Praktikum SDS-PAGE

29
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Elektroforesis merupakan metode yang sudah dipakai oleh banyak peneliti terutama peneliti yang berkaitan dengan genetika ataupun molecular. Seiring dengan kemajuan zaman yang semakin pesat dinegara-negara berkembang akan selalu diikuti pula dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang semakin marak dibidang teknologi. Salah satu diantaranya adalah pengembangan di bidang Biologi Molekul. Bidang ilmu pengetahuan Bidang Molekuler ini telah dimulai pada akhir abad ke 19, setelah metode elektroforesis ditemukan dan dipakai untuk menganalisa berbagai kegiatan penelitian di bidang Kimia, Biologi (Genetika, Taksonomi dan Bio-sistematik). Metode elektroforesis mulai berkembang akhir abad ke-19 setelah ditemukan penelitian yang menunjukkan adanya penelitian yang menunjukkan adanya efek dari listrik terhadap partikel-partikel atau molekul-molekul yang bermuatan listrik, dalam hal ini termasuk juga protein. Elektroforesis berasal dari bahasa Yunani yang mempunyai arti transport atau perpindahan melalui partikelpartikel listrik. Metode elekroforesis telah digunakan dan dikembangkan didalam teknik analisa untuk penelitian di bidang biologi dan genetika. Metode tersebut berkembang sangat pesat sekali di zaman kemajuan teknologi, disebabkan karena pengerjaannya sangat sederhana dan

description

Read

Transcript of Praktikum SDS-PAGE

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Elektroforesis merupakan metode yang sudah dipakai oleh banyak peneliti

terutama peneliti yang berkaitan dengan genetika ataupun molecular. Seiring dengan

kemajuan zaman yang semakin pesat dinegara-negara berkembang akan selalu diikuti

pula dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang semakin marak dibidang teknologi.

Salah satu diantaranya adalah pengembangan di bidang Biologi Molekul. Bidang

ilmu pengetahuan Bidang Molekuler ini telah dimulai pada akhir abad ke 19, setelah

metode elektroforesis ditemukan dan dipakai untuk menganalisa berbagai kegiatan

penelitian di bidang Kimia, Biologi (Genetika, Taksonomi dan Bio-sistematik).

Metode elektroforesis mulai berkembang akhir abad ke-19 setelah ditemukan

penelitian yang menunjukkan adanya penelitian yang menunjukkan adanya efek dari

listrik terhadap partikel-partikel atau molekul-molekul yang bermuatan listrik, dalam

hal ini termasuk juga protein. Elektroforesis berasal dari bahasa Yunani yang

mempunyai arti transport atau perpindahan melalui partikelpartikel listrik. Metode

elekroforesis telah digunakan dan dikembangkan didalam teknik analisa untuk

penelitian di bidang biologi dan genetika. Metode tersebut berkembang sangat pesat

sekali di zaman kemajuan teknologi, disebabkan karena pengerjaannya sangat

sederhana dan sangat mudah. Di dalam ilmu biologi maupun biologi molekuler,

metode elektrorofesis banyak digunakan untuk taksonomi, sistematik dan genetik dari

hewan ataupun tumbuhan

1.2. Tujuan Praktikum

Untuk mengetahui proses pelaksanaan elektroforesis dan cara penggunaanya.

BAB II

LANDASAN TEORI

Elektroforesis adalah suatu teknik pemisahan yang memisahkan analit berdasarkan

kemampuannya bergerak dalam medium konduksi yang biasanya berupa larutan buffer dan

akan memberikan respons setelah diberikan medan listrik (Harvey, 2000). Jika suatu zat

bermuatan diberi potensial, maka zat tersebut akan berpindah sepanjang medium yang

kontinu ke arah katode atau anode sesuai dengan muatan yang dibawanya.Elektroforesis SDS

– PAGE termasuk ke dalam kelompok elektroforesis zona/ wilayah, yaitu kelompok

elektroforesis yang dibedakan berdasarkan medium penyangganya. Elektroforesis SDS –

PAGE menggunakan gel buatan sebagai medium penyangga. Gel yang digunakan terbentuk

dari polimerisasi akliramida dengan N,N’ – metilena bis akrilamida sehingga terbentuk ikatan

silang karena polimerisasi akrilamida sendiri hanya menghasilkan ikatan linear yang tidak

membentuk gel kaku (Girindra, 1993). Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrilamide Gel

Electrophoresis (SDS-PAGE) adalah suatu teknik pemisahan molekul-molekul protein

berdasarkan perbedaan berat masing-masing. Prinsip dari SDS PAGE adalah dengan

memanfaatkan perbedaan kemampuan migrasi masing-masing molekul protein. Kemampuan

migrasi tiap molekul akan berbeda disebabkan perbedaan berat molekul protein (Davis 1994:

157; Campbell dkk. 2002: 384). Terdapat perbedaan metode elektroforesis dengan mtode

SDS- PAGE. Elektroforesis menggunakan gel agarosa sebagai medium. SDS-PAGE

menggunakan gel berupa gel poliakrilamid. Sifat dari gel agarosa non- toxic sementara pada

gel poliakrilamid adalah neurotoxic atau bersifat racun syaraf. Gel agarosa memiliki pori

yang lebih besar daripada gel poliakrilamid. Selain gel, komponen yang digunakan dalam

metode SDS-PAGE dan elektroforesis juga berbeda. SDS-PAGE merupakan teknik purifikasi

skala kecil yang menghasilkan pemisahan suatu protein berdasarkan berat molekulnya dalam

band (pita) spesifik yang tampak pada gel polyacrylamide. Teknik purifikasi dalam skala

besar kita dapatkan degnan menggunakan chromatography. Gel acrylamide alam SDS-PAGE

diletakkan diantara dua plat kaca. Ada dua macam gel yang digunakan, yaitu main atai

separating gel dan stacking gel. Main gel merupakan gel yang komposisinya paling banyak

dan terletak dibagian bawah alat. Main gel berfungsi untuk memisahkan protein berdasarkan

berat molekulnya. Stacking gel terletak pada bagian atas, digunakan untuk mencetak sumuran

(sekat pemisah untuk penempatan sempel).

SDS merupakan sejenis detergen yang berfungsi mendenaturasikan protein,

memberikan muatan negatif pada protein, dan molekul hidrofobik (tidak suka air) (Seidman&

Moore 2000: 583). Metode SDS PAGE dimanfaatkan untuk mendenaturasi protein menjadi

bentuk yang lebih sederhana, mengubah molekul  menjadi bermuatan negatif. Metode SDS-

PAGE menggunakan gel poliakrilamid. Gel poliakrilamid terbentuk dari hasil polimerasi

monomer akrilamid dan bisakrilamid.  Polimerisasi tersebut diinisiasi oleh amoniun persulsat

(APS) yang dapat membentuk radikal bebas (Martin 1996: 36).

Sistem buffer terdiri dari continous system dan discontinuous system . Continous

system menggunakan satu jenis gel yaitu menggunakan resolving gel, sementara discontinous

system menggunakan dua jenis gel berupa resolving gel dan stacking gel. Stacking gel

berfungsi untuk menahan sementara agar sampel bermigrasi pada waktu yang bersamaan.

Resolving gel berfungsi untuk memisahkan molekul-molekul yang ada berdasarkan berat

molekulnya. (Boyer 1993: 118 & 119). Perwarnaan atau staining pada gel juga merupakan

bagian dari teknik SDS-PAGE. Pewarnaan gel pada teknik SDS-PAGE terdiri dari commasie

blue staining dan silver salt staining.  Commasie blue straining adalah pewarna tekstil

trifenilmetana, dan lebih sering digunakan di dalam teknik SDS PAGE. Commasie blue

straining banyak  beberapa kelebihan yaitu harga yang relatif murah, mengikat protein secara

spesifik, bekerja cepat. Silver salt staining memiliki kelebihan yaitu hasilnya lebih akurat jika

dibandingkan coomassie blue staining. Kekurangan silver salt staining yaitu harga yang lebih

mahal dan membutuhkan waktu yang lebih lama ( Boyer 1993: 139).

PROTEIN

Protein berasal dari kata protos atau proteus yang berarti pertama atau utama. Hal ini

dikarenakan protein merupakan komponen penting atau komponen utama bagi sel hewan atau

manusia (Lehninger, 1994). Protein merupakan salah satu zat makanan yang penting bagi

tubuh dan memiliki banyak fungsi. Protein berfungsi sebagai bahan bakar tubuh dan juga zat

pembangun tubuh. Selain itu protein dapat berguna sebagai bahan bakar tubuh apabila

kebutuhan energi tubuh tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak. Protein dapat berupa

enzim yang berfungsi sebagai biokatalisator. Selain itu protein terdapat dalam bentuk

hemoglobin yang berfungsi mengangkut darah dari paru-paru ke seluruh tubuh dan juga

dalam bentuk antigen yang berperan melawan virus atau bakteri penyebab penyakit.

Penyusun protein

Protein tersusun dari peptida-peptida sehingga membentuk suatu polimer yang disebut

polipeptida. Setiap monomernya tersusun atas suatu asam amino. Asam amino adalah

molekul organik yang memiliki gugus karboksil dan gugus amino yang mana pada bagian

pusat asam amino terdapat suatu atom karbon asimetrik (Gambar 1). Pada keempat

pasangannya yang berbeda itu adalah gugus amino, gugus karboksil, atom hidrogen, dan

berbagai gugus yang disimbolkan dengan huruf R. Gugus R disebut juga sebagai Rantai

samping yang berbeda dengan gugus amino. (Campbell et al., 2009).

Gambar 1. Struktur umum asam amino (Lehninger et al., 2004).

Gambar 2. Level dari struktur protein (Berg et al., 2006).

Asam amino dalam suatu protein memiliki bentuk L, terionisir dalam larutan, dan memiliki bentuk C asimetris kecuali asam amino jenis glisin. Asam amino standar memiliki jumlah sebanyak 20 macam. Dari 20 macam asam amino tersebut terbentuklah suatu rantai polipeptida. Rantai asam amino akan dilipat menjadi bentuk 3 dimensi dan menjadi bentuk protein spesifik yang diperlukan oleh berbagai aktivitas metabolisme atau menjadi komponen suatu sel (Lehninger et al., 2004; Vo-Dinh, 2005). Di dalam protein tersusun 20 macam asam amino yang memiliki karakteristik yang bebeda-beda sehingga dapat dikelompokkan berdasarkan sifat dan ciri rantai sampingnya (gugus R). Pengelompokan tersebut antara lain asam amino bersifat polar (serin, treonin, sistein, asparagin, dan glutamin); non-polar (glisin, alanin, prolin, valin, leusin, isoleusin, dan metionin); gugus aromatik (fenilalanin, tirosin, triptofan); bermuatan positif (lisin, histidin, arginin); dan bermuatan negatif (aspartat dan glutamat). Pengelompokan tersebut didasarkan pada polaritas, ukuran, dan bentuk dari suatu asam amino (Lehninger et al., 2004; Murray et al., 2009).

Struktur protein

Protein yang tersusun dari rantai asam amino akan memiliki berbagai macam struktur

yang khas pada masing-masing protein. Karena protein disusun oleh asam amino yang

berbeda secara kimiawinya, maka suatu protein akan terangkai melalui ikatan peptida dan

bahkan terkadang dihubungkan oleh ikatan sulfida. Selanjutnya protein bisa mengalami

pelipatan-pelipatan membentuk struktur yang bermacam-macam. Adapun struktur protein

meliputi struktur primer, struktur sekunder, struktur tersier, dan struktur kuartener (Gambar

2).

 Gambar 3. Reaksi pembentukan peptida melalui reaksi dehidrasi (Voet & Judith, 2009).

 Gambar 4. Struktur primer dari protein (Campbell et al., 2009).

Struktur primer merupakan struktur yang sederhana dengan urutan-urutan asam amino yang

tersusun secara linear yang mirip seperti tatanan huruf dalam sebuah kata dan tidak terjadi

percabangan rantai (Gambar 4). Struktur primer terbentuk melalui ikatan antara gugus α–

amino dengan gugus α–karboksil (Gambar 3). Ikatan tersebut dinamakan ikatan peptida atau

ikatan amida (Berg et al., 2006; Lodish et al., 2003). Struktur ini dapat menentukan urutan

suatu asam amino dari suatu polipeptida (Voet & Judith, 2009). 

Struktur sekunder merupakan kombinasi antara struktur primer yang linear distabilkan

oleh ikatan hidrogen antara gugus =CO dan =NH di sepanjang tulang belakang polipeptida.

Salah satu contoh struktur sekunder adalah α-heliks dan β-pleated (Gambar 5 dan 6). Struktur

ini memiliki segmen-segmen dalam polipeptida yang terlilit atau terlipat secara berulang.

(Campbell et al., 2009; Conn, 2008).

Gambar 5. Struktur sekunder α-heliks (Murray et al, 2009).

 Gambar 6. Struktur sekunder β-pleated (Campbell et al., 2009).

Struktur α-heliks terbentuk antara masing-masing atom oksigen karbonil pada suatu ikatan

peptida dengan hidrogen yang melekat ke gugus amida pada suatu ikatan peptida empat

residu asam amino di sepanjang rantai polipeptida (Murray et al, 2009).

Pada struktur sekunder β-pleated terbentuk melalui ikatan hidrogen antara daerah linear rantai

polipeptida. β-pleated ditemukan dua macam bentuk, yakni antipararel dan pararel (Gambar 7

dan 8). Keduanya berbeda dalam hal pola ikatan hidrogennya. Pada bentuk konformasi

antipararel memiliki konformasi ikatan sebesar 7 Å, sementara konformasi pada bentuk

pararel lebih pendek yaitu 6,5 Å (Lehninger et al, 2004). Jika ikatan hidrogen ini dapat

terbentuk antara dua rantai polipeptida yang terpisah atau antara dua daerah pada sebuah

rantai tunggal yang melipat sendiri yang melibatkan empat struktur asam amino, maka

dikenal dengan istilah β turn yang ditunjukkan dalam Gambar 9 (Murray et al, 2009).

 Gambar 7. Bentuk konformasi antipararel (Berg, 2006).

 Gambar 8. Bentuk konformasi pararel (Berg, 2006). 

Gambar 9. Bentuk konformasi β turn yang melibatkan empat residu asam amino (Lehninger et al., 2004).

Struktur tersier dari suatu protein adalah lapisan yang tumpang tindih di atas pola struktur

sekunder yang terdiri atas pemutarbalikan tak beraturan dari ikatan antara rantai samping

(gugus R) berbagai asam amino (Gambar 10). Struktur ini merupakan konformasi tiga

dimensi yang mengacu pada hubungan spasial antar struktur sekunder. Struktur ini

distabilkan oleh empat macam ikatan, yakni ikatan hidrogen, ikatan ionik, ikatan kovalen,

dan ikatan hidrofobik. Dalam struktur ini, ikatan hidrofobik sangat penting bagi protein.

Asam amino yang memiliki sifat hidrofobik akan berikatan di bagian dalam protein globuler

yang tidak berikatan dengan air, sementara asam amino yang bersifat hodrofilik secara umum

akan berada di sisi permukaan luar yang berikatan dengan air di sekelilingnya (Murray et al,

2009; Lehninger et al, 2004).

 Gambar 10. Bentuk struktur tersier dari protein denitrificans cytochrome C550 pada bakteri Paracoccus

denitrificans (Timkovich and Dickerson, 1976).

Struktur kuarterner adalah gambaran dari pengaturan sub-unit atau promoter protein dalam

ruang. Struktur ini memiliki dua atau lebih dari sub-unit protein dengan struktur tersier yang

akan membentuk protein kompleks yang fungsional. ikatan yang berperan dalam struktur ini

adalah ikatan nonkovalen, yakni interaksi elektrostatis, hidrogen, dan hidrofobik. Protein

dengan struktur kuarterner sering disebut juga dengan protein multimerik. Jika protein yang

tersusun dari dua sub-unit disebut dengan protein dimerik dan jika tersusun dari empat sub-

unit disebut dengan protein tetramerik (Gambar 11) (Lodish et al., 2003; Murray et al, 2009).

  Gambar 11. Beberapa contoh bentuk struktur kuartener.

BAB III

METODOLOGI

3.1 ALAT DAN BAHAN

Alat:

Beaker glass

Pisau

Talenan

Pipet tetes

Mikropipet

Batang pengaduk

Alat homogenizer

Timbangan

Tabung eppendorf

Alat Sentrifuge

Seperangkat alat elektroforesis

Bahan:

Aquadest

akrilamid/bis

resolving buffer

stacking buffer

running buffer

SDS

Protein marker (Prestained SDS-

PAGE Standards,Board Range. Cat:

#161-0318)

APS 10%

TEMED

Methanol

NaCl

Asam asetat

Aquabides

Commasive blue

3.2 CARA KERJA

a. Penyiapan Sampel

Alat dan Bahan yang akan digunakan disiapkan

Daging sapi dan daging babi dicincang atau dihaluskan, kemudian ditimbang

sebanyak 10 gram

Daging dimasukkan ke dalam beaker glass, kemudian ditambahkan 20 ml buffer,

1 ml NaCl dan 0,5 ml SDS

Suasana pengadukan atau pencampuran dikondisikan dalam suhu yang dingin (±

4oC),dengan menggunakan es batu yang diletakkan dalam beaker glass yang

diletakkan di bawah beaker glass yang digunakan

Sampel diomogenizer selama 30 menit dengan kecepatan ± 170-800 rpm (dengan

suhu ± 4oC)

Pengujian protein dilakukan pada sampel dengan menggunakan protein dye

Sampel disaring dengan kertas saring

Hasil saringan dimasukkan ke dalam tabung eppendorf ± 1 ml, lalu disentrifuge

(dengan suhu ± 4oC), dengan kecepatan 1600 rpm selama ± 15 menit

Supernatan diambil dan dipindahkan ke tabung eppendorf lain

Simpan pada pendingin pada suhu ± 4oC

b. Pembuatan Resolving gel 12% sebanyak 10 ml:

sebanyak 3,4 ml aquades dimasukkan ke dalam beaker glass.

sebanyak 4 ml akrilamid/bis ditambahkan ke dalam beaker glass.

sebanyak 2,5 resolving buffer ditambahkan ke dalam beaker glass.

sebanyak 0,1 ml SDS ditambahkan ke dalam beaker glass.

c. Pembuatan Stacking Gel 4% sebanyak 5 ml:

sebanyak 3,05 ml dimasukkan aquades ke dalam beaker glass.

sebanyak 0,65 ml akrilamid/bis ditambahkan ke dalam beaker glass.

sebanyak 1,25 ml stacking buffer ditambahkan ke dalam beaker glass.

sebanyak 0,05 ml SDS ditambahkan ke dalam beaker glass.

d. Pembuatan staining solution (40% metanol+ 1% commasive blue+ 15% asam

asetat + ad 200 ml):

sebanyak 80 ml aquades dimasukan ke dalam labu ukur 200 ml

sebanyak 2 gram commasive blue ditambahkan ke dalam labu ukur

sebanyak 30 ml asam asetat ditambahkan ke dalam labu ukur

ad 200 ml aquades ke dalam labu ukur.

e. Pembuatan destaining solution (40% metanol+ 7,5% asam asetat + ad 500 ml)

sebanyak 100 ml aquades dimasukan ke dalam labu ukur 500 ml

sebanyak 37,5 ml asam asetat ditambahkan ke dalam labu ukur

ad 500 ml aquades ke dalam labu ukur.

f. Proses pencetakan gel

sebanyak 200 mikroliter APS 10% ditambahkan ke dalam beaker glass berisi

resolving gel. (APS adalah inisiator dalam proses polimerisasi, APS adalah

radikal yang akan membuat monomer membentuk radikal sehingga nantinya

monomer, yaitu akrilamid dan bisakrilamid, dapat membentuk polimer)

sebanyak 20 mikroliter TEMED (TEMED adalah katalis dalam proses

polimerisasi) ditambahkan ke dalam beaker glass berisi resolving gel.

campuran tersebut dimasukan ke dalam cetakan gel menggunakan pipet sampai

batas bawah hijau pada cetakan.

aquabides dimasukan ke dalam cetakan gel sampai batas atas cetakan

(penambahan aquabides ini untuk meratakan dan menghilangkan gelembung yang

muncul saat proses memasukan campuran resolving gel+APS+TEMED ke dalam

cetakan. Aquabides ini tidak akan berikatan dengan polimer. Jadi penambahan

aquabides tidak akan mempengaruhi proses pembuatan dan pencetakan gel).

Proses pembentukan gel ini umumnya membutuhkan waktu 15-30 menit.

setelah resolving gel terbentuk, miringkan cetakan untuk membuang aquabides

yang ada di cetakan. Kemudian masukan stacking gel ke dalam cetakan tersebut.

g. Proses preparasi sampel

Sebanyak 50 mikroliter sampel dan 100 mikroliter sampel buffer ( 1:2 =

sampel:sampel buffer)diambil. Kemudian dimasukan ke dalam tabung eppendorf.

Setelah itu letakkan tabung eppendorf di steroform.

Di sisi lain, air dalam beaker glass dipanaskan hingga mendidih. Kemudian

setelah air mendidih, tabung ependorf diletakkan ke dalam air panas tersebut

selama 4 menit. 

Setelah itu sampel disentrifugasi 12.000 rpm selama 15 menit di suhu 4 celcius.

Sampel yang telah disentrifugasi siap dirunning.

h. Penyiapan Protein marker (Protein marker ini digunakan untuk semua jenis

protein)

sebanyak 100 mikroliter protein marker diambil kemudian disimpan di freezer.

BAB IV

HASIL DAN EMBAHASAN

Preparasi sampel

Bahan Hasil

BSA + Protein Dye Biru

Sampel babi + Protein Dye Biru

Sampel sapi + Protein Dye Biru

Preparasi sampel pada hari pertama

Salah  satu  metode  PAGE  yang  umumnya  digunakan  untuk  analisa 

campuran  protein secara kualitatif adalah SDSPAGE  (Sodium  Dodecyl  Sulfate 

Polyacrilamide  Gel  Electroforesis).Prinsip penggunaan  metode  ini  adalah  migrasi 

komponen  akril  amida  dengan bisakrilamida.Perpindahan migrasi berdasarkan

ukuran molekul protein. Penggunaan SDSPAGE  bertujuan  untuk  memberikan 

muatan  negatif  pada  protein  yang  akan dianalisa. Muatan negatif terjadi pada saat

protein berikatan dengan SDS yang merupakan detegen yang bersifat negatif.

Pada praktikum SDS-PAGE, pertama kali yang dilakukan preparasi sampel

yaitu dengan cara merendam daging babi dan daging sapi dalam air es di beaker glass

yang berbeda. Selama preparasi sampel ini dilakukan pada suhu 4oC, hal ini dilakukan

untuk menonaktifkan enzim protease yang dapat merusak protein menjadi terpotong-

potong yang akhirnya terdegradasi dan menstabilkan protein yang mudah

terpengaruhi oleh suhu selama preparasi. Daging yang telah direndam di dalam air es

kemudian dicincang sehalus mungkin menggunakan pisau, hasil cincangan masing-

masing daging ditimbang sebanyak 10 gram. Alas yang digunakan pada saat

penghalusan daging diusahakan digunakan dari bahan keramik bukan dari bahan

kayu, hal ini dilakukan untuk menghindarkan protein tidak terserap ke talenan yang

terbuat dari kayu.

Cincangan daging dimasukan ke dalam beacker glass, beacker glass tersebut

disimpan dibawah gelas beacker lain yang lebih besar dan telah diisi oleh air berisi es

untuk menjaga selama preparasi suhunya 4oC. Daging cincang tadi ditambahkan

larutan SDS 0,5 ml, PBS (Phosphat Buffer Salina) 20 ml dan NaCl 0,5 ml.

Penambahan buffer bertujuan untuk mengikat protein terlarut.

PBS bertindak sebagai larutan penyangga protein agar tidak rusak. Selain itu

PBS juga menjaga pH agar selalu tetap. Protein hewani ini berada di dalam sel,

penambahan SDS ini mampu merusak membran jaringan sel yang mengandung

fofolipid. Setelah itu, untuk membantu proses lisis atau menghancurkan dinding sel

dari membrane sel dengan cara melalui proses tumbukan antara partikel dengan cara

penambahan silika, namun praktikum kali ini tidak menggunakan silica. NaCl

merupakan sebuah garam, garam ini memiliki fungsi utama yaitu untuk memberikan

kondisi ionik, sehingga reaksi berjalan lebih stabil dan NaCl ini mampu berikatan

dengan protein yang terlarut sehingga didapat hasil isolasi protein yang stabil.

Kemudian homogenkan dengan homogenizer selama 15 menit masih dalam keadaan

dingin suhu 4oC. Hasil homogen diambil larutan ekstraknya dengan mikro pipet dan

masukan ke tabung sentrifuse untuk disentrifugasi. Ambil supernatannya kemudian

cek kadar proteinnya dengan menggunakan pereagen protein dye. Protein dye ini

untuk mengetahui apakah protein dalam sampel sudah terbentuk. Penambahan

pereagen protein dye ini pada larutan yang mengandung protein akan menimbulkan

perubahan warna dari merah kecoklatan menjadi biru jika mengandung protein,

perubahan warna yang semakin pekat menggambarkan bahwa protein yang

terkandung jumlahnya banyak. Hasil setelah ditambahkan adalah warna biru. Hasil ini

dibandingkan dengan BSA (Bovine Serum Albumin) yang memiliki protein dan

ditambahkan protein dye terbentuk warna biru.

Preparasi sampel pada hari kedua

Setelah sampel didiamkan dalam lemari es beberapa hari kemudian di

keluarkan. Dalam prosedur yang tepat sampel yang akan dianalisis seharusnya

dicampur dengan SDS dan sampel buffer (volume 2 kalinya dari sampel) dan

dipanaskan di suhu 60°C. Tujuan pemanasan adalah membantu membuka struktur

protein sehingga membantu SDS dalam mengikat protein. Pada strukturnya SDS

mempunyai SO4- di bagian kepalanya, bagian ini yang akan membuat setiap protein

yang diikatnya menjadi bermuatan negatif. Dalam larutan sampel buffer terdapat beta

merkaptan, beta merkaptan ini akan memutus ikatan disulfide pada protein sehingga

pita protein yang awalnya berbentuk globular karena adanya ikatan disulfide berubah

menjadi bentuk lurus. Hal-hal tersebut yang menyebabkan fragmen pita protein saat

dilakukan elektroforesis berjalan lurus dan menuju electrode positif (anoda). Untuk

mempermudah melihat pita-pita protein saat di elektroforesis nanti, ditambahkan

bromfenol blue sebagai pemberi warna biru. Setelah hal tersebut dilakukan kemudian

lakukan sentrifugasi 1200 rpm selama 10 menit pada sampel. Namun dalam

percobaan, praktikan lupa untuk menambahkan buffer sehingga kemungkinan peluang

sampel protein rusak karena pemanasan lebih besar.

Proses pembuatan SDS page

Selama proses pembuatan bahkan sampai preparasi sampel protein, gunakan

aquabidest hal ini disebabkan bila digunakan aquadest, aquadest ditakutkan masih

mengandung zat-zat anorganik yang dapat menginhibisi enzim ataupun merusak

protein. Bahan gel dimasukkan ke dalam gel kaset yang ketebalannya 0,75 mm. Gel

yang dimasukkan ke dalam gel casset dibuat dari gel yang terdiri dari 2 lapisan gel

yaitu resolving gel yang dimasukkan di bagian bawah dan stacking gel (running gel)

dimasukkan di atas resolving gel. Kedua gel ini memiliki formulasi yang berbeda gel.

Untuk stacking gel dibuat dengan formulasi 4 % yang terdiri dari 6,1 ml aquabidest,

1,3 ml akrilamid 30 %, 2,5 ml stacking buffer dan 0,1 ml SDS. Formulasi tersebut

dibuat untuk larutan 10 ml, karena stacking gel hanya diperlukan sedikit maka dibuat

dalam larutan 5 ml, yang berarti jumlah bahan untuk membuat formulasi stacking gel

tersebut dikurangi menjadi separuhnya. Dengan jumlah larutan 5 ml sudah mampu

membentuk sepasang gel. Resolving gel formulasinya adalah 12 % yang terdiri dari

3,4 ml aquabidest, 4 ml akrilamid 30 %, 2,5 ml resolving buffer dan 0,1 SDS.

Formula ini dibuat untuk larutan 10 ml, dan dengan jumlah tersebut gel yang dapat

dibuat adalah dua (sepasang).

Masing-masing formula kemudian ditambahkan TEMED 10 ml dan APS 10 %

sebanyak 0,1 ml untuk satu formulasi, namun saat pembuatan ternyata penambahan

APS ini tidak menjadikan gel terbentuk. Hal ini disebabkan APS merupakan bahan

lama (kadaluarsa) sehingga reaktifitasnya menurun. Fungsi APS ini adalah insiator

yang akan mengiinisiasi reaksi polimerisasi akrilamid menjadi poliakrilamid dengan

penambahan bisakrilamid. Reaksi polimerisasi ini yang mengakibatkan larutan

berubah menjadi gel bahan yang mengental dan lebih kaku. Sedangkan fungsi

TEMED sebagai katalis, yang dapat mempercepat proses reaksi polimerisasi.

Penyiapan gel akrilamid

Larutan gel yang telah dibuat kemudian dimasukkan ke dalam gel cassette,

yang didahului penambahan larutan bahan gel resolving dan dilanjutkan dengan bahan

gel stacking. Kemudian masukan comb ke dalam bagian atas cetakan (tempat stacking

gel), comb akan membentuk ruang yang disebut sumur. Sumur ini dijadikan tempat

pemasukan larutan marker dan larutan sampel untuk dilakukan elektroforesis. Secara

singkat digambarkan sebagai berikut :

Persiapan proses elektroforesis

Gel akrilamid kemudian dipasangkan ke negative electrode chamber sampai

posisinya pas dan merata. Kemudian negative electrose chamber akan dimasukan ke

dalam tank, dilanjutkan dengan pemasukan cairan running buffer ke dalam bagian

antara sepasang gel akrilamid sampai tumpah ruah dan dapat merendam elektrodanya.

Hal ini penting karena proses elektroforesis dapat berjalan bila kedua elektroda telah

terendam. Masukkan ke 10 sumur yang terbentuk baik larutan marker maupun

sampel, masing-masing larutan dimasukkan ke dalam sumur maksimal 15 µl

menggunakan mikro pipet dengan urutan sebagai berikut :

1. Marker protein

2. Sampel babi

3. Sampel babi

4. Sampel sapi

5. Sampel sapi

6. Sampel babi

7. Sampel babi

8. Sampel sapi

9. Sampel sapi

10. Marker protein

Kemudian tutup tank, dimana letak penutup disesuaikan dengan kutubnya bagian

berwarna merah dipasangkan dengan berwarna merah yang menandakan kutub positif

(anoda) dan bagian berwarna hitam dengan yang berwarna hitam, menandakan kutub

negative (katoda). Nyalakan sumber listrik, atur tegangan 200 volt dengan waktu 60 menit.

Perlahan-lahan pola pita-pita protein akan turun menuju anoda, dan dari pita-pita ini lah yang

akan menjadi bahan analisis.

.

Hasil Elektroforesis

Setelah dilakukan elektroforesis, gel dikeluarkan perlahan-lahan. Selanjutnya diberi pewarna

comassie blue untuk mempermudah analisis. Namun sebelum proses analisis dilakukan lebih

lanjut, gel yang dikeluarkan hancur terlebih dahulu, sehingga praktikan tidak bisa mengamati

hasilnya dengan pasti. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh pembuatan gel yang terlalu tipis.

BAB V

KESIMPULAN

1. Hasil preparasi sampel babi dan sapi menunjukan bahwa bahwa

protein telah terisolasi yang ditandai dengan adanya warna biru

dengan penggunaan reagen protein dye

2. Tidak didapatkan hasil elektroforesis dikarenakan gel yang dibuat

terlalu tipis, sehingga gel menjadi menggulung dan tidak bisa

diwarnai.

DAFTAR PUSTAKA

Harvey, D.. (2000). Modern Analytical Chemistry. McGraw-. Hill : New York.

Boyer, R. F. 1993. Modern experimental biochemistry. The Benjamin Clummings.

Publishing Company: California

Girindra, A. 1993. Biokimia I. Jakarta: Gramedia

Seidman, L.A. & C.J. Moore. 2000. Basic laboratory for biotechnology: Textbook and

laboratory reference. Prentice Hall, Inc. : New Jersey

Davis, L., M. Kuehl, & J. Battey. 1994. Basic methods: Molecular biology. 2nd ed.

Appleton & Lange : Norwola

Martin, R. 1996. Gel electroforesis: Nucleid acids. Bros Scientific Publishers Ltd. : Oxford