SDS PAGE

download SDS PAGE

of 34

Transcript of SDS PAGE

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangDi era globalisasi seperti saat ini, kehidupan menjadi semakin kompleks. Kemajuan tekhnologi telah membawa kita pada permasalahan-permasalahan yang membutuhkan solusi tepat sebagai upaya untuk menjalani kehidupan menjadi lebih baik. Adanya kemajuan tekhnologi tersebut, juga membawa kita pada suatu sistem kehidupan yang penuh dengan kewaspadaan, terutama dalam hal makanan dan minuman.Manusia sebagai salah satu makhluk hidup ciptaan Allah SWT selalu membutuhkan bahan pangan untuk kelangsungan hidupnya. Bahan pangan ini dapat bersumber dari tumbuhan dan hewan. Bahan pangan yang dimaksud adalah bahan pangan yang mengandung sejumlah komponen (zat makanan) yang digolongkan menjadi enam kelompok, salah satunya adalah protein. Jumlah dan susunan zat makanan ini tidak sama untuk semua bahan pangan, tergantung pada jenis maupun keadaan bahan pangan seperti spesies, varietas, umur, kondisi pemeliharaan dan lain sebagainya. Menurut Winarno (2002), protein merupakan salah satu unsur dalam makanan yang terdiri dari asam-asam amino yang sangat dibutuhkan bagi tubuh. Sumber-sumber protein sendiri terdiri dari dua macam yaitu protein nabati dan hewani, namun protein yang berasal dari hewan yang dalam hal ini adalah daging merupakan penghasil protein terbesar. Terdapat berbagai macam jenis daging hewan yang mengandung protein tinggi, salah satunya adalah daging sapi yang sering digunakan sebagai bahan utama dalam makanan. Daging adalah salah satu bahan pangan yang bernilai gizi tinggi karena kaya akan protein, lemak, mineral serta zat lainnya yang sangat dibutuhkan tubuh. Allah swt telah memberikan petunjuk-Nya kepada manusia tentang protein hewani khususnya yang berasal dari darat.

Allahlah yang menjadikan binatang ternak untuk kamu, sebagiannya untuk kamu kendarai dan sebagiannya untuk kamu makan. (QS. Al-Mumin [40]: 79) Dalam surat Al-Mumin ayat 79, Allah menjelaskan bahwa Allah menjadikan binatang ternak yang memiliki banyak manfaat bagi manusia diantaranya untuk dikendarai dan dimakan dagingnya (Aidh al-Qarni, 2007). Meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani menyebabkan jumlah pemotongan hewan ternak sapi meningkat, sehingga menyebabkan jumlah populasi sapi menurun dari tahun ke tahun yang pada akhirnya akan menyebakan berkurangnya pasokan daging sapi ke pasaran. Faktor inilah yang menyebabkan harga daging sapi menjadi mahal. Telah kita ketahui dengan jelas bahwa saat ini banyak terjadi permasalahan-permasalahan dalam hal memanfaatkan suatu daging sebagai bahan atau menjadikannya untuk berbagai produk makanan. Berbagai usaha telah dilakukan untuk mengantisipasi adanya kasus penghalalan produk makanan yang bahan dasarnya berasal dari daging atau suatu bagian dari hewan yang telah diharamkan oleh syariat Islam, salah satu contoh hewan tersebut adalah babi. Sampai saat ini, banyak terjadi kasus pencampuran daging sapi dengan daging babi yang dilakukan oleh oknum pedagang pasar untuk memperoleh keuntungan yang besar. Hal ini terjadi karena harga daging babi yang relatif lebih murah dan jika dilumuri dengan darah sapi, maka warna dan bau asli dari daging babi sulit dibedakan dari daging sapi yang sebenarnya secara kasat mata. Untuk itu perlu dilakukan suatu upaya untuk dapat mendeteksi keberadaan daging babi secara mudah dan cepat. Dari data statistik dapat diketahui bahwa pemotongan daging sapi dari tahun 1996 mengalami peningkatan sebesar 6,46% pertahun. Selain itu jumlah peternakan babi yang mencapai 379 jauh lebih tinggi dari peternakan sapi yang hanya berjumlah 64 ikut mendorong terjadinya kasus pencampuran daging sapi oleh daging babi. Islam telah memperhatikan dengan seksama kepada pemeluknya agar berhati-hati dalam memilih makanan dengan memperhatikan aspek halal dan haram serta baik untuk dikonsumsi bagi kesehatan. Persyaratan makanan yang baik (thayyib) menurut ilmu gizi ialah yang dapat memenuhi fungsi-fungsi yang telah dikemukakan oleh badan kesehatan internasional (WHO) yaitu memperbaiki kondisi manusia, baik jasmani, rohani maupun akal, sosial dan bukan semata-mata memberantas penyakit. Semakin banyak fungsi yang dapat dipenuhi oleh suatu bahan pangan, semakin baik sifatnya. Dari sudut pandang agama Islam, terdapat beberapa jenis makanan dan bahan makanan yang jelas-jelas haram dan tidak boleh dimakan. Sesungguhnya larangan terhadap bahan makanan tersebut adalah salah satu bentuk kasih sayang Allah SWT terhadap makhluk ciptaan-Nya, agar sehat baik jasmani maupun rohani (Minarno dan Hariani, 2008). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia dalam Purwaningsih (2005), Nomor 69 Tahun 1999 (PP 69/1999) tentang label dan iklan pangan dalam pasal 1 ayat 5 disebutkan bahwa pangan halal adalah pangan yang tidak mengandung unsur atau bahan yang haram atau dilarang untuk dikonsumsi umat islam, baik yang menyangkut bahan baku pangan, bahan tambahan pangan, bahan bantu dan bahan penolong lainnya termasuk bahan pangan yang diolah melalui proses pengolahan harus dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum agama Islam. Allah berfirman dalam Al-Quran yang berbunyi:

Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS. Al-Baqarah [2]: 168)Ayat 168 surat Al-Baqarah Allah menyuruh kepada setiap manusia untuk memakan makanan yang tidak hanya baik tetapi juga halal untuk dimakan. Menurut pandangan agama Islam, telah diketahui dengan jelas bahwa penggolongan makanan dan minuman yang halal dan haram secara tegas disebutkan dalam Al-Quran salah satunya adalah daging babi, yang dijelaskan pada surat Al-Maidah (5) ayat 3.

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi..... (QS Al-Maidah [5]: 3) Ayat tersebut juga telah menjelaskan keharaman memakan daging babi dengan alasan karena hewan tersebut kotor (najis). Pengharaman terhadap babi ini tidak hanya sebatas pada dagingnya, melainkan seluruh tubuh hewan tersebut. Secara medis, daging babi digolongkan sebagai makanan yang dapat membahayakan kesehatan karena daging babi mengandung benih-benih cacing pita dan cacing Trachenea lolipia. Cacing-cacing ini akan berpindah kepada manusia yang mengkonsumsi daging babi tersebut (Ahmad, 2008). Dalam meneliti ada atau tidak kandungan daging babi pada suatu bahan atau produk makanan, dapat dilakukan dengan identifikasi melalui lemak, protein dan DNAnya. Sampai saat ini telah banyak dikembangkan metode untuk mengidentifikasi adanya daging babi pada suatu produk makanan, meliputi metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) (Boes, 2000) dan Elektroforesa (Purwaningsih, 2005), sementara uji DNA babi dilakukan dengan bantuan alat PCR (Protein Chain Reaction (Boes, 2000). Metode KCKT tidak dapat digunakan apabila proteinnya sudah terdenaturasi atau sudah mengalami proses pemasakan. Metode PCR cukup handal untuk identifikasi keberadaan kontaminan daging babi pada berbagai produk sampai pada tingkat pencampuran diatas 5% (Boes, 2000), dan dapat digunakan untuk protein yang sudah terdenaturasi akan tetapi masih cukup mahal (Lawrie, 1991), sedangkan untuk metode elektroforesa cukup baik untuk pencampuran diatas 50%. Metode ini tidak mahal tetapi metodenya cukup rumit penyiapannya dan memakan waktu serta bahan kimia yang cukup banyak (Purwaningsih, 2005). Pada tahun 2004, Edy Susanto juga telah melakukan penelitian tentang pencampuran daging babi dengan daging sapi pada produk olahan yaitu daging bakso. Penelitian tersebut dilakukan melalui karakterisasi fraksi protein dengan menggunakan SDS-PAGE. Penelitian ini menggunakan tiga perlakuan yaitu, daging segar, daging rebus tanpa diolah dengan suhu pemanasan 90oC selama 15 menit, dan daging olahan berupa bakso. Konsentrasi kontaminasi daging babi yang digunakan adalah 100%, 50%, dan 25%. Penelitian ini masih terbatas pada konsentrasi kontaminan daging babi 25%. Oleh karena itu, kami akan melakukan percobaan analisis profil protein daging olahan yakni kornet dan sosis dengan menggunakan SDS-PAGE untuk mengetahui perbedaan antara protein babi dengan protein sapi. Sehingga dapat menentukan apakah dalam suatu produk daging olahan ada pencampuran daging.

B. Tujuan PenelitianMampu menganalisis protein daging olahan dengan menggunakan SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrylamide Gel Electrophoresis)

C. Rumusan Masalah

a. Apakah SDS-PAGE mampu menganalisa profil protein daging olahan?b. Apakah SDS-PAGE mampu membedakan profil potein daging olahan dari babi dan sapi?

D. Ruang Lingkup PenelitianPercobaan ini memberikan batasan pada analisa profil protein dari sosis babi dan kornet sapi.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Daging, Kornet Sapi, dan Sosis SapiDaging Sumber bahan pangan daging terdiri atas berbagai macam jenis, diantaranya sapi, kambing, domba, kerbau, babi, dan unggas. Semua daging yang segar merupakan sumber protein yang baik, vitamin B terutama niasin dan zat besi yang siap untuk dimanfaatkan. Daging adalah bahan pangan yang bernilai gizi tinggi karena kaya akan protein, lemak, mineral serta zat lainnya yang sangat dibutuhkan tubuh. Menurut Food and Drug Administration, daging merupakan bagian tubuh yang berasal dari ternak sapi, babi, atau domba yang dipotong dalam keadaan sehat dan cukup umur (Lawrie, 2003).Soeparno (1998), mendefinisikan daging sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Lawrie (1991), menambahkan daging sebagai sesuatu yang berasal dari hewan termasuk limpa, ginjal, otak serta jaringan lain yang dapat dimakan. Soeparno (2005), menjelaskan lebih lanjut keadaan fisik daging dapat dikelompokkan menjadi (1) daging segar yang dilayukan atau tanpa pelayuan, (2) daging yang dilayukan kemudian didinginkan (daging dingin), (3) daging yang dilayukan, didinginkan, kemudian dibekukan (daging beku), (4) daging masak, (5) daging asap, dan (6) daging olahan. Daging yang dapat dikonsumsi adalah daging yang berasal dari hewan yang sehat. Saat penyembelihan dan pemasaran berada dalam pengawasan petugas rumah potong hewan serta terbebas dari pencemaran mikroorganisme. Secara fisik, kriteria atau ciri-ciri daging yang baik adalah berwarna merah segar, berbau aromatis, memiliki konsistensi yang kenyal dan bila ditekan tidak terlalu banyak mengeluarkan cairan (Lawrie, 2003). Daging sebagai sumber protein hewani memiliki nilai hayati (biological value) yang tinggi, mengandung 19% protein, 5% lemak, 70% air, 3,5% zat-zat non protein dan 2,5% mineral dan bahan-bahan lainnya. Daging merupakan sumber utama untuk mendapatkan asam amino esensial. Asam amino esensial terpenting di dalam otot segar adalah alanin, glisin, asam glutamat, dan histidin. Daging sapi mengandung asam amino leusin, lisin, dan valin yang lebih tinggi daripada daging babi atau domba. Pemanasan dapat mempengaruhi kandungan protein daging. Daging sapi yang dipanaskan pada suhu 70oC akan mengalami pengurangan jumlah lisin menjadi 90 persen, sedangkan pemanasan pada suhu 160oC akan menurunkan jumlah lisin hingga 50 persen. Pengasapan dan penggaraman juga sedikit mengurangi kadar asam amino (Lawrie 1991).Menurut Soeparno (1998), berdasarkan keadaan fisik daging dapat dikelompokkan menjadi : 1. Daging segar yang dilayukan atau tanpa pelayuan 2. Daging segar yang dilayukan kemudian didinginkan (daging dingin) 3. Daging segar yang dilayukan, didinginkan kemudian dibeku (daging beku) 4. Daging masak 5. Daging asap 6. Daging olahan

Pelayuan adalah penanganan daging segar setelah penyembelihan dengan cara menggantung atau menyimpan selama waktu tertentu pada temperatur di atas titik beku daging (-1,50C). Daging yang dikonsumsi dapat berasal dari sapi, kerbau, babi, kuda, domba, kambing, unggas, ikan dan organisme yang hidup di air atau di air dan di darat, serta daging dari hewan-hewan dan aneka ternak.

Jenis Produk Daging Olahan Daging adalah salah satu hasil ternak yang hampir tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Selain penganekaragaman sumber pangan, daging dapat menimbulkan kepuasan atau kenikmatan bagi yang memakannya karena kandungan gizinya lengkap, sehingga keseimbangan gizi untuk hidup dapat terpenuhi. Daging dapat diolah dengan cara dimasak, digoreng, dipanggang, disate, diasap, atau diolah menjadi produk lain yang menarik, antara lain daging korned, sosis, dendeng dan abon. Oleh karenanya, daging dan hasil olahannya merupakan produk-produk makanan yang unik.

Proses Pembuatan Kornet SapiBahan dasar pembuatan kornet adalah daging sapi yang digiling. Bahan tambahan yang diperlukan adalah garam dapur, nitrit, alkali fosfat, bahan pengisi, air, lemak gula dan bumbu. Daging sapi yang sudah digiling dimasukkan ke dalam mixer untuk mencampur daging, bumbu, dan bahan lainnya menjadi adonan yang homogen. Agar emulsi tetap terjaga stabilitasnya, pencampuran harus dilakukan pada suhu rendah (10-16oC). Emulsi daging yang telah terbentuk selanjutnya diisikan ke dalam kaleng yang sebelumnya telah disterilkan dengan panas. Setelah ditutup, kaleng beserta isinya disterilisasi dengan cara memasukkan kaleng ke dalam retort dan dimasak pada suhu 120C dan tekanan 0,55 kg/cm2, selama 15 menit. Agar daging tidak mengalami pemanasan yang berlebihan, kaleng yang telah disterilkan harus segera didinginkan di dalam bak pendingin yang berisi air selama 20-25 menit. Setelah permukaan kaleng dibersihkan dengan lap hingga kering, produk siap untuk diberi label dan dikemas.

Proses Pembuatan Sosis BabiSosis dibuat dari daging segar yang telah dibersihkan, urat-uratnya dibuang dan dipotong tipis dan dicampur dengan bahan-bahan garam, gula, NaNO3 atau NaNO2 dan sodium polifosfat sampai merata. Daging campuran disimpan dengan suhu 1-3,5oC selama 1 malam. Setelah selesai proses pencampuran, daging dihaluskan dengan diberi bumbu seperti bawang merah, bawang putih, lada, jahe, pala, bumbu masak MSG dan gula pasir. Kemudian ditambah minyak goreng, tepung, susu krim. Keseluruhan campuran digiling kembali dengan suhu saat penggiling harus tetap sama dengan suhu kamar. Adonan tersebut dimasukkan ke dalam selongsongan diikat dengan benang. Sosis tersebut dapat dimasak dengan cara perebusan, pengasapan atau pengukusan dan kombinasi cara-cara tersebut. Setelah pemasakan, sosis tersebut didinginkan. Pendinginan sosis setelah pemasakan selain untuk menurunkan suhu sosis secara cepat, juga untuk memudahkan pengupasan pembungkus jika menggunakan jenis yang tidak dapat dimakan.

B. Pangan Halal dan Titik Kritis HalalPangan Halal Mengkonsumsi makanan halal merupakan kewajiban bagi setiap Muslim. Halal dan baik secara jasmani dan rohani. Oleh karena itu mendapatkan pangan halal seharusnya merupakan hak bagi setiap konsumen Muslim. Halal berarti lepas atau tidak terikat. Makanan yang halal adalah yang diijinkan untuk dikonsumsi atau tidak terikat dengan ketentuan-ketentuan yang melarangnya. Baik (Thayyib) adalah lezat, baik, sehat dan menentramkan (Girindra, 2006). Pangan yang baik di sini dapat diartikan sama dengan pangan yang memiliki cita rasa baik, sanitasi higine baik dan kandungan gizinya yang baik.

Dasar Hukum Pencantuman Label Halal Peraturan tertinggi yang menyentuh pangan halal adalah Undang-Undang Pangan RI No 7 Tahun 1996 tentang Pangan, yaitu di dalam Bab IV tentang Label dan Iklan Pangan Pasal 30 ayat 2 dan Pasal 34 ayat 1. Di dalam Pasal 30 ayat 2 disebutkan bahwa label pangan minimal mencantumkan nama produk, daftar yang digunakan, berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia, keterangan tentang halal serta tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa. Bunyi dari ayat ini secara tersirat mengandung arti bahwa keterangan halal merupakan salah satu informasi yang wajib dicantumkan pada label pangan. Akan tetapi sayangnya pengertian ini dimentahkan oleh penjelasan dari ayat tersebut yang menguraikan bahwa pencantuman keterangan halal pada label pangan baru merupakan kewajiban apabila setiap orang yang memproduksi dan atau memasukkan pangan ke wilayah Indonesia untuk diperdagangkan menyatakan bahwa pangan yang bersangkutan adalah halal bagi umat Islam. Jadi pencantuman keterangan halal pada label pangan bukan merupakan suatu kewajiban untuk semua produsen pangan. Aturan tentang label dan iklan pangan kemudian diperinci di dalam Peraturan Pemerintah No 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Pada Pasal 3 ayat 2, persyaratan minimal keterangan yang harus tercantum dalam label tidak lagi mencantumkan keterangan halal sebagai salah satu persyaratan sebagaimana yang tercantum pada UU Pangan Pasal 30 ayat 2 . didalam peraturan pemerintah aturan tentang label halal termaktub didalam pasal 10 dan pasal 11. Pasal 10 ayat 1 menyatakan bahwa setiap orang yang memproduksi dan memasukkan pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dan menyatakan bahwa pangan tersebut halal bagi umat Islam, bertanggungjawab atas kebenaran pernyataan tersebut dan wajib mencantumkan keterangan atau tulisan halal pada label. Sedangkan Pasal 11 ayat 1 menyatakan bahwa untuk mendukung kebenaran pernyataan halal sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 10 ayat 1, setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan, wajib memeriksakan terlebih dahulu pangan tersebut pada lembaga pemeriksa yang telah diakreditasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ayat-ayat tersebut mempertegas penjelasan dari UU Pangan Pasal 30 ayat 2 yaitu pencantuman keterangan atau tulisan halal pada label pangan merupakan kewajiban apabila pihak yang memproduksi dan atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia menyatakan (mengklaim) bahwa produknya halal bagi umat Islam. Labelisasi halal merupakan perijinan pemasangan logo halal pada kemasan produk pangan oleh Badan POM yang didasarkan pada sertifikasi halal yang dikeluarkan komisi fatwa MUI. Sertifikat berlaku selama 2 tahun dan dapat diperpanjang kembali dengan ketentuan-ketentuan tertentu. Industri pangan yang akan mengajukan sertifikasi halal disyaratkan telah menyusun dan mengimplementasikan Sistem Jaminan Halal.

Tinjauan Titik Kritis Halal Yang menjadi penentu kehalalan suatu bahan pangan adalah diantaranya tidak mengandung alkohol atau komponen yang memabukkan, bukan hewan yang buas, bertaring, berkuku panjang dan babi. Untuk bahan makanan yang berasal dari tumbuhan dan ikan dijamin kehalalannya, yang menjadi titik kritis keharamannya adalah dari alat dan bahan yang ditambahkan ketika pengolahan, juga kemasan.Sedangkan untuk bahan pangan yang berasal dari hewan yang dihalalkan untuk dikonsumsi yang menjadi titik kritisnya adalah cara penyembelihan, alat dan bahan yang digunakan atau ditambahkan ketika pengolahan, juga pengemasan. Makanan dan minuman yang diharamkan dalam Islam, secara garis besarnya dapat dikategorikan kepada beberapa kriteria sebagai berikut: bukan terdiri dari atau mengandung bagian atau benda dari binatang yang dilarang oleh ajaran Islam untuk memakannya, atau yang tidak disembelih menurut ajaran Islam. Tidak mengandung sesuatu yang digolongkan sebagai najis menurut ajaran Islam. Tidak mengandung bahan penolong dan atau bahan tambahan yang diharamkan menurut ajaran Islam. Dalam proses menyimpan dan menghidangkan tidak bersentuhan atau berdekatan dengan makanan yang memiliki kriteria terlarang. Jenis binatang yang dilarang untuk dimakan : (a) babi, anjing dan segala sesuatu yang lahir dari salah satu dari keduanya; berupa darah, air liur, daging, tulang, lemak dan lainnya. (b) semua binatang yang dipandang jijik oleh naluri manusia seperti kutu, lalat, ulat, kodok, buaya dan sejenisnya. (c) binatang yang mempunyai taring termasuk gading, seperti gajah, harimau dan sejenisnya. (d) binatang yang mempunyai kuku pencakar yang makan dengan menangkar atau menyambar seperti burung hantu dan burung elang serta sejenisnya. (e) binatang-binatang yang oleh ajaran Islam diperintah untuk dibunuhnya yaitu tikus, ular dan sejenisnya. (f) binatang-binatang yang oleh ajaran Islam dilarang membunuhnya seperti semut, lebah, burung Hud-hud dan sejenisnya. (g) setiap binatang yang mempunyai racun dan membahayakan apabila memakannya. (h) hewan yang hidup dalam dua alam seperti kodok, penyu dan sejenisnya. Termasuk juga yang diharamkan adalah bangkai yaitu binatang halal dimakan yang mati tanpa disembelih menurut cara Islam kecuali bangkai ikan dan belalang. Semua jenis darah haram dikonsumsi kecuali hati dan limpa dari jenis binatang halal. Semua jenis minuman adalah halal kecuali minuman yang memabukkan seperti arak dan yang dicampur dengan benda-benda najis, sedikit atau banyak. Untuk menentukan halal tidaknya suatu produk pangan, selain harus berasal dari bahan pangan yang tidak diharamkan juga untuk bahan pangan halal yang diolah harus diperhatikan cara penyembelihan, alat yang digunakan untuk menyembelih, alat yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan, bahan tambahan dan kemasan.

Hasil Olahan dan Bahan Tambahan Pangan Yang Harus Diwaspadai Kehalalannya Hasil pangan olahan yang harus diwaspadai kehalalannya diantaranya sosis, nuget, daging giling, kornet, bakso, pitza, mayonaise, peremen kenyal, coklat, jeli, perisa. Bahan tambahan pangan yang harus diwaspadai kehalalannya diantaranya adalah gelatin, lesitin, kolagen, gliserol/gliserin, improver, shortening, renin atau pepsin dan turunan hewan (Tabel). Tabel. Bahan tambahan makanan yang kemungkinan dapat berasal dari bahan hewani, harus diwaspadai kehalalannyaNoNama Bahan dan KodeAsal/PembuatanFungsiContoh Produk

1Gliserol/gliserinHasil Samping pembuatan sabun, lilin dan turunan dari lemak/minyakPelarut flavor, menjaga kelembaban (humektan), Plasticizer pada pengemasBahan coating untuk daging, keju, cake, desserts

2Asam lemak dan turunannya,E430, E431,E433,E434,E435, E436Turunan hasil hirolisis lemak hewaniPengemulsi, penstabil, E343 : antibusaProduk oti dan cake,donat, produk susu : es krim, desserts beku,minuman dll

3Pengemulsi yang dibuat dari gliserol dan atau asam lemak (E470-E495)Hasil hidrolisis lemak hewani untuk menghasilkan gliserol dan asam lemakPengemulsi, penstabil, pengental, pemodifikasi tekstur, pelapis, PlaticizerSnacks, margarin, dessert, coklat, cake, pudding

4Edible bone phosphate (E542)Dibuat dari tulang hewanSuplemen mineralMakanan suplemen

5Asam stearatDari lemak hewani atau dibuat secara sintetikAnticacking agent -

6L-Sistein E920Dapat dibuat dari bulu hewan/unggas, n manusiaBahan pengembang adonan, bahan dasar pembuatan flavor dagingTepung dan produk roti, bumbu dan perisa

Hasil olahan daging seperti nuget, sosis, kornet dll susah untuk dibedakan apakah itu daging yang halal atau haram. Metode yang ampuh untuk menganalisa bahan pangan haram masih dicari. Salah tau cara untuk menganalisa kehalalan produk pangan terutama untuk produk daging hewani yang telah mengalami pencampuran adalah dengan membandingkan komposisi protein salah satunya dengan SDS- PAGE.

Daging Babi Menurut Al-Quran dan Medis Babi adalah hewan yang kotor, jorok dan rakus. Hidupnya seringkali ditempat-tempat yang kotor. Terkadang babi ini berjalan dibelakang ternak atau binatang lain untuk makan kotoran yang ditinggalkannya. Ia pun gemar makan bangkai, seperti bangkai tikus bahkan yang sudah berulat sekalipun, bahkan dibeberapa daerah di desa-desa di Indonesia, babi ini menjadi agen pengelolah limbah untuk WC alam (Jannah, 2008). Babi mempunyai Porcine Endogenous Retrovirus (PERV) semacam virus asli yang diindap babi. Dengan kata lain sejak lahir babi diseluruh dunia sudah memiliki Deoxyribo Nucleid Acid (DNA) yang mengandung PERV, yang berpotensi menyebar berbagai macam penyakit. Sekurangnya 25 jenis virus yang berbeda dari babi, dapat menjangkiti manusia. The National Institute Standard Technology (NIST) pernah menghabiskan dana sebesar US$ 1,9 juta dalam rangka menghilangkan PERV dari babi, tetapi gagal. Sehingga sejak dahulu Islam melarang pemeluknya untuk mencerna segala produk makanan yang mengandung unsur babi (Jannah, 2008). Penelitian Al-Qazwiniy di dalam bukunya Ajaibul Makhluqat Wa gharaibul-Maujudat, menyatakan bahwa: Babi adalah binatang buruk, tidak menyenangkan mata yang melihatnya. Ia mempunyai dua buah taring serupa taring gajah untuk melawan musuhnya. Kepalanya mirip kepala kerbau, teracak kakinya seperti teracak lembu dan kambing (Jannah, 2008). Terkait dengan hikmah yang terkandung di balik pengharaman babi, Dr. Abdul Fattah Idris, seorang guru besar Fiqih Komperatif pada Universitas al-Azhar dalam Ahmad (2008), menulis: Islam telah mengharamkan dengan tegas konsumsi daging babi dan dalil-dalil tentang pengharaman hal itu saling menguatkan. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah dan An-Nahl.

Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. tetapi Barangsiapa dalam Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Baqarah [2]: 173)

Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (memakan) bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah; tetapi Barangsiapa yang terpaksa memakannya dengan tidak Menganiaya dan tidak pula melampaui batas, Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. An-Nahl [16]: 115)Dari kedua ayat tersebut jelaslah bahwa makanan yang diharamkan pada pokoknya ada empat (Aidh al-Qarni, 2007): 1. Bangkai: yang termasuk ke dalam katagori bangkai adalah hewan yang mati dengan tidak disembelih, termasuk kedalamnya hewan yang matinya tercekik, dipukul, jatuh, ditanduk dan diterkam oleh hewan buas, kecuali yang sempat kita menyembelihnya. 2. Darah, sering pula diistilahkan dengan darah yang mengalir. 3. Daging babi. Kebanyakan ulama sepakat menyatakan bahwa semua bagian babi yang dapat dimakan haram, sehingga baik dagingnya, lemaknya, tulangnya, termasuk produk-produk yang mengandung bahan tersebut. Allah melarang memakan daging babi, karena daging ini sangat menjijikkan dan sangat berpengaruh buruk terhadap akhlak pemakannya. 4. Binatang yang ketika disembelih disebut nama selian Allah. Menurut HAMKA, ini berarti juga binatang yang disembelih untuk yang lain selain Allah. Islam telah mengharamkan dengan tegas konsumsi daging babi dan dalil-dalil tentang pengharaman hal itu saling menguatkan (Ahmad, 2008). Menurut pendapat Imam Syafii dalam Al-Mahalli dan As-Suyuti (2008), bagi orang yang sedang sangat membutuhkan dan khawatir akan binasa dan mati bila tidak memakan semua itu maka dibolehkan baginya untuk memakannya sekadarnya saja, yakni hanya sebatas untuk bertahan hidup saja atau dengan catatan tidak sengaja mencari yang haram ketika masih ada yang halal atau melewati batas dalam memakannya.Allah SWT berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 3 dan surat Al-Anam ayat 145 yang berbunyi:

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa[398] karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Maaidah [5]: 3)

Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaKu, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena Sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam Keadaan terpaksa, sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (QS. Al-Anaam [6]: 145)Secara tekstual kedua ayat tersebut hanya menginformasikan keharaman memakan daging babi, namun demikian para ulama juga telah mengharamkan seluruh bagian dari babi dan tidak sebatas mengkonsumsi pada dagingnya saja. Meraka beralasan bahwa penyebutan kata daging babi (lahmu al-khinziir) secara tegas dalam kedua ayat diatas tanpa menyebutkan bagian tubuh yang lain, dimaksudkan bahwa daging merupakan bagian terbesar yang dikonsumsi dari babi. Untuk itu, Imam Nabawi dan Ibnu Qudamah menyatakan bahwa ijma kaum muslimin menetapkan keharaman konsumsi semua hal yang berasal dari babi. Ibnu Hazm menambahkan: Para ulama bersepakat bulat mengenai keharaman babi, sehingga tidak dihalalkan mengkonsumsi apapun yang berasal dari babi, baik itu daging, lemak, urat, tulang, usus, otak, kaki, ataupun anggota tubuh babi yang lain. Meskipun dalam ayat tersebut Allah hanya menjelaskan konsumsi babi ini diharamkan karena alasan najis (rijs), dan barang yang najis harus dijauhi oleh semua umat Islam tetapi sebenarnya Allah tidak mengharamkan babi hanya karena alasan itu saja, melainkan lebih dikarenakan sifat dan wujud kotornya serta ditinjau dari segi kesehatannya dimana kandungan sejumlah efek negatif di dalamnya yang dapat mencapai titik rawan bahaya bagi orang yang memakannya (Ahmad, 2008). Haramnya hewan babi bagi manusia adalah disebabkan karena banyaknya parasit dan kotoran dalam babi (Jannah, 2008). Berbagai penelitian ilmiah dan medis membuktikan bahwa dibanding hewan-hewan yang lain, babi tergolong paling berpotensi membawa virus dan bakteri yang membahayakan tubuh manusia. Adapun penyakit-penyakit yang bisa ditimbulkan akibat mengkonsumsi daging babi antara lain: 1) Penyakit-penyakit parasit Penyakit-penyakit parasit yang ditimbulkan akibat mengkonsumsi daging babi misalnya adalah penyakit yang ditimbulkan oleh cacing pita yang merupakan jenis cacing yang berbahaya bagi manusia, dan semua jenis babi bisa dipastikan mengandung cacing jenis ini. Cacing ini bersarang di diafragma (rongga badan antara dada dan perut) dan berkembang biak disana, sehingga menyebabkan terhambatnya pernafasan hingga kematian. Ada lagi penyakit parasit yang ditimbulkan oleh cacing pita yang panjangnya bisa mencapai sepuluh kaki. Cacing ini menyebabkan beragam gangguan pencernaan dan kekurangan darah (anemia), belum lagi ditambah dengan bahaya besar yang ditimbulkan oleh adanya tembolok-tembolok cacing pita ini di otak pemakan daging babi, liver, paru-paru, dan jaringan syaraf tulang belakang. 2) Penyakit-penyakit bakteri, seperti TBC, cholera tifus, baratifodea, demam maltik, dan lain sebagainya 3) Penyakit-penyakit mikroba, seperti infeksi otak, infeksi syaraf jantung, influenza, infeksi mulut, dan lain sebagainya. 4) Penyakit-penyakit kuman, seperti kuman toksoplasmagondi yang menyebabkan demam, lemah fisik, pembesaran liver dan limpa, infeksi paru-paru, infeksi urat jantung, dan infeksi selaput otak. 5) Penyakit-penyakit yang ditimbulkan oleh komposisi biologis daging dan lemak babi, misalnya timbulnya rasa sakit diseluruh persendian dan meningkatkan kadar kolesterol karena pengendapan kandungan lemak pada tubuh, dimana kandungan lemak yang ada dalam daging babi berbeda dengan kandungan lemak yang ada pada hewan-hewan lain. Konsumsi daging babi juga dapat menyebabkan obesitas, tubuh dipenuhi bisul, dan menurunnya daya ingat. Bahaya-bahaya tersebut menjadi bukti bahwa Allah sesungguhnya mengharamkan memakan daging babi karena hikmah besar yang terkandung dibaliknya, yaitu menjaga nyawa manusia yang termasuk salah satu dari kelima prinsip pokok yang harus diperhatikan dalam syariat Islam (Ahmad, 2008). Selain alasan diatas, ada juga alasan lain yang bersifat umum dan mencakup daging babi serta semua jenis makanan yang diharamkan. Allah SWT berfirman:

...Dan Dia mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.... (QS. Al-Araaf [7]: 157) Semua jenis makanan yang diharamkan Allah selalu bersifat kotor (khabits dalam Al-Quran) dan semua yang kotor mencakup semua obyek yang dapat merusak kehidupan, kesehatan, harta, dan moral manusia (Ahmad, 2008).

C. Metode Pengenalan Spesies DagingSetiap organisme hidup meinpunyai satu susunan tertentu dari protein dan asam nukleat. Setiap molekul protein terdiri dari senyawa sederhana yang merupakan molekul pembentuk yaitu asam amino yang macamnya ada 20 buah. Asam amino tersusun berkaitan satu dengan yang lainnya membentuk suatu rantai polilner yang panjang disebut protein. Protein adalah instrumen yang mengekspresikan informasi genetik. Seperti juga terdapat ribuan gen di dalam inti sel, masing-masing mencirikan satu sifat nyata dari organisme, di dalam sel terdapat ribuan jenis protein yang berbeda, masing-masing membawa fungsi spesifik yang ditentukan oleh gen yang sesuai (Lehniger, 1982). Keragaman protein dapat digunakan untuk menduga keragaman organisme. Protein sebagai produk primer ekspresi gen, dapat dikatakan secara kualitatif tidak dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, oleh karena itu protein dapat menjadi penduga yang baik dalam analisis keragaman genetik populasi. Banyak teknik yang telah diteliti untuk mengenal spesies daging seperti tercantum dalam Tabel. Tetapi tidak seluruh metoda ini dapat digunakan karena mempunyai kelemahan-kelemahan. Demikian pula metoda elektroforesis yang telah dapat digunakan untuk pengenalan spesies hanya ada 3 metoda yang telah digunakan secara luas, yaitu: Disc-PAGE, SDS-PAGE, dan PAGIF. Sedangkan teknik imunologi yang digunakan untuk pengenalan spesies daging adalah secara agar gel imunodifusi. Teknik lain seperti pola asam lemak, dipeptida histidin tidak umum digunakan dalam mendeteksi spesies daging karena kurang spesifik, reaksi yang timbul banyak yang hampir sama, waktu penyiapan yang lama dan reagen yang mahal.

ElektroforesisElektroforesis adalah suatu cara untuk memisahkan fraksi-fraksi dari suatu zat berdasarkan atas pergerakan partikel koloid yang bermuatan, dibawah pengaruh medan listrik. Cara elektroforesis telah digunakan untuk menganalisa virus, sel biologis, organ sub seluler dan molekul-molekul organik dengan berat molekul rendah seperti asam-asam amino. Elektroforesis di dalam analisis bahan makanan umumnya dilakukan terhadap protein (Winarno et al., 1973). Protein daging yang mempunyai berat molekul diantara 20,000-60,000 adalah ukuran yang ideal untuk petnisahan secara elektroforesis.Tabel Teknik Pengenalan Spesies Daging1. TEKNIK ELEKTROFORESIS- Elektroforesis gel pati- Elektroforesisi gel poliakrilamid (Disc - PAGE)- Elektroforesis SDS PAGE- Isoelektrik fokusing gel poliakrilamid (PAGIF)

2. TEKNTK IMUNOLOGI- Agar gel immunodifusi (AGID)- Imunoelektroforesis- Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)- Imunonefelometri

3. TEKNIK LAIN- Pola Asam lemak- Dipeptida histidin- Spektrometri

Protein dalam larutannya akan bermuatan tergantung dari pH larutan, dan pH larutan dimana protein tidak bermuatan (netral) disebut titik isoelektrik (pI). Pada keadaan ini protein tidak akan bergerak dibawah pengaruh medan listrik. Pada keadaan pH dibawah pI, protein bergerak sebagai kation dan kecepatannya naik dengan turunnya pH. Kation ini akan bergerak ke elektroda (-). Pada keadaan pH diatas pI, protein akan bergerak sebagai anion dan kecepatannya naik dengan naiknya pH. Anion ini akan bergerak ke elektroda (+). Perbedaan kecepatan pergerakan ini merupakan dasar dari pemisahan fraksi-fraksi campuran zat yang berprotein tersebut.Elektroforesis gel merupakan metoda analisis dengan resolusi tinggi, yang mampu melakukan pemisahan yang tidak dapat dicapai dengan mudah oleh metode lain. Weber dan Osbon~ (1969) menyatakan bahwa gel akrilamid mampu memisahkan dengan jelas contoh protein dalam jumlah sangat kecil (10-50 g) dan metode ini dapat dilakukan dalam waktu singkat.

Elektroforesis Gel Poliakrilarnid Natrium Dodesil Sulfat (SDS-PAGE)SDS-PAGE dilakukan pada pH sekitar netral. Pada metoda ini digunakan natrium dodesil sulfat dan beta-merkaptoetanol. Natrium dodesil sulfat merupakan detergen anionik yang bersama dengan beta-merkaptoetanol dan pemanasan menyebabkan rusaknya struktur 3 dimensi protein menjadi konfigurasi acak. Hal ini disebabkan karena terpecahnya ikatan disulfida yang selanjutnya tereduksi menjadi gugus-gugus sulfhidrin (Andrew, 1988). Natrium dodesil sulfat akan membentuk komplek dengan protein dan komplek ini bermuatan negatif karena gugus-gugus anion dari natrium dodesil sulfat. Pada pH 7, dalam natrium dodesil sulfat 1% dan merkaptoetanol 0.1 M sebagian besar rantai protein mengikat sekitar 1.4 g natrium dodesil sulfat pergram protein, dengan demikian jumlah natrium dodesil sulfat yang terikat oleh protein adalah tetap. Pemisahan akan terjadi sehubungan dengan ukuran saja. Kompleks natrium dodesil sulfat dengan protein yang lebih besar mempunyai mobilitas yang lebih kecil dibandingkan dengan komplek protein yang lebih kecil mempunyai mobilitas yang lebih cepat. Berat molekul protein dapat ditentukan dengan kalibrasi menggunakan standard protein yang sudah diketahui berat molekulnya.

Setelah proses elektroforesis selesai, dilakukan proses pewarnaan (staining) agar molekul sampel yang telah terpisah dapat dilihat. Etidium bromida, perak, atau pewarna "biru Coomassie" (Coomassie blue) dapat digunakan untuk keperluan ini. Jika molekul sampel berpendar dalam sinar ultraviolet (misalnya setelah "diwarnai" dengan etidium bromida), gel difoto di bawah sinar ultraviolet. Jika molekul sampel mengandung atom radioaktif, autoradiogram gel tersebut dibuat.Proses pemisahan (running) dihentikan setelah arus warna biru dari penanda mencapai ketinggian 0,5 cm dari batas bawah plate gel. Kemudian running buffer dituang dan gel diambil dari plate, selanjutnya cuci dan warnai dengan pewarnaan comassie blue.Pewarnaan dilakukan dengan merendam gel dalam larutan staining selama 30-60 menit sambil digoyangkan sampai terlihat warna. Penghilangan warna atau pencucian dilakukan dengan merendam gel dalam larutan destaining sambil digoyangkan dengan penggoyang otomatis sampai gel menjadi jernih. Gel hasil SDS PAGE kemudian hasil elektroforesis di foto atau dilakukan scanner. Hasil SDS-PAGE adalah gel dengan jalur yang memuat protein penanda dengan berat molekul diketahui dan jalur sampel yang memuat protein protein sampel yang kemudian dihitung berat molekulnya. Perhitungan berat molekul yang dinyatakan dengan kilo Dalton (kDa) dilakukan pendekatan deskriptif. Penentuan berat molekul dengan membandingkan hasil elektroforesis fraksi protein dengan marker protein. Penentuan berat molekul dilakukan dengan menghitung nilai fraksi Retardation factor (Rf) dari masing-masing pita dimana : Rf = Pita pita protein pada jalur penanda selanjutnya dibuat kurva standar marker protein dengan harga Rf sebagai sumbu x dan harga logaritma berat molekul sebagai sumbu y. Berat molekul fraksi protein ditentukan dengan diinterpolasikan pada kurva standar.

BAB IIIMETODE PENELITIAN

A. Bahan dan Alat BahanSampel: Kornet sapi Sosis babi tanpa cangkangPBS NaClAquadest Buffer SampelStacking GelResolving GelCoomasieMetanolAsam Asetat

Alat Gelas beaker Timbangan analitik Hot plate sentrifuge Stopwatch Spatula Thermometer Kertas saring Erlenmeyer Pipet mikro Batang pengaduk

B. Prosedur Kerja1. Ekstraksi Protein Jaringan Otot

2. Penentuan Kadar dengan Spektrofotometer UV-Visible

3. Pembuatan Gel Elektroforesis (SDS-PAGE)

Stacking Gel 6% = ddH2O 5,4 ml Acrilamid 30% 2,0 ml Gel buffer 2,5 ml 10% w/v SDS 0,1 ml

Resolving Gel 14% = ddH2O 2,7 ml Acrilamid 30% 4,7 ml Gel buffer 2,5 ml 10% w/v SDS 0,1 ml

4. Elektroforesis SDS-PAGEBahanKornet Sapi(FP 0x)Kornet Sapi(FP 10x)Kornet Sapi(FP 50x)Sosis Babi (FP 0x)Sosis Babi (FP 10x)Sosis Babi (FP 50x)

Sampel100 L100 L20 L100 L100 L20 L

+ PBSad 1000 Lad 1000 Lad 1000 Lad 1000 L

a. Persiapkan SDS apparatusb. Masukkan larutan gel pemisah ke dalam gel cast 1,5 cm dari tepi atas menggunakan pipet Pasteur, tunggu hingga gel mengerasc. Buat gel pemisah, masukkan ke dalam gel cast hingga mencapai batas atas, masukkan sisird. Sementara menunggu gel mengeras, panaskan thermal block hingga mencapai 100oCe. Campur sampel buffer dan sampel protein dengan perbandingan 2:1 (200 L : 100 L)f. Inkubasi sampel yang telah dicampur selama 5 menit dalam suhu 100oCg. Sampel di sentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 13.000 rpmh. Angkat sisir dari gel cast yang telah dimasukkan gel pengumpuli. Letakkan gel cast di SDS Apparatus,j. Letakkan sample tracker di atas gel castk. Masukkan 10L sample protein dan 10L protein marker menggunakan tips 10L ke sample tracker sesuai dengan lajurnya masing-masingl. Larikan gel pada tegangan 150V selama 120 menit.m. Lepaskan gel dari SDS Apparatusn. Warnai dengan menggunakan Comassie Blue R-250 0,1% sehingga tampak pita protein.o. Destain gel yang telah diwarnai dengan destaining solution (larutan metanol:asam asetat (40%:7,5%))p. Hasil di-scan.

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN

A. Data dan Hasil

Data Hasil Spektrofotometer UV-Visible

Pada 780,00 nm, adapun hasil untuk sampel adalah sebagai berikut :a. Kornet Sapi : 83,513 ppm (FP : 100x) b. Sosis Babi: 34,731 ppm (FP : 100x)

Data Hasil SDS-PAGE

B. PembahasanIstilah protein berasal dari bahasa yunani kuno proteos, yang berarti yang utama (Poedjiadi, 1994). Menurut Wirahadikusumah (1997), protein merupakan komponen utama semua sel hidup. Fungsinya terutama adalah sebagai protein aktif. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat kimia lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh. Winarno (2002) menyatakan bahwa protein adalah salah satu unsur dalam makanan yang terdiri dari asam-asam amino yang mengandung unsur karbon, hidrogen, nitrogen, dan belerang yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat. Asam amino sendiri menurut Adiono (1987) dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok asam (oksigen, karbon, dan belerang) dan kelompok amino (nitrogen dan hidrogen) yang menempel pada atom karbon. Girindra (1986) menambahkan protein adalah makromolekul yang terdiri atas asam-asam -amino yang saling berikatan dengan ikatan kovalen diantara gugus -karboksil asam amino dengan gugus -amino dari asam amino yang lain. Ikatan di antara asam amino disebut ikatan peptida. Beberapa unit asam amino yang berikatan dengan ikatan peptida disebut polipeptida. Molekul protein dapat terdiri atas satu atau sejumlah rantai polipeptida dan setiap rantai dapat terdiri atas ratusan hingga jutaan residu asam amino.Protein dapat diklasifikasikan atas dasar beberapa kriteria, misalnya: berdasarkan kelarutan, konformasi, sumber, dan struktur protein. Dilihat dari sumbernya, ada dua macam protein yang biasa dikonsumsi manusia, yaitu sumber protein nabati yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti biji-bijian (serealia) dan kacang-kacangan, dan sumber protein hewani yang berasal dari hewan ternak dan hasil perikanan seperti daging, ikan, susu dan telur. Dari sudut pandang gizi dan ekonomi, kedua macam protein tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Protein nabati harganya relatif murah, namun asam amino esensial yang dikandungnya kurang lengkap. Sementara protein hewani walaupun relatif mahal, kandungan asam amino esensialnya lebih lengkap. Minarno dan Hariani (2008) menambahkan bahwa sifat dan kualitas protein dipengaruhi oleh jenis, jumlah dan susunan asam amino yang membentuknya. Sampai saat ini dikenal kurang lebih 25 macam asam amino dan hampir 20 asam amino diketahui terdapat dalam tubuh dan dalam protein pangan. Sepuluh diantara asam amino esensial, yaitu asam amino yang tidak dapat disintesis oleh tubuh manusia, sehingga perlu dikonsumsi dari sumber bahan pangan. Kesepuluh asam amino tersebut adalah histidin, leusin, isoleusin, lisin, metionin, fenilalanin, threonin, triptofan, valin dan arginin.Asam amino esensial yang berasal dari hewan namun tidak dimiliki oleh tumbuhan adalah lysine, leucine, isoleucin, threonine, valine, phenylalanine, dan tryptophane. Protein yang ada dalam urat daging menurut Muchtadi dan Sugiono (1992) secara umum dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: (1) yang larut dalam air atau larutan garam encer (protein-protein sarkoplasma); (2) yang larut dalam larutan garam pekat (protein-protein myofibril) dan (3) yang tidak larut dalam larutan garam pekat (protein-protein jaringan ikat).

Penelitian Edy Susanto memperoleh hasil pada daging babi rebus, terdapat protein desmin dengan BM 54,45 KD, sedangkan pada daging sapi rebus terdapat protein tropomiosin 1 denga BM 36,31 KD. Menurut Lawrie (1995), desmin merupakan protein yang terlibat dalam pembentukan kisi-kisi garis Z dan bertanggung jawab dalam memelihara kelurusan sarkomer yang berdekatan. Protein pada garis Z terdenaturasi oleh panas pada suhu 40oC-80oC. Tropomiosin sendiri merupakan protein yang meliputi 8-10% dari protein myofibril yang mengandung asam amino yang bersifat asam dan basa dalam jumlah tinggi (Soeparno, 1998). Denaturasi Protein Sifat fisikokimia protein berbeda satu sama lain, tergantung pada komposisi dan jenis asam amino penyusunnya. Berat molekul protein sangat besar sehingga bila protein dilarutkan dalam air akan membentuk suatu dispersi koloidal. Molekul protein tidak dapat melalui membran semipermiabel, tetapi masih dapat menimbulkan tegangan pada membran tersebut. Pada umumnya, protein sangat peka terhadap pengaruh-pengaruh fisik dan zat kimia, sehingga mudah mengalami perubahan bentuk. Perubahan atau modifikasi pada struktur molekul protein disebut denaturasi. Hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya denaturasi adalah panas, pH, tekanan, aliran listrik, dan adanya bahan kimia seperti alkohol (Yazid dan Nursanti, 2006). Purnomo (1997) menyatakan bahwa pengolahan daging dengan menggunakan suhu tinggi akan menyebabkan denaturasi protein sehingga terjadi koagulasi dan menurunkan solubilitas atau daya kemampuan larutnya. Davidek et al. (1990) menambahkan bahwa denaturasi pertama terjadi pada suhu 45C yaitu denaturasi miosin dengan adanya pemendekan otot. Aktomiosin terjadi denaturasi maksimal pada suhu 50-55C dan protein sarkoplasma pada 55-65C. Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tersier dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Karena itu, denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam dan terbukanya lipatan atau wiru molekul protein (Winarno, 1995). Fennema (1996) menjelaskan lebih lanjut, bahwa denaturasi protein meliputi gangguan dan kerusakan yang mungkin terjadi pada struktur sekunder dan tersier protein, dimana struktur primer protein tetap sama setelah proses denaturasi. Pada struktur protein tersier terdapat empat jenis interaksi yang membentuk ikatan pada rantai samping seperti ikatan hidrogen, jembatan garam, ikatan disulfida dan interaksi hidrofobik non polar yang kemungkinan mengalami gangguan. Denaturasi yang umum ditemui adalah proses presipitasi dan koagulasi protein. Denaturasi, koagulasi dan redenaturasi dapat dibedakan yaitu, denaturasi protein adalah suatu keadaan telah terjadinya perubahan struktur protein yang mencakup perubahan bentuk dan lipatan molekul, tanpa menyebabkan pemutusan atau kerusakan lipatan antar asam amino dan struktur primer protein. Koagulasi adalah denaturasi protein akibat panas dan alkohol (Winarno,2002). Redenaturasi adalah denaturasi protein yang berlangsung secara reversibel (Poedjiadi, 1994).Bila susunan ruang atau rantai polipeptida suatu molekul protein berubah, maka dikatakan protein itu terdenaturasi. Sebagian besar protein globular mudah mengalami denaturasi. Jika ikatan-ikatan yang membentuk konfigurasi molekul tersebut rusak, molekul akan mengembang. Denaturasi dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tersier, dan kuartener terhadap molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen, karena itu denaturasi dapat pula diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam dan terbukanya lipatan molekul (Soewoto, 2001 dalam Lawrie, 2003) Ada 2 macam denaturasi, yaitu pengembangan rantai peptida dan pemecahan protein menjadi unit yang lebih kecil tanpa disertai pengembangan molekul. Yang pertama terjadi pada rantai polipeptida, sedangkan yang kedua terjadi pada bagian-bagian molekul bergabung dalam ikatan sekunder. Ikatan yang dipengaruhi oleh proses denaturasi ini adalah: Ikatan hidrogen, Ikatan hidrofobik, Ikatan ionik antara gugus bermuatan positif dan negatif, Ikatan intramolekul seperti yang terdapat pada gugus disulfida dalam sistin (Winarno, 1995). Pada temperatur antara 30oC dan 40oC, protein myofibril mulai mengalami koagulasi dan pada temperatur 55oC, protein myofibril mengalami denaturasi sempurna, sehingga pemasakan pada temperatur yang lebih tinggi dapat menyebabkan pengeringan dan kealotan protein protein myofibril yang mengalami koagulasi. Pada temperatur 60oC, protein sarkoplasma hampir mengalami denaturasi sempurna. Prosedur pemasakan dalam waktu singkat dan pada temperatur internal yang rendah untuk daging yang mengandung jaringan ikat rendah, akan dapat meningkatkan keempukan daging masak (Soeparno, 2005). SDSPAGE (Sodium Dodecyl SulphatePolyacrilamide Gel Electrophoresis) merupakan salah satu cara elektroforesis dengan menggunakan gel poliakrilamida yang dikombinasikan dengan SDS. Penggunaan poliakrilamida mempunyai keunggulan dibandingkan dengan gel lainnya, karena tidak bereaksi dengan sampel dan tidak membentuk matriks dengan sampel, sehingga tidak menghambat pergerakan sampel yang memungkinkan pemisahan protein secara sempurna. Selain itu, gel poliakrilamida ini mempunyai daya pemisahan yang cukup tinggi. Penggunaan SDS berfungsi untuk mendenaturasi protein karena SDS bersifat sebagai deterjen yang mengakibat ikatan dalam protein terputus membentuk protein yang dapat terelusi dalam gel begitu juga mercaptoetanol. Komponen penting yang membentuk gel poliakrilamida adalah akrilamida, bis akrilamida, ammonium persulfate dan TEMED (N,N,N,N tetrametilendiamin). Akrilamida sebagai senyawa utama yang menyusun gel adalah merupakan senyawa karsinogenik. Ammonium persulfate berfungsi sebagai inisiator yang mengaktifkan akrilamida agar bereaksi dengan molekul akrilamida yang lainnya membentuk rantai polimer yang panjang. TEMED berfungsi sebagai katalisator reaksi polimerisasi akrilamid menjadi gel poliakrilamid sehingga dapat digunakan dalam pemisahan protein. Bisakrilamida berfungsi sebagai crosslinking agent yang membentuk kisikisi bersama polimer akrilamida. Kisikisi tersebut berfungsi sebagai saringan molekul protein. Perbandingan antara akrilamida dengan bis akrilamida dapat diatur sesuai dengan berat molekul protein yang dipisahkan . Semakin rendah berat molekul protein yang dipisahkan, maka semakin tinggi konsentrasi akrilamida yang digunakan agar kisikisi yang terbentuk semakin rapat.Pada percobaan yang kami lakukan, terdapat beberapa tahapan sebelum melakukan elektroforesis, yaitu ekstraksi protein jaringan otot, hal ini dilakukan agar protein yang akan diteliti nantinya dapat terekstraksi dengan baik dari jaringan otot sehingga dapat dianalisa dengan tepat. Selanjutnya ada proses penentuan kadar dengan menggunakan Spektrofotometer UV-Visible, ini bertujuan untuk optimasi konsentrasi hasil ekstraksi sebelum diperlakukan elektroforesis. Adapun hasil penentuan kadar kami adalah :c. Kornet Sapi : 83,513 ppm (FP : 100x) d. Sosis Babi: 34,731 ppm (FP : 100x)Hasil ini tidak dapat menjadi acuan bahwa protein pada sapi lebih tinggi kadarnya dari babi, karena kelompok kami tidak menggunakan perbandingan satu jenis daging olahan. Sehingga data yang dihasilkan tidak valid. Karena pada kelompok lain dengan perbandingan jenis olahan yang sama, menunjukkan bahwa kandungan protein pada daging babi lebih tinggi. Selanjutnya dilakukan proses elektroforesis SDS-PAGE, adapun urutan sampel pada gel elektroforesis adalah sebagai berikut:12345678910

Sosis SapiSosis babi AKornet SapiSosis babi BSosis SapiSosis babi AKornet SapiSosis babi BSosis SapiMarker

Fp 0xFp 0xFp 0xFp 0xFp 10xFp 10xFp1 0xFp 10xFp 50x

12345678910

Sosis SapiSosis babi AKornet SapiSosis babi BSosis SapiSosis babi BKornet SapiSosis SapiSosis babi AMarker

Fp 50xFp 50xFp 50xFp 50xFp 10xFp 10xFp 10xFp 0xFp 0x

Marker yang kami gunakan adalah 8 protein standar yang telah diketahui Berat Molekulnya, sehingga bisa digunakan sebagai persamaan regresi linear untuk menentukan BM protein sampel.

ProteinRf*Log BMBM (kD)

Myosin0,082,297198,089

-galactocidase0,222,055113,586

BSA0,31,98496,368

Ovalbumin0,461,72452,989

Carbonic Anhydrase0,581,55635,960

Soybean Tripsin Inhibitor0,661,45528,491

Lisozim0,791,26818,533

Aprotinin0,890,7595,736

*: Rf yang dipakai adalah perkiraan dengan mengukur jarak pada katalog Marker Bio-RadGrafik (ilustrasi) yang diperoleh adalah sebagai berikut :

Sehingga untuk sampel protein dapat diperoleh memasukkan Rf pada persamaan reaksi y = 2,4763 1,6866x.

Identifikasi Protein Khas Babi Kelompok peneliti pemenang LKTI PIMNAS tahun 2004 yang dipimpin oleh Edy Susanto telah melakukan penelitian tentang karakterisasi fraksi protein dengan menggunakan SDS-PAGE. Sampel yang diteliti adalah: daging babi dan daging sapi segar; daging babi dan sapi masing-masing direbus pada suhu 90oC selama 15 menit; dan sampel diolah menjadi bakso dengan kandungan kontaminan daging babi 100%, 50%, dan 25%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada daging babi segar terdapat protein yang tidak diketahui dengan berat molekul 112,13 KDa yang tidak terdapat pada sampel daging sapi segar. Pemanasan pada suhu 90oC selama 15 menit menyebabkan penurunan pada ketebalan pita-pita protein pada masing-masing sampel. Daging babi rebus mempunyai ciri spesifik yaitu terdapatnya protein desmin yang tidak terdeteksi pada daging sapi rebus. Perbedaan yang lain adalah tidak terdapatnya protein tropomiosin 1 pada daging babi rebus, tetapi protein tersebut terdeteksi pada daging sapi. Perbedaan spesifik pada bakso daging sapi adalah adanya protein troponin T yang terdapat dalam jumlah banyak. Tingkat pencampuran daging babi pada bakso sapi 25%, 50%, dan 100% protein tersebut terdeteksi sedikit. Dengan demikian adanya pencampuran daging babi pada bakso dapat dilihat dari tingkat ketebalan pita protein troponin T yang semakin menurun dengan kenaikan jumlah daging babi yang ditambahkan.

Pada tahun 2005, Purwaningsih juga melakukan penelitian tentang analisis adanya protein daging babi menggunakan elektroforesis SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulfat-Polyacrylamide Gel Elektrophoresis) dengan sistem buffer diskontinyu menggunakan daging mentah dan kemudian dilakukan tahap denaturasi dengan pemanasan pada suhu 100C selama 5 menit. Dengan menggunakan teknik pemisahan elektroforesis SDS-PAGE maka adanya perbedaan di dalam komposisi protein akan menghasilkan pemisahan dalam bentuk pita protein dengan berat molekul yang berbeda, dengan demikian bisa dicari pita protein pembeda tersebut. Dari hasil penelitian untuk identifikasi protein daging sapi dan babi daging mentah ditemukan beberapa pita protein yang menjadi pita protein pembeda. Pada daging babi mentah ditemukan pita protein pembeda yang tidak ditemukan pada daging sapi pada Rf 0,0885; 0,1435; 0,296 dan 0,6825 dengan berat molekul berturut-turut 54,71 kD; 46,64 kD; 29,96 kD dan 9,76 kD. Sedangkan pada sapi ditemukan pita protein pembeda yang tidak ditemukan pada babi pada Rf 0,0965 dengan berat molekul 53,46 kD dan Rf 0,827 dengan berat molekul 6,42 kD. Pada daging yang sudah direbus tidak bisa diidentifikasi dengan menggunakan elektroforesis SDS-PAGE karena proteinnya sudah terdenaturasi.Adapun ketidakmunculan pita pada gel hasil SDS-PAGE ada beberapa macam faktor yang mempengaruhi, antara lain :a. Pengambilan sampel setelah disentrifugasi; hal ini terjadi karena setelah disentrifugasi, protein dengan BM tinggi akan mengendap, jika pengambilan sampel yang akan dimasukkan ke dalam gel hanya pada permukaan, maka yang terambil hanya protein dengan BM rendah. Sehingga pita-pita yang terbentuk hanya pada bagian bawah gel (BM rendah).b. Konsentrasi Resolving Gel an Stacking Gelc. pH dari protein dan pH gel elektroforesis;d. Voltase aliran listrik pada gel.

BAB VPENUTUP

A. Kesimpulan SDS-PAGE merupakan metode analisa profil protein dilakukan dengan tiga tahap, ekstraksi protein, penentuan kadar protein, dan elektroforesis gel. Adapun hasil penentuan kadar kami adalah : Kornet Sapi : 83,513 ppm (FP : 100x) = 8351,3 ppm Sosis Babi: 34,731 ppm (FP : 100x) = 3473,1 ppm Pita protein pada gel tidak terbentuk, disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Pengambilan sampel setelah disentrifugasi; hal ini terjadi karena setelah disentrifugasi, protein dengan BM tinggi akan mengendap, jika pengambilan sampel yang akan dimasukkan ke dalam gel hanya pada permukaan, maka yang terambil hanya protein dengan BM rendah. Sehingga pita-pita yang terbentuk hanya pada bagian bawah gel (BM rendah).2. Konsentrasi Resolving Gel an Stacking Gel3. pH dari protein dan pH gel elektroforesis;4. Voltase aliran listrik pada gel.

B. Saran Pada percobaan kami, kami menggunakan perbandingan dua daging olahan yng tidak sejenis, sehingga sulit digunakan sebagai sebuah perbandingan. Kami menyarankan agar penelitian selanjutnya agar melakukan perbandingan yang sesuai. Selain itu, optimasi elektroforesis gel poliakrilamid SDS akan menghasilkan data yang lebih baik dan lebih valid.

DAFTAR PUSTAKA

Lhoppy Yulia Dwi Habsari. 2011. Identifikasi Pola Khas Spektra Infra Merah Protein Daging Sapi dan Babi Rebus Menggunakan Metode Second Derivative (2D). Skripsi. Uin Maulana Malik Ibrahim Malang.

Poedjiadi, A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Purwaningsih, A. 2005. Identifikasi Protein Daging Sapi dan Babi Dengan Elektroforesis Gel Poliakrilamid-Sodium Dodesil Sulfat (SDS-PAGE). Thesis Magister Ilmu Farmasi. UNAIR Central Library.

Susanto, E. 2004. Karakterisasi Fraksi Protein Bakso Babi Dengan Menggunakan SDS-PAGE. Skripsi Program Study Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan. UB Central Library.

Winarno, F.G. 2002. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Bio-Rad. 2004. Molecular Weight Determination by SDS-PAGE. Bulletin 3133. Bio-Rad Laboratories, Inc.

Analisa Profil Protein Daging Olahan dengan SDS-PAGE | 34