5 Sangkanhurip 197%
6 Cilampeni 99,50%
7 Pangauban 97,50%
Sumber:HasilPenelitian2016
8 | Nama Jurnal/Volume/Nomor Edisi/Bulan/Tahun
Gambar 3 Peta Kenaikan Harga Lahan Berdasarkan Klasifiaksi
Hubungan Variabel Dengan Kenaikan Nilai Lahan
Untuk mengetahui pengaruh
perubahan nilai lahan dengan kondisi
faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan
harga lahan maka penulis membagi menjadi
lima katagori yaitu: Lambat, Agak Lambat,
Sedang, Agak Cepat dan Cepat. Kategori
ini didapat berdasarkan hasil perhitungan
selisih harga lahan yang paling rendah
dengan yang paling tinggi. Didapat bahwa
selisih harga lahan terendah di Kecamatan
Katapang senilai Rp. 201.300 dan selisih
harga lahan tertinggi yaitu senilai
Rp.357.150,maka untuk mengetahui
intervalnya menggunakan rumus :
Interval = (357.150 – 201.300) /5
= 155.850 / 5
= 31.170
Dapat dilihat pada tabel 5 klasifikasi kelas
dengan harga lahan yang telah dihitung dan
dibagi sesuai dengan rumus interval.
Tabel 5 Klasifikasi Kelas Harga Lahan
Sumber: Hasil Penelitian 2016
No Harga Lahan Klasifikasi kelas
1 Rp.201.300 - Rp.232.470 Lambat
2 Rp. 232.471 – Rp. 263.641 Agak Lambat
3 Rp. 263.642 – Rp 294.812 Sedang
4 Rp. 294.813 – Rp. 325.983 Agak Cepat
5 Rp. 325.984 – Rp 357.154 Cepat
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2016 | 9
http://antologi.upi.edu/index.php/main/antologi/B035
Dari semua kelurahan yang ada di
Kecamatan Katapang kenaikan harga lahan
yang paling tinggi yaitu Kelurahan
Katapang ini disebakan karena lokasi
Katapang sendiri berada di dekat dengan
kantor Kecamatan sehingga aksesibilitas
dan fasilitas pun lebih lengkap
dibandingkan daerah yang jauh dengan
Kecamatan disamping itu lokasi yang dekat
dengan jarak ke tempat kerja sehingga
banyak para pekerja yang mencari tempat
tinggal didaerah kelurahan tersebut
meskipun kondisi jalan di Kelurahan
Katapang tidak terlalu baik tetapi hal ini
tidak mempengaruhi penurunan harga
lahan. Posisi kedua ditempati oleh
Kelurahan Gandasari yang berlokasi
berdekatan dengan Pusat Kabupaten
Bandung, banyaknya lahan yang kosong
serta pertanian dialih fungsikan menjadi
perumahan karena dari segi ekonomi lebih
menguntungkan sehingga munculnya
perumahan-perumahan baru kebutuhan
akan lahan yang terus meningkat
menyebabkan harga lahan mengalami
peningkatan setiap tahunnya.
Kelurahan Sukamukti berada di
posisi ketiga hal ini dikarenakan karena
masih banyaknya lahan yang kosong dan
harga yang masih murah dibandingkan
dengan daerah lainnya akhirnya banyak
yang memilih untuk tinggal di daerah
Sukamukti, faktor yang menyebabkan
kenaikan harga lahan di daerah ini yaitu
lokasi yang bebas banjir, lebar jalan,
jaringan air bersih menyebabkan kenaikan
harga lahan yang terjadi. Kenaikan harga
lahan yang ada di posisi keempat yaitu
Kelurahan Banyusari tidak jauh berbeda
dengan daerah lainnya, masih adanya lahan
kosong menyebabkan banyaknya para
peminat tetapi faktor yang mempengaruhi
di daerah ini yaitu jaringan air bersih,
sarana kebersihan.
Kelurahan Sangkanhurip, Cilampeni,
Pangauban termasuk kedalam katagori
yang mengalami kenaikan harga lahan yang
lambat hal ini dikarenakan lahan untuk
pemukiman sudah sangat minim, ketiga
daerah ini merupakan daerah yang
digunakan sebagai kegiatan industri,
banyak pabrik-pabrik didirikan di daerah
ini, sehingga lahan pun lebih banyak
diperuntukan untuk kegiatan industri.
Sesuai dengan Jurnal SMARTEK no 8
Nopember 2010 yang menjelaskan bahwa
faktor kenaikan harga lahan dapat
dipengaruhi oleh Faktor Fisik (suhu,
kemiringan tanah,desain bangunan,bebas
banjir,Faktor Ekonomi (jumlah penduduk,
kepadatan penduduk, tingkat pendidikan,
tingkat keamanan), Aksesibilitas
(ketersediaan transportasi, kondisi jalan,
lebar jalan, jarak ke pusat kota, jarak ke
tempat kerja,jarak ke tempat perbelanjaan),
10 | Anggraini, dkk.
Sebaran Nilai Lahan Tahun 2009 – 2014 di Kecamatan Katapang Kabupaten Bandung
http://antologi.upi.edu/index.php/main/antologi/B035
Ketersediaan Fasilitas (jaringan air bersih,
jaringan listrik, jaringan telepon). Dari
semua variabel yang telah dianalisis maka
faktor dominan kenaikan harga lahan yang
terjadi di daerah Kecamatan Katapang
Kabupaten Bandung sesuai dengan Jurnal
SMARTEK no 8 Nopember 2010 yaitu
tingkat keamanan, jarak tempat kerja,
tempat pembelanjaan, jumlah kepadatan
penduduk.
Pada Tabel 6 menjelaskan hubungan antar
klasifikasi yang telah dibagi menjadi 5
bagian dengan variabel penelitian yang
diambil dari Jurnal SMARTEK no 8
Nopember 2010.
Tabel 6 Hubungan Antara Klasifikasi dan Variabel
No Klasifikasi Variabel
1 Lambat
2 Agak
Lambat
Kontur
Kondisi Ekonomi
Sarana Pendidikan
3 Sedang
Suhu
Letak Lahan
Pelayanan Kesehatan
4 Agak cepat
Bebas banjir
Bangunan permanen
Transportasi
Jarak ke kabupaten
Lebar jalan
Jaringan air bersih
Jaringan komunikasi
Sarana kebersihan
5 Cepat
Tingkat Keamanan
Jarak ke tempat kerja
Tempat pembelanjaan
Jumlah kepadatan penduduk
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2016 | 11
http://antologi.upi.edu/index.php/main/antologi/B035
Sumber : Hasil Penelitian 2016
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan
dapat dikemukakan kesimpulan bahwa
sebaran kenaikan harga lahan di Kecamatan
Katapang rata-rata mengalami kenaikan.
Kenaikan yang paling tinggi terjadi di
daerah Kelurahan Katapang, hal ini
dikarenakan posisi daerah Katapang dekat
kawasan industri. Banyaknya masyarakat
yang mayoritas bermata pencaharian
sebagai buruh pabrik mengakibatkan para
pekerja mencari tempat tinggal di daerah
sekitaran kawasan industri, daerah
Kelurahan Katapang sendiri masih
memiliki lahan yang masih kosong
sehingga banyaknya permintaan sebagai
lahan pemukiman,permintaan yang terus
meningkat berdampak kepada harga lahan
yang ikut naik di sekitar daerah tersebut.
Disamping itu dengan munculnya
pabrik akan diiringi dengan perkembangan
di daerah sekitarnya seperti adanya pasar,
tempat perbelanjaan yang muncul sehingga
fasilitas pun lebih lengkap dibandingkan
dengan wilayah lain. Sedangkan daerah
yang mengalami kenaikan secara rendah
yaitu Kelurahan Panguban, hal ini
disebabkan karena daerah Pangauban
memiliki jumlah penduduk yang cukup
padat,banyaknya lahan yang telah
dialihfungsikan dari pertanian ke
pemukiman padat sehingga lebar jalan pun
menjadi sempit.
Fasilitas yang kurang memadai seperti
aksesibilitas yang cukup jauh ke Kabupaten
Bandung menjadikan Kelurahan
Pangauban tidak mengalami kenaikan yang
signifikan setiap tahunnya dibandingkan
dengan daerah lainnya seperti Katapang,
Cilampeni, Gandasari. Ketersediaan
fasilitas di Kecamatan Katapang khusunya
untuk kesehatan seperti puskesmas
sangatlah minim, dari satu kecamatan
hanya ada 5 puskesmas hal ini
menyebabkan masyarakat harus pergi ke
desa lain untuk menuju puskesmas.
DAFTAR PUSTAKA
Daldjoeni .(1996). Geografi Kota dan
Desa. Alumni: Bandung
Fathoni Abdurrahmat. (2006). Metode
Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi.
Rineka Cipta: Jakarta
Jayadinata,Johara T .(1999). Tata Guna
Tanah dalam Perencanaaan
pedesaan, perkotaan, dan
wilayah.ITB: Bandung
Jurnal Ilmiah Pendidikan Geografi IKIP
Veteran Semarang Vol 2 No. 1
Oktober 2014
Jurnal SMARTEK no 8 Nopember 2010
12 | Nama Jurnal/Volume/Nomor Edisi/Bulan/Tahun
http://antologi.upi.edu/index.php/main/antologi/B035
Monografi Kecamatan Katapang 2014
Kecamatan Katapang Dalam Angka 2014
Komarudin.(2000).Menelusuri pembangunan
perumahan dan permukiman, PT
Rakasindo: Jakarta
Reksohadiprodjo,Sukanto & Karseno,a.r
.(1985).Ekonomi perkotaan . BPFE:
Yogyakarta
Yunus,Hadi Sabari.(2008).Dinamika
wilayah peri-urban determinan masa
depan kota,Pustaka pelajar:
Yogyakarta