Se/asa C)Rabu Jumat • Sabtu I ( 1 2 .) 20 22 Mei C-JIIIl...

2
/ Se/asa C) Rabu I ( 1 2 3 4 ,. 6 7 .) \ 17 18 19 20 21 22 :' Kal11is 89 23 24 10 25 Mei C-JIIIl Jul Jumat Sabtu 0 Minggu 11 26 13 14 15 16 @ 29 30~1) o OktC>!!?_~ ~=-s // 12 27 Ags Sep Politilt yang Bising E UFORIA politisi yang memainkan perannya sejak reformasi 1998 begitu cair, bebas, dominan, bahkan menjadi satu korporasi elite tersendiri yang luar biasa dan telah melewati batas-batas nalar dan nurani yang wajar. Praktik politik teramat jauh berbeda dengan ilmu politik itu sendiri. Kegaduhan dan atau konflik kepentingan semakin mengemuka dan telanjang. Di era reformasi, kebebasan politik identik dengan hasrat politik yang sungguh kemaruk. Me- langgar semua rambu-rambu perpolitikan (hukum, etika sosial, dan moralitas) sedemiki- an rupa, sehingga tercerabut dari hakikat politik itu sendiri. Politik yang seyogianya mem- berikan solusi pencerahan, ke- damaian, dan menyejahterakan rakyat, jauh panggang dari api. Kegaduhan politisi yang se- makin hari sangat masif ditam- pilkan berbagai media (massa dan jejaring sosial), rumor poli- tik sedemikian buruk, penuh re- kayasa, jahat, destruktif. Sangat jauh dari harapan rakyat. Setelah pemilu berlangsung, (pilpres, pilkada, pemilu DPR/ DPRD) keharmonisan saat kampanye dan pemilihan, berubah cepat setelah terpilih dan membuat benteng politik sendiri. Politik akhirnya sekadar sebuah transaksi dan komoditas. Kondisi ini tidak hanya membuat gaduh, tetapi bising dan mengundang kegeraman rakyat yang luar bi- asa. Bahkan telah melahirkan berbagai gerakan sosial, demonstrasi, unjuk rasa anar- kistis, tindak kejahatan se- makin marak. Demokrasi semu Praktik bising politisi yang terjadi di Senayan bisa jadi miniatur kebisingan lainnya di daerah-daerah. Karena Jakar- ta sebagai pusat segala kekua- saan dan bisnis, dengan du- kungan teknologi komunikasi dan informasi yang luar biasa, maka kebisingan dan konflik ----~~~--~~--~~--~----------- kepentingan para politisi di. Senayan lebih lengkap dan menarik perhatian rakyat. Ko- munitas politisi dan elite birokrasi seakan menjadi pemi- lik tunggal demokrasi yang penuh dengan arogansi kekuasaan tanpa etika dan moralitas. Praksis demokrasi mengalami distorsi makna yang luar biasa dan rakyat hanya menjadi penonton yang dipaksa harus menikmati. Memilih pemimpin secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum merupakan salah satu pembelajaran prak- tik demokrasi. Namun sayang, demokrasi baru sekadar praktik pemilihan oleh rakyat untuk melahirkan para politisi yang tak memiliki ikatan batin de- ngan rakyat. Konflik agraria, liberalisasi ekonomi, industri tidak hanya melahirkan praktik KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) di kalangan para elite penguasa dan politisi, tetapi sekaligus menciptakan kemiskinan dan pengangguran yang luar biasa di masyarakat. Ironisnya, para politisi bu- suk ini terus-menerus bersilat lidah mencari alibi untuk me- nyiasati penegakan hukum. Yang sangat menyedihkan adalah bagimana lembaga ne- gara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif), sadar atau tidak, telah bersama-sama bersinergi dan . terstruktur melakukan pembusukan politik. Kasus-ka- sus besar di sekitar Senayan, antara lain prokontra renovasi ruang rapat DPR; M Nazamdin, Bank Century, cek pelawat, dsb., benar-benar menjadi tontonan yang me- ngundang hujatan dan umpatan rakyat yang luar biasa I( lip j n g Hum Cl 5 Unp Cl d 2012 Suw ndl S Jlilart a Komunikasi Politik dan Ketua Jurusan Humas di Fikom Unpad masif. DPR yang semestinya menjalankan fungsi penga- wasan, malah sebaliknya. Komunikasi perlawanan Di tengah maraknya irasio- nalitas politik demikian, tentu tidak hanya diperlukan kritik. Harus dilakukan komunikasi perlawanan. Hal ini menjadi penting, karena dua bentuk gerakan komunikasi sosial ini akan bermuara pada peruba- han demi eksistensi NKRI. Para elite inasyarakat informal (tokoh-tokoh masyarakat, me- dia massa, ormas, dsb.) yang berada di luar kekuasaan dan birokrasi, mesti duduk bersama merumuskan berbagai langkah strategis untuk melakukan kri- tik dan komunikasi perlawanan tanpa tindakan anarki. Wacana dan komitmen bersama hams terus diproduksi dan direpro- duksi untuk mengingatkan politisi dan birokrat bermasalah. Juga meningkat- kan pemberdayaan ekonomi dan kesadaran politik rakyat untuk tidak lagi tergiur iming- iming ala kadarnya. Kebohongan dan tindakan politik kontraproduktif di era reformasi ini, membuat rakyat muak dan bosan. Para aktor politik yang hanya pandai beretorika dan rakus akan kuasa dan materi (politics is only talking and taking), seyo- gianya diingatkan terus dan atau dipaksa untuk mundur. Ji- ka tidak, persoalan akan men- jadi akumulasi dan menjadi born waktu yang setiap saat meledak. Aksi demo atas penyerobotan tanah rakyat, Bi- ma, Freeport, dan Mesuji, dan aksi-aksi lainnya, hanyalah rep- resentasi keeil dari wujud kritik dan perlawanan komunikasi

Transcript of Se/asa C)Rabu Jumat • Sabtu I ( 1 2 .) 20 22 Mei C-JIIIl...

/ Se/asa C)RabuI( 1 2 3 4 ,. 6 7.)

\ 17 18 19 20 21 22

:' Kal11is

8 923 24

1025

Mei C-JIIIl Jul

Jumat • Sabtu 0 Minggu

1126

13 14 15 16

@ 29 30~1)

oOktC>!!?_~ ~=-s//

1227

Ags Sep

Politilt yang BisingEUFORIA politisi yang

memainkan perannyasejak reformasi 1998

begitu cair, bebas, dominan,bahkan menjadi satu korporasielite tersendiri yang luar biasadan telah melewati batas-batasnalar dan nurani yang wajar.Praktik politik teramat jauhberbeda dengan ilmu politik itusendiri. Kegaduhan dan ataukonflik kepentingan semakinmengemuka dan telanjang. Diera reformasi, kebebasan politikidentik dengan hasrat politikyang sungguh kemaruk. Me-langgar semua rambu-rambuperpolitikan (hukum, etikasosial, dan moralitas) sedemiki-an rupa, sehingga tercerabutdari hakikat politik itu sendiri.Politik yang seyogianya mem-berikan solusi pencerahan, ke-damaian, dan menyejahterakanrakyat, jauh panggang dari api.Kegaduhan politisi yang se-makin hari sangat masif ditam-pilkan berbagai media (massadan jejaring sosial), rumor poli-tik sedemikian buruk, penuh re-kayasa, jahat, destruktif. Sangatjauh dari harapan rakyat.

Setelah pemilu berlangsung,(pilpres, pilkada, pemilu DPR/DPRD) keharmonisan saatkampanye dan pemilihan,berubah cepat setelah terpilihdan membuat benteng politiksendiri. Politik akhirnyasekadar sebuah transaksi dankomoditas. Kondisi ini tidakhanya membuat gaduh, tetapibising dan mengundangkegeraman rakyat yang luar bi-asa. Bahkan telah melahirkanberbagai gerakan sosial,demonstrasi, unjuk rasa anar-kistis, tindak kejahatan se-makin marak.

Demokrasi semuPraktik bising politisi yang

terjadi di Senayan bisa jadiminiatur kebisingan lainnya didaerah-daerah. Karena Jakar-ta sebagai pusat segala kekua-saan dan bisnis, dengan du-kungan teknologi komunikasidan informasi yang luar biasa,maka kebisingan dan konflik----~~~--~~--~~--~-----------

kepentingan para politisi di.Senayan lebih lengkap danmenarik perhatian rakyat. Ko-munitas politisi dan elitebirokrasi seakan menjadi pemi-lik tunggal demokrasi yangpenuh dengan arogansikekuasaan tanpa etika danmoralitas. Praksis demokrasimengalami distorsi maknayang luar biasa dan rakyathanya menjadi penonton yangdipaksa harus menikmati.

Memilih pemimpin secaralangsung oleh rakyat melaluipemilihan umum merupakansalah satu pembelajaran prak-tik demokrasi. Namun sayang,demokrasi baru sekadar praktikpemilihan oleh rakyat untukmelahirkan para politisi yangtak memiliki ikatan batin de-ngan rakyat. Konflik agraria,liberalisasi ekonomi, industritidak hanya melahirkan praktikKKN (korupsi, kolusi, dannepotisme) di kalangan paraelite penguasa dan politisi,tetapi sekaligus menciptakankemiskinan dan pengangguranyang luar biasa di masyarakat.

Ironisnya, para politisi bu-suk ini terus-menerus bersilatlidah mencari alibi untuk me-nyiasati penegakan hukum.Yang sangat menyedihkanadalah bagimana lembaga ne-gara (eksekutif, legislatif, danyudikatif), sadar atau tidak,telah bersama-sama bersinergidan . terstruktur melakukanpembusukan politik. Kasus-ka-sus besar di sekitar Senayan,antara lain prokontra renovasiruang rapat DPR; MNazamdin, Bank Century, cekpelawat, dsb., benar-benarmenjadi tontonan yang me-ngundang hujatan danumpatan rakyat yang luar biasa

I( lip j n g Hum Cl 5 U n p Cl d 2 0 1 2

Suw ndl S Jlilart aKomunikasi Politik

dan Ketua Jurusan Humasdi Fikom Unpad

masif. DPR yang semestinyamenjalankan fungsi penga-wasan, malah sebaliknya.Komunikasi perlawananDi tengah maraknya irasio-

nalitas politik demikian, tentutidak hanya diperlukan kritik.Harus dilakukan komunikasiperlawanan. Hal ini menjadipenting, karena dua bentukgerakan komunikasi sosial iniakan bermuara pada peruba-han demi eksistensi NKRI. Paraelite inasyarakat informal(tokoh-tokoh masyarakat, me-dia massa, ormas, dsb.) yangberada di luar kekuasaan danbirokrasi, mesti duduk bersamamerumuskan berbagai langkahstrategis untuk melakukan kri-tik dan komunikasi perlawanantanpa tindakan anarki. Wacanadan komitmen bersama hamsterus diproduksi dan direpro-duksi untuk mengingatkanpolitisi dan birokratbermasalah. Juga meningkat-kan pemberdayaan ekonomidan kesadaran politik rakyatuntuk tidak lagi tergiur iming-iming ala kadarnya.

Kebohongan dan tindakanpolitik kontraproduktif di erareformasi ini, membuat rakyatmuak dan bosan. Para aktorpolitik yang hanya pandaiberetorika dan rakus akankuasa dan materi (politics isonly talking and taking), seyo-gianya diingatkan terus danatau dipaksa untuk mundur. Ji-ka tidak, persoalan akan men-jadi akumulasi dan menjadiborn waktu yang setiap saatmeledak. Aksi demo ataspenyerobotan tanah rakyat, Bi-ma, Freeport, dan Mesuji, danaksi-aksi lainnya, hanyalah rep-resentasi keeil dari wujud kritikdan perlawanan komunikasi

dari persoalan besar bangsa ini.Pendulum demokrasi dikua-

sai dan dikooptasi oleh paraelite politisi di semua lini dandikonstruksi sesuai kepenting-an dan selera mereka. Para fil-suf politik (Cicero, Aristoteles,Socrates, Kant) telah mengi-ngatkan pentingnya etika danmoral dalam relasi rakyat-ne-gara. Demokrasi menjadi kon-traproduktif, jika hanya meng-untungkan para elite danbirokrat dan membiarkandemokrasi mengalami pem-busukan, tanpa nurani danmoralitas.

Bahkan, menurut Piliang(2011), iklim demokrasi di atastubuh bangsa akhir-akhir inimenampakkan watak anomali;ditunjukkan oleh sikap, peri-laku, dan tindakan elite politikyang kian kehilangan maknasejati sebagai manusia berkua-litas lahir dan batin, kecuali ide-ologi materialistis. Mesindemokrasi yang mestinyadibangun oleh kekuatan piki-ran, perasaan, pengetahuan,dan intelektualitas, dikuasaimesin-mesin citra, tontonan,dan teater politik di atas pang-gung "masyarakat tontonanpolitik" (society of politicalspectacle) yang menyuguhkananeka artifisialitas, banalitas,dan distorsi. Pilar penyanggaarsitektur demokrasi kini kiankeropos bukan karena keku-atan eksternal, tetapi ulah par-asit internal elite politik.

Robert M Entman dalamDemocracy Without Citizens(1989), menyatakan bahwa ke-bebasan media mestinya men-dorong demokrasi denganmenstimulasi kepentingan poli-tik warga melalui suplai infor-masi cerdas dan kritis untukmenjaga akuntabilitas peme-rintah. Akan tetapi, selera ren-dah politik (political kitsch)yang terbangun dalam simbio-sis elite politik dan mediajustrumenggiring wacana politikyang irasional clan immoral.

Jika kebisingan politik takju-ga mampu dikelola melalui kri-

tik dan komunikasi per-lawanan, maka konflik politik,sosial, ekonomi, hukum akanterus berkecamuk. Jika di-biarkan hal ini berpotensibermuara pada aksi sosialberdarah-darah dan memakannyawa rakyat (kembali).Sayangnya, saat ini masih saja

.konflik dijadikan taktik danstrategi para elite tertentu un-tuk meraih kekuasaan. Terma-suk membiarkan dan atau me-ngorbankan nyawa rakyat.Kondisi ini diakui Karl Marx,Ralf Dahrendorf, dan FriedrichEngel bahwa sejarah semuamasyarakat dulu hingga saat iniadalah sejarah perjuangan ke-las, masyarakat manusiamenyudahi konflik melaluikonflik. Maka kebisingan poli-tik sebagai embrio konflik, akanmudah dicermati dan dikelola,jika kualitas SDM politisimeningkat dalam hal komit-men, etika sosial, dan morali-tas. Rakyat merasakan peruba-han dalam urusan pendidikan,perut, pekerjaan dan kese-jahteraan. Semoga praktik poli-tik tidak mengalami dehuma-nisasi dan semata menjadi ko-moditas tunggal politisi danbirokrat. ***