scm hortikultura

124
ANALISIS PENGELOLAAN RANTAI PASOK AGROINDUSTRI HORTIKULTURA (STUDI KASUS SARI BUAH JAMBU BIJI LIPISARI DI B2PTTG LIPI SUBANG) SKRIPSI DWI ARYANTHI H34086028 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Transcript of scm hortikultura

Page 1: scm hortikultura

ANALISIS PENGELOLAAN RANTAI PASOK AGROINDUSTRI

HORTIKULTURA (STUDI KASUS SARI BUAH JAMBU BIJI LIPISARI

DI B2PTTG LIPI SUBANG)

SKRIPSI

DWI ARYANTHI H34086028

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2011

Page 2: scm hortikultura

ANALISIS PENGELOLAAN RANTAI PASOK AGROINDUSTRI

HORTIKULTURA (STUDI KASUS SARI BUAH JAMBU BIJI LIPISARI

DI B2PTTG LIPI SUBANG)

DWI ARYANTHI

H34086028

Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2011

Page 3: scm hortikultura

Judul : Analisis Pengelolaan Rantai Pasokan Agroindustri Hortikultura (Studi Kasus Sari Buah Jambu Biji Lipisari di B2PTTG LIPI Subang

Nama : Dwi Aryanthi

NRP : H34086028

Disetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Lukman M. Baga, MA. Ec NIP. 19640220198903 1 001

Diketahui, Ketua Departemen Agribisnis

Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908198403 1 002

Tanggal Lulus :

Page 4: scm hortikultura

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis

Pengelolaan Rantai Pasok Agroindustri Hortikultura (Studi Kasus Sari Buah

Jambu Biji Lipisari di B2PTTG LIPI Subang)” adalah karya sendiri dan belum

diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di

bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2011

Dwi Aryanthi H34086028

Page 5: scm hortikultura

i

RINGKASAN

DWI ARYANTHI. Analisis Pengelolaan Rantai Pasok Agroindustri Hortikultura (Studi Kasus Sari Buah Jambu Biji Lipisari di B2PTTG LIPI Subang). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan LUKMAN M. BAGA)

Pengembangan agroindustri di wilayah pedesaan tidak berjalan dengan baik disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kurangnya ketersediaan bahan baku, keterbatasan pasar, proses produksi yang masih belum optimum, dan lemahnya keterkaitan industri hulu, on farm, dan industri hilir. Permasalahan tersebut menyebabkan ketidakpastian dan kompleksitas dalam rantai pasok. Lipisari sebagai salah satu agroindustri yang mengolah buah jambu menjadi minuman sari buah jambu dengan merek Lipisari juga mengalami permasalahan tersebut. Oleh karena itu, diperlukan strategi yang dapat mengatasi permasalahan kompleksitas dan ketidakpastian rantai pasok yaitu dengan melakukan pengelolaan rantai pasok.

Penelitian yang dilakukan di Lipisari Balai Besar Penelitian Terpadu Tepat Guna Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (B2PTTG LIPI) Subang bertujuan untuk menganalisis pola rantai pasok minuman sari buah jambu dari pengadaan bahan baku utama, bahan baku penolong, dan bahan kemasan, serta proses pengolahan, hingga pendistribusian produk ke tingkat konsumen. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan menganalisis aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh setiap anggota dalam rantai pasok mulai dari hulu hingga ke hilir, serta mengkaji penerapan pengelolaan rantai pasok di Lipisari dengan melihat manfaat dan kendalanya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk menganalisis anggota rantai dan aliran komoditas, serta proses bisnis rantai yang terjadi di antara anggota rantai pasok. Sedangkan, metode kuantitatif dilakukan untuk pengelolaan rantai pasok melalui analisis pengendalian harga pengadaan bahan baku dan pengelolaan permintaan melalui peramalan permintaan untuk periode 2011, penentuan jumlah pemesanan optimum, jumlah pemesanan kembali atau reorder point (ROP), dan jumlah safety stock (SS).

Berdasarkan analisis pola rantai pasok minuman sari buah jambu Lipisari diperoleh hasil yaitu anggota primer rantai pasok terdiri dari pemasok jambu, Lipisari sebagai pengolah, distributor, dan konsumen yang terdiri dari PD Anisa, MiMake, POS Subang, dan koperasi. Anggota sekunder rantai pasok terdiri dari pemasok bahan penolong seperti gula dan bahan kimia, serta pemasok bahan pengemas. Aktivitas rantai pasok yang dilakukan oleh masing-masing anggota rantai pasok yaitu pemasok melakukan aktivitas penjualan, pembelian, pengangkutan, penyimpanan, dan sortasi. Lipisari sebagai perusahaan pengolah melakukan aktivitas penjualan, pembelian, pengangkutan, pengemasan, penyimpanan, dan sortasi. Distributor melakukan kegiatan penjualan, pembelian, dan pengangkutan. Konsumen disini terdiri dari ritel dan koperasi melakukan aktivitas penjualan oleh sebagian anggota, pembelian, pengangkutan, dan penyimpanan. Hubungan yang terbentuk di antara setiap anggota rantai pasok adalah saling ketergantungan.

Page 6: scm hortikultura

ii

Pola aliran rantai pasok terkait dengan aliran barang yang mengalir dari pengadaan jambu biji dari petani jambu hingga jambu sampai di Lipisari dan siap diolah dan pendistribusian produk minuman sari buah jambu Lipisari dari Lipisari hingga ke konsumen melalui ritel dan distributor. Aliran finansial terkait dengan cara pembelian dan pembayaran barang yang dilakukan oleh Lipisari, pemasok, dan distibutor. Aliran informasi terjadi pada konsumen, ritel, koperasi, distributor, agen grosir, pengecer, perusahaan, pemasok, kelompok tani, dan petani jambu atau sebaliknya. Informasi berhubungan dengan jumlah pesanan jambu yang dibutuhkan Lipisari, status pengiriman produk minuman sari buah, jumlah permintaan di setiap ritel dan koperasi.

Penerapan pengelolaan rantai pasok menimbulkan manfaat dan kendala bagi pihak-pihak yang terkait. Manfaat yang diperoleh dari penerapan rantai pasok dapat diperoleh melalui kontrak atau kesepakatan antara supplier dan perusahaan. Kesepakatan terkait dengan jumlah pasokan, mutu dan standar produk, dan penetapan harga. Dengan penerapan rantai pasok, perusahaan dapat menghemat biaya pembelian bahan baku sebesar Rp 1.392.500 untuk periode bulan Januari hingga Juni 2010. Selain itu, Lipisari, retailer, dan distributor juga dapat melakukan penghematan biaya pemesanan hingga mencapai Rp 2.501.150 per tahun. Selain itu, dengan pengelolaan rantai pasok jumlah optimum pemesanan yang dapat dipesan oleh retailer dan distributor mengalami peningkatan dibanding tanpa adanya koordinasi.

Kendala yang dihadapi dalam pengelolaan rantai pasok terkait dengan biaya pengadaan bahan baku yang tinggi atau terkait dengan biaya transportasi, ketidakpastian pasokan bahan baku utama jambu biji merah yang disebabkan iklim yang tidak menentu, distribusi informasi yang kurang lancar terkait dengan jumlah produk yang diminta, waktu pengiriman, harga produk yang ditetapkan oleh perusahaan, dan kerjasama antar pelaku rantai pasok yang belum terjalin. Untuk mencapai kesuksesan dalam penerapan rantai pasok, terdapat beberapa faktor yang menentukan yaitu pengembangan kemitraan, kesepakatan kontraktual, koordinasi dan kerjasama, serta trust building antar anggota rantai.

Page 7: scm hortikultura

iii

RIWAYAT PENULIS

Dwi Aryanthi dilahirkan pada tanggal 23 Juli 1987 di Jambi. Putri dari

pasangan Bapak Amrullah Ali dan Ibu Syafri Annisah. Penulis merupakan anak

kedua dari tiga bersaudara.

Pendidikan dasar penulis diselesaikan selama enam tahun di Sekolah Dasar

Negeri 409 Palembang. Kemudian melanjutkan sekolah lanjutan tingkat pertama

di SLTP Negeri 4 Palembang selama dua tahun, dan akhirnya diselesaikan di

SLTP Negeri 2 Cilegon. Sekolah lanjutan tingkat atas diselesaikan selama tiga

tahun di SMU Negeri 1 Cilegon. Setelah lulus, penulis diterima di Program

Diploma III program keahlian Analisis Kimia, Institut Pertanian Bogor.

Pendidikan ditempuh selama tiga tahun dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun

yang sama, penulis diterima di Program Penyelenggaraan Khusus Agribisnis,

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Page 8: scm hortikultura

iv

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan syukur atas segala nikmat, berkah, rizki, dan ridha

yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Analisis Pengelolaan Rantai Pasok Agroindustri Hortikultura

(Studi Kasus Sari Buah Jambu Biji Lipisari di B2PTTG LIPI Subang)”. Skripsi ini

menjelaskan cara pengelolaan rantai pasok di agroindustri khususnya agroindustri

sari buah untuk mencapai keefektifan dan keefisienan produksi. Selain itu, skripsi

ini menjelaskan keterkaitan antar subsistem dalam rantai pasok sari buah. Penulis

berharap dengan adanya skripsi ini dapat memberikan wawasan baru mengenai

pengelolaan rantai pasok khususnya bagi agroindustri yang berskala kecil.

Bogor, Februari 2011

Dwi Aryanthi

Page 9: scm hortikultura

v

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Ir. Lukman M. Baga, MA. Ec. Selaku dosen pembimbing yang telah

membimbing, memberikan masukan, dan mendukung penulis selama

penyusunan skripsi.

2. Ibu Dr. Ir. Ratna Winandi, MS dan Ir. Yuniar, MS selaku dosen penguji

komdik yang telah memberikan masukan, saran, dan perbaikan pada saat

sidang.

3. Ibu Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS selaku dosen evaluator yang telah

memberikan saran dan kritik yang sangat membantu dalam penyusunan

skripsi.

4. Bapak Ir. Agus Triyono, M.Agr. Selaku dosen pembimbing lapang di

B2PTTG LIPI Subang, Ibu Neneng Kemalasari, Ibu Sri Sudewi, Bapak

Wasnudin, Pak Rahayu dan Dodi, pihak ritel, dan seluruh karyawan LIPI

Subang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

melakukan pengambilan data selama kurang lebih dua bulan.

5. Seluruh dosen dan para karyawan sekretariat Departemen Agribisnis Institut

Pertanian Bogor.

6. Bapak, Ibu, Auliah, Wahyu, keluarga di Jakarta dan Makasar yang telah

membantu dalam penyelesaian skripsi.

7. Yona, Susi, Dimas, Zulia, Rahayu, Asih, Titi, Nazmi, dan teman-teman di

Agribisnis yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam proses

penyelesaian skripsi.

Akhir kata semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca maupun

pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, Februari 2011

Dwi Aryanthi

Page 10: scm hortikultura

vi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL …………………………………………………………….. viii DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………. ix

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………….. x

I PENDAHULUAN ………………………………………………………….. 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1

1.2 Perumusan Masalah ............................................................................... 6

1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………………………... 9

1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................... 10

1.5 Ruang Lingkup ……………………………………………………….. 10

II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………… 11

2.1 Industri Sari Buah sebagai Agroindustri ……………………………... 11

2.2 Rantai Pasok Agroindustri …………………………………………… 12

2.3 Pengelolaan Rantai Pasok pada Agroindustri ....................................... 14

2.4 Penelitian Terdahulu ............................................................................. 15

III KERANGKA PEMIKIRAN ……………………………………………… 18

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ................................................................ 18 3.1.1 Konsep Pengelolaan Rantai Pasok Agribisnis ……………… 18 3.1.2 Identifikasi Anggota Rantai Pasokan ………………………… 20 3.1.3 Pengendalian Persediaan ……………………………………... 22 3.1.4 Proses Pengendalian Harga …………………………………... 23 3.1.5 Pengendalian Permintaan …………………………………….. 25

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional …………………………………… 27

IV METODE PENELITIAN ………………………………………………… 28

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................. 28

4.2 Metode Pengumpulan Data ................................................................... 28

4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data .................................................. 28

4.4 Analisis Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu Lipisari ................. 29

4.5 Analisis Pengelolaan Rantai Pasok …………………………………... 29 4.5.1 Analisis Pengendalian Harga …………………………………. 29 4.5.2 Analisis Pengendalian Permintaan Minuman Sari Buah Jambu Lipisari ……………………………………………… 30

4.5.2.1 Analisis Pola Data Permintaan ………………………... 30 4.5.2.2 Penerapan Model Peramalan Time Series ……………. 31 4.5.2.3 Pemilihan Metode Peramalan Time Series …………….. 32

Page 11: scm hortikultura

vii

4.5.2.4 Perhitungan Jumlah Pemesanan Optimum …………… 33 4.5.2.5 Perhitungan Total Biaya, Safety Stock, dan Reorder Point (ROP) …………………………………. 35

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ………………………………… 36

5.2 Visi, Misi, dan Tujuan Perusahaan ………………………………… 37

5.3 Lokasi Perusahaan …………………………………………………… 38

5.4 Struktur Organisasi …………………………………………………… 38

5.5 Proses Produksi Minuman Sari Buah Jambu Lipisari ………………... 40

VI PEMBAHASAN ………………………………………………………….. 43

6.1 Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu Lipisari …………………… 43 6.1.1 Anggota Primer Rantai Pasok ………………………………... 43 6.1.2 Anggota Sekunder Rantai Pasok ……………………………... 45

6.2 Aktivitas Anggota Primer Rantai Pasok ……………………………… 47

6.3 Pola Aliran Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu Lipisari ……… 51

6.4 Proses Bisnis Rantai ………………………………………………….. 55

6.5 Performa Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu Lipisari ………… 60

6.6 Analisis Harga ……………………………………………………….. 61

6.7 Pengelolaan Permintaan ……………………………………………… 66 6.7.1 Analisa Peramalan Permintaan ……………………………….. 67 6.7.2 Analisa Perhitungan Permintaan Optimum …………………... 70 6.7.3 Analisa Perhitungan Safety Stock …………………………….. 72 6.7.4 Analisa Perhitungan Reorder Point (ROP) …………………... 73

6.8 Konsep Pengelolaan Rantai Pasok untuk Agroindustri Skala Besar …. 74

6.9 Faktor Keberhasilan Penerapan Pengelolaan Rantai Pasok di Lipisari 77

VII KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………… 80

7.1 Kesimpulan …………………………………………………………… 80

7.2 Saran ………………………………………………………………….. 81

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… 82

LAMPIRAN …………………………………………………………………... 85

Page 12: scm hortikultura

viii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Konsumsi Perkapita Hortikultura Tahun 2003 – 2008 ................................... 2

2. Produksi Jambu Biji di Setiap Provinsi di Indonesia Tahun 2006, 2007,

dan 2009 .......................................................................................................... 3

3. Daftar Perusahaan yang Memproduksi Minuman Sari Buah Jambu Biji ....... 4

4. Daftar Pegawai B2PTTGG LIPI yang ditugaskan di Lipisari ...................... 39

5. Daftar Karyawan Lipisari .............................................................................. 40

6. Konsumen Minuman Sari Buah Jambu Lipisari Januari – Juli 2010 ............ 45

7. Pemasok Bahan Penolong Minuman Sari Buah Jambu di Lipisari ...............46

8. Pemasok Bahan Kemasan Minuman Sari Buah Jambu di Lipisari ............... 47

9. Aktivitas Anggota Primer Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu

Lipisari .......................................................................................................... 50

10. Hasil Analisis Harga Pembelian Bahan Baku Jambu Merah Periode

Bulan Januari hingga Juni 2010 .................................................................... 63

11. Hasil Analisis Harga Pembelian Bahan Kimia Periode Bulan April 2010 ... 64

12. Hasil Analisis Harga Pembelian Gula Periode Bulan Januari hingga Juni 2010 ........................................................................................... 65

13. Data Perhitungan Kesalahan Peramalan Permintaan .................................... 68

14. Peramalan Permintaan Minuman Sari Buah Jambu Lipisari Periode

Oktober 2010 sampai Desember 2011 .......................................................... 68

15. Perbandingan Permintaan Optimum Minuman Sari Buah Jambu Lipisari ... 70

16. Perbandingan Total Biaya Pemesanan Minuman Sari Buah Jambu Lipisari ............................................................................................... 71

17. Lead time Distribusi Minuman Sari Buah Jambu Lipisari ............................ 72

18. Safety Stock Minuman Sari Buah Jambu Lipisari untuk Setiap Konsumen 73

19. Reorder Point Minuman Sari Buah Jambu Lipisari untuk Setiap

Konsumen ..................................................................................................... 73

20. Perbandingan Biaya dan Keuntungan Produksi Sari Buah Jambu Biji

Lipisari untuk Satu Kali Produksi ................................................................. 75

21. Perbandingan Kebutuhan Bahan Baku dan Bahan Kemasan Lipisari

per Bulan ....................................................................................................... 76

Page 13: scm hortikultura

ix

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Permintaan Minuman Sari Buah Jambu Biji Lipisari Periode 2002

sampai September 2010 …………………………………………………… 5

2. Rangkaian Rantai Pasokan (Chopra dan Meindl 2001) …………………… 22

3. Kerangka Operasional Penelitian ................................................................... 27

4. Struktur Organisasi Lipisari B2PTTG LIPI ………………………………… 39

5. Proses Produksi Minuman Sari Buah Jambu Biji Lipisari ………………….. 42

6. Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu Lipisari …………………………. 51

7. Grafik Penjualan Minuman Sari Buah Jambu Lipisari Tahun 2002 sampai September 2010 ……………………………………………………………... 67

8. Grafik Penjualan Minuman Sari Buah Jambu Biji Lipisari Periode Tahun 2011 ………………………………………………………………….. 69

Page 14: scm hortikultura

x

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuisioner Penelitian ................................................................................. 86

2. Biaya untuk Satu Kali Produksi Minuman Sari Buah Jambu Lipisari ...... 93

3. Biaya Produksi Minuman Sari Buah Jambu Lipisari Periode Tahun 2008. 94

4. Data Penjualan Minuman Sari Buah Jambu Lipisari Periode Tahun 2002 sampai September 2010 ............................................................................ 96

5. Plot Autokorelasi Produk Minuman Sari Buah Jambu Lipisari ............... 97

6. Perhitungan Nilai Permintaan Optimum Minuman Sari Buah Jambu

Lipisari ...................................................................................................... 98

7. Perhitungan Total Biaya Pemesanan Minuman Sari Buah Jambu Lipisari. 102

8. Perhitungan safety stock (SS) dan reorder point (ROP) minuman sari buah jambu Lipisari .................................................................................. 104

9. Perhitungan Biaya Produksi untuk Kapasitas Produksi Sepuluh Kali Lebih Besar ……………………………………………………………………….105

10. Gudang Penyimpanan dan Peralatan Produksi ........................................ 106

11. Aktivitas Pemasok Jambu Biji Merah di Desa Panyingkiran Majalengka . 109

Page 15: scm hortikultura

1

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Komoditas hortikultura merupakan komoditas prospektif, baik di pasar

domestik maupun internasional. Produk-produk dari komoditas hortikultura

memiliki peranan penting dalam penyerapan tenaga kerja, sumbangan terhadap

pendapatan nasional, pendapatan petani, pemenuhan kebutuhan nasional dan

peningkatan ekspor nasional. Komoditas hortikultura memberikan kontribusi pada

produk domestik bruto (PDB) nasional sebesar 21,17 persen dari total PDB sektor

pertanian, dan nilai PDB ini menduduki urutan kedua setelah subsektor tanaman

pangan yaitu 40,75 persen (Ditjen Hortikultura 2008)1. Selain sumbangan

terhadap PDB, komoditas hortikultura berperan dalam perdagangan lokal,

regional, maupun nasional. Sementara di tingkat rumah tangga petani, hortikultura

merupakan sumber pendapatan rumah tangga.

Peran komoditas hortikultura yang besar dalam berbagai aspek menjadikan

hortikultura sebagai salah satu produk pertanian yang perlu mendapat perhatian.

Secara alami, produk hortikultura sangat mudah sekali mengalami kerusakan dan

kebusukan. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kerusakan dan kebusukan

produk hortikultura dapat berasal dari komoditi itu sendiri (faktor internal)

maupun dari lingkungan (faktor eksternal). Pada buah dan sayuran yang telah

mengalami pemanenan, proses pematangan umumnya diikuti oleh perubahan

penampakan dan komposisi kimia. Oleh karena itu, proses pematangan dan

respirasi yang terlalu cepat, tidak dikehendaki pada produk hortikultura yang akan

disimpan lama (Fateta IPB 1991). Menurut LIPI (1979) dalam Fateta IPB (1991),

kerusakan lepas panen sayur-sayuran dan buah-buahan mencapai 20 persen

sampai 40 persen. Untuk mencegah tingginya angka kerusakan pasca panen,

diperlukan adanya teknologi penanganan pasca panen dan pengolahan untuk

memperpanjang masa simpan dan daya guna, mempertahan nilai gizi,

meningkatkan nilai ekonomi dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani.

1www.hortikultura.go.id/index.php?option_com_wrapper&Itemid=235 [Diakses tanggal 16

Juni 2010]

Page 16: scm hortikultura

2

Penanganan dan pengolahan pasca panen diperlukan tidak hanya untuk mengatasi

kerusakan lepas panen, tetapi juga diperlukan untuk meningkatkan tingkat

konsumsi masyarakat akan produk hortikultura. Di Indonesia tingkat konsumsi

masyarakat akan buah-buahan dan sayuran masih berada di bawah nilai

keseimbangan gizi menurut Food Agriculture Organization (FAO) yaitu harus

mencapai 70 kg/ tahun perkapita. Tingkat konsumsi masyarakat Indonesia akan

produk hortikultura dapat dilihat pada Tabel 1. Rendahnya tingkat konsumsi

komoditas hortikultura menyebabkan diperlukannya usaha dari berbagai pihak

untuk melakukan pengolahan terhadap komoditas ini, sehingga memiliki nilai

tambah dan nilai ekonomis yang mampu meningkatkan daya saing produk.

Tabel 1. Konsumsi Perkapita Hortikultura Tahun 2003 – 2008

No Kelompok Komoditas Konsumsi Perkapita (kg/ tahun) 2003 2004 2005 2006 2007 2008

1 Buah-Buahan 29,44 27,19 25,17 23,56 34,06 31,93

2 Sayuran 34,52 33,49 35,33 34,16 39,39 39,45

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) (2010)2.

Pengolahan komoditas hortikultura diharapkan dapat meningkatkan

kegemaran masyarakat terhadap komoditas hortikulutura khususnya buah-buahan.

Salah satu pengolahan komoditas hortikultura khususnya buah-buahan menjadi

produk jadi yang memiliki nilai ekonomis dan nilai tambah yaitu dengan

mengolahnya menjadi sari buah. Pengolahan buah-buahan menjadi minuman sari

buah mampu mengatasi permasalahan dan kelemahan dari produk hortikultura,

yaitu tidak tahan lama, mudah rusak akibat pengaruh fisik (sinar matahari,

benturan fisik) dan pengaruh biologis (mikroba, kapang, virus, hama).

Produk minuman sari buah dapat diproduksi dari berbagai macam jenis buah

seperti nanas, apel, belimbing, dan juga jambu biji. Produksi minuman sari buah

jambu biji menjadi salah satu produk yang banyak dikonsumsi masyarakat karena

rasanya yang enak dan segar. Selain karena rasanya, sari buah jambu biji juga

sering dikonsumsi sebagai minuman kesehatan. Hal ini terkait dengan kandungan

vitamin C buah jambu biji yang lebih besar daripada buah jeruk (Parimin 2007)

2 http://pdf.cost.org/download/perkembangan_beberapa_indikator_sosial_ekonomi_

indonesia.pdf [Diakses tanggal 20 Oktober 2010]

Page 17: scm hortikultura

3

dan kemampuannya untuk meningkatkan kadar trombosit darah (Prabawati 2005).

Adapun kandungan nutrisi dalam 100 gram jambu biji masak segar adalah energi

49,00 kal; protein 0,90 g; lemak 0,30 g; karbohidrat 12,30 g; kalsium 14,00 mg;

fosfor 28,00 mg; besi 1,10 mg; vitamin A 25 SI; vitamin B1 0,02 mg; vitamin B2

0,04 mg; vitmain C 87,00 mg; niacin 1,10 mg; serat 5,60 mg; dan air 86 g.

Jambu biji menjadi potensial mengingat komoditas jambu biji menjadi

komoditas yang memiliki tingkat produksi cukup tinggi di Indonesia terutama di

Jawa Barat. Produksi jambu biji di Jawa barat mengalami peningkatan setiap

tahunnya. Pada tahun 2006 produksi jambu biji di Jawa Barat mencapai 47.736

ton, dan tahun 2009 meningkat menjadi 70.997 ton. Dengan kondisi yang ada,

proses pengolahan jambu biji menjadi produk dengan nilai tambah menjadi sangat

potensial, mengingat sifat dari komoditi ini yang rentan terhadap kerusakan fisik,

biologis, dan kimia. Data produksi jambu biji di Indonesia dapat dilihat pada

Tabel 2.

Tabel 2. Produksi Jambu Biji di Setiap Provinsi di Indonesia Tahun 2006, 2007, dan 2009

Sumber : Data Badan Pusat Statistik (BPS) 20103

3http://pdf.cost.org/download/perkembangan_beberapa_indikator_sosial_ekonomi_

indonesia.pdf (Data 2006 dan 2007) [Diakses tanggal 16 Juni 2010] , http://www.bps.go.id (untuk data tahun 2009) [Diakses tanggal 20 Oktober 2010], Data tahun 2008 tidak dapat diakses.

Provinsi Produksi (Ton) 2006 2007 2009

Jawa Barat 47.736 65.131 70.997 Nusa Tenggara Barat 27.859 19.075 20.476 Jawa Tengah 19.697 16.549 25.616 Sumatera Utara 13.782 15.660 24.682 Jawa Timur 22.224 14.309 19.057 Sulawesi Selatan 7.994 8.813 11.187 Nusa Tenggara Timur 5.062 4.549 9.270 Sumatera Selatan 5.757 4.198 3.781 DI Yogyakarta 5.035 3.983 4.113 Banten 7.443 3.946 3.076 Provinsi Lainnya 33.641 39.810 31.773

Total 196.180 179.474 220.202

Page 18: scm hortikultura

4

Salah satu daerah di Jawa Barat yang mengembangkan pengolahan jambu

biji menjadi minuman sari buah yaitu daerah Subang. Potensi pasar produk sari

buah tergolong pesat dengan nilai pertumbuhan pasar mencapai 15-20 persen tiap

tahun dan menguasai 5 persen dari total pasar minuman (Poeradisastra dalam

Nuranggara 2009). Menurut Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRINI) dalam

Nuranggara (2009), pada tahun 2008 terdapat 35 industri kecil menengah dan 20

perusahaan besar yang memproduksi sari buah dengan 60 merek. Perusahaan-

perusahaan yang memproduksi minuman sari buah jambu biji terlihat pada

Tabel 3.

Tabel 3. Daftar Perusahaan yang Memproduksi Minuman Sari Buah Jambu Biji

No NamaProduk Perusahaan Lokasi 1 Buavita PT Ultra Jaya Bandung 2 Mi-U PT Globalindo Perkasa Salatiga 3 Calamansi PT Makmur Sejati Internasional Bogor 4 Sun Fresh PT Carascindo Perdana Jakarta 5 Berri Clasic PT Berri Indosari Cikande 6 Guava Juice INDOSARI Jakarta 7 Jungle Juice PT Diamond Cold Storage Jakarta 8 Marco Pink Guava PT Hamdia Jaya Internasional Jakarta 9 Love Juice PT Hale Internasional Bogor 10 Country Choice PT Sinar Sosro Bekasi 11 Linute Maid Coca-cola Company Jakarta 12 Lipisari Lipisari BP2TTG LIPI Subang Sumber : Lipisari 2010

Salah satu pelaku bisnis yang memproduksi minuman sari buah adalah

Lipisari B2PTTG LIPI yang terletak di Kabupaten Subang, Jawa Barat. Lipisari

merupakan agroindustri dengan skala kecil yang berada di daerah Subang, namun

produk minuman sari buah yang dihasilkan mampu bersaing dengan merek

lainnya. Lipisari menjadi produk lokal yang dikonsumsi oleh masyarakat Subang,

dan telah diakui oleh Bupati Subang sebagai salah satu produk unggulan dari kota

Subang. Lipisari memproduksi sari buah jambu biji dalam kemasan dengan merek

”Jus Lipisari”.

Lipisari seperti industri kecil lainnya mengalami permasalahan dalam

lemahnya keterkaitan antarsubsistem di dalam agribisnis yaitu distribusi dan

penyediaan faktor produksi, proses produksi pertanian, pengolahan dan pemasaran

(Soekartawi 2000). Dalam penyediaan faktor produksi, Lipisari memerlukan

Page 19: scm hortikultura

5

manajemen persediaan yang baik terkait dengan karakteristik jambu biji sebagai

bahan pertanian yaitu musiman, bulky, dan mudah rusak (perishable). Oleh karena

itu, karakteristik dari jambu biji akan berpengaruh terhadap manajemen

persediaan bahan baku untuk membuat minuman sari buah. Bila tidak dikelola

dengan baik, manajemen persediaan akan mengalami permasalahan dalam logistik

yaitu kondisi dan situasi dimana tidak terjadi peningkatan nilai terhadap suatu

produk namun hal ini akan berdampak pada biaya (cost). Selain itu, permintaan

akan produk Lipisari yang berfluktuasi, seperti yang terlihat pada Gambar 1,

menyebabkan perusahaan harus memiliki pasokan yang selalu ada kapan pun

dibutuhkan.

Sumber : Lipisari 2010

Gambar 1. Permintaan Minuman Sari Buah Jambu Biji Lipisari Periode 2002 sampai September 2010

Produksi jambu biji di daerah Subang yang terbatas dikhawatirkan tidak

mencukupi kebutuhan jambu biji di Lipisari untuk memenuhi permintaan pasar

yang berfluktuasi. Hal ini menyebabkan perusahaan membutuhkan suatu strategi

yang dapat mengatur pasokan jambu biji agar sesuai dengan waktu dan jumlah

yang dibutuhkan oleh perusahaan. Selain itu, strategi juga dibutuhkan untuk

mengatasi fluktuasi permintaan yang terjadi. Hal ini dibutuhkan untuk

meningkatkan efektifitas dan efisiensi pemasaran produk.

Pengelolaan rantai pasok merupakan manajemen logistik yang mampu

mengintegrasikan seluruh kegiatan-kegiatan pengelolaan dari hulu sampai ke hilir

yaitu dari pengadaan bahan baku, sistem produksi sampai dengan konsumen

Page 20: scm hortikultura

6

akhir, dan penerapan pengelolaan rantai pasok diharapkan memberikan

keuntungan yang seimbang di antara berbagai anggota rantai, serta dapat

meningkatkan daya saing yang berkelanjutan dari produk. Dalam pengembangan

hortikultura peran pengelolaan rantai pasok diperlukan untuk mengatasi

permasalahan lemahnya keterkaitan antarsubsistem yang terjadi pada industri

kecil. Pada tingkat produksi, sistem pasokan diperlukan untuk menjamin pasokan

kebutuhan hortikultura baik dari segi jumlah, mutu, dan kontinuitas. Sementara

itu, sebagai produk yang mempunyai sifat yang mudah rusak dan tidak tahan

lama, aspek distribusi dan pemasaran memegang peranan yang sangat penting

dalam satu kesatuan rantai pasok. Di tingkat distribusi, implemantasi sistem

pasokan produk juga perlu dibangun secara baik, mulai dari pemahaman

karakteristik produsen, preferensi konsumen, jaminan ketersediaan dan mutu,

kontinuitas pasokan, margin/ keuntungan yang proporsional antar pelaku rantai

pasokan, logistik, distribusi, komunikasi, informasi, sampai hubungan yang

efektif antar pelaku rantai pasok. Kesemua hal di atas perlu dibangun secara baik

untuk menciptakan rantai pasok yang efektif dan efisien.

Pengelolaan rantai pasok merupakan metode, alat, atau pendekatan yang

digunakan untuk mengelola suatu rantai pasok (Pujawan 2005). Ada berbagai

kegiatan yang tergolong ke dalam area pengelolaan rantai pasok dan di dalam

kegiatan tersebut melibatkan banyak pihak, baik pihak produsen bahan mentah

yaitu petani, industri pengolah, distributor, koperasi ataupun kelembagaan petani,

ritel, dan konsumen akhir. Lipisari sebagai industri kecil pengolahan komoditas

hortikultura sangat terkait dengan kegiatan-kegiatan rantai pasok. Lipisari juga

memerlukan suatu strategi untuk mewujudkan tujuan-tujuan utama suatu usaha

yaitu mencapai efektivitas, efisiensi, perusahaan mampu mencapai economies of

scale, dan konsumen mendapatkan produk yang murah dan berkualitas.

1.2 Perumusan Masalah

Pengelolaan rantai pasok merupakan keterpaduan antara perencanaan,

koordinasi, serta kendali seluruh proses dan aktivitas bisnis dalam rantai pasok

untuk memenuhi kebutuhan konsumen dengan biaya termurah (Chopra dan

Meindl 2001). Lipisari sebagai perusahaan pengolahan bahan pertanian yaitu

Page 21: scm hortikultura

7

jambu biji memerlukan manajemen rantai pasok dalam mengkoordinasikan semua

kegiatan-kegiatan yang terkait dengan proses produksi minuman sari buah jambu

biji. Hal ini diperlukan untuk mengatasi permasalahan ketidakpastian dan

kompleksitas dari rantai pasok yang terjadi dalam proses produksi.

Ketidakpastian merupakan sumber utama kesulitan pengelolaan suatu rantai

pasok. Ketidakpastian dalam rantai pasok berdasarkan sumbernya dibagi menjadi

tiga klasifikasi utama yaitu ketidakpastian permintaan, ketidakpastian yang

berasal dari pemasok, dan ketidakpastian internal. Ketidakpastian permintaan

menyebabkan penjualan minuman sari buah jambu biji Lipisari berfluktuatif

seperti yang terlihat pada Gambar 1. Hal ini disebabkan banyak faktor di

antaranya ritel-ritel yang menjual produk minuman sari buah jambu Lipisari tidak

pernah memiliki informasi yang pasti mengenai jumlah penjualan minuman sari

buah Lipisari per bulan. Pesanan dari sebuah ritel atau pengecer ke distributor

juga tidak pernah pasti karena berbagai faktor, termasuk adanya kesalahan

administrasi persediaan dan keharusan ritel untuk mengakomodasikan

ketidakpastian pelanggan mereka. Selain itu, ketidakpastian permintaan

disebabkan juga karena pemasaran produk yang masih terbatas dan Lipisari belum

memiliki jaringan distribusi resmi. Selama ini pemasaran hanya dilakukan secara

pasif dengan mengandalkan nama B2PTTG LIPI. Bahkan semakin ke hulu

ketidakpastian permintaan ini biasanya semakin meningkat dan ini dinamakan

dengan bullwhip effect.

Ketidakpastian tidak hanya disebabkan dari permintaan yang berfluktuasi.

Ketidakpastian juga bisa berasal dari pemasok yaitu terkait dengan harga bahan

baku, lead time pengiriman, ketidakpastian kualitas produk, dan kuantitas produk

yang bisa dikirim. Jambu biji sebagai bahan baku utama minuman sari buah

Lipisari merupakan komoditas yang sangat terbatas di daerah Subang. Lipisari

harus memasok jambu biji dari Majalengka. Namun, produksi jambu biji di

Majalengka juga menjadi semakin tidak pasti dikarenakan perubahan cuaca dan

iklim yang tidak ekstrim. Akibatnya pemasok terkadang tidak bisa memenuhi

permintaan akan jambu biji merah, selain itu musim panen yang tak menentu

menyebabkan harga jambu biji juga tidak bisa dipastikan.

Page 22: scm hortikultura

8

Ketidakpastian internal di Lipisari juga menjadi permasalahan yang

menyebabkan produksi minuman sari buah jambu Lipisari menjadi tidak

optimum. Pada saat ini kapasitas produksi minuman sari buah jambu biji di

Lipisari mencpai 1800 liter per 6 jam, padahal kapasitas produksi mesin mencapai

2000 liter per 8 jam. Hal ini disebabkan oleh ketidakpastian internal di Lipisari

seperti kerusakan mesin, kinerja mesin yang tidak sempurna, keterbatasan tenaga

kerja, dan ketidakpastian waktu produksi.

Ketidakpastian yang terjadi menyebabkan Lipisari harus melibatkan banyak

pihak dalam melakukan aktivitas-aktivitas bisnis. Pihak-pihak yang terlibat

seringkali memiliki kepentingan yang berbeda-beda, bahkan tidak jarang

bertentangan antara yang satu dengan lainnya. Sebagai contoh, pemasok

menginginkan pembeli untuk memesan produk jauh hari sebelum waktu

pengiriman dan sebisa mungkin jumlah produk yang dipesan tidak berubah. Di

sisi lain, Lipisari menghendaki fleksibilitas yang tinggi karena Lipisari

berproduksi sesuai dengan permintaan dan belum memiliki jadwal produksi yang

pasti. Sehingga Lipisari akan lebih mudah dalam proses produksi apabila pemasok

memberikan keleluasaan untuk mengubah jumlah, spesifikasi, maupun jadwal

pengiriman bahan baku yang dipesan. Konflik kepentingan antar anggota rantai

menyebabkan semakin kompleks nya rantai pasok yang terbentuk.

Kompleksitas dan ketidakpastian rantai pasok yang terjadi pada proses

produksi di Lipisari dapat menimbulkan permasalahan yang menyebabkan

perusahaan tidak mampu berproduksi secara maksimal, efektif, dan efisien. Oleh

karena itu, diperlukan pengelolaan rantai pasok dari minuman sari buah jambu biji

agar Lipisari dapat mengetahui kompleksitas rantai pasok yang ada dan mengatasi

permasalahan dalam rantai pasok tersebut, sehingga perusahaan mampu

berproduksi secara optimal. Konsep rantai pasok dapat digunakan untuk melihat

rantai penyaluran produk sari buah kemasan Lipisari. Selain itu, pengelolaan

rantai pasok dapat mengatasi ketidakpastian pasokan dapat dilakukan dengan

pengendalian harga dan permasalahan ketidakpastian permintaan dapat dilakukan

dengan pengendalian permintaan.

Page 23: scm hortikultura

9

Rantai pasok merupakan jaringan perusahaan yang secara bersama-sama

bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai

akhir. Pada umumnya ada tiga macam aliran yang harus dikelola yaitu aliran

barang yang mengalir dari hulu hingga ke hilir, aliran uang dan sejenisnya, dan

aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu hingga ke hilir (Pujawan 2005). Aliran

informasi yang bisa terjadi dalam suatu rantai pasok menyangkut informasi

persediaan produk di pasar, informasi kapasitas produksi yang dimiliki supplier,

dan informasi mengenai status pengiriman bahan baku. Konsep pengelolaan rantai

pasok merupakan konsep atau mekanisme untuk meningkatkan produktivitas total

perusahaan dalam rantai pasok melalui optimalisasi waktu, lokasi, dan aliran

kuantitas bahan. Rantai penyaluran melibatkan semua pihak yang menangani

komoditas dalam perjalanannya dari produsen ke konsumen akhir, serta terlibat

dalam perpindahan fisik yang sesungguhnya dan perpindahan hak milik.

Berdasarkan perumusan masalah di atas, menarik untuk dikaji mengenai:

1. Bagaimana pola rantai pasokan komoditi minuman sari buah jambu biji dari

pemasok bahan baku, pengolahan, hingga pendistribusian produk ke tingkat

konsumen?

2. Bagaimana aktivitas yang terjadi dalam setiap anggota rantai pasok mulai

dari hulu hingga ke hilir?

3. Bagaimana penerapan pengelolaan rantai pasok di Lipisari B2PTTG LIPI

Subang?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis pola rantai pasok minuman sari buah jambu biji dari

pemasokan bahan baku, pengolahan, hingga pendistribusian produk ke

tingkat konsumen.

2. Menganalisis aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh anggota rantai pasok.

3. Mengkaji penerapan pengelolaan rantai pasok di Lipisari B2PTTG LIPI

Subang dengan melihat manfaat dan kendalanya.

Page 24: scm hortikultura

10

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat bagi perusahaan

sebagai informasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas produksi. Serta

manfaat lainnya untuk memperdalam dan mengembangkan konsep pengelolaan

rantai pasok. Manfaat lain yang diharapkan adalah sebagai salah satu

pertimbangan bagi pihak manajemen Lipisari dalam meningkatkan daya saing,

melalui perbaikan manajemen penyediaan dan pendistribusian dalam proses

produksi minuman sari buah jambu biji. Selain itu, hasil analisis dapat digunakan

sebagai masukan dan pertimbangan dalam menjalankan operasional perusahaan.

1.5 Ruang Lingkup

Organisasi dapat mempelajari dan memperbaiki profitabilitas melalui

aktivitas-aktivitas pengelolaan rantai pasok dengan memfokuskan operasi tidak

hanya dalam perusahaan saja tetapi dalam satu kesatuan rantai pasok. Kajian ini

difokuskan pada aliran pasokan bahan baku, hingga pendistribusian minuman sari

buah jambu Lipisari ke distributor, ritel, dan koperasi, serta difokuskan pada

pengendalian permintaan dan persediaan di Lipisari.

Page 25: scm hortikultura

11

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Industri Sari Buah sebagai Agroindustri

Sari buah atau jus (fruit juice) adalah cairan yang terdapat secara alami

dalam buah-buahan. Sari buah populer dikonsumsi masyarakat sebagai minuman.

Sari buah merupakan hasil pengepresan, penghancuran atau ekstraksi buah segar

yang telah masak melalui proses penyaringan. Buah yang digunakan sebagai sari

buah harus dalam keadaan matang dan mempunyai cita rasa yang enak dan

banyak mengandung asam (Fathiyah 2005).

Minuman sari buah adalah minuman ringan yang dibuat dari bubur buah dan

air minum dengan atau tanpa penambahan gula dan bahan tambahan makanan

yang diizinkan (Standar Nasional Indonesia 1995 dalam Fathiyah (2005). Pada

prinsipnya terdapat dua macam sari buah yaitu sari buah encer (dapat langsung

diminum) dan sari buah pekat atau sirup.

Sari buah encer adalah cairan buah yang diperoleh dari pengepresan daging

buah, dilanjutkan dengan penambahan air dan gula pasir. Sedangkan, sari buah

pekat adalah cairan yang dihasilkan dari pengepresan daging buah dan dilanjutkan

dengan proses pemekatan, baik dengan cara pendidihan biasa maupun dengan cara

lain seperti penguapan dengan hampa udara.

Menurut Soekartawi (2000), industri pengolahan sari buah digolongkan ke

dalam agroindustri, karena industri sari buah merupakan industri yang mengolah

dan menggunakan jambu biji (salah satu produk pertanian) sebagai bahan baku

utamanya. Agroindustri sari buah jambu yang ada saat ini didominasi oleh

industri-industri skala besar dan masih terkonsentrasi di perkotaan, padahal

sebagai motor penggerak pembangunan pertanian agroindustri diharapkan akan

dapat memainkan peranan penting dalam kegiatan pembangunan daerah, baik

dalam sasaran pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi, maupun

stabilitas nasional.

Pengembangan agroindustri di wilayah pedesaan tidak berjalan dengan baik

disebabkan oleh berbagai tantangan, baik tantangan atau permasalahan yang

Page 26: scm hortikultura

12

berasal dari dalam wilayah itu sendiri ataupun yang berasal dari luar. Beberapa

permasalahan agroindustri yang terjadi adalah sebagai berikut.

a. Kurang tersedianya bahan baku yang cukup dan kontinu.

b. Kurang nyatanya peran agroindustri di pedesaan karena masih

berkonsentrasinya agroindustri di perkotaan.

c. Kurang konsistennya kebijakan pemerintah terhadap agroindustri.

d. Kurangnya fasilitas permodalan (perkreditan).

e. Keterbatasan pasar.

f. Lemahnya infrastruktur.

g. Kualitas produksi dan prosesing yang belum mampu bersaing.

h. Lemahnya keterkaitan industri hulu dan hilir.

Lemahnya keterkaitan antarsubsistem di dalam agroindustri menjadi

permasalahan utama yang harus diselesaikan. Keterkaitan antarsubsistem dapat

dibangun melalui suatu pendekatan yang mampu mengintegrasikan keselurahan

subsistem dari hulu hingga ke hilir. Menurut King and Venturini (2005),

pengelolaan rantai pasok menjadi solusi untuk mengatasi lemahnya keterkaitan

antarsubsistem agribisnis pada agroindustri di pedesaan.

2.2 Rantai Pasok Agroindustri

Food systems dibedakan menjadi tiga tipe yang berbeda yaitu traditional

food system, structured food system, dan industrialized food system (McCullough

et.al 2008). Karakteristik dari traditional food system adalah rantai pasok dari

produk tidak tertata dengan baik, dan sistem yang mendominasi masih sangat

sederhana, serta infrastruktur dari pasar masih sangat terbatas.

Karakteristik dari structured food system memiliki karakteristik pasar masih

sama dengan traditional food system, tetapi lebih tertata dan memiliki aturan serta

regulasi yang jelas dalam penempatan pasar dan infrastruktur pasar lebih luas.

Rantai pasok pada sistem ini lebih terorganisasi dengan baik ditandai dengan

terjadinya perkembangan pangsa pasar, tetapi rantai pasok masih bersifat

sederhana dan umum. Sistem ini merupakan karakteristik sistem pada negara-

negara berkembang. Sedangkan, dalam industrialized food system, setiap bagian

Page 27: scm hortikultura

13

pada sistem ini telah terkoordinasi dengan baik dan melibatkan banyak pihak atau

sektor pada setiap proses produksi dan rantai pasok pun telah terorganisasi dengan

baik serta memiliki manajemen rantai pasok yang baik dan biasanya diterapkan di

negara-negara maju. Perbedaan yang terjadi merupakan suatu proses transformasi

yang terjadi akibat adanya perkembangan atau pembangunan pada sektor

pertanian. Hal ini juga terkait dengan globalisasi dan perkembangan teknologi

(McCullough et.al 2008).

Structured food system banyak diterapkan di negara-negara berkembang,

konsumsi produk-produk yang memiliki nilai tambah terus meningkat dan rantai

pasok harus siap merespon peningkatan yang terjadi. Perubahan teknologi dan

globalisasi merupakan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pengaturan

ulang dari rantai yang menghubungkan produsen hingga ke konsumen akhir.

Inovasi teknologi informasi dan komunikasi dalam rantai pasok dibutuhkan agar

rantai pasok lebih responsif terhadap permintaan konsumen, sementara inovasi

dalam produksi dan distribusi diperlukan oleh produsen agar produk-produk yang

dihasilkan cocok untuk dipasarkan secara luas. Oleh karena itu, inovasi teknologi

dalam rantai pasok pada produk pertanian telah meningkat seiring dengan

terjadinya fluktuasi permintaan konsumen (Kumar 2006).

Pengelolaan rantai pasok adalah alat, metode, atau pendekatan yang dapat

digunakan untuk mengelola dan merespon setiap perubahan dalam rantai pasok,

contohnya Universal Product Code. Universal Product Code merupakan salah

satu pendekatan dari pengelolaan rantai pasok yang digunakan pada tahun 1970

dan mampu menciptakan koordinasi yang efisien diantara pelaku dalam rantai

pasok, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk merespon perubahan permintaan

menjadi relatif lebih singkat (King and Venturini 2005). Pelaku-pelaku yang

berada pada suatu rantai pasok memiliki tujuan yang sama yaitu ingin memuaskan

konsumen akhir. Mereka juga harus bekerjasama untuk membuat produk dengan

biaya yang murah, mengirimkannya dengan tepat waktu, dan dengan kualitas

yang baik. Hanya dengan kerjasama antara elemen-elemen pada rantai pasok

tujuan tersebut akan dapat dicapai, karena itu diperlukan suatu pendekatan untuk

mengelola rantai pasokan.

Page 28: scm hortikultura

14

2.3 Pengelolaan Rantai Pasok pada Agroindustri

Pengelolaan rantai pasok dipopulerkan pertama kalinya pada tahun 1982

sebagai pendekatan manajemen persediaan yang menekankan pada pasokan bahan

baku. Namun, sekarang ini pengelolaan rantai pasok tidak hanya terbatas pada

manajemen persediaan untuk bahan baku tetapi diterapkan untuk

mengintegrasikan pemasok, pengusaha, gudang, dan tempat penyimpanan lainnya

secara efisien sehingga produk yang dihasilkan dan didistribusikan dengan

kuantitas yang tepat, lokasi tepat, dan waktu tepat untuk memperkecil biaya dan

memuaskan kebutuhan pelanggan.

Pengelolaan rantai pasok memerlukan keterpaduan antara perencanaan,

koordinasi dan kendali dari seluruh proses dan aktivitas bisnis dalam rantai pasok

(Chopra dan Meindl 2001). Dalam mengelola rantai pasok, terdapat dua tantangan

utama yang harus dihadapi yaitu kompleksitas struktur rantai pasok dan

ketidakpastian. Seperti yang terjadi di India, pasar untuk produk-produk pertanian

di negara tersebut menghadapi permasalahan ketidakefisienan dan

ketidaksempurnaan pasar dengan harga yang selalu berfluktuasi, khususnya untuk

pasar komoditas kentang. Harga yang diterima oleh produsen rendah, dan para

pelaku pasar seringkali tidak dapat mencapai optimalisasi waktu, efektivitas biaya,

dan kualitas yang baik dari pasokan bahan baku (Singh 2005). Pada kondisi ini

pendekatan pengelolaan rantai pasok diperlukan untuk memastikan para petani

sebagai produsen dapat terlibat dan mendapatkan pembagian keuntungan atau

harga yang sesuai di dalam rantai pasok dan pasar. Hal ini penting untuk

memperbaiki jaringan-jaringan pasar tradisional yang lemah dan tidak baik

(Pingali dan Khwaja 2004).

Simchi-Levi et al. (2003) menyatakan bahwa dalam pengelolaan rantai

pasok tradisional, strategi pengelolaannya dikategorikan sebagai sistem push atau

pull. Dalam supply chain dengan sistem push, kebijakan produksi dan distribusi

didasarkan pada peramalan jangka panjang yang ditentukan dari data order dari

gudang-gudang ritel. Rantai pasok yang menggunakan sistem ini memerlukan

waktu yang lebih lama untuk bereaksi terhadap perubahan pasar, akibatnya

anggota dalam rantai pasok terutama perusahaan tidak mampu untuk

Page 29: scm hortikultura

15

menyesuaikan pola perubahan permintaan, timbulnya efek bullwhip dimana

variabilitas permintaan yang diterima dari ritel lebih besar dari variabilitas

permintaan pelanggan sehingga terjadi kelebihan inventory akibat kebutuhan

safety stock yang besar.

Rantai pasok dengan sistem pull berbeda dengan sistem push, pada sistem

ini produksi dan distribusi digerakkan oleh permintaan sehingga sistem ini

berkoordinasi sesuai dengan permintaan nyata dari pelanggan daripada ramalan

permintaan. Pada sistem pull murni perusahaan melihat besarnya pengurangan

inventory yang signifikan dalam sistem, peningkatan kemampuan untuk

mengelola sumber daya, serta pengurangan biaya sistem saat dibandingkan

dengan sistem push yang ekuivalen. Tetapi sistem pull seringkali sulit untuk

diterapkan saat lead time sangat panjang sehingga tidak praktis untuk bereaksi

atas informasi permintaan. Dalam sistem pull, seringkali sulit untuk memperoleh

manfaat dari skala ekonomi dalam pabrikasi dan transportasi karena sistem tidak

disiapkan untuk jangka panjang.

Kelebihan dan kekurangan sistem pull maupun sistem push telah membawa

perusahaan-perusahaan untuk mencari strategi rantai pasok baru yang mengambil

keuntungan dari kedua sistem, yang umumnya berupa strategi push-pull. Pada

strategi ini biasanya tahap awal dioperasikan secara push-based sementara tahap

selanjutnya menggunakan strategi pull-based.

2.4 Penelitian Terdahulu

Aini (2005) meneliti tentang sistem supply sayuran pada supplier dengan

menggunakan pendekatan analisis deskriptif mengenai hubungan kelembagaan

dan analisis marjin tatanaiaga. Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa

pembelian bahan baku yang dilakukan secara kredit dan tunai serta biaya

transportasi membutuhkan alokasi penggunaan biaya terbesar dalam pengadaan

barang (procurement), dan untuk melakukan efisiensi biaya perusahaan harus

melakukan penghematan di sektor lain seperti penggunaan media elektronik untuk

pemesanan sehingga mengurangi biaya pemesanan (ordering cost), peningkatan

pendapatan penjualan, dan meminimalisasi persentase jumlah barang yang

kembali dari pasar (retur).

Page 30: scm hortikultura

16

Noviyanti (2005) melakukan studi tentang efisiensi supply chain poduk

benih padi yang dilakukan di PT Sang Hyang Sri Persero dengan menggunakan

metode analytical hierarchy process (AHP). Hasil penelitian tersebut menyatakan

supply chain management dapat diefisienkan melalui kerjasama dengan

perusahaan-perusahaan yang berada pada industri hilir (down stream) dengan

memperhatikan ukuran-ukuran pelaksanaan pada elemen yang penting seperti

proses pelaksanaan, sehingga aliran-aliran informasi baik input maupun output

menjadi terstruktur.

Ardiansyah (2005), dalam penelitiannya yang mengkaji tentang manajemen

penyediaan barang bagian hulu produk susu pasteurisasi, mengatakan bahwa

manajemen rantai penyediaan bagian hulu produk susu meliputi siklus yang

berjalan dalam sistem jaringan sistem organisasi bagian hulu. Jaringan sistem

organisasi yang terlibat mencakup pihak Koperasi Peternakan Bandung Selatan

(KPBS) yaitu organisasi bagian hulu (upstream) dan Industri Pengolahan Susu

(IPS) serta distributor sebagai sistem organisasi bagian hilir (downstream).

Penelitian ini mendeskripsikan penyediaan susu segar yang dmlai dari peternak

sebagai mitra koperasi dan aktivitas penanganan susu segar yang dilakukan oleh

koperasi tersebut dan dijual ke IPS.

Risyana (2008) mengungkapkan dalam penelitiannya yang berjudul

kinerja supply chain management ayam nenek (Grand Parent Stock) bahwa dalam

pengadaan bahan baku dan bahan penolong ada beberapa aspek yang perlu

diperhatikan yaitu aspek mutu, aspek harga, dan aspek waktu, ketiga aspek ini

diperlukan dalam pengendalian mutu. Dengan pendekatan supply chain

management terdapat biaya-biaya yang bisa dikendalikan oleh perusahaan salah

satunya komponen yang berhubungan dengan pengadaan seperti biaya telepon dan

administrasi. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan kesepakatan atau kontrak

kerja sama dengan pemasok pada awal periode, sehingga biaya transaksi dapat

dihilangkan.

Penelitian ini dimaksudkan untuk melakukan identifikasi dan analisis

pengelolaan rantai pasok pada perusahaan produksi minuman sari buah jambu biji

di Lipisari yang terletak di daerah Subang Jawa Barat. Penelitian ini mengkaji

Page 31: scm hortikultura

17

sejauh mana kegiatan pengelolaan rantai pasok dapat dilakukan pada Lipisari

yang meliputi kegiatan penyediaan bahan baku, proses produksi, penjualan,

pemasaran, dan distribusi produk. Selain itu, penelitian ini juga dimaksudkan

untuk mengkaji manfaat dan kendala yang mungkin dihadapi Lipisari dalam

pengelolaan rantai pasok. Persamaan dengan penelitian sebelumnya adalah topik

yang dibahas pada penelitian ini mengenai pengelolaan rantai pasok, yaitu Lipisari

melakukan integrasi rantai pasok dalam mendapat bahan baku dan pemasokan

minuman sari buah ke ritel atau pengecer.

Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah objek yang diteliti, karena

selama ini penelitian tentang produk minuman sari buah jambu belum ada

terutama analisis pengelolaan rantai pasok pada industri kecil seperti Lipisari.

Peneliti melakukan analisis hampir ke seluruh jaringan rantai pasok yang terkait

dengan Lipisari B2PTTG LIPI di Subang, Jawa Barat.

Page 32: scm hortikultura

18

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Konsep Pengelolaan Rantai Pasok Agribisnis

Konsep rantai pasok tidak hanya mengatasi permasalahan dalam logistik,

tetapi juga mengelola permasalahan purchasing, manufacturing, distribution,

hingga ke konsumen akhir. Ada dua faktor dalam rantai pasok yaitu aliran produk

mulai dari pemasok sampai ke konsumen akhir dan aliran informasi dari

konsumen akhir sampai ke pemasok. Rantai pasok tidak hanya sebatas pengaturan

produksi atau distribusi saja. Rantai pasok juga berarti pengaturan jaringan,

bagaimana permintaan dari konsumen dapat terpenuhi dengan cepat dengan biaya

serendah-rendahnya dan waktu singkat dengan melibatkan semua bagian yang ada

dalam suatu organisasi (Winarto dalam Arisandi 2006).

Konsep rantai pasok menurut Pujawan (2005), rantai pasok adalah jaringan

perusahan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan

menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaan-perusahaan

tersebut biasanya termasuk supplier (pemasok), pabrik (pengolah), distributor

(penyalur), toko atau retailer (pengecer), dan pelanggan (konsumen).

Rantai 1 : Pemasok Bahan Baku (supplier)

Pemasok bahan baku merupakan sumber yang menyediakan bahan pertama,

dimana rantai penyaluran barang akan dimulai. Bahan pertama ini biasanya dalam

bentuk bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, bahan dagangan, sub suku

cadang, dan suku cadang.

Rantai 1-2 : Pemasok Bahan Baku-Pengolah (Pabrik)

Bahan baku dari pemasok akan didistribusikan kepada pengolah (pabrik)

yang melakukan pekerjaan membuat, memfabrikasi, merakit, mengkonversikan,

ataupun menyelesaikan barang (finishing). Hubungan dengan rantai pertama ini

sudah mempunyai potensi untuk melakukan pengamatan.

Page 33: scm hortikultura

19

Rantai 1-2-3 : Pemasok Bahan Baku-Pengolah (Pabrik)-Penyalur (Distributor)

Produk jadi yang dihasilkan oleh pabrik harus disalurkan kepada pelanggan.

Terdapat banyak cara untuk menyalurkan produk jadi kepada pelanggan, pada

umumnya produk jadi disalurkan melalui distributor. Produk dari pabrik melalui

gudangnya disalurkan ke gudang distributor atau wholesaler atau pedagang besar

dalam jumlah besar, dan pada waktunya pedagang besar menyalurkan dalam

jumlah yang lebih kecil kepada retailer atau pengecer.

Rantai 1-2-3-4 : Pemasok-Pengolah-Penyalur-Pengecer (Retailer).

Pedagang besar atau wholesaler biasanya memiliki fasilitas gudang sendiri

atau dapat juga menyewa dari pihak lain. Gudang ini digunakan untuk menimbun

barang sebelum disalurkan lagi ke pihak pengecer. Pada rantai ini terdapat

kesempatan untuk memperoleh penghematan dalam bentuk jumlah persediaan dan

biaya gudang, dengan cara melakukan perancangan kembali pola-pola pengiriman

barang baik dari gudang pabrik maupun ke pengecer (retail outlet).

Rantai 1-2-3-4-5 : Pemasok-Pengolah-Penyalur-Pengecer-Konsumen

Pengecer (retailer) menawarkan barangnya langsung kepada para pelanggan

atau pembeli. Yang termasuk kelompok pengecer adalah toko, warung, pasar

swalayan, koperasi, dan sebagainya.

Manajemen rantai pasok merupakan serangkaian pendekatan yang

diterapkan untuk mengintegrasikan kerjasama dan pengontrolan dalam semua

proses produksi dan semua kegiatan dalam suatu rantai pasok mulai dari

pemasokan bahan baku, pengolahan menjadi produk jadi, hingga sampai ke

konsumen akhir (Van der Vorst 2000). Pengelolaan rantai pasok lebih ditekankan

pada aliran bahan dan informasi serta pada upaya memadukan kumpulan ranati

pasok (Van der Vorst 2006).

Pengelolaan rantai pasok terdiri atas tiga elemen yang saling terikat satu

sama lain, yaitu:

1. Struktur jaringan rantai pasok. Jaringan kerja anggota dan hubungan dengan

anggota rantai pasok lainnya.

Page 34: scm hortikultura

20

2. Proses bisnis rantai pasok. Aktivitas-aktivitas yang menghasilkan nilai

keluaran tertentu bagi pelanggan.

3. Komponen manajemen rantai pasok. Variabel-variabel manajerial dimana

proses bisnis disatukan dan disusun sepanjang rantai pasok.

Pelaksanaan pengelolaan rantai pasok meliputi pengenalan anggota rantai

pasok dengan siapa dia berhubungan, proses apa yang perlu dihubungkan dengan

tiap anggota inti, dan jenis penggabungan apa yang perlu diterapkan pada setiap

proses hubungan tersebut. Tujuannya adalah memaksimalkan persaingan dan

keuntungan bagi perusahaan dan seluruh anggotanya, termasuk pelanggan akhir.

3.1.2 Identifikasi Anggota Rantai Pasokan

Pelaksanaan pengelolaan rantai pasok meliputi pengenalan anggota rantai

pasokan dengan siapa dia berhubungan, proses apa yang perlu dihubungkan

dengan tiap anggota inti dan jenis penggabungan apa yang diterapkan pada setiap

proses hubungan tersebut (Indrajit dan Djokopranoto 2003). Tujuannya adalah

untuk memaksimalkan persaingan dan keuntungan bagi perusahaan dan seluruh

anggotanya, termasuk pelanggan akhir.

Anggota rantai pasokan meliputi semua perusahaan dan organisasi yang

berhubungan dengan perusahaan inti baik secara langsung ataupun tidak langsung

melalui pemasok dan pelanggannya dari point of origin hingga point consumption.

Primary members (anggota primer) adalah semua perusahaan atau unit bisnis

strategi yang benar-benar menjalankan aktivitas operasional dan manajerial dalam

proses bisnis yang dirancang untuk menghasilkan keluaran tertentu bagi

pelanggan atau pasar. Secondary members (anggota sekunder) adalah perusahaan-

perusahaan yang menyediakan sumberdaya, pengetahuan, utilitas atau aset-aset

bagi anggota primer. Sehingga diperoleh pengertian point of origin dari rantai

pasok adalah titik dimana tidak ada pemasok primernya, semua pemasok adalah

sekunder. Point of consumption adalah titik dimana tidak ada pelanggan utama

(Miranda dan Amin 2005). Anggota rantai pasok terdiri dari:

1. Pemasok (Supplier)

Pemasok merupakan sumber yang menyediakan bahan pertama, dimana

rantai penyaluran barang akan dimulai. Bahan pertama ini bisa dalam bentuk

Page 35: scm hortikultura

21

bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, bahan dagangan, subassemblies,

suku cadang, dan sebagainya. Sumber pertama disebut sebagai pemasok, termasuk

juga pemasoknya pemasok atau sub-pemasok.

2. Produsen (Manufacturer)

Produsen melakukan pekerjaan membuat, memfabrikasi, mengasembeling,

merakit, mengkonversi, atau menyelasikan barang (finishing). Hubungan pertama

ini sudah mempunyai potensi untuk melakukan penghematan sebesar 40 persen

sampai 60 persen atau bahkan lebih.

3. Distributor (Distribution)

Barang sudah jadi yang dihasilkan oleh manufacturer dapat mulai

disalurkan kepada pelanggan. Walaupun tersedia banyak cara untuk penyaluran

barang ke pelanggan, yang umum adalah melalui distributor dan ini biasanya

ditempuh oleh sebagian besar rantai pasokan. Barang dari pabrik melalui

gudangnya disalurkan ke gudang distributor atau wholesaler atau pedagang besar

dalam jumlah besar, dan akhirnya pedagang besar menyalurkan dalam jumlah

yang lebih kecil kepada retailers atau pengecer.

4. Pengecer (Retail Outlets)

Pedagang besar biasanya memiliki fasilitas gudang sendiri atau menyewa

dari pihak lain. Gudang digunakan untuk menimbun barang sebelum disalurkan

lagi ke pihak pengecer. Pada tahap ini terdapat kesempatan untuk memperoleh

penghematan dalam bentuk jumlah persediaan dan biaya gudang, dengan cara

melakukan desain kembali pola-pola pengiriman barang baik dari gudang

pengolahan maupun ke toko pengecer.

5. Pelanggan (Costumers)

Pengecer menawarkan barangnya langsung kepada para pelanggan atau

pembeli atau pengguna barang tersebut. Pihak yang termasuk pengecer antara lain

toko, warung, toko serba ada, pasar swalayan, koperasi, mal, dan sebagainya di

mana pembeli akhir melakukan pembelian. Walaupun secara fisik dapat dikatakan

bahwa ini merupakan mata rantai yang terakhir, sebenarnya masih ada satu mata

rantai lagi, yaitu pembeli (yang mendatangi toko pengecer) ke pengguna

Page 36: scm hortikultura

22

sesungguhnya. Mata rantai pasokan baru benar-benar berhenti setelah barang yang

bersangkutan tiba di pemakai sebenarnya barang atau jasa yang dimaksud.

Rangkaian rantai pasokan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Rangkaian Rantai Pasokan (Chopra dan Meindl 2001)

Panjang pendeknya suatu rantai pasok tergantung dari jenis barang yang

disimpan, dan setiap tahapan tidak harus selalu ada dalam rantai. Desain yang

tepat dalam rantai akan tergantung dari tiap kebutuhan pelanggan dan pada peran

setiap tahap yang terlibat dalam pemenuhan setiap kebutuhan. Setiap tahap dalam

rantai pasokan akan meningkatkan kesan dari produk atau penawaran melalui

perpindahan yang terjadi dari pemasok kepada pengolah, distibutor, pengcer, dan

akhirnya kepada pelanggan secara berantai. Pada kenyataannya, tahap yang terjadi

dalam rantai penyediaan dapat melibatkan banyak pemasok, pengolah, distributor,

dan pedagang eceran, sehingga banyak rantai pasokan yang mirip jaringan kerja

(Chopra dan Meindl 2001).

3.1.3 Pengendalian Persediaan

Persediaan atau inventory adalah segala sesuatu atau sumber daya yang

disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan. Pengendalian

persediaan terkait dengan permintaan atau demand terhadap produk. Pada

agroindustri yang bahan bakunya adalah bahan-bahan mentah hasil pertanian yang

karakternya spesifik yaitu mudah rusak, dan tidak dapat disimpan lama, maka

masalah persediaan menjadi lebih rumit. Disamping itu, pengendalian persediaan

juga diperlukan untuk mengatasi masalah ketidakpastian pemasokan, harga, dan

kebutuhan terhadap persediaan itu sendiri. Khusus untuk persediaan produk,

pengendaliannya menjadi semakin penting jika dikaitkan dengan tingkat

pelayanan (service factor) terhadap pemenuhan kebutuhan konsumen, on time

Pemasok

Pemasok

Pemasok

Produsen

Produsen

Produsen

Distributor

Distributor

Distributor

Pengecer

Pengecer

Pengecer

Pelanggan

Pelanggan

Pelanggan

Page 37: scm hortikultura

23

delivery, tingkat kepercayaan konsumen, serta risiko beralihnya pelanggan kepada

produk saingan karena tidak tersedianya produk.

Penumpukan persediaan dalam jumlah besar biasanya lebih disukai, tetapi

permasalahnnya dengan jumlah persediaan yang besar berarti terdapat sejumlah

besar uang yang tertanam dalam bentuk barang (persediaan), yang ditinjau dari

segi kebijakan keuangan tidak diinginkan. Selain itu, dengan menumpuknya

persediaan dalam jumlah besar, berarti perusahaan menanggung biaya

penyimpanan persediaan dan penanganan yang besar. Komponen biaya persediaan

ini antara lain menyangkut biaya gudang, pajak, dan asuransi, kerusakan dan

biaya perawatan, serta penurunan mutu. Oleh karena itu, fungsi pengendalian

persediaan adalah mencari keseimbangan antara keuntungan atau manfaat

menyediakan persediaan (jumlah besar atau kecil) dengan kerugian atau biaya

yang dikeluarkan.

3.1.4 Proses Pengendalian Harga

Manajemen rantai pasok merupakan keterpaduan antara perencanaan,

koordinasi, dan kendali seluruh proses dan aktivitas bisnis dalam rantai pasok

untuk memenuhi kebutuhan konsumen dengan biaya termurah (Chopra dan

Meindl 2001). Untuk menghasilkan biaya termurah dalam suatu rantai pasok,

diperlukan suatu pengendalian biaya yang terkait dengan kegiatan-kegiatan

pengadaan bahan baku ataupun pendistribusian. Kegiatan-kegiatan pengadaan

bahan baku merupakan proses yang terjadi dalam suatu rantai pasok. Dalam

prosesnya ada beberapa komponen biaya yang diperhitungkan sehingga akan

berpengaruh terhadap peningkatan biaya input bahan baku. Komponen biaya yang

diperhitungkan dalam proses pengadaan bahan baku tersebut adalah biaya telepon,

biaya administrasi, dan biaya transportasi.

Salah satu tujuan dari pokok akuntansi biaya adalah untuk penentuan harga

pokok produk dan laba rugi periodik. Menurut Mulyadi (1992), dalam suatu

perusahaan yang berproduksi secara massa, informasi harga pokok produksi yang

dihitung untuk jangka waktu tertentu yang bermanfaat bagi manajemen untuk :

(a) menentukan harga jual produk, (b) memantau realisasi biaya produksi,

Page 38: scm hortikultura

24

(c) menghitung laba atau rugi periodik, (d) menentukan harga pokok persediaan

produk jadi dan produk dalam proses yang disajikan dalam neraca.

Menurut Mulyadi (1992), biaya dapat digolongkan menurut objek keluaran,

fungsi pokok dalam perusahaan, hubungan dengan sesuatu yang dibiayai, dan

perilaku biaya dalam hubungan dengan perubahan volume kegiatan.

Penggolongan biaya menurut fungsi pokok dalam perusahaan, dikelompokkan

menjadi tiga kelompok yaitu biaya produksi, biaya pemasaran, dan biaya

administrasi umum.

Komponen-komponen biaya produksi serta unsur biaya yang perlu

diperhitungkan dalam masing-masing komponen biaya tersebut antara lain:

1. Biaya Bahan

Biaya bahan dapat digolongkan ke dalam biaya bahan baku, bahan

penolong, dan bahan kemasan. Biaya bahan baku meliputi harga pokok semua

bahan yang dibutuhkan untuk memproduksi minuman sari buah jambu Lipisari.

Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi minuman sari buah jambu terdiri

dari bahan baku utama, bahan penolong, dan bahan kemasan. Bahan baku utama

minuman sari buah jambu yaitu jambu biji merah. Bahan penolong yaitu CMC,

natrium benzoat, jambu oil, dan gula. Sedangkan bahan kemasan terdiri dari top

seal, cup, lakban, dan kardus.

2. Biaya Tenaga Kerja

Salah satu elemen biaya produksi yang penting adalah biaya atau

pengorbanan yang terjadi dalam hubungannya dengan penggunaan jasa tenaga

kerja atau karyawan. Jasa tenaga kerja atau karyawan, baik berupa kegiatan fisik

maupun mental diperlukan untuk mengkonversikan bahan baku menjadi produk

akhir, dengan atau tanpa bantuan mesin-mesin produksi. Untuk jasa tenaga kerja

tersebut perusahaan harus membayar sejumlah biaya yang disebut dengan biaya

tenaga kerja. Sumber daya manusia berupa tenaga kerja yang dipergunakan pada

perusahaan ini, hampir semuanya mempergunakan tenaga kerja lokal, hal ini bisa

menjadi keuntungan juga bisa menjadi masalah untuk perusahaan, karena

terbentur kemampuan kualitas tenaga kerja lokal yang belum maksimal.

Page 39: scm hortikultura

25

3. Biaya Overhead

Biaya overhead merupakan elemen biaya produksi selain biaya bahan baku

dan biaya tenaga kerja, terdiri dari berbagai macam biaya dan semuanya tidak

dapat ditelusuri secara langsung kepada produk atau aktivitas lainnya dalam upaya

perusahaan untuk merealisasikan pendapatan. Biaya tersebut salah satunya biaya

upah langsung, dan biaya dasar jam kerja mesin.

3.1.5 Pengendalian Permintaan

Permintaan adalah hubungan menyeluruh antara kuantitas komoditi tertentu

yang akan dibeli konsumen selama periode waktu tertentu dengan harga komoditi

itu (Lipsey et al 1995). Berdasarkan teori permintaan, jumlah barang yang diminta

dipengaruhi oleh faktor harga barang tersebut, harga barang lain, rata-rata

pendapatan rumah tangga, selera, jumlah penduduk, dan distribusi pendapatan.

Simchi-Levi et al. (2003) menyatakan bahwa dalam pengelolaan rantai pasok

tradisional, strategi pengelolaannya dikategorikan sebagai sistem push atau pull.

Dalam supply chain dengan sistem push, kebijakan produksi dan distribusi

didasarkan pada peramalan jangka panjang yang ditentukan dari data order dari

gudang-gudang ritel. Sedangkan, pada sistem push produksi dan distribusi

digerakkan oleh permintaan sehingga sistem ini berkoordinasi sesuai dengan

permintaan nyata dari pelanggan daripada ramalan permintaan. Pada penelitian ini

strategi yang digunakan dalam pengelolaan rantai pasok adalah strategi pull.

Permintaan terhadap barang atau jasa dalam konsep rantai pasok merupakan

awal dari semua kegiatan rantai pasok yang akan mempengaruhi kegiatan dalam

setiap rantai (Pujawan 2005). Pada banyak kasus, pola permintaan tidak mudah

untuk dipenuhi secara efektif oleh rantai pasok. Sebagai contoh untuk produk

yang bersifat musiman, perusahaan harus secara proaktif mengelola permintaan

terhadap produk musiman karena seringkali permintaan tidak bisa dipenuhi atau

bisa dipenuhi dengan biaya-biaya yang lebih tinggi. Perusahaan harus mengelola

permintaan untuk lebih memudahkan dalam memenuhi permintaan, oleh karena

itu diperlukan instrumen-instrumen dalam mengelola permintaan.

Peramalan permintaan adalah kegiatan untuk mengestimasi besarnya

permintaan terhadap barang atau jasa tertentu pada suatu periode dan wilayah

Page 40: scm hortikultura

26

pemasaran tertentu (Pujawan 2005). Peramalan permintaan bisa digunakan

sebagai instrumen dalam pengendalian permintaan. Peramalan permintaan

merupakan estimasi terhadap tingkat permintaan akan satu produk untuk beberapa

periode waktu di masa akan datang dan menjadi alat pendukung dalam proses

pengambilan keputusan. Peramalan permintaan nantinya akan berguna bagi

perusahaan untuk mengendalikan persediaan dan membuat perencanaan produksi.

Page 41: scm hortikultura

27

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Gambar 3. Kerangka Operasional Penelitian

Analisis Anggota Rantai Pasok

Analisis aktivitas bisnis atau proses bisnis

Pola aliran rantai pasok

Analisis Anggota Rantai Pasok

Analisis aktivitas bisnis atau proses bisnis

Pola aliran rantai pasok

Pengelolaan Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu Lipisari

Pengendalian Permintaan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Perencanaan Produksi Perencanaan kemitraan

Permintaan minuman sari buah jambu biji Lipisari yang berfluktuatif Pemasaran yang terbatas hanya di daerah Subang Ketersediaan bahan baku yang terbatas Lemahnya keterkaitan antara sub sistem hulu, on-farm, hilir, dan jasa

pendukung (dalam hal kemitraan)

Analisis Rantai Pasok Minuman Sari Buah

Hilir (Distributor, ritel, koperasi)

Hulu (Pemasok bahan baku, bahan penolong, bahan kemasan)

LIPISARI

Efektivitas dan Efisiensi Rantai Pasok (Jumlah, harga, dan mutu)

Kompleksitas dan ketidakpastian rantai pasok

Lipisari tidak mampu berproduksi secara optimum, efektif, dan efisien

Page 42: scm hortikultura

28

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Lipisari B2PTTG LIPI yang bergerak dalam

bidang produksi minuman sari buah jambu biji. Lipisari berlokasi di Jalan K.S

Tubun No. 5 Subang. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive)

dengan pertimbangan perusahaan tersebut adalah perusahaan yang memproduksi

minuman sari buah jambu biji dan menjadi produk unggulan di Kabupaten

Subang. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus hingga September 2010.

4.2 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah studi kasus. Data yang

dikumpulkan meliputi data sekunder dan data primer. Data primer diperoleh

melalui pengamatan secara langsung mengenai mekanisme pengadaan hingga

pemasokan barang, wawancara dengan manajer perusahaan, kepala bagian

operasional, kepala bagian keuangan dan administrasi, dan beberapa pemasok

tetap Lipisari serta data-data Lipisari seperti laporan bulanan bagian operasional,

laporan keuangan bulanan, proses pengadaan dan distribusi, jumlah penawaran,

jumlah permintaan, biaya pengadaan dan pemasokan, harga beli bahan baku, dan

harga jual minuman sari buah jambu. Data sekunder diperoleh dari badan pusat

statistik (BPS), Kementrian Pertanian, dan penelitian lainnya yang relevan dengan

penelitian ini.

4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan secara deskriptif dan kuantitatif. Pengolahan data

secara desktriptif dilakukan untuk menggambarkan keadaan umum perusahaan

dan mendeskripsikan mekanisme sistem pasokan dan hubungan antara pelaku

dalam suatu rantai pasok. Pengolahan secara kuantitatif dilakukan untuk

menganalisis biaya pengadaan bahan baku dan peramalan permintaan untuk

pengendalian permintaan.

Page 43: scm hortikultura

29

4.4 Analisis Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu Lipisari

Pengelolaan rantai pasok didefinisikan oleh Mentzer et al. (2001) sebagai

suatu koordinasi strategi dan sistem dari fungsi-fungsi bisnis tradisional (yaitu

pemasaran, penjualan, riset dan pengembangan, peramalan, produksi, pengadaan,

logistik, teknologi informasi, keuangan, dan pelayanan pelanggan) dalam

mengelola dan menyelesaikan aliran rantai pasok (barang/ jasa, sumber daya

keuangan, informasi yang menyertai aliran rantai pasok, dan aliran informasi

tentang permintaan dan peramalan) dari pemasok paling awal sampai pada

konsumen paling akhir. Hal ini dilakukan untuk memberikan nilai dan kepuasan

pelanggan untuk mencapai keunggulan kompetitif dan profitabilitas tinggi untuk

masing-masing perusahaan di dalam rantai pasok dan rantai pasok secara

keseluruhan. Berdasarkan definisi yang dijelaskan oleh Mantzer et al. (2001),

model rantai pasok dianalisis dengan metode deskriptif-kualitatif yang

mengidentifikasi anggota rantai, aliran rantai, dan proses bisnis rantai.

1. Anggota Rantai dan Aliran rantai pasok

Analisis ini menjelaskan tentang anggota atau pihak-pihak yang terlibat di

dalam rantai pasok dan peran dari setiap pihak yang terlibat. Selain itu, dijelaskan

pula aliran komoditas dimulai dari hulu hingga ke hilir dan bentuk kerjasama yang

terjadi di antara pihak-pihak yang terlibat.

2. Proses Bisnis Rantai

Proses bisnis rantai menjelaskan proses-proses yang terjadi di dalam rantai

pasokan untuk mengetahui apakah keseluruhan rantai pasokan sudah terintegrasi

dan berjalan dengan baik atau tidak. Proses bisnis rantai ditinjau berdasarkan

aspek hubungan proses bisnis antar anggota rantai pasokan, pola distribusi, dan

support anggota rantai (Setiawan 2009).

4.5 Analisis Pengelolaan Rantai Pasok

4.5.1 Analisis Pengendalian Harga

Analisis penentuan harga sangat berkaitan dengan faktor biaya yang

berkaitan dengan efesiensi dari rantai pasok yang dapat tercapai. Pengendalian

biaya dapat dikelompokkan menjadi biaya pembelian, biaya kantor, biaya

Page 44: scm hortikultura

30

pemeliharaan dan lainnya. Dalam melaksanakan aktivitasnya, perusahaan perlu

memprioritaskan tentang pengeluaran yang digunakan, hal ini diperlukan untuk

mengurangi beban biaya yang didapatkan oleh perusahaan.

Biaya yang berhubungan dengan pengadaan bahan baku dan tidak terlalu

memiliki atau mempengaruhi nilai tambah dapat dihilangkan ataupun disusutkan.

Sehingga dapat mengurangi biaya pembelian bahan baku. Maka hubungan yang

akan terjadi adalah terdapat selisih antara harga beli aktual dan harga beli dengan

konsep pengelolaan rantai pasok. Pengelolaan rantai pasok bertujuan untuk

melakukan efisiensi distribusi pada perusahaan.

Biaya telepon dan biaya administrasi yang telah disusutkan, kemudian

dimasukkan ke dalam biaya pengadaan bahan baku, sehingga akan mengurangi

biaya pembelian bahan baku, dan akan didapat total biaya pembelian bahan baku

pengelolaan rantai pasok yang baru.

4.5.2 Analisis Pengendalian Permintaan Minuman Sari Buah Jambu Lipisari

4.5.2.1 Analisis Pola Data Permintaan

Pola data dari permintaan minuman sari buah jambu Lipisari diidentifikasi

melalui plot data permintaan dan plot data autokorelasinya (Hanke et al. 2003).

Deret data dari beberapa permintaan minuman sari buah yang telah dikumpulkan

dibuat dalam bentuk tabel dan diplotkan pada kurva dengan menggunakan

program Minitab versi 15. Dari hasil plot data tersebut, maka data permintaan dari

minuman sari buah jambu Lipisari dapat diketahui pola datanya untuk sementara,

apakah data tersebut memiliki unsur trend, siklik, maupun unsur musiman.

Setelah diidentifikasi pola data, selanjutnya dilakukan analisis terhadap pola data

yang dihasilkan.

Menurut Hanke et al. (2003), plot autokorelasi menunjukkan keeratan

hubungan antara nilai variabel yang sama pada periode waktu yang berbeda.

Identifikasi pola data melalui koefisien autokorelasi memiliki pedoman sebagai

berikut:

Page 45: scm hortikultura

31

1. Apabila nilai koefisien autokorelasi pada time lag dua periode atau tiga

periode tidak berbeda nyata dari nol, maka data tersebut adalah data

stasioner.

2. Apabila nilai koefisien autokorelasi pada beberapa time lag pertama secara

berurutan berbeda nyata dari nol, maka data tersebut adalah data yang

menunjukkan pola trend.

3. Apabila nilai koefisien autokorelasi pada beberapa time lag yang

mempunyai jarak sistematis berbeda nyata dari nol, maka data tersebut

adalah data dengan komponen musiman.

Pola horisontal dapat disebabkan oleh kualitas produk dan tingkat harga.

Pola trend dapat disebabkan oleh pertumbuhan populasi, inflasi harga, preferensi

konsumen, perubahan teknologi, dan kenaikan produktivitas. Pola siklik

dipengaruhi oleh perubahan pada ekspansi dan kontraksi ekonomi, sedangkan

pola musiman dapat disebabkan oleh kondisi cuaca, hari raya besar, bulan puasa,

dan liburan.

4.5.2.2 Penerapan Model Peramalan Time Series

Penerapan model peramalan time series dilakukan setelah pola data

permintaan dari minuman sari buah jambu terlihat. Pertimbangan penggunaan

model time series didasarkan pada data permintaan yang digunakan adalah data

time series, artinya data tersebut disajikan berdasarkan waktu kejadian tanpa

menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Model time series dipilih minimal dua untuk peramalan permintaan. Metode

yang dipilih dan digunakan pada penelitian ini yaitu model trend dan model

dekomposisi multiplikatif. Kedua metode ini dipilih dengan pertimbangan kedua

model ini mudah dimengerti, bisa digunakan untuk data dengan pola musiman,

trend, dan siklik, serta kedua model ini cukup akurat untuk peramalan permintaan

jangka pendek. Formula dari masing-masing metode tersebut adalah sebagai

berikut:

1. Model Trend

Persamaan peramalan dengan menggunakan model trend (Hanke et al.

2003) adalah :

Page 46: scm hortikultura

32

a. Trend linier Ft = b0 + b(t)

b. Trend kuadratik Ft = b0 + b1t + b2t2

2. Model Dekomposisi Multiplikatif

Model ini dapat digunakan pada data historis yang memiliki pola

sembarang. Model ini mencoba memisahkan komponen trend, siklik, dan

musiman (Hanke et al. 2003). Secara matematik bentuk umum pendekatan

dekomposisi adalah:

Yt = f(Trt, Clt, Snt, Et)

Dimana:

Yt = Nilai peramalan f = fungsi peramalan Trt = komponen trend pada waktu t Clt = komponen siklus pada waktu t Snt = komponen atau indeks musim pada waktu t Et = komponen kesalahan atau random pada waktu t

Bentuk fungsi eksplisitnya tergantung asumsi tentang hubungan antara

unsur itu yang dipakai, misalnya apakah model aditif (jika komponen tersebut

tidak ada nilainya nol) atau multiplikatif (jika komponen tersebut tidak ada

nilainya 1).

Dekomposisi multiplikatif : Yt = Trt. Clt. Snt. Et.

Dekomposisi aditif : Yt = Trt + Clt + Snt + Et

4.5.2.3 Pemilihan Metode Peramalan Time Series

Metode peramalan yang digunakan adalah metode yang sesuai dan tepat

untuk data permintaan dari masing-masing komoditi. Ketepatan merupakan

kriteria dalam memilih suatu metode peramalan. Ketepatan menunjukkan sampai

seberapa jauh model mampu menghasilkan ramalan yang tidak jauh berbeda

dengan keadaan aktualnya.

Metode-metode peramalan time series yang sudah diterapkan pada deret

data permintaan dari produk minuman sari buah jambu kemudian akan dipilih

berdasarkan nilai standard error (SE). Metode yang terpilih adalah metode yang

memiliki nilai SE terendah (Hanke et al. 2003). Selain itu, untuk kemudahan

Page 47: scm hortikultura

33

dalam penggunaan metode peramalan merupakan hal yang perlu dipertimbangkan

dalam memilih suatu model peramalan (Hanke et al. 2003). Nilai SE diperoleh

dengan mengakarkan nilai MSE. Pendekatan ini memberikan error yang relatif

kecil. SE dirumuskan sebagai berikut:

MSE = [∑(Yt – Y’t)2] / n

4.5.2.4 Perhitungan Jumlah Pemesanan Optimum

Permasalahan dalam persediaan merupakan hal yang penting dalam logistik.

Persediaan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi permintaan.

Secara umum ada dua macam sistem persediaan yang biasa dipakai yaitu:

1. Sistem pemesanan ukuran tetap (fixed order size inventory system) sering

disebut “Q sistem”. Ciri-ciri Q sistem sebagai berikut:

a. Jumlah bahan yang dipesan selalu sama untuk setiap kali pemesanan.

b. Selang waktu pemesanan tidak tetap, bervariasi sesuai fluktuasi pemakaian

bahan.

c. Pemesanan dilakukan kembali apabila jumlah persediaan telah mencapai

titik pemesanan kembali (reorder point).

d. Titik pemesanan kembali besarnya sama dengan perkiraan pemakaian

selama lead time ditambah dengan safety stock.

2. Sistem pemesanan interval tetap (fixed order interval inventory system) atau

sering disebut “P sistem”. Ciri-ciri P sitem adalah sebagai berikut:

a. Jumlah bahan yang dipesan tidak tetap, tetapi tergantung pada jumlah

persediaan yang ada di gudang.

b. Selang waktu persediaan adalah tetap untuk setiap kali pemesanan

dilakukan.

c. Model P tidak mempunyai titik pemesanan kembali, tetapi lebih

menekankan pada target persediaan.

d. Model P tidak mempunyai nilai EOQ karena jumlah pemesanan akan

bervariasi tergantung permintaan yang sesuai dengan target persediaan.

Page 48: scm hortikultura

34

Sistem persediaan “Q sistem” digunakan pada penelitian ini untuk

memecahkan persoalan persediaan. Namun, sebelum dilakukan perhitungan nilai

Q optimum, data yang terkumpul diolah dengan menggunakan konsep

pengelolaan rantai pasok. metode statistik yang digunakan dalam penelitian ini

adalah:

1. Menghitung rata-rata permintaan

Keterangan: Fi = Frekuensi pemesanan Xi = Jumlah pemesanan

2. Menghitung standar deviasi

Keterangan:

S = Standar deviasi Fi = Frekuensi pemesanan Xi = Jumlah pemesanan n = total frekuensi permintaan

Nilai “Q sistem” dihitung terhadap dua situasi yaitu:

1. Tanpa koordinasi antar rantai pasok

Keterangan: Q* = Jumlah pemesanan optimum Co = biaya pemesanan retailer (Rp /tahun) D = Jumlah permintaan per tahun H = Biaya penyimpanan retailer

2. Dengan koordinasi antar rantai pasok

Page 49: scm hortikultura

35

Keterangan:

Q* = Jumlah pemesanan optimum Co = Biaya pemesanan retailer ditambah dengan biaya pemesanan perusahaan (Rp

/tahun) D = Jumlah permintaan per tahun H = Biaya penyimpanan retailer ditambah dengan biaya penyimpanan perusahaan

4.5.2.5 Perhitungan Total Biaya, Safety Stock, dan Reorder Point (ROP)

Total biaya dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

D = jumlah permintaan per tahun Q = ukuran pemesanan optimum Co = biaya pemesanan h = biaya penyimpanan produk

Safety stock dihitung dengan rumus sebagai berikut:

SS = Z x Sdl

Keterangan:

Sdl = standar deviasi permintaan selama lead time Z = nilai di bawah kurva normal yang ditentukan oleh service level

Model penentuan jumlah optimum dibuat dengan asumsi situasi yang

deterministik, artinya permintaan maupun pasokan dianggap pasti tanpa

mempertimbangkan lead time (Pujawan 2005). Pada kenyataannya, baik lead time

ataupun permintaan akan suatu produk itu tidak pasti. Oleh karena itu, untuk

mengatasi permasalahan ketidakpastian lead time dan permintaan diperlukan

estimasi atau perhitungan mengenai waktu pemesanan kembali (reorder point).

Reorder point (ROP) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

ROP = d x l + SS

Keterangan:

d = permintaan selama lead time l = lead time SS = Safety Stock

Page 50: scm hortikultura

36

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

5.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) merupakan lembaga pusat

kajian dan penelitian yang dimiliki oleh pemerintah Indonesia. LIPI memiliki

beberapa unit yang setiap unitnya memiliki spesifikasi bidang keilmuan yang

berbeda dan tersebar di beberapa wilayah di Indonesia. Unit Penelitian Terpadu

Balai Besar Pengembangan Teknologi Tepat Guna (UPT B2PTTG) LIPI

Kabupaten Subang merupakan unit yang mengembangkan dan pelayanan

teknologi tepat guna serta pemberdayaan masyarakat, dan usaha yang berskala

kecil, dan menengah.

B2PPTG LIPI Subang merupakan salah satu unit LIPI yang mencoba untuk

mengolah produk hasil pertanian. Usaha pengolahan sari buah ini bermula dari

bantuan seperangkat pengolahan buah dan sayuran dari pemerintah Italia dan

peralatan berasal dari perusahaan Bertuzzi. Alat-alat ini dikirim sebagai pilot plant

dalam pengembangan pengolahan buah dan sayuran yang bersifat untuk

penelitian, pendidikan, dan pelatihan. Pada tahun 1986 peralatan mulai ditata di

ruangan yang telah disiapkan oleh pihak B2PTTG LIPI, penempatan peralatan

dibantu teknisi dari perusahaan Bertuzzi. Komoditas buah yang pertama kali diuji

coba dengan peralatan ini adalah buah nanas. Kegiatan produksi dimulai pada

tahun 1988. Pada awalnya buah-buah yang diproduksi adalah nanas, melon,

markisa, jambu biji, mangga sirsak, dan mengkudu, kegiatan produksi pun

dilakukan dalam skala kecil. Namun, produk sari buah jambu biji lebih disukai

masyarakat di Kabupaten Subang dibandingkan yang lainnya sehingga perusahaan

memilih buah jambu biji untuk diproduksi dalam skala yang besar.

Perusahaan ini pada awalnya bernama PT Lipisari Mandiri yang

memproduksi sari buah dengan kemasan botol. Namun, kemasan botol dianggap

tidak praktis karena adanya hambatan dalam penanganan produk sewaktu

pengambilan botol. Oleh karena itu, kemasan botol akhirnya diganti dengan

kemasan cup plastik transparan, dan bahan top seal untuk sistem penutupan

pengemasannya. Perubahan penggunaan kemasan ini memberi dampak yang

signifikan dalam pemasaran produk. Pada akhirnya cup plastik transparan diganti

Page 51: scm hortikultura

37

dengan cup plastik non-transparan. Pergantian cup ini mendapat respon positif

dari konsumen hingga kini. Pada tahun 2005 PT Lipisari Mandiri berganti nama

menjadi PT Lipisari Patna. Pergantian nama belakang dari kata “Mandiri” menjadi

“Patna” dikarenakan nama “Patna” lebih memiliki arti yaitu dari singkatan “Tepat

Guna” yang dianggap mencerminkan B2PTTG LIPI sebagai pusat teknologi tepat

guna. Namun, sejak tahun 2010 PT Lipisari Patna tidak lagi menjadi suatu

perseroan terbatas tetapi digolongkan menjadi penerimaan negara bukan pajak

(PNBP). Sesuai dengan UU No. 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara bukan

Pajak, PNBP adalah seluruh penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari

penerimaan perpajakan. UU tersebut juga menyebutkan kelompok PNBP

meliputi:

a. Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah.

b. Penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam.

c. Penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.

d. Penerimaan dari pelayanan yang dilaksanakan pemerintah.

e. Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari

pengenaan denda administrasi.

f. Penerimaan berupa hibah yang merupakan hak pemerintah.

g. Penerimaan lainnya yang diatur dalam undang-undang tersendiri.

Berdasarkan UU di atas pemerintah beranggapan PT Lipisari Patna

merupakan unit usaha yang menggunakan fasilitas negara dalam proses

produksinya, sehingga sejak tahun 2010 PT Lipisari Patna tidak lagi menjadi PT

tetapi lebih ke unit usaha yang berada di bawah binaan koperasi yaitu Koperasi

Patna Lipi. Dikarenakan merek Lipisari telah menjadi icon dari produk minuman

sari buah jambu biji, Lipisari tidak mengubah merek produknya.

5.2 Visi, Misi, dan Tujuan Perusahaan

Visi Lipisari B2PTTG LIPI adalah mengembangkan usaha mandiri di

bidang pengolahan sari buah dan produk pangan yang berbasis bahan baku hasil

pertanian lainnya untuk meningkatkan nilai tambah sebagai bentuk implementasi

teknologi tepat guna yang dilakukan oleh Balai Besar Pengembangan Teknologi

Tepat Guna (B2PTTG) LIPI Subang.

Page 52: scm hortikultura

38

Misi Lipisari adalah 1) membangun dan memperkuat jaringan dengan

stakeholder terkait, guna mendukung aktivitas perusahaan mulai dari penyediaan

bahan baku hingga pemasaran produk, 2) mengembangkan sistem produksi guna

menghasilkan produk berkualitas dan dapat diterima oleh masyarakat luas, 3)

konsisten dalam melakukan riset dan pengembangan produk guna menghasilkan

produk-produk baru yang lebih inovatif dalam mengembangkan potensi daerah

Kabupaten Subang.

Tujuan Lipisari adalah menjadikan komoditas buah dan sayur memiliki nilai

tambah melalui teknologi tepat guna.

5.3 Lokasi Perusahaan

Lipisari B2PTTG LIPI terletak di Jalan KS Tubun No. 5 Kabupaten Subang.

Lokasi perusahaan menyatu dengan kantor B2PTTG LIPI Subang. Namun,

Lipisari memiliki gedung dan pabrik tersendiri dan aktivitasnya pun tidak

tercampur dengan kegiatan B2PTTG LIPI. Luas bangunan kantor dan pabrik

adalah 625 m2.

Lokasi Lipisari kurang layak untuk bangunan pabrik karena berada pada

lingkungan kantor bukan lingkungan khusus industri. Perencanaan pemindahan

lokasi perusahaan telah dibuat, namun pelaksanaannya belum bisa terlaksana

dikarenakan masih banyaknya hambatan terutama permasalahan modal.

5.4 Struktur Organisasi

Lipisari merupakan usaha yang berada di bawah naungan B2PTTG LIPI

Subang dan tidak dipimpin secara khusus oleh seorang direktur, melainkan

ditangani oleh penanggung jawab. Tugas yang diberikan kepada penanggung

jawab bukanlah tugas utama tetapi menjadi tugas tambahan. Tugas utama

penanggung jawab adalah sebagai peneliti di lingkungan B2PTTG LIPI Subang.

Kebijakan perusahaan juga bergantung pada kebijakan B2PTTG LIPI Subang.

Manajemen umum Lipisari dipegang oleh beberapa peneliti yang ditugaskan

oleh kepala B2PTTG LIPI Subang atas rekomendasi penanggung jawab yaitu

Bapak Ir. Agus Triyono, M.Agr. Manajemen umum terdiri dari dua yaitu

Page 53: scm hortikultura

39

penanggung jawab operasional-pemasaran dipegang oleh Taufik Rahman, STP

dan penanggung jawab produksi-keuangan dipegang oleh Neneng Kemalasari.

Selain itu, ada petugas dari B2PTTG LIPI yang sebenarnya bertugas untuk

merawat dan mengopersikan mesin-mesin yang ada di lingkungan B2PTTG LIPI

tetapi merangkap sebagai operator mesin Lipisari. Adapun struktur organisasi

Lipisari dapat dilihat pada Gambar 4 dan daftar pegawai yang ditugaskan dan

menjadi penanggung jawab di Lipisari dapat dilihat pada Tabel 4

.

Gambar 4. Struktur Organisasi Lipisari B2PTTG LIPI

Tabel 4. Daftar Pegawai B2PTTGG LIPI yang ditugaskan di Lipisari

No Nama Karyawan Jabatan 1 Ir. Agus Triyono, M.Agr Penanggung Jawab 2 Taufik Rahman, STP Penanggung jawab Operasional-Pemasaran 3 Neneng Kemalasari Penanggung jawab Produksi-Keuangan 4 Wawan Setiawan Operator Mesin

Sumber : Lipisari 2010

Karyawan Lipisari hanya terdiri dari 3 orang yaitu satu orang karyawan

yang mengurusi administrasi dan keuangan, dan dua orang karyawan produksi

(Tabel 5). Karyawan produksi masih sedikit dikarenakan kapasitas produksi yang

belum terlalu besar atau masih terbatas. Kapasitas produksi masih menyesuaikan

tren penjualan. Pegawai LIPI tidak menerima gaji dari Lipisari, tetapi

mendapatkan intensif dari 20 persen keuntungan yang dibagi secara proporsional

kepada seluruh karyawan yang telibat baik karyawan PT Lipisari maupun pegawai

LIPI yang ditugaskan di Lipisari. Sedangkan untuk karyawan Lipisari

mendapatkan gaji tetap dan insentif.

Penanggung Jawab

Penanggung Jawab Operasional-Pemasaran

Penanggung Jawab Produksi-Keuangan

Operator Mesin

Karyawan AdminKeu Karyawan Produksi

Page 54: scm hortikultura

40

Tabel 5. Daftar Karyawan Lipisari

No Nama Karyawan Jabatan 1 Sri Sudewi RP Karyawan Administrasi dan Keuangan 2 Yudi Sudiana Karyawan Produksi 3 Oleh Solihin Karyawan Produksi

Sumber : Lipisari 2010

5.5 Proses Produksi Minuman Sari Buah Jambu Lipisari

Proses pembuatan minuman sari buah jambu di Lipisari dibagi menjadi dua

bagian proses yaitu pertama proses untuk menghasilkan bubur jambu atau pulp

jambu, dan proses yang kedua adalah proses untuk menghasilkan minuman sari

buah jambu biji. Proses produksi pertama, diawali dengan proses sortasi terhadap

buah jambu biji merah. Jambu biji merah yang dipilih yang penting tidak busuk

dan tidak mentah atau berada dalam kondisi baik. Setelah disortasi jambu biji

dibelah menjadi dua bagian.

Proses kedua adalah pencucian, pencucian jambu dilakukan secara

semimanual menggunakan washing machine yang terhubung dengan eskalator

(konveyor) dan langsung masuk ke chopper. Namun, jika buah jambu yang

diproses sedikit maka pencucuian dilakukan dengan menggunakan air dari keran

di dalam bak penampung. Tujuan dilakukan pencucian adalah untuk

menghilangkan kotoran-kotoran yang masih melekat pada jambu.

Proses ketiga adalah penghancuran buah jambu dengan menggunakan alat

chopper. Alat ini didesain khusus untuk menghancurkan daging buah. Mesin

chopper masih tergolong semiotomatis karena menggunakan tenaga manusia

dalam mengoperasikannya. Kapasitas mesin chopper mencapai 500 kg per jam.

Proses selanjutnya setelah proses penghancuran adalah pemisahan biji

dengan menggunakan alat pulper sehingga menghasilkan bubur jambu yang

disebut pulp jambu. Kapasitas dari mesin pulper adalah 500 kg per jam. Setelah

pulp jambu dihasilkan, pulp dikemas dalam kantong plastik putih dengan

kapasitas 15 liter dan siap disimpan dalam freezer pada suhu -20o C.

Proses produksi kedua adalah pembuatan minuman sari buah jambu dari

pulp jambu. Proses ini diawali dengan penghancuran kembali bubur jambu atau

Page 55: scm hortikultura

41

pulp jambu dengan menggunakan hidrolic press (ice crusher). Proses berikutnya

adalah pengenceran bubur jambu yang telah dihancurkan dengan menggunakan

air dengan perbandingan air dan bubur jambu adalah 1:3. Proses ketiga adalah

penambahan bahan penolong yaitu CMC yang berfungsi sebagai pengemulsi,

kemudian dilewatkan ke homogenizer untuk menghomogenkan antara partikel air,

sari buah, dan CMC. Pencampuran dilakukan di dalam Mix Tank, selain

penambahan CMC dalam pencampuran juga ditambahkan gula, Na-Benzoat, asam

sitrat, dan essense jambu biji. Mix tank berkapasitas 500 liter. Pemasakan

dilakukan pada suhu 100 oC selama 1 sampai 2 jam. Proses ketiga setelah

pencampuran adalah campuran di pasteurisasi pada suhu 95 oC sampai 98 oC

untuk mensterilkan minuman tanpa merusak kandungan vitamin, kalori, dan gizi

dari minuman.

Hasil pasteurisasi ditampung dalam tabung yang disebut termotank. Tabung

termotank terhubung langsung dengan mesin pengemas, sehingga minuman

langsung dikemas dalam cup. Mesin pengemas menggunakan sistem kinematik

atau tenaga angin. Kapasitas mesin pengemas mencapai 1.500 sampai 2.000

cup/jam. Mesin pengemas yang dimiliki oleh Lipisari terdiri dari dua lajur

pengisian artinya satu kali pengemasan langsung menghasilkan dua buah cup.

Ruang pengemasan terpisah dengan ruang produksi. Setelah dilakukan

pengemasan produk dikumpulkan dan diberikan tanggal kadaluarsa. Selanjutnya

produk dimasukkan ke dalam kardus dan setiap kardus diisi dengan 20 cup dan di

seeler dengan selotip atau lakban. Sebelum dipasarkan, minuman sari buah jambu

dikarantina dalam gudang penyimpanan untuk melihat kemungkinan terjadinya

kerusakan produk. Karantina dilakukan selama satu minggu dan produk siap

dipasarkan. Peralatan-peralatan yang digunakan dalam proses produksi dan

gudang penyimpanan pulp serta penyimpanan produk yang siap dipasarkan dapat

dilihat pada Lampiran 9. Proses produksi minuman sari buah jambu biji Lipisari

secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 5.

Page 56: scm hortikultura

42

Gambar 5. Proses Produksi Minuman Sari Buah Jambu Biji Lipisari

Jambu Biji

Sortasi dan Dibelah 2 bagian

Pencucian

Penghancuran dengan Chopper

Pemisahan biji dengan pulper

Bubur/ Pulp jambu

Pengemasan dalam kantong plastik

Penyimpanan dalam freezer

Bubur/ Pulp jambu

Penghancuran

Pengenceran dengan air

Homogenizer (CMC)

Pencampuran dalam Mix tank

Pasteurisasi

Pengemasan dalam cup dan dus

Karantina produk jadi

Produk siap dipasarkan Sumber : Lipisari 2010

Page 57: scm hortikultura

43

VI PEMBAHASAN

6.1 Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu Lipisari

Anggota rantai pasokan adalah semua pihak yang berhubungan secara

langsung ataupun tidak langsung dalam kegiatan proses produksi suatu

perusahaan atau organisasi mulai dari hulu yaitu pengadaan bahan baku hingga ke

hilir yaitu ketika produk sampai ke konsumen akhir. Anggota rantai pasokan

menurut Indrajit dan Djokopranoto 2002, terdiri dari pemasok, perusahaan

(pengolah), distributor, pengecer, dan konsumen akhir. Pada penelitian ini

identifikasi anggota rantai pasokan dimulai dari pemasokan jambu biji merah dari

pemasok hingga pemasokan minuman sari buah jambu Lipisari ke konsumen

yaitu koperasi dan ritel.

6.1.1 Anggota Primer Rantai Pasok

Anggota primer adalah pihak-pihak yang secara langsung terlibat dalam

kegiatan bisnis rantai pasok. Anggota primer rantai pasok minuman sari buah

jambu adalah pengumpul sebagai pemasok, Lipisari sebagai pengolah jambu dan

produsen minuman sari buah jambu Lipisari, pengecer sebagai distributor, ritel

dan koperasi sebagai konsumen.

1. Pemasok (Pengumpul)

Pemasok adalah awal mula dari rantai yang terjadi. Tugas pemasok ialah

melakukan kegiatan pengadaan bahan baku untuk minuman sari buah yaitu jambu

biji. Pemasok jambu di Lipisari berasal dari daerah Majalengka Desa

Panyingkiran, Kecamatan Panyingkiran, Jawa barat. Pemasok bernama Wasnudin

dan juga merupakan pengumpul utama dari salah satu kelompok tani jambu di

desa Panyingkiran. Kelompok Tani jambu biji di Desa Panyingkiran terdiri dari

sepuluh kelompok tani yaitu Kelompok Tani Suka Maju, Kelompok Tani Mekar,

Kelompok Tani Maju Mandiri, Kelompok Tani Kinanti, Kelompok Tani Berkah,

Kelompok Tani Doa Indung, Kelompok Tani Rahayu, Kelompok Tani

Manunggal, Kelompok Tani Sentosa, dan Kelompok Tani Bagja Mandiri

Bersama. Pak Wasnudin merupakan pengumpul dari Kelompok Tani Bagja

Page 58: scm hortikultura

44

Mandiri Bersama yang memiliki 150 anggota petani jambu biji dengan luas lahan

bervariasi yaitu kurang dari 1 Ha, 1 Ha, dan lebih dari 1 Ha. Pak Wasnudin sejak

tahun 2010 telah menjadi pemasok tetap jambu biji di perusahaan Lipisari. Pada

awalnya jambu biji tidak hanya dipasok dari Majalengka (Pak Wasnudin), tetapi

juga dipasok dari daerah Subang yaitu Pak Acun, namun dikarenakan jambu biji

yang berasal dari Subang memiliki bentuk yang kecil, aroma yang kuat, dan harga

yang lebih mahal Lipisari tidak lagi memasok jambu dari Subang. Lipisari

memilih memasok jambu biji dari daerah Majalengka dikarenakan jambu yang

dihasilkan bentuknya besar sehingga perusahaan dapat menghemat pembelian

bahan baku, warna jambu yang lebih kuat (merah) dibandingkan jambu yang

berasal dari Subang, dan harga yang lebih murah dibandingkan jambu dari

Subang. Harga jambu biji Subang sebesar Rp 4.000 per kg, sedangkan harga

jambu biji Majalengka hanya Rp 3.500 per kg.

2. Perusahaan

Lipisari merupakan anggota rantai pasok yang mengolah jambu biji menjadi

minuman sari buah. Lipisari memasok semua bahan baku utama yaitu jambu biji

merah dari Pak Wasnudin. Sebelum diolah menjadi minuman sari buah dilakukan

sortasi di perusahaan. Kegiatan sortasi dilakukan untuk memilih jambu biji yang

memiliki kualitas yang baik yaitu tidak busuk, segar, dan tidak terlalu matang

(tingkat kematangan 70-80 persen). Hal ini diperlukan untuk menghasilkan bubur

atau pulp jambu yang baik dan dapat disimpan dalam waktu yang lama. Pulp

jambu nantinya akan diproses menjadi minuman sari buah jambu.

3. Distributor

Distributor merupakan anggota rantai pasok primer yang memiliki fungsi

menyalurkan produk dari perusahaan ke ritel-ritel dan pengecer untuk dijual ke

konsumen akhir. Distributor resmi belum dimiliki oleh Lipisari karena selama ini

dalam mendistribusikan minuman sari buah jambu Lipisari mengandalkan

pembelian dari konsumen (ritel dan koperasi) dan pembelian yang dilakukan oleh

distributor tidak resmi. Distributor tidak resmi yang dimaksud adalah pegawai-

pegawai LIPI yaitu satpam. Terdapat tiga satpam yang menjadi distributor untuk

minuman sari buah jambu Lipisari yaitu Rahayu, Dodi, dan Agus. Ketiga satpam

Page 59: scm hortikultura

45

tersebut mendistribusikan minuman sari buah jambu Lipisari ke toko, warung-

warung pengecer, dan kantin Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di daerah

Subang. Distributor ini menjadi bagian penting dalam rantai pasok karena

pembelian terbesar minuman sari buah jambu Lipisari dilakukan oleh distributor

dengan rata-rata pembelian per bulan sebesar 185 dus.

4. Konsumen (Ritel, Koperasi, dan Konsumen Akhir)

Kegiatan pemasaran menjadi hal yang penting dalam sebuah perusahaan.

Dalam memasarkan produknya, Lipisari mendistribusikannya melalui koperasi

dan beberapa ritel. Koperasi Patna merupakan koperasi yang dimiliki oleh LIPI

Subang. Sejak Januari 2010, koperasi telah menjadi outlet resmi penjualan

minuman sari buah. Hal ini dikarenakan kebijakan pemerintah yang menetapkan

segala unit usaha yang berada dibawah naungan balai penelitian menjadi usaha

binaan koperasi. Selain koperasi, Lipisari juga mendistribusikan produknya ke

beberapa ritel yaitu MiMake, PD Annisa, dan POS yang terletak di daerah

Subang. Selain menjual ke koperasi dan ritel-ritel, perusahaan juga menjual

langsung ke konsumen akhir. Konsumen akhir yang membeli langsung ke

perusahaan adalah pegawai LIPI, tamu dinas, dan tamu kunjungan lapang.

Konsumen perusahaan Lipisari dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Konsumen Minuman Sari Buah Jambu Lipisari Januari – Juli 2010

Sumber : Lipisari 2010

6.1.2 Anggota Sekunder Rantai Pasok

Anggota sekunder rantai pasok adalah anggota rantai pasok yang secara

tidak langsung berhubungan dengan kegiatan produksi minuman sari buah jambu,

namun memiliki pengaruh dalam kegiatan bisnis antara lain yaitu pengadaan

bahan-bahan penolong untuk menghasilkan minuman sari buah dan bahan

pengemasan untuk mengemas minuman sari buah jambu. Bahan penolong yang

No Nama Konsumen Alamat Rata-Rata Pemesanan/bulan

1 Koperasi Patna Subang 77 dus 2 PD Annisa Subang 100 dus 3 MiMake Subang 43 dus 4 POS Subang Subang 43 dus 5 Konsumen akhir (Pegawai/Masyarakat

Subang/Tamu) Subang 30 dus

Page 60: scm hortikultura

46

dibutuhkan untuk memproduksi minuman sari buah yaitu CMC, Na-Benzoat,

asam sitrat, jambu oil, dan gula. Adapun pemasok bahan penolong di Lipisari

dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Pemasok Bahan Penolong Minuman Sari Buah Jambu di Lipisari No Jenis Bahan

Penolong Asal Pemasok Jumlah

Pembelian Harga (Rp)

1 CMC Seger Chemical, Bandung 10 kg 75.000/kg 2 Na-Benzoat Seger Chemical, Bandung 10 kg 25.000/kg 3 Asam Sitrat Seger Chemical, Bandung 15 kg 16.000/kg 4 Jambu Oil Seger Chemical, Bandung 10 liter 115.000/liter 5 Gula Subang 200 bal (100 kg) 475.000/bal

Sumber : Lipisari 2010

Lipisari memasok bahan penolong setiap dua bulan sekali atau tergantung

dengan stok bahan penolong di gudang penyimpanan bahan kimia di Lipisari.

Prosedur pengadaan bahan penolong dimulai dengan memeriksa sisa stok akhir

persediaan di gudang penyimpanan bahan penolong dengan melihat buku

persediaan bahan penolong. Selanjutnya bahan-bahan penolong yang habis dicatat

dan dilaporkan ke pimpinan Lipisari. Rincian biaya pembelian bahan penolong

yang habis juga disertakan di dalam laporan pembelian. Selain itu, Lipisari juga

mengajukan peminjaman kendaraan dinas untuk mengangkut bahan penolong.

Dalam memasok bahan penolong, Lipisari tidak melakukan pemesanan terlebih

dahulu, Lipisari langsung datang ke PD Seger Chemical untuk melakukan

pembelian. Pembayarannya juga dilakukan secara langsung yaitu tunai dan biaya

transportasi juga ditanggung oleh Lipisari. Biaya transportasi untuk sekali

pengadaan bahan penolong sebesar Rp 350.000.

Bahan kemasan yang diperlukan oleh Lipisari untuk memproduksi minuman

sari buah adalah sedotan, cup, kardus, dan lakban. Pemasokan tidak dilakukan

secara rutin, melainkan dilakukan dua bulan sekali atau tergantung dari stok

persediaan kemasan di gudang penyimpanan. Hal ini dikarenakan bahan kemasan

memiliki daya tahan yang cukup lama mencapai satu tahun. Bila stok akan habis

karyawan bagian produksi akan langsung melakukan pemesanan ke PT Indopack

di Jakarta.

Prosedur pengadaan bahan kemasan dimulai dengan menghubungi pemasok

bahan kemasan melalui telepon kantor, dan mengajukan pemesanan terlebih

Page 61: scm hortikultura

47

dahulu ke perusahaan pemasok. Setelah pemesanan disetujui oleh perusahaan

pemasok, bahan atau barang dikirim ke Lipisari. Jangka waktu yang dibutuhkan

dari pemesanan barang atau bahan dari perusahaan pemasok hingga barang atau

bahan sampai ke Lipisari yaitu dua minggu. Pembayaran tidak dilakukan secara

langsung ketika barang atau bahan datang, tetapi ditransfer melalui bank ke

rekening perusahaan pemasok dan pembayaran biasanya dilakukan setelah bahan

atau barang yang dipesan diterima oleh Lipisari. Namun, tidak semua bahan atau

barang dipasok dari perusahaan pemasok. Seperti sedotan dan lakban dapat

diperoleh dari toko Budi di Bandung dan pembeliannya dilakukan secara langsung

oleh Lipisari dengan cara datang ke toko dan pembayaran juga dilakukan secara

langsung dan tunai. Daftar pemasok bahan kemasan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Pemasok Bahan Kemasan Minuman Sari Buah Jambu di Lipisari No Jenis Bahan

kemasan Asal Pemasok Jumlah

Pemesanan Harga (Rp)

1 Sedotan Toko Budi, Bandung 17 kg 25.000/ kg 2 Cup & Top Seal PT Indah Cup, Bandung 100.000 pcs 215,60/ cup 3 Box (kardus) PT Indopack, Jakarta 3.000 pcs 2.000/dus 4 Lakban Toko Budi 10 dus 468.000/dus Sumber : Lipisari 2010

6.2 Aktivitas Anggota Primer Rantai Pasok

Anggota primer rantai pasok minuman sari buah terdiri dari pemasok jambu,

Lipisari sebagai pengolah, distributor, dan konsumen. Aktivitas yang dilakukan

setiap anggota primer dalam rantai pasok berbeda-beda. Pemasok jambu

melakukan pembelian jambu ke kelompok tani, melakukan sortasi jambu,

penjualan jambu biji ke Lipisari untuk diolah menjadi minuman sari buah jambu,

membina kelompok tani Bagja Mandiri Bersama, dan memberikan modal untuk

budidaya jambu ke kelompok tani Bagja Mandiri Bersama.

Jambu biji yang dipasok ke Lipisari diperoleh dari kelompok tani

binaannya. Semua jambu yang dihasilkan oleh kelompok tani Bagja Mandiri

Bersama ditampung oleh Pak Wasnudin untuk didistribusikan ke perusahaan-

perusahaan pengolah jambu, pasar tradisional, pasar swalayan, dan langsung

dijual ke konsumen akhir jambu biji. Sebelum dikirim ke Lipisari, jambu disortasi

Page 62: scm hortikultura

48

terlebih dahulu oleh pemasok untuk mengurangi kerugian yang akan ditanggung

oleh pemasok bila terdapat jambu yang busuk.

Aktivitas fisik yang dilakukan pemasok meliputi aktivitas pengangkutan

dan penimbangan jambu dari kelompok tani ke Lipisari. Pengangkutan jambu

dilakukan dengan menggunakan mobil coltdiesel dan biaya pengangkutan di

tanggung oleh pemasok. Aktivitas penimbangan dilakukan di Lipisari dan biaya

penimbangan juga ditanggung oleh pemasok. Aktivitas yang terjadi di pemasok

jambu dapat dilihat pada Lampiran 10.

Informasi pasar atau harga jambu tidak terbuka untuk petani jambu biji.

Petani hanya mengetahui harga jambu biji yang diberikan oleh pengumpul

(pemasok). Begitu juga dengan Lipisari, Lipisari hanya mengetahui harga yang

diberlakukan oleh pemasok tanpa mengetahui harga beli jambu dari petani. Pada

dasarnya konsep untuk membangun kerjasama dalam rantai pasok adalah sistem

keterbukaan. Hal ini diperlukan untuk menjaga loyalitas petani dan Lipisari agar

mengetahui adanya pembagian keuntungan yang adil dalam setiap anggota rantai

pasok.

Lipisari merupakan prosesor yang melakukan aktivitas pembelian jambu biji

dan penjualan minuman sari buah jambu. Lipisari membeli jambu biji sebagai

bahan baku utama untuk memproduksi minuman sari buah dan Lipisari membeli

bahan penolong untuk membuat minuman sari buah, serta membeli bahan

kemasan kepada beberapa pemasok. Aktivitas penjualan Lipisari berhubungan

dengan distributor dan konsumen yaitu ritel, koperasi, dan konsumen akhir. Harga

jual yang ditetapkan Lipisari untuk setiap dus minuman sari buah sebesar

Rp 26.500/dus untuk karyawan, dan Rp 29.000/dus untuk konsumen non

karyawan. Aktivitas fisik yang dilakukan Lipisari adalah pengangkutan minuman

sari buah jambu dari Lipisari ke konsumen yaitu ritel. Selain melakukan aktivitas

pengangkutan, Lipisari juga melakukan aktivitas penyimpanan yaitu penyimpanan

pulp jambu sebelum diproduksi menjadi minuman sari buah jambu dan

penyimpanan produk jadi yaitu minuman sari buah setelah produk dikemas dan

sebelum didistribusikan ke ritel, koperasi, konsumen, dan distributor. Jambu biji

yang baru diterima dari pemasok langsung diolah menjadi bubur atau pulp jambu,

Page 63: scm hortikultura

49

setelah itu dikemas dalam plastik dan disimpan dalam kamar pendingin untuk

mencegah kerusakan pulp jambu lebih cepat. Minuman sari buah yang sudah

diproduksi langsung dikemas dan dimasukkan ke dalam kardus dan disimpan

dalam gudang karantina untuk memastikan tidak adanya kerusakan produk,

setelah itu produk disimpan dalam gudang penyimpanan.

Kegiatan sortasi juga dilakukan di Lipisari yaitu jambu yang dipasok oleh

pemasok langsung disortasi sebelum diproduksi. Hal ini dilakukan untuk menjaga

kualitas dan mutu produk yang akan dihasilkan. Jambu yang tidak memenuhi

kriteria langsung dikembalikan kepada pemasok dan banyaknya jambu yang

diambil langsung ditimbang dan dibayar sesuai hasil timbangan. Informasi pasar

di tingkat prosesor ini sangat terbuka, mulai dari harga di distributor hingga harga

jual pada konsumen sehingga pembagian laba menjadi tidak adil.

Distributor sebagai orang yang menyalurkan produk minuman sari buah

melakukan kegiatan penjualan dan pembelian. Distributor membeli minuman sari

buah dari Lipisari dan juga melakukan aktivitas penjualan yaitu menjual minuman

sari buah ke agen grosir, kantin RSUD Subang, dan ke pengecer atau warung di

daerah Subang. Aktivitas fisik yang dilakukan oleh distributor hanya

pengangkutan minuman sari buah jambu dari Lipisari dan dikirim ke agen grosir,

pengecer, dan kantin RSUD Subang. Aktivitas penyimpanan tidak dilakukan oleh

distributor, biasanya produk yang diambil di perusahaan langsung dikirim ke agen

grosir, kantin RSUD, dan pengecer. Aktivitas penyimpanan hanya dilakukan oleh

konsumen dari distributor.

Informasi pasar atau harga tidak terbuka untuk konsumen distributor yaitu

kantin RSUD, agen grosir, dan pengecer, serta Lipisari. Harga beli minuman

jambu biji yang diperoleh distributor dari perusahaan sebesar Rp 26.500/dus,

sedangkan distributor menjual minuman sari buah ke agen grosir, pengecer, dan

kantin RSUD Subang dengan harga Rp 30.000/dus, dan agen grosir menjual

kembali minuman sari buah yang diperoleh dari distributor dengan harga

Rp35.000/dus. Lipisari hanya mengetahui harga jual yang diberikan ke distributor

yang merupakan karyawan LIPI, dan konsumen juga hanya mengetahui harga

yang diberlakukan distributor untuk semua pengecer dan agen grosir sama.

Page 64: scm hortikultura

50

Ketidakterbukaan informasi pasar atau harga menyebabkan ketidakadilan dalam

pembagian keuntungan.

Ritel, koperasi, dan konsumen akhir sebagai konsumen Lipisari melakukan

aktivitas pertukaran yaitu pembelian dan penjualan. Ritel dan koperasi melakukan

aktivitas pembelian minuman sari buah dari Lipisari. Dan aktivitas penjualan

berhubungan dengan penjualan minuman sari buah dari koperasi ke konsumen

yaitu pengecer dan masyarakat Subang, serta ritel menjual minuman langsung ke

konsumen akhir.

Konsumen akhir Lipisari adalah konsumen yang berasal dari pegawai LIPI,

dan konsumen non-pegawai LIPI biasanya tamu dinas atau tamu instansi.

Konsumen akhir tidak melakukan aktivitas penjualan, hanya melakukan aktivitas

pembelian produk. Aktivitas fisik yang dilakukan oleh konsumen adalah

pengangkutan produk dari Lipisari ke konsumen. Ritel dan koperasi juga

melakukan aktivitas penyimpanan yaitu untuk minuman yang masih di dalam

kardus disimpan di tempat penyimpanan dan minuman sari buah yang berbentuk

cup dimasukkan ke dalam lemari pendingin. Informasi pasar yang terjadi di

tingkat konsumen tertutup, konsumen akhir hanya mengetahui harga produk untuk

di setiap ritel yang menjual produk, dan koperasi sama dengan yang diberikan dari

perusahaan. Ketidakterbukaan informasi pasar menyebabkan pembagian

keuntungan yang belum merata diantara anggota rantai pasok. Aktivitas anggota

primer rantai pasok minuman sari buah Lipisari dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Aktivitas Anggota Primer Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu Lipisari

Aktivitas

Anggota Primer Rantai Pasok Pemasok Lipisari Distributor Konsumen (Ritel, Koperasi, dan

Konsumen akhir) Pertukaran Penjualan Pembelian

X X

X X

X X

X/ - X

Fisik Pengangkutan Pengemasan Penyimpanan

X - X

X X X

X - -

X - X

Fasilitas Sortasi Informasi pasar

X -

X X

- -

- -

Keterangan : (X) : dilakukan (-) : tidak dilakukan (X/-) : dilakukan oleh sebagian anggota

Page 65: scm hortikultura

51

6.3 Pola Aliran Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu Lipisari

Pola aliran rantai pasok adalah pola yang terbentuk dari kegiatan bisnis

dalam rantai pasok yaitu dimulai dari pengadaan bahan baku, pengolahan,

pendistribusian, hingga pemakaian oleh konsumen akhir. Pola aliran rantai pasok

yang terbentuk untuk setiap produk berbeda-beda tergantung dengan banyaknya

pihak yang terlibat, kegiatan bisnis yang dilakukan dan tergantung jenis produk

itu sendiri.

Menurut Pujawan (2005), pada suatu rantai pasok terdapat tiga macam

aliran yang harus dikelola. Pertama adalah aliran barang yang mengalir dari hulu

(upstream) ke hilir (downstream). Kedua adalah aliran uang yang mengalir dari

hilir ke hulu ataupun sebaliknya. Ketiga adalah aliran informasi yang bisa terjadi

dari hulu ke hilir ataupun sebaliknya. Model rantai pasok untuk minuman sari

buah jambu terdiri dari pemasok jambu biji, perusahaan sebagai prosesor

pengolah jambu biji menjadi minuman sari buah, distributor tidak resmi yaitu para

satpam, konsumen yaitu ritel, koperasi dan konsumen akhir.

Keterangan:

1 petani jambu biji 7 7a (ritel tujuan Distributor), 7b (ritel tujuan Lipisari), 7c (koperasi Patna)

2 Kelompok Tani Bagja Mandiri Bersama 8 konsumen akhir minuman sari buah

3 pengumpul (pemasok) jambu biji 9 Aliran barang

4 PT Lipiasri Patna 10 Aliran uang (finansial)

5 pemasok bahan penolong dan kemasan 11 Aliran informasi

6 distributor minuman sari buah

Gambar 6. Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu Lipisari

1

1

1

2 3 4

6

7c

8

5

5

7b6

7a7

Page 66: scm hortikultura

52

Aliran produk minuman sari buah jambu biji (Gambar 6) dimulai dari petani

yang membudidayakan jambu biji sebagai bahan baku utama untuk membuat

minuman sari buah jambu Lipisari. Para petani jambu biji yang tergabung di

dalam Kelompok Tani Bagja Mandiri Bersama menjual jambu biji hasil panen

mereka melalui Kelompok Tani ini. Pengumpul menjalin kerjasama dengan

kelompok tani dalam bentuk pembinaan kepada para petani jambu mengenai cara

budidaya jambu yang baik dan pengumpul juga memberikan modal kepada para

petani jambu untuk membeli keperluan produksi seperti pembelian pupuk,

pestisida, pembangunan irigasi, dan pembelian alat-alat pertanian. Selain

pembinaan dan pemberian modal, kerjasama yang terjalin mengharuskan petani

untuk memasok semua hasil panen mereka ke pengumpul. Oleh karena itu, peran

Kelompok Tani BJM sendiri hanya menjadi perantara yang menghubungkan

petani dengan pengumpul jambu. Kelompok Tani hanya bertugas menyediakan

input pertanian dan memfasilitasi penyuluhan dan pelatihan budidaya jambu yang

diberikan oleh pengumpul kepada para anggota.

Alur prosedur pengadaan jambu biji dari petani ke pengumpul dimulai

dengan para petani membawa hasil panen mereka ke Kelompok Tani. Setelah itu,

jambu biji yang mereka bawa disortasi terlebih dahulu oleh pengumpul. Sortasi

dilakukan untuk mengurangi kerugian yang akan ditanggung oleh pengumpul.

Jambu biji yang dipilih oleh pengumpul biasanya yang memiliki tingkat

kematangan 70 persen sampai 80 persen untuk jambu yang akan dipasok ke

perusahaan Lipisari. Setelah dilakukan sortasi jambu ditimbang dan langsung

dibayar di tempat. Jika Kelompok Tani Bagja Mandiri tidak bisa memenuhi

permintaan pengumpul, biasanya pengumpul membeli jambu biji dari Kelompok

Tani lainnya yang ada di Desa Panyingkiran. Harga beli yang diterapkan oleh

kelompok tani lain cukup tinggi dibandingkan harga dari Kelompok Tani mitra.

Tidak semua jambu biiji yang dibeli dipasok ke Lipisari. Lipisari hanya menyerap

10 persen dari total jambu biji yang dibeli pengumpul dari Kelompok Tani,

sisanya jambu biji dipasok ke pasar tradisional, swalayan, minimarket, dan

agroindustri sari buah lainnya. Biasanya industri minuman seperti Lipisari

melakukan pemasokan dalam jumlah yang banyak pada saat musim panen raya

yaitu bulan Desember sampai Maret.

Page 67: scm hortikultura

53

Jambu biji yang dibeli pengumpul dari Kelompok Tani langsung diantar ke

Lipisari dengan menggunakan mobil coltdiesel milik pemasok (pengumpul).

Setelah sampai di Lipisari, jambu disortasi kembali oleh bagian produksi untuk

memilih jambu yang tidak rusak dan tidak busuk, setelah itu jambu langsung

ditimbang dan pembayaran dilakukan sesuai timbangan. Jambu langsung diolah

menjadi pulp seperti yang digambarkan pada Gambar 5. Setelah menjadi pulp

jambu dan dikemas, pulp langsung disimpan di gudang penyimpanan pada suhu -

20 oC untuk menjaga agar sari buah tidak rusak sebelum diolah menjadi minuman

sari buah. Jangka waktu penyimpanan pulp dari gudang penyimpanan hingga ke

produksi minuman sari buah paling lama satu bulan dan tata letak penyimpanan

pulp di gudang diatur sesuai dengan tanggal produksi dan penilaian terhadap

persediaan jambu biji dengan metode first in first out (FIFO) artinya pulp yang

pertama kali masuk ke gudang penyimpanan akan diproduksi terlebih dahulu.

Selanjutnnya pulp akan diolah menjadi minuman sari buah jambu, proses

produksi pulp jambu menjadi minuman sari buah dapat dilihat pada Gambar 5.

Minuman sari buah yang telah dikemas kemudian disimpan dalam gudang

penyimpanan yang diatur pada suhu 25 oC. Pengaturan persediaan minuman sari

buah Lipisari diatur dengan metode FIFO, artinya minuman jambu yang

diproduksi pertama akan keluar pertama juga. Selanjutnya produk didistribusikan

ke ritel dan koperasi. Ritel sebagian besar berlokasi di Subang, namun untuk POS

berlokasi di daerah Cirebon. Transportasi yang digunakan oleh ritel untuk

mengambil produk ke perusahaan adalah dengan menggunakan mobil. Jika ritel

tidak mengambil ke Lipisari untuk pendistribusiannya Lipisari menggunakan jasa

POS. Sedangkan, pendistribusian ke koperasi Patna tidak menggunakan alat

transportasi, cukup dengan pegawai koperasi datang ke perusahaan untuk

memesan dan mengangkut produk minuman yang siap dijual dari perusahaan ke

koperasi dengan menggunakan gerobak atau pendorong. Produk yang

didistribusikan ke koperasi biasanya dibeli oleh pengecer untuk dijual kembali,

namun koperasi juga menjual produk minuman langsung ke konsumen.

Sedangkan, ritel langsung menjual ke konsumen akhir.

Distributor produk minuman sari buah Lipisari adalah distributor tidak

resmi, artinya perusahaan belum melakukan kerjasama atau kontrak tertulis

Page 68: scm hortikultura

54

dengan pihak distributor yang juga merupakan karyawan keamanan di LIPI.

Distributor biasanya melakukan pemesanan minuman sari buah untuk dijual

kembali ke pengecer-pengecer yang ada di daerah Subang. Selain ke pengecer-

pengecer, distributor juga menjual produk langsung ke kantin Rumah Sakit

Umum Daerah (RSUD) Subang. Pengecer-pengecer yang menjadi tujuan dari

distributor antara lain toko Sindang Rasa, Purnama, Apotik Cihereng, toko kue

Menanti, toko Sumber Air, dan perkantoran Samsat serta kantor pertanian. Dalam

pendistribusian produk, distributor biasanya menggunakan kendaraan motor. Bila

pembelian dilakukan dalam jumlah yang banyak melebihi 10 dus biasanya

distributor menggunakan mobil. Produk yang diambil di Lipisari langsung

didistribusikan ke toko-toko, pengecer, dan ke kantin RSUD. Biasanya distributor

mendapat informasi pesanan melalui alat komunikasi telepon genggam.

Konsumen akhir sebagai akhir dari rantai pasok yang terjadi biasanya

mendapatkan minuman sari buah Lipisari di ritel atau warung-warung yang

berada di dekat tempat tinggal mereka.

Aliran finansial pada rantai pasok minuman sari buah terjadi pada

konsumen, pengecer, agen grosir, distributor, ritel, koperasi, perusahaan,

pemasok, kelompok tani jambu, dan petani jambu. Sistem transaksi untuk ritel dan

koperasi yaitu dengan pembayaran secara tunai ketika produk diambil atau

diantarkan. Koperasi dan ritel langsung membayar ke perusahaan sesuai dengan

jumlah produk yang diambil. Sistem transaksi untuk distributor dilakukan dengan

kredit di mana pembayaran dilakukan setelah distributor mendistribusikan produk

ke pengecer dan pembayaran dilakukan setiap satu bulan sekali. Sistem transaksi

antara distributor dengan pengecer sendiri dilakukan dengan sistem tunai artinya

ketika produk sampai, pembayaran langsung dilakukan di tempat. Sedangkan

antara distributor dengan kantin RSUD Subang pembayaran dilakukan setelah

produk minuman sari buah di kantin tersebut habis terjual biasanya dilakukan satu

bulan sekali. Sistem transaksi antara pemasok jambu biji dengan perusahaan

dilakukan dengan sistem pembayaran tunai yaitu Lipisari membayar langsung

sesuai dengan jumlah pasokan jambu setelah dilakukan sortasi.

Aliran informasi terjadi pada konsumen, ritel, koperasi, distributor, agen

grosir, pengecer, perusahaan, pemasok, kelompok tani, dan petani jambu atau

Page 69: scm hortikultura

55

sebaliknya. Informasi berhubungan dengan berapa pesanan jambu biji yang

dibutuhkan oleh perusahaan, status pengiriman produk minuman sari buah, berapa

pesanan produk minuman sari buah yang harus dikirim oleh perusahaan, dan

berapa pesanan produk yang akan diambil oleh distributor, koperasi, dan ritel.

6.4 Proses Bisnis Rantai

a. Hubungan Proses Rantai Bisnis

Hubungan proses rantai bisnis di antara anggota rantai pasok berguna untuk

melihat hubungan keterkaitan antar anggota rantai serta melihat pengaruhnya bagi

proses bisnis (Setiawan 2009). Hubungan antara petani jambu biji dengan

kelompok tani dan pengumpul memiliki hubungan yang saling ketergantungan.

Petani jambu membutuhkan Kelompok Tani Bagja Mandiri Bersama untuk

menampung hasil panen jambu mereka, selain itu kelompok tani juga mampu

memberikan pelatihan dan penyuluhan mengenai teknologi dan informasi tentang

budidaya jambu yang baik. Kelompok tani juga sangat tergantung pada

pengumpul dalam memasarkan hasil panen jambu dari para anggotanya, selain

pengumpul juga membantu dalam pemberian pinjaman modal dan sebagai

pembeli utama.

Hubungan bisnis antara Lipisari dengan pemasok (pengumpul) jambu

adalah saling ketergantungan. Perusahaan membutuhkan jambu biji sebagai bahan

baku utama untuk memproduksi minuman sari buah jambu dan memenuhi

permintaan konsumen akan produk minuman sari buah jambu. Sedangkan,

pemasok membutuhkan perusahaan sebagai pembeli tetap jambu biji yang

dihasilkan oleh para petani. Keuntungan yang didapat pemasok adalah jaminan

pemasaran dari Lipisari, sedangkan perusahaan mendapatkan kemudahan dalam

memenuhi kebutuhan jambu biji untuk memenuhi permintaan konsumen akan

minuman sari buah jambu Lipisari.

Hubungan bisnis antara Lipisari dengan distributor adalah saling

ketergantungan. Perusahaan membutuhkan distributor untuk menyalurkan produk

minumannya ke ritel-ritel di Subang dan membantu dalam memasarkan produk

yang dihasilkan. Distributor sendiri membutuhkan perusahaan sebagai produsen

Page 70: scm hortikultura

56

utama minuman sari buah Lipisari, dimana mereka mendapatkan pendapatan yang

sangat besar dari penjualan atau pemasaran produk ini. Keuntungan yang didapat

oleh perusahaan adalah jaminan pemasaran dari distributor, meskipun belum ada

perjanjian resmi untuk melakukan kerjasama dalam hal pemasaran. Distributor

sendiri mendapatkan keuntungan dari penjualan minuman sari buah Lipisari.

Hubungan bisnis antara Lipisari dengan ritel dan koperasi adalah saling

ketergantungan. Para ritel dan koperasi membutuhkan pasokan minuman sari buah

jambu dari Lipisari untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang semakin

meningkat. Lipisari membutuhkan ritel dan koperasi sebagai konsumen yang

membeli produk yang mereka hasilkan. Hubungan bisnis antara Lipisari dengan

supplier bahan penolong dan bahan baku pengemasan adalah saling

ketergantungan. Lipisari membutuhkan pasokan bahan penolong untuk proses

produksi minuman sari buah jambu dan juga sangat membutuhkan bahan

pengemas untuk mengemas produk agar siap dijual. Pemasok membutuhkan

Lipisari sebagai pembeli tetap yang sangat potensial untuk meningkatkan

penjualan produk mereka.

b. Pendukung Anggota Rantai

1. Pelatihan

Peran pemerintah sebagai anggota eksternal rantai pasok memiliki peran

yang cukup penting dalam memberikan dukungan kepada seluruh anggota rantai

pasok. Bentuk dukungan yang diberikan oleh pemerintah kepada petani jambu

adalah pemberian pelatihan-pelatihan dan penyuluhan yang bersifat softskill dan

hardskill. Petani jambu di Majalengka diberikan pelatihan teknik budidaya jambu

bijimerah yang baik, pengendalian hama terpadu, sistem distribusi yang baik,

pembangunan irigasi yang baik, dan cara untuk mendapatkan pinjaman modal dari

lembaga keuangan.

2. Dukungan Modal

Lipisari sebagai usaha milik LIPI yang telah menjadi PNBP (penghasilan

negara bukan pajak) sejak 2010, untuk melakukan kegiatan produksinya

memerlukan dana dari pemerintah. Pemerintah melalui LIPI memberikan modal

usaha sesuai dengan kebutuhan atau permintaan dari Lipisari. Selain itu,

Page 71: scm hortikultura

57

pemerintah melalui LIPI juga memberikan jaminan pemasaran yaitu penjualan

produk melalui ritel resmi yaitu koperasi pegawai LIPI Patna. Pemerintah melalui

LIPI juga memberikan kemudahan dalam uji fisik, biologis, ataupun kimia dari

produk minuman yang dihasilkan.

3. Distribusi Informasi Pasar

Distribusi informasi mengenai peluang pasar dimulai dari para konsumen

yaitu ritel, koperasi, dan distributor yang mengetahui permintaan konsumen

meningkat atau menurun, kemudian informasi tersebut akan diteruskan kepada

perusahaan Lipisari, dan Lipisari akan meneruskan informasi tersebut ke pemasok

jambu biji merah yang kemudian diteruskan ke petani jambu. Informasi tersebut

juga diteruskan kepada anggota sekunder rantai pasok yaitu pemasok bahan

penolong dan bahan pengemasan. Distribusi informasi yang lancar diantara

anggota rantai pasok perlu dibangun dan dijaga guna meningkatkan jaringan pasar

dari petani dan perusahaan.

4. Perencanaan Kolaboratif

Perencanaan kolaboratif adalah kesatuan kerjasama dan penyelarasan

informasi antara satu anggota rantai dengan anggota lainnya dalam melakukan

perencanaan rantai pasok. Perencanaan kolaboratif baru dilakukan antara

perusahaan dengan pemasok jambu biji merah. Para konsumen memberikan

informasi mengenai jumlah permintaan minuman sari buah jambu Lipisari.

Dengan melihat data permintaan harian atau mingguan, maka Lipisari melakukan

perencanaan dengan cara menargetkan sebanyak kurang lebih 1 ton jambu biji

merah yang harus dipasok setiap bulannya. Dengan adanya target pemasokan

setiap bulannya, maka perusahaan dapat memprediksi jumlah minuman sari buah

yang akan diproduksi dalam satu bulan. Perencanaan kolaboratif dengan anggota

lainnya selain pemasok belum dilakukan oleh perusahaan. Perencanaan ini

sebenarnya sangat dibutuhkan guna meningkatkan efisiensi dan efektivitas rantai

pasok.

5. Aspek Risiko

Risiko yang dihadapi pada setiap anggota rantai pasok berbeda-beda. Pada

tingkat petani, risiko yang diterima adalah gagal panen yang disebabkan oleh

Page 72: scm hortikultura

58

keadaan alam dan hama. Ketidakpastian cuaca dan iklim yang terjadi

menyebabkan jadwal panen yang tak menentu sehingga pemasok terkadang tidak

mampu memenuhi permintaan dari perusahaan. Ketidakpastian cuaca dan iklim

juga menyebabkan hama dengan cepat menyerang pohon jambu dan hama yang

biasanya menyerang pohon jambu adalah hama putih. Pada tingkat pemasok risiko

yang dihadapi berkaitan dengan pengembalian buah jambu biji yang tidak

memenuhi mutu yang diinginkan oleh perusahaan. Pada kegiatan sortasi

perusahaan akan memilih jambu yang tidak busuk, tidak ada ulat, permukaannya

licin atau tidak berlubang, dan tingkat kematangannya 70 persen sampai 80

persen. Bila tidak sesuai dengan standar maka jambu tersebut akan dikembalikan

ke pemasok dan peerusahaan hanya membayar sesuai dengan jumlah jambu yang

diambil, artinya pemasok harus menanggung semua jambu yang dikembalikan.

Risiko yang dihadapi pada tingkat perusahaan adalah ketika terjadi musim

paceklik pasokan jambu biji merah dari pemasok berkurang akibatnya perusahaan

mengalami kekurangan persediaan bahan baku. Belum adanya kemitraan yang

terjalin antara perusahaan dan pemasok secara resmi, menyebabkan pemasok

dapat memilih untuk menjual jambu biji merahnya kepada perusahaan lain dengan

harga yang lebih tinggi. Risiko lain yang dihadapi oleh perusahaan terkait dengan

proses penyimpanan pulp atau bubur jambu. Pulp harus disimpan pada suhu

-20 oC. Pada saat terjadi penurunan listrik ataupun kerusakan pendingin di gudang

penyimpanan akan menyebabkan pulp cepat busuk dan terkontaminasi dengan

bakteri, akibatnya pulp tidak bisa digunakan untuk produksi minuman sari buah.

Selain itu, kerusakan pada alat produksi menjadi risiko yang harus diterima oleh

Lipisari. Kerusakan alat produksi menyebabkan kegiatan produksi harus

dihentikan sedangkan biaya produksi harus tetap dikeluarkan. Akibatnya

perusahaan mengalami kerugian yang cukup besar.

Risiko yang harus diterima oleh distributor terkait dengan kerusakan produk

akibat pendistribusian dari perusahaan ke pengecer dan toko. Bila produk yang

didistribusikan mengalami kerusakan seperti kemasannya bocor, produk

dikembalikan ke distributor dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab distributor

bukan perusahaan. Perusahaan hanya mau melakukan penggantian tehadap

produk-produk yang telah lewat tanggal kadaluarsa.

Page 73: scm hortikultura

59

6. Proses Trust Building

Proses bisnis rantai menjelaskan proses-proses yang terjadi di dalam rantai

pasokan untuk mengetahui apakah keseluruhan rantai pasokan sudah terintegrasi

dan berjalan dengan baik atau tidak. Proses bisnis rantai ditinjau berdasarkan

aspek hubungan proses bisnis antar anggota rantai pasokan, pola distribusi dan

support anggota rantai (Setiawan 2009). Proses trust building merupakan proses

untuk menumbuhkembangkan saling kepercayaan antar anggota rantai pasok.

Hubungan kepercayaan yang lemah dapat menyebabkan keengganan untuk

menjalin kerjasama dan distribusi informasi menjadi terhambat. Hal ini

disebabkan karena adanya aspek ketidakpercayaan sehingga salah satu pihak

berusaha untuk mendapatkan keuntungan sendiri (Setiawan 2009).

Ketidakpercayaan tersebut timbul disebabkan beberapa faktor yaitu:

a. Masih banyaknya anggapan bahwa pemasok dan pihak lain adalah “lawan”

atau bahkan “musuh” dalam berbisnis bukan “mitra”.

b. Masih banyaknya anggapan bahwa antara pemasok atau pihak lain dengan

perusahaan sendiri memiliki tujuan yang berlainan, bahkan saling

bertentangan, padahal tujuan akhir semua anggota rantai sama yaitu survive

and growth.

c. Dalam negosiasi, masih banyak yang mengharapkan hasil win-lose dan

kurang mengenal konsep win-win negotiation.

d. Banyak yang masih melihat pada hubungan jangka pendek dan kurang

melihat pada hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan.

Proses trust building sudah mulai dibangun antar anggota rantai, namun

hubungan kepercayaan itu masih bersifat kekeluargaan belum tertulis secara

kontraktual. Perjanjian secara kontraktual sebaiknya mulai dilakukan dalam

proses trust building guna mengurangi kerugian yang bisa terjadi dalam proses

bisnis antar anggota rantai. Perjanjian yang dimaksud mengandung aturan yang

terkait dengan hak dan kewajiban pihak Lipisari dengan pemasok, Lipisari dengan

ritel, dan Lipisari dengan distributor. Dengan adanya proses trust building di

antara anggota rantai, diharapkan mampu mendukung kelancaran aktivitas rantai

Page 74: scm hortikultura

60

pasok seperti kelancaran pada transaksi, penjualan, distribusi produk, dan

distribusi informasi pasar.

6.5 Performa Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu Lipisari

Penilaian kinerja rantai pasok secara keseluruhan dapat dilihat dengan

menilai apakah kondisi rantai pasok yang ada sudah baik atau belum. Secara

umum dapat dikatakan bahwa rantai pasok belum optimal sehingga menghambat

aktivitas yang terkait di dalam rantai pasok. Hambatan-hambatan tersebut adalah:

1. Biaya transportasi yang tinggi

Pemasokan bahan baku jambu, bahan penolong, dan bahan pengemas yang

diperoleh dari luar daerah Subang menyebabkan perusahaan harus mengeluarkan

biaya transportasi kendaraan. Jambu biji yang diperoleh dari luar daerah Subang

yaitu Majalengka menyebabkan Lipisari harus mengeluarkan biaya transportasi

sebesar Rp 300 per kg jambu yang dipasok. Untuk medapatkan bahan penolong,

Lipisari harus pergi ke Bandung dan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 350.000

untuk sekali perjalanan.

2. Ketidakpastian pasokan

Cuaca dan iklim akan mempengaruhi produksi jambu biji merah.

Ketidakpastian pasokan bahan baku utama yaitu jambu biji merah menyebabkan

Lipisari harus melakukan suatu strategi dalam mengelola persediaan jambu biji

merahnya. Terutama pada saat musim paceklik, produksi jambu biji di tingkat

petani menjadi terbatas sehingga pemasok terkadang tidak dapat memenuhi

jumlah permintaan jambu yang dipesan oleh Lipisari. Sehingga menyebabkan

kerugian karena Lipisari tetap melakukan proses pengolahan pulp dari jambu tapi

tidak secara optimal, dan pulp yang dihasilkan pun terbatas.

3. Distribusi informasi yang kurang lancar

Informasi mengenai jumlah permintaan dari konsumen sangat penting bagi

produsen. Informasi ini meliputi jumlah produk yang diminta, waktu pengiriman,

dan harga produk yang ditetapkan oleh perusahaan. Selain itu, informasi

mengenai jumlah jambu yang dibutuhkan untuk produksi Arus informasi belum

Page 75: scm hortikultura

61

terorganisasi dengan baik sehingga dapat menyebabkan penumpukan persediaan

barang di gudang.

4. Kerjasama antar pelaku masih kurang

Produksi minuman sari buah jambu Lipisari mengalami peningkatan dari

tahun ke tahun walaupun kenaikannya tidak signifikan seperti yang terlihat pada

Gambar 6. Salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan jumlah produksi

kurang signifikan dikarenakan permintaan sari buah Lipisari juga belum

signifikan akibat kurangnya promosi dan terbatasnya jalur pemasaran. Hal ini

dikarenakan minimnya kerjasama antar pelaku dalam rantai pasok menyebabkan

keterbatasan dalam memenuhi permintaan pasar yang cenderung meningkat.

Kurangnya kerjasama dalam rantai pasok menyebabkan pasokan minuman sari

buah jambu Lipisari tidak lancar.

6.6 Analisis Harga

Penetapan harga jual produk minuman sari buah jambu Lipisari didasarkan

pada harga bahan baku dan biaya produksi. Struktur biaya produksi dalam satu

kali produksi yaitu bahan baku utama jambu merah sebesar 41,5 persen, gula pasir

22 persen, kemasan cup 20 persen, kardus 9,5 persen, tenaga produksi 3,5 persen,

bahan kimia 1,75 persen, dan tutup kemasan cup serta top seal 1,75 persen. Biaya

produksi yang dikeluarkan dalam satu kali produksi dapat dilihat pada Lampiran

2. Berdasarkan biaya produksi yang timbul, semakin tinggi harga bahan baku atau

biaya lainnya makan biaya total produksi akan meningkat. Bila peningkatan biaya

produksi terjadi setiap bulan dan terus menerus maka harga jual yang ditetapkan

akan mengalami peningkatan.

Harga minuman sari buah pada tahun 2010 ditetapkan berdasarkan biaya

produksi tahun 2008, biaya produksi tahun 2008 dapat dilihat pada Lampiran 3.

Harga jual produk sebesar Rp 26.500 per dus untuk distributor dan koperasi Patna,

Rp 29.000 per dus untuk ritel (MiMake, PD Annisa, dan POS), dan Rp 30.000 per

dus untuk konsumen yang datang langsung ke Lipisari. Untuk periode Januari

hingga Juli 2010 perusahaan menjual minuman sari buah jambu sebanyak 4.013

dus yang terdiri dari koperasi membeli 429 dus, distributor sebesar 1087 dus, ritel

(MiMake, PD Annisa, dan POS) sebesar 1.317 dus, dan konsumen sebesar 1.180

Page 76: scm hortikultura

62

dus. Total biaya produksi yang dikeluarkan oleh perusahaan dari bulan Januari

hingga Juli 2010 sebesar Rp 108.805.500, maka perkiraan keuntungan kotor

perusahaan sebesar Rp 4.961.500.

Komponen penting dalam aktivitas pengadaan bahan baku baik bahan baku

utama, penolong, ataupun bahan kemasan adalah biaya pengadaan bahan baku

yang meliputi biaya transportasi, biaya telepon, biaya bongkar muat, ataupun

biaya administrasi. Biaya yang ditimbulkan dalam pengadaan bahan baku

menetukan harga pokok bahan baku, semakin tinggi biaya pengadaan yang

ditimbulkan artinya harga pokok bahan baku menjadi lebih tinggi sehingga akan

mempengaruhi biaya produksi yang dikeluarkan perusahaan.

Tujuan dari pengelolaan rantai pasok yang utama adalah tercapainya

efisiensi dan efektifitas dari rantai pasok yang terbentuk. Efisiensi dalam hal biaya

juga menjadi tujuan dalam pengelolaan rantai pasok, komponen-komponen biaya

tersebut pada dasarnya masih bisa ditekan dengan menghilangkan komponen

biaya yang tidak memberikan nilai tambah (non value added cost). Berdasarkan

konsep pengelolaan rantai pasok, biaya pengadaan bahan baku pada dasarnya

hanya akan menambah harga pokok input. Untuk pengadaan bahan baku utama

yaitu jambu merah, pengurangan biaya dapat dilakukan pada biaya telepon. Biaya

telepon dapat dihilangkan dengan cara tidak melakukan pemesanan pada setiap

bulan tetapi dilakukan di awal kontrak kerjasama. Begitu juga dengan pengadaan

bahan kemasan yang pemesanannya dilakukan melalui telepon, biaya telepon bisa

dihilangkan dengan melakukan pemesanan di awal kontrak. Pada awal kontrak

kerjasama dengan pemasok Lipisari membuat kesepakatan mengenai sistem

pemasokan yaitu jumlah pasokan barang untuk periode satu bulan atau satu tahun,

menetapkan mutu dan standar barang, dan menetapkan harga sehingga

mengurangi fluktuasi harga pembelian bahan baku.

Analisis procurement supply chain cost dilakukan pada pembelian bahan

baku yaitu bahan baku utama jambu merah, bahan baku penolong gula, bahan

kimia, dan bahan kemasan. Hasil analisis menunjukkan nilai pembelian aktual

bahan baku jambu merah lebih tinggi dibandingkan dengan nilai pembelian

Page 77: scm hortikultura

63

dengan implementasi pengelolaan rantai pasok. Hasil analisis dapat dilihat pada

Tabel 10.

Tabel 10. Hasil Analisis Harga Pembelian Bahan Baku Jambu Merah Periode Bulan Januari hingga Juni 2010

Bulan Jumlah (kg) Harga (Rp) Total (Rp) Selisih Biaya (Rp) Aktual SCM Aktual SCM Aktual SCM

Januari - - - - - - - Februari 907 1000 3.500 3.000 3.174.500 3.000.000 174.500 Maret 878 1000 3.500 3.000 3.073.000 3.000.000 73.000 April - - - - - - - Mei 819 1000 3.500 3.000 3.685.500 3.000.000 685.500 Juni 751 1000 3.500 3.000 2.628.500 3.000.000 (371.500)

Total 12.561.500 12.000.000 561.500 Sumber : Lipisari 2010 (diolah)

Berdasarkan hasil analisis diperoleh selisih nilai pembelian bahan baku

utama jambu merah sebesar Rp 561.500 antara pembelian tanpa dan dengan

implementasi pengelolaan rantai pasok. Nilai selisih ini menunjukkan Lipisari

mampu menghemat biaya pengadaan bahan baku utama jambu merah sebesar

Rp 561.500. Penghematan dilakukan pada biaya komunikasi, tanpa implementasi

SCM timbul biaya komunikasi sebesar Rp 500 per kg jambu. Namun, dengan

adanya perjanjian secara konraktual akan timbul biaya kerjasama pada saat

pembuatan kontrak dan biaya pinalty terkait dengan pelanggaran perjanjian

kontrak. Biaya kerjasama yang timbul hanya terjadi sekali di awal kontrak,

sehingga pada perhitungan pengadaan bahan baku jambu biji tidak dimasukkan.

Begitu juga dengan biaya pinalty yang hanya akan berlaku jika salah satu pihak

dari anggota rantai melanggar kesepakatan yang dibuat. Pada kondisi ini biaya

pinalty sebesar Rp 5.000.000, biaya ini ditentukan berdasarkan harga jambu biji

per kg dan jumlah pesanan jambu per bulan.

Pengadaan bahan penolong menimbulkan biaya yang cukup besar pada

biaya transportasi, untuk sekali pengadaan bahan kimia biaya transportasi yang

dibutuhkan sebesar Rp 350.000. Biaya ini bisa dihilangkan dengan melakukan

kerjasama dengan pemasok dimana Lipisari melakukan kesepakatan terkait

jumlah pasokan bahan kimia untuk periode per tiga bulan sekali dan harga produk.

Pemesanan dilakukan per tiga bulan sekali didasarkan pada kebutuhan bahan

penolong untuk produksi Lipisari selama tiga bulan. Dengan adanya perjanjian

Page 78: scm hortikultura

64

jumlah, harga, dan mutu bahan baku serta waktu pasokan pada awal kontrak,

perusahaan dapat mengurangi biaya interaksi dengan pemasok sehingga

komponen biaya-biaya pemesanan dapat dihilangkan. Analisis harga pembelian

bahan kimia dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Hasil Analisis Harga Pembelian Bahan Kimia Periode Bulan April 2010

Produk Aktual SCM Total (Rp) Jumlah Harga

(Rp) Biaya Harga

(Rp) Jumlah Harga

(Rp) Biaya Harga

(Rp) Aktual SCM

CMC 10 kg 75.000 Transportasi 350.000 10 kg 75.000 Pengiriman Bandung-Subang

240.000 2.435.000 2.195.000 Natrium Benzoat

5 kg 25.000 Upah Supir 100.000 5 kg 25.000

Asam Sitrat

15 kg 16.000 Makan 30.000 15 kg 16.000

Jambu Oil 10 liter 425.000 10 liter 425.000 Selisih Biaya (Rp) 240.000

Sumber : Lipisari 2010 (diolah)

Berdasarkan hasil analisis harga pembelian bahan kimia diperoleh selisih

dari total harga pokok bahan kimia antara dengan menerapkan pengelolaan rantai

pasok dan tanpa pengelolaan rantai pasok sebesar Rp 240.000. Artinya perusahaan

mampu menghemat biaya pembelian bahan kimia dengan mengganti biaya

transportasi, upah supir, dan makan menjadi biaya pengiriman barang dari

Bandung ke Subang dengan asumsi harga pengiriman per kg barang sebesar Rp

6.000 sesuai dengan harga pengiriman per kg yang diberikan POS. Biasanya

untuk membeli bahan kimia Lipisari menyewa transportasi dan supir, dengan

melakukan kerjasama di awal kontrak dengan pemasok bahan kimia Lipisari tidak

perlu lagi datang langsung ke tempat pemasok. Pemesanan dilakukan di awal

kontrak dan dalam perjanjian antara Lipisari dan pemasok disepakati pula jumlah

pasokan produk, harga, dan periode pemesanan, serta biaya pengiriman barang

dari Bandung ke Subang.

Pengadaan bahan gula dilakukan setiap bulan dan dalam pengadaaannya

timbul biaya transportasi sebesar ± Rp 200 per kg untuk sekali pengiriman.

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 12 terdapat selisih nilai pembelian gula

sebesar Rp 591.000 antara pembelian tanpa pendekatan pengelolaan rantai pasok

dan dengan pendekatan pengelolaan rantai pasok. Selisih ini menunujukkan

Lipisari dapat menghemat biaya pembelian dengan melakukan kontrak kerjasama

di awal. Kesepakatan antara Lipisari dengan pemasok gula di Subang mampu

mengurangi beban biaya yang harus ditanggung Lipisari. Kesepakatan antara

Page 79: scm hortikultura

65

Lipisari dengan pemasok terkait dengan jumlah pasokan tetap yang harus

diberikan pemasok setiap bulannya, harga per bal gula, dan kualitas gula yang

dibutuhkan untuk produksi. Penetapan harga di awal kontrak mampu mengurangi

risiko yang dihadapi Lipisari terkait dengan harga gula yang berfluktuasi di pasar.

Dengan kesepakatan yang terjadi, pemasok pun diuntungkan karena memiliki

jaminan pasar dan harga kesepakatan pada Tabel 12 diasumsikan harga per kg

gula sebesar Rp 9.000 dan di dalamnya sudah termasuk biaya transportasi.

Tabel 12. Hasil Analisis Harga Pembelian Gula Periode Bulan Januari hingga Juni 2010

Bulan Jumlah (bal) Harga (Rp) Total (Rp) Selisih Biaya

(Rp) Aktual SCM Aktual SCM Aktual SCM Januari 4 8 512.500 450.000 2.050.000 3.600.000 (1.550.000) Februari 12 8 492.500 450.000 5.910.000 3.600.000 2.310.000 Maret 5 8 472.500 450.000 2.362.500 3.600.000 (1.237.500) April 9 8 426.500 450.000 3.838.500 3.600.000 238.500 Mei 9 8 415.000 450.000 3.735.000 3.600.000 135.000 Juni 10 8 429.500 450.000 4.295.000 3.600.000 695.000 Total 22.191.000 21.600.000 591.000 Sumber : Lipisari 2010

Bahan kemasan seperti cup, top seal, dan kardus juga menetukan struktur

biaya dalam penetapan harga produk. Pengadaaan bahan kemasan dilakukan

setiap tiga bulan sekali dalam satu tahun. Dalam pembelian bahan kemasan

perusahaan memesan kepada PT Indocup, Bandung, sehingga tidak muncul biaya

pembelian seperti biaya transportasi, biaya komunikasi, ataupun biaya bongkar

muat. Untuk biaya komunikasi tidak dihitung dalam biaya pembelian, dikarenakan

biaya ini masuk ke dalam anggaran rutin LIPI yaitu sebesar Rp 31.600 per bulan.

Biaya ini tidak dapat dihilangkan karena merupakan anggaran rutin per bulan.

Pengiriman barang dilakukan oleh PT Indocup dan biaya pengiriman sudah

dimasukkan ke dalam harga barang.

Berdasarkan hasil analisis pengendalian harga diperoleh total biaya

pembelian bahan baku yang bisa dihemat dengan adanya pengelolaan pada rantai

pasok terutama pada pengadaan bahan baku sebesar Rp 1.392.500 untuk periode

bulan Januari hingga Juni 2010. Artinya dengan adanya pengelolaan rantai pasok

perusahaan dapat menghemat biaya produksi sehingga perusahaan dapat

mengendalikan harga jual produk dengan memperoleh keuntungan yang lebih

Page 80: scm hortikultura

66

besar. Penghematan biaya pengadaan bahan baku bisa dilakukan oleh Lipisari

melalui pengelolaan rantai pasok yaitu dengan mengelola persediaan, mengelola

permintaan dan melakukan perencanaan produksi.

6.7 Pengelolaan Permintaan

Pengelolaan permintaan diperlukan dalam pengelolaan rantai pasok,

dikarenakan kegiatan produksi, pengiriman, perancangan produk, dan pembelian

material mengikuti permintaan yang datang dari pelanggan (Pujawan 2005).

Pengelolaan permintaan adalah upaya untuk membuat permintaan lebih mudah

dipenuhi oleh rantai pasok. Pada suatu rantai pasok ketidakpastian merupakan

tantangan yang menjadi sumber kesulitan, ketidakpastian tersebut bersumber pada

permintaan, pemasok, dan internal (kerusakan mesin). Oleh karena itu, diperlukan

pengelolaan untuk mengatasi ketidakpastian ini.

Permintaan minuman sari buah jambu Lipisari setiap bulannya cenderung

berfluktuasi. Fluktuasi ini disebabkan oleh ketidakpastian permintaan di pihak

distributor, ritel, koperasi, dan konsumen akhir. Data permintaan minuman sari

buah jambu untuk periode tahun 2010 pada bulan Januari mencapai 829 dus, pada

bulan februari permintaan menurun hingga 429 dus, dan pada bulan Juni

permintaan meningkat mencapai 749 dus. Ketidakpastian permintaan yang terjadi

di Lipisari akan sangat mempengaruhi kegiatan produksi dan pengadaan bahan

baku, dan ini akan mempengaruhi pengelolaan rantai pasok. Ketidakpastian

permintaan dapat diatasi dengan melakukan kerjasama dan koordinasi dengan

pihak-pihak terkait dengan pendistribusian minuman sari buah. Kerjasama dan

koordinasi dapat terjadi melalui perencanaan yang kolaboratif antar pihak terkait.

Peramalan permintaan akan produk minuman sari buah jambu Lipisari

diperlukan untuk membantu dalam melakukan perencanaan tersebut. Permintaan

minuman sari buah jambu Lipisari dari tahun 2002 sampai bulan September 2010

dapat dilihat pada Gambar 6 dan pada Lampiran 4. Permintaan sari buah jambu

minuman sari buah mengalami fluktuasi dan dari hasil plot data diketahui data

penjualan minuman sari buah jambu Lipisari memiliki pola trend. Berdasarkan

plot ACF nilai koefisien autokorelasi (Lampiran 5) dari time lag 1 sampai time lag

17 masih berbeda nyata dari nol yang berarti data tidak stasioner. Pola trend

Page 81: scm hortikultura

67

terlihat dari koefisien autokorelasi yang berbeda nyata dari nol untuk beberapa

time lag pertama dan secara bertahap turun mendekati nol. Kemudian beberapa

time lag sesudahnya, koefisien autokorelasi tidak berbeda nyata dari nol.

Sedangkan, pola musiman tidak terlihat jelas pada data penjualan tetapi harus

tetap diperhatikan.

Sumber : Lipisari 2010

Gambar 7. Grafik Penjualan Minuman Sari Buah Jambu Lipisari Tahun 2002 sampai September 2010

Pola trend pada produk minuman sari buah jambu Lipisari cenderung

meningkat beberapa tahun terakhir. Permintaan yang meningkat disebabkan

adanya wabah penyakit demam berdarah, kesadaran masyarakat akan kebutuhan

terhadap buah dan produk olahan buah yang semakin meningkat, gaya hidup

sehat, dan adanya perubahan perilaku masyarakat modern yang lebih menyukai

minuman sari buah dalam kemasan praktis khususnya kemasan kecil dan

mempunyai masa kadaluarsa lebih lama dari pada buah segar yang panjang.

Pola musiman pada produk minuman sari buah tidak terlihat dalam plot

autokorelasi. Namun, pola musiman tetap harus diperhatikan karena pada kondisi

tertentu penjualan produk akan mengalami peningkatan yang tajam seperti pada

saat bulan puasa, hari raya idul fitri, dan hari natal. Pada ketiga kondisi ini

permintaan akan produk dapat mencapai 50 persen lebih banyak dari biasanya.

6.7.1 Analisa Peramalan Permintaan

Proses peramalan permintaan dibutuhkan dalam mengelola kebutuhan

produk minuman sari buah jambu di Lipisari. Peramalan permintaan ini berguna

bagi Lipisari sebagai dasar rencana persediaan produk minuman sari buah jambu.

1 0 09 08 07 06 05 04 03 02 01 01

6 0 0 0 0

5 0 0 0 0

4 0 0 0 0

3 0 0 0 0

2 0 0 0 0

1 0 0 0 0

0

p e r io d e

Penj

ual

an (

Cup

/bu

lan)

P e n j u a l a n ( C u p / b u l a n )

Page 82: scm hortikultura

68

Hasil peramalan permintaan memperkirakan permintaan pada periode yang akan

datang, walaupun tidak menjamin tepat seratus persen.

Peramalan yang dilakukan pasti memiliki kesalahan dalam proses

meramalkan yang tidak mungkin dapat dihindari. Namun, kesalahan dalam

peramalan dapat dikurangi dengan melihat besarnya kesalahan peramalan atau

standard error estimate (SEE). Peramalan yang terbaik adalah peramalan dengan

kesalahan hasil ramalan yang terkecil. Berdasarkan hasil analisa peramalan

dengan metode trend dan dekomposisi, dipilih metode peramalan dengan metode

dekomposisi multiplikatif. Metode ini dipillih karena memiliki nilai SEE paling

kecil dibanding metode lainnya yaitu 7945,04. Hasil perhitungan SEE dapat

dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Data Perhitungan Kesalahan Peramalan Permintaan

No Metode Peramalan SEE 1 Trend Linier 8180,64 2 Trend Kuadratik 8108,73 4 Dekomposisi Multiplikatif 7945,04 5 Dekomposisi Aditif 8020,68

Model peramalan yang diperoleh dari metode trend kuadratik adalah Yt =

8293,81 + 162,405*t. Berdasarkan hasil peramalan dengan metode trend

kuadratik diperoleh peramalan permintaan minuman sari buah jambu Lipisari

untuk satu tahun ke depan mengalami peningkatan setiap periodenya. Hasil

peramalan dapat dilihat pada Tabel 14 .

Tabel 14. Peramalan Permintaan Minuman Sari Buah Jambu Lipisari Periode Oktober 2010 sampai Desember 2011

Bulan Periode Penjualan (cup/bulan) Oktober 2010 106 32.592 November 2010 107 19.982 Desember 2010 108 23.682 Januari 2011 109 22.389 Februari 2011 110 22.295 Maret 2011 111 22.139 April 2011 112 25.113 Mei 2011 113 28.541 Juni 2011 114 27.906 Juli 2011 115 33.388 Agustus 2011 116 32.728 September 2011 117 26.420 Oktober 2011 118 35.082 November 2011 119 21.498 Desember 2011 120 25.468

TOTAL 322.967

Page 83: scm hortikultura

69

Berdasarkan hasil peramalan permintaan diketahui rata-rata permintaan

distributor dan konsumen (ritel, koperasi, dan konsumen akhir) minuman sari

buah jambu untuk bulan oktober, november, dan desember tahun 2010 masing-

masing sebesar 32.592 cup, 19.982 cup, dan 23.682 cup. Permintaan minuman

sari buah jambu Lipisari untuk periode 2011 berdasarkan hasil peramalan akan

mengalami fluktuasi setiap bulannya dengan rata-rata penjualan per bulan

mencapai 26.900 cup atau 1.345 dus (1 dus berisi 20 cup). Total nilai peramalan

penjualan minuman sari buah jambu biji Lipisari untuk periode tahun 2011

mencapai 322.967 cup atau 16.140 dus. Nilai peramalan yang diperoleh dari

model dekomposisi multiplikatif berfluktuasi dikarenakan nilai aktual dari data

penjualan dari periode tahun 2002 sampai September 2010 juga sangat

berfluktuatif seperti yang terlihat pada Gambar .

Gambar 8. Grafik Peramalan Penjualan Minuman Sari Buah Jambu Biji Lipisari Periode Tahun 2011

Permintaan retailer setiap tahunnya mencapai 38,9 persen yang terdiri dari

20,92 persen untuk permintaan PD Annisa, 8,99 persen MiMake, dan 8,99 persen

POS Subang. Permintaan minuman sari buah jambu dari koperasi mencapai 16,11

persen per tahun, permintaan dari distributor mencapai 38,70 persen, dan

permintaan dari konsumen akhir yang membeli langsung ke Lipisari mencapai

6,27 persen per tahun. Berdasarkan hasil peramalan dengan metode dekomposisi

multiplikatif diperoleh permintaan retailer akan minuman sari buah jambu

Lipisari untuk tahun 2011 mencapai 6.278 dus yang terdiri dari 3.376 dus untuk

PD Annisa, 1.451 dus untuk MiMake, dan 1.451 dus untuk POS Subang.

Permintaan minuman sari buah jambu Lipisari dari koperasi mencapai 2.600 dus,

distributor 6.246 dus dan untuk konsumen yang datang langsung ke Lipisari

Page 84: scm hortikultura

70

mencapai 1.012 dus. Lipisari dapat melakukan pengendalian permintaan dengan

menghitung pemesanan optimum yang bisa dilakukan oleh distributor dan

konsumen Lipisari.

6.7.2 Analisa Perhitungan Permintaan Optimum

Permintaan optimum dihitung dari data peramalan permintaan untuk periode

satu tahun ke depan. Permintaan optimum dihitung berdasarkan jumlah kebutuhan

tahunan dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi permintaan.

Perhitungan permintaan optimum dilihat dari situasi yang berbeda yaitu tanpa

adanya koordinasi dan dengan adanya koordinasi antar anggota dalam rantai

pasok (bagian hilir khususnya). Permintaan optimum tanpa koordinasi antar rantai

pasok dihitung hanya berdasarkan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh retailer (PD

Anisa, MiMake, dan koperasi) atau distributor. Sedangkan, permintaan dengan

koordinasi antar anggota dalam rantai pasok dihitung tidak hanya dengan

mempertimbangkan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh retailer atau distributor,

tetapi juga mempertimbangkan biaya yang dikeluarkan oleh Lipisari dalam

memenuhi permintaan.

Hasil perhitungan permintaan optimum tanpa koordinasi antar anggota

dalam rantai pasok merupakan ukuran pemesanan yang optimal bagi retailer

ataupun distributor saja. Sedangkan permintaan optimum dengan koordinasi antar

anggota dalam rantai pasok merupakan ukuran pemesanan yang optimal bagi

retailer dan perusahaan. Perbandingan hasil perhitungan permintaan optimal dari

dua situasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 15 dan perhitungan nilai permintaan

minuman sari buah jambu Lipisari dapat dilihat pada Lampiran 6.

Tabel 15. Perbandingan Permintaan Optimum Minuman Sari Buah Jambu Lipisari

Konsumen Permintaan (dus/tahun)

Q Tanpa Koordinasi (Dus) QDengan Koordinasi (Dus)

PD Anisa 3.376 983 1.110 MiMake 1.451 469 653 POS Subang 1.451 469 653 Koperasi 2.600 420 800 Distributor 6.246 2.005 1.809

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan model economic order

quantity (EOQ) didapat jumlah permintaan dengan adanya koordinasi atau dengan

Page 85: scm hortikultura

71

melakukan pengelolaan rantai pasok lebih besar dibanding tanpa adanya

koordinasi. Pada model ini diasumsikan situasi yang terbentuk deterministik,

artinya permintaan maupun pasokan dianggap pasti. Nilai ini menunjukkan

jumlah optimum produk yang bisa dipesan dalam satu kali pemesanan. Dalam hal

ini, pemesanan dilakukan secara rutin setiap bulan selama periode tahun 2011.

Jumlah pemesanan optimum yang bisa dilakukan oleh PD Anisa untuk

setiap kali pemesanan tanpa adanya koordinasi sebesar 983 dus. Namun, setelah

dilakukan koordinasi antara perusahaan dengan PD Anisa jumlah pemesanan

optimum meningkat menjadi 1.110 dus. MiMake dan POS Subang juga

mengalami peningkatan jumlah produk optimum yang dapat dipesan setelah

melakukan koordinasi yaitu dari 469 dus menjadi 653 dus. Jumlah pemesanan

optimum yang bisa dilakukan oleh koperasi mengalami peningkatan yang besar

setelah melakukan koordinasi yaitu dari 420 dus menjadi 800 dus. Peningkatan

jumlah pemesanan optimum tidak dialami oleh distributor dengan adanya

koordinasi antara perusahaan dan distributor jumlah produk yang bisa dipesan

menurun dari 2.005 dus menjadi 1.809 dus. Penurunan jumlah pemesanan

optimum ini tidak menandakan dengan adanya koordinasi justru merugikan

distributor ataupun perusahaan. Namun, penurunan ini bisa disebabkan karena jika

distributor memesan terlalu banyak akan berdampak pada pembengkakan biaya

penyimpanan produk yang menyebabkan distributor akan mengalami kerugian.

Jumlah permintaan yang diperoleh akan sangat mempengaruhi total biaya

pemesanan yang akan dikeluarkan baik oleh retailer ataupun biaya pemesanan

yang dikeluarkan oleh perusahaan. Besarnya perbandingan total biaya pemesanan

yang dikeluarkan oleh ritel (MiMake, PD Anisa, koperasi, dan POS), distributor,

dan perusahaan antara sebelum dan sesudah koordinasi dapat dilihat pada Tabel

16 dan perhitungan total biaya pemesanan dapat dilihat pada Lampiran 7.

Tabel 16. Perbandingan Total Biaya Pemesanan Minuman Sari Buah Jambu Lipisari

Konsumen EOQ TCret (Rp) TCper (Rp) TCsistem (Rp) Total Penghematan Biaya (Rp)

Tanpa SCM

Dengan SCM

Tanpa SCM

Dengan SCM

Tanpa SCM

Dengan SCM

PD Anisa 1.110 5.701.926 5.744.004 6.646.671 6.520.790 12.348.597 12.264.794 83.803 MiMake 653 2.887.207 3.738.447 4.883.777 4.345.450 7.770.984 8.083.897 (312.913) POS 653 2.887.207 3.738.447 4.883.777 4.345.450 7.770.984 8.083.897 (312.913) Koperasi 800 2.227.285 2.705.000 8.398.200 5.944.730 10.625.485 8.649.730 1.975.755 Distributor 1.809 10.627.800 10.684.218 8.979.356 8.857.168 19.607.156 19.541.386 65.770

TOTAL 1.499.502

Page 86: scm hortikultura

72

Besarnya total biaya yang ditanggung oleh masing-masing retailer,

distributor, dan perusahaan jika dilakukan koordinasi akan lebih kecil dibanding

total biaya bila tidak ada koordinasi. Berdasarkan Tabel 16 dapat dilihat dengan

koordinasi sistem secara total akan memperoleh penghematan biaya pemesanan.

Namun dengan melakukan koordinasi, biaya yang akan ditanggung retailer akan

meningkat dan ini akan menyebabkan kerugian bagi retailer. Tetapi jika

mekanisme koordinasi ini diikuti dengan pembagian keuntungan yang adil, kedua

belah pihak yaitu retailer dan Lipisari akan mendapatkan keuntungan, karena

secara total biaya yang ditanggung kedua belah pihak menurun. Pembagian

keuntungan bisa dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan

memberikan bonus atau diskon terhadap retailer.

6.7.3 Analisa Perhitungan Safety Stock

Pengendalian permintaan dengan menggunakan model EOQ dibuat

berdasarkan asumsi situasi yang deterministik. Artinya, permintaan maupun

pasokan dianggap pasti. Lead time juga belum dipertimbangkan pada model-

model tersebut (Pujawan 2005). Jika Lipisari beroperasi pada situasi dengan

ketidakpastian, maka dibutuhkan persediaan pengaman untuk mengurangi

kemungkinan terjadinya kekurangan terhadap barang yang bersangkutan.

Persediaan pengaman atau safety stock berfungsi untuk melindungi

kesalahan dalam memprediksi permintaan selama lead time. Lead time distribusi

adalah jarak waktu antara saat melakukan pemesanan hingga produk sampai di

retailer. Lead time dari masing-masing retailer dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Lead time Distribusi Minuman Sari Buah Jambu Lipisari Konsumen Lead Time Distribusi (Hari)

PD Anisa 1 MiMake 1 POS Subang 2 Koperasi Patna 1 Distributor 1

Perhitungan safety stock berdasarkan service level yaitu 95% yang

memberikan nilai Z sebesar 1,645 dan standar deviasi sebesar 486 dus. Besarnya

nilai safety stock dari hasil perhitungan untuk masing-masing konsumen dapat

dilihat pada Tabel 18 dan perhitungan safety stock dapat dilihat pada Lampiran 8.

Page 87: scm hortikultura

73

Tabel 18. Safety Stock Minuman Sari Buah Jambu Lipisari untuk Setiap Konsumen

Konsumen Jumlah (dus) PD Anisa 15 MiMake 6 POS Subang 9 Koperasi 16 Distributor 27

Safety stock yang diperoleh menggambarkan kondisi dimana retailer dan

distributor harus memesan sebanyak nilai pemesanan optimum namun tetap

menyisakan persediaan pengaman sebesar nilai safety stock. Berdasarkan hasil

perhitungan diketahui PD Anisa dapat memesan minuman sari buah sebanyak

1.110 dus namun selama menunggu produk yang dipesan diterima PD Anisa harus

memiliki persediaan pengaman sebesar 15 dus. MiMake dapat memesan minuman

sari buah jambu Lipisari hingga 653 dus, namun selama menunggu pesanan

MiMake harus memiliki persediaan pengaman sebesar 6 dus. POS Subang harus

memiliki persediaan pengaman sebanyak 9 dus selama waktu lead time yaitu dua

hari untuk memesan produk sebanyak 653 dus. Kopersi hanya memerlukan

persediaan pengaman sebanyak 16 dus selama waktu lead time untuk setiap

pemesanan optimum sebanyak 800 dus. Distributor untuk setiap kali melakukan

pemesanan dalam jumlah yang optimum sebesar 1.809 dus harus memiliki

persediaan pengaman sebanyak 27 dus.

6.7.4 Analisa Perhitungan Reorder Point (ROP)

Waktu pemesanan kembali sering diwujudkan dalam bentuk nilai reorder

point (ROP). ROP adalah banyaknya barang tersisa dimana retailer harus

melakukan pemesanan kembali. ROP sangat dibutuhkan untuk mengatasi

permasalahan ketidakpastian dalam memenuhi permintaan konsumen akhir.

Perhitungan ROP dapat dilihat pada Lampiran 8 dan hasil perhitungan ROP dapat

dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Reorder Point Minuman Sari Buah Jambu Lipisari untuk Setiap Konsumen

Konsumen ROP (dus) PD Anisa 50 MiMake 26 POS Subang 49 Koperasi Patna 41 Distributor 84

Page 88: scm hortikultura

74

Berdasarkan hasil perhitungan nilai ROP diketahui pada saat persediaan

produk di PD Anisa telah mencapai 50 dus, PD Anisa harus melakukan

pemesanan kembali ke Lipisari sebanyak nilai EOQ nya yaitu 1.110 dus. Pada

saat persediaan minuman sari buah jambu Lipisari di MiMake telah mencapai 26

dus, maka MiMake harus melakukan pemesanan kembali ke Lipisari sebanyak

653 dus. Dengan lead time dua hari, POS Subang harus melakukan pemesanan

kembali ketika persediaan minuman sari buah jambu Lipisari telah mencapai 49

dus, dan jumlah produk yang dipesan sebanyak nilai EOQ yaitu 653 dus. Koperasi

Patna harus melakukan pemesanan kembali ke Lipisari ketika persediaan

minuman sari buah jambu Lipisari telah mencapai 41 dus. Jumlah minuman sari

buah jambu yang dipesan oleh koperasi Patna sebanyak nilai EOQ nya yaitu 800

dus. Pada saat persediaan minuman sari buah jambu Lipisari di distributor telah

mencapai 84 dus, Distributor harus melakukan pemesanan kembali ke Lipisari

sebanyak 1.809 dus.

Hasil analisa nilai jumlah pemesan optimum, persediaan produk pengaman,

dan jumlah pemesanan kembali dapat dijadikan dasar untuk melakukan

perencanaan produksi. Jumlah produk yang diminta merupakan inforrmasi yang

dibutuhkan oleh Lipisari untuk melakukan proses produksi terkait dengan

perencanaan waktu produksi dan Lipisari dapat menetukan jumlah bahan baku

utama yaitu jambu biji merah, bahan penolong yaitu bahan kimia dan gula, serta

bahan kemasan. Selain itu, jumlah pemesanan optimum, safety stock, dan reorder

point merupakan variabel-variabel yang hanya dapat membantu dalam mengatasi

permasalahan ketidakpastian permintaan, tetapi tidak menyelesaikan

permasalahan dalam rantai pasok secara menyeluruh.

6.8 Konsep Pengelolaan Rantai Pasok untuk Agroindustri Skala Besar

Pengelolaan rantai pasok bila diterapkan di Lipisari mampu memberikan

penghematan pembelian bahan baku sebesar Rp 1.392.500. Selain itu, Lipisari dan

anggota rantai pasok lainnya dapat melakukan penghematan biaya pemesanan

mencapai Rp 2.501.150 per tahun. Keuntungan yang diperoleh dengan

pengelolaan rantai pasok di agroindustri sari buah jambu biji Lipisari memang

tidak terlalu besar. Hal ini disebabkan karena proses produksi minuman sari buah

Page 89: scm hortikultura

75

Lipisari belum dilakukan secara optimum. Meskipun kapasitas produksi dari alat

telah dimanfaatkan hingga 90 persen, tetapi proses produksi terkadang dilakukan

seadanya. Hal ini disebabkan karena status dari Lipisari merupakan unit usaha

yang berada di bawah instansi pemerintah, sehingga orientasi dari unit usaha tidak

difokuskan pada memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya tetapi produksi

dilakukan hanya untuk memanfaatkan sumber daya yang ada. Hasil yang

diperoleh akan berbeda jika kapasitas produksi Lipisari sepuluh kali lipat lebih

besar dari yang sekarang4 dan orientasi produksi lebih ditekankan pada profit

oriented. Selain itu, pada kondisi nyata Lipisari baru mampu menjual produknya

sebanyak 16.000 dus per tahun, sedangkan pada kondisi ideal peluang pasar sari

buah jambu Lipisari masih sangat luas dengan pertimbangan jumlah potensi

konsumsi sari buah jambu biji di Kabupaten Subang dan konsumsi sari buah

jambu biji di daerah atau kota lainnya.

Jumlah penduduk kota Subang saat ini mencapai 115.316 jiwa (BPS 2009

dalam Nuranggara (2009), konsumsi minuman sari buah menurut ASRINI dalam

Nuranggara (2009) mencapai 33 liter per kapita per tahun. Artinya peluang pasar

minuman sari buah mencapai 3.805.428 liter atau sekitar 15.221712 cup isi 250

mL atau sekitar 761.085 dus isi 20 cup. Berdasarkan hasil perhitungan pada

Lampiran 9 diperoleh keuntungan Lipisari untuk setiap kali produksi dengan

adanya pengelolaan rantai pasok mencapai Rp 27.044.400 dengan kapasitas

produksi 2.000 dus per 8 jam. Jika dibandingkan dengan kondisi nyata

keuntungan yang diperoleh untuk setiap kali produksi dengan kapasitas produksi

hanya 80 dus per 6 jam sebesar Rp 436.740, nilai tersebut sangat jauh berbeda

terdapat selisih sekitar 62 kali lipat. Perbandingan biaya dan keuntungan produksi

Lipisari dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Perbandingan Biaya dan Keuntungan Produksi Sari Buah Jambu Biji Lipisari untuk Satu Kali Produksi

Skala Produksi1 (Rp) Skala Produksi2 (Rp) Biaya 1.883.260 30.955.600 Pendapatan 2.320.000 58.000.000 Keuntungan 436.700 27.044.400

4 Kapasitas produksi Lipisari saat ini 800 liter per 6 jam atau menghasilkan 3.200 cup per 6

jam. Kapasitas produksi 10 kali lipat menjadi 10.000 liter per 8 jam atau menghasilkan 40.000 cup per 8 jam.

Page 90: scm hortikultura

76

Keterangan: Skala Produksi1 : Kapasitas produksi 800 liter per 6 jam Skala Produksi2 : Kapasitas produksi 10.000 liter per 8 jam

Peningkatan kapasitas produksi juga akan meningkatkan kebutuhan bahan

baku utama, penolong, dan kemasan. Pada kondisi nyata kebutuhan jambu biji

merah hanya mencapai 1.000 kg per bulan, dan Lipisari hanya mampu menyerap

sekitar 10 persen dari total jambu yang dihasilkan Kelompok Tani BJM. Namun,

dengan peningkatan kapasitas kebutuhan jambu biji merah di Lipisari mencapai

80.000 kg per bulan. Jaminan pasar yang diberikan Lipisari kepada pemasok akan

menjadi lebih besar, begitu pula dengan jaminan pasar bagi pemasok bahan kimia

akan mengalami peningkatan per bulannya menjadi 48 kg untuk Na-Benzoat, 160

kg untuk asam sitrat, CMC 80 kg, dan essense jambu oil 80 liter.

Pemasok gula juga mendapatkan jaminan pasar yang lebih besar, kebutuhan

gula per bulan di Lipisari juga mengalami peningkatan menjadi 19.100 kg.

Kebutuhan bahan kemasan juga mengalami peningkatan dan jaminan pasar

pemasok bahan kemasan bertambah luas, kebutuhan akan top seal, sedotan, dan

cup menjadi 800.000 pcs per bulan, kebutuhan kardus menjadi 40.000 dus per

bulan, dan kebutuhan lakban menjadi 720 roll per bulan. Peningkatan kebutuhan

bahan baku dan bahan kemasan di Lipisari memberikan jaminan pasar yang lebih

besar kepada para pemasok, dan dengan jumlah pemesanan yang lebih besar para

pemasok akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar pula. Peningkatan

kebutuhan bahan baku di Lipisari dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Perbandingan Kebutuhan Bahan Baku dan Bahan Kemasan Lipisari per Bulan

Skala Produksi1 Skala Produksi2

Jambu biji merah 3.600 kg 80.000 kg Na-Benzoat 2,1 kg 48 kg Asam Sitrat 7,2 kg 160 kg CMC 3,6 kg 80 kg Essense Jambu Oil 3,6 liter 80 liter Gula 860 kg 19.100 kg Top Seal 36.000 pcs 800.000 pcs Cup 36.000 pcs 800.000 pcs Sedotan 36.000 pcs 800.000 pcs Kardus 1.800 dus 40.000 dus Lakban 40 roll 720 roll

Page 91: scm hortikultura

77

Peningkatan kapasitas produksi akan memberikan keuntungan tidak hanya

untuk Lipisari tetapi juga memberikan keuntungan bagi pemasok. Namun,

keuntungan tersebut hanya akan tercapai jika aliran barang, uang, dan informasi

dikelola dengan konsep pengelolaan rantai pasok. Lipisari hanya dapat mencapai

optimlisasi produksi jika optimalisasi rantai pasok juga tercapai. Karena,

kesuksesan Lipisari ditentukan oleh kesuksesan pengembangan di hilir dan juga di

hulu, dimana kesemua sub sektor hilir-on-farm (produksi)-hulu dan dibantu

dengan jasa penunjang saling membutuhkan dan saling menentukan satu dengan

lainnya

6.9 Faktor Keberhasilan Penerapan Pengelolaan Rantai Pasok di Lipisari

Keberhasilan suatu rantai pasok tergantung dari sejauh mana pihak-pihak

yang terlibat di dalamnya mampu menerapkan kunci sukses (key success factor)

yang mendasari setiap aktivitas di dalam perdagangan (Setiawan 2009). Key

succes factor merupakan praktek-praktek penting yang jika dijalankan dengan

baik dapat memperlancar aktivitas bisnis di sepanjang rantai pasokan. Untuk

mencapai jumlah permintaan optimum, penghematan biaya pengadaan bahan baku

dan biaya dalam memenuhi pesanan diperlukan usaha atau praktek yang

mendukung keberhasilan tersebut. Key succes factor tersebut terdiri dari:

a. Pengembangan Kemitraan

Optimalisasi rantai pasok memerlukan aliran informasi yang lancar,

transparan, dan akurat, serta memerlukan kepercayaan antar anggota rantai pasok

dalam pengadaan barang. Semakin meningkatnya permintaan minuman sari buah

jambu Lipisari dan semakin luasnya potensi pasar ke depan, maka perlu dijalin

hubungan kemitraan antar semua anggota dalam rantai pasok. Hubungan

kemitraan dilakukan mulai dari pemasok jambu biji, pemasok bahan penolong

terutama gula, perusahaan yang memasok bahan kemasan, serta hubungan jangka

panjang dengan distributor dan retailer seperti PD Anisa, MiMake, dan POS

Subang.

Page 92: scm hortikultura

78

b. Kesepakatan Kontraktual

Pengembangan kemitraan dapat dilakukan melalui kesepakatan kontraktual

antara Lipisari dengan pemasok bahan baku, bahan penolong, bahan pengemas,

dan dengan distributor, serta retailer. Kesepakatan kontraktual antara Lipisari

dengan pemasok jambu terkait dengan harga jambu per kg, kualitas jambu yang

diinginkan oleh Lipisari, dan waktu pengiriman jambu. Kesepakatan kontraktual

antara Lipisari dengan pemasok bahan pengemas dan penolong terkait dengan

jumlah barang yang dipesan, frekuensi pemesanan, harga produk sesuai dengan

kesepakatan, dan kualitas produk yang dipesan. Kesepakatan kontraktual antara

Lipisari dengan distributor dan retailer terkait dengan jumlah produk Lipisari

yang dipesan, kesepakatan penanggungan biaya pemesanan, harga untuk setiap

dus Lipisari, dan lead time pengiriman produk. Kesepakatan kontraktual juga

berisikan cara pembayaran yang akan dilakukan kedua belah pihak.

c. Koordinasi dan Kerjasama

Koordinasi di antara anggota rantai pasokan sangat penting untuk

mewujudkan kelancaran rantai pasok. koordinasi hanya terbatas pada tiga hal

yaitu kuantitas, kualitas, dan harga tetapi belum berkoordinasi dalam bentuk

perencanaan. Koordinasi dalam bentuk perencanaan memungkinkan terjadinya

transparansi informasi pasar mulai dari ritel, distributor, Lipisari, hingga ke

pemasok. Untuk itu, agar koordinasi di antara rantai pasok dapat berjalan dengan

baik dan lancar maka perlu diwujudkan hubungan kerjasama di antara anggota

rantai pasok tersebut.

d. Trust Building

Pembangunan kepercayaan di antara anggota rantai pasok merupakan kunci

utama dalam mengoptimalkan dan mensukseskan pengelolaan rantai pasok. selain

itu, pembangungan kepercayaan dapat mendukung kelancaran aktivitas rantai

pasok, seperti kelancaran pada transaksi, penjualan, distribusi produk, dan

distribusi informasi pasar. Untuk membangun kepercayaan di antara pihak-pihak

yang bekerjasama, dapat dilakukan dengan membuat kesepakatan baik tertulis

maupun tidak tertulis. Apabila kesepakatan tersebut dijalankan dengan sebaik-

baiknya, maka kepercayaan tersebut dapat meningkat sehingga setiap anggota

Page 93: scm hortikultura

79

rantai pasok dapat menjalankan tanggung jawabnya masing-masing. Namun,

kerjasama melaui kesepakatan tertulis ataupun tidak tertulis seringkali dilanggar

oleh anggota rantai. Oleh karena itu, sebelum melakukan kerjasama secara

kontraktual antar anggota rantai, konsep win-win negotiation dan partnering perlu

dikembangkan di antara anggota rantai pasok dan di dalam perusahaan itu sendiri

untuk menciptakan kepercayaan yang sangat diperlukan dalam mengoptimalkan

pengelolaan rantai pasok.

Partnering menjadi solusi dalam mengatasi ketidakpercayaan antar anggota

rantai. Beberapa prinsip partnering yang perlu dipegang teguh dan dikembangkan

terus-menerus yaitu:

a. Meyakini memiliki tujuan yang sama (common goal) yaitu survive and

growth.

b. Saling menguntungkan (mutual benefit) melalui win-win negotiation.

c. Saling percaya (mutual trust) dengan tidak beranggapan pihak lain adalah

“lawan” atau bahkan “musuh”.

d. Bersikap terbuka (transparant) antar anggota rantai.

e. Menjalin hubungan jangka panjang (long term relationship) dan,

f. Melakukan perbaikan dalam biaya dan mutu barang secara terus menerus.

Pengelolaan rantai pasok melalui pengembangan kemitraan, kesepakatan

kontraktual, koordinasi dan kerjasama, dan trust building melalui partnering

menjadi kunci sukses dalam mencapai keefisienan dan keefektifan rantai pasok.

Sehingga, setiap anggota dalam rantai pasok mampu berproduksi secara optimum,

transparan, saling percaya dengan pembagian keuntungan yang adil bagi setiap

anggota rantai tanpa adanya pihak yang dirugikan ataupun diuntungkan

(tercapainya win-win solution).

Page 94: scm hortikultura

80

VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Anggota primer rantai pasok terdiri dari pemasok (pengumpul) jambu biji

merah, Lipisari, distributor, dan konsumen (ritel dan koperasi). Anggota sekunder

rantai pasok yaitu pemasok bahan penolong seperti gula dan bahan kimia dan

bahan kemasan. Pola aliran rantai pasok yang terbentuk di awali dengan pemasok

mendistribusikan jambu biji merah yang diperoleh dari Kelompok Tani BJM ke

Lipisari, setelah itu Lipisari mengelola jambu biji merah menjadi minuman sari

buah jambu dan didistribusikan ke ritel (PD Anisa, MiMake, dan POS Subang),

koperasi Patna, dan distributor. Distributor mendistribusikan produk Lipisari ke

ritel dan ke RSUD Subang yang akhirnya akan dibeli langsung oleh konsumen.

Aliran yang terjadi dalam rantai pasok yaitu aliran uang, aliran barang, dan aliran

informasi.

Aktivitas rantai pasok yang dilakukan oleh masing-masing anggota rantai

pasok yaitu pemasok melakukan aktivitas penjualan, pembelian, pengangkutan,

penyimpanan, dan sortasi. Lipisari sebagai perusahaan pengolah melakukan

aktivitas penjualan, pembelian, pengangkutan, pengemasan, penyimpanan, dan

sortasi. Distributor melakukan kegiatan penjualan, pembelian, dan pengangkutan.

Konsumen disini terdiri dari ritel dan koperasi melakukan aktivitas penjualan oleh

sebagian anggota, pembelian, pengangkutan, dan penyimpanan. Hubungan yang

terbentuk di antara setiap anggota rantai pasok adalah saling ketergantungan.

Penerapan pengelolaan rantai pasok menimbulkan manfaat dan kendala bagi

pihak-pihak yang terkait. Manfaat yang diperoleh dari penerapan rantai pasok

dapat diperoleh melalui kontrak atau kesepakatan antara supplier dan perusahaan.

Kesepakatan terkait dengan jumlah pasokan, mutu dan standar produk, dan

penetapan harga. Dengan penerapan rantai pasok, perusahaan dapat menghemat

biaya pembelian bahan baku sebesar Rp 1.392.500 untuk periode bulan Januari

hingga Juni 2010. Melalui pengelolaan rantai pasok, anggota rantai pasok yaitu

pemasok, Lipisari, retailer, dan distributor dapat melakukan penghematan biaya

pemesanan hingga mencapai Rp 2.501.150 per tahun. Selain itu, dengan

Page 95: scm hortikultura

81

pengelolaan rantai pasok jumlah optimum pemesanan yang dapat dipesan oleh

retailer dan distributor mengalami peningkatan dibanding tanpa adanya

koordinasi.

Kendala yang dihadapi dalam pengelolaan rantai pasok terkait dengan biaya

pengadaan bahan baku yang tinggi atau terkait dengan biaya transportasi,

ketidakpastian pasokan bahan baku utama jambu biji merah yang disebabkan

iklim yang tidak menentu, distribusi informasi yang kurang lancar terkait dengan

jumlah produk yang diminta, waktu pengiriman, harga produk yang ditetapkan

oleh perusahaan, dan kerjasama antar pelaku rantai pasok yang belum terjalin.

7.2 Saran

1. Penelitian mengenai kinerja pengelolaan rantai pasok perlu dilakukan

setelah Lipisari menerapkan konsep pengelolaan rantai pasok. Kinerja rantai

pasok perlu dilakukan untuk mengetahui keberhasilan dari manajemen

setelah penerapan pengelolaan rantai pasok.

2. Agroindustri yang masih berskala kecil seperti Lipisari sebaiknya

menerapkan pengelolaan rantai pasok dalam kegiatan bisnisnya. Penerapan

pengelolaan rantai pasok dapat dilakukan dengan melakukan kemitraan,

kesepakatan kontraktual, dan pembangunan trust building dengan mitra

nya.

Page 96: scm hortikultura

82

DAFTAR PUSTAKA

Aini. 2005. Analisis Sistem Pasokan Sayuran ke Ritel Modern [skripsi]. Bogor:

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ardiansyah. 2005. Manajemen Rantai Pasokan Penyediaan Barang (Supply Chain

Management) Bagian Hulu Produk Susu Pasteurisasi [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Arisandi HS. 2006. Analisis Sistem Pasokan Buah-Buahan ke Ritel Modern dengan Supply Chain Management (Kasus PT. Moenaputra Nusantara, Pondok Melati, Bekasi) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Barghouti et.al. 2004. Agricultural Diversification for the Rural Poor-Guidelines for Practitioners, ARD Discussions Paper No.1, World Bank, Washington, DC.

Chopra SP dan Meindl. 2001. Supply Chain Management: Strategy, Planning, and Operation. Prentice Hall, Inc. Upper Sadle River, New Jersey.

Fateta. 1991. Studi Pengembangan Agroindustri Hasil Olahan Hortikultura. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Fathiyah. 2005. Analisis Pengetahuan Gizi dan Produk Minuman Sari Buah Kemasan Dihubungkan dengan Merek yang Dikonsumsi Mahasiswa IPB [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian IPB.

Hanke JE, Wichern DW, dan Reitsch AG. 2003. Peramalan Bisnis Ed. Ke-7. Anantanur D, penerjemah. Jakarta: PT Intan Sejati Klaten. Terjemahan dari: Business Forecasting Seventh Edition.

Indrajit RE dan R Djokopranoto. 2002. Konsep Manajemen Supply Chain: Cara Baru Memandang Mata Rantai Penyediaan Barang. Bogor: Grasindo.

King R & Venturini L. 2005. Demand for Quality Drives Changes in Food Supply Chains, New Directions in Global Food Markets, A1b-794, Economic Research Service USDA.

Kumar P. 2006. Contract Farming Trough Agribusiness Firms and State Corporation: A Case Study in Punjab. Economic and Political Weekly, Vol 52 No. 30 hlm A5367-5375.

Lipsey et al. 1995. Pengantar Mikroekonomi Edisi Kesepuluh Jilid Satu. Wasana J dan Kirbrandoko, penerjemah. Jakarta: Binarupa Aksara. Terjemahan dari: Economics 10th ed.

Mentzer John T, William DW, James SK, Soonhong M, Nancy WN, Corlo DS, dan Zach GZ. 2001. Defining Supply Chain Management. Journal of Business Logistics, Vol. 22 No. 2.

Miranda dan W.T. Amin. 2006. Manajemen Logistik dan Supply Chain Management. Jakarta: Havarindo.

Page 97: scm hortikultura

83

Mc. Cullough et.al. 2008. Small Farms and the Transformation of Food System: An Overview. Di dalam: Mc Cullough EB, Pingali PL, Stamoulis KG, editor. The Transformation of Agri-Food System. London: Earthscan. hlm 1-46.

Mulyadi. 1992. Akuntansi Biaya, Edisi 5. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta: STIE YKPN.

Noviyanti M. 2005. Analisis Efisiensi Supply Chain Produk Benih Padi pada PT. Sang Hyang Seri (PERSERO) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Nuranggara. 2009. Analisis Strategi Pengembangan Usaha di PT Lipisari Patna [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Parimin. 2007. Jambu Biji : Budidaya dan Ragam Pemanfaatannya. Jakarta: Penebar Swadaya.

Pingali P & Khwaja Y. 2004. Globalization of Indian Diets and The Transformaton of Food Supply Systems. Indian Journal of Agricultural Marketing, vol 18 No. 1 hlm 26-49.

Prabawati EK. 2005. Potensi Sari Buah Jambu untuk Peningkatan Jumlah Trombosit Darah [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pujawan IN. 2005. Supply Chain Management Ed ke-1. Surabaya: Guna Widya. Risyana W. 2008. Kinerja Supply Chain Management Komoditi Ayam Nenek

(Grand Parent Stock Broiler) di PT. Galur Prima Cobbindo Sukabumi [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Simchi-Levi, D.P Kaminsky dan E. Simchi-Levi. 2003. Designing and Managing The Supply Chain: Concepts, Strategies, and Case Studies. New York: McGraw-Hill.

Setiawan A. 2009. Studi Peningkatan Kinerja Manajemen Rantai Pasok Sayuran Dataran Tinggi Terpilih di Jawa Barat [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Singh S. 2005. Marketing Channels and their Implications for Smallholder Farmers in India. Di dalam: Mc Cullough EB, Pingali PL, Stamoulis KG, editor. The Transformation of Agri-Food System. London: Earthscan. hlm 279-310.

Soekartawi. 2000. Agroindustri dalam Prespektif Sosial Ekonomi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Van der Vorst. 2001.Enviromental Supply Chain Management: Using Life Cycle Assessment to Structure Supply Chains. Agribusiness Risk 1-13.

Van der Vorst. 2006. Performance Measurement in Agri-Food Supply-Chain Networks: An Overview. Di dalam: Ondersteijn CJM, Wijnands RBM, Huirne & Kooten Q, editor. Quantifying the Agri-Food Supply Chain. Belanda: Springer. hlm 13-24.

Page 98: scm hortikultura

84

Wisastri. 2006. Peramalan Permintaan Sayuran pada PD Pacet Segar, Cianjur. Bogor: Fakultas pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Page 99: scm hortikultura

85

LAMPIRAN

Page 100: scm hortikultura

86

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian

Identitas Responden

Nama :

Jabatan:

Pengadaan Bahan Baku Jambu Biji, Bahan Penolong, dan Kemasan

A. Bahan Baku Jambu Biji

1. Berapakah rata-rata jumlah bahan baku jambu biji yang disupply pedagang

pengumpul di Majalengka dan Subang per bulan? Bulan Asal Pemasok Jumlah Pembelian

(kg)

Harga/ kg

Agustus 2010

September 2010

2. Berapa lama jangka waktu yang dibutuhkan sejak dilakukan pemesanan

hingga jambu biji sampai ke gudang perusahaan?

3. Bagaimanakah alur prosedur pengadaan bahan baku jambu biji dari

pedagang pengumpul jambu biji di Majalengka dan di Subang?

4. Bagaimana mekanisme pembayarannya?

5. Bagaimana koordinasi informasi bagian produksi dan bagian persediaan?

6. Bagaimanakah sistem pengangkutan jambu biji dari pemasok jambu biji

(petani) sampai ke perusahaan?

7. Berapakah penyusutan bahan baku jambu biji dari petani sampai ke

perusahaan?

B. Bahan Penolong

1. Berapakah rata-rata jumlah pembelian bahan penolong per bulan (Dibuat

berdasarkan jenis bahan penolong)? Bulan Jenis Bahan

Penolong

Asal Pemasok Jumlah

Pembelian

Harga

Agustus 2010

Page 101: scm hortikultura

87

September 2010

2. Berapa lama jangka waktu yang dibutuhkan sejak dilakukan pemesanan

hingga bahan penolong sampai di perusahaan?

3. Bagaimanakah alur prosedur pengadaan bahan penolong dari pemasok

hingga ke perusahaan?

4. Apa saja unsur-unsur biaya pemesanan bahan penolong (biaya telepon, biaya

transportasi, dan sebgainya) dan berapa besar biaya pemesanan?

5. Bagaimana mekanisme pembayarannya?

6. Bagaimana koordinasi informasi bagian produksi dan bagian persediaan?

7. Bagaimanakah sistem pengangkutannya dari pemasok sampai ke

perusahaan?

8. Berapakah penyusutan bahan penolong dari pemasok sampai ke perusahaan?

C. Bahan Kemasan

1. Berapakah rata-rata jumlah pembelian bahan kemasan per bulan (Dibuat

berdasarkan jenis bahan kemasan)? Bulan Jenis Bahan

Kemasan

Asal Pemasok Jumlah

Pembelian

Harga

Agustus 2010

September 2010

2. Berapa lama jangka waktu yang dibutuhkan sejak dilakukan pemesanan

hingga sampai di perusahaan?

3. Bagaimanakah alur prosedur pengadaan bahan kemasan dari pemasok

hingga ke perusahaan?

4. Apa saja unsur-unsur biaya pemesanan (biaya telepon, biaya transportasi,

dan sebgainya) dan berapa besar biaya pemesanan?

Page 102: scm hortikultura

88

5. Bagaimana mekanisme pembayarannya?

6. Bagaimana koordinasi informasi bagian produksi dan bagian persediaan?

7. Bagaimanakah sistem pengangkutannya dari pemasok sampai ke

perusahaan?

8. Berapakah penyusutan bahan penolong dari pemasok sampai ke perusahaan?

Persediaan Bahan Baku Jambu Biji, Bahan Penolong, dan Kemasan

A. Bahan Baku Jambu Biji

1. Berapakah rata-rata jumlah persediaan bahan baku jambu biji per bulan? Bulan Jenis Bahan

Baku

Jumlah

Pembelian (kg)

Jumlah

Pemakaian (kg)

Sisa Persediaan

(kg)

Agustus 2010

September 2010

2. Apakah jumlah jambu biji yang disediakan pemasok memenuhi kebutuhan

jambu biji untuk sekali produksi minuaman sari buah jambu? Jika tidak

mencukupi, untuk memenuhi kekurangan dari mana memperolehnya?

3. Bagaimana prosedur penerimaan bahan baku jambu biji?

4. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi proses penyimpanan jambu biji?

5. Bagaimana pengaturan tata letak gudang penyimpanan bahan baku jambu

biji?

6. Berapa lama jangka waktu penyaluran bahan baku jambu biji ke bagian

produksi?

7. Bagaimana mekanisme penyaluran bahan baku jambu biji kepada bagian

produksi?

8. Bagaimana metode penilaian persediaan jambu biji?

a. FIFO b. LIFO c. Rata-Rata

Page 103: scm hortikultura

89

B. Bahan Penolong

1. Berapakah rata-rata jumlah persediaan bahan penolong per bulan? Bulan Jenis Bahan

Penolong

Jumlah

Pembelian (kg)

Jumlah

Pemakaian (kg)

Sisa Persediaan

(kg)

Agustus 2010

September 2010

2. Berapakah rata-rata jumlah persediaan bahan-bahan penolong per bulan?

3. Bagaimana prosedur penerimaan bahan-bahan penolong?

4. Berapa lama daya tahan penyimpanan bahan-bahan penolong?

5. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi proses penyimpanan?

6. Bagaimana pengaturan tata letak gudang penyimpanan bahan penolong?

7. Berapa lama jangka waktu penyaluran bahan penolong ke bagian produksi?

8. Bagaimana mekanisme penyaluran bahan penolong kepada bagian produksi?

9. Bagaimana metode penilaian persediaan bahan penolong?

a. FIFO b. LIFO c. Rata-Rata

C. Bahan kemasan

1. Berapakah rata-rata jumlah persediaan bahan kemasan per bulan? Bulan Jenis Bahan

Kemasan

Jumlah

Pembelian (kg)

Jumlah

Pemakaian (kg)

Sisa Persediaan

(kg)

Agustus 2010

September 2010

Page 104: scm hortikultura

90

2. Berapakah rata-rata jumlah persediaan bahan kemasan per bulan?

3. Bagaimana prosedur penerimaan bahan kemasan?

4. Berapa lama daya tahan penyimpanan bahan kemasan?

5. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi proses penyimpanan?

6. Bagaimana pengaturan tata letak gudang penyimpanan bahan kemasan?

7. Berapa lama jangka waktu penyaluran bahan kemasan ke bagian produksi?

8. Bagaimana mekanisme penyaluran bahan kemasan ke bagian produksi?

9. Bagaimana metode penilaian persediaan bahan penolong?

a. FIFO b. LIFO c. Rata-Rata

Proses Produksi Minuman Sari Buah Jambu

1. Jumlah permintaan minuman sari buah di perusahaan dalam 1 tahun

terakhir?

2. Jumlah produksi minuman sari buah di perusahaan dalam 1 tahun terakhir?

3. Bagaimana proses penentuan kebijakan perusahaan?

4. Bagaimana urutan proses produksi?

5. Berapa lama waktu produksi rata-rata yang dibutuhkan untuk menghasilkan

produk minuman sari buah jambu biji dan berapa volume produksi per satu

kali proses produksi?

6. Berapa lama waktu produksi optimal per hari?

7. Berapa banyak frekuensi produksi per hari?

8. Bagaimana penjadwalan atau pengaturan produksi dari buah jambu biji

menjadi minuman sari buah jambu biji, jelaskan?

9. Berapa persentase rata-rata realisasi produksi per bulan dibandingkan

dengan perencanaan produksi?

10. Bagaimana menjaga kualitas bahan baku jambu biji dari pemasok agar

sesuai standar kualitas yang ditetapkan?

11. Bagaimana prosedur dan alur pendistribusian minuman sari buah yang sudah

jadi hingga ke gudang penyimpanan?

12. Berapa lama daya tahan penyimpanan produk minuman?

13. Apakah dilakukan proses sorting dan grading dari produk yang dihasilkan?

14. Apakah proses pengemasan dan pelabelan pada produk yang dihasilkan?

Page 105: scm hortikultura

91

15. Dari segi mutu produk yang dihasilkan apakah sudah memenuhi permintaan

pasar?

16. Peralatan dan perlengkapan apa saja yang dibutuhkan untuk menyimpan

produk minuman sebelum disalurkan ke pengecer?

17. Bagaimana mekanisme penetapan harga jual produk?

18. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penetapan harga jual?

19. Bagaimana mekanisme penyaluran produk (transportasi) minuman sari buah

dari perusahaan ke distributor dan pengecer?

20. Berapa nilai susut yang terjadi dalam proses pengangkutan tersebut?

21. Berapa biaya yang dibutuhkan untuk proses transportasi tersebut?

22. Bagaimana sistem pembayaran oleh pengecer dan distributor?

Pemasaran Produk

1. Penjualan produksi saat ini dilakukan oleh :

[ ] Melalui koperasi [ ] Ritel modern [ ] Melalui distributor

[ ] Lainnya, sebutkan.....

2. Biaya pemasaran yang timbul terdiri dari :

[ ] Promosi : Rp .........

[ ] Pengangkutan : Rp .........

[ ] Komisi : Rp .........

[ ] Lainnya : Rp .........

3. Apakah terdapat kesulitan dalam memasarkan produk tersebut :

[ ] Ya [ ] Tidak

Jika ya, sebutkan kesulitan yang dihadapi...........................................

4. Berapa besar permintaan pasar minuman sari buah per bulan?

5. Gambarkan rantai pasokan yang ada dalam perdagangan produk minuman

sari buah. Jenis kelompok konsumen :

Pembeli Persentase

Koperasi

Minimarket

Distributor

Lainnya,

sebutkan ....................................................

Page 106: scm hortikultura

92

6. Daerah penjualan produk minuman sari buah jambu yang dilakukan

Daerah Penjualan Persentase

Dalam Kecamatan

Dalam Kabupaten

Dalam Provinsi

Antar Provinsi

Page 107: scm hortikultura

93

Lampiran 2. Biaya untuk Satu Kali Produksi Minuman Sari Buah Jambu Biji Lipisari

Uraian Jumlah Harga (Rp) Jumlah (Rp) Biaya Variabel Biaya Bahan Baku Jambu merah 90 liter (180 kg) 3.500 /kg 630.000 Na-Benzoat 108 gr 25.000/kg 2.700 CMC 180 gr 75.000/kg 13.500 Asam Sitrat 360 gr 16.000/kg 5.760 Gula 43 kg 10.000/kg 430.000 Essense Jambu oil 180 mL 115.000/L 20.700 Top Seal 1800 pcs 30/pcs 54.000 Dus 80 dus 2.000/pcs 160.000 Sedotan 1800 pcs 25.000/kg 11.000 Lakban 2 roll 6.500/roll 13.000 Cup 1800 cup 30/pcs 387.000 Solar 30 L 4.500/L 135.000 Total Biaya Variabel 1.862.660

Biaya Tetap Biaya tenaga kerja 2 orang pekerja 600.000/bulan 20.000

Biaya Peralatan dan gedung 20.000/ bulan 600 Total Biaya Tetap 20.600 Total Biaya (biaya variabel + biaya tetap) 1.883.260 Penjualan (80 dus x Rp 29.000) 2.320.000 Keuntungan (TR-TC) 436.740

Page 108: scm hortikultura

94

Lampiran 3. Biaya Produksi Minuman Sari Buah Jambu Biji Lipisari Periode Tahun 2008

Bulan Jambu Merah (Rp) Gula (Rp) Bahan

Kimia (Rp) Kemasan (Rp) Bahan Bakar (Rp) Honor (Rp) Pajak (Rp) Telepon

(Rp)

Januari - 3.423.000 1.042.000 338.400 4.325.000 3.836.600 245.555 31.570 Februari 2.299.000 2.560.000 192.000 390.000 2.595.000 2.121.400 333.131 31.570 Maret 1.342.000 2.572.000 - - 2.595.000 1.828.500 291.425 31.570 April 422.000 2.560.000 - 14.970.800 4.325.000 1.748.500 243.425 31.570 Mei 99.500 4.917.000 1.442.000 455.500 1.730.000 1.978.500 268.425 31.570 Juni 2.270.400 578.000 - 16.011.400 4.550.000 2.719.000 268.425 31.570 Juli 1.311.500 4.786.000 - 3.210.000 5.290.000 1.986.500 268.425 31.570 Agustus 5.240.500 4.665.000 1.487.500 23.480.000 4.995.000 2.172.500 243.425 31.570 September 1.205.600 7.497.000 75.000 6.898.000 6.900.000 3.158.500 263.425 31.570 Oktober 3.378.600 4.233.500 1.211.000 21.112.000 4.985.000 1.625.000 344.000 31.570 Nopember 1.032.000 3.457.000 - 16.633.300 3.875.000 2.268.500 268.425 31.570 Desember 1.482.000 2.988.000 1.636.000 14.840.000 3.665.000 1.693.500 243.500 31.570 Jumlah 20.083.100 44.236.500 7.085.500 118.339.400 49.830.000 27.137.000 3.281.586 378.840

Page 109: scm hortikultura

95

Lanjutan Lampiran 3. Biaya Produksi Minuman Sari Buah Jambu Biji Lipisari Periode Tahun 2008

Bulan Cicilan Iptekda (Rp) Atk (Rp) R & D (Rp) Perlengkapan

Pabrik (Rp)

Biaya Transportasi

(Rp)

Listrik & mesin (Rp)

Biaya kebersihan

(Rp)

Lain-lain (Rp)

Januari 3.000.000 239.400 - 20.000 245.000 46.500 66.000 1.008.000 Februari 3.000.000 192.450 19.000 188.500 265.000 145.000 114.000 93.000 Maret 3.000.000 78.900 - 755.000 189.500 111.500 - 328.000 April 3.000.000 72.000 - 425.500 214.000 - - 594.500 Mei 3.000.000 40.500 - 100.000 580.000 - - 1.010.000 Juni 3.000.000 34.000 143.510 257.500 188.000 297.500 493.000 822.500 Juli 3.000.000 46.200 - 251.500 712.000 - 181.500 890.000 Agustus 3.000.000 5.000 - - 620.000 1.354.500 - 756.500 September 3.000.000 408.500 1.005.900 1.675.000 881.500 600.000 192.000 15.090.000 Oktober 3.000.000 18.000 - 524.500 445.000 45.000 332.000 1.059.000 Nopember 3.000.000 113.000 - 600.000 427.000 - - 205.000 Desember 3.000.000 48.700 - 170.000 253.000 1.000.000 13.000 475.000 Jumlah 36.000.000 1.296.650 1.168.410 4.967.500 5.020.000 3.600.000 1.391.500 22.331.500

Page 110: scm hortikultura

96

Lampiran 4. Data Penjualan Minuman Sari Buah Jambu Biji Lipisari Periode Tahun 2002 sampai September 2010

Tahun Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

2002 4.885 3.120 2.425 4.540 7.500 6.640 10.444 6.520 5.720 12.290 14.710 7.710

2003 7.180 4.320 4.926 9.203 10.300 10.420 13.125 13.720 14.234 13.690 11.060 12.590

2004 17.980 19.760 36.500 18.620 11.180 7.980 9.000 8.500 9.980 17.290 19.910 17.000

2005 11.480 10.146 10.920 10.528 13.810 10.646 12.260 16.040 10.360 19.091 13.250 19.091

2006 13.250 13.840 13.900 18.380 22.298 18.220 23.550 21.335 15.795 25.070 18.779 15.156

2007 14.016 23.038 22.070 20.358 21.386 17.728 18.601 29.771 23.147 23.500 14.510 19.218

2008 15.985 13.152 15.660 17.724 21.208 21.272 23.740 18.898 50.848 21.040 11.740 18.992

2009 16.408 15.584 20.784 23.108 23.016 39.692 31.880 48.212 59.616 10.936 13.960 12.280

2010 17.618 20.960 11.200 10.115 15.834 14.538 17.580 51.889 14.095

Page 111: scm hortikultura

97

Lampiran 5. Plot Autokorelasi Produk Minuman Sari Buah Jambu Biji Lipisari

2624222018161412108642

1,0

0,8

0,6

0,4

0,2

0,0

-0,2

-0,4

-0,6

-0,8

-1,0

Lag

Aut

ocor

rela

tion

Autocorrelation Function for Penjualan (Cup/bulan)(with 5% significance limits for the autocorrelations)

Lag ACF T LBQ Lag ACF T LBQ 1 0,487266 4,99 25,65 14 0,206625 1,26 108,61 2 0,332225 2,80 37,69 15 0,085632 0,52 109,53 3 0,268117 2,11 45,61 16 0,113145 0,68 111,14 4 0,134514 1,02 47,62 17 0,087509 0,52 112,12 5 0,153782 1,15 50,28 18 -0,004150 -0,02 112,12 6 0,150549 1,11 52,85 19 0,014913 0,09 112,15 7 0,103533 0,76 54,08 20 0,042559 0,25 112,39 8 0,125529 0,91 55,90 21 0,022379 0,13 112,46 9 0,187211 1,35 60,00 22 0,089698 0,53 113,55 10 0,137621 0,98 62,24 23 0,223062 1,33 120,36 11 0,415248 2,92 82,85 24 0,084438 0,49 121,35 12 0,372465 2,43 99,61 25 0,124539 0,73 123,53 13 0,174704 1,08 103,34 26 0,093442 0,54 124,77

Page 112: scm hortikultura

98

Lampiran 6. Perhitungan Nilai Permintaan Optimum Minuman Sari Buah Jambu Lipisari

Biaya pemesanan PD Anisa

Biaya pengiriman (satu kali pengiriman Rp 20.000) = Rp 240.000 /tahun

Biaya komunikasi (dihitung Rp 200 dari setiap dus)

Rp 200 x 2951 dus/ tahun = Rp 590.200 /tahun

Rp 830.200 / tahun

Biaya penyimpanan (20 % dari harga beli produk)

Rp 29.000 x 20% = Rp 5.800

Biaya pemesanan MiMake

Biaya pengiriman (satu kali pengiriman Rp 20.000) = Rp 240.000 /tahun

Biaya komunikasi (dihitung Rp 200 dari setiap dus)

Rp 200 x 1268 dus = Rp 253.600 /tahun

Rp 830.200 / tahun

Biaya penyimpanan (20 % dari harga beli produk)

Rp 29.000 x 20% = Rp 5.800

Biaya pemesanan POS Subang

Biaya pengiriman (satu kali pengiriman Rp 20.000) = Rp 240.000 /tahun

Biaya komunikasi (dihitung Rp 200 dari setiap dus)

Rp 200 x 1268 dus = Rp 253.600 /tahun

= Rp 493.600 / tahun

Biaya penyimpanan (20 % dari harga beli produk)

Rp 29.000 x 20% = Rp 5.800

Biaya pemesanan Koperasi

Upah pengangkutan = Rp 180.000 /tahun

Biaya penyimpanan (20 % dari harga beli produk)

Rp 26.500 x 20% = Rp 5.300

Page 113: scm hortikultura

99

Lanjutan Lampiran 6. Perhitungan Nilai Permintaan Optimum Minuman Sari Buah Jambu Lipisari

Biaya pemesanan Distributor

Biaya transportasi (biaya bensin satu kali pengantaran ke konsumen

menghabiskan ¼ liter bensin dan setiap pengiriman maksimal 10 dus)

Rp 1125 x 545,9 = Rp 614.200

Biaya komunikasi (dihitung Rp 200 dari setiap dus)

Rp 200 x 5459 dus/ tahun = Rp 1.091.800 /tahun

Rp 1.706.000 / tahun

Biaya penyimpanan (20 % dari harga beli produk)

Rp 26.500 x 20% = Rp 5.300

Perusahaan

Biaya listrik, air per tahun = Rp 558.000 /tahun

Biaya komunikasi = Rp 378.840 /tahun

Biaya gedung = Rp 240.000 / tahun

Rp 1.176.840 / tahun

Biaya penyimpanan (20 % dari harga beli produk)

Rp 26.500 x 20% = Rp 5.300

Biaya Pemesanan PD Anisa

(Rp/tahun) MiMake (Rp/tahun)

POS Subang (Rp/tahun)

Koperasi Patna (Rp/tahun)

Distributor (Rp/tahun)

Perusahaan (Rp/tahun)

Biaya Pengiriman

240.000 240.000 240.000 180.000 614.200 -

Biaya Komunikasi

590.200 253.600 253.600 - 1.091.800 378.840

Biaya Lainnya (Listrik, air, dan gedung)

- - - - - 558.000

TOTAL 830.200 493.600 493.600 180.000 1.706.000 1.176.840 Biaya Penyimpanan

5.800 5.800 5.800 5.300 5.300 5.300

Page 114: scm hortikultura

100

Lanjutan Lampiran 6. Perhitungan Nilai Permintaan Optimum Minuman Sari Buah Jambu Lipisari

PD Anisa

Tanpa koordinasi

Dengan koordinasi

MiMake

Tanpa koordinasi

Dengan koordinasi

POS Subang

Tanpa koordinasi

Dengan koordinasi

Page 115: scm hortikultura

101

Koperasi

Tanpa koordinasi

Dengan koordinasi

Distributor

Tanpa koordinasi

Dengan koordinasi

Konsumen Permintaan

(dus/tahun)

Q Tanpa Koordinasi (Dus) QDengan Koordinasi (Dus)

PD Anisa 3.376 983 1.110

MiMake 1.451 469 653

POS Subang 1.451 469 653

Koperasi 2.600 420 800

Distributor 6.246 2.005 1.809

Page 116: scm hortikultura

102

Lampiran 7. Perhitungan Total Biaya Pemesanan Minuman Sari Buah Jambu

Lipisari

PD Annisa

Perusahaan

MiMake

Perusahaan

POS Subang

Page 117: scm hortikultura

103

Lanjutan Lampiran 7. Perhitungan Total Biaya Pemesanan Minuman Sari Buah Jambu Lipisari

Perusahaan

Koperasi

Perusahaan

Distributor

Perusahaan

Konsumen TCRetailer (Rp) TCPerusahaan (Rp) Tanpa koordinasi Dengan Koordinasi Tanpa Koordinasi Dengan Koordinasi

PD Anisa 5.701.926 5.744.004 6.646.671 6.520.790 MiMake 2.887.207 3.738.447 4.883.777 4.345.450 POS Subang 2.887.207 3.738.447 4.883.777 4.345.450 Koperasi 2.227.285 2.705.000 8.398.200 5.944.730 Distributor 10.627.800 10.684.218 8.979.356 8.857.168

Page 118: scm hortikultura

104

Lampiran 8. Perhitungan safety stock (SS)dan reorder point (ROP) minuman sari

buah jambu Lipisari

SS = Z x Sdl

Sd = 4891,55 cup = 244,55 dus

PD Anisa

Sd = 51,16

SS = 1,645 x 8,86 = 15 dus

MiMake

Sd = 21,98

SS = 1,645 x 5,38 = 6 dus

POS Subang

Sd = 21,98

SS = 1,645 x 5,38 = 9 dus

Koperasi

Sd = 39,39

SS = 1,645 x 9,65 = 16 dus

Page 119: scm hortikultura

105

Lanjutan Lampiran 8. Perhitungan safety stock (SS) dan reorder point (ROP)

minuman sari buah jambu Lipisari

Distributor

Sd = 94,64

SS = 1,645 x 16,39 = 27 dus

ROP = (dxl) + SS

PD Anisa ROP = (35 x 1) + 15 = 30 dus

MiMake ROP = (20 x 1) + 6 = 26 dus

POS Subang ROP = (20 x 2) + 9 = 49 dus

Koperasi ROP = (25 x 1) + 16 = 41 dus

Distributor ROP = (57 x 1) + 27 = 84 dus

Konsumen Sd Sdl SS (dus) Dlead time (dus) ROP (dus) PD Anisa 51,16 8,86 15 35 50 MiMake 21,98 3,81 6 20 26 POS Subang 21,98 5,38 9 20 49 Koperasi 39,39 9,65 16 25 41 Distributor 94,64 16,39 27 57 84

Page 120: scm hortikultura

106

Lampiran 9. Perhitungan Biaya Produksi untuk Kapasitas Produksi Sepuluh Kali Lebih Besar

Uraian Jumlah Harga (Rp) Jumlah (Rp) Biaya Variabel Biaya Bahan Baku Jambu merah 4.000 kg 3.000 /kg 12.000.000 Na-Benzoat 2.400 gr 25.000/kg 60.000 CMC 4.000 gr 65.000/kg 260.000 Asam Sitrat 8.000 gr 16.000/kg 128.000 Gula 955 kg 9.000/kg 8.595.000 Essense Jambu oil 4.000 mL 110.000/L 440.000 Top Seal 40.000 pcs 30/pcs 1.200.000 Dus 2.000 dus 2.000/pcs 4.000.000 Sedotan 40.000pcs 25.000/kg 240.000 Lakban 36 roll 6.500/roll 234.000 Cup 40.000 cup 30/pcs 1.200.000 Solar 533 L 4.500/L 2.398.000 Total Biaya Variabel 30.755.000 Biaya Tetap Biaya tenaga kerja 5 orang pekerja 800.000/bulan 200.000 Biaya Peralatan dan gedung 20.000/ bulan 600 Total Biaya Tetap 200.600 Total Biaya (biaya variabel + biaya tetap) 30.955.600 Penjualan (2.000 dus x Rp 29.000) 58.000.000 Keuntungan (TR-TC) 27.044.400

Perhitungan biaya produksi menggunakan harga bahan baku sesuai dengan

harga kesepakatan setelah penerapan pengelolaan rantai pasok. Selain itu, semua

biaya produksi yang diperhitungkan di bawah ini disesuaikan dengan biaya

variabel dan biaya tetap yang dikeluarkan oleh Lipisari setiap satu kali produksi.

Perubahan hanya terjadi pada kapasitas produksi dari kapasitas 800 liter per 6 jam

menjadi 10.000 liter per 8 jam. Permintaan minuman sari buah jambu Lipisari

diasumsikan sebesar 761.085 dus per tahun. Nilai permintaan diperoleh dari

perhitungan konsumsi minuman sari buah per tahun di Indonesia dikalikan dengan

jumlah penduduk Subang. Konsumsi minuman sari buah di Indonesia mencapai

33 liter per kapita per tahun dan jumlah penduduk Subang mencapai 115.316 jiwa.

Dengan asumsi di atas, ditentukan dengan kapsitas produksi 2.000 dus per hari

dan hari kerja selama lima hari dalam 1 minggu artinya dalam satu tahun Lipisari

hanya mampu memenuhi permintaan konsumen sebesar 480.000 dus, masih ada

sekitar 281.085 dus yang belum terpenuhi.

Page 121: scm hortikultura

107

Lampiran 10. Gudang Penyimpanan dan Peralatan Produksi

Gudang penyimpanan pulp

Chopper Pulper Homogenizer

Mix Tank Pasteurizer

Page 122: scm hortikultura

108

Lanjutan Lampiran 10. Gudang Penyimpanan dan Peralatan Produksi

Termotank-ruang pengemasan Mesin pengemas

Gudang penyimpanan produk jadi minuman sari buah jambu Lipisari

Page 123: scm hortikultura

109

Lampiran 11. Aktivitas Pemasok Jambu Biji Merah di Desa Panyingkiran

Majalengka

Petani jambu ke kebun jambu Kebun jambu merah Pemilihan jambu Tempat pengumpulan jambu Pengemasan jambu Pemasukan jambu untuk dikirim

Page 124: scm hortikultura

110

Lanjutan Lampiran 11. Aktivitas Pemasok Jambu Biji Merah di Desa Panyingkiran Majalengka

Penimbangan Jambu Pembayaran jambu yang dibeli Pengangkutan Jambu Pendistribusian Jambu