scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

427
PENGEMBANGAN KURIKULUM TEORI DAN PRAKTEK KATA PENGANTAR Kurikulum memegang kedudukan kunci dalam pendidikan, sebab berkaitan dengan penentuan arah, isi dan proses pendidikan, yang pada akhirnya menentukan macam dan kualifikasi lulusan suatu lembaga pendidikan. Kurikulum menyangkut rencana dan pelaksanaan pendidikan baik dalam lingkup kelas, sekolah, daerah, wilayah maupun nasional. Semua orang berkepentingan dengan kurikulum, sebab kita sebagai orang tua, sebagai warga masyarakat, sebagai pemimpin formal ataupun informal selalu mengharapkan tumbuh dan berkembangnya anak, pemuda, dan generasi muda yang lebih baik, lebih cerdas, lebih berkemampuan. Kurikulum mempunyai andil yang cukup besar dalam melahirkan harapan tersebut. Buku ini disusun dengan tujuan membantu para guru, dosen, instruktur, widyaiswara, para pengembang, pengelola, penentu kebijaksanaan, dan siapa saja yang terlibat dan berminat dalam pengembangan kurikulum; untuk menambah wawasan tentang apa, mengapa, dan bagaimana pengembangan kurikulum. Meskipun dalam buku ini diusahakan menyajikan materi yang bervariasi dengan cara penyajian yang moderat, tetapi mungkin saja sajian ini belum bisa memenuhi kebutuhan semua pihak. Untuk

Transcript of scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Page 1: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

PENGEMBANGAN KURIKULUMTEORI DAN PRAKTEK

KATA PENGANTAR

Kurikulum memegang kedudukan kunci dalam pendidikan, sebab

berkaitan dengan penentuan arah, isi dan proses pendidikan, yang pada akhirnya

menentukan macam dan kualifikasi lulusan suatu lembaga pendidikan. Kurikulum

menyangkut rencana dan pelaksanaan pendidikan baik dalam lingkup kelas,

sekolah, daerah, wilayah maupun nasional. Semua orang berkepentingan dengan

kurikulum, sebab kita sebagai orang tua, sebagai warga masyarakat, sebagai

pemimpin formal ataupun informal selalu mengharapkan tumbuh dan

berkembangnya anak, pemuda, dan generasi muda yang lebih baik, lebih cerdas,

lebih berkemampuan. Kurikulum mempunyai andil yang cukup besar dalam

melahirkan harapan tersebut.

Buku ini disusun dengan tujuan membantu para guru, dosen, instruktur,

widyaiswara, para pengembang, pengelola, penentu kebijaksanaan, dan siapa saja

yang terlibat dan berminat dalam pengembangan kurikulum; untuk menambah

wawasan tentang apa, mengapa, dan bagaimana pengembangan kurikulum.

Meskipun dalam buku ini diusahakan menyajikan materi yang bervariasi dengan

cara penyajian yang moderat, tetapi mungkin saja sajian ini belum bisa memenuhi

kebutuhan semua pihak. Untuk itu penulis meminta maaf dan menantikan saran-

saran bagi penyempurnaannya.

Isi buku ini merupakan penyempurnaan dari buku sebelumnya yang

berjudul Prinsip dan Landasan Pengembangan Kurikulum, yang ditulis dengan

bantuan Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan

Depdikbud, untuk kepentingan Program Pascasarjana. Penulis ingin

menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Pimpinan

P2LPTK, serta para pimpinan teras Depdikbud, yang telah mendorong penulisan

serta memberi izin menerbitkan kembali buku ini oleh lembaga di luar P2LPTK.

Bandung, 1997

Nana Syaodih Sukmadinata

Page 2: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

BAB 1 Konsep Kurikulum

A. Kedudukan kurikulum dalam pendidikan

B. Konsep kurikulum

C. Kurikulum dan teori-teori pendidikan

BAB 2 Teori Kurikulum 1

A. Apakah teori itu?

B. Teori pendidikan

C. Teori kurikulum

BAB 3 Landasan Filosofis dan Psikologis Pengembangan

Kurikulum

A. Landasan filosofis

B. Landasan psikologis

BAB 4 Landasan Sosial-Budaya, Perkembangan Ilmu dan

Teknologi dalam Pengembangan Kurikulum

A. Pendidikan dan masyarakat

B. Perkembangan masyarakat

C. Perkembangan ilmu pengetahuan

D. Perkembangan teknologi

E. Pengaruh perkembangan ilmu dan teknologi

BAB 5 Macam-Macam Model Konsep Kurikulum

A. Kurikulum subjek akademis

B. Kurikulum humanistik

C. Kurikulum rekonstruksi sosial

D. Teknologi dan kurikulum

BAB 6 Anatomi dan Desain Kurikulum

A. Komponen-komponen kurikulum

B. Desain kurikulum

Page 3: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

BAB 7 Proses Pengajaran

A. Keseimbangan antara isi dan proses

B. Isi dan kurikulum

C. Proses belajar

D. Kesiapan belajar

E. Minat dan motif belajar

BAB 8 Pengembangan Kurikulum

A. Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum

B. Pengembangan kurikulum

C. Faktor-faktor yang mempengaruhi

D. Artikulasi dan hambatan

E. Model-model pengembangan kurikulum

BAB 9 Evaluasi Kurikulum

A. Evaluasi dan kurikulum

B. Konsep kurikulum

C. Implementasi dan evaluasi kurikulum

D. Peranan evaluasi kurikulum

E. Ujian sebagai evaluasi sosial

F. Model-model evaluasi kurikulum

BAB 10 Guru dan Pengembangan Kurikulum

A. Guru sebagai pendidik profesional

B. Guru sebagai pembimbing belajar

C. Peranan guru dalam pengembangan kurikulum

D. Pendidikan guru

Daftar Rujukan

Page 4: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

BAB 1

KONSEP KURIKULUM

A. Kedudukan Kurikulum dalam Pendidikan

Pendidikan berintikan interaksi antara pendidik dengan peserta didik

dalam upaya membantu peserta didik menguasai tujuan-tujuan pendidikan.

Interaksi pendidikan dapat berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah,

ataupun rnasyarakat. Dalam lingkungan keluarga, interaksi pendidikan terjadi

antara orang tua sebagai pendidik dan anak sebagai peserta didik. Interaksi ini

berjalan tanpa rencana tertulis,Orang tua sering tidak mempunyai rencana yang

jelas dan rinci ke mana anaknya akan diarahkan, dengan cara apa mereka akan

dididik, dan apa isi pendidikannya. Orang tua umumnya mempunyai harapan

tertentu pada anaknya, mudah-mudahan is menjadi orang soleh, sehat, pandai, dan

sebagainya, tetapi bagaimana rincian sifat-sifat tersebut bagi mereka tidak jelas.

Juga mereka tidak tahu apa yang harus diberikan dan bagaimana memberikannya

agar anak-anaknya memiliki sifat-sifat tersebut.

Interaksi pendidikan antara orang tua dengan anaknya juga sexing tidak

disadari. Dalam kehidupan keluarga interaksi pendidikan dapat terjadi setiap saat,

setiap kali orang tua bertemu, berdialog, bergaul, dan bekerja sama dengan anak-

anaknya. Pada saat demikian banyak perilaku dan perlakuan spontan yang

diberikan kepada anak, sehingga kemungkinan terjadi kesalahan-kesalahan

mendidik besar sekali. Orang tua menjadi pendidik juga tanpa dipersiapkan secara

formal. Mereka menjadi pendidik karena statusnya sebagai ayah atau ibu,

meskipun mungkin saja sebenarnya mereka belum siap untuk melaksanakan tugas

tersebut. Karena sifat-sifatnya yang tidak formal, tidak memiliki rancangan yang

konkret dan ada kalanya juga tidak disadari, maka pendidikan dalam lingkungan

keluarga disebut pendidikan informal. Pendidikan tersebut tidak memiliki

kurikulum formal dan tertulis.

Pendidikan dalam lingkungan sekolah lebih•bersifat formal. Guru sebagai

pendidik di sekolah telah dipersiapkan secara formal dalam lembaga pendidikan

guru. la telah mempelajari ilmu, keterampilan, dan seni sebagai guru. Ia juga telah

Page 5: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

dibina untuk memiliki kepribadian sebagai pendidik. Lebih dari itu mereka juga

telah diangkat dan diberi kepercayaan oleh masyarakat untuk menjadi guru, bukan

sekadar dengan surat keputusan dari pejabat yang berwenang, tetapi juga dengan

pengakuan dan penghargaan dari masyarakat. Guru melaksanakan tugasnya

sebagai pendidik dengan rencana dan persiapan yang matang. Mereka mengajar

dengan tujuan yang jelas, bahan-bahan yang telah disusun secara sistematis dan

rinci, dengan cara dan alat-alat yang telah dipilih dan dirancang secara cermat. Di

sekolah guru melakukan interaksi pendidikan secara berencana dan sadar. Dalam

lingkungan sekolah telah ada kurikulum formal, yang bersifat tertulis. Guru-guru

melaksanakan tugas mendidik secara formal, karena itu pendidikan yang

berlangsung di sekolah sering disebut pendidikan formal.

Dalam lingkungan masyarakat pun terjadi berbagai bentuk interaksi

pendidikan, dari yang sangat formal yang mirip dengan pendidikan di sekolah

dalam bentuk kursus-kursus, sampai dengan yang kurang formal seperti ceramah,

sarasehan, dan pergaulan kerja. Gurunya juga bervariasi dari yang memiliki latar

belakang pendidikan khusus sebagai guru, sampai dengan yang melaksanakan

tugas sebagai pendidik karena pengalaman. Kurikulumnya juga bervariasi, dari

yang memiliki kurikulum formal dan tertulis sampai dengan rencana pelajaran

yang hanya ada pada pikiran penceramah atau moderator sarasehan, atau gagasan

keteladanan yang ada pada pemimpin. Interaksi pendidikan yang berlangsung di

masyarakat, yang memiliki rancangan dan dilaksanakan secara formal sebenarnya

dapat dimasukkan dalam kategori pendidikan formal. Interaksi yang rancangan

dan pelaksanaannya kurang formal dapat kita sebut sebagai pendidikan kurang

formal (less formal). Karena adanya variasi itu, Para ahli pendidikan masyarakat

lebih senang menggunakan istilah pendidikan luar sekolah bagi interaksi

pendidikan yang berlangsung di masyarakat ini.

Dari hal-hal yang diuraikan itu, dapat ditarik beberapa kesimpulan

berkenaan dengan pendidikan formal. Pertama, pendidikan formal memiliki

rancangan pendidikan atau kurikulum tertulis yang tersusun secara sistematis,

jelas, dan rinci. Kedua, dilaksanakan secara formal, terencana, ada yang

mengawasi dan menilai. Ketiga, diberikan oleh pendidik atau guru yang memiliki

ilmu dan keterampilan khusus dalam bidang pendidikan. Keempat, interaksi

Page 6: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

pendidikan berlangsung dalam lingkungan tertentu, dengan fasilitas dan alat serta

aturan-aturan permainan tertentu pula.

Pendidikan formal memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan

pendidikan informal dalam lingkungan keluarga. Pertaina, pendidikan for- mal di

sekolah memiliki lingkup isi pendidikan yang lebih luas, bukan hanya berkenaan

dengan pembinaan segi-segi moral tetapi juga ilmu pengetahuan dan

keterampilan. Kedua, pendidikan di sekolah dapat memberikan pengetahuan yang

lebih tinggi, lebih luas dan mendalam.

Sejarah pendirian sekolah diawali karena ketidakmampuan keluarga

memberikan pengetahuan dan keterampilan yang lebih tinggi dan mendalam.

Ketiga, karena memiliki rancangan atau kurikulum secara formal dan tertulis,

pendidikan di sekolah dilaksanakan secara berencana, sistematis, dan lebih

disadari. Karena yang memiliki rancangan atau kurikulum formal dan tertulis

adalah pendidikan di sekolah, maka dalam uraian-uraian selanjutnya yang

dimaksud dengan pendidikan atau pengajaran itu, lebih banyak mengacu pada

pendidikan atau pengajaran di sekolah.

Telah diuraikan sebelumnya, bahwa adanya rancangan atau kurikulum

formal dan tertulis merupakan ciri utama pendidikan di sekolah. Dengan kata lain,

kurikulum merupakan syarat mutlak bagi pendidikan di sekolah. Kalau kurikulum

merupakan syarat mutlak, hal itu berarti bahwa kurikulum merupakan bagian

yang tak terpisahkan dari pendidikan atau pengajaran. Dapat kita bayangkan,

bagaimana bentuk pelaksanaan suatu pendidikan atau pengajaran di sekolah yang

tidak memiliki kurikulum.

Setiap praktik pendidikan diarahkan pada pencapaian tujuan-tujuan

tertentu, apakah berkenaan dengan penguasaan pengetahuan, pengembangan

pribadi, kemampuan sosial, ataupun kemampuan bekerja. Untuk menyampaikan

bahan pelajaran, ataupun mengembangkan kemampuankemampuan tersebut

diperlukan metode penyampaian serta alat-alat bantu tertentu. Untuk menilai hasil

dan proses pendidikan, juga diperlukap caracara dan alat-alat penilaian tertentu

pula. Keempat hal tersebut, yaitu tujuan, bahan ajar, metode-alat, dan penilaian

merupakan komponenkomponen utama kurikulum. Dengau berpedoman pada

kurikulum, interaksi pendidikan antara guru dan siswa berlangsung. Interaksi ini

Page 7: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

iidak berlangsung dalam ruang hampa, tetapi selalu terjadi dalam lingkungan

tertentu, yang mencakup antara lain lingkungan fisik, alam, sosial budaya,

ekonomi, politik, dan religi. Pertautan antara satu komponen dan komlumen

pendidikan lainnya dapat dilihat pada bagan berikut.

BAGAN 1.1 Komponen-komponen utama pendidikan

Kurikulum mempunyai kedudukan sentral dalam seluruh proses

pendidikan. Kurikulum mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan demi

tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Menurut Mauritz Johnson (1967, hlm. 130)

kurikulum "prescribes (or at least anticipates) the result of in- struction".

Kurikulum juga merupakan suatu rencana pendidikan, memberikan pedoman dan

pegangan tentang jenis, lingkup, dan urutan isi, serta proses pendidikan. Di

samping kedua fungsi itu, kurikulum juga merupakan suatu bidang studi, yang

ditekuni oleh para ahli atau spesialis kurikulum, yang menjadi sumber konsep-

konsep atau memberikan landasan-landasan teoretis bagi pengembangan

kurikulum berbagai institusi pendidikan..

B. Konsep Kurikulum

Konsep kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan

praktik pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan

yang dianutnya. Menurut pandangan lama, kurikulum merupakan kumpulan mata-

mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari oleh siswa. Anggapan

ini telah ada sejak zaman Yunani Kuno, dalam lingkungan atau hubungan tertentu

pandangan ini masih dipakai sampai sekarang, yaitu kurikulum sebagai "... a

racecourse of subject matters to be mastered" (Robert S. Zais, 1976, hlm. 7).

Page 8: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Banyak orang tua bahkan juga guru-guru, kalau ditanya tentang kurikulum akan

memberikan jawaban sekitar bidang studi atau mata-mata pelajaran. Lebih khusus

mungkin kurikulum diartikan hanya sebagai isi pelajaran.

Pendapat-pendapat yang muncul selanjutnya telah beralih dari

menekankan pada isi menjadi lebih memberikan tekanan pada pengalaman

belajar. Menurut Caswel dan Campbell dalam buku mereka yang terkenal

Curriculum Development (1935), kurikulum ... to be composed of all the experi-

ences children have under the guidance of teachers. Perubahan penekanan pada

pengalaman ini lebih jelas ditegaskan oleh Ronald C. Doll (1974, hlm. 22):

The commonly accepted definition of the curriculum has changed from

content of courses of study and list of subjects and courses to all the

experiences which are offered to learners under the auspices or direction

of the school..

Definisi Doll tidak hanya menunjukkan adanya perubahan penekanan dari

isi kepada proses, tetapi juga menunjukkan adanya perubahan lingkup, dari

konsep yang sangat sempit kepada yang lebih luas. Apa yang di maksud dengan

pengalaman siswa yang diarahkan atau menjadi tanggung jawab sekolah

mengandung makna yang cukup luas. Pengalaman tersebut berlangsung di

sekolah, di rumah ataupun di masyarakat, bersama guru tanpa guru, berkenaan

langsung dengan pelajaran ataupun tidak. Definisi tersebut juga mencakup

berbagai upaya guru dalam mendorong terjadinya pengalaman tersebut serta

berbagai fasilitas yang mendukungnya.

Mauritz Johnson (1967, hlm. 130) mengajukan keberatan terhadap konsep

kurikulum yang sangat luas seperti yang dikemukakan oleh Ronald Doll. Menurut

Johnson, pengalaman hanya akan muncul apabila terjadi interaksi antara siswa

dengan lingkungannya. Interaksi seperti itu bukan kurikulum, tetapi pengajaran.

Kurikulum hanya menggambarkan atau mengantisipasi hasil dari pengajaran.

Johnson membedakan dengan tegas antara kurikulum dengan pengajaran. Semua

yang berkenaan dengan perencanaan dan pelaksanaan, seperti perencanaan isi,

kegiatan belajarmengajar, evaluasi, termasuk pengajaran, sedangkan kurikulum

hanya berkenaan dengan hasil-hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh siswa.

Page 9: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Menurut Johnson kurikulum adalah ... a structured series of intended learning

outcomes (Johnson, 1967, him. 130).

Terlepas dari pro dan kontra terhadap pendapat Mauritz Johnson, beberapa

ahli memanciang kurikulum sebagai rencana pendidikan atau pengajaran. Salah

seorang di antara mereka adalah Mac Donald (1965, hlm.

Menurut dia, sistem persekolahan terbentuk atas empat subsistem, yaitu

mengajar, belajar, pembelajaran, dan kurikulum. Mengajar (teaching) merupakan

kegiatan atau perlakuan profesional yang diberikan oleh guru. belajar (learning)

merupakan kegiatan atau upaya yang dilakukan siswa. Sebagai respons terhadap

kegiatan mengajar yang diberikan oleh guru. Keluruhan pertautan kegiatan yang

memungkinkan dan berkenaan (lengan terjadinya interaksi belajar-mengajar

disebut pembelajaran (instruction). Kurikulum,(curriculum) merupakan suatu

rencana yang memberi pedoman atau pegangan dalam proses kegiatan belajar-

mengajar.

Kurikulum juga sering dibedakan antara kurikulum sebagai rencana

(curriculum plan) dengan kurikulum yang fungional (functioning curricu- lum).

Menurut Beauchamp (1968, him. 6) "A curriculum is a written document which

may contain many ingredients, but basically it is a plan for the education of pupils

during their enrollment in given school". Beauchamp lebih memberikan tekanan

bahwa kurikulum adalah suatu rencana pendidikan atau pengajaran. Pelaksanaan

rencana itu sudah masuk pengajaran. Selanjutnya, Zais menjelaskan bahwa

kebaikan suatu kurikulum tidak dapat dinilai dari dokumen tertulisnya saja,

melainkan harus dinilai dalam proses pelaksanaan fungsinya di dalam kelas.

Kurikulum bukan hanya merupakan rencana tertulis bagi pengajaran, melainkan

sesuatu yang fungsional yang beroperasi dalam kelas, yang memberi pedoman dan

mengatur lingkungan dan kegiatan yang berlangsung di dalam kelas. Rencana

tertulis merupakan dokumen kurikulum (curriculum document or inert

curriculum), sedangkan kurikulum yang dioperasikan di kelas merupakan

kurikulum fungsional (functioning, live or operative curriculum).

Hilda Taba (1962) mempunyai pendapat yang berbeda dengan pendapat-

pendapat itu. Perbedaan antara kurikulum dan pengajaran menurut dia bukan

terletak pada implementasinya, tetapi pada keluasan cakupannya. Kurikulum

Page 10: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

berkenaan dengan cakupan tujuan isi dan metode yang lebih luas atau lebih

umum, sedangkan yang lebih sempit lebih khusus menjadi tugas pengajaran.

Menurut Taba keduanya membentuk satu kontinum, kurikulum terletak pada

ujung tujuan umum atau tujuan jangka panjang, sedangkan pengajaran pada ujung

lainnya yaitu yang lebih khusus atau tujuan dekat.

BAGAN 1.2 Kontinum kurikulum dan pengajaran

Menurut Taba, batas antara keduanya sangat relatif, bergantung pada

tafsiran guru. Sebagai contoh, dalam kurikulum (tertulis), isi harus digambarkan

serinci, sekhusus mungkin agar mudah dipahami guru, tetapi cukup luas dan

umum sehingga memungkinkan mencakup semua bahan yang dapat dipilih oleh

guru sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa serta kemampuan guru. Kurikulum

memberikan pegangan bagi pelaksanaan pengajaran di kelas, tetapi merupakan

tugas dan tanggung jawab guru untuk menjabarkannya.

Suatu kurikulum, apakah itu kurikulum pendidikan dasar, pendidikan

menengah atau pendidikan tinggi; kurikulum sekolah umum, kejuruan, dan lain-

lain merupakan perwujudan atau penerapan teori-teori kurikulum. Teori-teori

tersebut merupakan hasil pengkajian, penelitian, dan pengembangan para ahli

kurikulum. Kumpulan teori-teori kurikulum membentuk suatu ilmu atau bidang

studi kurikulum. Menurut Robert S. Zais (1976, him. 3), kurikulum sebagai

bidang studi mencakup: (1) the range of subject matters with which it is

concerned (the substantive structure), and (2) the procedures of inquiry and

practice that it follows (the syntactical structure)". Menurut George A.

Beauchamp (1976, him. 58-59) kurikulum sebagai bidang studi membentuk suatu

teori, yaitu teori kurikulum. Beauchamp mendefinisikan teori kurikulum

sebagai ...a set of related statements that gives meaning to a schools's curriculum

by pointing up the relationships among its elements and by directing its

development, its use, and its evaluation.

Page 11: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Bidang cakupan teori atau bidang studi kurikulum meliputi: konsep

kurikulum, penentuan kurikulum, pengembangan kurikulum, desain kurikulum,

implementasi dan evaluasi kurikulum.

Selain sebagai bidang studi menurut Beauchamp, kurikulum juga sebagai

rencana pengajaran dan sebagai suatu sistem (sistem kurikulum) yang merupakan

bagian dari sistem persekolahan. Sebagai suatu rencana pengajaran, kurikulum

berisi tujuan yang ingin dicapai, bahan yang akan disajikan, kegiatan pengajaran,

alat-alat pengajaran dan jadwal waktu pengajaran. Sebagai suatu sistem,

kurikulum m.erupakan bagian atau subsistem dari keseluruhan kerangka

organisasi sekolah atau sistem ‘.ekolah. Kurikulum sebagai suatu sistem

menyangkut penentuan segala kebijakan tentang kurikulum, susunan personalia

dan prosedur pengemhangan kurikulum, penerapan, evaluasi, dan

penyempurnaannya. Fungsi utama sistem kurikulum adalah dalam

pengembangan, penerapan, ovaluasi, dan penyempurnaannya, baik sebagai

dokumen tertulis maupun aplikasinya dan menjaga agar kurikulum tetap dinamis.

Mengenai fungsi sistem kurikulum ini, lebih lanjut Beauchamp (1975, 111m. 60)

menggambarkan:

...(1) the choice of arena for curriculum decision making, (2) the selection

and involvement of person in curriculum planning, (3) organization for

and leachniques used in curriculum plannning, (4) actual writing of a

curriculum, (5) implementing the curriculum, (6) evaluation the

curriculum, and (7) providing for feedback and modification of the

curriculum.

Apa yang dikemukakan oleh Beauchamp bukan hanya menunjukkan

tnnlsi tetapi juga struktur dari suatu sistem kurikulum, yang secara garis

berkenaan dengan pengembangan, pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum.

C. Kurikulum dan Teori-Teori Pendidikan

Kurikulum mempunyai hubungan yang sangat erat dengan teori

pendidikan. Suatu kurikulum disusun dengan mengacu pada satu atau beberapa

teori kurikulum, dan suatu teori kurikulum diturunkan atau dijabarkan dari teori

pendidikan tertentu. Kurikulum dapat dipandang sebagai rencana konkret

Page 12: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

penerapan dari suatu teori pendidikan. Untuk lebih memahami hubungan

kurikulum dengan pendidikan, dikemukakan beberapa teori pendidikan dan

model-model konsep kurikulum dari masing-masing teori tersebut. Minimal ada

empat teori pendidikan yang banyak dibicarakan para ahli pendidikan dan

dipandang mendasari pelaksanaan pendidikan, yaitu pendidikan klasik,

pendidikan pribadi, pendidikan interaksional, dan teknologi pendidikan.

1. Pendidikan klasik

Pendidikan klasik atau classical education dapat dipandang sebagai konsep

pendidikan tertua. Konsep pendidikan ini bertolak dari asumsi seluruh warisan

budaya, yaitu pengetahuan, ide-ide, atau nilai-nilai telah ditemukan oleh para

pemikir terdahulu. Pendidikan berfungsi memelihara, mengawetkan, dan

meneruskan semua warisan budaya tersebut kepada generasi berikutnya. Guru

atau para pendidik tidak perlu susah-susah mencari dan menciptakan pengetahuan,

konsep, dan nilai-nilai baru, sebab sentuanya telah tersedia, tinggal menguasai dan

mengajarkannya kepada anak. Teori pendidikan ini lebih menekankan peranan isi

pendidikan daripada proses atau bagaimana mengajarkannya. Isi pendidikan atau

materi ilmu tersebut diambil dari khazanah ilmu pengetahuan, berupa disiplin-

disiplin ilmu yang telah ditemukan dan dikembangkan oleh para ahli tempo dulu.

Materi ilmu pengetahuan yang diambil dari disiplindisiplin ilmu tersebut telah

tersusun secara logis dan sistematis.

Tugas guru dan para pengembang kurikulum adalah memilih dan

menyajikan materi ilmu tersebut disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan

kemampuan peserta didik. Sebelum dapat menyampaikan materi ilmu

pengetahuan tersebut secara sempurna, para pendidik atau talon pendidik terlebih

dahulu harus mempelajarinya dengan sungguh-sungguh. Tugas para pendidik atau

guru bukan hanya mengajarkan materi pengetahuan, tetapi juga melatih

keterampilan dan menanamkan nilai. Mendidikkan nilainilai tidak sama dengan

mengajarkan pengetahuan yang berbentuk penyampaian informasi, tetapi perlu

dimanifestasikan dalam perilaku seharihari. Menurut konsep pendidikan klasik,

guru atau pendidik adalah ahli dalam bidang ilmu dan juga contoh atau model

nyata dan pribadi yang ideal. Siswa merupakan penerima pengajaran yang baik,

Page 13: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

tetapi sebagai penerima informasi sesungguhnya mereka pasif. Meskipun

demikian dalam pendidikan klasik siswa bekerja keras menguasai apa-apa yang

diajarkan dan ditugaskan oleh guru. Pendidikan lebih menekankan perkembangan

segi-segi intelektual daripada segi emosional dan psikomotor.

Ada dua model konsep pendidikan klasik, perenialisme dan esensialisme.

Walaupun didasari dengan konsep-konsep yang sama, keduanya memiliki

pandangan yang berbeda. Parenialisme maupun esensialisme mempunyai

pandangan yang sama tentang masyarakat, bahwa masyarakat bersifat statis.

Pendidikan berfungsi memelihara dan mewariskan pengetahuan, konsep-konsep

dan nilai-nilai yang telah ada. Pengetahuan dan nilai-nilai yang akan diajarkan

diambil dari materi disiplin ilmu yang telah disusun dan dikembangkan oleh para

ahli. Dalam penyusunan kurikulum, matamata pelajaran dipilih dan ditentukan

oleh sekelompok orang ahli, disusun secara sistematis dan logis, dan diarahkan

pada perkembangan kemampuan berpikir.

Parenialisme berkembang di Eropa dalam masyarakat aristokralisagraris.

Mereka lebih berorientasi ke masa lampau dan kurang hivmen tingkan tuntutan-

tuntutan masyarakat yang berkembang saat sekarang pendidikan lebih

menekankan pada humanitas, pembentukan pribadi, dan sifat-sifat mental.

Konsep-konsep filosofis lebih banyak mewarnai pendidikan ini. Isi pendidikan

lebih banyak bersifat pendidikan umum (general education atau liberal art) dengan

model mengajar yang bersifat ekspositori, sedangkan model belajarnya adalah

asimilasi. Pendidikan menurut pandangan mereka adalah bebas nilai (value free)

dan bebas dari kebudayaan (culture free) artinya tidak terikat atau diwarnai oleh

nilai-nilai dan karakteristik masyarakat sekitar.

Esensialisme berkembang di Amerika Serikat dalam masyarakat industri.

Pendidikan ini lebih mengutamakan sains daripada humanitas. Mereka lebih

pragmatis, pendidikan diarahkan dalam mempersiapkan generasi muda untuk

terjun ke dunia kerja. Konsep ini lebih berorientasi pada masa sekarang dan yang

akan datang. Isi pengajaran lebih diarahkan kepada pembentukan keterampilan

dan pengembangan kemampuan vocational. Mengenai persamaan dan perbedaan

pendidikan perenial dengan esensial, Dianna Lapp, dkk. menjelaskan:

Page 14: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Like perennial education, essentialism is conservative, seeking to maintain

and pass on to the new generation the convictions of the older generation.

But unlike perennialism, essentialism is nonreflective, nonphilosophical. It

is far more prone to activity-to doing-than to wasting time on extensive

philosophical speculation. Looking to the present rather than the past, and

to science rather than to the humanities, it is primarily practical and

pragmatic. (Lapp, Dianna, et. al., 1975, hlm. 32).

Para esensialis bersifat praktis, mengutamakan kerja dan kompetisi di

tramping kerja sama. Mereka menghargai seni, keindahan, dan humanitas

sepanjang hal itu mendukung kehidupan sehari-hari, kehidupan produktif. Tujuan

utama pendidikan, menurut para esensialis, adalah (1) memperoleh pekerjaan

yang lebih baik, (2) dapat bekerja sama lebih baik dengan orang dari berbagai

tingkatan/lapisan masyarakat, (3) memperoleh penghasilan lehih banyak. Mereka

berpikiran praktis bahwa pendidikan adalah suatu Han untuk mencapai sukses

dalam kehidupan, terutama sukses secara ekonomis.

Kurikulum pendidikan klasik lebih menekankan isi pendidikan, yang

diambil dari disiplin-disiplin ilmu, disusun oleh para ahli tanpa mengikutsertakan

guru-guru, apalagi siswa. Isi disusun secara logis, sistematis, dan berstruktur,

dengan berpusatkan pada segi intelektual, sedikit sekali memperhatikan segi-segi

sosial atau psikologis peserta didik. Guru mempunyai peranan yang sangat besar

dan lebih dominan. Dalam pengajaran, ia menentukan isi, metode, dan evaluasi.

Dialah yang aktif dan bertanggung jawab dalam segala aspek pengajaran. Siswa

mempunyai peran yang pasif, sebagai penerima informasi dan tugas-tugas dari

guru.

2. Pendidikan pribadi

Pendidikan pribadi (personalized education) lebih mengutamakan peranan

siswa. Konsep pendidikan ini bertolak dari anggapan dasar bahwa, sejak

dilahirkan, anak telah memiliki potensi-potensi, baik potensi untuk berpikir,

berbuat, memecahkan masalah, maupun untuk belajar dan berkembang sendiri.

Pendidikan adalah ibarat persemaian, berfungsi menciptakan lingkungan yang

menunjang dan terhindar dari hama-hama. Tugas guru, seperti halnya seorang

Page 15: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

petani adalah mengusahakan tanah yang gembur, pupuk, air, udara, dan sinar

matahari yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan tanaman (peserta

didik). Pendidikan bertolak dari kebutuhan dan minat peserta didik. Peserta didik

menjadi subjek pendidikan, dialah yang menduduki tempat utama dalam

pendidikan. Pendidik menempati posisi kedua, bukan lagi sebagai penyampai

informasi atau sebagai model dan ahli dalam disiplin ilmu. Ia lebih berfungsi

sebagai psikolog yang mengerti segala kebutuhan dan masalah peserta didik. la

juga berperan sebagai bidan yang membantu siswa melahirkan ide-idenya. Guru

adalah pembimbing, pendorong (motivator), fasilitator, dan pelayan bagi siswa.

Teori ini juga memiliki dua aliran, yaitu pendidikan progresif dan

pendidikan romantik. Tokoh pendahulu pendidikan progresif adalah Francis

Parker yang membawa aliran ini dari Eropa ke Amerika. Aliran ini menjadi lebih

terkenal di Amerika berkat percobaan-percobaan yang dilakukan John Dewey

dengan sekolah-sekolah laboratoriumnya. John Dewey menerapkan prinsip belajar

sambil berbuat (learning by doing). Dalam pendidikan progresif, siswa merupakan

satu kesatuan yang utuh, perkembangan emosi dan sosial sama pentingnya dengan

perkembangan intelektual. Isi pengajaran berasal dari pengalaman sisvva sendiri

yang sesuai dengan minat dan kebutuhannya. Ia merefleksi terhadap masalah-

masalah yang muncul dalam kehidupanhya. Berkat refleksinya itu is memahami

dan dapat menggunakannya bagi kehidupan. Guru lebih merupakan ahli dalam

metodologi daripada dalam bahan ajar. Guru membantu perkembangan siswa

sesuai dengan kemampuan dan kecepatannya masing-masing.

Pendidikan romantik berpangkal dari pemikiran-pemikiran Jean Jacques

Rousseau. Menurut Rousseau, semua ciptaan Tuhan termasuk anak adalah baik

dan menjadi kurang baik atau sering rusak di tangan manusia. Ia ingin

mengembalikan pendidikan kepada pendidikan alam, sebab secara alamiah

manusia baik, merdeka, dan gentle. Setiap orang mempunyai nurani yang berisi

kejujuran, kebenaran, dan ketulusan. Inilah yang hams ditemukan, didengarkan,

dan diikuti. Rousseau menolak pendidikan yang mengutamakan intelektual.

Pendidikan adalah proses individual yang berisi rentetan pengembangan

kemampuan-kemampuan anak, berkat interaksi dengan berbagai aspek dalam

lingkungan maka terjadi rentetan pengembangan kemampuan-kemampuan anak.

Page 16: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Rousseau memandang pendidikan sebagai a lifelong personal growth process

rather than an information and skill gathering process that exists only during the

school years (Diane Lapp, et. al., 1975, hlm. 154).

Pengalaman merupakan isi sekaligus guru alamiah bagi anak. Anak tidak

diajari, tetapi didorong untuk belajar. Guru menyediakan lingkungan belajar,

memberikan kebebasan agar anak belajar dan berkembang sendiri, dan

mewujudkan rasa ingin tahunya. Ia dibiarkan untuk mengalami sendiri,

mewujudkan dorongan-dorongannya, dan tumbuh sesuai dengan polanya. Guru

juga berperan sebagai sumber lingkungan belajar, yang selalu siap memberikan

bantuan kepada siswa. Ia berusaha mencegah hal- hal yang mungkin mengganggu

perkembangan siswa.

Kurikulum pendidikan pribadi lebih menekankan pada proses

pengembangan kemampuan siswa. Materi ajar dipilih sesuai dengan minat dan

kebutuhan siswa. Pengembangan kurikulum dilakukan oleh guru- guru dengan

melibatkan siswa. Tidak ada suatu kurikulum standar, yang ada adalah kurikulum

minimal yang dalam implementasinya dikem- bangkan bersama siswa. Isi dan

proses pembelajarannya selalu berubah sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa.

3. TeknOlogi pendidikan

Teknologi pendidikan mempunyai persamaan dengan pendidikan klasik

tentang peranan pendidikan dalam menyampaikan informasi. Keduanya juga

mempunyai perbedaan, sebab yang diutamakan dalam teknologi pendidikan

adalah pembentukan dan penguasaan kompetensi bukan pengawetan dan

pemeliharaan budaya lama. Mereka lebih berorientasi ke masa sekarang dan yang

akan datang, tidak seperti pendidikan klasik yang lebih melihat ke masa lalu.

Perkembangan teknologi pendidikari dipengaruhi clan sangat diwarnai

oleh perkembangan ilmu dan teknologi. Hal itu memang sangat masuk akal, sebab

teknologi pendidikan bertolak dari dan merupakan penerapan prinsip-prinsip ilmu

dan teknologi dalam pendidikan. Teknologi telah masuk ke semua segi kehidupan,

termasuk dalam pendidikan.

Our technologies to day are so powerful, so prevalent, so deliberately

foster, and so prominent in the awareness of people, that they not only

Page 17: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

bring about changes in the physical world which tecnologies have always

done but also in our insti- tutions, attitudes, and expectations, values,

goals, and in our very conceptions of the meaning of existence (Holtzman,

1970, hlm. 237).

Gambaran manusia tentang dunia dan makna kehidupan merupakan

sintesis dari pengalaman-pengalaman dasarnya. Menurut pandangan klasik,

pengalaman ini bersifat menetap, sama dari tahun ke tahun, berbeda dengan

pandangan teknologi pendidikan. Menurut mereka, pengalaman tersebut selalu

berubah, hari ini lebih baik dari kemarin dan besok lebih baik daripada hari Mi.

Kehidupan dan perkembangan itu selalu baru.

Karena sifat ilmiahnya, konsep pendidikan ini mengutamakan segi-segi

empiris, informasi objektif yang dapat diamati dan diukur serta dihitung secara

statistik. Mereka kurang menghargai hal-hal yang bersifat kualitatif dan spiritual.

Bagi mereka, dunia ini adalah dunia material, dunia empiris. Meskipun lebih

kompleks, manusia pada dasarnya tidak berbeda dengan binatang, ia mereaksi

terhadap perangsang-perangsang dari lingkungannya, perilakunya dapat dibentuk

dengan teknologi perilaku, seperti yang dinyatakan Skinner.

Man totally determined by his environment. Therefore, if we wish to relate

to him for better to educate him, we need only learn scientifically, how to

control his environment in such away as to reshape his behavior. What we

need is a technology of behavior (Skinner, 1972).

Menurut teori ini, pendidikan adalah ilmu dan bukan seni, pendidikan

adalah cabang dari teknologi ilmiah. Dengan pengembangan desain program,

pendidikan menjadi sangat efisien. Efisiensi merupakan salah satu ciri utama

teknologi pendidikan. Dalam pengembangan desain program, mereka juga

melibatkan penggunaan perangkat keras, alat-alat pandangdengar (audio-visual)

dan media elektronika. Pengembangan model-model pengajaran yang bersifat

individual serta menekankan penguasaan kemampuan, seperti computer assisted

instruction (CAI), individually prescribed instruction (IPI), competency based

instruction, dan behavior modification merupakan model-model pengajaran baru,

melengkapi model yang telah ada yaitu pengajaran berprogram, mesin pengajaran,

dan pengajaran modul.

Page 18: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Dalam konsep teknologi pendidikan, isi pendidikan dipilih oleh tim ahli

bidang-bidang khusus. Isi pendidikan berupa data-data objektif dan keterampilan-

keterampilan yang mengarah kepada kemampuan vocational. Isi disusun dalam

bentuk desain program atau desain pengajaran dan disampaikan dengan

menggunakan bantuan media elektronika (kaset audio, video, film, atau komputer)

dan para siswa belajar secara individual. Siswa berusaha untuk menguasai

sejumlah besar bahan dan pola-pola kegiatan secara efisien tanpa refleksi.

Keterampilan-keterampilan barunya segera digunakan dalam masyarakat. Guru

berfungsi sebagai direktur belajar, lebih banyak melakukan tugas-tugas

pengelolaan daripada penyampaian dan pendalaman bahan. Apabila digunakan

media elektronika, ierbehas dari tugas pengembangan segi-segi nonintelektual.

Kurikulum pendidikan teknologi menekankan kompetensi atau

kemampuan- kemampuan praktis. Materi disiplin ilmu dipelajari termasuk dalam

kurikulum, apabila hal itu mendukung penguasaan kemampuan-kemampuan

tersebut. Dalam kurikulum, materi disiplin ilmu tersebut disusun terjalin dalam

kemampuan. Penyusunan kurikulum dilakukan para ahli dan atau guru-guru yang

mempunyai kemampuan mengembangkan kurikulum. Perangkat kurikulum cukup

lengkap mulai dari struktur dan sebaran mata pelajaran sampai dengan rincian

bahan ajar yang dipelajari oleh siswa, yang tersusun dalam satuan-satuan bahan

ajar dalam bentuk satuan pelajaran, paket belajar, modul, paket program audio,

video ataupun komputer. Dalam satuan-satuan bahan ajar tersebut tercakup pula

kegiatan pembelajaran dan bentuk-bentuk serta alat penilaiannya.

4. Pendidikan interaksional

Konsep pendidikan ini bertolak dari pemikiran manusia sebagai makhluk

sosial. Dalam kehidupannya, manusia selalu membutuhkan manusia lain, selalu

hidup bersama, berinteraksi, dan bekerja sama. Karena kehidupan bersama dan

kerja sama ini, mereka dapat hidup, berkembang, dan mampu inemenuhi

kebutuhan hidup dan memecahkan berbagai masalah yang (iihadapi. Dapat

dibayangkan, apa yang akan dihadapi seseorang, bila ia hidup sendiri di sebuah

pulau terpencil. Bila lingkungannya mendukung, mungkin ia dapat bertahan

hidup, tetapi apabila tidak, mungkin tidak liapat hidup atau tidak dapat mencapai

Page 19: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

kemajuan seperti yang dialami oleh I wang-orang yang hidup bersama dengan

orang lain.

Pendidikan sebagai salah satu bentuk kehidupan juga berintikan kerja ama

dan interaksi. Dalam pendidikan klasik dan teknologi interaksi terjadi sepiliak dari

guru kepada siswa, sedangkan dalam pendidikan romantik don progresif terjadi

sebaliknya dari siswa kepada guru. Pendidikan lideraksional menekankan

interaksi dua pihak, dari guru kepada siswa dan lari siswa kepada guru. Lebih

luas, interaksi ini juga terjadi antara siswa dengan bahan ajar dan dengan

lingkungan, antara pemikiran siswa dengan kehidupannya. Interaksi ini terjadi

melalui berbagai bentuk dialog.

Dalam pendidikan interaksional, belajar lebih dari sekadar mempelajari

fakta-fakta. Siswa mengadakan pemahaman eksperimental dari fakta-fakta

tersebut, memberikan interpretasi yang bersifat menyeluruh serta memahaminya

dalam konteks kehidupannya. Setiap siswa, begitu juga guru, mempunyai rentetan

pengalaman dan persepsi sendiri. Dalam proses belajar, persepsi-persepsi yang

berbeda tersebut digunakan untuk menyoroti masalah bersama yang muncul

dalam kehidupannya. Dalam proses seperti itu dialog berlangsung, setiap siswa

dan guru saling mendengarkan, memberikan pendapat, sal ing mengajar dan

belajar. Pemahaman yang muncul dari situasi demikian melebihi jumlah seluruh

sumbangan para peserta. Siswa tidak hanya berperan sebagai siswa, tetapi juga

sebagai guru, dan guru juga pada suatu saat berperan sebagai siswa yang turut

belajar bersama para siswanya.

Interaksi juga terjadi antara siswa dengan bahan ajar. Interaksi ini bukan

hanya pada tingkat apa dan bagaimana, tetapi lebih jauh yaitu pada tingkat

mengapa, tingkat mencari makna baik makna sosial (socially conscious) maupun

makna pribadi (self conscious). Isi atau bahan ajar ini berkenaan dengan

lingkungan sosial-budaya yang mereka hadapi saat ini. Setelah mengetahui makna

dari fakta-fakta dan nilai-nilai sosial budaya, mereka mengadakan evaluasi, kritik

dari sudut kepentingannya bagi kesejahteraan umat manusia.

Siswa sebagai individu selalu berinteraksi dengan lingkungannya, selalu

terjadi hubungan timbal balik antara keduanya. Pandangan-pandangannya

mempengaruhi bentuk dan pola lingkungan, di lain pihak kekuatan dan

Page 20: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

keterbatasan lingkungan mempengaruhi individu siswa. Lingkungan merupakan

bagian dari kehidupan siswa. Interaksi juga terjadi antara pemikiran siswa dengan

kehidupannya. Suatu kebenaran tidak akan diyakininya apabila tidak dicobakan

dan dihayati dalam kehidupannya sehari-hari.

Sekolah berbeda dengan pendidikan, tetapi mempunyai peranan penting

dalam sistem masyarakat. Sekolah merupakan pintu untuk memasuki masyarakat,

menentukan stratifikasi sosial, dan memberikan kesiapan untuk melakukan

berbagai pekerjaan. Sekolah menyiapkan anak dengan berbagai keterampilan

sosial juga keterampilan bekerja. Lebih jauh, sekolah juga berperan dalam

membina sikap positif terhadap dunia kerja, disiplin kerja, dan sebagainya.

Pendidikan berperan dalam mengembangkan identitas pribadi, memperbaiki

modus dari kehidupan.

Proses belajar dalam model interaksional terjadi melalui dialog dengan

orang lain apakah dengan guru, teman, atau yang•lainnya. Belajar adalah kerja

sama dan saling kebergantungan dengan orang lain. Siswa belajar memperhatikan,

menerima, menilai pendapat orang lain, dan belajar menyatakan pendapat dan

sikapnya sendiri. Melalui interaksi tersebut muncul pengetahuan, pendapat, sikap,

dan keterampilan-keterampilan baru. Guru berperan dalam menciptakan situasi

dialog dengan dasar saling mempercayai dan saling membantu. Bahan ajar

diambil dari lingkungan sosial-budaya yang dihadapi para siswa sekarang. Mereka

diajak untuk menghayati nilai-nilai sosial-budaya yang ada di masyarakat,

memberikan penilaian yang kritis, kemudian mereka mengembangkan

persepsinya sendiri terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Kurikulum pendidikan interaksional menekankan baik pada isi maupun

proses pendidikan sekaligus. Isi pendidikan terdiri atas problem- problem nyata

yang aktual yang dihadapi dalam kehidupan di masyarakat. Proses pendidikannya

berbentuk kegiatan-kegiatan belajar kelompok yang mengutamakan kerja sama,

baik antarsiswa, siswa dan guru, maupun antara siswa dan guru dengan sumber-

sumber belajar yang lain. Kegiatan penilaian dilakukan untuk hasil maupun proses

belajar. Guru-guru melakukan kegiatan penilaian sepanjang kegiatan belajar.

Page 21: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

D. Buku Acuan

Schubert, William H. 1986. Curriculum: Perspective, Paradigm and Possibility.

New York: Macmillan Publishing Co.

Dilatarbelakangi oleh minat pribadi yang sangat mendalam terhadap

pendidikan, khsusunya kurikulum, penulis memandang bahwa kurikulum

merupakan bidang yang sangat penting. Kurikulum menentukan jenis dan kualitas

pengetahuan dan pengalaman yang memungkinkan orang atau seseorang

mencapai kehidupan dan penghidupan yang baik. Dilengkapi dengan

pengalamannya yang begitu banyak dalam bidang pendidikan, penulis menyajikan

suatu tulisan yang komprehensif mendasar, dalam arti bertolak dari teori yang

kuat, dengan mengemukakan hal-hal yang bersifat praktis. Buku ini merupakan

buku teks pada bidang kurikulum baik untuk tingkat S1 maupun S2 sebab isinya

menyangkut hal-hal yang sangat prinsip. Secara sistematis dan logis, seluruh isi

buku ini terbagi atas tiga bagian. Bagian pertama menguraikan perspektif

kurikulum, baik dari segi konsep atau teori, sejarah maupun perkembangannya.

Bagian kedua membahas paradigma, yang berisi tujuan, misi, proses, organisasi,

dan ovaluasi, serta pelaksanaan. Bagian ketiga membahas problema-problema

kurikulum, profesionalisasi, dan pengembangan kurikulum.

Beane, James A. et. al., 1986. Curriculum Planning and Development. Boston:

Allyn and Bacon, Inc.

Isi buku ini hampir sama dengan buku-buku lain dalam tema yang sama.

Salah satu kelebihannya terletak pada isinya yang sangat komprehensif. Hampir

semua hal yang berkenaan dengan permasalahan kurikulum tercakup dalam buku

mi. Oleh karena itu, buku ini baik sekali bagi para pengajar kurikulum dan guru-

guru yang melaksanakan kurikulum..Secara sistematik diuraikan masalah apa

dalam kurikulum, pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai apa yang harus

disajikan dalam kurikulum, sampai sejauh mana dan untuk apa hal itu diberikan.

Juga diuraikan masalah mengapa, yaitu.landasan-landasan apa yang mendasari

penyusunan kurikulum. Selanjutnya, bagaimana proses penyampaian kurikulum

serta proses pengelolaan kurikulum, dan diakhiri dengan proses evaluasi

kurikulum.

Page 22: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Johnson, Mauritz. 1977. Intensionality in Education. Albany, New York: Center

for Curriculum Research and Services.

Judul buku ini adalah intensionality in Education, suatu judul yang

bertemakan pendidikan, dan isinya lebih banyak menyangkut kurikulum. Isi buku

ini sangat berharga bagi para pakar pendidikan, pakar kurikulum, para perencana

pengajaran, dan juga guru-guru. Dalam buku ini disajikan suatu model konseptual

kurikulum dan rencana pengajaran, serta evaluasinya. Dipisahkan dengan tegas

oleh penulis antara kurikulum dan pengajaran. Kurikulum berkenaan dengan apa

yang akan diajarkan, sedangkan pengajaran berkenaan dengan bagaimana cara

mengajarkannya. Dengan konsep scperti itu penulis mengemukakan suatu model

kurikulum yang disebutnya sebagai model P-I-E, dan dijelaskan pula bagaimana

pengembangannya. Dalam pengembangan tersebut diuraikan secara rinci

bagaimana merumuskan tujuan, isi, struktur kurikulum, serta sumbersumber

kurikulum. Selanjutnya diuraikan juga rencana pengajaran, evaluasi, serta

pengelolaannya.

Goodlad, John I. (Ed). 1979. Curriculum Inquiry, The Study of Curriculum

Practice. New York: McGraw Hill Book, Co.

Tulisan ini membahas praktik pelaksanaan kurikulum di lapangan dengan

tujuan membantu para teoretisi, peneliti, dan pelaksana kurikulum memperluas

pemahaman mereka tentang pelaksanaan kurikulum di lapangan. Isi buku

didasarkan atas hasil penelitian/pengalaman praktik selama lebih dari 20 tahun di

Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas. Pada

bagian pertama tulisan ini, dikemukakan konsep-konsep kurikulum dan

komponen-komponen pelaksanaan kurikulum dalam masyarakat industri, serta

bidang-bidang kurikulum yang meliputi tiga fenomena; substantive, political-

social, dan technicalprofesional. Pada bagian berikutnya diuraikan penjabaran

konsep-konsep tersebut menurut tingkat perkembangan kurikulum, tingkat

masyarakat, tingkat institusi, serta penjabaran dalam desain instruksional. Pada

bagian akhir dibahas peranan ahli kurikulum dan pengembangan kurikulum dalam

perspektif persilangan budaya-budaya/bangsa-bangsa.

Page 23: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

BAB 2

TEORI KURIKULUM

Dewasa ini berkembang suatu anggapan bahwa pendidikan bukan lagi

merupakan suatu ilmu, melainkan suatu teknologi. Hal ini disebabkan oleh upaya

pengembangan dan penyempurnaan pendidikan, khususnya kurikulum, lebih

banyak datang dari pengalaman praktik di sekolah, dibandingkan dengan dari

penerapan teori-teori yang sudah mapan. Perubahan atau penambahan isi

kurikulum sering diadakan karena adanya kebutuhan-kebutuhan praktis. Karena

selalu menekankan pada hal-hal praktis itulah, masa berlaku suatu kurikulum

tidak bisa lama. Pada bab ini akan diuraikan apa, mengapa, dan bagaimana teori,

khususnya pentingnya ilasar-dasar teoretis dalam pengembangan suatu kurikulum.

A. Apakah Teori Itu?

Mengenai apakah teori itu, telah ada beberapa kesepakatan di antara para

ahli, tetapi juga ada beberapa perbedaan pendapat. Kesepakatan yang telah

diterima secara umum, bahwa teori merupakan suatu set atau sistem pernyataan (a

set of statement) yang menjelaskan serangkaian hal. Ketidaksepakatannya terletak

pada karakteiistik pernyataan tersebut.

Di antara sekian banyak pendapat yang berbeda, ada tiga kelompok

karakteristik utama sistem pernyataan suatu teori. Pertama, pernyataan dalam

suatu teori bersifat memadukan (unifying statement). Kedua, pernyataan tersebut

berisi kaidah-kaidah umum (universal preposition). Ketiga, pernyataan bersifat

meramalkan (predictive statement). Karakteristik memadukan (unifying

statement) banyak disetujui oleh para perumus teori, seperti yang dikemukakan

Kaplan (1964, him. 295).

A theory is a way of making sense of a disturbing situation, so as to allow us most

effectivelly to bring to bear our reverfoice of habits, and even more impor- tant, to

modify habits or discard them together, reflacing new ones as the situa- tion

demands. And the reconstructed logic, accordingly, theory will appear as the

device for interpreting, criticizing, and unifying established laws, modify- ing

Page 24: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

them to fit data unanticipated in their formation, and guiding the enter- prise of

discovering new and more powerful generalizations.

Hall dan Lindsay (1970, him. 11) menekankan hal yang sama yaitu sifat

unifying, seperti mereka nyatakan bahwa "... a theory is set of conventions that

should contain a cluster of relevant assumption systematically related to each

other and a set of empirical definitions".

Pendapat yang hampir sama juga dikemukakan oleh Snow (1973, hlm.78).

In its simplest form, a theory is a symbolic instruction designed to bring gener-

alizable fact (or laws) into systematic connection. It consist of a) a set of units

(facts, concepts, variables), and b) a system of relationships among the units.

Karakteristik lain berupa kaidah-kaidah yang bersifat universal, kita temukan

dalam definisi teori Rose (1953, him. 52).

A theory may be defined as an integrated body of definitions, assumptions and

general prepositions covering a given subject matter from which a comprehensive

and consistent set of specific and testable hypotheses can be deducted logically.

Menurut Rose, karakteristik pernyataan (set of statement) tersebut meliputi

definisi, asumsi, dan kaidah-kaidah umum. Dalam rumusan yang lebih kompleks,

teori ini juga menyangkut hukum-hukum, hipotesis, dan deduksi-deduksi logis-

matematis. Definisi teori Abel umpamanya menunjukkan hal seperti itu.

A general theory is built upon the facts discovered by means of the use of theo-

rems and other conceptual models from empirical data and which have been ex-

pressed in the form of laws, correlations, or other type of generalizations. It in-

volves synthesis and is directed to the formulation of propositions about uni-

versals.

Karakteristik ketiga yang dipandang sebagai ciri utama suatu teori adalah

sifat prediktif (meramalkan). Teori harus mampu menjangkau ke depan, bukan

hanya menggambarkan apa adanya tetapi mampu meramalkan apa yang terjadi

atas suatu hal. Rumusan demikian dapat dilihat dalam definisi teori Travers (1960,

hlm. 10): "... a theory consists of generalizations intended to explain phenomena

and that the generalizations must be predictive".

Page 25: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Suatu rumusan yang lebih menyeluruh, yang mengandung tiga

karakteristik utama suatu teori (unifying, universal prepositions, dan predictive)

kita temukan dalam definisi Kerlinger (1973, hlm. 9).

A theory is a set of interelated constructs (concepts), definitions, and prepositions

that present a systematic view of phenomena by specifying relations among

variables, with the purpose of explaining and predicting phenomena".

Dengan bermacam-macam rumusan teori itu diharapkan sampai pada suatu

kesimpulan, walaupun bersifat tentatif bahwa suatu teori lahir dari suatu proses,

yang berbeda dengan yang lainnya. Suatu teori hanya menjelaskan hal yang

terbatas, teori lain menjelaskan hal yang lebih luas.

Teori menjelaskan suatu kejadian. Kejadian ini bisa sangat luas atau sangat

sempit. Suatu kejadian yang dijelaskan oleh suatu teori menunjukkan suatu set

yang universal. Set universal ini terbentuk oleh tiga bagian. Bagian pertama,

kejadian yang diketahui, yang dinyatakan sebagai fakta, hukum, atau prinsip.

Bagian kedua yang dinyatakan sebagai asumsi, proposisi, dan postulat. Bagman

ketiga adalah bagian dari set universal atau bagian dari keseluruhan yang belum

diketahui. Visualisasi hubungan antara bagian-bagian tersebut dapat dilihat pada

bagan berikut.

BAGAN 2.1 Suatu set kejadian yang terkandung dalam suatu teori

Page 26: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Tugas seorang teoretisi adalah merumuskan istilah-istilah dan pernyataan

yang akan menjelaskan isi bagian-bagian dan hubungan di antara bagian-bagian

tersebut. Hal yang sangat penting dalam pekerjaan seorang ilmuwan adalah

penggunaan istilah-istilah. Ia dituntut untuk menggunakan istilah dengan makna

yang tepat dan konsisten. Gordon dan teman-temannya (1967) membagi istilah-

istilah yang digunakan dalam suatu teori atas tiga kelas: primitive terms, key

terms, and theoretical terms. Primitive terms tak dapat didefinisikan secara

operasional. Contohnya, konsep titik (point) dalam geometri. Key terms adalah

istilah-istilah yang dapat didefinisikan secara operasional seperti pemecahan

masalah. Theo- retical terms dapat didefinisikan secara operasional, tetapi dalam

hubungannya dengan key terms.

Beauchamp (1975, hlm. 15) membedakan adanya tiga kelompok istilah,

yaitu "general language terms, basic concepts, dan theoretical contructs". General

language terms merupakan istilah-istilah yang digunakan dalam ilmu pengetahuan

atau bahasa secara umum. Istilah-istilah tersebut tidak perlu didefinisikan secara

operasional karena telah dikenal secara umum. The basic concept merupakan

istilah-istilah yang sangat dasar dan penting dalam menjelaskan suatu set kejadian,

oleh karenanya perlu didefinisikan secara operasional. Sebagai contoh, istilah

molekul dalam kimia, istilah kurikulum dalam pendidikan. Yang ketiga adalah

theoretical constructs, yang merupakan istilah yang punya makna khusus dalam

set kejadian yang akan dijelaskan suatu teori, tetapi tidak dapat diketahui melalui

pengamatan langsung. Contoh istilah minat, kebutuhan dalam pengajaran.

Hal lain yang juga sangat penting dalam pekerjaan ilmuwan adalah

pernyataan. Suatu teori terdiri atas serangkaian pernyataan, di dalam pernyataan

tersebut ada istilah-istilah. Seperti halnya istilah, pernyataan pun ada

pengkategoriannya. Pernyataan dapat menunjuk kepada faktafakta, definisi,

proposisi, hipotesis, generalisasi, dalil, postulat, teorem, asumsi, dan hukum.

Sering terdapat tumpang tindih atau pertukaran pengertian dari istilah-istilah

tersebut, juga penggunaannya sering amat terbatas hanya dalam teori atau konsep

tertentu.

Secara hukum istilah-istilah tersebut sering diartikan sebagai berikut.

Fakta adalah suatu fenomena yang diketahui melalui pengamatan. Definisi

Page 27: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

merupakan perumusan arti dalam bentuk pernyataan formal. Proposisi merupakan

suatu pernyataan formal yang memperkuat atau menolak keberadaan sesuatu hal

tentang suatu subjek. Hipotesis, generalisasi, aksioma, postulat, teorem, dan

hukum-hukum merupakan bentuk-bentuk khusus proposisi. Hipotesis terbentuk

oleh satu proposisi atau lebih untuk menjelaskan suatu set kejadian. Generalisasi

adalah suatu proposisi yang memperkuat atau menegaskan kedudukan suatu

anggota atau beberapa anggota kolas, hal itu disimpulkan dari hasil pengamatan

atas sejumlah hubungan peristiwa. Aksioma atau postulat adalah suatu proposisi

yang diterima sebagai suatu kebenaran. Teorem adalah suatu proposisi yang

berasal dari pemikiran atau diturunkan dari aksioma. Hukum adalah suatu

proposisi yang sudah bersifat tetap, yang memberikan kondisi yang tidak berubah.

1. Apakah fungsi teori?

Minimal ada tiga fungsi teori yang sudah disepakati para ilmuwan yaitu;

(1) mendeskripsikan, (2) menjelaskan, dan (3) memprediksi. Untuk tiga fungsi

tersebut, Brodbeck (1963, hlm. 70) menambahkan fungsi lain. "A theory nol only

explains and predict, it also unifies phenomena". Khusus dalam penelitian Gawin

(1963) mengemukakan fungsi teori sebagai: ... the theory help teioire,/ searcher to

analyze data to make shorthand summarization or synopsis of data an

relations, and to suggest new thing to try out.

Dalam usaha mendeskripsikan, menjelaskan, dan membuat prediksi, para

ahli terus mencari dan menemukan hukum-hukum baru dan hubungan-hubungan

baru di antara hukum-hukum tersebut. Melalui proses demikian mungkin terjadi

di dalam suatu "set kejadian", semua hukum dan interealasinya dapat dinyatakan

dan teori itu telah berkembang menjadi hukum yang lebih tinggi. Para ahli teori

mencari hubungan baru dangan menggabungkan beberapa "set kejadian" menjadi

suatu "set kejadian yang baru yang lebih universal". Hal itu mendorong pencarian

dan pengkajian selanjutnya, untuk menemukan hukum-hukum baru dan hubungan

baru dalam suatu teori baru. Fungsi yang lebih besar dari suatu leori adalah

melahirkan teori baru.

Mouly (1970, hlm. 70-71) mengemukakan ciri-ciri suatu teori yang baik,

yaitu:

Page 28: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

1. A theoretical system must permit deduction which be tested empirically,

2. A theory must be compatible both with observation and with previously

validated theories,

3. Theories must be stated in simple terms, that theory is best which explains

the most in the simplest form,

4. Scientific theories must be based on empirical facts and relationships.

Bagaimana proses pembentukan suatu teori atau bagaimana proses herteori

berlangsung, melalui beberapa langkah.

Pertama, pendefinisian istilah merupakan hal yang sangat penting berteori,

terutama berkenaan dengan kejelasan atau ketepatan penggunaan istilah yang

telah didefinisikan.

Kedua, klasifikasi yaitu pengelompokan informasi-informasi yang revan

dengan kategori-kategori yang sejenis. Klasifikasi juga merupakan

wugelompokan fakta dan generalisasi ke dalam kelompok-kelompok yang

.mogen, tetapi tidak menjelaskan interelasi antarkelompok atau interaksi

fakta dengan generalisasi dalam suatu kelompok.

Ketiga, mengadakan induksi dan deduksi. Induksi dan deduksi merupakan

dua proses penting di dalam mengembangkan pernyataan- pernyataan teoretis

setelah pendefinisian dan pengklasifikasian. Induksi merupakan proses penarikan

kesimpulan yang lebih bersifat umum dari fakta-fakta atau hal-hal yang bersifat

khusus. Deduksi merupakan penurunan kaidah-kaidah khusus dari kaidah yang

lebih umum.

Keempat adalah informasi, prediksi, dan penelitian. Pembentukkan suatu

teori yang kompleks mungkin berpangkal dari inferensi-inferensi yaitu

penyimpulan dari apa yang diamati. Inferensi ini mungkin ditarik melalui

perumusan asumsi, hipotesis, dan generalisasi dari hasil-hasil observasi. Sesuai

dengan fungsi dari teori yaitu memberikan prediksi, teori juga berkembang

melalui prediksi dan juga penelitian. Ada prediksi yang dibuktikan dengan suatu

penelitian, tetapi ada juga prediksi yang tetap sebagai prediksi.

Kelima pembentukan model-model. Karena yang dicakup dengan teori

sering menyangkut hal-hal yang sifatnya abstrak dan kompleks, maka untuk

Page 29: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

memberikan gambaran yang lebih konkret dan sederhana dibuat model-model.

Model ini menggambarkan kejadian-kejadian serta interaksi antara kejadian.

Keenam, pembentukan subteori. Suatu teori yang telah mapan dan

komprehensif mendorong untuk terbentuknya sub-subteori. Subteori ini

cenderung memperluas lingkup dari suatu teori dan juga memberikan

penyempurnaan.

B. Teori Pendidikan

Pendidikan merupakan suatu ilmu terapan (applied science), yaitu terapan

dari ilmu atau disiplin lain terutama filsafat, psikologi, sosiologi, dan humanitas.

Sebagai ilmu terapan, perkembangan teori pendidikan berasal dari pemikiran-

pemikiran filosofis-teoretis, penelitian empiris dalam praktik pendidikan. Dengan

latar belakang seperti itu, beberapa ahli menyatakan bahwa ilmu pendidikan

merupakan ilmu yang "belum jelas". Hal itu diperkuat oleh kenyataan bahwa

cukup sulit untuk dapat merumuskan teori pendidikan. Teori-teori pendidikan

yang ada lebih menggambarkan pandangan filosofis, seperti teori pendidikan

Langeveld, Kohnstam, dan sebagainya, atau lebih menekankan pada pengajaran

seperti teori Gagne, Skinner, dan sebagainya.

Boyles (1959) menyatakan bahwa teori pendidikan di Amerika Serikat

berada dalam a state of suspended animation, penggambarannya masih

tertangguhkan. Masih memerlukan waktu yang cukup lama untuk menampilkan

dengan jelas teori pendidikan ini. Menurut Beauchamp (1975, hlm. 34), teori

pendidikan akan atau dapat berkembang, tetapi perkembangannya pertama-tama

dimulai pada sub-subteorinya. Yang menjadi subteori dari teori pendidikan adalah

teori-teori dalam kurikulum, pengajaran, evaluasi, bimbingan-konseling, dan

administrasi pendidikan.

Susunan hierarki teori pendidikan dengan subteori dan teori yang

memayunginya dapat dilihat pada Bagan 2.2.

Telah diuraikan sebelumnya bahwa ada dua kecenderungan perkembangan ilmu

pendidikan. Pertama, perkembangan yang bermilai teoretis yang merupakan

pengkajian masalah-masalah pendidikan dari sudut

Page 30: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

BAGAN 2.2 Susunan hierarki teori pendidikan dan kurikulum

pandang ilmu lain, seperti filsafat, psikologi, dan lain-lain. Kedua, perkembangan

ilmu pendidikan dari praktik pendidikan. Keduanya dapat ding membantu,

melengkapi, dan memperkaya. Dalam kenyataan, tidak selalu terjadi hal yang

demikian. Hanya sedikit hasil-hasil pengkajian leoretis yang diterapkan para

pelaksana pendidikan. Sebagai contoh, teori IT Rousseau yang menekankan

pendidikan alam dengan peranan anak sebagai subjek yang penuh potensi, hampir

tidak ada yang melaksanakanIlya secara penuh, kecuali beberapa prinsip

utamanya, itu pun dengan keberapa modifikasi. Sebaliknya para pendidik di

lapangan melaksanakan praktik pendidikan yang lebih didasarkan atas kebutuhan-

kebutuhan prakt is, sekalipun tidak banyak dilandasi oleh teori-teori yang kuat.

Seharusnya tidak terjadi hal yang demikian, sebab seharusnya praktik

dilandasi oleh teori, tidak ada praktik yang baik tanpa teori yang mapan. Anima

teori dengan praktik memang terdapat perbedaan, tetapi keduanya ingat berkaitan

erat. Mengenai perbedaan antara teori dengan praktik, beauchamp menjelaskan:

Theory by its nature is impractical. The world of practicality is built around

clusters of specific events. The world of theory derives from generalization law a

axiomes and theorems explaining specific events and the relationships among

them (Beauchamp, 1975, him. 35).

Page 31: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Walaupun terdapat perbedaan, keduanya tidak dapat dipisahkan. Teori

menjadi pedoman bagi praktik dan praktik memberi umpan balik bagi

pengembangan teori. Sebagai ilmu dari segala ilmu, filsafat mempunyai hubungan

yang erat dengan ilmu pendidikan dan teori pendidikan. Ada dua kategori teori

yaitu teori deskriptif dan preskriptif. Teori deskriptif terdiri atas serangkaian

proposisi yang berinterelasi secara logis. Dari proposisi-proposisi tersebut

diturunkan secara deduktif informasi- informasi baru, juga dari proposisi-

proposisi tersebut hubungan antara beberapa hal dirumuskan. Teori deskriptif

terdiri atas serangkaian rencana kegiatan atau proposisi mengenai sesuatu

kerangka masalah. Pengembangan teori deskriptif berhubungan dengan

pendekatan ilmiah (scientific approach), sedangkan pengembangan teori

preskriptif berhubungan dengan pendekatan atau teknik-teknik filosofis

(techniques of philosophy).

Filsafat mempunyai hubungan yang sangat erat dengan teori pendidikan.

Kebanyakan teori pendidikan yang ada, kalau tidak berlandaskan psikologi maka

bersumber pada filsafat. Filsafat khususnya filsafat pendidikan memberikan

pedoman bagi perumusan aspek-aspek pendidikan. Mendidik atau pendidikan

berkenaan dengan perbuatanperbuatan yang tidak lepas dari nilai, atau dengan

kata lain perbuatan mendidik selalu menyangkut nilai. Teori pendidikan selalu

menyangkut tentang teori nilai, etika, yang keduanya merupakan bahasan dari

bidang filsafat. Antara keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan. John Dewey

seorang ahli filsafat pendidikan progresif, umpamanya menyatakan bahwa filsafat

merupakan teori umum dari pendidikan.

Beberapa aliran filsafat pendidikan menggambarkan kedudukannya, juga

sebagai teori pendidikan, seperti dalam filsafat pendidikan realisme dari Borudy,

idealisme dari Butler, pragmatisme dari Mc. Murray. Pratte menegaskan

hubungan antara filsafat dengan teori pendidikan di dalam uraiannya tentang teori

pendidikan modern yaitu pendidikan progresif (eksperimentalisme), esensialisme,

perenialisme, rekonstruksionalisme, dan eksistensialisme. Dalam semua aliran

filsafat ini, dikemukakan pandangan filosofisnya tentang peranan sekolah

(pendidikan), ten tang hakikat pengetahuan, tentang manusia, tentang nilai, dan

sumber-sumber nilai.

Page 32: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Hugh C. Black dalam bukunya A Four fold Classification of Educational

Theories (1966) mengemukakan empat teori pendidikan, yaitu teori tradisional,

teori progresif, teori hasil belajar, dan teori proses belajar. Teori tradisional

menekankan fungsi pendidikan sebagai pemelihara dan penerus warisan budaya,

teori progresif memandang pendidikan sebagai penggali potensi anak-anak, dalam

teori ini anak menempati kedudukan sentral dalam pendidikan. Teori hasil belajar

sesuai dengan namanya mengutamakan hasil, sedangkan teori proses belajar

mengutamakan proses belajar.

Teori pendidikan bukan saja berkembang melalui pemikiran p.mikiran

filosofis atau teori preskriptif, juga dikembangkan melalui ponglojfisn

pengkajian ilmiah (teori deskriptif). Harry S. Broudy menyatakan perlunya suatu

teori pendidikan yang utuh yang membentuk satu kesatuan. Teori pendidikan

yang demikian sangat diperlukan mengingat hal-hal sebagai berikut.

a. The present and projected kinds of knowledge and personality traits re-

quired for citizenship, vocation, and self development.

b. A unified theory must be judicious about the latest development in learn-

ing theory and teaching technology.

c. A unified theory has to provide for general and special education, for dif-

ferences in ability and bent (Broudy, 1960, hlm. 24).

Brouner mengidentifikasi enam teori pendidikan yang berkembang di

merika Serikat pada tahun 1960-an. Keenam teori tersebut dapat dilihat pada

Bagan 2.3.

Dalam simposium di Universitas John Hopkins tahun 1961, dibahas

hvherapa makalah yang menguraikan apakah pendidikan merupakan

BAGAN 2.3 Enam teori pendidikan (menurut Brouner)

Page 33: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

suatu disiplin ilmu atau bukan? Beberapa makalah mengakui pendidikan sebagai

disiplin ilmu, makalah lainnya menyangkalnya. Mereka yang menyangkal,

memandang pendidikan merupakan aplikasi dari berbagai disiplin. Pendidikan

hanyalah suatu profesi, yang ditandai sejumlah pelayanan yang diberikannya.

March Beth dalam buku Education as a Discipline (1965) menegaskan

bahwa pendidikan adalah suatu disiplin. la menolak pandangan bahwa pendidikan

hanyalah aplikasi dari disiplin-disiplin lain. Pendidikan adalah suatu bidang studi

(suatu disiplin) dalam bidangnya. Studi tentang pendidikan merupakan suatu

kajian tentang bagaimana cara atau model-model inkuiri disusun, digunakan,

dikembangkan, dan disusun kembali. Lebih jauh berisi kajian tentang model-

model yang cocok pada suatu tempat, saat, serta syarat-syarat yang diperlukan

bagi pelaksanaan model tersebut..

Menurut Beth, studi tentang pendidikan mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. Sejarah tentang teori dan model-model pendidikan

2. Prinsip-prinsip dan prosedur analisis dari model-model pendidikan.

3. Studi tentang fungsi dari model-model yang ada, sebagai bahan dan alat

untuk mempelajari dan mengembangkannya.

4. Studi lebih mendalam tentang variasi model, bagaimana penerapannya

dalam berbagai tingkat sekolah dan berbagai jenis mata pelajaran.

Page 34: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

5. Pelaksanaan model sesuai dengan kondisi waktu, kemampuan para

pelaksana, serta fasilitas yang ada.

Terlepas dari apakah pendidikan merupakan suatu disiplin ilmu atau

bukan, pendidikan tetap merupakan suatu bidang studi. Dalam bidang studi

tersebut, teori-teori pendidikan dikembangkan. Beauchamp (175, hlm. 43)

menyatakan bahwa Irrespective of label, evidence mounts that education is

sufficiently mature to become an organized field of study.

Pengembangan teori pendidikan menjadi semakin besar dan pesat dengan

berkembangnya sub-subteori pendidikan, yaitu bimbingan clan konseling,

kurikulum, penyuluhan, pengajaran, evaluasi, dan administrasi pendidikan.

C. Teori Kurikulum

Telah diuraikan sebelumnya bahwa teori merupakan suatu perangkat

pernyataan yang bertalian satu sama lain, yang disusun sedemikian rupa sehingga

memberikan makna yang fungsional terhadap serangkaian kejadian. Perangkat

pernyataan tersebut dirumuskan dalam bentuk definisi deskriptif atau fungsional,

suatu konstruksi fungsional, asumsi-asunro hipotesis, generalisasi, hukum, atau

teorem-teorem. Isi rumusan-rumusan tersebut ditentukan oleh lingkup dari

rentetan kejadian yang dicakup, jumlah pengetahuan empiris yang ada, dan

tingkat keluasan_ dan kedalaman teori dan penelitian di sekitar kejadian-kejadian

tersebut.

Kalau konsep-konsep itu diterapkan dalam kurikulum, maka dapatlah

dirumuskan tentang teori kurikulum, yaitu sebagai suatu perangkat pernyataan

yang rnemberikan makna terhadap kurikulum sekolah, makna tersebut Irryndi

karena adanya penegasan hubungan antara unsur-unsur kurikulum, karena allanya

petunjuk perkembangan, penggunaan dan evaluasi kurikulum. Bahan kajian dari

teori kurikulum adalah hal-hal yang berkaitan dengan renentuan keputusan,

penggunaan, perencanaan, pengembangan, evaluasi kurikulum, dan lain-lain.

Page 35: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

1. Konsep kurikulum

Konsep terpenting yang perlu mendapatkan penjelasan dalam teori

kurikulum adalah konsep kurikulum. Ada tiga konsep tentang kurikulum,

kurikulum sebagai substansi, sebagai sistem, dan sebagai bidang studi.

Konsep pertama, kurikulum sebagai suatu substansi, suatu kurikulum,

dipandang orang sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi murid-murid di

sekolah, atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum

juga dapat menunjuk kepada suatu dokumen yang berisi rumusan tentang tujuan,

bahan ajar, kegiatan belajar-mengajar, jadwal, dan evaluasi. Suatu kurikulum juga

dapat digambarkan sebagai dokumen tertulis sebagai hasil persetujuan bersama

antara para penyusun kurikulum dan pemegang kebijaksanaan pendidikan dengan

masyarakat. Suatu kurikulum juga dapat mencakup lingkup tertentu, suatu

sekolah, suatu kabupaten, propinsi, ataupun seluruh negara.

Konsep kedua, adalah kurikulum sebagai suatu sistem, yaitu sistem

kurikulum. Sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem persekolahan, sistem

pendidikan, bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem kurikulum mencakup

struktur personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara me- nyusun suatu

kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyem- purnakannya. Hasil dari

suatu sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum, dan fungsi dari

sistem kurikulum adalah bagaimana memelihara kurikulum agar tetap dinamis.

Konsep ketiga, kurikulum sebagai suatu bidang studi yaitu bidang studi

kurikulum. Ini merupakan bidang kajian para ahli kurikulum dan ahli pendidikan

dan pengajaran. Tujuan kurikulum sebagai bidang studi adalah mengembangkan

ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum. Mereka yang mendalami bidang

kurikulum mempelajari konsep-konsep dasar tentang kurikulum. Melalui studi

kepustakaan dan berbagai kegiatan penelitian dan percobaan, mereka menemukan

hal-hal baru yang dapat memperkaya dan memperkuat bidang studi kurikulum.

Seperti halnya para ahli ilmu sosial lainnya, para ahli teori kurikulum juga

dituntut untuk: (1) mengembangkan definisi-definisi deskriptif dan preskriptif dari

istilah-istilah teknis, (2) mengadakan klasifikasi tentang pengetahuan yang telah

ada dalam pengetahuan-pengetahuan baru, (3) melakukan penelitian inferensial

dan prediktif, (4) mengembangkan subsubteori kurikulum, mengembangkan dan

Page 36: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

melaksanakan model-model kurikulum. Keempat tuntutan tersebut menjadi

kewajiban seorang ahli teori kurikulum. Melalui pencapaian keempat hal tersebut

baik sebagai subtansi, sebagai sistem, maupun bidang studi kurikulum dapat

bertahan dan dikembangkan.

2. Perkernbangan teori kurikulum

Perkembangan teori kurikulum tidak dapat dilepaskan dari sejarah

perkembangannya. Perkembangan kurikulum telah dimulai pada tahun 1890

dengan tulisan Charles dan McMurry, tetapi secara definitif berawal pada hasil

karya Franklin Babbit tahun 1918. Bobbit sering dipandang sebagai ahli

kurikulum yang pertama, ia perintis pengembangan praktik kurikulum. Bobbit

adalah orang pertama yang mengadakan analisis kecakapan atau pekerjaan

sebagai cara penentuan keputusan dalam penyusunan kurikulum. Dia jugalah yang

menggunakan pendekatan ilmiah dalam mengidentifikasi kecakapan pekerjaan

dan kehidupan orang dewasa sebagai dasar pengembangan kurikulum.

Menurut Bobbit, inti teori kurikulum itu sederhana, yaitu kehidupan

manusia. Kehidupan manusia meskipun berbeda-beda pada dasarnya sama,

terbentuk oleh sejumah kecakapan pekerjaan. Pendidikan berupaya

mempersiapkan kecakapan-kecakapan tersebut dengan teliti dan sempurna.

Kecakapan-kecakapan yang harus dikuasai untuk dapat terjun dalam kehidupan

sangat bermacam-macam, bergantung pada tingkatannya maupun jenis

lingkungan. Setiap tingkatan dan lingkungan kehidupan menuntut penguasaan

pengetahuan, keterampilan, sikap, kebiasaan, apresiasi tertentu. Hal-hal itu

merupakan tujuan kurikulum. Untuk mencapai hal-hal itu ada serentetan

pengalaman yang harus dikuasai anak. Seluruh tujuan beserta pengalaman-

pengalaman tersebut itulah yang menjadi bahan kajian teori kurikulum.

Werrett W. Charlters (1923) setuju dengan konsep Bobbit tentang analisis

kecakapan/pekerjaan sebagai dasar penyusunan kurikulum. Char ters lebih

menekankan pada pendidikan vokasional.

Ada dua hal yang sama dari teori kurikulum, teori Bobbit dan Charters.

Pertama, keduanya setuju atas penggunaan teknik ilmiah dalam memecahkan

masalah-masalah kurikulum. Dalam hal ini mereka dipengaruhi oleh gerakan

Page 37: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

ilmiah dalam pendidikan yang dipelopori oleh El. Thorndike, Charles Judd, dan

lain-lain. Kedua, keduanya bertolak pada asumsi bahwa sekolah berfungsi

mempersiapkan anak bagi kehidupan sebagai drang dewasa. Untuk mencapai hal

tersebut, perlu analisis tentang tugas-tugas dan tuntutan dalam kurikulum disusun

keterampilan, pengetatitian, sikap, nilai, dan lain-lain yang diperlukan untuk dapat

berpartisipasi dalam kehidupan orang dewasa. Bertolak pada hal-hal tersebut

mereka itionyusun kurikulum secara lengkap dalam bentuk yang sistematis.

Mulai tahun 1920, karena pengaruh pendidikan progresif, berkembang

gerakan pendidikan yang berpusat pada anak (child centered). Teori kurikulum

berubah dari yang menekankan pada organisasi isi yang diarahkan pada

kehidupan sebagai orang dewasa (Bobbit dan Charters) kepada kl•hidupan

psikologis anak pada saat ini. Anak menjadi pusat perhatian

Isi kurikulum harus didasarkan atas minat dan kebutuhan alswa.

Pendidikan menekankan kepada aktivitas siswa, siswa belajar nu lalui

pengalaman. Penyusunan kurikulum harus melibatkan siswa.

Perkembangan teori kurikulum selanjutnya dibawakan oleh Hollis I swell.

Dalam peranannya sebagai ketua divisi pengembang kurikulum beberapa negara

bagian di Amerika Serikat (Tennessee, Alabama, Ida, Virginia), ia

mengembangkan konsep kurikulum yang berpusat pada masyarakat atau

pekerjaan (society centered) maka Caswell mengembangkan kurikulum yang

bersifat interaktif. Dalam pengembangan kurikulumnya, Caswell menekankan

pada partisipasi guru-guru, Ism dalam menentukan kurikulum, menentukan

struktur dari penyusunan kurikulum, dalam merumuskan pengertian dalam

merumuskan tujuan, memilih isi, menentukan kegiatan belajar, kurikulum,

menilai hasil, dan sebagainya.

Pada tahun 1947 di Univeristas Chicago berlangsung diskusi besar ri lama

tentang teori kurikulum. Sebagai hasil diskusi tersebut 4.11111muskan tiga tugas

utama teori kurikulum: (1) mengidentifikasi Nin~..rIah masalah penting yang

muncul dalam pengembangan kurikulum tirui konsep-konsep yang mendasarinya,

(2) menentukan hubungan antara Malin tersebut dengan struktur yang

mendukungnya, (3) Monoirt atau meramalkan pendekatan-pendekatan pada masa

yang akan dittoing untuk memecahkan masalah tersebut.

Page 38: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Ralph W. Tylor (1949) mengemukakan empat pertanyaan pokok yang menjadi

inti kajian kurikulum:

1. Tujuan pendidikan yang manakah yang ingin dicapai oleh sekolah?

2. Pengalaman pendidikan yang bagaimanakah yang harus disediakan untuk

mencapai tujuan tersebut?

3. Bagaimana mengorganisasikan pengalaman pendidikan tersebut secara

efektif?

4. Bagaimana kita menentukan bahwa tujuan tersebut telah tercapai?

Empat pertanyaan pokok tentang kurikulum dari Tylor ini banyak dipakai

oleh para pengembangan kurikulum berikutnya. Dalam konferensi nasional

perhimpunan pengembang dan pengawas kurikulum tahun 1963 dibahas dua

makalah penting dari George A. Beauchamp dan Othanel Smith. Beauchamp

menganalisis pendekatan ilmiah tentang tugas-tugas pengembangan teori dalam

kurikulum. Menurut Beauchamp, teori kurikulum secara konseptual berhubungan

erat dengan pengembangan teori dalam ilmu-ilmu lain. Hal-hal yang penting

dalam pengembangan teori kurikulum adalah penggunaan istilah-istilah teknis

yang tepat dan konsisten, analisis dan klasifikasi pengetahuan, penggunaan

penelitianpenelitian prediktif untuk menambah konsep, generalisasi atau kaidah-

kaidah, sebagai prinsip-prinsip yang menjadi pegangan dalam menjelaskan

fenomena kurikulum.

Dalam makalah kedua, Othanel Smith menguraikan peranan filsafat dalam

pengembangan teori kurikulum yang bersifat ilmiah. Menurut Smith, ada tiga

sumbangan utama filsafat terhadap teori kurikulum, yaitu dalam (1) merumuskan

dan mempertimbangkan tujuan pendidikan, (2) memilih dan menyusun bahan, dan

(3) perumusan bahasa khusus kurikulum.

James B. MacDonald (1964) melihat teori kurikulum dari model sistem.

Ada empat sistem dalam persekolahan yaitu kurikulum, pengajaran (instruction),

mengajar (teaching), dan belajar. Interaksi dari empat sistem ini dapat

digambarkan dengan suatu diagram Venn. Melihat kurikulum sebagai suatu

sistem dalam sistem yang lebih besar yaitu persekolahan dapat memperjelas

pemikiran tentang konsep kurikulum. Penggunaan model sistem juga dapat

Page 39: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

membantu para ahli teori kurikulum rnenentukan jenis dan lingkup

konseptualisasi yang diperlukan dalam teori kurikulum.

Broudy, Smith, dan Burnett (1964) menjelaskan masalah persekolahan

dalam suatu skema yang menggambarkan komponen-komponen dari keseluruhan

proses mempengaruhi anak. Skema persekolahan dari Broudy dan kawan-

kawannya dapat dilihat pada Bagan 2.4.

Beauchamp merangkumkan perkembangan teori kurikulum antara tahun

1960 sampai dengan 1965. Ia mengidentifikasi adanya enam komponen

kurikulum sebagai bidang studi, yaitu: landasan kurikulum, isi kurikulum, desain

kurikulum, rekayasa kurikulum, evaluasi dan penelitian, dan pengembangan teori.

Thomas L. Faix (1966) menggunakan analisis struktural-fungsional yang

berasal dari biologi, sosiologi, dan antropologi untuk menjelaskan konsep

kurikulum. Fungsi kurikulum dilukiskan sebagai proses bagaimana memelihara

dan mengembangkan strukturnya. Ada sejumlah pertanyaan yang diajukan dalam

analisis struktural-fungsional ini. Topik dan subtopik dari pertanyaan ini

menunjukkan fenomena-fenomena kurikulum Pertanyaan-pertanyaan itu

menyangkut: (1) pertanyaan umum tentang fenomena kurikulum, (2) sistem

kurikulum, (3) unit analisk (Ian unsur unsurnya, (4) struktur sistem kurikulum, (5)

Fungsi sistem kurikulum, (6) proses kurikulum (7) prosedur analisis structural

fungsional.

BAGAN 2.4 Skema persekolahan dari Broudy, Smith, dan Bunett.

CURRICULUM

Content Categories of instruction Modes of Teaching

Facts Symbolic studies Situational

Concept Basic Sciences Modes

Desriptive Developmental studies Operational

Principles Testhetics studies Modes

Students

Learnings:

Cognitive maps

Evaluational maps

Page 40: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Attitudes and

values systems

Associative meanings

and images

Intellectual Operations

Excecutive Operations

Assessment system:

Examinations

Tests: Essay-Objective

Teacher Judgements

Self evaluation

Self inventory"

Alizabeth S. Maccia (1965) dari hasil analisisnya menyimpulkan adanya

empat teori kurikulum, yaitu: (1) teori kurikulum (curriculum theory), (2) teori

kurikulum-formal (formal-curriculum theory), (3) teori kurikulum valuasional

(valuational curriculum theory), dan (4) teori kurikulum praksiologi (praxiological

curriculum theory).

Teori kurikulum (curriculum Theory atau event theory) merupakan teori

yang menguraikan pemilihan dan pemisahan kejadian/peristiwa kurikulum atau

yang berhubungan dengan kurikulum dan yang bukan. Menurut Maccia,

kurikulum merupakan bagian dari pengajaran, teori kurikulum merupakan

subteori pengajaran. Teori kurikulum formal memusatkan perhatiannya pada

struktur isi kurikulum. Teori kurikulum yaluasional mengkaji masalah-masalah

pengajaran apa yang berguna/ berharga bagi keadaan sekarang. Teori kurikulum

praksiologi merupakan suatu pengkajian tentang proses untuk mencapai tujuan-

tujuan kurikulum. Walaupun mungkin, kita tidak setuju dengan seluruh pendapat

Maccia, tetapi ia telah berhasil menunjukkan sejumlah dimensi kurikulum yang

cukup berharga untuk menjelaskan teori kurikulum.

Mauritz Johnson (1967) membedakan antara kurikulum dengan proses

pengembangan kurikulum. Kurikulum merupakan hasil dari sistem

Page 41: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

pengembangan kurikulum, tetapi sistem pengembangan bukan kurikulum.

Menurut Johnson, kurikulum merupakan seperangkat tujuan belajar yang

terstruktur. Jadi, kurikulum berkenaan dengan tujuan dan bukan dengan kegiatan.

Berdasarkan rumusan kurikulum tersebut, pengalaman belajar anak menjadi

bagian dari pengajaran.

Johnson menganalisis enam unsur kurikulum, yaitu:

1. A curriculum is a structured series of intended learning out comes.

2. Selection is an essential aspect of curriculum formulation.

3. Structure is an essential charactistic of curriculum.

4. Curriculum guide instruction

5. Curriculum evaluation involeves validation of both selection and

structure.

6. Curriculum is the criterion for instructional evaluation.

Jack R. Frymier (1967) mengemukakan tiga unsur dasar kurikulum, yaitu

aktor, artifak, dan pelaksanaan. Aktor adalah orang-orang yang terlibat dalam

pelaksanaan kurikulum. Artifak adalah isi dan rancangan kurikulum. Pelaksanaan

adalah proses interaksi antara aktor yang melibatkan artifak. Studi kurikulum

menurut Frymier meliputi tiga langkah: perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

Ada beberapa masalah atau isu substansial dalam pembahasan tentang

teori kurikulum, yaitu definisi kurikulum, sumber-sumber kebijaksanaan

kurikulum, desain kurikulum, rekayasa kurikulum, peranan nilai dalam

pengembangan kurikulum, dan implikasi teori kurikulum.

Semua rumusan teori kurikulum diawali dengan definisi. Definisi di sini

bukan sekadar definisi istilah, melainkan definisi konsep, isi dan ruang lingkup,

serta struktur. Beberapa pertanyaan umum tentang karakteristik kurikulum sebagai

bidang studi yang perlu didefinisikan umpamanya, apakah kurikulum merupakan

suatu konsep dalam sistem persekolahan? Apakah kurikulum mencakup mengajar

dan pengajaran? Sampai sejauh mana kegiatan belajar siswa menjadi bagian

kurikulum? Apakah ruang lingkup kurikulum sebagai bidang studi? Beberapa

pertanyaan yang lebih khusus, yang lebih berkenaan dengan karakteristik desain

kurikulum, umpamanya apakah kurikulum harus memiliki serangkaian tujuan

khusus? Apakah kurikulum perlu memiliki sejumlah materi untuk mencapai

Page 42: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

tujuan-tujuan tersebut? Apakah kurikulum perlu mengadakan rumusan yang lebih

spesifik tentang rencana dan bahan pengajaran? Apakah perlu ada spesifika4i

tentang makna perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum?

1. Sumber Pengembangan Kurikulum

Dari kajian sejarah kurikulum, kita mengetahui beberapa hal yang menjadi

sumber atau landasan inti penyusunan kurikulum. Pengembangan kurikulum

pertama bertolak dari kehidupan dan pekerjaan orang dewasa. Karena sekolah

mempersiapkan anak bagi kehidupan orang dewasa, kurikulum terutama isi

kurikulum diambil dari kehidupan orang dewasa. Para pengembang kurikulum

mendasarkan kurikulumnya atas hasil analisis pekerjaan dan kehidupan orang

dewasa.

Dalam pengembangan selanjutnya, sumber ini menjadi luas

meliputi .sernua unsur kebudayaan. Manusia adalah makhluk yang berbudaya,

hidup dalam Iingkungan budaya, dan turut menciptakan budaya. Untuk dapat

hidup dalam Iingkungan budaya, ia harus mempelajari budaya, maka budaya

menjadi sumber utama isi kurikulum. Budaya ini mencakup ..einua disiplin ilmu

yang telah ditemukan dan dikembangkan para pakar, itilai-nilai adat-istiadat,

perilaku, benda-benda, dan lain-lain.

Sumber lain penyusunan kurikulum adalah anak. Dalam pendidikan *Wm

pengajaran, yang belajar adalah anak. Pendidikan atau pengajaran I iiikan

memberikan sesuatu pada anak, melainkan menumbuhkan potensipolensi yang

telah ada pada anak. Anak menjadi sumber kegiatan pengajaran, ia menjadi

sumber kurikulum. Ada tiga pendekatan terhadap anak sebagai sumber kurikulum,

yaitu kebutuhan siswa, perkembangan serta minat siswa. Jadi, ada pengembangan

kurikulum bertolak dari ,hutuhan-kebutuhan siswa, tingkat-tingkat perkembangan

siswa, serta hal hal yang diminati siswa.

Beberapa pengembang kurikulum mendasarkan penentuan kurikulum

kepada pengalaman-pengalaman penyusunan kurikulum yang lalu. Pengalaman

pengembangan kurikulum yang lalu menjadi sumber penyusunan kurikulum

kemudian. Hal lain yang menjadi sumber penyusunan kurikulum adalah nilai-

nilai. Beauchamp menegaskan bahwa nilai dapat merupakan sumber penentuan

Page 43: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

keputusan yang dinamis. Pertanyaan pertama yang muncul dalam kurikulum yang

berdasarkan nilai adalah: Apakah yang harus diajarkan di sekolah? Ini merupakan

pertanyaan tentang nilai. Nilai-nilai apakah yang harus diberikan dalam

pelaksanaan kurikulum? Nilai-nilai apa yang digunakan sebagai kriteria

penentuan kurikulum dan pelaksanaan kurikulum.

Terakhir yang menjadi sumber penentuan kurikulum adalah kekuasaan

sosial-politik. Di Amerika Serikat pemegang kekuasaan sosial-politik yang

menentukan kebijaksanaan dalam kurikulum adalah board of education lokal yang

mewakili negara bagian. Di Indonesia, pemegang kekuasaan sosial- politik dalam

penentuan kurikulum adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang dalam

pelaksanaannya dilimpahkan kepada Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah

serta Dirjen Pendidikan Tinggi bekerja sama dengan Balitbangdikbud. Pada

pendidikan dasar dan menengah, kekuasaan penyusunan kurikulum sepenuhnya

ada pada pusat, sedangkan pada perguruan tinggi rektor diberi kekuasaan untuk

menentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam penyusunan kurikulum.

2. Desain dan Rekayasa Kurikulum

Telah diutarakan sebelumnya bahwa ada dua subteori dari teori kurikulum,

yaitu desain kurikulum (curriculum design) dan rekayasa kurikulum (curriculum

engineering).

Desain kurikulum merupakan suatu pengorganisasian tujuan, isi, serta

proses belajar yang akan diikuti siswa pada berbagai tahap perkembangan

pendidikan. Dalam desain kurikulum akan tergambar unsur-unsur dari kurikulum,

hubungan antara satu unsur dengan unsur lainnya, prinsipprinsip

pengorganisasian, serta hal-hal yang diperlukan dalam pelaksanaannya. Dalam

desain kurikulum, ada dua dimensi penting, yaitu (1) substansi, unsur-unsur serta

organisasi dari dokumen tertulis kurikulum, (2) model pengorganisasian dan

bagian-bagian kurikulum terutama organisasi dan proses pengajaran.

Menurut Beauchamp, kurikulum mempunyai tiga karakteristik, yaitu: (1)

kurikulum merupakan dokumen tertulis, (2) berisi garis-garis besar rumusan

tujuan, berdasarkan garis-garis besar tujuan tersebut desain kurikulum disusun, (3)

isi atau materi ajar, dengan materi tersebut tujuantujuan kurikulum dapat dicapai.

Page 44: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Ada dua hal yang perlu ditambahkan dalam desain kurikulum. Pertama,

ketentuan-ketentuan tentang bagaimana penggunaan kurikulum, serta bagaimana

mengadakan penyemprunaan-penyempurnaan berdasarkan masukan dari

pengalaman. Kedua kurikulum itu dievaluasi, baik bentuk desainnya maupun

sistem pelaksanaannya.

Rekayasa kurikulum berkenaan dengan bagaimana proses memfungsikan

kurikulum di sekolah, upaya-upaya yang perlu dilakukan para pengelola

kurikuluin agar kurikulum dayat berfungsi sebaik-baiknya. Pengelola kurikulum

di sekolah terdiri atas para pengawas/periilik dan kepala sekolah, sedangkan pada

tingkat pusat adalah Kepala Pusat Pengembangan Kurikulum BaLitbang Dikbud

dan para Kasubdit/Kepala Bagian Kurikulum di Direktorat. Dengan menerima

pelimpahan wewenang dari Menteri atau Dirjen, para pejabat pusat tersebut

merancang, mengembangkan, dan mengadakan penyempurnaan kurikulum. Juga

mereka memberi tugas dan tanggung jawab menyusun dan mengembangkan

berbagai bentuk pedoman dan petunjuk pelaksanaan kurikulum. Para pengelola di

daerah dan sekolah berperan melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan

kurikulum

Seluruh sistem rekayasa kurikulum menurut Beauchamp mencakup lima

hal, yaitu 1) arena atau lingkup tempat dilaksanakannya berbagai proses rekayasa

kurikulum, (2) keterlibatan orang-orang dalam proses kurikulum, (3) tugas-tugas

dan prosedur perencanaan kurikulum, (4) tugas-tugas dan prosedur implementasi

kurikulum, dan (5) tugas-tugas dan prosedur evaluasi kurikulum.

Dari semua uraian tentang hal-hal yang berkaitan dengan teori kurikulum,

Beauchamp (hlm. 82) mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan teori

kurikulum, yaitu:

1. Setiap teori kurikulum harus dimulai dengan perumusan (definisi) tentang

rangkaian kejadian yang dicakupnya.

2. Setiap teori kurikulum harus mempunyai kejelasan tentang nilai-nilai dan

sumber-sumber pangkal tolaknya.

3. Setiap teori kurikulum perlu menjelaskan karakteristik dari desain

kurikulumnya.

Page 45: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

4. Setiap teori kurikulum harus menggambarkan proses-proses penentuan

kurikulumnya serta interaksi di antara proses tersebut.

5. Setiap teori kurikulum hendaknya menyiapkan diri bagi proses

penyempurnaannya.

D. Buku Acuan

Beauchamp, George A. 1975. Curriculum Theory. Wilmettee, Illinois: The

KAGG Press.

Sesuai dengan judulnya, yang dibahas dalam buku ini adalah suatu teori

kurikulum. Buku ini merupakan edisi ketiga, dengan berpegang atas hasil-hasil

penelitian. Edisi ini merupakan hasil penyempurnaan atas dua edisi sebelumnya.

Seluruh isi buku ini terbagi atas tiga bagian. Bagian pertama membahas teori

kurikulum yang merupakan subteori dari pendidikan: teori kurikulum sebagai

masalah pendidikan, pembentukan teori, teori dalam pendidikan, teori kurikulum.

Bagian selanjutnya menguraikan suatu analisis tentang isu-isu teoretis, problema

dan alternatif pemecahan problema dalam pengembangan kurikulum. Bagian

terakhir mengemukakan teori kurikulum hasil pengembangan/pemikiran penulis

sendiri, terutama ,difokuskan pada kurikulum sebagai bidang studi dari teori

kurikulum. Karena Jebih banyak menguraikan kurikulum secara teoritis maka

sumbangan buku ini terutama dirasakan oleh para ahli kurikulum, ahli pendidikan,

dan perencana pengajaran, begitupun para praktisi juga dapat mengambil

manfaatnya.

Gordon, Peter and Lawton, Denis. 1978. Curriculum Change in the Nineteenth

and Twentieth Centuries. London: Hodder and Stoughton.

Yang dibahas dalam buku ini adalah perubahan-perubahan besar yang

terjadi dalam kurikuldm selama abad ke-19 dan ke-20, serta faktor-faktor yang

mempengaruhinya. Perubahan kurikulum dilatarbelakangi oleh perubahan atau

perkembangan teori pendidikan yang mendasarinya. Teori pendidikan

mempengaruhi penentuan isi maupun proses pengajaran. Perubahan kurikulum

dipengaruhi oleh perkembangan masyarakat yang dilatarbelakangi oleh

perkembangan ilmu dan teknologi, revolusi industri, perpaduan antara

pengetahuan-humanisme-agama, clan perubahan ideologi dari elitisme pada

Page 46: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

demokrasi. Juga yang berperanan besar terhadap perubahan kurikulum adalah

pemerintah dan kelompok.

Bullough Jr. Robert, et. a!. 1984. Human Interest in Curriculum. New York,

London: Teachers College Press, Columbia University.

Buku ini menyajikan suatu hasil studi kritis terhadap pengaruh munculnya

nilai-nilai sebagai akibat perkembangan teknologi. Karena pengaruh

perkembangan teknologi pendidikan tidak lebih dari suatu latihan untuk

mempersiapkan pekerja, prosesnya menekankan efisiensi dan kontrol. Struktur

persekolahan yang ada memperkuat hal tersebut, sehingga terbentuk sikap dan

anggapan yang kurang menghargai kebebasan dan perkembangan manusia.

Pendidikan harus memiliki keterbukaan, yang memungkinkan berpikir dan

berbuat yang leluasa, agar memungkinkan pertumbuhan segi kognitif, etestis,

maupun moral dengan sempurna. Akibat terlalu berjiwa teknologis maka

mempersempit arti pendidikan dan membatasi perkembangan lingkungan

pendidikan yang kreatif. Pendidikan harus memperluas emansipasi manusia,

bukan membatasinya. Hal itu tercapai melalui interaksi komunikatif. Penulis

menentang technocratic mindedness dan menganjurkan critical atau philosophical

mindedness. Buku ini sangat berharga bagi para ahli pendidikan, ahli kurikulum,

dan juga bagi guru-guru atau calon guru, baik di dalam merencanakan rnaupun

melaksanakan pendidikan dan pengajaran.

Olson, David R, 1970, Cognitive Development, Academic Press Publishing Co.,

New York.

Apa yang dikemukakan dalam karangan ini adalah suatu teori tentang

perkembangan intelektual anak. Buku ini membahas tiga masalah teoretis utama,

yaitu peranan bahasa dalam perkembangan intelektual, hubungan antara informasi

perseptual dengan tingkah laku nyata, dan pengaruh pengajaran terhadap

pembentukkan dan perkembangan konsep. Ketiga hal itu didukung oleh hasil

penelitian dari delapan eksperimen tentang perkembangan konsep diagonal anak

usia 3 sampai dengan 6 tahun. Eksperimen menunjukkan bahwa pengaruh media

gambar dan bahasa

sangat besar terhadap tingginya perkembangan keterampilan konseptual. I ebih

jauh dibuktikan besarnya pengaruh kebudayaan terhadap porkembangan

Page 47: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

intelektual anak. Apa yang dibahas dalam buku ini sangat herguna bagi para

peneliti di bidang pendidikan, para ahli kurikulum dan pengajaran serta ahli

bimbingan dan penyuluhan sebagai pegangan atau kihan perbandingan dalam

melakukan tugas-tugasnya.

Page 48: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

BAB 3

LANDASAN FILOSOFIS DAN PSIKOLOGIS

PENGEMBANGAN KURIKULUM

Pendidikan mempunyai peranan sangat penting dalam keseluruhan aspek

kehidupan manusia. Hal itu disebabkan pendidikan berpengaruh langsung

terhadap perkembangan manusia, perkembangan seluruh aspek kepribadian

manusia. Kalau bidang-bidang lain seperti ekonomi, pertanian, arsitektur, dan

sebagainya berperan menciptakan sarana dan prasarana bagi kepentingan manusia,

pendidikan berkaitan langsung dengan pembentukan manusia. Pendidikan

"menentukan" model manusia yang akan dihasilkannya.

Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang

cukup sentral dalam seluruh kegiatan pendidikan, menentukan proses pelaksanaan

dan basil pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum di dalam

pendidikan dan dalam perkembangan kehidupan manusia, penyusunan kurikulum

tidak dapat dikerjakan sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan

landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan atas hasil-hasil pemikiran dan

penelitian yang mendalam. Kalau landasan pembuatan sebuah gedung tidak kokoh

yang akan ambruk adalah gedung tersebut, tetapi kalau landasan pendidikan,

khususnya kurikulum yang lemah, yang akan "ambruk" adalah manusianya.

Ada beberapa landasan utama dalam pengembangan suatu kurikulum,

yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosial budaya, serta

perkembangan ilmu dan teknologi. Pada bab ini akan dibahas landasan filosofis

dan landasan psikologis, sedangkan landasan sosial-budaya dan perkembangan

ilmu dan teknologi akan dibahas pada bab selanjutnya.

A. Landasan Filosofis

Pendidikan berintikan interaksi antarmanusia, terutama antara pendidik

dan terdidik untuk mencapai tujuan pendidikan. Di dalam interaksi tersebut

terlibat isi yang diinteraksikan serta proses bagaimana interaksi tersebut

berlangsung. Apakah yang menjadi tujuan pendidikan, siapa pendidik dan

terdidik, apa isi pendidikan dan bagaimana proses interaksi pendidikan tersebut,

Page 49: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

merupakan pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan jawaban yang mendasar,

yang esensial yaitu jawaban-jawaban filosofis.

Secara harfiah filosofis (filsafat) berarti "cinta akan kebijakan" (love of

wisdom). Orang belajar berfilsafat agar ia menjadi orang yang mengerti dan

berbuat secara bijak. Untuk dapat mengerti kebijakan dan berbuat secara bijak, ia

harus tahu atau berpengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh melalui proses

berpikir, yaitu berpikir secara sistematis, logis, dan mendalam. Pemikiran

demikian dalam filsafat sering disebut sebagai pemikiran radikal, atau berpikir

sampai ke akar-akarnya (radic berarti akar). Berfilsafat diartikan pula berpikir

secara radikal, berpikir sampai ke akar. Secara akademik, filsafat berarti upaya

untuk menggambarkan dan menyatakan suatu pandangan yang sistematis dan

komprehensif tentang alam semesta dan kedudukan manusia di dalamnya.

Berfilsafat berarti menangkap sinopsis peristiwa-peristiwa yang simpang siur

dalam penga- laman manusia. Suatu cabang ilmu pengetahuan mengkaji satu

bidang pengetahuan manusia, daerah cakupannya terbatas. Filsafat mencakup

keseluruhan pengetahuan manusia, berusaha melihat segala yang ada irti sebagai

satu kesatuan yang menyeluruh dan mencoba mengetahui kedudukan manusia di

dalamnya. Sering dikatakan bahwa filsafat merupakan ibu dari segala ilmu.

Terdapat perbedaan pendekatan antara ilmu dengan filsafat dalam

mengkaji atau memahami alam semesta mi. Ilmu menggunakan pendekatan

analitik, berusaha menguraikan keTeluruhan dalam bagian- bagian yang kecil dan

lebih kecil. Filsafat berupaya merangkum atau mengintegrasikan bagian-bagian ke

dalam satu'kesatuan yang menyeluruh dan bermakna. Ilmu berkenaan dengan

fakta-fakta sebagaimana adanya (Das Sem), berusaha melihat segala sesuatu

spcara objektif, menghilangkan hal-hal yang bersifat subjektif. Filsafat melihat

segala sesuatu dari sudut bagaimana seharusnya (Das So/len), faktor-faktor

subjektif dalam filsafat sangat berpengaruh. Filsafat dan ilmu mempunyai

hubungan yang saling mengisi dan melengkapi (komplementer). Filsafat

memberikan landasan- landasan dasar bagi ilmu. Keduanya dapat memberikan

bahan-bahan bagi manusia untuk membantu memecahkan berbagai masalah

dalam kehidupannya.

Page 50: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Ada tiga cabang besar filsafat, yaitti metafisika yang membahas segala

yang ada dalam alam ini, epistemologi yang membahas kebenaran dan aksiologi

yang membahas nilai. Aliran-aliran filsafat yang kita kenal bertolak dari

pandangan yang berbeda dalam ketiga hal itu.

Filsafat membahas segala permasalahan yang dihadapi oleh manusia

termasuk masalah-masalah pendidikan ini yang disebut filsafat pen- didikan.

Walaupun dilihat sepintas, filsafat pendidikan ini hanya merupakan aplikasi dari

pemikiran-pemikiran filosofis untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan,

tetapi antara keduanya yaitu antara filsafat dan filsafat pendidikan terdapat

hubungan yang sangat erat. Menurut Donald Butler, filsafat memberikan arah dan

metodologi terhadap praktik pendidikan, sedangkan praktik pendidikan

memberikan bahan-bahan bagi pertimbangan-pertimbangan filosofis. Keduanya

sangat berkaitan erat, malah menurut Butler menjadi satu.

1) Philosphy is primary and basic to an educational philosophy, 2) philosophy is

the flower not root of education, 3) educational philosophy is an independent

discipline which might benefit from contact with general philosophy, but this

contact is not essential, 4) philosophy and the theory of education is one (Butler,

1957: 12).

Pendapat para filsuf umumnya memandang filsafat umum sebagai dasar

dari filsafat pendidikan, tetapi John Dewey umpamanya mempunyai pandangan

yang hampir sama dengan Butler. Bagi Dewey, filsafat dan filsafat pendidikan

adalah sama, sebagaimana juga pendidikan menurut Dewey sama dengan

kehidupan. Seperti halnya dalam filsafat umum, dalam filsafat pendidikan pun

dikenal banyak pandangan atau aliran. Setiap pandangan mempunyai landasan

metafisika, epistemilogi, dan aksiologi tentang masalah pendidikan yang berbeda.

Dalam tulisan ini akan dikemukakan salah satu pandangan tentang filsafat

pendidikan, yaitu pandangan dari John Dewey. Hal itu tidak berarti bahwa

pandangan tersebut paling sesuai untuk masyarakat kita atau paling disetujui oleh

penulis.

Page 51: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

1. Dasar-dasar filsafat Dewey

Ciri utama filsafat Dewey adalah konsepsinya tentang dunia yang selalu

berubah, mengalir, atau on going-ness. Prinsip ini membavva konsekuensi yang

cukup jauh, bagi Dewey tidak ada yang menetap dan abadi semuanya berubah.

Ciri lain filsafat Dewey adalah anti dualistik. Pandangannya tentang dunia adalah

monistik dan tidak lebih dari sebuah hipotesis.

Filsafat Dewey lebih berkenaan dengan epistemologi dan tekanannya

kepada proses berpikir. Proses berpikir merupakan satu dengan pemecahan yang

bersifat tentatif, antara ide dengan fakta, antara hipotesis dengan hasil. Proses

berpikir merupakan proses pengecekan dengan kejadiankejadian nyata. Dalam

filsafat Dewey kebenaran itu terletak dalam perbuatan atau truth is in the making,

yaitu adanya persesuaian antara hipotesis dengan kenyataan.

Dewey sangat menghargai peranan pengalaman, merupakan dasar bagi

pengetahuan dan kebijakan. Experience is the only basis for knowledge and

wisdom (Dewey, 1964, hlm. 101). Pengalaman itu mencakup kegiatan manusia,

baik yang berbentuk aktif maupu pasif.

Mengetahui tanpa mengalami adalah omong kosong. Dewey menolak

sesuatu yang bersifat spekulatif.

Pengertian pengalaman Dewey berbeda dengan kaum empiris lainnya,

yang mengartikannya sebagai pengalaman melalui pengindraan. Instrumentalisme

Dewey menganggap bahwa rohani itu adalah interelasi yang kreatif antara

organisme dengan lingkungannya, dengan waktu dan tempat.

Pengalaman selain merupakan sumber dari pengetahuan, juga sumber

nilai. Karena pengalaman selalu berubah maka nilai pun berubah. Nilai-nilai

adalah relatif, subjektif, dan hanya dirasakan oleh manusia. Sesuatu itu bernilai

karena diberi nilai oleh manusia, sesuatu dibutuhkan karena manusia

membutuhkannya, selalu dalam hubungannya dengan pengalaman. Nilai-nilai itu

tidak dapat diukur dan tidak ada hierarki nilai.

All values are thus subjective and either intrinsic or instrumental .... Values being

finally intrinsic, and feeling, it is held, being immeasurable, no scale of values,

and of any two things felt as intrinsically valuable it is than another. To be felt as

Page 52: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

worthwhile in itself is thus the ultimate orientation of value. (Dewey dalam Joe

Park, (Ed). 1958, hlm. 185).

Tujuan perkembangan manusia adalah self realization. Pengertian self

hagi Dewey adalah sesuatu yang konkret bersifat empiris tidak dapat dipisahkan

dari pengalaman dan lingkungan. Self realization hanya dapat diperoleh melalui

pengalaman dan interaksi dengan yang lain.

2. Teori pendidikan Dewey

Apakah pendidikan menurut John Dewey? Pendidikan berarti perkem-

bangan, perkembangan sejak lahir hingga menjelang kematian. Jadi, pendidikan

itu juga berarti sebagai kehidupan. Bagi Dewey, Education is Ntowlh,

development, life. Ini berarti bahwa proses pendidikan itu tidak niempunyai

tujuan di luar dirinya, tetapi terdapat dalam pendidikan itu Itendiri. Proses

pendidikan juga bersifat kontinu, merupakan reorganisasi, teknnstruksi, dan

pengubahan pengalaman hidup. Jadi, pendidikan itu mei npakan organisasi

pengalaman hidup, pembentukan kembali hidup, dan juga perubahan pengalaman

hidup sendiri merupakan organisasi pengalaman hidup, pembentukan kembali

pengalaman hidup, dan juga perubahan pengalaman hidup sendiri.

Pendidikan merupakan reorganisasi dan rekonstruksi yang konstan dari

pengalaman. Pada setiap saat ada tujuan, perbuatan pendidikan selalu ditujukan

untuk mencapai tujuan. Setiap fase perkembangan kehidupan, masa kanak-kanak,

masa pemuda, dan dewasa, semuanya merupakan fase pendidikan, semua yang

dipelajari pada fase-fase tersebut mempunyai arti sebagai pengalaman;Pendidikan

itu tidak berakhir, kecuali kalau seseorang sudah mati.

Pengalaman sebagai suatu proses yang aktif membutuhkan waktu, waktu

yang kemudian menyempurnakan waktu sebelumnya. Seluruh proses pendidikan

itu membentuk pengertian-pengertian tentang benda, hubungan-hubungan, dan

segala sesuatu tentang kehidupannya. Konstruksi pengalaman ini tidak hanya

bersifat pribadi (individual), tetapi juga bersifat sosial. Pendidikan merupakan

suatu lembaga yang konstruktif untuk memperbaiki masyarakat. Realisasi

pendidikan dalam bentuk perkembangan bukan hanya perkembangan anak dan

pemuda-pemuda, melainkan juga perkembangan masyarakat.

Page 53: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Tujuan pendidikan diarahkan untuk mencapai suatu kehidupan yang

demokratis. Demokratis bukan dalam arti politik, melainkan sebagai cara hidup

bersama sebagai way of life, pengalaman bersama dan komunikasi bersama.

Tujuan pendidikan merupakan usaha agar individu melanjutkan pendidikannya.

Tujuan pendidikan terletak pada proses pendidikan itu sendiri, yakni kemampuan

dan keharusan individu meneruskan perkembangannya. John Dewey menegaskan

bahwa pendidikan itu tidak mernpunyai tujuan, hanya orang tua, guru, dan

masyarakat yang mempunyai tujuan. And it is well to remind ourselves that

education as such has no aims. Only persons, parents, and teacher etc., have aims,

not an abstarct idea like education. (John Dewey, 1964, hlm. 177).

Untuk mengetahui bagaimanakah proses belajarterjadi pada anak, baiklah

kita lihat bagaimana syarat-syarat untuk pertumbuhan. Pendidikan sama dengan

pertumbuhan. Syarat pertumbuhan adalah adanya kebelumdewasaan (immaturity),

yang berarti kemampuan untuk berkembang. Immaturity tidak berarti negatif,

tetapi positif, kemampuan, kecakapan, dan kekuatan untuk tumbuh. lni

menunjukkan bahwa anak adalah hidup, ia memiliki semangat untuk berbuat.

Pertumbuhan bukan sesuatu yang harus kita berikan, pertumbuhan adalah sesuatu

yang harus mereka lakukan sendiri.

Ada dua sifat dari immaturity yakni kebergantungan dan plastisitas.

Kebergantungan berarti kemampuan untuk menyatakan hubungan sosial, dan ini

akan menyebabkan individu itu matang dalam hubungan sosial. Sebagai hasilnya,

akan tumbuh kemampuan interpendensi atau saling kebergantungan antara

anggota masyarakat yang satu dengan yang lain. Plastisitas mengandung

pengertian kemampuan untuk berubah. Plastisitas juga berarti habitat yaitu

kecakapan menggunakan keadaan lingkungan sebagai alat untuk mencapai tujuan,

bersifat aktif mengubah lingkungan.

Kapankah proses belajar itu dimulai dan kapankah berakhir? Sesuai

dengan pandangan John Dewey, bahwa pendidikan itu adalah pertumbuhan itu

sendiri. Karena itu, pendidikan tersebut dimulai sejak lahir dan berakhir pada saat

kematian. Demikian juga proses belajar tidak dapat dilepaskan dari proses

pendidikan. Pendidikan adalah pengalaman, yaitu suatu proses yang berlangsung

Page 54: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

terus-menerus. Bagaimana hubungan antara proses belajar, pengalaman, dan

berpikir?

Pengalaman itu bersifat aktif dan pasif. Pengalaman yang bersifat aktif

herarti berusaha, mencoba, dan mengubah, sedangkan pengalaman pasif herarti

menerima dan mengikuti saja. Kalau kita mengalami sesuatu maka kita berbuat,

sedangkan kalau mengikuti sesuatu kita memperoleh akibat atau hasil. Belajar dari

pengalaman berarti menghubungkan kemunduran dengan kemajuan dalam

perbuatan kita, yakni kita merasakan kesenangan atau penderitaan sebagai suatu

akibat atau hasil. "To learn from experience is hi make a backward and forward

connection between what we have do to things and what we enjoy or suffer from

thing in consequence (Dewey, dalam Jo Park, 1958: 94).

Belajar dari pengalaman adalah bagaimana menghubungkan pengalaman

kita dengan pengalaman masa lalu dan yang akan datang. lielajar dari pengalaman

berarti mempergunakan daya pikir reflektif (reflecI we thinking), dalam

pengalaman kita. Pengalaman yang efektif adalah pengalaman reflektif. Ada lima

langkah berpikir reflektif menurut John Dewey, yaitu:

1. merasakan adanya keraguan, kebingungan yang menimbulkan masalah,

2. mengadakan interpretasi tentatif (merumuskan hipotesis),

3. mengadakan penelitian atau pengumpulan data yang cermat,

4. memperoleh hasil dari pengujian hipotesis tentatif,

5. hasil pembuktian sebagai sesuatu yang dijadikan dasar untuk berbuat.

Langkah-langkah berpikir reflektif ini dipergunakan sebagai metode

belajar dalam pendekatan pendidikan proyek dari John Dewey, yang sampai

dengan tahun 50-an sangat populer. Belajar seperti halnya pendidikan adalah

proses pertumbuhan, belajar, dan berpikir adalah satu.

Dalam penyusunan bahan ajaran menurut Dewey hendaknya

memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut: 1) Bahan ajaran hendaknya konkret,

dipilih yang betul-betul berguna dan dibutuhkan, dipersiapkan secara sistematis

dan mendetil, 2) Pengetahuan yang telah diperoleh sebagai hasil belajar,

hendaknya ditempatkan, dalam kedudukan yang berarti, yang memungkinkan

dilaksanakannya kegiatan baru, dan kegiatan yang lebih menyeluruh.

Page 55: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Bahan pelajaran bagi anak tidak bisa semata-rnata diambil dari buku

pelajaran, yang diklasifikasikan dalam mata-mata pelajaran yang terpisah. Bahan

pelajaran harus berisikan kemungkinan-kemungkinan, harus mendorong anak

untuk bergiat dan berbuat. Bahan pelajaran harus memberikan rangsangan pada

anak-anak untuk bereksperimen. Demikian- lah dengan bahan pelajaran ini, kita

mengharapkan anak-anak yang aktif, anak-anak yang bekerja, anak-anak yang

bereksperimen. Bahan pelajaran tidak diberikan dalam disiplin-disiplin ilmu yang

ketat, tetapi merupakan kegiatan yang berkenaan dengan sesuatu masalah

(problem).

Peranan guru bukan hanya berhubungan dengan mata pelajaran,

melainkan dia harus menempatkan dirinya dalam seluruh interaksinya dengan

kebutuhan, kemampuan, dan kegiatan siswa. Guru juga harus dapat memilih

bahan-bahan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan lingkungan.

Metode mengajar merupakan, penyusunan bahan pelajaran yang

memungkinkan diterima oleh para siswa dengan lebih efektif. Sesuatu metode

tidak pernah terlepas dari bahan pelajaran, kita dapat membedakan cara berbuat,

tetapi cara ini hanya ada sebagai cara berhubungan dengan bahan atau materi

tertentu. Metode mengajar harus fleksibel dan menimbulkan inisiatif kepada para

siswa.

Sekolah merupakan suatu lingkungan khusus, bagian dari lingkungan

manusia, yang mempunyai peranan dan fungsi khusus. Fungsi-fungsi khusus dari

sekolah adalah:

1. Menyediakan lingkungan yang disederhanakan. Tidak mungkin kita

memasukkan seluruh peradaban manusia yang sangat kompleks itu ke

sekolah. Demikian pula, para siswa tidak mungkin dapat memahami seluruh

masyarakat yang sangat kompleks itu. Itulah sebabnya sekolah merupakan

masyarakat atau lingkungan hidup manusia yang disederhanakan.

2. Membentuk masyarakat yang akan datang yang lebih baik. Para siswa tidak

belajar dari masa lampau, tetapi belajar dari masa sekarang untuk

memperbaiki masa yang akan datang.

Page 56: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

3. Mencari keseimbangan dari bermacam-macam unsur yang ada di dalam

lingkungan. Sekolah mernberi kesempatan kepada setiap individu/siswa

untuk memperluas lingkungan hidupnya.

Sekolah sebagai lingkungan yang khusus hendaknya memberikan

pengarahan sosial, dengan cara mendorong kegiatan-kegiatan yang bersifat

intrinsik, dalam suatu arah yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, melalui

imitasi, persaingan sehat, kerja sama, dan memperkuat kontrol.

Dalam sekolah progresif, yaitu sekolah-sekolah yang menerapkan sistem

Pendidikan Progresif dari John Dewey, sumber dari kontrol sosial terletak pada

sifat kegiatannya yang berisikan kerja sama sosial. Di dalam kerja sama sosial ini,

setiap siswa mempunyai kesempatan untuk memberikan sumbangan dan untuk

memikul tanggung jawab. Sekolah dan kelas diciptakan sebagai suatu organisasi

sosial. Di dalam organisasi sosial itu setiap siswa mempunyai kesempatan untuk

memberikan sumbangan, melakukan kegiatan-kegiatan, berpartisipasi, semuanya

itu merupakan control social.

Di dalam kontrol sosial ini tidak ada peraturan umum, sebab kontrol

sosial tidak datang dari luar, tetapi timbul dari kegiatannya sendiri. Tugas guru

adalah memberikan bimbingan dan mengusahakan kerja sama secara individual.

Para siswa dibagi dalam kelompok-kelompok, dan bekerja dalam kelompok,

bahkan guru termasuk sebagai anggota kelompok. Tentu saja sebagai orang

dewasa, is mempunyai tanggung jawab yang khusus, yaitu memelihara interaksi

dan komunikasi, mendorong kelompok untuk melakukan kegiatan-kegiatan

seperti dalam kehidupan masyarakat. Guru bukan atasan, penguasa, apalagi

diktator, melainkan sebagai pemimpin dalam kegiatan kelompok.

B. Landasan Psikologis

Dalam proses pendidikan terjadi interaksi antar-individu manusia, yaitu

antara peserta didik dengan pendidik dan juga antara peserta didik dengan orang-

orang yang lainnya. Manusia berbeda dengan makhluk lainnya, karena kondisi

psikologisnya. Manusia berbeda dengan benda atau tonaman, karena benda atau

tanaman tidak mempunyai aspek psikologis. Manusia juga lain dari binatang,

karena kondisi psikologis manusia jauh tinggi tarafnya dan lebih kompleks

Page 57: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

dibandingkan dengan binatang. Iterkat kemampuan-kemampuan psikologis yang

lebih tinggi dan kompleks inilah sesungguhnya manusia menjadi lebih maju, lebih

banyak menii liki kecakapan, pengetahuan, dan keterampilan dibandingkan

dengan binatang.

Apa yang dimaksud dengan kondisi psikologis itu? Kondisi psikologis

merupakan karakteristik psiko-fisik seseorang sebagai individu, yang din yatakan

dalani berbagai bentuk perilaku dalani interaksi den gan lingkungannya. Perilaku-

perilaku tersebut merupakan manifestasi dari ciri-ciri kehidupannya, baik. yang

tampak maupun yang tidak tampak, perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor.

Kondisi psikologis setiap‘individu berbeda, karena perbedaan tahap

perkembangannya, latar belakang sosial-budaya, juga karena perbedaan faktor-

faktor yang dibawa dari kelahirannya. Kondisi ini pun berbeda pula bergantung

pada konteks, peranan, dan status individu di antara individu- individu yang

lainnya. Interaksi yang tercipta dalam situasi pendidikan harus sesuai dengan

kondisi psikologis para peserta didik rnaupun kondisi pendidiknya. Interaksi

pendidikan di rumah berbeda dengan di sekolah, interaksi antara anak dan guru

pada jenjang sekolah dasar berbeda dengan jenjang sekolah lanjutan pertarna dan

sekolah lanjutan atas.

Peserta didik adalah individu yang sedang berada dalam proses

perkembangan. Tugas utama yang sesungguhnya dari para pendidik adalah

membantu perkembangan peserta didik secara optimal. Sejak kelahiran sampai

menjelang kematian, anak selalu berada dalam proses perkembangan,

perkembangan seluruh aspek kehidupannya. Tanpa pendidikan di sekolah, anak

tetap berkembang, tetapi dengan pendidikan di sekolah tahap perkembangannya

menjadi lebih tinggi dan lebih luas. Apa yang dididikkan dan bagaimana cara

mendidiknya, perlu disesuaikan dengan pola-poly perkembangan anak.

Karakteristik perilaku individu pada tahap-tahap perkembangan, serta pola-pola

perkembangan individu menjadi kajian Psikologi Perkembangan.

Perkembangan atau kemajuan-kemajuan yang dialami anak sebagian

besar terjadi karena usaha belajar, baik berlangsung melalui proses peniruan,

pengingatan, pembiasaan, pemahaman, penerapan, maupun pemecahan masalah.

Pendidik atau guru melakukan berbagai upaya, dan menciptakan berbagai

Page 58: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

kegiatan dengan dukungan berbagai alat bantu pengajaran agar anak-anak belajar.

Cara belajar-mengajar mana yang dapat memberikan hasil secara optimal serta

bagaimana proses pelaksanaannya membutuhkan studi yang sistematik dan

mendalam. Studi yang demikian merupakan bidang pengkajian dari Psikologi

Belajar.

Jadi, minimal ada dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan

kurikulum, yaitu Psikologi Perkembangan dan Psikologi Belajar. Keduanya

sangat diperlukan, baik di dalam merumuskan tujuan, memilih dan menyusun

bahan ajar, memilih dan menerapkan metode pembelajaran serta teknik-teknik

penilaian.

1. Psikologi perkembangan

Psikologi Perkembangan membahas perkembangan individu sejak masa

konsepsi, yaitu masa pertemuan spermatozoid dengan sel telur sampai dengan

dewasa.

a. Metode dalam psikologi perkembangan

Pengetahuan tentang perkembangan individu diperoleh melalui studi

yang bersifat longitudinal, cross sectional, psikoanalitik, sosiologik, atau studi

kasus. Studi longitudinal menghimpun informasi tentang perkembangan individu

melalui pengamatan dan pengkajian perkembangan sepanjang masa

perkembangan, dari saat lahir sampai dengan dewasa, seperti yang pernah

dilakukan oleh Williard C. Olson. Metode cross sectional pernah -dilakukan oleh

Arnold Gessel. Ia mempelajari beribu-ribu,. anak clan berbagai tingkatan usia,

mencatat ciri-ciri fisik dan mental, pola-pola perkembangan dan kemampuan,

serta perilaku mereka dilakukan oleh Sigmund Freud beserta para pengikutnya.

Studi ini banyak diaralikan mempelajari perkembangan anak pada masa- masa

sebelumnya, terutama pada masa kanak-kanak (balita). Menurut mereka,

pengalaman yang tidak menyenangkan pada masa balita ini dapat mengganggu

perkembangan pada masa-masa berikutnya. Metode sosiologik digunakan oleh

Robert Havighurst. Ia mempelajari perkembangan anak dilihat dari tuntutan akan

tugas-tugas yang harus dihadapi dan dilakukan dalam masyarakat. Tuntutan akan

Page 59: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

tugas-tugas kehidupan masyarakat ini oleh Havighurst disebut sebagai tugas-tugas

perkembangan (developmental tasks). Ada seperangkat tugas-tugas perkembangan

yang harus dikuasai individu dalam setiap tahap perkembangan. Metode lain yang

sering digunakan untuk mengkaji perkembangan anak adalah studi kasus. Dengan

mempelajari kasus-kasus tertentu, para ahli psikologi perkembangan menarik

beberapa kesimpulan tentang pola-pola perkembangan anak. Studi demikian

pernah dilakukan oleh Jean Piaget tentang perkembangan kognitif anak.

Individu apakah itu, anak ataupun orang dewasa merupakan kesatuan

jasmani dan rohani yang tidak dapat dipisah-pisahkan dan menunjukkan

karakteristik-karakteristik tertentu yang khas. Individu manusia adalah mesuatu

yang sangat kompleks tetapi unik. Ia memiliki banyak aspek Neperti aspek

jasmani, intelektual, sosial, emosional, moral, tetapi keseluruhannya membentuk

satu kesatuan yang khas.

Walaupun individu merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-

pisahkan, untuk mempermudah penelitian, biasanya pembahasan dilakukan per

aspek perkembangan. Hal itu berarti aspek tertentulah yang mendapatkan sorotan

utama, yang menjadi fokus pengkajian, tetapi tidak berarti aspek-aspek lainnya

diabaikan. Perkembangan anak adalah perkembangan seluruh aspek

kepribadiannya, tetapi tempo dan irama perkembangan masing-masing anak pada

setiap aspek tidak selalu sama. Seorang anak mungkin lebih cepat

perkembangannya pada tahap tertentu, tetapi lambat pada tahap lainnya, atau

perkembangan aspek tertentu lebih cepat dibandingkan dengan aspek lainrtya.

Para ahli Psikologi Perkem- bangan tidak selalu mempunyai pendapat yang sama

tentang perkem- bangan, baik secara menyeluruh maupun per aspek

perkembangan. Hal itu didasari oleh perbedaan asumsi yang menjadi titik

tolaknya, atau perbedaan pendekatan yang mereka pakai, populasi yang

digunakan, atau aspek perkembangan yang menjadi fokus. Adanya perbedaan-

perbedaan tersebut sering menimbulkan kebingungan pada para guru, tetapi justru

akan memperluas dan memperkaya pengetahuan para pemakai teori-teori

perkembangan anak.

Page 60: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

b. Teori perkembangan

Dikenal ada tiga teori atau pendekatan tentang perkembangan individu,

yaitu pendekatan pentahapan (stage approach), pendekatan diferensial (dif-

ferential approach), dan pendekatan ipsatif (ipsative approach). Menurut

pendekatan pentahapan, perkembangan individu berjalan melalui tahaptahap

perkembangan. Setiap tahap perkembangan mempunyai karakteristik tertentu

yang berbeda dengan tahap yang lainnya. Pendekatan diferensial melihat bahwa

individu memiliki persamaan dan perbedaan. Atas dasar persamaan dan perbedaan

tersebut individu dikategorikan atas kelompok-kelompok yang berbeda. Kita

mengenal ada kelompok individu berdasarkan jenis kelamin, ras, agama, status

sosial-ekonomi, dan sebagainya. Pengelompokan individu adakalanya juga

didasarkan atas kesamaan karakteristiknya. Berkenaan dengan hal itu dikenal

pengelompokan yang bersifat bipolar, seperti:

Introvert-- ekstravert

Dominan-- submisif

agresif --pasif

aktivitas tinggi-- aktivitas rendah

kholerik –melanholik

Kedua pendekatan tersebut berusaha untuk menarik atau membuat

generalisasi yang berlaku untuk semua individu. Apakah dalam kenyataannya

demikian? Dalam kenyataan seringkali ditemukan adanya sifatsifat individual,

yang hanya dimiliki oleh seorang individu dan tidak dimiliki oleh yang lainnya.

Pendekatan yang berusaha melihat karakteristik individu-individu inilah yang

dikelompokkan sebagai pendekatan isaptif.

Dari tiga pendekatan itu yang banyak dianut oleh para ahli Psikologi

Perkembangan adalah pendekatan pentahapan. Pendekatan ini lebih disenangi

karena lebih jelas menggambarkan proses ataupun.urutan perkembangan dan

kemajuan individu. Di samping ketiga pendekatan itu, ada beberapa ahli yang

mengombinasikan suatu pendekatan dengan pendekatan yang lain. Kombinasi ini

sering dipandang dapat memperlengkap deskripsi tentang perkembangan individu.

Page 61: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Dalam pendekatan pentahapan, dikenal dua variasi. Pertama, pendekatan

yang bersifat menyeluruh rnencakup segala segi perkembangan, seperti

perkembangan fisik dan gerakan motorik, sosial, intelektual, moral, emosional,

religi, dan sebagainya. Kedua, pendekatan yang bersifat khusus mendeskripsikan

salah satu segi atau aspek perkembangan saja. Dalam pentahapan yang bersifat

menyeluruh dikenal tahap-tahap perkembangan dari Jean Jacques Rousseau, G.

Stanley Hall, Havighurst dan lain-lain.

Rousseau membagi seluruh masa perkembangan anak a tas empat tahap

perkembangan. Masa bayi (infancy), usia 0-2 tahun merupakan tahap

perkembangan fisik, menurut Rousseau sebagai binatang yang sehat. Masa anak

(childhood), usia 2-12 tahun, masa perkembangan sebagai manusia primitif. Masa

remaja awal (pubescence), usia 12-15 tahun, masa bertualang yang ditandai

dengan perkembangan intelektual dan kemampuan nalar yang pesat. Masa remaja

(adolescene), usia 15-25 tahun masa hidup sebagai manusia yang beradab, masa

pertumbuhan seksual, sosial, moral, dan kata hati.

Stanley Hall adalah salah seorang ahli Psikologi Perkembangan penganut

teori evolusi. Hall menerapkan teori rekapitulasi, salah satu konsep dalam teori

evolusi, pada perkembangan anak. Menurut teori rekapitulasi, perkembangan

individu merupakan rekapitulasi dari perkembangan spesiesnya (ontogeny

recapitulates philogeny). Hall membagi keseluruhan masa perkembangan anak

atas empat tahap. Masa kanakkanak (infancy), usia 0-4 tahun, merupakan masa

kehidupan sebagai 1,matang melata dan berjalan. Masa anak (childhood), usia 4-8

tahun, masa pemburu. Masa Puer (youth), usia 8-12 tahun, masa manusia belum

beradab. Masa remaja (adolescence), usia 12/13 tahun sampai dewasa, iiierupakan

masa manusia beradab.

Robert J. Havighurst menyusun fase-fase perkembangan atas dasar

problema-problema yang harus dipecahkannya dalam setiap fase. Tuntutan akan

kemampuan memecahkan problema dalam setiap fase perkembangan ini oleh

Havighurst disebutnya sebagai tugas-tugas perkembangan (devel- opmental

tasks). Havighurst membagi seluruh masa perkembangan anak atas lima fase,

yaitu masa bayi (infancy) dari 0-1/2 tahun, masa anak awal (early childhood) 2/3-

5/7 tahun, masa anak (late chilhood) dari 5 / 7-masa pubesen, masa adolesen awal

Page 62: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

(early adolescence) dari pubesen ke pubertas, dan masa adolesen (late

adolescence) dari masa pubertas sampai dewasa. Untuk setiap fase, perkembangan

Havighurst menghimpun sejumlah tugas-tugas perkembangan yang harus dikuasai

anak. Dikuasai atau tidak dikuasainya tugas-tugas perkembangan pada suatu fase

berpengaruh bagi penguasaan tugas pada fase-fase berikutnya.

Ada sepuluh kelompok tugas perkembangan yang harus dikuasai anak

pada setiap fase yang membentuk pola, yaitu pola:

1. kebergantungan-keberdirisendirian,

2. memberi-menerima kasih sayang,

3. hubungan sosial,

4. perkembangan kata hati,

5. peran bio-sosio dan psikologis,

6. penyesuaian dengan perubahan badan,

7. penguasaan perubahan badan dan motorik,

8. belajar memahami dan mengontrol lingkungan fisik,

9. pengembangan kemampuan konseptual dan sistem simbol,

10. kemampuan melihat hubungan dengan alam semesta.

Dalam pendekatan pentahapan yang bersifat khusus, kita mengenal pentahapan-

pentahapan dari Piaget, Kohlberg, Erikson, dan sebagainya.

Jean Piaget mengemukakan tahap-tahap perkembangan dari kemam- puan

kognitif anak. Dalam perkembangan kognitif menurut Piaget, yang terpenting

adalah penguasaan dan kategori konsep-konsep. Melalui penguasaan konsep-

konsep itu, anak mengenal lingkungan dan memecahkan berbagai problema yang

dihadapi dalam kehidupannya.

Ada empat tahap perkembangan kognitif anak menurut konsep Piaget,

yaitu:

1. tahap Sensorimotor, usia 0-2 tahun;

2. tahap Praopersional, usia 2-4 tahun;

3. tahap Konkret Operasional, usia 7-11 tahun;

4. tahap Formal Operasional, usia 11-15 tahun.

Tahap Sensorimotor disebut juga masa descriminating and labeling. Pada

masa ini kemampuan anak terbatas pada gerak-gerak refleks, bahasa awal, waktu

Page 63: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

sekarang, dan ruang yang dekat saja. Masa praoperasional atau prakonseptual

disebut juga masa intuitif dengan kemampuan menerima perangsang yang

terbatas. Anak mulai berkembang kemampuan bahasanya, pemikirannya masih

statis dan belum dapat berpikir abstrak, persepsi waktu dan tempat masih terbatas.

Masa konkret operasional disebut juga masa performing operation. Pada tahap ini

anak sudah mampu menyelesaikan tugas-tugas menggabungkan, memisahkan,

menyusun, menderetkan, melipat, dan membagi. Masa formal operasional disebut

juga masa proportional thinking, pada masa ini anak sudah mampu berpikir

tingkat tinggi. Mereka sudah mampu berpikir secara deduktif, induktif,

menganalisis, menyintesis, mampu berpikir abstrak dan berpikir reflektif, serta

memecahkan berbagai masalah.

Lawrence Kohlberg mengembangkan suatu teori tentang perkembangan

moral kognitif dengan mengacu kepada teori Piaget. Berdasarkan atas hasil-hasil

penelitiannya yang cukup lama, Kohlberg menemukan ada tiga tahap

perkembangan moral kognitif. Masing-masing tahap terdiri atas dua tingkatan

sehingga seluruhnya meliputi enam tingkatan, yaitu:

Tahap I Preconventional moral reasoning

Tingkat 1. Obedience and punishment orientations

Tingkat 2. Naively egoistic orientation

Tahap II Conventional moral reasoning

Tingkat 3. Good boy orientation

Tingkat 4. Authority and social order maintenance orientation

Tahap III Postconventional moral reasoning

Tingkat 5. Contractual legalistic orientation

Tingkat 6. Conscience or principle orientation

Pada tahap prakonvensional, pertimbangan moral seseorang mengacu ke

luar, kepada objek-objek dan peristiwa yang konkret dan bersifat fisik. Mereka

belum mampu memberi pertimbangan moral atas standar sosial. Tingkat

keputusan dan hukuman (obedience and punishment orientation) diwarnai oleh

kecenderungan berbuat baik atau tidak berbuat salah karena takut akan hukuman.

Acuan perbuatan adalah kekuasaan dan kekuatan. Mereka patuh karena takut

dihukum, segala perbuatannya dikontrol oleh kekuatan-kekuasaan yang datang

Page 64: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

dari luar. Tingkat kebaikan sebagai alat (naively egoitistic orientation) suatu

perbuatan dipandang baik apabila menguntungkan atau memberi kesenangan

kepada dirinya atau orang-orang yang dekat dengan dirinya.

Tahap kedua adalah pertimbangan moral konvensional. Pada tahap ini

perilaku dinilai atas harapan orang lain atau orang banyak. Suatu perbuatan

dipandang baik apabila sesuai dengan harapan orang banyak atau masyarakat.

Tahap ini meliputi dua tingkat, yaitu tingkat sebagai anak baik dan tingkat

memelihara ketertiban dan peraturan masyarakat. Tingkat anak/orang baik,

perilaku baik, atau jahat dilihat dari penilaian orang lain. Kalau seseorang berbuat

untuk kepentingan orang lain atau orang banyak, dinilai sebagai perbuatan baik.

Tingkat keempat memelihara ketertiban dan peraturan masyarakat, suatu

perbuatan dipandang baik bila perbuatan lersebut sesuai dengan ketentuan atau

peraturan yang ada dalam masyarakat, atau sejalan dengan tuntutan dan kebiasaan

masyarakat.

Tahap ketiga, pertimbangan moral pascakonvensi. Pada tahap ini

pertimbangan moral didasarkan atas pandangan yang bersifat relatif, unsur-unsur

subjektif dari aturan sosial. Pranata dan aturan-aturan sosial bukan sesuatu yang

absolut, bukan satu-satunya yang benar, tetapi juga ada kebenaran-kebenaran lain.

Tahap pascakonvensi mempunyai dua Inigkatan, yaitu tingkat pertimbangan

legalistik kontraktual, dan tingkat pertimbangan kata hati. Pada tingkat legalistik

kontraktual, pertimbangan perbuatan baik atau jahat didasarkan atas persetujuan

tidak tertulis antara pribadi dan masyarakat. Seseorang tidak mencuri karena

perbuatan mencuri akan merugikan orang lain. Pada tingkat pertimbangan kata

hati, baik tidak baik didasarkan atas nilai-nilai yang bersifat universal, prinsip-

prinsip yang mendasar.

Seseorang menghargai orang lain betul-betul sebagai manusia, tanpa

mehhat atribut-atribut yang disandangnya, apakah karena gelar, pangkat, status

ilmu, ekonomi, sosial, dan sebagainya. Seseorang berbuat baik karena dia yakin

bahwa perbuatan tersebut baik.

Erick Homburger Erikson merupakan salah seorang tokoh psiko- analisis

pengikut Sigmund Freud. Ia memusatkan studinya terhadap perkembangan

psikososial. Ada delapan tahap perkembangan psikososial menurut Erikson, dan

Page 65: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

tahap-tahap tersebut paralel dengan tahap perkembangan psikososial dari Freud,

seperti dapat dilihat pada Bagan 3.1

BAGAN 3. Perkembangan psikososial

(Diadaptasi dari Erikson, 1959, hlm. 166)

PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL

2. Psikologi belajar

Psikologi belajar merupakan suatu studi tentang bagaimana individu

belajar. Banyak sekali definisi tentang belajar. Secara sederhana, belajar dapat

diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi melalui pengalaman. Segala

perubahan tingkah laku balk yang berbentuk kognitif, afektif, maupun psikomotor

dan terjadi karena proses pengalaman dapat dikategorikan sebagai perilaku

belajar. Peruhahan-perubahan perilaku yang terjadi karena instink atau karena

kematangan serta pengaruh hal-hal yang bersifat kimiawi tidak termasuk belajar.

Menurut Gagne (1965, hlm. 5) perubahan tersebut berkenaan dengan disposisi

atau kapabilitas individu, "Learning is a change in human disposition or

capability, which can be retained, and which is not simply ascribable to the pro-

cess of growth. Hilgard dan Bower menambahkan bahwa peruhahan itu terjadi

Page 66: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

karena individu berinteraksi dengan lingkungannya, sebagai reaksi terhadap

situasi yang diliadapinya. Menurut mereka belajar adalah :

The process by which an activity originates or is changed throught reacting to an

encountered situation, provided that the characteristics of the change in activity

cannot be explaned on the basis of native response tendecies, maturation, or

temporary states of the organism (e.g. fatigue, drug etc.) (Iiilgard dan Bower,

1966, hlm. 2).

Masih banyak definisi tentang belajar dan definisi-definisi tersebut

bersumber pada teori-teori belajar tententu. Menurut Morris L. Bigge dan Maurice

P. Hunt (1980, hlm. 226-227) ada tiga keluarga atau rumpun teori belajar, yaitu

teori disiplin mental, behaviorisme, dan Cognitive Gestalt Field.

Menurut rumpun teori disiplin mental dari kelahirannya atau secara

herediter, anak telah memiliki potensi-potensi tertentu. Belajar merupakan upaya

untuk mengembangkan potensi-potensi tersebut. Ada beberapa teori yang

termasuk rumpun disiplin mental yaitu: disiplin mental theistik, disiplin mental

humanistik, naturalisme, dan apersepsi.

Teori disiplin mental theistik berasal dari Psikologi Daya. Menurut teori

ini individu atau anak mempunyai sejumlah daya mental seperti daya untuk

mengamati, menanggap, mengingat, berpikir, memecahkan masalah, clan

sebagainya. Belajar merupakan proses melatih daya-daya tersebut. Kalau daya-

daya tersebut terlatih maka dengan mudah dapat digunakan untuk menghadapi

atau memecahkan berbagai masalah.

Teori disiplin mental humanistik bersumber pada psikologi humanisme

klasik dari Plato dan Aristoteles. Teori ini hampir sama dengan teori pertama

bahwa anak memiliki potensi-potensi. Potentsi-potensi perlu d ilatih agar

berkembang. Perbedaannya dengan teori disiplin mental IIu teori tersebut

menekankan bagian-bagian, latihan bagian, atau aspek tertentu. Teori disiplin

mental humanistik lebih menekankan keseluruhan, keutuhan. Pendidikannya

menekankan pendidikan umum (Neneml education). Kalau seseorang menguasai

hal-hal yang bersifat umum okan mudah ditransfer atau diaplikasikan kepada hal-

hal lain yang bersifat khusus.

Page 67: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Teori naturalisme atau natural unfoldment atau self actualization. Teori ini

berpangkal dari Psikologi Naturalisme Romantik dengan tokoh utamanya Jean

Jacques Rousseau. Sama dengan kedua teori sebelumnya bahwa anak mempunyai

sejumlah potensi atau kemampuan. Kelebihan dari teori ini adalah mereka

berasumsi bahwa individu bukan saja mempunyai potensi atau kemampuan untuk

berbuat atau melakukan berbagai tugas, tetapi juga memiliki kemauan dan

kemampuan untuk belajar dan berkembang sendiri. Agar anak dapat berkembang

dan mengaktualisasikan segala potensi yang dimilikinya pendidik atau guru perlu

menciptakan situasi yang permisif yang jelas. Melalui situasi demikian, ia dapat

belajar sendiri dan mencapai perkembangan secara optimal.

Teori belajar yang keempat adalah teori apersepsi, disebut juga

Herbartisme, bersumber pada Psikologi Strukturalisme dengan tokoh utamanya

Herbart. Menurut aliran ini belajar adalah membentuk massa apersepsi. Anak

mempunyai kemampuan untuk mempelajari sesuatu. Hasil dari suatu perbuatan

belajar disimpan dan membentuk suatu massa apersepsi, dan massa apersepsi ini

digunakan untuk mempelajari atau menguasai pengetahuan selanjutnya. Demikian

seterusnya semakin tinggi perkembangan anak, semakin tinggi pula massa

apersepsinya.

Rumpun atau kelompok teori belajar yang kedua adalah Behaviorisme

yang biasa juga disebut S-R Stimulus-Respons. Kelompok ini mencakup tiga teori

yaitu S-R Bond, Conditioning, dan Reinforcement. Kelompok teori ini berangkat

dari asumsi bahwa anak atau individu tidak memiliki/ membawa potensi apa-apa

dari kelahirannya. Perkembangan anak ditentukan oleh faktor-faktor yang berasal

dari lingkungan. Lingkunganlah, apakah lingkungan keluarga, sekolah, atau

masyarakat; lingkungan manusia, alam, budaya, religi yang membentuknya.

Kelompok teori ini tidak mengakui sesuatu yang bersifat mental. Perkembangan

anak menyangkut nyata yang dapat dilihat, diamati.

Teori S-R Bond (Stimulus-Responce) bersumber dari Psikologi Koneksio-

nisme atau teori asosiasi dan merupakan teori pertama dari rumpun Behaviorisme.

Menurut konsep mereka, kehidupan ini tunduk kepada hukum stimulus-respons

atau aksi-reaksi. Setangkai bunga dapat merupakan suatu stimulus dan direspons

oleh mata dengan cara meliriknya. Kesan indah yang diterima individu dapat

Page 68: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

merupakan stimulus yang mengakibatkan terespons memetik bunga tersebut.

Demikian halnya dengan belajar, terdiri atas rentetan hubungan stimulus respons.

Belajar adalah upaya untuk membentuk hubungan stimulus respons sebanyak-

banyaknya. Tokoh utama teori ini adalah Edward L. Thorndike. Ada tiga hukum

belajar yang sangat terkenal dari Thorndike, yaitu Law of readness, law of

exercise or repetition dan law of effect (Bigge dan Thurst, 1980, hlm. 273).

Menurut hukum kesiapan, hubungan antara stimulus dan respons akan

terbentuk atau mudah terbentuk apabila telah ada kesiapan pada sistem syaraf

individu. Selanjutnya, hukum latihan atau pengulangan, hubungan antara stimulus

dan respons akan terbentuk apabila sering dilatih atau diulang-ulang. Menurut

hukum akibat (law of effect), hubungan stimulus dan respons akan terjadi apabila

ada akibat yang menyenangkan.

Teori kedua dari rumpun behaviorisme adalah conditioning atau stimulus-

responce with conditioning. Tokoh utama teori ini adalah Watson, terkenal

dengan percobaan conditioning pada anjing. Belajar atau pembentukan hubungan

antara stimulus dan respons perlu dibantu dengan kondisi tertentu. Sebelum anak-

anak masuk kelas dibunyikan bel, demikian terjadi setiap hari dan setiap saat

pertukaran jam pelajaran. Bunyi bel menjadi kondisi bagi anak sebagai tanda

memulai pelajaran di sekolah. demikian juga dengan waktu makan pagi, siang,

dan makan malam.

Teori ketiga adalah reinforcement dengan tokoh utamanya C.L. Hull. Teori

ini berkembang dari teori psikologi, reinforcement, merupakan perkembangan

lebih lanjut dari teori S-R Bond dan conditioning. Kalau pada teori conditioning,

kondisi diberikan pada stimulus, maka pada reinforcement kondisi diberikan pada

respons. Karena anak belajar sungguh-sungguh (stimulus) selain is menguasai apa

yang dipelajarinya (respons) maka guru memberi angka tinggi, pujian, mungkin

juga hadiah. Angka tinggi, pujian dan hadiah merupakan reinforcement, supaya

pada kegiatan belajarnya akan Iebih giat dan sungguh-sungguh.

Di dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali contoh reinforcement kita

temukan seperti pemberian pujian, hadiah, bonus, insentif, piala, medali, piagam

penghargaan, kalpataru, adipura, serta lencana sampai dengan parasamya, dan

bintang mahaputra. Di samping reinforcement positif seperti itu dikenal pula

Page 69: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

reinforcement negatif untuk mencegah atau menghilangkan suatu perbuatan yang

kurang baik atau tidak disetujui masyarakat. Contoh reinforcement negatif adalah:

peringatan, teguran, ancaman, sanksi, litikuman, pemotongan gaji, penundaan

kenaikan pangkat, dan sebagainya.

Rumpun ketiga adalah Cognitive Gestalt Field. Teori belajar pertama dari

rumpun ini adalah teori insight. Aliran ini bersumber dari Psikologi Gestalt Held.

Menurut mereka belajar adalah proses mengembangkan insight atau pemahaman

baru atau mengubah pemahaman lama. Pemahaman terjadi .ipabila individu

menemukan cara baru dalam menggunakan unsur-unsur .1ng ada dalam

lingkungan, termasuk struktur tubuhnya sendiri. Gestalt Field melihat bahwa

belajar itu merupakan perbuatan yang bertujuan, riksploratif, imajinatif, dan

kreatif. Pemahaman atau insight merupakan citra 11.1ri atau perasaan tentang

pola-pola atau hubungan.

To state it differently, insight is the sensed way through or solution of a prob-

lematic situation.... We might say that an insight is a kind of intelligent feel we get

about a situation that permits us to continue to strive actively to serve our

purposes. (Bigge dan Hunt, 1980, hlm. 293).

Teori belajar Goal Insight berkembang dari psikologi configurationlism.

Menurut mereka, individu selalu berinteraksi dengan lingkungan. Perbuatan

individu selalu bertujuan, diarahkan kepada pembentukan hubungan dengan

lingkungan. Belajar merupakan usaha untuk mengembangkan pemahaman tingkat

tinggi. Pemahaman yang bermutu tinggi (tingkat tinggi) adalah pemahaman yang

telah teruji, yang berisi kecakapan menggunakan suatu objek, fakta, proses,

ataupun ide dalam berbagai situasi. Pemahaman tingkat tinggi memungkinkan

seseorang bertindak inteligen, berwawasan luas, mampu memecahkan berbagai

masalah.

Teori belajar cognitive field bersumber pada psikologi lapangan (field

psikology), dengan tokoh utamanya Kurt Lewin. Individu selalu berada dalam

suatu lapangan psikologis yang oleh Lewin disebut life space. Dalam lapangan ini

selalu ada tujuan yang ingin dicapai, ada motif yang ilit•iidorong pencapaian

tujuan dan ada hambatan-hambatan yang harus diatasi. Perbuatan individu selalu

terarah kepada pencapaian sesuatu tujuan, oleh karena itu sering dikatakan

Page 70: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

perbuatan individu adalah purposive. Apabila ia telah berhasil mencapai sesuatu

tujuan maka timbul tujuan lain yang ingin dicapai dan berada dalam life space

baru. Setiap orang berusaha mencapai tingkat perkembangan dan pemahaman

yang terbaik, di dalam lapangan psikologisnya masing-masing. Lapangan

psikologis terbentuk oleh interelasi yang simultan dari orang-orang dan

lingkungan psikologisnya di dalam suatu situasi. Tingkah laku seseorang pada

suatu saat merupakan fungsi dari semua faktor yang ada yang saling bergantung

pada yang lain.

Istilah congnitive berasal dari bahasa Latin "cognoscre" yang berarti

'mengetahui (to know)'. Aspek ini dalam teori belajar cognitive field berkenaan

dengan bagaimana individu memahami dirinya dan lingkungannya, bagaimana ia

menggunakan pengetahuan dan pengenalannya serta berbuat terhadap

lingkungannya. Bagi penganut cognitive field, belajar merupakan suatu proses

interaksi, dalam proses interaksi tersebut ia mendapatkan pemahaman baru atau

menemukan struktur kognitif lama. Dalam membimbing proses belajar, guru

harus mengerti akan dirinya dan orang lain, sebab dirinya dan orang lain serta

lingkungannya merupakan suatu kesatuan.

C. Buku Acuan

Have, Micahel J.A. (1972). Understanding School Learning, New York:

Harper & Row Pub.

Buku ini menguraikan dasar-dasar pemahaman tentang belajar dan

bagaimana memperbaiki proses belajar. Pada bagian pertama buku ini diuraikan

tentang konsep dan kebutuhan untuk memahami proses belajar, macam-macam

belajar dan peranan siswa dalam belajar. Pada bagian berikutnya dijelaskan

struktur dan transfer dalam belajar clan perkembangan, fungsi inteligensi dan

bahasa dalam perkembangan belajal Selanjutnya diuraikan pula hal-hal yang harus

diperhatikan dalam belajar seperti motivasi belajar, relevansi apa yang dipelajari

dengan kebutuhaii siswa, cara bertanya dan menjawab serta cara-cara

meningkatkan ingatan Pada bagian akhir buku ini, dijelaskan pengajaran

berprogram, peranali teknologi dalam belajar serta berbagai upaya guru untuk

meningkatkol, hasil belajar.

Page 71: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Hodgkin, R.A. (1976). Bom Curious, New Perspectives in Educational Psychol-

ogy. New York, London: John Wiley & Sons.

Yang dibahas dalam tulisan ini adalah suatu pendekatan dari exploration

theory, yang bertolak dari pandangan bahwa siswa atau anak adalah aktif dan suka

bertanya. Pendekatan ini menolak pandangan pendidikan bahwa anak pasif dan

statis. Teori pendidikan menurut pengarang tersumbat dalam tiga disiplin ilmu:

filsafat, sosiologi, dan psikologi. Tiga hal tersebut harus disatukan dan

kombinasikan menjadi satu. Buku ini berusaha untuk menyatukan ketiganya.

Problem dalam pengetahuan inanusia selalu ingin tahu, tetapi teori bersifat statis.

Menurut penulis, ada heberapa komponen dari suatu teori yaitu: play, toys, tools,

skill, dan simbol. Play merupakan fenomena kehidupan yang sering ditafsirkan

sebagai 1,etiadaan daripada keberadaan. Toys merupakan bagian dari kebudayaan

‘ang tetap berada pada taraf play. Play berkembang menjadi skill dan toys

I,vrkembang menjadi tools, melalui penggunaan simbol yang konkret dapat

iliabstraksi. Ada 4 model yang dapat melancarkan kegiatan belajar, yaitu:

interpersonal, enactive, iconic, dan semiotic.

Klausmeyer , Herbert J. (1980). Learning and Teaching Concept, a Strategy for

Testing Applications of Theory. New York: Academic Press.

Buku ini membahas teori belajar dan perkembangan kognitif, serta

bagaimana menyusun suatu model pengajaran yang disesuaikan dengan

livrkembangan dan perbedaan individual siswa. Pada bagian pertama hiiku ini

diuraikan teori belajar dan perkembangan konsep, meliputi iiuktur kognitif, proses

kegiatan mental dalam belajar konsep, transfer thin perluasan konsep, serta

motivasi dalam perkembangan belajar konsep. lingian selanjutnya menguraikan

penyusunan model pengajaran yang atas perbedaan individual, yang meliputi

analisis isi, analisis prilaku, analisis pengajaran, penyusunan pengajaran dan tes.

Pada bagian akhir diuraikan cara-cara pelaksanaan dan pengelolaannya.

Page 72: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

BAB 4

LANDASAN SOSIAL-BUDAYA, PERKEMBANGAN ILMU DAN

TEKNOLOGI DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM

Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai

suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita

ketahui bahwa pendidikan mempersiapkan generasi muda untuk terjun ke

lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan, tetapi

memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup,

bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat. Anak-anak

berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal

dalam lingkungan masyarakat, dan diarahkan bagi kehidupan dalam masyarakat

pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan

budayanya, menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.

Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusiamanusia

yang lain dan asing terhadap masyarakatnya, tetapi manusia yang lebih bermutu,

mengerti, dan mampu membangun masyarakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi,

maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kondisi, karakteristik,

kekayaan, dan perkembangan masyarakat tersebut.

A. Pendidikan dan Masyarakat

Ada tiga sifat penting pendidikan. Pertama, pendidikan mengandung nilai

dan memberikan pertimbangan nilai. Hal itu disebabkan karena pendidikan

diarahkan pada pengembangan pribadi anak agar sesuai dengan nilai-nilai yang

ada dan diharapkan masyarakat. Karena tujuan pendidikan mengandung nilai,

maka isi pendidikan harus memuat nilai. Proses pendidikannya juga harus bersifat

membina dan mengembangkan nilai. Kedua, pendidikan diarahkan pada

kehidupan dalam masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan, tetapi

rnenyiapkan anak untuk kehidupan dalam masyarakat. Generasi muda perlu

mengenal dan memahami apa yang ada dalam masyarakat, memiliki kecakapan

untuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat, baik sebagai warga maupun sebagai

Page 73: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

karyawan. Ketiga, pelaksanaan pendidikan dipengaruhi dan didukung oleh

lingkungan masyarakat tempat pendidikan itu berlangsung. Kehidupan

masyarakat berpengaruh terhadap proses pendidikan, karena pendidikan sangat

melekat dengan kehidupan masyarakat. Proses pendidikan merupakan bagian dari

proses kehidupan masyarakat. Pelaksanaan pendidikan membutuhkan dukungan

dari lingkungan masyarakat, penyediaan fasilitas, personalia, sistem sosial

budaya, politik, keamanan, dan lain-lain.

Tujuan umum pendidikan sering dirumuskan untuk menyiapkan generasi

muda menjadi orang dewasa anggota masyarakat yang mandiri dan produktif. Hal

itu merefleksikan konsep adanya tuntutan individual (pribadi) dan sosial dari

orang dewasa kepada generasi muda. Tuntutan individual merupakan harapan

orang dewasa agar generasi muda dapat mengembangkan pribadinya sendiri,

mengembangkan segala potensi dan kemampuan yang dimilikinya. Tuntutan

sosial adalah harapan orang dewasa agar anak mampu bertingkah laku, berbuat

dan hidup dengan baik dalam berbagai situasi dan lingkungan masyarakat.

Konsep pendidikan bersifat universal, tetapi pelaksanaan pendidikan

bersifat lokal, disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat setempat.

Pendidikan dalam suatu lingkungan masyarakat tertentu berbeda dengan

lingkungan masyarakat lain, karena adanya perbedaan sistem sosialbudaya,

lingkungan alam, serta sarana dan prasarana yang ada.

Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem sosial-

budaya yang berbeda. Sistem sosial-budaya ini mengatur pola kehidupan dan pola

hubungan antar-anggota masyarakat, antara anggota dan lembaga, serta antara

lembaga dan lembaga. Sistem sosial-budaya di daerah perkotaan berbeda dengan

di pedesaan, di daerah pesisir berbeda dengan di pegunungan, di pusat

perindustrian berbeda dengan di daerah pertanian. Sistem sosial-budaya pada

suatu daerah juga berbeda dari suatu periode waktu dengan waktu yang lainnya,

karena masyarakatnya berkembang.

Salah satu aspek yang cukup penting dalam sistem sosial-budaya adalah

tatanan nilai-nilai. Tatanan nilai merupakan seperangkat ketentuan, peraturan,

hukum, moral yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga

masyarakat. Nilai-nilai tersebut bersumber dari agama, budaya, kehidupan politik,

Page 74: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

maupun dari segi-segi kehidupan lainnya. Sejalan dengan perkembangan

masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga selalu berkembang,

dan mungkin pada suatu saat perkembangan begitu drastis, sehingga tidak jarang

menimbulkan perbedaan bahkan konflik nilai. Konflik nilai bisa juga diakibatkan

adanya perbedaan sudut pandang karena adanya variasi sumber-sumber nilai

tersebut.

Perbedaan ataupun konflik nilai tersebut dilatarbelakangi oleh perbedaan

tatanan yang berakar pada perbedaan pola-pola kebudayaan Menurut Tylor

(1871), kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang meliputi

pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, moral, adat-istiadat, serta

kemampuan dan kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.

Pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan. Dalam arti yang lebih

mendasar, pendidikan merupakan suatu proses kebudayaan. Setiap generasi

manusia menempatkan dirinya dalam urutan sejarah kebudayaan. Menurut Israel

Scheffler (1958), melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu,

turut serta dalam peradaban masa sekarang dan membuat peradaban masa yang

akan datang.

Proses pembudayaan tidak dapat berlangsung secara sendirian, melainkan

harus dalam interaksi dengan orang lain, interaksi dengan lingkungan. Status dan

peranan manusia dalam kelompok, apakah kelompok usia, jenis kelamin, sekolah,

pekerjaan, kemasyarakatan, dan lain-lain, menentukan jenis interaksi dan tingkat

partisipasinya dalam proses pembudayaan.

Kehidupan masyarakat tidak dapat terlepas dari tempat masyarakat itu

berada. Masalah tempat menyangkut lingkungan alam dan keadaan geografis.

Lingkungan alam dan keadaan geografis mempengaruhi perilaku dan pola hidup

para anggota masyarakat. Masyarakat yang hidup di daerah tropis berbeda pola

hidupnya dengan di daerah subtropis atau daerah dingin. Demikian juga

masyarakat di daerah kepulauan berbeda dengan di daerah daratan, di daerah

gurun pasir berbeda dengan di daerah padang rumput atau rawa. Kondisi alam dan

geografis mempengaruhi cara hidup, cara berpikir, cara bekerja, cara

mempertahankan diri, cara bermasyarakat, dan lain-lain.

Page 75: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Kehidupan masyarakat juga dipengaruhi oleh tingkat kemajuan yang telah

dicapainya. Masyarakat yang telah mencapai tingkat kemajuan yang tinggi dalam

segi ilmu, teknologi, ekonomi, sosial-budaya, dan segi-segi kehidupan yang

lainnya, akan memiliki sistem dan fasilitas yang lebih mapan dibandingkan

dengan masyarakat yang kemajuannya rendah. Sistem dan fasilitas yang tersedia

akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat.

B. Perkembangan Masyarakat

Salah satu ciri dari masyarakat adalah selalu berkembang. Mungkin pada

masyarakat tertentu perkembangannya sangat cepat, tetapi pada masyarakat

lainnya agak lambat bahkan lambat sekali. Karena adanya pengaruh dari

perkembangan teknologi, terutama teknologi industri transportasi, komunikasi,

telekomunikasi dan elektronika, masyarakat kita dewasa ini berkembang sangat

cepat menuju masyarakat terbuka, masyarakat informasi dan global.

Dalam kondisi masyarakat demikian, perubahan-perubahan terjadi dengan

cepat, mobilitas manusia dan barang sangat tinggi, komunikasi cepat, lancar, dan

akurat. Perubahan yang cepat hampir terjadi dalam semua aspek kehidupan,

sosial-budaya, ekonomi, politik, ideologi, nilainilai etik dan estetik. Perubahan-

perubahan masyarakat ini akan mempengaruhi perkembangan setiap individu

warga masyarakat, mempengaruhi pengetahuan, kecakapan, sikap, aspirasi, minat,

semangat, kebiasaan bahkan pola-pola hidup mereka.

Mobilitas yang tinggi mempercepat pertemuan antarsuku dan antarbangsa,

membuka daerah-daerah yang terisolasi, meningkatkan pemerataan pembangunan.

Komunikasi sangat cepat, lancar, dan akurat memudahkan perolehan informasi,

yang sangat berharga baik bagi kepentingan bisnis, pemerintahan, penelitian,

rekreasi, maupun hobi. Pertemuan antarsuku bangsa, antarbangsa, dan antarras

dengan berbagai kebudayaan, kemampuan masyarakat makin sering terjadi. Maka

it'rjadilah proses pembauran budaya, tradisi, nilai-nilai, pengetahuan, dan lain-lain

malah terjadi pembauran suku, bangsa, atau ras. Di samping pembauran,

pertentangan atau konflik antarsektor sosial-budaya adakalanya juga terjadi.

Melalui proses alkulturalisasi, pertentangan atau konflik-konflik ini berangsur-

angsur berkurang.

Page 76: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

1. Perubahan pola pekerjaan

Karena pengaruh perkembangan teknologi maka terjadi perubahan yang

cukup drastis dalam pola pekerjaan. Masyarakat secara berangsur-angsur,

terutama di perkotaan sering terjadi loncatan, berubah dari kehidupan yang

berpola agraris ke pola kehidupan industri. Pola kehidupan agraris memiliki

kesamaan, hidup yang lebih santai, cara kerja yang teratur, rasa kerja sama yang

tinggi, perubahan yang lamban, dan sebagainya.

Dalam pola kehidupan masyarakat industri, sifat-sifat yang dimiliki

masyarakatnya jauh berbeda. Diversifikasi pekerjaan dan tugas-tugas dalam satu

pekerjaan melahirkan spesialisasi yang menuntut profesio- nalisme dalam setiap

spesialisasi tersebut. Hal itu mengakibatkan adanya keragaman tugas dan

pekerjaan. Tugas-tugas dalam suatu spesialisasi sering tidak dipahami oleh

spesialisasi lain. Penerapan teknologi di bidang industri relatif lebih maju

dibandingkan di bidang pertanian, dan menuntut profesionalisme yang lebih tinggi

pula. Bekerja di bidang industri tidak lagi bergantung pada musim (hujan atau

kemarau, panas, atau dingin), bisa bekerja sepanjang masa, malah bisa bekerja

siang dan malam. Oleh karena itu, hidup santai telah ditinggalkan, diganti dengan

pola kerja keras mengejar target meningkatkan produksi.

Dalam bekerja di sektor industri telah ada pembagian tugas masingmasing,

menghadapi mesin dan peralatan lain yang berbeda, yang menuntut konsentrasi

perhatian dan kegiatan. Oleh karena itu, sifat gotong royong mulai menipis,

diganti dengan kerja sama sesuai dengan alur kerja. Penggunaan peralatan

berteknologi tinggi tidak menuntut banyak orang, tetapi sedikit orang dengan

kemampuan tinggi. Pola padat karya yang dikerjakan secara gotong royong dalam

kehidupan agraris telah beralih pada padat teknologi yang dikerjakan secara

profesional. Sifat kompetitif, baik dengan sesama karyawan maupun dengan

waktu atau prestasi sebelumnya, lebih mewarnai kehidupan dalam masyarakat

industri. Dalam pola kehidupan industri perubahan sangat cepat terjadi. Perubahan

ini bukan saja karena adanya peralatan baru atau jenis pekerjaan yang baru, tetapi

karena dunia industri berorientasi pada pasar. Dengan demikian, strategi, taktik,

kebijakan baru yang melahirkan produk dan layanan baru selalu muncul.

Page 77: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

2. Perubahan peranan wanita

Dewasa ini jumlah wanita yang berpendidikan relatif seimbang dengan

dengan pria, sebagai akibat ernansipasi yang membuka kesempatan kepada kaum

wanita untuk memperoleh pendidikan. Diperkuat dengan perubahan pandangan

tentang kedudukan wanita, wanita tidak lagi hanya bekerja di rumah, mengurus

anak dan keluarga seperti pada pola kehidupan lama. Wanita memiliki peluang

yang sama dengan pria, bekerja hampir pada seluruh sektor pekerjaan. Keadaan

ini membawa beberapa implikasi, baik bagi kehidupan sosial-pribadi para wanita,

kehidupan keluarga, maupun dalam situasi kerja.

Dengan bekerja di luar rumah, wanita lebih bebas bergerak, berkarya, dan

berkreasi dibandingkan apabila hanya bekerja di rumah tangga. Wawasan dan

pengetahuan mereka menjadi lebih luas, potensi-potensi yang dimilikinya dapat

diwujudkan dan disalurkan. Memang banyak pekerjaan-pekerjaan tertentu yang

lebih berhasil bila dikerjakan oleh wanita. Wanita yang bekerja juga dapat

menambah penghasilan keluarga, sehingga kesejahteraan ekonomi keluarga

menjadi lebih baik. Kehadiran wanita dalam lingkungan kerja juga dapat

menimbulkan suasana lain dibandingkan apabila semua karyawannya pria.

Di samping sejumlah kebaikan dari para wanita yang bekerja, sejumlah

masalah dan kesulitan juga muncul. Masalah pertama berkenaan dengan

kehidupan sosial-pribadi wanita. Wanita yang bekerja apabila telah menikah

mempunyai tugas ganda, menyelesaikan tugas-tugas pekerjaan dan tugas-tugas

keluarga. Penyelesaian kedua tugas tersebut bukan masalah ringan, membutuhkan

pemikiran dan tenaga yang dengan sedikit ketidakmampuan membagi tugas dapat

membengkalaikan salah satu tugas, bahkan kedua- duanya.

Masalah kedua berkenaan dengan kehidupan keluarga. Wanita betapapun

tinggi tingkat pendidikan dan jabatan yang dipegangnya, tidak bisa dilepaskan

dari kodratnya sebagai wanita, sebagai istri dan ibu. Sampai batas tertentu masih

tetap harus melayani suami, mendidik anak, dan mengatur rumah tangga. Tugas

yang banyak menyita waktu, tenaga, dan perhatian dalam pekerjaan atau karier,

bagaimanapun akan menelantarkan pelaksanaan tugas-tugasnya dalam rumah

tangga. Hal itu bisa mengakibatkan keluarga tidak harmonis, pendidikan anak

terbengkalai, kesejahteraan rumah tangga terabaikan, dan mungkin terjadi

Page 78: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

perpecahan keluarga (brooken home). Perpecahan keluarga ada dua macam, pecah

secara struktur yaitu cerai antara suami dan istri, atau pecah secara lungsi tidak

bercerai tetapi masing-masing pihak tidak melaksanakan lungsi yang semestinya.

Rumah hanya berfungsi sebagai tempat parkir .1tau lebih parah sebagai tempat

bertengkar.

Masalah ketiga berkenaan dengan situasi pekerjaan. Pekerjaan atau karier

bukan tempat beristirahat, tetapi tempat berkarya, berkreasi, berprestasi, dan

berkompetisi. Situasi demikian menuntut sikap, penampilan, pemikiran, dan unjuk

kerja yang optimal. Kalau karyawati itu belum berkeluarga atau melepaskan din i

dari tugas-tugas rumah tangga, mungkin tuntutan pekerjaan tersebut dapat

dipenuhi secara optimal. Bila tidak maka hambatan karier yang akan terjadi.

Situasi ini dapat menimbulkan konflik berkepanjangan. Masalah tersebut akan

bertambah lagi apabila terjadi situasi-situasi yang tidak sehat atau menyimpang.

Bagaimanapun dalam situasi kerja akan terjadi konkurensi, tidak semua pria

menerima kedudukan di bawah wanita, apalagi bila latar belakang pendidikan dan

kemampuan terasa sama. Dalam lingkungan kerja yang ada wanita dan pria, bisa

saja terjadi hal-hal yang tidak diharapkan, mulai dari pelecehan sampai dengan

skandal. Hal ini tentu menimbulkan masalah, baik bagi wanita yang bersangkutan,

keluarga, maupun unit kerja.

3. Perubahan kehidupan keluarga

Perkembangan kehidupan keluarga sejalan dengan perkembangan

masyarakat. Pola kerja masyarakat modern (industri) menuntut waktu kerja yang

tidak teratur, melebihi waktu biasa. Dalam masyarakat modern, orang tidak lagi

bekerja dari pukul 7.00 sampai pukul 14.00. Walaupun ketentuan sampai pukul

16.00, kenyataannya jam kerja kadang-kadang sampai pukul 22.00 bahkan lebih.

Bekerja bukan lagi dari Senin sampai Jumat dan pulang tiap hari, melainkan dari

Senin sampai Minggu dan pulang seminggu sekali, bahkan beberapa minggu tidak

pulang. Hal seperti itu mungkin hanya dialami oleh para bapak/suami, tetapi

mungkin juga dialami oleh para ibu/istri, bahkan oleh kedua-duanya.

Dalam keluarga, anak juga mempunyai masalah sendiri. Anak-anak yang

belum bersekolah tinggal di rumah bersama pembantu. Mereka lebih banyak

Page 79: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

hidup dan bergaul dengan pembantu daripada dengan orang tuanya. Anak yang

bersekolah sebagian waktunya digunakan di sekolah, tetapi sebagian besar

digunakan di rumah atau di luar rumah dengan teman-temannya. Kesempatan

anak remaja di rumah lebih sedikit, umumnya berada di luar rumah untuk

menyelesaikan tugas sekolah atau bergaul dengan teman.\

Banyaknya waktu yang digunakan untuk bekerja akan seimbang dengan

penghasilan yang diperoleh. Apalagi bila suami dan istri bekerja, penghasilan

mereka jauh lebih banyak. Penghasilan tinggi akan meningkatkan kemampuan

ekonomi dan kesejahteraan keluarga. Fasilitas keluarga lebih lengkap dan lebih

baik, semua kebutuhan hidup terpenuhi, bahkan bisa menabung dan berlibur ke

luar kota secara berkala.

Di samping memperoleh nilai lebih dari pola kerja pada masyarakat

modern, beberapa masalah juga dihadapi dalam kehidupan keluarga. Kesibukan

kerja/karier dalam batas-batas wajar memungkinkan anggota keluarga

melaksanakan tugasnya dengan baik. Kesibukan di luar batas kewajaran bisa

mengorbankan pelaksanaan fungsi-fungsi keluarga. Bapak tidak lagi

melaksanakan tugas sebagai kepala keluarga, demikian juga ibu dan anak.

Hubungan harmonis antara suami dan istri, komunikasi pedagogis antara orang

tua dan anak bisa sangat terbatas, bahkan mungkin hilang. Karena sangat sibuknya

setiap anggota keluarga, bisa terjadi rumah hanya berfungsi sebagai tempat parkin

Dalam situasi demikian, berbagai masalah keluarga bisa timbul.

C. Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Sejak abad pertengahan ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat.

Masa setelah abad pertengahan sering disebut zaman modern. Perkembangan ilmu

pengetahuan pada masa ini banyak didasari oleh penemuan dan basil pemikiran

para filsuf purba, seperti Thales, Phythagoras, Leucipos, Demokritos, Socrates,

Plato, Aristoteles, Euclid, Archimides, Aristarhus yang hidup sebelum Masehi,

sampai kepada A1-Khawarizmi yang hidup pada abad ke-9. Perkembangan ilmu

pengetahuan modern tidak dapat dilepaskan dari peranan ilmuwan Muslim, seperti

dikemukakan Briffault dalam Making of Humanity (dalam C.A. Qodir, 1995 : 2).

Page 80: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Orang Yunani mengadakan sistematisasi, generalisasi, dan menyusun

teori, namun ketekunan melakukan pengamatan dan penyelidikan eksperimental

yang saksama dan lama bukanlah watak mereka … apa yang kita sebut ilmu

pengetahuan muncul sebagai akibat metode eksperimen baru, yang diperkenalkan

ke Eropa oleh orang Arab .... Ilmu pengetahuan modern merupakan sumbangan

paling penting bagi peradaban Islam.

Selama beberapa abad, sampai dengan abad ke-13, pengembangan ilmu

pengetahuan didominasi oleh ilmuwan muslim. Dalam bidang geografi dikenal

nama Al-Kindi sampai dengan Musa Al-Khawarizmi dan Al-Beruni sebagai

penemu geodesi. Ilmu pengetahuan alam dikembangkan oleh Al-Beruni, Al-

Kindi, Jabin Ibn Hayan, Ibn Bajjah. Al-Bagdadi adalah ahli botani terkenal.

Dalam matematika dikenal Jamshid Al-Kashmi (ahli matematika), A1-

Khawarizmi dan Omar Khayyam (Aljabar). Bidang astronomi juga banyak

dikembangan ilmuwan muslim di berbagai negara. Salah satu pusat penelitian

astronomi terkenal, Observatorium Maragah, didirikan oleh Al-Tusi tahun 1259.

Teleskop ditemukan oleh Ibn Yunus jauh sebelum Galileo. Dalam bidang

kedokteran, Ibn Sina dan Al-Rani adalah dua tokoh yang sangat terkenal. Dalam

bidang anatomi, nama Al-Baydawi tidak dapat dilupakan. Dalam ilmu kimia,

Imam Jaffar dan Al-Razi adalah para ilmuwan pengembang pertama ilmu Kimia.

Mulai akhir abad ke-13 ada kemunduran dalam mengembangkan ilmu

pengetahuan di negara-negara Islam. Setelah perang antara negara-negara Islam

dengan negara-negara Eropa, terjadi pergeseran perkembangan ilmu pengetahuan

dari Timur Tengah ke Eropa. Sejak awal abad ke-14 sampai dengan akhir abad

ke-19 terdapat perkembangan ilmu pengetahuan, terutama ilmu pengetahuan

murni yang begitu pesat. Pada abad ke-20, perkembangan yang sangat pesat

terjadi pada ilmu pengetahuan terapan dan teknologi.

Perang antara negara Arab dan Eropa pada awal abad ke-14 banyak

menimbulkan percampuran dan pertukaran kebudayaan dan ilmu pengetahuan

antara Barat dan Timur.

Berikut ini adalah beberapa perkembangan besar ilmu pengetahuan pada

zaman mi. Copernicus 1473-1543 M, seorang ahli astronomi, mengembangkan

lebih jauh prinsip heliocentrisme. Semua planet dan bumi berputar mengelilingi

Page 81: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

matahari. Teori Copernicus ini bukan hanya menyangkal teori geocentrisme, juga

membalikkan prinsip hornocentrisme dari ajaran agama. Homocentrisme

merupakan padangan yang me- nganggap bahwa matahari, bulan, dan bintang-

bintang berputar mengelilingi manusia sebagai tanda kasih Tuhan. Semua itu

disediakan untuk manusia. Teori Copernicus ini mendapatkan banyak tantangan

dari golongan gereja.

Tycho Brache (1546-1601), Johannes Keppler (1571-1630), dan Galileo

(1546-1642) adalah para ahli astronomi. Mereka banyak dipengaruhi gagasan

Copernicus dan melanjutkan gagasan itu. Tycho Brache dalam me- ngamati

jalannya bintang-bin tang menggunakan teropong yang besar- besar. la juga

membangun observatorium yang dilengkapi alat, perpustakaan, serta pendukung

lainnya. Usaha Tycho Brache itu diteruskan oleh Keppler.

Dari dua sarjana tersebut banyak temuan baru tentang orbit planet. Galileo

menemukan planet, hukum pergerakan, serta tata bulan planet Jupiter. Ia juga

berhasil membuat teropong bintang yang lebih sempurna. Selain ahli astronomi,

Galileo juga mendalami fisika. Ia banyak mempelajari tentang pergerakan.

Temuannya tentang lintasan lengkung diterapkan dalam menentukan lintasan

peluru. Dengan demikian, teori lintasan tersebut menjadi bagian ilmu peperangan.

Galileo juga banyak mengadakan pengamatan langsung.

Fermat (1601-1665) dan Pascal (16234662) adalah ahli matematika dan

fisika. Fermat mengembangkan teori Aljabar mengenai bilangan-bilangan, kini

terkenal dengan perhitungan diferensial integral (kalkulus). Fermat dan Pascal

mengembangkan dasar-dasar statistika (teori kemungkinan).

Newton (1643-1727) adalah seorang pujangga besar, ahli matematika,

astronomi, dan fisika. Newton banyak menyumbangkan ilmunya bagi per-

kembangan ilmu pengetahuan yang hingga sekarang banyak digunakan.

Sumbangan terbesarnya adalah teori gravitasi, perhitungan kalkulus (diferensial

integral), serta teori cahaya atau optika.

Lavoisier (1743-1794) adalah ahli fisika, yang mendasari ilmu kimia.

Lavoisier berbeda dengan para ahli lainnya, ia melakukan percobaan dengan cara

kuantitatif. Percobaan-percobaan Lavoisier mendasari perkembangan kimia

analitik dan kimia organik.

Page 82: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Perkembangan ilmu pengetahuan terus berlangsung, apakah menghasilkan

suatu teori/ hukum baru atau menggugurkan teori/hukum yang ada. Einstein

(1905-1911) menemukan teori kenisbian, teori relativitas. Dalton (1766-1844)

menemukan dasar ilmu kimia yang ditekankan pada teori atom. Henry Becquerel

(1852-1908), Curie (1859-1906), dan Thomson 1897 menemukan radium, logam

yang dapat berubah menjadi logam lain.

Thomson menemukan elektron, yang menggugurkan teori atom sebagai

bagian terkecil yang tak dapat dibagi lagi. Dengan penemuanpenemuan tersebut

berkembanglah ilmu baru dalam bidang kimia-fisika, yaitu ilmu fisika nuklir.

Perkembangan selanjutnya menghasilkan teoriteori baru dalam kenisbian,

elektron, dan energi.

D. Perkembangan Teknologi

Dari para ahli, kita sering mendengar pernyataan bahwa ilmu bukan hanya

untuk ilmu. Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa pengembangan suatu ilmu

pengetahuan tidak hanya ditujukan kepada perkembangan ilmu pengetahuan itu

sendiri, melainkan juga diharapkan dapai mem herikan sumbangan kepada

bidang-bidang kehidupan atau ilmu yang lainnya. Sumbangan yang berupa

penggunaan atau penerapan suatu bidang ilmu pengetahuan terhadap bidang-

bidang lain disebut teknologi, seperti dinyatakan Kast dan Rosenweig (1962, hlm.

11) Technology is the art of utilizing scientific knowledge, sedangkan menurut

Charles Susskind (1973: 1) ... how we do things is technology. Iskandar

Alisyahbana (1980, hlm. 1) merumuskan lebih jelas dan lengkap tentang

teknologi, Teknologi ialah cara melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan

manusia dengan bantuan alat dan akal (hardware dan software) sehingga seakan-

akan memperpanjang, memperkuat, atau membuat lebih ampuh anggota tubuh,

pancaindera, dan otak manusia.

Sebenarnya sejak dahulu, teknologi sudah ada atau manusia sudah

menggunakan teknologi. Kalau manusia zaman dulu memecahkan kemiri dengan

batu atau memetik buah dengan galah, sesungguhnya mereka sudah menggunakan

teknologi yaitu teknologi sederhana. Mengapa manusia menggunakan teknologi,

Page 83: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

karena manusia berakal. Dengan akalnya itu ia ingin hidup lebih baik, lebih

mudah, lebih aman, lebih sejahtera.

Penemuan teknologi pertama yang cukup penting adalah teknologi api.

Dengan teknologi ini manusia mendapatkan penerangan pada malam hari, bisa

menghangatkan badan, dan mengolah berbagai bahan makanan. Ilerkat api,

makanan menjadi lebih lunak, lebih lezat, dan lebih sehat. Ienemuan teknologi api

mendasari pengembangan teknologi lain pada masa-masa berikutnya, umpamanya

teknologi penerangan, teknologi pemadam kebakaran, teknologi pembuangan

asap, dan yang paling penting dan banyak mendasari pengembangan teknologi

lebih lanjut adalah teknologi logam. Dengan teknologi api, bijih timah, besi,

mangan, lembaga, perak, mas, dan lain-lain, dapat diolah menjadi batangan

kemudian diolah lebih lanjut menjadi berbagai alat kebutuhan manusia.

pengembangan suatu teknologi sering berdampak negatif, karena itu perlu Iemuan

teknologi lain untuk mengatasinya, seperti teknologi untuk mengatasi kebakaran,

mengurangi polusi, dan sebagainya.

Teknologi penting lain yang ditemukan selanjutnya adalah teknologi

pertanian. Dengan teknologi ini, manusia membudidayakan bermacam- macam

tanaman dan binatang yang sebelumnya tumbuh liar di alam bebas. Teknologi ini

memberikan kesejahteraan kepada manusia karena hasil pertanian lebih banyak

dan mudah didapat. Teknologi budidaya ini mampu mengubah pola hidup

berpindah-pindah menjadi menetap. Karena manusia hidup menetap, mereka

berkumpul, kemudian berkembang tambah banyak, maka terbentuklah masyarakat

dengan berbagai aturan dan sistem kehidupan sosial.

Perkembangan teknologi lain yang sangat penting dan banyak membawa

perkembangan pada teknologi lain adalah teknologi industri. Mulanya teknologi

ini berkembang secara individual dalam lingkungan kecil dan bertujuan untuk

memenuhi kebutuhan sendiri, kemudian berkembang menjadi kongsi ditujukan

untuk memenuhi lingkungan yang makin meluas sampai bersekala ekspor.

Penemuan-penemuan di bidang ilmu pengetahuan mempercepat pertumbuhan

teknologi industri.

Perkembangan yang begitu cepat pada beberapa dekade terakhir adalah

perkembangan teknologi transportasi, teknologi komunikasi dan informatika, serta

Page 84: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

teknologi media cetak. Perkembangan teknologi industri transportasi berkembang

pesat, baik transportasi darat, laut, maupun udara. Berbagai jenis alat transportasi

yang bermutu tinggi dengan perlengkapan mutakhir telah tersedia, memungkinkan

orang dan barang bisa berpindah dari suatu tempat ke tempat lain dengan mudah

dan cepat. Jarak geografis tidak menjadi hambatan lagi untuk hubungan

antarorang, antarkelompok, dan antarbangsa. Perkembangan alat transportasi

bukan hanya ditujukan untuk mobilitas orang dan barang, melainkan untuk

kepentingan penelitian dan penemuan-penemuan teknologi lebih lanjut. Alat

transportasi yang banyak mendapat perhatian dari negara-negara maju adalah

pesawat angkasa luar. Pengembangan teknologi angkasa luar ini, bukan saja

membuktikan bahwa manusia bisa ke luar dari orbit bumi, menuju planet lain,

tetapi juga bisa menempatkan berbagai satelit untuk memantau apa yang terjadi di

bumi dan memperlancar komunikasi antardaerah di bumi.

Perkembangan teknologi terbesar dalam pertengahan abad ke-20

berkenaan dengan penjelajahan angkasa luar. Peluncuran Sputnik I tahun 1958

oleh Uni Soviet (sebelum bubar - red) menarik banyak masyarakat dunia, dan

merupakan awal babak baru dalam bidang angkasa luar. Program penerbangan

angkasa luar Amerika Serikat yang dimulai dengan Mercury 1962, Gemini 1963-

1965, Apollo yang dimulai tahun 1964 berhasil mendaratkan para astronot di

bulan. Uni Soviet dengan program Soyus-nya selalu berlomba dengan Amerika

Serikat dalam menjelajahi angkasa luar.

Eropa Barat juga tak mau kalah dalam pengembangan teknologi angkasa

luar, dengan program Arian-nya yang dimotori oleh Perancis. Arian berhasil

menempatkan sejumlah satelit negara-negara Eropa dan beberapa negara lain,

termasuk Indonesia yang berhasil mengorbitkan Palapa C2 pada tahun 1996 pada

posisi yang direncanakan. Setelah berhasil dengan Apollo, Amerika Serikat

melaksanakan program Voyager. Voyager mengangkasa sejauh 680 juta kilometer

dari bumi dan berhasil mendapatkan data gambar dan bentuk lain dari planet

Yupiter. Voyager II yang akan menyusul Voyager I akan meneruskan

penerbangan ke Saturnus dan ken-Indian keluar dari tata surya kita. Pada tahun-

tahun terakhir, Amerika Serikat mengembangkan program Challenger kemudian

Discovery dengan pesawat clang-aliknya walupun pernah mengalami kegagalan,

Page 85: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

tetapi basil hasil van); dieapainya luar biasa. Dengan kemajuan teknologi angkasa

luar ini, manusia berhasil meneliti planet- planet yang paling jauh bukan dengan

renungan atau spekulasi atau peneropongan, melainkan dengan pesawatpesawat

yang berawak manusia. Penerbangan angkasa luar bukan hanya ditujukan untuk

meneliti planet-planet luar, juga digunakan untuk meneliti dan membuat beberapa

peralatan bagi kepentingan bumi. Melalui penggunaan berbagai satelit, diadakan

berbagai pengamatan dan penelitiaan tentang bumi. Umpamanya pengamatan dan

penelitian daerahdaerah yang mengandung minyak atau bahan-bahan mineral,

masalah arus laut, cuaca, dan iklim. Satelit merupakan sarana komunikasi massa,

telekomunikasi, dan internet.

Temuan-temuan di bidang fisika, kimia, dan matematika mengembangkan

teknologi ruang angkasa dan kemiliteran. Perkembangan teknologi di bidang

kemiliteran bukan hanya menghasilkan teknologi senjatasenjata biasa, juga

teknologi senjata mutakhir, peluru kendali antarbenua, misil, born hidrogen, born

nuklir, dan lain-lain, merupakan perkembangan teknologi yang banyak

menimbulkan ancaman dan kekhawatiran manusia.

Teknologi lain yang perkembangannya sangat cepat pada beberapa dekade

terakhir adalah teknologi komunikasi dan informatika. Teknologi ini berkembang

sangat pesat berkat temuan-temuan di bidang eletronika. Perkembangan radio dan

televisi telah membuka bagian-bagian dunia yang terbelakang menjadi daerah

terbuka karena arus informasi. Apa yang terjadi di suatu daerah atau negara,

dalam waktu beberapa menit, sudah dapat diketahui oleh orang-orang di bagian

dunia lainnya.

Selain kemajuan di bidang komuniksi massa, kemajuan bidang

telekomunikasi pun mengalami kemajuan yang begitu pesat. Kemajuan di bidang

telepon, faksimil, yang dikombinasikan dengan kemajuan di bidang komputer,

menghasilkan sistem komunisikasi gaya baru, internet. Dengan komunikasi

massa, kita hanya bisa memperoleh informasi yang disiarkan, artinya sangat

bergantung pada jam siar. Tetapi dengan internet, jam siar ini hilang. Orang bisa

memperoleh hampir semua informasi dari setiap negara tanpa dibatasi waktu.

Oleh karena itu, dewasa ini dunia disebut dunia global, sebab dengan perantaraan

komunikasi massa dan komunikasi batas-batas pemisah antarnegara dan antar

Page 86: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

daerah menjadi hilang. Melalui internet, setiap saat orang bisa masuk, tanpa

permisi, ke Library of Congres Amerika Serikat, ke Gedung Putih, bahkan ke

Pentagon.

Teknologi media cetak, walaupun jangkauan dan kecepatan sebarannya

tidak seluas dan secepat komunikasi massa dan telekomunikasi, mempunyai

keunggulan sendiri. Penemuan alat-alat cetak modern, dengan kemampuan cetak

yang sangat cepat, telah menghasilkan barang cetakan, seperti buku, majalah, dan

surat kabar, yang bermutu tinggi. Barang- barang cetakan ini bisa

didokumentasikan untuk waktu yang lama, kalau bahannya cukup baik, tahan

sampai ratusan tahun. Untuk dokumentasi- dokumentasi yang menggunakan

tempat terlalu besar, sekarang ada teknologi microfilm dan microfiche untuk

mengecilkannya.

Dalam bahasan tentang perkembangan teknologi pada awal bagian ini,

banyak dikemukakan contoh-contoh perkembangan teknologi yang berbentuk

material. Sesungguhnya teknologi tidak hanya menyangkut halhal material, tetapi

juga yang immaterial, konsep, kaidah, pendekatan, sistem kerja, dan pola

hubungan.

Santoso S. Hamijoyo (1975, hlm. 2) membedakan teknologi tersebut

menjadi teknologi jenis hardware, software, dan hubungan antarorang.

1. Transformasi teknologi

Pengembangan ilmu dan teknologi tidak berarti harus mencari dan

menemukan sendiri serta harus mulai dari awal. Apabila cara itu ditempuh, akan

banyak waktu terbuang dan kita akan semakin jauh tertinggal. Cara yang lebih

tepat dan memungkinkan untuk mengejar ketinggalan adalah dengan transformasi

teknologi. Transformasi teknologi merupakan suatu proses pengalihan, penerapan,

dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara teratur (B.J. Habibie,

1983). Proses pengalihan tidak berarti mengambil dan menerapkan teknologi,

seperti keadaan aslinya di negara yang mengembangkannya, tetapi mencakup juga

penyesuaian, modifikasi, dan pengembangannya lebih lanjut.

Menurut B.J. Habibie (1983), ada lima prinsip yang menjadi pegangan

dalam transformasi teknologi (industri): 1) perlu diselenggarakan pendidikan dan

Page 87: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

pelatihan di dalam dan luar negeri untuk menyiapkan para pelaku transformasi; 2)

perlu dikembangkan konsep yang jelas dan realistic tentang masyarakat yang akan

dibangun serta teknologi-teknologi yang diperlukan untuk mewujudkannya; 3)

teknologi hanya dapat dialihkan, diterapkan, dan dikembangkan lebih lanjut jika

benar-benar diterapkan; 4) bangsa yang ingin mengembangkan diri secara

teknologis harus berusaha sendiri memecahkan setiap masalahnya; 5) pada tahap-

tahap awal transformasi, setiap negara harus melindungi perkembangan

kemampuan nasionalnya, hingga saat tercapainya kemampuan bersaing secara

internasional.

Transformasi teknologi tidak bisa dilakukan secara serempak dan langsung

pada tahap akhir, disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, dan kemampuan. Ada

tiga tahap penting transformasi teknologi menurut B.J. Habibie (1983). Tahap

pertama, penggunaan teknologi yang ada digunakan untuk proses nilai tambah

produksi barang di pasaran. Teknologi produksi dan manajemen digunakan untuk

mengubah bahan baku atau barang setengah jadi menjadi barang-barang yang

bernilai jual lebih tinggi. Proses ini disebut proses nilai tambah.

Tahap kedua, tahap integrasi teknologi digunakan untuk desain dan

produksi barang baru. Pada tahap ini dikembangkan desain dan cetak biru

sehingga ada elemen baru, elemen penciptaan.

Tahap ketiga, adalah tahap pengembangan teknologi itu sendiri. Dalam

tahap ini teknologi-teknologi yang ada dikembangkan lebih lanjut, begitupun

teknologi baru. Tahap ini merupakan tahap dilaksanakannya inovasi-inovasi,

diciptakannya teknologi untuk komponen produk-produk teknologi terbaik dalam

bidang masing-masing.

Tahap keempat, adalah tahap pelaksanaan penelitian dasar secara besar-

besaran. Tahap ini penting bagi negara-negara berkembang yang menghadapi

kendala keuangan, sumber daya manusia, serta sarana dan prasarana. Oleh karena

itu, banyak negara berkembang melakukan penelitian dasar melalui perjanjian

kerja sama dengan negara-negara maju di bidang ilmu dan teknologi.

Page 88: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

2. Perkembangan teknologi di Indonesia

Perkembangan teknologi terjadi di mana-mana, asal manusia meng-

gunakan alat dan akalnya untuk menyelesaikan setiap masalah yang dihadapi.

Sejak lama teknologi di Indonesia berkembang, tetapi yang dikembangkannya

adalah teknologi sederhana. Dalam beberapa hal mungkin dikembangkan

teknologi madya, namun jumlahnya masih terbatas. Perkembangan teknologi

tinggi yang cukup pesat terjadi pada masa pembangunan, sejak dilaksanakannya

Pelita I. Perkembangan teknologi ini diawali dengan diluncurkannya Sistem

Komunikasi Satelit Domestik Palapa Al, yang sekarang sudah mencapai generasi

C2. Pada mulanya, pemanfaatan satelit ini terbatas pada bidang komunikasi massa

dan jangkauannya terbatas pada beberapa wilayah saja. Dewasa ini pemanfaatan

satelit tersebut semakin luas, misalnya untuk kepentingan telekomunikasi dan

jaringan internet, dengan jangkauan bukan hanya negara-negara ASEAN dan

negara-negara di sekitar Indonesia.

Perkembangan teknologi yang lebih terencana dan terarah tampaknya

dimulai setelah B.J. Habibie menjabat sebagai menteri sekaligus pemikiran

pemimpin pengembangan teknologi di Indonesia. Di bawah pimpinan Habibie

pengembangan teknologi benar-benar bertolak dari kondisi dan karakteristik

wilayah dan kebutuhan pembangunan Indonesia. Pengemkmgan teknologi

diarahkan bukan hanya pada kepentingan kemajuan ekonomi, melainkan juga

pada kepentingan politik (integritas bangsa), social budaya, serta aspek-aspek lain.

Menurut B.J. Habibie (1983), ada delapan wahana transformasi yang

menjadi prioritas pengembangan teknologi terutama teknologi industri, yaitu: 1)

industri pesavvat terbang, 2) industri maritim dan perkapalan, 3) industri alat-alat

transportasi darat, laut, dan udara, 4) industri elektronika dan telekomunikasi, 5)

industri energi, 6) industri rekayasa, 7) industri alat- alat dan mesin-mesin

pertanian, dan 8) industri pertahanan dan keamanan.

Indonesia juga telah memiliki pusat-pusat pengembangan ilmu dan

teknologi. Pusat pengembangan terbesar adalah Pusat Pengembangan Penelitian

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspitek) di Tanggerang, Jawa Barat. Pusat

pengembangan ini memiliki bidang dan fasilitas yang sangat lengkap. Ada

sejumlah laboratorium yang dimiliki Puspitek, antara lain: laboratorium uji

Page 89: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

konstruksi; laboratorium aerodinamika, gas dinamika, dan getaran; laboratorium

termodinamika elan propulsi; laboratorium teknologi proses; laboratorium fisika;

laboratorium kimia; laboratorium kalibrasi dan instrumentasi; laboratorium

energi; laboratorium metalurgi; serta reaktor penelitian serba guna dengan

beberapa laboratorium penunjangnya.

Untuk pengkajian dan penerapan teknologi, Indonesia mempunyai badan

khusus, yaitu Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang

kepemimpinannya dirangkap oleh Menteri Riset dan Teknologi. Lembaga lain

yang juga mengadakan pengkajian tentang ilmu pengetahuan adalah Lembaga

Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Jauh sebelum didirikan Puspitek dan BPPT,

Indonesia juga memiliki pusat penelitian astronomi di Lembang, Bandung, lebih

dikenal dengan nama Peneropong Bintang. Di bidang tenaga atom, Indonesia

memiliki dua pusat reaktor atom, yaitu Pusat Reaktor Atom Bandung dan Pusat

Reaktor Atom Kartini di Yogyakarta.

Perguruan tinggi juga berperan dalam pengkajian dan pengembangan ilmu

dan teknologi sebagai realisasi dari salah satu tridharmanya, yaitu dharma

penelitian. Walaupun tahap pengembangannya belum sama, fungsi penelitian dan

pengembangan pada perguruan tinggi telah berjalan. Ada beberapa perguruan

tinggi yang terkemuka dan ada pula perguruan tinggi yang masih miskin dengan

penelitian dan pengembangan yang berarti. Beberapa perguruan tinggi yang cukup

maju dalam penelitian dan pengembangan adalah Universitas Indonesia untuk

bidang kedokteran dan ekonomi; Institut Pertanian Bogor untuk bidang pertanian,

kehutanan, dan peternakan; Institut Teknologi Bandung untuk bidang rekayasa

dan teknologi; Universitas Padjadjaran, Universitas Gajah Mada, dan Universitas

Airlangga untuk bidang ekonomi.

E. Pengaruh Perkembangan Ilmu dan Teknologi

Pengaruh perkembangan ilmu dan teknologi cukup luas, meliputi semua

aspek kehidupan, politik, ekonomi, sosial, budaya, keagamaan, etika, dan estetika,

bahkan keamanan dan ilmu pengetahuan itu sendiri. Pada bagi.in ini pembahasan

dibatasi pada pengaruh perkembangan ilmu pengetalimm din teknologi terhadap

kehidupan masyarakat dan pendidikan.

Page 90: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Ada beberapa bidang ilmu dan teknologi yang mempunyai pengaruh yang

baik secara langsung maupun tidak langsung, terhadap kehidupan masyarakat.

Bidang-bidang tersebut adalah komunikasi, transportasi, mekanisasi industri dan

pertanian, serta persenjataan.

Komunikasi cukup berkembang pesat di Indonesia dan berpengaruh besar

terhadap kehidupan masyarakat. Dewasa ini di Indonesia terdapat sejumlah media

komunikasi massa yang perkembangannya sudah cukup maju dan dapat

menjangkau hampir seluruh pelosok tanah air. Media komunikasi massa tersebut

adalah surat kabar, majalah, radio, dan televisi. Di antara keempat media

komunikasi massa tersebut yang paling luas jangkauannya adalah radio. Dengan

adanya teknologi transistor yang diproduksi secara massal dengan harga yang

relatif murah, maka radio transistor telah dapat dimiliki oleh rakyat kecil yang

tinggal di daerah terpencil sekalipun. Urutan kedua yang juga cukup luas

jangkauannya adalah televisi. Setelah diluncurkannya SKSD Palapa, seluruh kota

di Nusantara dapat dijangkau oleh televisi. Sebagian besar ibu kota propinsi telah

mempunyai stasiun siaran TV sendiri. Tempat ketiga dan keempat diduduki oleh

surat kabar dan majalah. Surat kabar dan majalah belum dapat terserap oleh

seluruh lapisan masyarakat di seluruh pelosok tanah air. Hal itu disebabkan karena

kemampuan ekonomi serta motif membaca yang masih kurang, di samping masih

kurangnya kemampuan membaca serta adanya kendala geografis karena banyak

pulau-pulau terpencil.

Komunikasi massa terutama melalui radio dan teleyisi mempunyai peranan

dan pengaruh yang sangat besar terhadap masyarakat. Hal itu karena kedua media

tersebut bukan hanya berfungsi memberikan informasi tetapi juga memberikan

hiburan. Melalui situasi hiburan tersebut secara tidak disadari banyak informasi,

program dan kegiatan pem- bangunan, mungkin juga konsep-konsep, gagasan-

gagasan, nilai-nilai yang terserap oleh masyarakat. Melalui media tersebut,

budaya, tradisi, kegiatan, kemajuan dart sebagainya yang telah dicapai oleh suatu

golongan masyarakat atau daerah tertentu dapat diketahui oleh masyarakat atau

daerah lain. Dengan demikian komunikasi massa dapat meningkatkan

pengetahuan masyarakat, bahkan sampai batas tertentu dapat mengubah sikap

masyarakat. Sudah tentu di samping nilai-nilai yang positif, media massa dapat

Page 91: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

pula menimbulkan efek negatif. Tentang efek negatif acara TV beberapa ahli dan

hasil penelitian menyatakan: banyak orang yang membuang waktunya antara 4-6

jam tiap hari untuk mengikuti semua acara TV; film-film banyak yang

mempertunjukkan kejahatan, pembunuhan, perampokan, dan sebagainya, iklan

TV dapat menimbulkan penyakit the gimmees terutama pada anak (penyakit

merengek ingin dibelikan).

Perkembangan teknologi transportasi meningkatkan mutu dan kecepa tan

lalu lintas orang dan barang, mempermudah perhubungan baik lokal, antara kota,

antara pulau maupun antara negara, menyebabkan terbukanya perhubungan

dengan daerah-daerah yang asalnya terpencil. Pembukaan perhubungan tersebut

dapat memperlancar arus perdagangan dan meningkatkan mobilitas penduduk.

Kelancaran arus perdagangan berarti barang-barang hasil bumi dari desa dapat

dengan segera dikirimkan dan dijual ke kota, dan sebaliknya penduduk desa juga

dapat dengan mudah mendapatkan barang-barang hasil industri. Mobilitas

penduduk memungkinkan terjadinya akulturasi, terutama penduduk desa dengan

cara-cara dan kehidupan orang-orang kota. Mobilitas penduduk atau masyarakat

bukan hanya dari desa ke kota tetapi juga dari kota atau daerah yang satu ke kota

atau daerah yang lain atau dari pulau yang satu ke pulau yang lain. Hal itu, juga

akan memberikan sumbangan dalam pembentukan persatuan nasional,

menghilangkan kesukuan, kedaerahan ataupun sikap eksklusivisme.

Perkembangan transportasi juga dapat memberi beberapa efek sampingan

di antaranya: daerah-daerah pedesaan lebih konsumtif terhadap barang-barang

hasil industri, memperbesar terjadinya urbanisasi, masuknya kebiasaan, cara-cara

hidup, norma-norma kota yang belum tentu sesuai dengan kehidupan di desa

(menggeser kebiasaan desa yang baik), naiknya harga-harga produksi desa di

desanya.

Perkembangan teknologi di bidang pertanian belum sepesat bidang

industri, namun dampaknya terhadap peningkatan produksi dan kesejahteraan para

petani telah dirasakan. Ada beberapa hambatan yang dihadapi dalam penerapan

teknologi di bidang pertanian antara lain: terutama di Pulau Jawa tidak banyak

lahan pertanian yang luas, pemilikan lahan pertanian yang sempit yang kurang

menguntungkan bila diolah secara mekanis, keadaan alam yang banyak

Page 92: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

bergunung-gunung atau berawa-rawa, kemampuan permodalan dan pengelolaan,

pemasaran hasil pertanian dan sebagainya. Meskipun demikian, pemerintah telah

berusaha mengembangkan teknologi tepat guna di bidang pertanian, untuk

mengatasi hambatan-hambatan tersebut. Beberapa pertanian besar seperti rice

estate di Palembang dan lain-lain yang merupakan joint venture sudah

menggunakan teknologi maju yang serba mekanik. Penggunaan teknologi maju

yang paling banyak adalah di bidang industri, baik industry maupun hilir, industri

besar, menengah bahkan industri kecil. Dalam pengembangan teknologi industri

ini, kebijaksanaan yang diambil pemerintah tidak hanya diarahkan pada

pengembangan teknologi maju, tetapi juga teknologi tepat guna, yang mungkin

dapat diterapkan pada industri-industri menengah dan kecil. Walaupun dalam

beberapa kasus tidak dapat dihindari terjadinya ketersisihan industri kecil oleh

industri besar.

Mengenai ketersisihan industri-industri kecil yang menggunakan teknologi

tradisional oleh industri-industri besar yang mengginiakan teknologi modern,

Filino Harapah (1975, hlm. 8) mengemukakan pandangannya sebagai berikut:

Dalam Pelita I kita telah melihat.terjadinya suatu eksperimentasi yang m

cukup berani, di mana teknologi modern yang belum kita miliki berada

berdampingan dengan teknologi tradisional yang masih terbelakang. Teknologi

modern tersebut masih sangat bergantung kepada unsurunsur non-Indonesia.

Dalam proses sudah berlangsung, kelihatan bahwa teknologi tradisional bukannya

kian meningkat, malahan sebaliknya; seolah-olah terdesak. Bukti-bukti yang

memperkuat pengamatan ini adalah terdesaknya pabrik-pabrik rokok gulung

(linting), usaha tenun bukan mesin dan perusahaan minuman yang

mempergunakan teknologi tradisional sederhana, akibat saingan pabrik yang lebih

modern dan unggul teknologinya.

Penggunaan teknologi maju dalam industri mempunyai beberapa pengaruh

terhadap kehidupan masyarakat. Sebagai konsumen, masyarakat mempunyai

beberapa keuntungan dari industri besar tersebut, yaitu barang-barang cukup

banyak tersedia, kualitas barang cukup baik, harga kemungkinan juga sedikit lebih

rendah bila dibandingkan dengan produksi pabrik kecil. Masyarakat sebagai

sumber tenaga kerja banyak menderita kesulitan dengan adanya industri-industri

Page 93: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

teknologi maju tersebut. Suatu pekerjaan yang sebelum menggunakan teknologi

maju mungkin membutuhkan 15-20 orang pegawai/buruh maka setelah

menggunakan teknologi maju dapat dikerjakan oleh 1 atau 2 orang saja. Dengan

demikian dapat memperbesar angka pengangguran. Bagi orang-orang yang secara

kebetulan dapat bekerja dengan teknologi maju tersebut dapat menikmati

keberuntungannya, tetapi sejumlah besar anggota masyarakat yang lain menderita

karena tidak mendapat pekerjaan. Mengenai pengangguran atau kesempatan kerja

tersebut, M. Ziemek mengemukakan pendapat sebagai berikut:

Melihat angka-angka terakhir mengenai kesempatan kerja di Indonesia

yang menunjukkan bahwa 30% dari jumlah 44 juta angkatan kerja yang benar-

benar, memperoleh kesempatan kerja penuh, jelas bahwa untuk mengurangi

jumlah ini secara cukup berarti akan hampir tidak mungkin dicapai dengan jalan

mengadakan industrialisasi perekonomian menurut pola di Barat.

Pendidikan, juga menda pat pen garuh yang cukup besar dari ilmu dan

teknologi. Pendidikan sangat erat hubungan dengan kehidupan sosial, sebab,

pendidikan merupakan salah satu aspek sosial. Pendidikan tidak terbatas pada

pendidikan formal saja, melainkan juga pendidikan nonformal, sebab pendidikan

meliputi segala usaha sendiri atau usaha pihak luar untuk meningkatkan

pengetahuan dan kecakapan, memperoleh keterampilan dan membentuk sikap-

sikap tertentu.

Pada bagian sebelum ini telah diungkapkan bahwa kemajuan di bidang

komunikasi massa sangat berpengaruh terhadap pendidikan. Sebab media massa

juga merupakan juga media pendidikan. Dengan kata lain, melalui media massa

dapat berlangsung proses pendidikan. Baik tayangantayangan yang berbentuk

informasi ataupun tayangan yang bersifat hiburan juga mempunyai nilai-nilai

pendidikan. Kami kira tidak ada seorang penulis skenario film, sinetron, atau

sandiwara TV, ataupun penulis berita atau cerita yang sengaja menulis suatu tema

cerita atau tulisan dengan tujuan merusak masyarakat. Meskipun penulis membuat

ceritera tentang kejahatan atau kekejaman, namun tujuannya justru menyadarkan

masyarakat bahwa perbuatan seperti itu tidak baik, yang jahat pasti dihukum dan

sebagainya. Dengan demikian semua acara tersebut sebenarnya mempunyai

maksud dan pesan yang positif, namun yang diterima oleh pemirsa tidak selalu

Page 94: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

seperti maksud dan pesan tersebut (tidak komunikatif). Sebagai penyebabnya

mungkin saja karena adeganadegan yang kurang terpuji tersebut lebih

mendominasi dibandingkan degnan adegan-adegan yang mengandung maksud

dan pesan luhur. Dari pihak pemirsa kebanyakan lebih memperhatikan adegan-

adegan yang ramai daripada mencari makna pesan luhur yang dibawa dengan

keramaian tersebut.

Bagaimanapun media massa mempunyai fungsi pendidikan. Tiap acara TV

atau radio, tiap berita atau tulisan dalam surat kabar atau majalah dapat menambah

pengetahuan pendengar, penonton, atau pembacanya, memberikan kecakapan atau

keterampilan serta membina sikap tertentu. Dalam hal ini media massa

mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan belajar dalam kelas, sebab

dalam kelas, belajar berlangsung secara disadari, diperintah dan diuji tetapi

melalui media massa belajar terjadi secara tidak sadar, tanpa paksaan atau

perintah orang lain dan tidak ada tekanan untuk ulangan atau ujian. Mar'at seorang

psikolog dari Unpad mengemukakan pendapatnya sebagai berikut:

"TV mampu mengubah sikap, pandangan, dan perasaan seseorang. Dan

yang penting adalah fungsi TV-nya sendiri yang disesuaikan dengan kemampuan

masyarakat, sebagai media komunikasi visual dalam meningkatkan pengetahuan,

cara berpikir, dan cara menyelesaikan masalah".

Segi negatif yang lain dari media TV untuk pendidikan anak selain yang

telah diungkapkan terdahulu adalah kecenderungan anak untuk mengadakan

peniruan dan identifikasi. Kita mengetahui bahwa anak suka tneniru; dan pada

masa tertentu terutama pada awal masa pubertas ada masa anak untuk

beridentifikasi dengan tokoh-tokoh pujaan tertentu. Mudah kita pahami bahwa

yang menjadi idola anak adalah tokoh-tokoh terkenal atau jagoan-jagoan tertentu.

Sering terjadi kalau anak sudah menntio seorang tokoh, apa saja yang dilakukan

oleh tokoh tersebut selalu baik. Padahal mungkin saja tidak semua tingkah laku

tokoh tersebut baik, apalagi idolanya itu adalah tokoh dalam film-film Barat yang

mungkin tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.

Perkembangan teknologi di bidang industri mempunyai hubungan timbal

balik dengan pendidikan. Industri dengan teknologi maju memproduksi berbagai

macam alat-alat dan bahan yang secara langsung atau tidak langsung dibutuhkan

Page 95: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

dalam pendidikan. Kegiatan pendidikan membutuhkan dukungan dari penggunaan

alat-alat hasil industri seperti komputer, televisi, radio, cassete tape recorder,

video tape, buku-buku, gambar-gambar, peta, berbagai bentuk alat peraga, alat-

alat permainan, alat tulis menulis, alat-alat berhitung, dan sebagainya.

Peningkatan pendidikan sangat membutuhkan bantuan hasil-hasil

teknologi industri tidak hanya yang bersifat hardware, tetapi juga membutuhkan

bantuan penggunaan hasil pengembangan teknologi yang bersifat software. Sudah

tentu penggunaan alat-alat hasil industri maju dalam bidang pendidikan, menuntut

pengetahuan dan kecakapan gurugurunya. Hal itu berkenaan dengan segi software

sebagai hasil pengembangan teknologi. Penggunaan alat-alat belajar yang modern

dalam pendidikan akan mempengaruhi proses belajar. Dengan menggunakan alat-

alat belajar yang modern anak akan lebih aktif belajar. Aktivitas belajar anak akan

bergantung pada metode belajar-mengajar yang digunakan, anak akan lebih aktif

dibandingkan dengan kalau hanya menggunakan kapur dan papan tulis saja.

Ada segi lain mengenai hubungan antara pendidikan dengan

perkembangan teknologi dalam industri. Perkembangan teknologi industri

menuntut peningkatan penguasaan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan

sumber daya manusianya. Hal itu berarti membuka pekerjaan baru dan juga

menuntut keahlian baru yang harus dipersiapkan dalam pendidikan. Untuk

menyelenggarakan suatu sekolah kejuruan tertentu dituntut banyak hal. Sekolah

kejuruan yang baru menuntut penyediaan guru-guru dalam kejuruan tersebut,

menuntut peralatan pendidikan atau latihan yang baru yang mungkin tidak sama

dengan peralatan bagi pendidikan atau kejuruan yang telah ada. Sekolah kejuruan

yang baru juga mungkin menuntut sistem atau program yang baru, metode

mengajar yang baru, sistem penilaian yang baru, dan sebagainya. Dengan

perkataan lain perkembangan teknologi dalam industri dapat memberikan tuntutan

pembaharuan dalam pendidikan.

Telah dibicarakan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

membawa beberapa perubahan dalam kehidupan masyarakat. Beberapa

masyarakat terpencil, yang tertutup dengan adanya transportasi dan komunikasi

yang luas, berubah menjadi masyarakat yang terbuka dan cukup berkomunikasi

dengan daerah-daerah lain. Masyarakat yang pada mulanya hanya konsumtif

Page 96: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

terhadap hasil-hasil pertanian telah berubah menjadi masyarakat yang lebih

konsumtif terhadap produksi industri.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga telah menimbulkan

banyak perubahan dalam nilai-nilai, baik nilai sosial, budaya, spiritual, intelektual,

maupun material. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga

menimbulkan kebutuhan barn, aspirasi baru, sikap hidup baru. Hal-hal di atas

menuntut perubahan pada sistem dan isi pendidikan. pendidikan bukan hanya

mewariskan nilai-nilai dan hasil kebudayaan lama, tetapi juga mempersiapkan

generasi muda agar mampu hidup pada masa kini dan yang akan datang.

Dengan demikian, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

meyebabkan perkembangan pula pada dunia pendidikan. Pengaruh perkembangan

ilmu dan teknologi terhadap pendidikan selain yang bersifat tidak langsung seperti

yang telah dikemukakan terdahulu, juga yang bersifat langsung. Perkembangan

ilmu dan teknologi bukan hanya yang bentuk hardware tetapi juga software dan

hubungan antarmanusia. Sekolah atau lembaga-lembaga pendidikan lainnya,

merupakan tempat pemindahan teknologi yang bersifat software dan hubungan

antarmanusia. Di sekolah, perguruan tinggi atau lembaga pendidikan lainnya,

dipelajari konsep-konsep, prinsip-prinsip, kaidah-kaidah, cara-cara dan

pendekatanpendekatan baru, untuk memahami dan memecahkan berbagai

persoalan dalam kehidupan di rumah dan di masyarakat, dalam pekerjaan serta

dalam hubungan-hubungan yang lebih luas. Hal-hal tersebut juga menuntut selalu

adanya perkembangan dari pendidikan.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung, maupun

tidak langsung menuntut perkembangan pendidikan. Pengaruh langsung

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah memberikan isi/materi atau

bahan yang akan disampaikan dalam pendidikan. Pengaruh tak langsung adalah

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan perkembangan

masyarakat, dan perkembangan masyarakat menimbulkan problema-problema

baru yang menuntut pemecahan dengan pengetahuan, kemampuan, dan

keterampilan barn yang dikembangkan dalam pendidikan.

Page 97: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

F. Buku Acuan

Percipal, Fred & Ellington, Henry. (1984). Handbook of Educational

Technology. London: Kogan Page Ltd, dan New York: Nichols Publishing Co.

Buku ini merupakan buku dasar tentang teknologi pendidikan,

menguraikan aspek-aspek utama teknologi pendidikan dan peranannya dalam

tisaha meningkatkan efisiensi dan efektivitas pendid4 Ali Pada liawan 1)1.1.taina

blikil ini ditiraikan tentang pengerarahan pendidikan, pendekatan sistem dan

sekilas sejarah teknologi pendidikan. Bagian selanjutnya menjelaskan dua

pendekatan pendidikan, yaitu yang berpusat pada guru atau institusi dan yang

berpusat pada siswa. Peranan dan perumusan tujuan sebagai pusat dan titik tolak

dalam penyusunan desain pengajaran yang didasarkan atas pendekatan sistem.

juga dikemukakan macam-macam metode mengajar, baik yang bersifat kolas,

kelompok ataupun individual. Pada bagian akhir diuraikan evaluasi hasil belajar,

media dan sumber-sumber pengajaran, serta kecenderungan perkembangan

teknologi pendidikan pada tahun 2000.

Unruh, Glenys G. and Alexander, William M. (1970). Innovations in Secondary

Education. New York: Holt, Rinerhart and Winston, Inc.

Sekolah disadari atau tidak, mempunyai andil di dalam perubahan sosial.

Perubahan sosial merupakan suatu keharusan dan sekolah tidak dapat absen dalam

proses perubahan tersebut. Agar tanggap dan dapat selalu mengikuti perubahan-

perubahan sosial, maka sekolah pun harus mengadakan inovasi. Inovasi itu

bermacam-macam. Yang menjadi inti pembahasan dalam buku ini adalah inovasi

dalam pendidikan di sekolah yang diarahkan pada peningkatan efektivitas

pendidikan. Secara sistematis dalam buku ini dibahas; faktor-faktor yang

mendorong inovasi bagi perkembangan pendidikan. Selanjutnya kegiatan inovasi

berkenaan dengan komponen siswa, kurikulum, organisasi, staf pengajar, sarana,

media serta bangunan. Pada bagian terakhir diuraikan proses inovasi dan

perkembangannya serta berbagai pendekatan dalam inovasi pendidikan. Buku ini

sangat bermanfaat bagi para perencana pendidikan, ahli kurikulum serta pelaksana

pendidikan terutama kepala sekolah dan guru, sebab dalam tugasnya mereka harus

selalu mengadakan inovasi.

Page 98: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Gerlach, Vernon S. et al. (1980). Teaching and Media, A Systematic Approach.

Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Buku ini menguraikan masalah pengajaran dan media dengan pendekatan

sistem. Pengajaran harus disusun berdasarkan pada apa yang akan dikerjakan dan

pada apa yang akan dihasilkan pada siswa, mau jadi apa siswa. Media merupakan

aspek penting dalam pengajaran, akan memperlancar jalannya pengajaran. Dalam

buku tersebut sangat ditekankan, bahwa media bukan sekadar alat bantu, tetapi

merupakan bagian integral dari pengajaran. Konsep-konsep yang dipaparkan

dalam buku ini cukup modern, sebab menempatkan anak pada tempat yang

sentral. Selanjutnya dijelaskan dalam buku ini, bahwa pengajaran harus

menyatukan ilmu dengan seni mengajar, dan harus dipusatkan pada kebutuhan

dan aktivitas siswa. Atas dasar itu pengajaran harus mempunyai tujuan yang

spesifik, disusun dengan desain pengajaran yang baik, dan diadakan pemilihan

media yang tepat. Guru memegang peranan yang besar dalam pengajaran, is

adalah perencana pengajaran dan koordinator sumber-sumber belajar. Buku ini

sangat berharga bagi para ahli kurikulum, media pengajaran, dan guru-guru serta

para mahasiswa calon guru, memberikan pegangan baik dalam pengembangan

kurikulum, penyusunan desain pengajaran maupun dalam pemilihan media

pengajaran.

Bloom, Benyamin S. (1981). All Our Children Learning. New York: Mc Graw

Hill Book Co, Inc.

Buku ini sebenarnya merupakan kumpulan makalah yang disampaikan

dalam berbagai pertemuan ilmiah. Makalah-makalah tersebut merupakan makalah

terbaik atau terpilih yang sengaja dipilih penulis dan disediakan bagi para

pendidik, baik orang tua, maupun guru dan para instruktur. Isinya telah tersusun

sedemikian rupa sehingga membentuk satu kesatuan pemikiran yang utuh. Dalam

buku ini dijelaskan bagaimana pengaruh pendekatan-pendekatan dalam

pendidikan terhadap pandangan para ahli pendidikan terhadap sekolah, guru,

siswa, belajar, dan pengajaran. Rumah dan sekolah sebagai lembaga pendidikan

mempunyai peranan sendirisendiri, tetapi saling mempengaruhi. Anak menjadi

fokus pendidikan, semua kegiatan pendidikan harus bertolak dari perkembangan

anak.

Page 99: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

BAB 5

MACAM-MACAM MODEL KONSEP KURIKULUM

Pada Bab 1 telah ungkapkan empat aliran pendidikan yaitu pendidikan

klasik, pribadi, teknologi, dan interaksionis. Empat aliran itu bertolak dari asumsi

yang berbeda dan mempunyai pandangan yang berbeda pula lentang kedudukan

dan peranan pendidik, peserta didik, isi, maupun proses pendidikan. Empat aliran

atau teori pendidikan tersebut memiliki model konsep kurikulum dan praktik

pendidikan yang berbeda. Model konsep kurikulum dari teori pendidikan klasik

disebut kurikulum subjek akademis, pendidikan pribadi disebut kurikulum

humanistik, teknologi pendidikan disebut kurikulum teknologis dan dari

pendidikan interaksionis, disebut kurikulum rekonstruksi sosial.

A. Kurikulum Subjek Akademis

Model konsep kurikulum ini adalah model yang tertua, sejak sekolah yang

pertama berdiri, kurikulumnya mirip dengan tipe ini. Sampai sekarang,

%valaupun telah berkembang tipe-tipe lain, umumnya sekolah tidak dapat

welepaskan tipe ini. Mengapa demikian? Kurikulum ini sangat praktis, imidah

disusun, mudah digabungkan dengan tipe lainnya.

Kurikulum subjek akademis bersumber dari pendidikan klasik

(perenialisme dan esensialisme) yang berorientasi pada masa lalu. Semua Woo

pengetahuan dan nilai-nilai telah ditemukan oleh para pemikir masa lalu. Fungsi

pendidikan memelihara dan mewariskan hasil-hasil budaya ilia.,a lalu tersebut.

Kurikulum ini lebih mengutamakan isi pendidikan. liciajar adalah berusaha

menguasai ilmu sebanyak-banyaknya. Orang yang berhasil dalam belajar adalah

orang yang menguasai seluruh atau sebagian besar isi pendidikan yang diberikan

atau disiapkan oleh guru.

Isi pendidikan diambil dari setiap disiplin ilmu. Sesuai dengan bidang

disiplinnya para ahli, masing-masing telah mengembangkan ilmu secara

sistematis, logis, dan solid. Para pengembang kurikulum tidak perlu susah- susah

menyusun dan mengembangkan bahan sendiri. Mereka tinggal memilih bahan

Page 100: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

materi ilmu yang telah dikembangkan para ahli disiplin ilmu, kemudian

mereorganisasinya secara sistematis, sesuai dengan tujuan pendidikan dan tahap

perkembangan siswa yang akan mempelajarinya. Guru sebagai penyampai bahan

ajar memegang peranan penting. Mereka harus menguasai semua pengetahuan

yang ada dalam kurikulum. Ia harus menjadi ahli dalam bidang-bidang studi yang

diajarkannya. Lebih jauh guru dituntut bukan hanya menguasai materi pendidikan,

tetapi ia juga menjadi model bagi para siswanya. Apa yang disampaikan dan cara

penyampaiannya harus menjadi bagian dari pribadi guru. Guru adalah yang

"digugu dan "ditiru (diikuti dan dicontoh).

Karena kurikulum sangat mengutamakan pengetahuan maka

pendidikannya lebih bersifat intelektual. Nama-nama mata pelajaran yang menjadi

isi kurikulum hampir sama dengan nama disiplin ilmu, seperti bahasa dan sastra,

geografi, matematika, ilmu kealaman, sejarah, dan sebagainya.

Kurikulum subjek akademis tidak berarti hanya menekankan pada materi

yang disampaikan, dalam perkembangannya secara berangsur memperhatikan

proses belajar yang dilakukan siswa. Proses belajar yang dipilih sangat

bergantung pada segi apa yang dipentingkan dalam materi pelajaran tersebut.

Jerome Bruner dalam The Process of Education menyarankan bahwa

desain kurikulum hendaknya didasarkan atas struktur disiplin ilmu. Selanjutnya,

ia menegaskan bahwa kurikulum suatu mata pelajaran harus didasarkan atas

pemahaman yang mendasar yang dapat diperoleh dari prinsip-prinsip yang

mendasarinya dan yang memberi struktur kepada suatu disiplin ilmu.

Beberapa kegiatan belajar memungkinkan untuk mengadakan generalisasi,

suatu pengetahuan dapat digunakan dalam konteks lain daripada sekadar yang

dipelajarinya, dapat merangsang ingatan apabila siswa diminta untuk

menghubungkannya dengan masalah lain. Seorang siswa yang belajar fisika,

umpamanya, harus melakukan kegiatan belajar sebagaimana seorang ahli fisika

melakukannya. Hal seperti itu akan mempermudah proses belajar fisika bagi

siswa.

Penekanan pada segi intelektual ini dianut oleh hampir seluruh proyek

pengembangan kurikulum pada tahun 1960-an di sekolah-sekolah negara bagian

Amerika Serikat. Para pengembang kurikulum pada masa adalah para ahli mata

Page 101: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

pelajaran yang menyusun bahan ajar di sekitar unsur-unsur struktural mendasar

dari disiplin ilmunya, menyangkiii problema, konsep-konsep inti, prinsip-prinsip,

dan cara-cara bagaimana berinkuiri.

Salah satu contoh kurikulum yang berdasarkan atas struktur pengetahuan

adalah Man: A Course of Study (MACOS) Macos adalah kurikulum untuk

sekolah dasar, terdiri atas buku-buku, film, poster, rekaman, permainan, dan

perlengkapan kelas lainnya. Kurikulum ini ditujukan untuk mengadakan

penyempurnaan tentang pengajaran ilmu sosial dan humanitas, dengan

pengarahan dan bimbingan Bruner.

Para pengembang kurikulum mengharapkan anak-anak dapat menggali

faktor-faktor penting yang akan menjadikan manusia sebagai manusia. Melalui

perbandingan dengan binatang, anak mengetahui keadaan biologis manusia.

Dengan membandingkan manusia dari suatu masyarakat dengan masyarakat

lainnya, anak-anak akan mempelajari aspek-aspek universal dari kebudayaan

manusia.

Sasaran utama kurikulum model MACOS adalah perkembangan

kemampuan intelektual, yaitu membangkitkan penghargaan dan keyakinan akan

kemampuan sendiri dan memberikan serangkaian cara kerja yang memungkinkan

anak walaupun dengan cara sederhana mampu menganalisis kehidupan sosial.

Melalui serangkaian kegiatan ilmiah seperti observasi, percobaan, penyusunan,

dan pengujian hipotesis, pemahaman disiplin ilmu-ilmu sosial, kegiatan diskaveri

dan sebagainya, diharapkan anak dapat mengambil banyak manfaat. Pada tahun

1970-an pendekatan struktur pengetahuan dalam pengembangan kurikulum ini

mengalami kemunduran, sebab para ahli lebih tertarik pada pemecahan masalah

kemanusiaan.

Sekurang-kurangnya ada tiga pendekatan dalam perkembangan Kurikulum

Subjek Akademis. Pendekatan pertama, melanjutkan penih struktur pengetahuan.

Murid-murid belajar ba.gaimana memperoleh dan menguji fakta-fakta dan bukan

sekadar mengingat-ingatnya.

Pendekatan kedua, adalah studi yang bersifat integratif. Pendekatan ini

merupakan respons terhaclap perkembangan masyarakat yang menuntut model-

model pengetahuan yang lebih komprehensif-terpadu. Pelajaran tersusun atas

Page 102: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

satuan-satuan pelajaran, dalam satuan-satuan pelajaran tersebut batas-batas ilmu

menjadi hilang. Pengorganisasian tema-tema pengajaran didasarkan atas

fenomena-fenomena alam, proses kerja ilmiah dan problema-problema yang ada.

Mereka mengembangkan suatu model kurikulum yang terintegrasi (integrated

curriculum). Ada beberapa ciri model kurikulum yang dikembangkan.

1. Menentukan tema-tema yang membentuk satu kesatuan (unifying theme),

yang dapat terdiri atas ide atau konsep besar yang dapat mencakup semua

ilmu atau suatu proses kerja ilmu, fenomena alam, atau masalah sosial yang

membutuhkan pemecahan secara ilmiah.

2. Menyatukan kegiatan belajar dari beberapa disiplin ilmu. Kegiatan belajar

melibatkan isi dan proses dari satu atau beberapa ilmu sosial atau perilaku

yang mempunyai hubungan dengan tema yang dipilih/ dikerjakan.

3. Menyatukan berbagai cara/metode belajar. Kegiatan belajar ditekankan pada

pengalaman konkret yang bertolak dari minat dan kebutuhan murid serta

disesuaikan dengan keadaan setempat.

Pendekatan ketiga, adalah pendekatan yang dilaksanakan pada sekolah-

sekolah fundamentalis. Mereka tetap mengajar berdasarkan matamata pelajaran

dengan menekankan membaca, menulis, dan memecahkan masalah-masalah

matematis. Pelajaran-pelajaran lain seperti ilmu kealaman, ilmu sosial, dan lain-

lain dipelajari tanpa dihubungkan dengan kebutuhan praktis pemecahan masalah

dalam kehidupan.

1. Ciri-ciri kurikulum subjek akademis

Kurikulum subjek akademis mempunyai beberapa ciri berkenaan dengan

tujuan, metode, organisasi isi, dan evaluasi. Tujuan kurikulum subjek akademis

adalah pemberian pengetahuan yang solid serta melatih para siswa menggunakan

ide-ide dan proses "penelitian". Dengan berpengetahuan dalam berbagai disiplin

ilmu, para siswa diharapkan memiliki konsep-konsep dan cara-cara yang dapat

terus dikembangkan dalam masyarakat yang lebih luas. Para siswa harus belajar

menggunakan pemikiran dan dapat mengontrol dorongan-dorongannya. Sekolah

harus memberikan kesempatan kepada para siswa untuk merealisasikan

kemampuan mereka menguasai warisan budaya dan jika mungkin

memperkayanya.

Page 103: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Metode yang paling banyak digunakan dalam kurikulum subjek akademis adalah

metode ekspositori dan inkuiri. Ide-ide diberikan guru kemudian dielaborasi

(dilaksanakan) siswa sampai mereka kuasai. Konsep utama disusun secara

sistematis, dengan ilustrasi yang jelas untuk selanjutnya dikaji. Dalam materi

disiplin ilmu yang diperoleh, dicari berbagai masalah penting, kemudian

dirumuskan dan dicari cara pemecahannya.

Melalui proses tersebut para siswa akan menemukan, bahwa kemampuan

berpikir dan mengamati digunakan dalam ilmu kealaman, logika digunakan dalam

matematika, bentuk dan perasaan digunakan dalam seni dan koherensi dalam

sejarah. Mereka mempelajari buku-buku standar untuk memperkaya pengetahuan,

dan untuk memahami budaya masa lalu dan mengerti keadaan masa kini.

Ada beberapa pola organisasi isi (materi pelajaran) kurikulum subjek

akademis. Pola-pola organisasi yang terpenting di antaranya:

1. Correlated curriculum adalah pola organisasi materi atau konsep yang

dipelajari dalam suatu pelajaran dikorelasikan dengan pelajaran lainnya.

2. Unified atau Concentrated curriculum adalah pola organisasi bahan pelajaran

tersusun dalam tema-tema pelajaran tertentu, yang mencakup materi dari

berbagai pelajaran disiplin ilmu.

3. Integrated curriculum. Kalau dalam unified masih tampak warna iliciplin

ilmunya, maka dalam pola yang integrated warna disiplin ilmu tersebut

sudah tidak kelihatan lagi. Bahan ajar diintegrasikan dalam suatu persoalan,

kegiatan atau segi kehidupan tertentu.

4. Problem Solving curriculum adalah pola organisasi isi yang berisi topik

pemecahan masalah sosial yang dihadapi dalam kehidupan dengan

menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari berbagai

mata pelajaran atau disiplin ilmu.

Tentang kegiatan evaluasi, kurikulum subjek akademis menggunakan

bentuk evaluasi yang bervariasi disesuaikan dengan tujuan dan sifat mata

pelajaran. Dalam bidang studi humaniora lebih banyak digunakan bentuk uraian

(essay test) daripada tes objektif. Bidang studi tersebut membutuhkan jawaban

yang merefleksikan logika, koherensi, dan integrasi secara menyeluruh. Bidang

studi seni yang sifatnya ekspresi membutuhkan penilaian subjektif yang jujur, di

Page 104: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

samping standar keindahan dan cita rasa. Lain halnya dengan matematika, nilai

tertinggi diberikan bila siswa menguasai landasan aksioma serta cara

penghitungannya benar. Dalam ilmu kealaman penghargaan tertinggi bukan hanya

diberikan kepada jawaban yang benar tetapi juga pada proses berpikir yang

digunakan siswa.

Para ahli disiplin ilmu sering memiliki sifat ainbivalen terhadap evaluasi.

Satu pihak melihatnya sebagai suatu kegiatan yang sangat berharga, yang dapat

memberikan informasi yang dibutuhkan. Pada pihak lain mereka

mengkhawatirkan kegiatan evaluasi dapat mempengaruhi hubungan antara guru

dan siswa. Evaluasi yang dilakukan dalam waktu singkat tidak akan memberikan

gambaran yang benar tentang perkemhangan dan penguasaan siswa.

Kekhawatiran mereka dapat sedikit dikurangi dengan dikembangkannya model

evaluasi formatif dan sumatif.

2. Pemilihan disiplin ilmu

Masalah besar yang dihadapi oleh para pengembang kurikulum subjek

akademis adalah bagaimana memilih materi pelajaran dari sekian banyak disiplin

ilmu yang ada. Apabila ingin memiliki penguasaan yang cukup mendalam maka

jumlah disiplin ilmunya harus sedikit. Apabila hanya mempelajari sedikit disiplin

ilmu maka penguasaan para siswa akan sangat Ierbatas, sukar menerapkannya

dalam kehidupan masyarakat secara luas. apabila disiplin ilmunya cukup banyak,

maka tahap penguasaannya akan mendangkal. Anak-anak akan tahu banyak tetapi

pengetahuannya hanya sedikit- dikit (tidak mendalam).

Ada beberapa saran untuk mengatasi masa lah tersebut, yaitu:

1. Mengusahakan adanya penguasaan yang menyeluruh (comprehensive- ness)

dengan menekankan pada bagaimana cara menguji kebenaran atau

mendapatkan pengetahuan.

2. Mengutamakan kebutuhan masyarakat (social utility), memilih dan

menentukan aspek-aspek dari dari disiplin ilmu yang sangat diperlukan

dalam kehidupan masyarakat.

Page 105: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

3. Menekankan pengetahuan dasar, yaitu pengetahuan-pengetahuan yang

menjadi dasar (prerequisite) bagi penguasaan disiplin-disiplin ilmu yang

lainnya.

3. Penyesuaian mata pelajaran dengan perkembangan anak

Para pengembang kurikulum subjek akademis, lebih mengutamakan

penyusunan bahan secara logis dan sistematis daripada menyelaraskan urutan

bahan dengan kemampuan berpikir anak. Mereka umumnya kurang

memperhatikan bagaimana siswa belajar dan lebih mengutamakan susunan isi,

yaitu apa yang akan diajarkan. Proses belajar yang ditempuh oleh siswa sama

pentingnya dengan penguasaan konsep, prinsip-prinsip, dan generalisasi. Para ahli

kurikulum subjek akademis juga memandang materi yang akan diajarkan bersifat

universal, mereka mengabaikan karakteristik siswa dan kebutuhan masyarakat

setempat.

Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan di atas dalam perkembangan

selanjutnya dilakukan beberapa penyempurnaan. Pertama, untuk mengimbangi

penekanannya pada proses berpikir, mereka mulai mendorong penggunaan intuisi

dan tebakan-tebakan. Kedua adanya upaya-upaya untuk menyesuaikan pelajaran

dengan perbedaan individu dan kebutuhan setempat. Ketiga, pemanfaatan fasilitas

dan sumber yang ada pada masyarakat.

B. Kurikulum Humanistik

1. Konsep dasar

Kurikulum humanistik dikembangkan oleh para ahli pendidikan

humanistik. Kurikulum ini berdasarkan konsep aliran pendidikan pribadi

(personalized education) yaitu John Dewey (Progressive Education) dan J.J.

Rousseau (Romantic Education). Aliran ini lebih memberikan tempat utama

kepada siswa. Mereka bertolak dari asumsi bahwa anak atau siswa adalah yang

pertama dan utama dalam pendidikan. la adalah subjek yang menjadi pusat

kegiatan pendidikan. Mereka percaya bahwa siswa mempunyai potensi, punya

kemampuan, dan kekuatan untuk berkembang. Para pendidik humanis juga

berpegang pada konsep Gestalt, bahwa individu atau anak merupakan satu

Page 106: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan diarahkan kepada membina manusia yang

utuh bukan saja segi fisik dan intelektual tetapi juga segi sosial dan afektif (emosi,

sikap, perasaan, nilai, dan lain-lain).

Pandangan mereka berkembang sebagai reaksi terhadap pendidikan yang

lebih menekankan segi intelektual dengan peran utama dipegang oleh guru.

Pendidikan humanistik menekankan peranan siswa. Pendidikan merupakan suatu

upaya untuk menciptakan situasi yang permisif, rileks, akrab. Berkat situasi

tersebut anak mengembangkan segala potensi yang dimilikinya. Menurut Mc Neil

"The nezv humanists are self actualizers who see curriculum as a liberating

process that can meet the need for growth and personal integrity (John D. Mc

Neil, 1977, hlrn. 1). Tugas guru adalah menciptakan situasi yang permisif dan

mendorong siswa untuk mencari dan mengembangkan pemecahan sendiri.

Pendidikan mereka lebih menekankan bagaimana mengajar siswa

(mendorong siswa), dan bagaimana merasakan atau bersikap terhadap sesuatu.

Tujuan pengajaran adalah memperluas kesadaran diri sendiri dan mengurangi

kerenggangan dan keterasingan dari lingkungan. Ada beberapa aliran yang

termasuk dalam pendidikan humanistik yaitu pendidikan: Konfluen, Kritikisme

Radika I, dan Mistikisme modern.

Pendidikan konfluen menekankan keutuhan pribadi, individu harus

merespons secara utuh (baik segi pikiran, perasaan, maupun tindakan), terhadap

kesatuan yang menyeluruh dari lingkungan.

Kritikisme radikal bersumber dari aliran naturalisme atau romantisme

Rousseau. Mereka memandang pendidikan sebagai upaya untuk membantu anak

menemukan dan mengembangkan sendiri segala potensi yang dimilikinya.

Pendidikan merupakan upaya untuk menciptakan situasi yang memungkinkan

anak berkembang optimal. Pendidik adalah ibarat petani yang berusaha

menciptakan tanah yang gembur, air dan udara yang •ukup, terhindar dari

berbagai hama, untuk tumbuhnya tanaman yang penuh dengan berbagai potensi.

Dalam pendidikan tidak ada pemaksaan, yang ada adalah dorongan dan

rangsangan untuk berkembang

Page 107: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Mistikisme modern adalah aliran yang menekankan latihan dan

pengembangan kepekaan perasaan, kehalusan budi pekerti, melalui sensitivity

training, yoga, meditasi, dan sebagainya.

2. Kurikulurn konfluen

Kurikulum konfluen dikembangkan oleh para ahli pendidikan konfluen,

yang ingin menyatukan segi-segi afektif (sikap, perasaan, nilai) dengan segi-segi

kognitif (kemampuan intelektual). Pendidikan konfluen kurang menekankan

pengetahuan yang mengandung segi afektif). Menurut mereka kurikulum tidak

menyiapkan pendidikan tentang sikap, perasaan, dan nilai yang harus dimiliki

murid-murid. Kurikulum hendaknya mempersiapkan berbagai alternatif yang

dapat dipilih murid-murid dalam proses bersikap, berperasaan dan memberi

pertimbangan nilai. Murid-murid hendaknya diajak untuk menyatakan pilihan dan

mempertanggungjawabkan sikap-sikap, perasaan-perasaan, dan pertimbangan-

pertimbangan nilai yang telah dipilihnya.

3. Beberapa ciri kurikulum konfluen

Kurikulum konfluen mempunyai beberapa ciri utama yaitu:

a. Partisipasi. Kurikulum ini menekankan partisipasi murid dalam belajar.

Kegiatan belajar adalah belajar bersama, melalui berbagai bentuk aktivitas

kelompok. Melalui partisipasi dalam kegiatan bersama, murid-murid dapat

mengadakan perundingan, persetujuan, pertukaran kemampuan,

bertanggung jawab bersama, dan lain-lain. Ini menunjukkan ciri yang non-

otoriter dari pendidikan konfluen.

b. Integrasi. Melalui partisipasi dalam berbagai kegiatan kelompok terjadi

interaksi, interpenetrasi, dan integrasi dari pemikiran, perasaan dan juga

tindakan.

c. Relevansi. Isi pendidikan relevan dengan kebutuhan, mina t dan kehidupan

murid karena diambil dari dunia murid oleh murid sendiri. Hal demikian

sudah tentu akan lebih berarti bagi murid baik secara intelektual maupun

emosioanal.

Page 108: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

d. Pribadi anak. Pendidikan ini memberi tempat utama pada pribadi anak.

Pendidikan adalah pengembangan pribadi, pengaktualisasian segala

potensi pribadi anak secara utuh.

e. Tujuan. Pendidikan ini bertujuan mengembangkan pribadi yang utuh, yang

serasi baik di dalam dirinya maupun dengan lingkungan secara

menyeluruh.

Dasar dari kurikulum konfluen adalah Psikologi Gestalt yang menekankan

keutuhan, kesatuan, keseluruhan. Teori yang mendukung pandangan ini adalah

Eksistensialisme yang memusatkan perhatiannya pada apa yang terjadi sekarang

di tempat ini. Apa yang menjadi isi kurikulum diukur oleh apakah hal itu

bermanfaat bagi kita sekarang? Apakah hal itu akan memperbaiki kehidupan kita

sekarang.

Prinsip pengajarannya menerapkan prinsip terapi Gestalt, yang

menekankan keterbukaan, kesadaran, keunikan, dan tanggung jawab pribadi. Hal-

hal di atas sangat esensial dalam perkembangan individu yang sehat, yang matang.

Pengajaran lebih menekankan kepada tanggung jawab pribadi daripada kompetisi.

Tidak ada jawaban yang salah atau benar dalam pengajaran konfluen. Melalui

latihan kesadaran/kepekaan perkembangan yang sehat akan tercapai, karena

dengan cara itu ia lebih sadar akan eksistensinya dan kemungkinannya untuk

berkembang.

Kurikulum konfluen menyatukan pengetahuan objektif dan subjektif,

berhubungan dengan kehidupan siswa dan bermanfaat baik bagi individu maupun

masyarakat. Hal itu sesuai dengan konsep Gestalt bahwa sesuatu itu dikatakan

berarti (penting - red) apabila bermanfaat bagi keseluruhan. Pendidikan konfluen

sangat mengutamakan kesatuan dari keseluruhan.

4. Metode-metode belajar konfluen

Para pengembang kurikulum konfluen telah menyusun kurikulum untuk

berbagai bidang pengajaran. Kurikulum tersebut mencakup tujuan, topic- topik

yang akan dipelajari, alat-alat pelajaran, dan buku teks. Pengajaran konfluen juga

telah tersusun dalam bentuk rencana-rencana pelajaran, unit- unit pelajaran yang

telah diujicobakan. Kebanyakan bahan tersebut diajarkan dengan teknik afektif.

Page 109: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

George Issac Brown telah memberikan sekitar 40 macam teknik

pengajaran konfluen, di antaranya: dyads yang merupakan latihan komunikasi

afektif antara dua orang, fantasy body trips merupakan pemahaman tentang badan

dan diri individu, rituals yaitu suatu kegiatan untuk menciptakan kebiasaan,

kegiatan atau ritual baru.

Berbeda dengan pengembang kurikulum yang lain, para penyusun

kurikulum konfluen tidak menuntut para guru melaksanakan pengajaran seperti

yang mereka kerjakan. Mereka mengharapkan setiap guru mengembangkan kreasi

sendiri. Dalam menciptakan kreasi ini, yang terpenting mereka memahami tujuan

dan kegunaan kegiatan yang mereka ciptakan.

Dalam memilih kegiatan belajar beberapa cara dapat ditempuh. Pertama,

mengidentifikasi tema-tema atau topik-topik yang mengandung self judgment.

Untuk setiap tema atau topik hendaknya dipilih prosedur atau bentuk-bentuk

kegiatan atau teknik yang sesuai. Kedua, materi disajikan dalam bentuk yang

belum selesai (open ended), tema atau issue-iswre diharapkan muncul secara

spontan dari prosedur serta perlengkapan pengajaran yang ada. Cara yang kedua

ini menuntut keterbukaan dari peristiwa tetapi juga guru perlu mengusahakan

kerahasiaan.

Pengajaran humanistik memfokuskan proses aktualisasi din i (self actual-

ization). Setiap orang mempunyai self (aku = din) yang tidak selalu disadari,

tersembunyi atau tertutup. Aku atau diri ini perlu dibuka, atau diba- ngunkan

melalui pendidikan.

Kurikulum perlu merencanakan program untuk membantu para siswa

menemukan dan menampakan dirinya. Kurikulum humanistik dapat membantu

mereka memperlancar proses aktualisasi diri ini. Melalui berbagai kegiatan

pengajaran model humanistik para siswa dapat menyatakan din, berekspresi,

bereksperimen, berbuat, memperoleh umpan balik dan menemukan dirinya.

Menurut Abraham Maslow (1968, him. 685- 686) kita dapat belajar lebih banyak

tentang diri kita melalui pengujian respons-respons menuju puncak pengalaman

(peak experiences). Puncak pengalaman adalah pengalaman-pengalaman yang

membangkitkan rasa sayang, benci, cemas, duka, senang dsb. Menurut Maslow

puncak pengalaman ini merupakan awal dan juga akhir dari pendidikan.

Page 110: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Menurut Philip H. Phenix (1971, him. 271-283) kurikulum harus dapat

mengembangkan kesadaran dan mendorong kreativitas murid-murid. Bagi Phenix

kesadaran merupakan kunci perkembangan diri dalam membina hubungan dan

penycsuaian diri dengan orang lain, kelompok, budaya, dan lain-lain.

5. Karakteristik kurikulum humanistik

Kurikulum humanistik mempunyai beberapa karakteristik, berkenaan

dengan tujuan, metode, organisasi isi, dan evaluasi. Menurut para humanis,

kurikulum befungsi menyediakan pengalaman (pengetahuanred) berharga untuk

membantu memperlancar perkembangan pribadi mu- rid. Bagi mereka tujuan

pendidikan adalah proses perkembangan pribadi yang dinamis yang diarahkan

pada pertumbuhan, integritas, dan otonomi kepribadian, sikap yang sehat terhadap

diri sendiri, orang lain, dan belajar. Semua itu merupakan bagian dari cita-cita

perkembangan manusia yang teraktualisasi (self actualizing person). Seseorang

yang telah mampu mengakutalisasikan diri adalah orang yang telah mencapai

keseimbangan (harmoni) perkembangan seluruh aspek pribadinya baik aspek

kognitif, estetika, maupun moral. Seorang dapat bekerja dengan baik bila

memiliki karakter yang baik pula.

Kurikulum humanistik menuntut hubungan emosional yang baik antara

guru dan murid. Guru selain harus mampu menciptakan hubungan yang hangat

dengan murid, juga mampu menjadi sumber. Ia harus mampu memberikan materi

yang menarik dan mampu menciptakan situasi yang memperlancar proses belajar.

Guru harus memberikan dorongan kepada murid atas dasar saling percaya. Peran

mengajar bukan saja dilakukan oleh guru tetapi juga oleh murid. Guru tidak

memaksakan sesuatu yang tidak disengani murid.

Sesuai dengan prinsip yang dianut, kurikulum humanistik menekan- kan

integrasi, yaitu kesatuan perilaku bukan saja yang bersifat intelektual tetapi juga

emosional dan tindakan. Kurikulum humanistik juga menekankan keseluruhan.

Kurikulurn harus mampu memberikan penga- laman yang menyeluruh, bukan

pengalaman yang terpenggal-penggal. Kurikulum ini kurang menekankan

sekuens, karena dengan sekuens mu- rid-murid kurang mempunyai kesempatan

untuk memperluas dan memperdalam aspek-aspek perkembangannya.

Page 111: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Penyusunan sekuens dalam pengajaran yang sifatnya afektif, dilakukan oleh

Shiflett (1975, hlm. 121- 139) dengan langkah-langkah sebagai berikut.

a. Menyusun kegiatan yang dapat memunculkan sikap, minat atau perhatian

tertentu.

b. Memperkenalkan bahan-bahan yang akan dibahas dalam setiap kegiatan. Di

dalamnya tercakup topik-topik, bahan ajar serta kegiatan belajar yang akan

membantu siswa dalam merumuskan apa yang ingin mereka pelajari. Kegiatan

yang diutamakan adalah yang akan membangkitkan rasa ingin tahu dari

pemahaman.

c. Pelaksanaan kegiatan, para siswa diberi pengalaman yang menyenangkan baik

yang berupa gerakan-gerakan maupun penghayatan.

d. Penyempurnaan, pembahasan hasil-hasil yang telah dicapai, penyempurnaan

hasil serta upaya tindak lanjutnya.

Dalam evaluasi, kurikulum humanistik berbeda dengan yang biasa. Model

lebih mengutamakan proses daripada hasil. Kalau kurikulum yang hiasa terutama

subjek akademis mempunyai kriteria pencapaian, maka dalam kurikulum

humanistik tidak ada kriteria. Sasaran mereka adalah perkembangan anak supaya

menjadi manusia yang lebih terbuka, lebih berdiri sendiri. Kegiatan yang mereka

lakukan hendaknya bermanfaat bagi siswa. Kegiatan belajar yang baik adalah

yang memberikan pengalaman yang akan membantu para siswa memperluas

kesadaran akan dirinya dan orang lain dan dapat mengembangkan potensi-potensi

yang dimilikinya. l'onilaiannya bersifat subjektif baik dari guru maupun para

siswa.

C. Kurikulum Rekonstruksi Sosial

Kurikulum rekonstruksi sosial berbeda dengan model-model kurikulum

lainnya. Kurikulum ini lebih memusatkan perhatian pada problema- problema

yang dihadapinya dalam masyarakat. Kurikulum ini bersumber pada aliran

pendidikan interaksional. Menurut mereka pendidikan bukan upaya sendiri,

melainkan kegiatan bersama, interaksi, kerja sama. Kerja sama atau interaksi

bukan hanya terjadi antara sisvva dengan guru, tetapi juga antara siswa dengan

siswa, siswa dengan orang-orang di lingkungan- nya, dan dengan sumber belajar

Page 112: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

lainnya. Melalui interaksi dan kerja sama ini siswa berusaha memecahkan

problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat menuju pembentukan

masyarakat yang lebih baik.

Pandangan rekonstruksi sosial di dalam kurikulum dimulai sekitar tahun

1920-an. Harold Rug mulai melihat dan menyadarkan kawan- kawannya bahvva

selama ini terjadi kesenjangan antara kurikulum dengan masyarakat. Ia

menginginkan para siswa dengan pengetahuan dan konsep- konsep baru yang

diperolehnya dapat mengidentifikasi dan memcahkan masalah-masalah sosial.

Setelah diharapkan dapat menciptakan masya- rakat baru yang lebih stabil.

Theodore Brameld, pada awal tahun 1950-an menyampaikan gagasannya

tentang rekonstruksi sosial. Dalam masyarakat demokratis, seluruh warga

masyarakat harus turut serta dalam perkembangan dana pembaharuan masyarakat.

Untuk melaksanakan hal itu sekolah mempunyai posisi yang cukup penting.

Sekolah bukan saja dapat membantu individu memperkembangkan kemampuan

sosialnya, tetapi juga dapat membantu bagaimana berpartisipasi sebaik-baiknya

dalam kegiatan sosial.

Para rekonstruksionis sosial tidak mau terlalu menekankan kebebasan

individu. Mereka ingin meyakinkan murid-murid bagaimana masyarakat membuat

warganya seperti yang ada sekarang dan bagaimana masyarakat metnenuhi

kebutuhan pribadi warganya melalui konsensus sosial. Brameld juga ingin

memberikan keyakinan tentang pentingnya perubahan sosial. Perubahan sosial

tersebut harus dicapai melalui prosedur demokrasi. Para rekonstruksionis sosial

menentang intimidasi, menakut-nakuti dan kompromi semu. Mereka mendorong

agar para siswa mempunyai pengetahuan yang cukup tentang masalah-masalah

sosial yang mendesak (crucial) dan kerja sama atau bergotong royong untuk

memecahkannya.

1. Desain kurikulum rekonstruksi sosial

Ada beberapa ciri dari desain kurikulum ini.

a. Asumsi. Tujuan utama kurikulum rekonstruksi sosial adalah menghadapkan

para siswa pada tantangan, ancaman, hambatan-hambatan atau gangguan-

gangguan yang dihadapi manusia. Tantangan-tantangan tersebut merupakan

Page 113: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

bidang garapan studi sosial, yang perlu didekati dari bidang-bidang lain

seperti ekonomi, sosiologi psikologi, estetika, bahkan pengetahuan alam, dan

matematika. Masalah-masalah masyarakat bersifat universal dan hal ini

dapat dikaji dalam kurikulum.

b. Masalah-masalah sosial yang mendesak. Kegiatan belajar dipusatkan pada

masalah-masalah sosial yang mendesak. Masalah-masalah tersebut

dirumuskan dalam pertanyaan, seperti: Dapatkah kehidupan seperti sekarang

ini memberikan kekuatan untuk menghadapi ancaman ancaman yang akan

mengganggu integritas kemanusiaan? Dapatkah tata ekonomi dan politik

yang ada dibangun kembali agar setiap orang dapat memanfaatkan sumber-

sumber daya alam dan cumber daya manusia seadil mungkin. Pertanyaan-

pertanyaan tersebut mengundang pengungkapan lebih mendalam, bukan saja

dari buku-buku dan kegiatan laboratorium tetapi juga dari kehidupan nyata

dalanl masyarakat.

c. Pola-pola organ isasi. Pada tingkat sekolah menengah, pola organisasi

kurikulum disusun seperti sebuah roda. Di tengah-tengahnya sebagai poros

dipilih sesuatu masalah yang menjadi tema utama dan dibahas secara pleno.

Dan tema utama dijabarkan sejumlah topik yang dibahas dalam diskusi-

diskusi kelompok, latihan-latihan, kunjungan dan lain- lain. Topik-topik

dengan berbagai kegiatan kelompok ini merupakan jar-jar. Semua kegiatan

jar-jari tersebut dirangkum menjadi satu kesatuan sebagai bingkai atau velk.

BAGAN 5. Pola desain kurikulum rekonstruksi sosial

Page 114: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

1. Komponen-komponen kurikulum

Kurikulum rekonstruksi sosial memiliki komponen-komponen yang sama

dengan model kurikulum lain tetapi isi dan bentuk-bentuknya berbeda.

a) Tujuan dan isi kurikulum. Tujuan program pendidikan setiap tahun berubah.

Dalam program pendidikan ekonomi-politik, umpamanya untuk tahun pertama

tujuannya membangun kembali dunia ekonomipolitik. Kegiatan yang

dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut adalah ( I) mengadakan survai

secara kritis terhadap masyarakat (2) mengadakan studi tentang hubungan

antara keadaan ekonomi lokal dan ekonomi nasional serta dunia, (3)

mengadakan studi tentang latar belakang nkloris dan kecenderungan-

kecenderungan perkembangan ekonomi, Illihungannya dengan ekonomi lokal,

(4) mengkaji praktik politik dalam Ind,mT.Innyo dengan faktor ekonomi, (5)

memantapkan rencana perubahan praktik politik, (6) mengevaluasi semua

rencana dengan criteria, apakah telah mempengaruhi kepentingan sebagian

besar orang.

b) Metode. Dalam pengajaran rekonstruksi social para pengembang kurikulum

berusaha mencari keselarasan antara tujuan- tujuan nasional dengan tujuan

siswa. Guru-guru berusaha membantu para siswa menemukan minat dan

kebutuhannya. Sesuai dengan minat masingmasing siswa, baik dalam kegiatan

pleno maupun kelompok-kelompok berusaha memecahkan masalah sosial

yang dihadapinya. Kerja sama baik antara individu dalam kegiatan kelompok,

maupun antarkelompok dalam kegiatan pleno sangat mewarnai metode

rekonstruksi sosial. Kerja sama ini juga terjadi antara para siswa dengan

manusia sumber dari masyarakat. Bagi rekonstruksi sosial, belajar merupakan

kegiatan bersama, ada kebergantungan antara seorang dengan yang lainnya.

Dalam kegiatan belajar tidak ada kompetisi yang ada adalah kooperasi atau

kerja sama, saling pengertian dan konsensus. Anakanak sejak sekolah dasar

pun diharuskan turut serta dalam survai kemasyarakatan serta kegiatan-

kegiatan sosial lainnya. Untuk kelaskelas tinggi selain mereka dihadapkan

kepada situasi nyata juga mereka diperkenalkan dengan situasi-situasi ideal.

Dengan hal itu diharapkan para siswa dapat menciptakan model-model kasar

dari situasi yang akan datang.

Page 115: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

c) Evaluasi. Dalam kegiatan evaluasi para siswa juga libatkan. Keterlibatan

mereka terutama dalam memilih, menyusun, dan menilai bahan yang akan

diujikan. Soal-soal yang akan diujikan dinilai lebih dulu baik ketepatan

maupun keluasan isinya, juga keampuhan menilai pencapaian tujuan-tujuan

pembangunan masyarakat yang sifatnya kualitatif. Evaluasi tidak hanya

menilai apa yang telah dikuasai siswa, tetapi juga menilai pengaruh kegiatan

sekolah terhadap masyarakat. Pengaruh tersebut terutama menyangkut

perkembangan masyarakat dan peningkatan taraf kehidupan masyarakat.

2. Pelaksanaan pengajaran rekonstruksi sosial

Pengajaran rekonstruksi sosial banyak dilaksanakan di daerah-daerah yang

tergolong belum maju dan tingkat ekonominya juga belum tinggi. Pelaksanaan

pengajaran ini diarahkan untuk meningkatkan kondisi kehidupan mereka. Sesuai

dengan potensi yang ada dalam masyarakat, sekolah mempelajari potensi-potensi

tersebut, dengan bantuan biaya dari pemerintah sekolah berusaha

mengembangkan poterisi tersebut. Di daerah pertanian umpamanya sekolah

mengembangkan bidang pertanian dan peternakan, di daerah industri

mengembangkan bidang-bidang industri.

Salah satu badan yang banyak mengembangkan baik teori maupun praktik

pengajaran rekonstruksi sosial adalah Paulo Freize. Mereka banyak membantu

pengembangan daerah-daerah di Amerika Latin. Untuk memerangi kebodohan

dan keterbelakangan mereka menggalakkan gerakan budaya akal budi

(conscientization). Conscientization merupakan suatu proses pendidikan atau

pengajaran di mana siswa tidak diperlakukan sebagai penerima tetapi sebagai

pelajar yang aktif. Mereka berusaha membuka diri, memperluas kesadaran tentang

realitas sosial budaya dan dengan segala kemampuannya berupaya mengubah dan

meningkatkannya.

Sekolah berusaha memberikan penerangan dan melatih kemampuan untuk

melihat dan mengatasi hambatan-hambatan yang dihadapi, meningkatkan

kemampuan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Dengan gerakan

conscientization mereka membantu masyarakat memahami fakta-fakta dan

masalah-masalah yang dihadapinya dalam konteks kondisi masyarakat mereka.

Page 116: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Keterbatasan dan potensi yang mereka miliki. Bertolak dari kenyataan-kenyataan

tersebut mereka membina diri dan membangun masyarakat.

Harold G. Shane seorang profesor dari Universitas Indiana Amerika

Serikat, mewakili teman-temannya para Futurolog menggunakan perencanaan

masa yang akan datang (future planning) sebagai dasar penyusunan kurikulum. Ia

menggalakkan perencanaan masa akan datang, dari bukan perencanaan untuk

masa yang akan datang. Shane menegaskan peranan individu dalam menemukan

masa depannya sendiri, mereka tidak dapat melepaskan din dari perkembangan

tetapi harus menyesuaikannya.

Shane menyarankan para pengembang kurikulum, agar mempelajari

kecenderungan (trends) perkembangan. Kecenderungan utama adalah

perkembangan teknologi dengan berbagai dampaknya terhadap kondisi dan

perkembangan masyarakat. Kecenderungan lain adalah perkembangan ekonomi,

politik, sosial, dan budaya. Dalam perkembangan sosial yang perlu mendapatkan

perhatian utama adalah perkembangan manusia, baik bagai individu maupun

dalam interaksinya dengan yang lain. Untuk iiiengidentifikasi dan menganalisis

kecenderungan-kecenderungan tersebut diperlukan bantuan dari para ahli disiplin

ilmu. Dalam pemecahan problema sosial dan membuat kebijaksanaan sosial

diperlukan musyawarah tiengan warga masyarakat.

Para ahli kurikulum yang berorientasi ke masa depan menyarankan agar isi

kurikulum difokuskan pada: penggalian sumber-sumber alam dan htikan alam,

populasi, kesejahteraan masyarakat, masalah air, akibat pertambahan penduduk,

ketidakseragaman pemanfaatan sumber-sumber dan lain-lain.

Pandangan rekonstruksi sosial berkembang karena keyakinannya pada

kemampuan manusia untuk membangun dunia yang lebih baik. Juga

penekanannya tentang peranan ilmu dalam memecahkan masalah-masalah sosial.

Beberapa kritikus pendidikan menilai pandangan ini sukar diterapkan langsung

dalam kurikulum (pendidikan). Penyebabnya adalah interpretasi para ahli tentang

perkembangan dan masalah-masalah sosial berbeda. Kemampuan warga untuk

ikut serta dalam pemecahan masalah juga bervariasi.

Page 117: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

D. Teknologi dan Kurikulum

Abad dua puluh ditandai dengan perkembangan teknologi yang sangat

pesat. Perkembangan teknologi mempengaruhi setiap bidang dan aspek

kehidupan, termasuk bidang pendidikan. Sejak dahulu teknologi telah diterapkan

dalam pendidikan, tetapi yang digunakan adalah teknologi sederhana seperti

penggunaan papan tulis dan kapur, pena dan tinta, sabak dan grip, dan lain-lain.

Dewasa ini sesuai dengan tahap perkembangannya yang digunakan adalah

teknologi maju, seperti audio dan video casssette, overhead projector, film slide,

dan motion film, mesin pengajaran, komputer, CD-rom dan internet.

Sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, di bidang pendidikan

berkembang pula teknologi pendidikan. Aliran ini ada persamaannya dengan

pendidikan klasik, yaitu menekankan isi kurikulum, tetapi diarahkan bukan pada

pemeliharaan dan pengawetan ilmu tersebut tetapi pada penguasaan kompetensi.

Suatu kompetensi yang besar diuraikan menjadi kompetensi yang lebih

sempit/khusus dan akhirnya menjadi perilaku-perilaku yang dapat diamati atau

diukur.

Penerapan teknologi dalam bidang pendidikan khususnya kurikulum

adalah dalam dua bentuk, yaitu bentuk perangkat lunak (software) dan perangkat

keras (hardware). Penerapan teknologi perangkat keras dalam pendidikan dikenal

sebagai teknologi alat (tools technology), sedangkan penerapan teknologi

perangkat lunak disebut juga teknologi sistem (system technology).

Teknologi pendidikan dalam arti teknologi alat, lebih menekankan kepada

penggunaan alat-alat teknologis untuk menunjang efisiensi dan efektivitas

pendidikan. Kurikulumnya berisi rencana-rencana penggunaan berbagai alat dan

media, juga model-model pengajaran yang banyak melibatkan penggunaan alat.

Contoh-contoh model pengajaran tersebut adalah: pengajaran dengan bantuan film

dan video, pengajaran berprogram, mesin pengajaran, pengajaran modul.

Pengajaran dengan bantuan komputer, dan lain-lain.

Dalam arti teknologi sistem, teknologi pendidikan menekankan kepada

penyusunan program pengajaran atau rencana pelajaran dengan menggunakan

pendekatan sistem. Program pengajaran ini bisa semata-mata program sistem, bisa

Page 118: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

program sistem yang ditunjang dengan alat dan media, dan bisa juga program

sistem yang dipadukan dengan alat dan media pengajaran.

Pada bentuk pertama, pengajaran tidak membutuhkan alat dan med id yang

canggih, tetapi bahan ajar dan proses pembelajaran disusun secai sistem. Alat dan

media digunakan sesuai dengan kondisi tetapi tidal terlalu dipentingkan. Pada

bentuk kedua, pengajaran disusun secara system. Alat dan media digunakan sesuai

dengan kondisi tetapi tidak terlalu dipentingkan. Pada bentuk kedua, pengajaran

disusun secara system dan ditunjang dengan penggunaan alat dan media

pembelajaran. Penggunaan alat dan media belum terintegrasi dengan program

pembelajaran, bersifat "on-off', yaitu bila digunakan alat dan media akan lebih

baik, tetapi bila tidak menggunakan alat pun pengajaran masih tetap berjalan.

Pada bentuk ketiga program pengajaran telah disusun secara terpadu antara bahan

dan kegiatan pembelajaran dengan alat dan media. Bahan ajar telah disusun dalam

kaset audio, video atau film, atau diprogramkan dalam komputer. Pembelajaran

tidak bisa berjalan tanpa melibatkan penggunaan alat-alat dan program tersebut.

1. Beberapa ciri kurikulum teknologis

Kurikulum yang dikembangkan dari konsep teknologi pendidikan,

memiliki beberapa ciri khusus, yaitu:

a. Tujuan. Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan

dalam bentuk perilaku. Tujuan-tujuan yang bersifat umum yaitu kompetensi

dirinci menjadi tujuan-tujuan khusus, yang disebut objektif atau tujuan

instruksional. Objektif ini menggambarkan perilaku, perbuatan atau

kecakapan-keterampilan yang dapat diamati atau diukur.

b. Metode. Metode yang merupakan kegiatan pembelajaran sering dipandang

sebagai proses mereaksi terhadap perangsang-perangsang yang diberikan dan

apabila terjadi respons yang diharapkan maka respons tersebut diperkuat.

Tujuan-tujuan pengajaran telah ditentukan sebelumnya. Pengajaran bersifat

individual, tiap siswa menghadapi serentetan tugas yang harus

dikerjakannya, dan maju sesuai dengan kecepatan masing-masing. Pada saat

tertentu ada tugas-tugas yang harus dikerjakan secara kelompok. Setiap

Page 119: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

siswa harus menguasai secara tuntas tujuan-tujuan program pengajaran.

Pelaksanaan pengajaran mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.

1) Penegasan tujuan. Para siswa diberi penjelasan tentang pentingnya bahan

yang harus dipelajari. Sebagai tanda menguasai bahan mereka harus

menguasai seara tuntas tujuan-tujuan dari suatu program.

2) Pelaksanaan pengajaran. Para siswa belajar secara individual melalui media

buku-buku ataupun media elektronik. Dalam kegiatan belajarnya mereka

dapat menguasai keterampilan-keterampilan dasar ataupun perilaku-perilaku

yang dinyatakan dalam tujuan program. Mereka belajar dengan cara

memberikan respons secara cepat terhadap persoalan-persoalan yang

diberikan.

3) Pengetahuan tentang hasil. Kemajuan siswa dapat segera diketahui oleh

siswa sendiri, sebab dalam model kurikulum ini umpan balik selalu

diberikan. Para siswa dapat segera mengetahui apa yang telah mereka kuasai

dan apa yang masih harus dipelajari lebih serius.

c. Organisasi Indian ajar. Bahan ajar atau isi kurikulum banyak diambil dari

disiplin ilmu, tetapi telah diramu sedemikian rupa sehingga mendukung

penguasaan sesuatu kompetensi. Bahan ajar atau kompetensi yang luas/besar

dirinci menjadi bagian-bagian atau subkompetensi yang lebih kecil, yang

rnenggambarkan objektif. Urutan dari objektifobjektif ini pada dasarnya

menjadi inti organisasi bahan.

d. Evaluasi. Kegiatan evaluasi dilakukan pada setiap saat, pada akhir suatu

pelajaran, suatu unit ataupun semester. Fungsi evaluasi ini bermacam-

macam, sebagai umpan balik bagi siswa dalam penyempurnaan penguasaan

suatu satuan pelajaran (evaluasi formatif), umpan balik bagi siswa pada akhir

suatu program atau semester (evaluasi sumatif). Juga dapat menjadi umpan

balik bagi guru dan pengembang kurikulum untuk penyempurnaan

kurikulum. Evaluasi yang mereka gunakan umumnya berbentuk tes objektif.

Sesuai dengan landasan pemikiran mereka, bahwa model pengajarannya

menekankan sifat ilmiah, bentuk ini tes dipandang yang paling cocok.

Page 120: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Program pengajaran teknologis sangat menekankan efisiensi dan

efektivitas. Program dikembangkan melalui beberapa kegiatan uji coba dengan

sampel-sampel dari suatu populasi yang sesuai, direvisi beberapa kali sampai

standar yang diharapkan dapat dicapai. Dengan model pengajaran ini tingkat

penguasaan siswa dalam standar konvensional jauh lebih tinggi dibandingkan

dengan model-model lain. Apalagi kalau digunakan program-program yang lebih

berstruktur seperti pengajaran berprogram, pengajaran modul atau pengajaran

dengan bantuan video dan komputer, yang dilengkapi dengan sistem umpan balik

dan bimbingan yang teratur dari dapat mempercepat dan meningkatkan

penguasaan siswa.

Meskipun memiliki kelebihan-kelebihan, kurikulum teknologis tidak

terlepas dari beberapa keterbatasan atau kelemahan. Model ini terbatas

kemampuannya untuk mengajarkan bahan ajar yang kompleks atau membutuhkan

penguasaan tingkat tinggi (analisis, sintetis, evaluasi) juga bahan-bahan ajar yang

bersifat afektif. Beberapa percobaan menunjukkan kemampuan siswa untuk

mentransfer hasil belajar cukup rendah. Pengajaran teknologis sukar untuk dapat

melayani bakat-bakat siswa belajar dengan metode-metode khusus. Metode

mengajar mereka cenderung seragam. Keberhasilan belajar siswa juga sangat

dipengaruhi oleh sikap mereka, bila sikapnya positif maka siswa akan berhasil,

tetapi bila sikapnya negatif, tingkat penguasaannya pun relatif rendah. Masalah

kebosanan juga berpengaruh terhadap proses belajar.

2. Pengembangan kurikulum

Dalam pengembangan kurikulum model lama, menurut para ahli teknologi

pendidikan, penyusunan kurikulum, penyusunan buku-buku serta perangkat

kurikulum lainnya lebih bersifat seni dan didasarkan atas kepentingan politik

daripada landasan-landasan ilmiah dan teknologis. Pengembangan kurikulum

diarahkan pada pencapaian nilai-nilai umum, konsep-konsep, masalah dan

keterampilan yang akan menjadi isi kurikulum disusun dengan fokus pada nilai-

nilai tadi.

Pengembangan kurikulum teknologis berpegang pada beberapa kriteria,

yaitu: 1) Prosedur pengembangan kurikulum dinilai dan disempurnakan oleh

Page 121: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

pengembang kurikulum yang lain, 2) Hasil pengembangan terutama yang

berbentuk model adalah yang bisa diuji coba ulang, dan hendaknya memberikan

hasil yang sama.

Inti dari pengembangan kurikulum teknologis adalah penekanan pada

kompetensi. Pengembangan dan penggunaan alat dan media pengajaran bukan

hanya sebagai alat bantu tetapi bersatu dengan program pengajaran dan ditujukan

pada penguasaan kompetensi tertentu.

Pengembangan kurikulum ini membutuhkan kerjasama dengan para

penyusun program dan penerbit media elektronik dan media cetak. Di pihak lain

harus dicegah jangan sampai pengembangan kurikulum ini menjadi objek bisnis.

Pengembangan pengajaran yang betul-betul berstruktur dan bersatu dengan alat

dan media membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Inilah hambatan utama

pengembangan kurikulum ini, terutama bagi sekolah atau daerah-daerah yang

kemampuan finansialnya masih rendah.

Pemecahan masih dapat dilakukan dengan menerapkan model kurikulum

teknologis yang lebih menekankan pada teknologi sistem dan kurang menekankan

pada teknologi alat. Dengan pendekatan ini biaya dapat lebih ditekan, di samping

memberi kesempatan kepada pelaksana pengajaran, terutama guru-guru untuk

mengembangkan sendiri program pengajarannya. Model ini di Indonesia dikenal

dengan nama Satuan Pelajaran dalam lingkungan Pendidikan Dasar dan

Menengah atau Satuan Acara Perkuliahan pada Perguruan Tinggi, sebagai

bagman dari. Sistem Instruksional atau Desain Instruksional.

Pengembangan kurikulum teknologis terutama yang menekankan

teknologi alat, perlu mempertimbangkan beberapa hal. Pertama, formulasi perlu

dirumuskan terlebih dahulu apakah pengembangan alat atau media tersebut benar-

benar diperlukan. Hal ini menyangkut pasaran. Kedua spesifikasi, diperlukan

adanya spesifikasi dari alat atau media yang akan dikembangkan, baik dilihat dari

segi kegunaannya maupun ketepatan penggunaannya.

Spesifikasi juga meliputi spesifikasi situasi lingkungan tempat belajar,

standar perilaku belajar, serta keterampilan-keterampilan untuk mencapai tujuan.

Ketiga prototipe, sekuens-sekuens pengajaran perlu diujicobakan dalam bentuk

prototipe-prototipe, demikian juga format-format media, dan organisasi. Keempat

Page 122: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

percobaan pertama, unit-unit pengajaran diujicobakan pada sejumlah sampel

siswa untuk mengetahui keberhasilan dan kelemahannya. Data tentang kebaikan

dan kekurangan-kekurangan sangat diperlukan bagi penyempurnaan. Kelima

mencoba hasil, hasil dari pengembangan dicoba diterapkan di dalam sistem

pengajaran yang berlaku. Proses pelaksanaan, hasil dan kesulitan-kesulitan yang

dihadapi dicatat sebagai umpan balik bagi penyempurnaan selanjutnya.

E. Buku Acuan

Brown, George Isaac (ed). (1975). The Live Classroom. New York: The

Viking Press.

Buku ini menguraikan pendidikan dan pengajaran yang didasarkan atas

teori Gestalt, yang disebut Confluent Education. Dengan pendekatan ini mereka

ingin memperbaiki pelaksanaan yang mereka sebut sebagai kelas yang mati.

Suasana kelas dapat dihidupkan melalui pelaksanaan Confluent Education, sebab

dalam pendekatan ini faktor afektif mendapatkan tempat yang sama dengan faktor

kognitif. Dalam buku ini para penulis tidak hanya menguraikan segi-segi teoretis,

tetapi juga dilengkapi dengan ilustrasi dalam praktik. Dengan Confluent

Education bukan saja kelas menjadi lebih hidup, tetapi perkembangan yang

menyeluruh dari pribadi anak dapat tercapai, sehingga perkembangannya lebih

optimal. Buku ini sangat berfaidah bagi para pendidik, ahli kurikulum dan

pengajaran, serta para guru di sekolah. Pokok-pokok yang diuraikan dalam buku

ini meliputi, dasar-dasar teori Gestalt, konsep-konsep Confluent Education,

contoh-contoh rencana serta pelaksanaan pelajarannya.

Gilchrist, Robert S. & Roberts, Bernice B. (1974). Curriculum Development: A

Humanized System Approach. Belmont California: A Phi Delta Kappa Book.

Apa yang dikupas dalam buku ini, merupakan reaksi dan sekaligus ingin

memperbaiki sistem pendidikan yang ada. Sistem pendidikan yang ada umumnya

kurang memperhatikan kebutuhan siswa dan kurang melibatkan partisipasi guru

dan siswa. Sistem pendidikan, kurikulum, buku, alat pelajaran dan lain-lain,

umumnya ditentukan oleh pihak lain, pemegang kebijaksanaan pendidikan, suatu

komisi dan sebagainya, tanpa melibatkan siswa dan guru. Pengajaran bersifat

Page 123: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

mekanis dan satu komponen terlepas dari komponen lainnya. Melihat kelemahan-

kelemahan di atas para penulis melalui buku ini ingin memperbaikinya. Perbaikan

tersebut bertolak dari pendekatan humanisme, suatu pandangan pendidikan yang

menekankan kebutuhan perkembangan pribadi siswa seutuhnya. Segi afektif

berjalan sejajar dengan segi kognitif dan psikomotor. Dalam buku ini secara

sistematis dikemukakan; hakikat manusia, nilai dan tujuan perkembangan

manusia; bagaimana mengorganisasi pendidikan sehingga tercipta kegia tan

belajar yang efektif, bagaimana mempersiapkan dan melaksanakan pengajaran

yang efektif dan terakhir bagaimana mengembangkan sistem sekolah yang bersifat

humanistik. Buku ini sangat berguna bagi perencana dan pelaksana kurikulum dan

pengajaran.

Page 124: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

BAB 6

ANATOMI DAN DESAIN KURIKULUM

Pada bab-bab sebelum ini telah dikemukakan bahwa terdapat variasi dalam

mendepinisikan kurikulum. Ada yang memandangnya secara sempit, yaitu

kurikulum sebagai kumpulan mata pelajaran atau bahan ajar. Ada yang

mengartikannya secara luas, meliputi semua pengalaman yang diperoleh siswa

karena pengarahan-bimbingan dan tanggung jawab sekolah. Kurikulum juga

diartikan sebagai dokumen tertulis dari suatu rencana atau program pendidikan

(written curriculum), dan juga sebagai pelaksanaan dari rencana di atas (actual

curriculum). Tidak semua yang ada dalam kurikulum tertulis, kemungkinan

dilaksanakan di kelas.

Kurikulum dapat mencakup lingkup yang sangat luas, yaitu sebagai

program pengajaran pada suatu jenjang pendidikan, dan dapat pula menyangkut

lingkup yang sangat sempit, seperti program pengajaran suatu mata pelajaran

untuk beberapa jam pelajaran. Apakah dalam lingkup yang luas ataupun sempit,

kurikulum membentuk desain yang menggambarkan pola organisasi dari

komponen-komponen kurikulum dengan perlengkapan penunjangnya.

A. Komponen-Komponen Kurikulum

Kurikulum dapat diumpamakan sebagai suatu organisme manusia ataupun

binatang, yang memiliki susunan anatomi tertentu. Unsur atau komponen-

komponen dari anatomi tubuh kurikulum yang utama adalah: tujuan, isi atau

materi, proses atau sistem penyampaian dan media, serta evaluasi. Keempat

komponen tersebut berkaitan erat satu sama lain.

Suatu kurikulum harus memiliki kesesuaian atau relevansi. Kesesuaian ini

meliputi dua hal. Pertama kesesuaian antara kurikulum dengan tuntutan,

kebutuhan, kondisi, dan perkembangan masyarakat. Kedua kesesuaian

antarkomponen-komponen kurikulum, yaitu isi sesuai dengan tujuan, proses

sesuai dengan isi dan tujuan, demikian juga evaluasi sesuai dengan proses, isi dan

tujuan kurikulum.

Page 125: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Telah dikemukakan bahwa, dalam kurikulum atau pengajaran, tujuan

memegang peranan penting, akan mengarahkan semua kegiatan pengajaran dan

mewarnai komponen-komponen kurikulum lainnya. Tujuan kurikulum

dirumuskan berdasarkan dua hal. Pertama perkembangan tuntutan, kebutuhan dan

kondisi masyarakat. Kedua, didasari oleh pemikiran-pemikiran dan terarah pada

pencapaian nilai-nilai filosofis, terutama falsafah negara. Kita mengenal beberapa

kategori tujuan pendidikan, yaitu tujuan umum dan khusus, jangka panjang,

menengah, dan jangka pendek.

Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah 1975/1976 dikenal

kategori tujuan sebagai berikut. Tujuan pendidikan nasional merupakan tujuan

jangka panjang, tujuan ideal pendidikan bangsa Indonesia. Tujuan institusional,

merupakan sasaran pendidikan sesuatu lembaga pendidikan. Tujuan kurikuler,

adalah tujuan yang ingin dicapai oleh sesuatu program studi. Tujuan instruksional

yang merupakan target yang harus dicapai oleh sesuatu mata pelajaran. Yang

terakhir ini, masih dirinci lagi menjadi tujuan instruksional umum dan khusus atau

disebut juga objektif, yang merupakan tujuan pokok bahasan. Tujuan pendidikan

nasional yang berjangka panjang merupakan suatu tujuan pendidikan umum,

sedangkan tujuan isntruksional yang berjangka waktu cukup pendek merupakan

tujuan yang bersifat khusus. Tujuan-tujuan khusus dijabarkan dari sasaran-sasaran

pendidikan yang bersifat umum yang biasanya abstrak dan luas, menjadi sasaran-

sasaran khusus yang lebih konkret, sempit, dan terbatas.

Dalam kegiatan belajar-mengajar di-dalam kelas, tujuan-tujuan khusus

lebih diutamakan, karena lebih jelas dan mudah pencapaiannya. Dalam

mempersiapkan pelajaran, guru menjabarkan tujuan mengajarnya dalam bentuk

tujuan-tujuan khusus atau objectives yang yang bersifat operasional. Tujuan

demikian akan menggambarkan "what will the student he able to do as a result of

the teaching that he was unable to do before" (Rowntree, 1974: 5). Mengajar

dalam kelas lebih menekankan tujuan khusus, sebab hal itu akan dapat

memberikan gambaran yang lebih konkret, dan menekankan pada perilaku siswa,

sedang perumusan tujuan umum lebih bersifat abstrak, pencapaiannya

memerlukan waktu yang lebih lama dan lebih sukar diukur.

Page 126: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Tujuan-tujuan mengajar dibedakan atas beberapa kategori, sesuai dengan

perilaku yang menjadi sasarannya. Gage dan Briggs mengemukakan lima kategori

tujuan, yaitu intellectual skills, cognitive strategies, verbal information, motor

skills and attitudes (1974, hlm. 23-24). Bloom mengemukakan tiga kategori

tujuan mengajar sesuai dengan domain-domain perilaku individu, yaitu domain

kognitif, afektif, dan psikomotor. Domain kognitif berkenaan dengan penguasaan

kemampuan-kemampuan intelektual atau berpikir. Domain afektif berkenaan

dengan penguasaan dan pengembangan perasaan, sikap, minat, dan nilai-nilai.

Domain psikomotor menyangkut penguasaan dan pengembangan keterampilan-

keterampilan motorik.

Tujuan-tujuan khusus mengajar juga memiliki tingkat kesukaran yang

berbeda-beda. Bloom, (1975) membagi domain kognitif atas enam tingkatan dari

yang paling rendah, yaitu: pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis,

dan evaluasi. Untuk domain afektif Krathwohl dan kawan-kawan (1974)

membaginya atas lima tingkatan yang juga berjenjang, yaitu: menerima,

merespons, menilai, mengorganisasi nilai, dan karakterisasi nilai-nilai. Untuk

domain psikomotor Anita Harrow (1971) membaginya atas enam jenjang, yaitu:

gerakan refleks, gerakan-gerakan dasar, kecakapan mengamati, kecakapan

jasmaniah, gerakan-gerakan keterampilan dan komunikasi yang

berkesinambungan.

Perumusan tujuan mengajar yang berbentuk tujuan khusus (objective),

memberikan beberapa keuntungan:

a. Tujuan khusus memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan

mengajar-belajar kepada siswa. Berdasarkan penelitian Mager dan Clark

(1963) siswa yang mengetahui tujuan-tujuan khusus suatu pokok bahasan,

diberikan referensi dan sumber yang memadai, dapat belajar sendiri dalam

waktu setengah dari waktu belajar dalam kelas biasa.

b. Tujuan khusus, membantu memudahkan guru-guru memilih dan

menyusun bahan ajar.

c. Tujuan khusus memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media

mengajar.

Page 127: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

d. Tujuan khusus memudahkan guru mengadakan penilaian. Dengan tujuan

khusus guru lebih mudah menentukan bentuk tes, lebih mudah

merumuskan butir tes dan lebih mudah menentukan kriteria pen-

capaiannya.

Di samping keuntungan-keuntungan di atas pengembangan tujuantujuan

mengajar yang bersifat khusus menghadapi beberapa kesukaran, yaitu: 1) Sukar

menyusun tujuan-tujuan khusus untuk domain afektif, 2) Sukar menyusun tujuan-

tujuan khusus pada tingkat tinggi. Untuk mengatasi kedua kesukaran di atas

diperlukan keahlian, latihan dan pengalaman yang mencukupi dari guru-guru.

Kekurangan keahlian, latihan dan pengalaman akan membawa guru-guru pada

perumusan tujuan-tujuan yang bertaraf rendah, yang mudah diukur. Kelemahan di

atas akan menyebabkan penyusunan tujuan-tujuan khusus bersifat mekanistis,

dengan jumlah tujuan yang sangat banyak. Bagaimana perumusan sesuatu tujuan

khusus atau objective yang baik?

Beberapa ahli seperti Mager (1962), Banathy (1968), Rowntree (1974),

Gagne (1974), De Cecco (1977) dan Davies (1981) sepakat bahwa, tujuan khusus

merupakan suatu perilaku yang diperlihatkan siswa pada akhir suatu kegiatan

belajar. Ahli-ahli di atas juga memberikan beberapa spesifikasi dari tujuan-tujuan

mengajar khusus, yaitu:

a. Menggambarkan apa yang diharapkan dapat dilakukan oleh siswa, dengan:

1) menggunakan kata-kata kerja yang menunjukkan tingkah laku yang dapat

diamati, 2) menunjukkan stimulus yang membangkitkan tingkah laku siswa,

3) memberikan pengkhususan tentang sumber-sumber yang dapat digunakan

siswa dan orang-orang yang dapat diajak bekerjasama.

b. Menunjukkan mutu tingkah laku yang diharapkan dilakukan oleh siswa,

dalam bentuk: 1) ketepatan atau ketelitian respons, 2) kecepatan, panjangnya

dan frekeunsi respons.

c. Menggambarkan kondisi atau lingkungan yang menunjang tingkah laku

siswa, berupa: 1) kondisi atau lingkungan fisik, 2) kondisi atau lingkungan

psikologis.

Page 128: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

2. Bahan ajar

Siswa belajar dalam bentuk interaksi dengan lingkungannya, lingkungan

orang-orang, alat-alat dan ide-ide. Tugas utama seorang guru adalah menciptakan

lingkungan tersebut, untuk mendorong siswa melakukan interaksi yang produktif

dan memberikan pengalaman belajar yang dibutuhkan. Kegiatan dan lingkungan

demikian dirancang dalam suatu rencana mengajar, yang mencakup komponen-

komponen: tujuan khusus, sekuens bahan ajaran, strategi mengajar, media dan

sumber belajar, serta evaluasi hasil mengajar. Karena perumusan tujuan khusus

strategi, dan evaluasi hasil mengajar dibahas secara tersendiri, maka dalam bagian

ini yang akan diuraikan hanya sekuens bahan ajar.

a. Sekuens bahan ajar

Untuk mencapai tiap tujuan mengajar yang telah ditentukan diperlukan

hahan ajar. Bahan ajar tersusun atas topik-totpik dan sub-subtopik tertentu. Hap

topik atau subtopik mengandung ide-ide pokok yang relevan dengan tujuan yang

telah ditetapkan. Topik-topik atau sub-subtopik tersebut terusun sekuens tertentu

yang membentuk suatu sekuens bahan ajar.

Ada beberapa cara untuk menyusun sekuens bahan ajar, yaitu:

1) Sekuens kronologis. Untuk menyusun bahan ajar yang mengandung urutan

waktu, dapat digunakan sekuens kronologis. Peristiwaperistiwa sejarah,

perkembangan historis suatu institusi, penemuanpenemuan ilmiah dan

sebagainya dapat disusun berdasarkan sekuens kronologis.

2) Sekuens kausal. Masih berhubungan erat dengan sekuens kronologis adalah

sekuens kausal. Siswa dihadapkan pada peristiwa-peristiwa atau situasi yang

menjadi sebab atau pendahulu dari sesuatu peristiwa atau situasi lain. Dengan

mempelajari sesuatu yang menjadi sebab atau pendahulu para siswa akan

menemukan akibatnya. Menurut Rowntree (1974: 75) "sekuens kausal cocok

untuk menyusun bahan ajar dalam bidang meteorologi dan geomorfologi".

3) Sekuens struktural. Bagian-bagian bahan ajar suatu bidang studi telah

mempunyai struktur tetentu. Penyusunan sekuens bahan ajar bidang studi

tersebut perlu disesuaikan dengan strukturnya. Dalam fisika tidak mungkin

mengajarkan alat-alat optik, tanpa terlebih dahulu mengajarkan pemantulan

Page 129: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

dan pembiasan cahaya, dan pemantulan dan pembiasan cahaya tidak mungkin

diajarkan tanpa terlebih dahulu mengajarkan masalah cahaya. Masalah cahaya,

pemantulan-pembiasan, dan alat-alat optik tersusun secara struktural.

4) Sekuens logis dan psikologis. Bahan ajar juga dapat disusun berdasarkan

urutan logis. Rowntree (1974: 77) melihat perbedaan antara sekuens logis

dengan psikologis. Menurut sekuens logis bahan ajar dimulai dari bagian

menuju pada keseluruhan, dari yang sederhana kepada yang kompleks, tetapi

menurut sekuens psikologis sebaliknya dari keseluruhan kepada bagian, dari

yang kompleks kepada yang sederhana. Menurut sekuens logis bahan ajar

disusun dari yang nyata kepada yang abstrak, dari benda-benda kepada teori,

dari fungsi kepada struktur, dari masalah bagaimana kepada masalah

mengapa.

5) Sekuens spiral, dikembangkan oleh Bruner (1960). Bahan ajar dipusatkan

pada topik atau pokok bahan tertentu. Dari topik atau pokok tersebut bahan

diperluas dan diperdalam. Topik atau pokok bahan ajar tersebut adalah sesuatu

yang populer dan sederhana, tetapi kemudian diperluas dan diperdalam

dengan bahan yang lebih kompleks.

6) Rangkaian ke belakang. (backward chaining), dikembangkan oleh Thomas

Gilbert (1962). Dalam sekuens ini mengajar dimulai dengan langkah terakhir

dan mundur ke belakang. Contoh, proses pemecahan masalah yang besifat

ilmiah, meliputi 5 langkah, yaitu: (a) Pembatasan masalah (b) Penyusunan

hipotesis, (c) Pengumpulan data, (d) Pengetesan hipotesis, (e) Interpretasi

basil tes. Dalam mengajarnya mulai dengan langkah (e), kemudian guru

menyajikan data tentang sesuatu masalah dari langkah (a) sampai (d), dan

siswa diminta untuk membuat interpretasi hasilnya (e). Pada kesempatan lain

guru menyajikan data tentang masalah lain dari langkah (a) sampai (c) dan

siswa diminta untuk mengadakan pengetesan hipotesis (d) dan seterusnya.

7) Sekuens berdasarkan hierarki belajar. Model ini dikembangkan oleh Gagne

(1965), dengan prosedur sebagai berikut: tujuan-tujuan khusus utama

pembelajaran dianalisis, kemudian dicari suatu hierarki urutan bahan ajar

untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Hierarki tersebut menggambarkan

urutan perilaku apa yang mula-mula harus dikuasai siswa, berturut-turut

Page 130: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

sampai dengan perilaku terakhir. Untuk bidang studi tertentu dan pokok-

pokok bahasan tertentu hierarki juga dapat mengikuti hierarki tipe-tipe belajar

dari Gagne. Gagne mengemukakan 8 tipe belajar yang tersusun secara

hierarkis mulai dari yang paling sederhana: signal learning, stimulus-respons

learning, motor-chain learning, verbal association, multiple discrimination,

concept learning, principle learning, dan problem-solving learning. (Gagne,

1970: 63-64).

3. Strategi mengajar

Penyusunan sekuens bahan ajar berhubungan erat dengan strategi atau

metode mengajar. Pada waktu guru menyusun sekuens suatu bahan ajar, is juga

harus memikirkan strategi mengajar mana yang sesuai untuk menyajikan bahan

ajar dengan urutan seperti itu.

Ada beberapa strategi yang dapat digunakan dalam mengajar. Rowntree

(1974: 93-97) membagi strategi mengajar itu atas Exposition - Discovery

Learning dan Groups - Individual Learning. Ausubel and Robinson (1969 : 43-45)

membaginya atas strategi Reception Learning- Discovery Learning dan Rote

Learning- Meaningful Lerning.

a. Reception/Exposition Learning - Discovery Learning.

Reception dan exposition sesungguhnya mempunyai makna yang sama,

hanya berbeda dalam pelakunya. Reception learning dilihat dari sisi siswa

sedangkan exposition dilihat dari sisi guru. Dalam exposition atau reception

learning keseluruhan bahan ajar disampaikan kepada siswa dalam bentuk akhir

atau bentuk jadi, baik secara lisan maupun secara tertulis. Siswa tidak dituntut

untuk mengolah, atau melakukan aktivitas lain kecuali menguasainya. Dalam

discovery learning bahan ajar tidak disajikan dalam hentuk akhir, siswa dituntut

untuk melakukan berbagai kegiatan flienghimpun informasi, membandingkan,

mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta

membuat kesimpulankosimpulan. Melalui kegiatan-kegiatan tersebut siswa akan

menguasainya, menerapkan, serta menemukan hal-hal yang bermanfaat bagi

dirinya.

Page 131: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

b. Rote learning - Meaningful Learning.

Dalam rote learning bahan ajar disampaikan kepada siswa tanpa

memperhatikan arti atau maknanya bagi siswa. Siswa menguasai bahan ajar

dengan menghafalkannya. Dalam meaningful learning penyampaian bahan

mengutamakan maknanya bagi siswa. Menurut Ausubel and Robinson (1970: 52-

53) sesuatu bahan ajar bermakna bila dihubungkan dengan struktur kognitif yang

ada pada siswa. Struktur kognitif terdiri atas fakta-fakta, data, konsep, proposisi,

dalil, hukum dan teori-teori yang telah dikuasai siswa sebelumnya, yang tersusun

membentuk suatu struktur dalam pikiran anak. Lebih lanjut Ausubel and

Robinson menekankan bahwa reception-discovery learning dan rote-meaningful

learning dapat dikombinasikan satu sama lain sehingga membentuk 4 kombinasi

strategi belajar-mengajar, yaitu: a) meaningful-reception learning, b) rote-

reception learning, c) meaningful-discovery learning, dan d) rote-discovery

learning.

c. Group Learning - Individual Learning.

Pelaksanaan discovery learning menuntut aktivitas belajar yang bersifat

individual atau dalam kelompok-kelompok kecil. Discovery learning dalam

bentuk kelas pelaksanaannya agak sukar dan mempunyai beberapa masalah.

Masalah pertama, karena kemampuan dan kecepatan belajar siswa tidak sama,

maka kegiatan discovery hanya akan dilakukan oleh siswa-siswa yang pandai dan

cepat, siswa-siswa yang kurang dan lambat, akan mengikuti saja kegiatan dan

menerima temuan-temuan anak-anak cepat. Di pihak lain anak-anak lambat akan

menderita kurang motif belajar, acuh tak acuh, dan kemungkinan menjadi

pengganggu kelas. Masalah lain adalah kemungkinan untuk bekerja sama, dalam

kelas besar tidak mungkin semua anak dapat bekerja sama. Kerja sama hanya

akan dilakukan oleh anak-anak yang aktif, yang lain mungkin hanya akan menanti

atau menonton. Dengan demikian akan terjadi perbedaan yang semakin jauh

antara anak pandai dengan yang kurang.

Page 132: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

4. Media mengajar

Media mengajar merupakan segala macam bentuk perangsang dan alat

yang disediakan guru untuk mendorong siswa belajar. Perumusan di atas

menggambarkan pengertian media yang cukup luas, mencakup berbagai bentuk

perangsang belajar yang sering disebut sebagai audio visual aid, serta berbagai

bentuk alat penyaji perangsang belajar, berupa alat-alat elektronika seperti mesin

pengajaran, film, audio cassette, video cassette, televisi, dan komputer.

Rowntree (1974: 104-113) mengelompokkan media mengajar menjadi lima

macam dan disebut Modes, yaitu Interaksi insani, realita, pictorial, simbol tertulis,

dan rekaman suara.

a. Interaksi insani. Media ini merupakan komunikasi langsung antara dua orang

atau lebih. Dalam komunikasi tersebut kehadiran sesuatu pihak secara sadar

atau tidak sadar mempengaruhi perilaku yang lainnya. Terutama kehadiran

guru mempengaruhi perilaku siswa atau siswasiswanya. Interaksi insani dapat

bcrlangsung melalui komunikasi verbal atau nonverbal. Komunikasi yang

bersifat verbal memegang peranan penting, terutama dalam perkembangan

segi kognitif siswa. Untuk pengembangan segi-segi afektif, bentuk-bentuk

komunikasi nonverbal seperti: perilaku, penampilan fisik, roman muka, gerak-

gerik, sikap, dan lain-lain lebih memegang peranan penting sebagai contoh-

contoh nyata. Intensitas interaksi insani dalam berbagai metode mengajar

tidak selalu sama. Intensitas interaksi insani dalam metode ceramah lebih

rendah dibandingkan dengan metode diskusi, permainan, simulasi,

sosiodrama, dan lain-lain.

b. Realia. Realita merupakan bentuk perangsang nyata seperti orang-orang,

binatang, benda-benda, peristiwa, dan sebagainya yang diamati siswa. Dalam

interaksi insani siswa berkomunikasi dengan orang-orang, sedangkan dalam

realita orang-orang tersebut hanya menjadi objek pengamatan, objek studi

siswa.

c. Pictorial. Media ini menunjukkan penyajian berbagai bentuk variasi gambar

dan diagram nyata ataupun simbol, bergerak atau tidak, dibuat di atas kertas,

film, kaset, disket, dan media lainnya. Media pictorial mempunyai banyak

keuntungan karena hampir semua bentuk, ukuran, kecepatan, benda, makhluk,

Page 133: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

dan peristiwa dapat disajikan dalam media ini. Juga penyajiannya dapat

bervariasi dari bentuk yang paling sederhana seperti sketsa dan bagan sampai

dengan yang cukup sempurna seperti film bergerak yang berwarna dan

bersuara, atau bentuk-bentuk animasi yang disajikan dalam video atau

komputer.

d. Simbol tertulis. Simbol tertulis merupakan media penyajian informasi yang

paling umum, tetapi tetap efektif. Ada beberapa macam bentuk media simbol

tertulis seperti buku teks, buku paket, paket program belajar, modul, dan

majalah-majalah. Penulisan simbol-simbol tertulis biasanya dilengkapi dengan

media pictorial seperti gambar-gambar, bagan, grafik, dan sebagainya.

e. Rekaman suara. Berbagai bentuk informasi dapat disampaikan kepada anak

dalam bentuk rekaman suara. Rekaman suara dapat disajikan secara tersendiri

atau digabung dengan media pictorial. Penggunaan rekaman suara tanpa

gambar dalam pengajaran bahasa cukup efektif.

Dale (1969), mengemukakan 12 macam media mengajar atau audio visual

aid, yang disebutnya Cone of Experience, atau kerucut pengalaman, yaitu:

BAGAN 6. Kerucut pengalaman dari Edgar Dale

Page 134: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

5. Evaluasi pengajaran

Komponen utama selanjutnya setelah rumusan tujuan, bahan ajar, strategi

mengajar, dan media mengajar adalah evaluasi dan penyempurnaan. Evaluasi

ditujukan untuk menilai pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan serta

menilai proses pelaksanaan mengajar secara keseluruhan. Tiap kegiatan akan

memberikan umpan balik, demikian juga dalam pencapaian tujuan-tujuan belajar

dan proses pelaksanaan mengajar. Umpan balik tersebut digunakan untuk

mengadakan berbagai usaha penyempurnaan baik bagi penentuan dan perumusan

tujuan mengajar, penentuan sekuens bahan ajar, strategi, dan media mengajar.

a. Evaluasi hasil belajar-mengajar

Untuk menilai keberhasilan penguasaan siswa atau tujuan-tujuan khusus

yang telah ditentukan, diadakan suatu evaluasi. Evaluasi ini disebut juga evaluasi

hasil belajar-mengajar. Dalam evaluasi ini disusun butir-butir soal untuk

mengukur pencapaian tiap tujuan khusus yang telah ditentukan. Untuk tiap tujuan

khusus minimal disusun satu butir soal. Menurut lingkup luas bahan dan jangka

waktu belajar dibedakan antara evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.

Evaluasi formatif ditujukan untuk menilai penguasaan siswa terhadap

tujuan-tujuan belajar dalam jangka waktu yang relatif pendek. Tujuan utama dari

evaluasi formatif sebenarnya lebih besar ditujukan untuk menilai proses

pengajaran. Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah evaluasi formatif

digunakan untuk menilai penguasaan siswa setelah selesai mempelajari satu

pokok bahasan. Hasil evaluasi formatif ini terutama digunakan untuk

Page 135: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

memperbaiki proses belajar-mengajar dan membantu mengatasi kesulitan-

kesulitan belajar siswa. Dengan demikian evaluasi formatif, selain berfungsi

menilai proses, juga merupakan evaluasi atau tes diagnostik. Gronlund (1976:

489) mengemukakan fungsi tes formatif sebagai berikut: (1) to plan corrective

action for overcoming learning deficiences, (2) to aid in motivating learning, dan

(3) to increase retention and transfer or learning.

Evaluasi sumatif ditujukan untuk menilai penguasaan siswa terhadap

tujuan-tujuan yang lebih luas, sebagai hasil usaha belajar dalam jangka waktu

yang cukup lama, satu semester, satu tahun atau selama jenjang pendidikan.

Evaluasi sumatif mempunyai fungsi yang lebih luas daripada evaluasi formatif.

Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah, evaluasi sumatif dimaksudkan

untuk menilai kemajuan belajar siswa (kenaikan kelas, kelulusan ujian) serta

menilai efektivitas program secara menyeluruh. Ini sesuai dengan pendapat

Grondlund (1976: 499) bahwa evaluasi sumatif berguna bagi: (1) assigning

grades, (2) reporting learning progress to parents, pupils, and school personnel,

and (3) improving learning and instruction.

Untuk mengukur tingkat penguasaan siswa terhadap tujuan-tujuan yang

telah ditentukan atau bahan yang telah diajarkan ada dua macam norma yang

digunakan, yaitu norm referenced dan criterion referenced (Chauhan, 1979: 170-

177, Gronlund, 1976: 18-19, Thorndike, 1976: 654). Dalam cirterion referenced

penguasaan siswa yang diukur dengan sesuatu tes hasil belajar dibandingkan

dengan sesuatu kriteria tertentu umpamanya 80% dari tujuan atau bahan yang

diberikan. Dengan demikian dalam cirterion referenced ada suatu kriteria standar.

Dalam norm referenced, tidak ada suatu kriteria sebagai standar, penguasaan

siswa dibandingkan dengan tingkat penguasaan kawan-kawannya satu kelompok.

Dengan demikian norma yang digunakan adalah norma kelompok, yang lebih

bersifat relatif. Kelompok ini dapat berupa kelompok kelas, sekolah, daerah,

ataupun nasional. Dalam implementasi kurikulum atau pelaksanaan pengajaran,

criterion referenced digunakan pada evaluasi formatif, sedangkan norm referenced

digunakan pada evaluasi sumatif.

Page 136: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

b. Evaluasi pelaksanaan mengajar

Komponen yang dievaluasi dalam pengajaran bukan hanya hasil belajar-

mengajar tetapi keseluruhan pelaksanaan pengajaran, yang meliputi evaluasi

komponen tujuan mengajar, bahan pengajaran (yang menyangkut sekuens bahan

ajar), strategi dan media pengajaran, serta komponen evaluasi mengajar sendiri.

Stufflebeam dan kawan-kawan (1977: 243) mengutip Model Evaluasi dari EPIC,

bahwa dalam program mengajar komponen-komponen yang dievaluasi meliputi:

komponen tingkah laku yang mencakup aspek-aspek (subkomponen): kognitif,

afektif dan psikomotor; komponen mengajar mencakup subkomponen: isi,

metode, organisasi, fasilitas dan biaya; dan komponen populasi, yang mencakup:

siszva, guru, administrator, spesialis pendidikan, keluarga, dan masyarakat. Untuk

mengevaluasi komponenkomponen dan proses pelaksanaan mengajar bukan

hanya digunakan tes tetapi juga digunakan bentuk-bentuk nontes, seperti

observasi, studi dokumenter, analisis hasil pekerjaan, angket dan checklist.

Evaluasi dapat dilakukan oleh guru atau oleh pihak-pihak lain yang berwenang

atau diberi tugas, seperti Kepala Sekolah dan Pengawas, tim evaluasi Kanwil atau

Pusat. Sesuai dengan prinsip sistem, evaluasi dan umpan balik diadakan secara

terus menerus, walupun tidak semua komponen mendapat evaluasi yang sama

kedalaman dan keluasannya. Karena sifatnya menyeluruh dan terus menerus

tersebut maka evaluasi pelaksanaan sistem mengajar dapat dipandang sebagai

suatu monitoring.

6. Penyempurnaan pengajaran

Hasil-hasil evaluasi, baik evaluasi hasil belajar, maupun evaluasi

pelaksanaan mengajar secara keseluruhan, merupakan umpan balik bagi

penyempurnaan-penyempurnaan lebih lanjut. Komponen apa yang

disempurnakan, dan bagimana penyempurnaan tersebut dilaksanakan' Sesuai

dengan komponen-komponen yang dievaluasi, pada dasarnya semua komponen

mengajar mempunyai kemungkinan untuk disempurna kan. Suatu komponen

mendapatkan prioritas lebih dulu atau mendapatkan penyempurnaan lebih banyak,

dilihat dari peranannya dan tingkat kelemahannya (Rowntree, 1974: 150-151).

Penyempurnaan juga mungkin dilakukan secara langsung begitu didapatkan

Page 137: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

sesuatu informasi umpan balik, atau ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu

bergantung pada urgensinya dan kemungkinannya mengadakan penyempurnaan.

Penyempurnaan mungkin dilaksanakan sendiri oleh guru, tetapi dalam hal-hal

tertentu mungkin dibutuhkan bantuan atau saran-saran orang lain baik sesama

personalia sekolah atau ahli pendidikan dari luar sekolah. Penyempurnaan juga

mungkin bersifat menyeluruh atau hanya menyangkut bagian-bagian tertentu.

Semua hal tersebut bergantung pada kesimpulan-kesimpulan hasil evaluasi.

B. Desain Kurikulum

Desain kurikulum menyangkut pola pengorganisasian unsur-unsur atau

komponen kurikulum. Penyusunan desain kurikulum dapat dilihat dari dua

dimensi, yaitu dimensi horisontal dan vertikal. Dimensi horisontal berkenaan

dengan penyusunan dari lingkup isi kurikulum. Susunan lingkup ini sering

diintegrasikan dengan proses belajar dan mengajarnya. Dimensi vertikal

menyangkut penyusunan sekuens bahan berdasarkan urutan tingkat kesukaran.

Bahan tersusun mulai dari yang mudah, kemudian menuju pada yang lebih sulit,

atau mulai dengan yang dasar diteruskan dengan yang lanjutan.

Berdasarkan pada apa yang menjadi fokus pengajaran, sekurangkurangnya dikenal

tiga pola desain kurikulum, yaitu:

1. Subject centered design, suatu desain kurikulum yang berpusat pada bahan

ajar.

2. Learner centered design, suatu desain kurikulum yang mengutamakan

peranan siswa.

3. Problems centered design, desain kurikulum yang berpusat pada masalah-

masalah yang dihadapi dalam masyarakat.

Walaupun bertolak dari hal yang sama, dalam suatu pola desain terdapat

beberapa variasi desain kurikulum. Dalam subject centered design dikenal ada: the

subject design, the disciplines design dan the broad fields design. Pada problems

centered design dikenal pula the areas of living design dan the core design.

Page 138: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

1. Subject centered design

Subject centred design curriculum merupakan bentuk desain yang paling

populer, paling tua dan paling banyak digunakan. Dalam subject centered design,

kurikulum dipusatkan pada isi atau materi yang akan diajarkan. Kurikulum

tersusun atas sejumlah mata-mata pelajaran, dan mata-mata pelajaran tersebut

diajarkan secara terpisah-pisah. Karena terpisahpisahnya itu maka kurikulum ini

disebut juga separated subject curriculum.

Subject centered desain berkembang dari konsep pendidikan klasik yang

menekankan pengetahuan, nilai-nilai dan warisan budaya masa lalu, dan berupaya

untuk mewariskannya kepada generasi berikutnya. Karena mengutamakan isi atau

bahan ajar atau subject matter tersebut, maka desain kurikulum ini disebut juga

subject academic curriculum.

Model design curriculum ini mempunyai beberapa kelebihan dan

kekurangan. Beberapa kelebihan dari model desain kurikulum ini adalah: 1)

mudah disusun, dilaksanakan, dievaluasi, dan disempurnakan, 2) para pengajarnya

tidak perlu dipersiapkan khusus, asal menguasai ilmu atau bahan yang akan

diajarkan sering dipandang sudah dapat menyampaikannya. Beberapa kritik yang

juga merupakan kekurangan model desain ini, adalah: 1) karena pengetahuan

diberikan secara terpisah-pisah, hal itu bertentangan dengan kenyataan, sebab

dalam kenyataan pengetahuan itu merupakan satu kesatuan, 2) karena

mengutamakan bahan ajar maka peran peserta didik sangat pasif, 3) pengajaran

lebih menekankan pengetahuan dan kehidupan masa lalu, dengan demikian

pengajaran lebih bersifat verbalistis dan kurang praktis. Atas dasar tersebut, para

pengkritik menyarankan perbaikan ke arah yang lebih terintegrasi, praktis, dan

bermakna serta memberikan peran yang lebih a ktif kepada siswa.

a. The Subject Design

The subject design curriculum merupakan bentuk desain yang paling

murni dari subject centered design. Materi pelajaran disajikan secara terpisah-

pisah dalam bentuk mata-mata pelajaran. Model desain ini telah ada sejak lama.

Orang-orang Yunani dan kemudian Romawi mengembangkan Trivium dan

Quadrivium. Trivium meliputi gramatika, logika, dan retorika, sedangkan

Page 139: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Quadrivium, matematika, geometri, astronomi, dan musik. Pada saat itu

pendidikan tidak diarahkan pada mencari nafkah, tetapi pada pembentukan pribadi

dan status sosial (Liberal Art). Pendidikan hanya diperuntukkan bagi anak-anak

golongan bangsawan yang tidak usah bekerja mencari nafkah.

Pada abad 19 pendidikan tidak lagi diarahkan pada pendidikan umum

(Liberal Art), tetapi pada pendidikan yang lebih yang bersifat praktis, berkenaan

dengan mata pencaharian (pendidikan vokasional). Pada saat itu mulai

berkembang mata-mata pelajaran fisika, kimia, biologi, bahasa yang masih

bersifat teoretis, juga berkembang mata-mata pelajaran praktis seperti pertanian,

ekonomi, tata buku, kesejahteraan keluarga, keterampilan, dan lain-lain. Isi

pelajaran diambil dari pengetahuan, dan nilai-nilai yang telah ditemukan oleh ahli-

ahli sebelumnya. Para siswa dituntut untuk menguasai semua pengetahuan yang

diberikan, apakah mereka menyenangi atau tidak, membutuhkannya atau tidak.

Karena pelajaran-pelajaran tersebut diberikannya secara terpisah-pisah, maka

siswa menguasainya pun terpisah-pisah pula. Tidak jarang siswa menguasai bahan

hanya pada tahap hafalan, bahan dikuasai secara verbalistis.

Lebih rinci kelemahan-kelemahan bentuk kurikulum ini adalah:

1) Kurikulum memberikan pengetahuan terpisah-pisah, satu terlepas dari yang

lainnya.

2) Isi kurikulum diambil dari masa lalu, terlepas dari kejadian-kejadian yang

hangat, yang sedang berlangsung saat sekarang.

3) Kurikulum ini kurang memperhatikan minat, kebutuhan dan pengalaman para

peserta didik.

4) Isi kurikulum disusun berdasarkan sistematika ilmu sering menimbulkan

kesukaran di dalam mempelajari dan menggunakannya.

5) Kurikulum lebih mengutamakan isi dan kurang memperhatikan cara

penyampaian. Cara penyampaian utama adalah ekspositori yang menyebabkan

peranan siswa pasif.

Meskipun ada kelemahan-kelemahan di atas, bentuk desain kurikulum ini

mempunyai beberapa kelebihan. Karena kelebihan-kelebihan tersebut bentuk

kurikulum ini lebih banyak dipakai.

Page 140: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

1. Karena materi pelajaran diambil dari ilmu yang sudah tersusun secara

sitematis logis, maka penyusunannya cukup mudah.

2. Bentuk ini sudah dikenal lama, baik oleh guru-guru maupun orang tua,

sehingga lebih mudah untuk dilaksanakan.

3. Bentuk ini memudahkan para peserta didik untuk mengikuti pendidikan di

Perguruan Tinggi, sebab pada Perguruan Tinggi umumnya digunakan

bentuk ini.

4. Bentuk ini dapat dilaksanakan secara efisien, karena metode utamanya

adalah metode ekspositori yang dikenal tingkat efisiennya cukup tinggi.

5. Bentuk ini sangat ampuh sebagai alat untuk melestarikan dan mewariskan

warisan budaya masa lalu.

Dengan adanya kelemahan-kelemahan di atas pengembang kurikulum

subject design tidak tinggal diam, mereka berusaha untuk memperbaikinya.

Dalam rumpun subject centerd, the broad field design merupakan pengembangan

dari bentuk ini. Begitu juga pengembangan bentuk-bentuk lain di luar subject

centered, seperti activity atau experience design, areas of living design dan core

design.

b. The Disciplines Design

Bentuk ini merupakan pengembangan dari subject design, keduanya masih

menekankan kepada isi atau materi kurikulum. Walaupun bertolak dari hal yang

sama tetapi antara keduanya terdapat perbedaan. Pada subject design belum ada

kriteria yang tegas tentang apa yang disebut subject (ilmu). Belum ada perbedaan

antara matematika, psikologi dengan teknik atau cara mengemudi, semuanya

disebut subject. Pada disciplines design kriteria tersebut telah tegas, yang

membedakan apakah suatu pengetahuan itu ilmu atau subject dan bukan adalah

batang tubuh keilmuannya. Batang tubuh keilmuan menentukan apakah suatu

bahan pelajaran itu disiplin ilmu atau bukan. Untuk menegaskan hal itu mereka

menggunakan istilah disiplin.

Isi kurikulum yang diberikan di sekolah adalah disiplin-disiplin ilmu.

Menurut pandangan ini sekolah adalah mikrokosmos dari dunia intelek, batu

pertama dari hal itu adalah isi dari kurikulum. Para pengembang kurikulum dari

Page 141: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

aliran ini berpegang teguh pada disiplin-disiplin ilmu seperti: fisika, biologi,

psikologi, sosiologi, dan sebagainya.

Perbedaan lain adalah dalarn tingkat penguasaan, disciplines design tidak

seperti subject design yang menekankan penguasaan fakta-fakta dan informasi

tetapi pada pemahaman (understanding). Para peserta didik didorong untuk

memahami logika atau struktur dasar suatu disiplin, memahami konsep-konsep,

ide-ide dan prinsip-prinsip penting, juga didorong untuk memahami cara mencari

dan menemukannya (modes of inquiry and discovery). Hanya dengan menguasai

hal-hal itu, kata mereka, peserta didik akan memahami masalah dan mampu

melihat hubungan berbagai fenomena baru.

Proses belajarnya tidak lagi menggunakan pendekatan ekspositori yang

menyebabkan peserta didik lebih banyak pasif, tetapi menggunakan pendekatan

inkuiri dan diskaveri. Disciplines design sudah mengintegrasikan unsur-unsur

progresifisme dari Dewey. Bentuk ini memiliki beberapa kelebihan dibandingkan

dengan subject design. Pertama, kurikulum ini bukan hanya memiliki organisasi

yang sistematik dan efektif tetapi juga dapat memelihara integritas intelektual

pengetahuan manusia. Kedua, peserta didik tidak hanya menguasai serentetan

fakta, prinsip hasil hafalan tetapi menguasai konsep, hubungan dan proses-proses

intelektual yang berkembang pada siswa.

Meskipun telah menunjukkan beberapa kelebihan bentuk, desain ini masih

memiliki beberapa kelamahan. Pertama, belum dapat memberikan pengetahuan

yang terintegrasi. Kedua, belum mampu mengintegrasikan sekolah dengan

masyarakat atau kehidupan. Ketiga, belum bertolak dari minat dan kebutuhan atau

pengalaman peserta didik. Keempat, susunan kurikulum belum efisien baik untuk

kegiatan belajar maupun untuk penggunaannya. Kelima, meskipun sudah lebih

luas dibandingkan dengan subject design tetapi secara akademis dan intelektual

masih cukup sempit.

c. The Broad Fields Design

Baik subject design maupun disciplines design masih menunjukkan adanya

pemisahan antar-mata pelajaran. Salah satu usaha untuk menghilangkan

pemisahan tersebut adalah mengembangkan the broad filed design. Dalam model

Page 142: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

ini mereka menyatukan beberapa mata pelajaran yang berdekatan atau

berhubungan menjadi satu bidang studi seperti Sejarah, Geografi, dan Ekonomi

digabung menjadi Ilmu Pengetahuan Sosial, Aljabar, Ilmu Ukur, dan Berhitung

menjadi Matematika, dan sebagainya.

Tujuan pengembangan kurikulum broad field adalah menyiapkan para

siswa yang dewasa ini hidup dalam dunia informasi yang sifatnya spesialistis,

dengan pemahaman yang bersifat menyeluruh. Bentuk kurikulum ini banyak

digunakan di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, di sekolah menengah

atas penggunaannya agak terbatas apalagi di perguruan tinggi sedikit sekali.

Ada dua kelebihan penggunaan kurikulum ini. Pertama, karena dasarnya

bahan yang terpisah-pisah, walaupun sudah terjadi penyatuan beberapa mata

kuliah masih memungkinkan penyusunan warisan-warisan budaya secara

sistematis dan teratur. Kedua, karena mengintegrasikan beberapa mata kuliah

memungkinkan peserta didik melihat hubungan antara berbagai hal.

Di samping kelebihan tersebut, ada beberapa kelemahan model kurikulum

ini. Pertama kemampuan guru, untuk tingkat sekolah dasar guru mampu

menguasai bidang yang luas, tetapi untuk tingkat yang lebih tinggi, apalagi di

perguruan tinggi sukar sekali. Kedua, karena bidang yang dipelajari itu luas, maka

tidak dapat diberikan secara mendetil, yang diajarkan hanya permukaannya saja.

Ketiga, pengintegrasian bahan ajar terbatas sekali, tidak menggambarkan

kenyataan, tidak memberikan pengalaman yang sesungguhnya bagi siswa, dengan

demikian kurang membangkitkan minat belajar. Keempat, meskipun kadarnya

lebih rendah dibandingkan dengan subject design, tetapi model ini tetap

menekankan tujuan penguasaan bahan dan informasi. Kurang menekankan proses

pencapaian tujuan ya.lg sifatnya afektif dan kognitif tingkat tinggi.

2. Learner-centered design

Sebagai reaksi sekaligus penyempurnaan terhadap beberapa kelemahan

subject centered design berkembang learner centered design. Desain ini berbeda

dengan subject centered, yang bertolak dari cita-cita untuk melestarikan dan

mewariskan budaya, dan karena itu mereka mengutamakan peranan isi dari

kurikulum.

Page 143: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Learner centered, memberi tempat utama kepada peserta didik. Di dalam

pendidikan atau pengajaran yang belajar dan berkembang adalah peserta didik

sendiri. Guru atau pendidik hanya berperan menciptakan situasi belajar-mengajar,

mendorong dan memberikan bimbingan sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

Peserta didik bukanlah tiada daya, dia adalah suatu organisme yang punya potensi

untuk berbuat, berperilaku, belajar dan juga berkembang sendiri. Learner centered

design bersumber dari konsep Rousseau tentang pendidikan alam, menekankan

perkembangan peserta didik. Pengorganisasian kurikulum didasarkan atas minat,

kebutuhan dan tujuan peserta didik.

Ada dua ciri utama yang membedakan desain model learner centred

dengan subject centered. Pertama, learner centered design mengembangkan

kurikulum dengan bertolak dari peserta didik dan bukan dari isi. Kedua, learner

centered bersifat not-preplanned (kurikulum tidak diorganisasikan sebelumnya)

tetapi dikembangkan bersama antara guru dengan siswa dalam penyelesaian

tugas-tugas pendidikan. Organisasi kurikulum didasarkan atas masalah-masalah

atau topik-topik yang menarik perhatian dan dibutuhkan peserta didik dan

sekuensnya disesuaikan dengan tingkat perkembangan mereka.

Ada beberapa variasi model ini yaitu the activity atau experience design,

humanistic design, the open, free design, dan lain-lain. Pada tulisan ini akan

dikemukakan sebagian saja.

a. The Activity atau Experience Design

Model desain ini berawal pada abad 18, atas hasil karya dari Rousseau dan

Pestalozzi, yang berkembang pesat pada tahun 1920/1930-an pada masa kejayaan

Pendidikan Progresif.

Berikut beberapa ciri utama activity atau experience design. Pertama,

struktur kurikulum ditentukan oleh kebutuhan dan minat peserta didik. Dalam

mengimplementasikan ciri ini guru hendaknya: a) Menemukan minat dan

kebutuhan peserta didik, b) Membantu para siswa memilih mana yang paling

penting dan urgen. Hal ini cukup sulit, sebab harus dapat dibedakan mana minat

dan kebutuhan yang sesungguhnya dan mana yang hanya angan-angan. Untuk itu

guru perlu menguasai benar perkembangan dan karakteristik peserta didik.

Page 144: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Kedua, karena struktur kurikulum didasarkan atas minat dan kebutuhan

peserta didik, maka kurikulum tidak dapat disusun jadi sebelumnya, tetapi disusun

bersama oleh guru dengan para siswa. Demikian juga tujuan yang akan dicapai,

sumber-sumber belajar, kegiatan belajar dan prosedur evaluasi, dirumuskan

bersama siswa. Istilah yang mereka gunakan adalah teacher-student planning.

Seperti dikemukakan oleh Smith, Stanley and Shores (1977: 274-1725) bahwa

tugas guru adalah:

... discovering students interest, guiding students in selection of interest, helping

groups and individuals to plan and carryout learning activi ties, and assisting

learners to appraise their experience. In short, the teacher must prepare in

advance to help learners decide what to to do, how to do it, and how to evaluate

the results.

Ketiga, desain kurikulum tersebut menekankan prosedur pemecahan

masalah. Di dalam proses menemukan minatnya peserta didik menghadapi

hambatan atau kesulitan-kesulitan tertentu yang harus diatasi. Kesulitankesulitan

tersebut menunjukkan problema nyata yang dihadapi peserta didik. Dalam

menghadapi dan mengatasi masalah-masalah tersebut, peserta didik melakukan

proses belajar yang nyata, sungguh-sungguh bermakna, hidup dan relevan dengan

kehidupannya. Berbeda dengan subject design yang menekankan isi, activity

design lebih mengutamakan proses (keterampilan memecahkan masalah).

Ada beberapa kelebihan dari desain kurikulum ini. Pertama, karena

kegiatan pendidikan didasarkan atas kebutuhan dan minat peserta didik, maka

motivasi belajar bersifat intrinsik dan tidak perlu dirangsang dari luar. Fakta-fakta,

konsep, keterampilan dan proses pemecahan dipelajari peserta didik karena hal itu

mereka perlukan. jadi belajar benar-benar relevan dan bermakna. Kedua,

pengajaran memperhatikan perbedaan individual. Mereka turut dalam kegiatan

belajar kelompok karena membutuhkannya, demikian juga kalau mereka

melakukan kegiatan individual. Ketiga, kegiatan-kegiatan pemecahan masalah

memberikan bekal kecakapan dan pengetahuan untuk menghadapi kehidupan di

luar sekolah.

Beberapa kritik yang menunjukkan kelemahan dilontarkan terhadap model

desain kurikulum

Page 145: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Pertama, penekanan pada minat dan kebutuhan peserta didik belum tentu

cocok dan memadai untuk menghadapi kenyataan dalam kehidupan. Kehidupan

dunia modern sangat kompleks, peserta didik belum tentu mampu melihat dan

merasakan kebutuhan-kebutuhan esensial.

Kedua, kalau kurikulum hanya menekankan minat dan kebutuhan peserta

didik, dasar apa yang digunakan untuk menyusun struktur kurikulum. Kurikulum

tidak mempunyai pola dan struktur. Kedua kritik ini tidak semuanya benar, sebab

beberapa tokoh activity design telah mengembangkan struktur ini. Dewey dalam

sekolah laboratoriumnya menyusun struktur di sekitar kebutuhan manusia,

kebutuhan sosial, kebutuhan untuk membangun, kebutuhan untuk meneliti dan

bereksperimen dan kebutuhan untuk berekspresi dan keindahan.

Ketiga, activity design curriculum sangat lemah dalam kontinuitas dan

sekuens bahan. Dasar minat peserta didik tidak memberikan landasan yang kuat

untuk menyusun sekuens, sebab minat mudah sekali berubah karena pengaruh

perkembangan, kematangan dan faktor-faktor lingkungan. Beberapa usaha telah

dilakukan untuk mengatasi kelemahan ketiga ini: 1) usaha untuk menemukan

sekuens perkembangan kemampuan mental peserta didik, seperti perkembangan

kemampuan kognitif dari Piaget, 2) penelitian tentang pusat-pusat minat pada

berbagai tingkat usia. Penemuan tentang pusat-pusat minat yang lebih terinci

dijadikan dasar penyusunan sekuens kurikulum.

Keempat, kritik terhadap model desain kurikulum ini dikatakan tidak dapat

dilakukan oleh guru biasa. Kurikulum ini menuntut guru ahli general education

plus ahli psikologi perkembangan dan human relation. Model desain ini sulit

menemukan buku-buku sumber, karena buku yang ada disusun berdasarkan

subject atau discipline design. Kesulitan lain adalah apabila peserta didik akan

melanjutkan studi ke perguruan tinggi, sebab di perguruan tinggi digunakan

model subject atau discipline design.

3. Problem centered design

Problem centered design berpangkal pada filsafat yang mengutamakan

peranan manusia (man centered). Berbeda dengan learner centered yang

mengutamakan manusia atau peserta didik secara individual, problem centered

Page 146: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

design menekankan manusia dalam kesatuan kelompok yaitu kesejahteraan

masyarakat.

Konsep pendidikan para pengembang model kurikulum ini berangkat dari

asumsi bahwa manusia sebagai makhluk sosial selalu hidup bersama. Dalam

kehidupan bersama ini manusia menghadapi masalah-masalah bersama yang

harus dipecahkan bersama pula. Mereka berinteraksi, berkooperasi dalam

memecahkan masalah-masalah sosial yang mereka hadapi untuk mcningkatkan

kehidupan mereka.

Konsep-konsep ini menjadi landasan pula dalam pendidikan dan

pengembangan kurikulum. Berbeda dengan learner centered, kurikulum mereka

disusun sebelumnya (preplanned). Isi kurikulum berupa masalahmasalah sosial

yang dihadapai peserta didik sekarang dan yang akan datang. Sekuens bahan

disusun berdasarkan kebutuhan, kepentingan dan kemampuan peserta didik.

Problem centered design menekankan pada isi maupun perkembangan peserta

didik. Minimal ada dua variasi model desain kurikulum ini, yaitu The Areas of

living design, dan The Core design.

a. The Areas of Living Design

Perhatian terhadap bidang-bidang kehidupan sebagai dasar penyusunan

kurikulum telah dimulai oleh Herbert Spencer pada abad 19, dalam tulisan yang

berjudul What knowledge is of most Worth? Areas of living design seperti learner

centered design menekankan prosedur belajar melalui pemecahan masalah. Dalam

prosedur belajar ini tujuan yang bersifat proses (process objectives) dan yang

bersifat isi (content objectives) diintegrasikan. Penguasaan informasi-informasi

yang lebih bersifat pasif tetap dirangsang. Ciri lain dari model desain ini adalah

menggunakan pengalaman dan situasi-situasi nyata dari peserta didik sebagai

pembuka dan mempelajari bidang-bidang kehidupan.

Strategi yang sama juga digunakan dalam subject centered design, tetapi

pelaksanaannya mengalami kesulitan, sebab dalam desain tersebut hubungan mata

pelajaran dengan bidang dan pengalaman hidup peserta didik sangat kecil.

Sebaliknya dalam the areas of living hubungannya besar sekali. Tiap pengalaman

peserta didik sangat erat hubungannya dengan bidang-bidang kehidupan sehingga

Page 147: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

dapat dikatakan suatu desain kurikulum bidang-bidang kehidupan yang

dirumuskan dengan baik akan merangkumkan pengalaman-pengalaman sosial

peserta didik. Dengan demikian, desain ini sekaligus menarik minat peserta didik

dan mendekatkannya pada pemenuhan kebutuhan hidupnya dalam masyarakat.

Desain ini mempunyai beberapa kebaikan dibandingkan dengan bentuk desain-

desain lainnya.

Pertama, the areas of living design merupakan the subject matter design

tetapi dalam bentuk yang terintegrasi. Pemisahan antara subject dihilangkan oleh

problema-problema kehidupan sosial. Kedua, karena kurikulum diorganisasikan

di sekitar problema-problema peserta didik dalam kehidupan sosial, maka desain

ini mendorong penggunaan prosedur belajar pemecahan masalah. Prinsip-prinsip

belajar aktif dapat diterapkan dalam model desain ini. Ketiga, menyajikan bahan

ajar dalam bentuk yang relevan, yaitu untuk memecahkan masalah-masalah dalam

kehidupan. Melalui kurikulum ini para peserta didik akan mcmperoleh

pengetahuan, dan dapat menginternalisasi artinya. Keempat desain tersebut

menyajikan bahan ajar dalam bentuk yang fungsional, sebab diarahkan pada

pemecahan masalah peserta didik, secara langsung dipraktikkan dalam kehidupan.

Lebih dari itu kurikulum ini membawa peserta didik dalam hubungan yang lebih

dekat dengan masyarakat. Kelima, motivasi belajar datang dari dalam din peserta

didik, tidak perlu dirangsang dari luar.

Beberapa kritik dilontarkan dan menunjukkan kelemahan model desain ini.

Pertama, penentuan lingkup dan sekuens dari bidang-bidang kehidupan yang

sangat esensial (penting) sangat sukar, timbul organisasi isi kurikulum yang

berbeda-beda. Kedua, sebagai akibat dari kesulitan pertama, maka lemahnya atau

kurangnya integritas dan kontinuitas organisasi isi kurikulum. Ketiga, desain

tersebut sama sekali mengabaikan warisan budaya, padahal apa yang telah

ditemukan pada masa lalu penting untuk memahami dan memecahkan masalah-

masalah masa kini. Keempat, karena kurikulum hanya memusatkan perhatian

pada pemecahan masalah sosial pada saat sekarang, ada kecenderungan untuk

mengindoktrinasi peserta didik dengan kondisi yang ada, peserta didik tidak

tovIlhat alternatif lain, baik mengenai masa lalu maupun masa yang akan 'Wang,

desain tersebut akan mempertahankan status quo. Kelima, sama hainva dengan

Page 148: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

kritik terhadap learner centered design, baik guru maupun buku dan media lain

tidak banyak yang disiapkan untuk model tersebut sehingga di dalam

pelaksanaannya akan mengalami beberapa kesulitan.

b. The Core Design

The core desgin kurikulum timbul sebagai reaksi utama kepada separate

subjects design, yang sifatnya terpisah-pisah. Dalam mengintegrasikan bahan ajar,

mereka memilih mata-mata pelajaran/bahan ajar tertentu sebagai inti (core).

Pelajaran lainnya dikembangkan di sekitar core tersebut. Karena pengaruh

Pendidikan Progresif, berkembang teori tentang core design yang didasarkan atas

pandangan Progresif. Menurut konsep ini inti-inti bahan ajar dipusatkan pada

kebutuhan individual dan sosial.

Terdapat banyak variasi pandangan tentang the core design. Mayoritas

memandang core curriculum sebagai suatu model pendidikan atau program

pendidikan yang memberikan pendidikan umum. Pada beberapa kurikulum yang

berlaku di Indonesia dewasa ini, core curriculum disebut kelompok mata kuliah

atau pelajaran dasar umum, dan diarahkan pada pengembangan kemampuan-

kemampuan pribadi dan sosial. Kalau kelompok mata kuliah/pelajaran spesialisasi

diarahkan pada pengusaan keahlian/kejuruan tertentu, maka kelompok mata

pelajaran ini ditujukan pada pembentukan pribadi yang sehat, baik, matang, dan

warga masyarakat yang mampu membina kerja sama yang baik pula.

The core curriculum diberikan guru-guru yang memiliki penguasaan dan

berwawasan luas, bukan spesialis. Di samping memberikan pengetahuan, nilai-

nilai dan keterampilan sosial, guru-guru tersebut juga memberikan bimbingan

terhadap perkembangan sosial pribadi peserta didik.

Ada beberapa variasi desain core curriculum yaitu: (1) the separate subject

core, (2) the correlated core, (3) the fused core, (4) the activity/experience core,

(5) the areas of living core, dan (6) the social problems core.

The separate subjects core. Salah satu usaha untuk mengatasi keterpisahan

antar-mata pelajaran, beberapa mata pelajaran yang dipandang mendasari atau

menjadi inti mata pelajaran lainnya dijadikan core.

Page 149: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

The correlated core. Model desain ini pun berkembang dari the separate

subjects design, dengan jalan mengintegrasikan beberapa mata pelajaran yang erat

hubungannya.

The fused core. Kurikulum ini juga berpangkal dari separate subject,

pengintegrasiannya bukan hanya antara dua atau tiga pelajaran tetapi lebih

banyak. Sejarah, Geografi, Antropologi, Sosiologi, Ekonomi dipadukan menjadi

Studi Kemasyarakatan. Dalam studi ini dikembangkan tema-tema masalah umum

yang dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang.

The activity/experience core. Model desain ini berkembang dari

pendidikan progresif dengan learner centerd design-nya. Seperti halnya pada

learner centered, the acitivity /experience core dipusatkan pada minat-minat dan

kebutuhan peserta didik.

The areas of living core. Desain model ini berpangkal juga pada

pendidikan progresif, tetapi organisasinya berstruktur dan dirancang sebelumnya.

Berbentuk pendidikan umum yang isinya diambil dari masalah-masalah yang

muncul di masyarakat. Bentuk desain ini dipandang sebagai core design yang

paling murni dan paling cocok untuk program pendidikan umum.

The social problems core. Model desain ini pun merupakan produk dari

pendidikan progresif. Dalam beberapa hal model ini sama dengan the areas of

living core. Perbedaannya terletak pada the areas of living core didasarkan atas

kegiatan-kegiatan manusia yang unviversal tetapi tidak berisi hal yang

kontroversial, sedangkan the social problems core didasarkan atas problema-

problema yang mendasar dan bersifat kontroversial. Beberapa contoh masalah

sosial yang menjadi tema model core design ini adalah kemiskinan, kelaparan,

inflasi, rasialisme, perang senjata nuklir, dan sebagainya. Halhal di atas adalah

sesuatu yang mendesak untuk dipecahkan dan berisi suatu kontroversial bersifat

pro dan kontra. The areas of living core cenderung memelihara dan

mempertahankan kondisi yang ada, sedang the social problems core mencoba

memberikan penilaian yang sifatnya kritis dari sudut sistem nilai sosial dan

pribadi yang berbeda.

Penyusunan kurikulum the social problems core, mengikuti pola seperti

yang digambarkan dengan urutan pertanyaan-pertanyaan berikut:

Page 150: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

1. Bagaimana gambaran masyarakat yang ada dewasa ini?

2. Apa akibatnya bila kita torus mempertahankan kondisi yang ada ini?

3. Bagaimana gambaran keadaan masyarakat yang ideal?

4. Jika gambaran pada pertanyaan 3 berbeda dengan pertanyaan 2, usaha apa

yang dapat dilakukan untuk mengatasinya, baik secara kelompok maupun

individual.

Kurikulum the social problems core tidak bersifat kaku, terbuka untuk

penyempurnaan pada setiap saat, agar tetap mutakhir dan relevan dengan

perkembangan masyarakat. Sekuens kurikulum disusun dengan memperhatikan

prinsip-prinsip psikologis, seperti: kematangan, minat, tingkat kesukaran,

pengalaman dan penguasaan sebelumnya.

Terhadap model-model desain di atas dapat ditambahkan dua model lain

yang juga menekankan pendidikan umum yaitu the unencapsulation design dan

Becker's Humanistic design.

The Unencapsulation design. Model desain ini merupakan reaksi terhadap

encapsulation. Menurut konsep encapsulation manusia memiliki kemampuan

untuk mengamati dan memahami seluruh yang ada di dunia ini, tetapi kenya-

taannya karena berbagai hambatan, hanya sebagian kecil yang mereka kuasai. The

Unencapsulation design diarahkan pada pengembangan manusia yang lebih baik,

yang memiliki pengetahuan dan kemampuan yang lebih lengkap, tepat dan

seimbang. Menu rut Joseph Royce, pencetus konsep ini, pengetahuan dan

kemampuan yang demikian akan tercapai melalui penggunaan empat cara

penguasaan, yaitu melalui: pemikiran (rasionalisme), pengamatan (empirisme),

perasaan (intuisisme), dan kepercayaan (otoritarianisme).

Beckers's Humanistic Design. Desain ini juga sama dengan uncaptulsation

menekankan pendidikan umum. Becker ingin mengembangkan suatu model

pendidikan yang dapat menghilangkan "keterasingan" (alination yang mempunyai

makna yang sama dengan encapsulation). Ia bercita-cita ingin mendidik anak

menjadi manusia "ideal" yaitu manusia sejati (authentic) tidak palsu atau pura-

pura, percaya kepada diri sendiri (self reliant) dan menyatu dengan

masyarakatnya. Desain kurikulum dari Becker lebih menekankan pada isi

Page 151: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

daripada proses. Isi kurikulumnya dipusatkan pada tiga bidang, yaitu 1) Dimensi

individu, 2) Dimensi sosial dan historis, dan 3) Dimensi teologis.

Dimensi individu membahas keadaan dan keberadaan manusia, dimensi

sosial dan historis membahas kehidupan kemasyarakatan dan sejarah

perkembangan manusia, sedangkan dimensi teologis membahas keharusan

manusia beragama dan bahaya-bahaya sekulerisme.

C. Buku Acuan

Romiszowski, A.J. (1984). Producing Instructional Systems: Lesson

Planning for Individualized and Group Learning Activities. New York: Nichols

Publishing.

Sesuai dengan anak judulnya, buku ini mengupas rencana pelajaran, baik

yang bersifat individual maupun kelompok. Dalam rencana pelajaran individual

diuraikan: bagaimana menganalisis konsep-konsep yang akan diajarkan, struktur

dan sistem pengajaran individual, serta beberapa bentuk atau model sistem

pengajaran individual. Dalam rencana pengajaran kelompok dijelaskan desain

pengajaran yang bersifat makro dan mikro. Desain pengajaran yang bersifat

makro meliputi: analisis pengetahuan dan keterampilan, langkah-langkah

penyusunan desain pengajaran, serta beberapa contoh desain pengajaran dalam

bidang-bidang studi tertentu. Dalam desain pengajaran yang bersifat mikro

diuraikan: pemilihan dan penyusunan taktik-taktik pengajaran, struktur

pengetahuan dan analisisnya, struktur tingkah laku atau keterampilan, model-

model rencana pengajaran seperti simulasi, permainan, dan sebagainya serta

evaluasi pengajaran.

Knirk, Frederick G. & Gustafson, Kent L. (1986). Instructional Technology, A

Systematic Approach to Education. New York: Holt, Rinehart and Winston.

Buku ini membahas dasar-dasar teori dan praktik teknologi instruksional.

Hal tersebut sangat diperlukan dalam menganalisis, merencanakan,

mengembangkan, mengevaluasi, serta mengelola pengajaran. Dalam buku ini

konsep-konsep dasar serta pengembangan dalam sistem instruksional diuraikan

dengan dengan jelas. Konsep tersebut meliputi pengajaran dan belajar, teori

belajar, pendekatan sistem, teknologi belajar, teknologi proses, serta

Page 152: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

pengembangan dari masing-masing proses. Dalam konsep teknologi instruksional

diuraikan langkah-langkah umum pengembangan desain instruksional, yang

meliputi: tujuan instruksional, teori dan strategi belajar-mengajar. Dalam

pengelolaan pengajaran diuraikan pengembangan sarana dan prasarana belajar,

pemilihan dan penggunaan strategi belajar, evaluasi program serta penyebaran

inovasi pengajaran.

Drumheller, Sidney J. (1972). Teacher's Handbook for A Functional Behavior-

Based Curriculum. Englewood Cliff, New Jersey: Educational Technology

Publications.

Menurut penulis gerakan dari Behavior Objectives selama 20 tahun, telah

menyadarkan guru-guru dan dosen tentang pentingnya tujuan dan desain

pengajaran. Buku ini menyajikan uraian secara mendasar tentang kurikulum yang

didasarkan atas behavioral objectives. Menurut penulis, sejak awal pengajaran

guru dan siswa harus mengetahui keseluruhan perilaku yang ingin dicapai siswa.

Pengajaran harus selalu bertemakan tujuantujuan tersebut. Pada bagian pertama

buku tersebut diuraikan dasar-dasar kurikulum yang didasarkan pada perilaku:

peranan sekolah secara ideal dan nyata, keseluruhan behavior objectives dan

disiplin ilmu. Pada bagian berikutnya dikemukakan pemetaan dari kurikulum

menurut behavioral objectives, dan pada bagian akhir diuraikan pelaksanaan

kurikulum yang didasarkan atas behavioral objectives.

Salomon, Gavriel. (1979). Interaction of Media, Cognition and Learning. San

Fransisco: Jossey-Bass Publishers.

Apa yang dibahas dalam buku ini merupakan landasan teoretis dari

penggunaan media dalam pendidikan. Tulisan ini disusun berdasarkan hasil

penelitian ,selama 10 tahun, diperdalam dengan pengkajian, diskusi, seminar yang

mendalam bersama sejumlah besar ahli. Buku ini sangat berharga bagi para ahli

psikologi pendidikan, kurikulum dan pengajaran, sebab selain memberikan

landasan teori yang kuat juga membukakan kunci sekaligus horison baru bagi

penelitian tentang aspek-aspek psikologis media komunikasi, khususnya media

pendidikan. Selama ini media dianggap hanya sebagai alat bantu pengajaran.

Dengan buku ini diungkapkan bahwa media merupakan bagian yang tak

Page 153: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

terpisahkan dari proses berpikir. Proses berpikir menyangkut sistem simbol, dan

salah satu bentuk penyajian dan penyampaian sistem simbol adalah dalam media.

Dilatarbelakangi oleh dasar pendidikan penulis yang pernah mendalami teater,

media yang lebih banyak mendapatkan sorotan adalah media visual dalam konteks

kebudayaan.

Page 154: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

BAB 7

PROSES PENGAJARAN

A. Keseimbangan Antara Isi dan Proses

Baik dalam uraian tentang model-model konsep kurikulum, maupun dalam

macam-macam desain kurikulum, masalah isi dan proses pengajaran selalu

menjadi tema dan titik tolak. Hal itu disebabkan kedudukan kedua komponen

kurikulum tersebut sangat penting. Dengan demikian, tidak mengherankan apabila

ada yang berpendapat bahwa kurikulum itu tidak lain dari suatu program

pendidikan yang berisi jalinan antara isi dengan proses penyampaiannya.

Pendapat demikian tidak seluruhnya benar tetapi mengandung kebenaran,

mengingat kedua komponen tersebut berperanan sebagai kunci.

Telah kita ketahui dalam uraian-uraian yang terdahulu bahwa ada konsep-

konsep kurikulum yang lebih mengutamakan isi dan ada pula yang

mengutamakan proses. Keduanya mempunyai kelebihan dan kekurangan.

Mengingat kelebihan dan kekurangan masing-masing maka keseimbangan

ataupun keserasian antara keduanya merupakan pemecahan yang paling praktis,

walaupun bukan berarti tanpa menghadapi kesulitan-kesulitan, Kedua komponen

kurikulum tersebut dapat saling menghambat, yang satu mengurangi kualitas yang

lainnya. Di dalam pelaksanaan kurikulum kita mengharapkan para siswa

menguasai sebanyak-banyaknya bahan yang terbaik dan diperoleh dengan cara

yang terbaik pula. Meskipun ideal hal tersebut sangat sulit kita capai, namun

bukan sesuatu yang mustahil Kesulitannya bukan saja disebabkan adanya ciri

yang cenderung kontradiktif antara keduanya, tetapi juga karena banyaknya faktor

yang turut mempengaruhi pelaksanaan kurikulum atau pengajaran Keberhasilan

pengajaran atau pelaksanaan suatu kurikulum sangat dipengaruhi kondisi dan

aktivitas siswa, guru, serta para pelaksana kurikulum lainnya; oleh kondisi

lingkungan fisik, sosial budaya dan psikologis sekitar, oleh kondisi dan

kelengkapan sarana dan prasarana baik di sekolah maupun dalam keluarga.

Pendidikan dan pengajaran selaln berlangsung dalam keterbatasan-keterbatasan,

kemampuan, fasilitas, waktu, tempat maupun biaya. Yang harus selalu diupayakan

Page 155: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

oleh para penyusun, pengembang dan pelaksana pendidikan umumnya, kurikulum

khususnya, adalah mengoptimalkan hasil sesuai dengan kondisi yang ada, di

samping mengoptimalkan isi dan prosesnya sendiri.

B. Isi Kurikulum

Pertanyaan yang selalu muncul pada para perencana pendidikan dan

pengembang kurikulum adalah, bahan apakah yang harus diajarkan kepada siswa,

dan apa tujuannya? Pertanyaan ini menyangkut isi kurikulum atau isi pengajaran.

Isi kurikulum atau pengajaran bukan hanya terdiri atas sekumpulan pengetahuan

atau kumpulan informasi, tetapi harus merupakan kesatuan pengetahuan terpilih

dan dibutuhkan, baik bagi pengetahuan itu sendiri maupun bagi siswa dan

lingkungannya.

Beberapa program pengembangan pendidikan, terutama pengembangan

kurikulum pada sekolah dasar dan menengah, telah dilakukan dengan

mengikutsertakan para sarjana, dosen, ahli-ahli pendidikan selain guru, dari

berbagai bidang ilmu pengetahuan. Mereka telah berusaha menyusun isi

kurikulum atau pengajaran, bukan saja didasarkan atas perkembangan ilmu

pengetahuan, tetapi juga disesuaikan dengan karakteristik perkembangan anak dan

konsep-konsep modern tentang hakikat pengalaman belajar. Meskipun demikian

pertanyaan tentang karakteristik bahan yang akan diajarkan masih selalu timbul.

Ahli pendidikan, Jerome S. Bruner dari Amerika Serikat mencoba memberikan

jawaban atas pertanyaan tersebut, yaitu dengan mengemukakan konsep struktur

bahan pengajaran. Pengembangan konsep ini tidaklah terjadi begitu saja, tetapi

dilatarbelakangi oleh keadaan dan perkembangan pendidikan, khususnya

pendidikan dasar dan menengah di Amerika Serikat.

Salah satu faktor yang mendorong diperlukannya pengembangan

kurikulum adalah karena perkembangan universitas di Amerika Serikat pada

pertengahan pertama abad 20 sangat menekankan pada pengembangan ilmu dan

penelitian. Hasil-hasil perkembangan ilmu dan penelitian hanya menjadi santapan

para sarjana dan cendekiawan. Anak-anak sekolah menengah, apalagi anak

sekolah dasar bahkan para mahasiswa tingkat persiapan tidak pernah memperoleh

pengetahuan tersebut. Para sarjana dan cendekiawan tidak pernah turut serta

Page 156: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

dalam pengembangan kurikulum sekolah dasar dan sekolah menengah. Dengan

demikian, program sekolah kurang berbobot dan jauh ketinggalan dari

perkembangan ilmu pengetahuan tiekarang hal itu telah dapat diatasi, para sarjana

dan cendekiawan yang turut serta dalam penyusunan kurikulum dan perencanaan

program sekolah, menyiapkan buku teks serta berbagai media pendidikan.

Dewasa ini para ahli psikologi di Amerika Serikat, banyak yang mulai

beralih membahas masalah-masalah belajar di sekolah. Sayangnya perhatian para

ahli tersebut masih lebih banyak tercurah pada studi tentang bakat dan kecakapan,

serta aspek-aspek sosial dan psikologis dalam pendidikan, dan kurang

memperhatikan masalah struktur intelek dari kegiatan dalam kelas.

Dalam tujuan pendidikan di Amerika Serikat, ada dualisme yang

membutuhkan keseimbangan, yaitu antara kegunaan (useful), dengan keindahan

(ornamental). Sekolah diharapkan dapat mengajarkan semua yang berguna dan

semua yang indah. Pengertian berguna mengandung dua pengertian, pertama

dalam bentuk penguasaan keterampilan (skill), dan kedua pemahaman umum

(general understanding). Keterampilan merupakan kecakapan-kecakapan khusus

yang dikuasai seseorang. Keterampilan sangat berhubungan erat dengan profesi

seseorang. Pemahaman umum, merupakan penguasaan hal-hal yang berhubungan

erat dengan masalah kehidupan, baik sebagai pribadi maupun sebagai warga

masyarakat. Menyusun program pendidikan yang seimbang antara pendidikan

umum dengan pendidikan keterampilan sering cukup sukar.

Dewasa ini konsep proses belajar berangsur-angsur pindah dari

pemahaman umum pada penguasaan keterampilan khusus. Studi tentang transfer

belajar, dahulu berkenaan dengan disiplin-disiplin formal bagaimana menguasai

kemampuan analisis, sintesis, penilaian, dan sebagainya melalui berbagai bentuk

latihan, sekarang transfer lebih banyak berkenaan dengan latihan keterampilan

khusus. Akibatnya selama pertengahan pertama abad 20, sangat kurang penekanan

pada penguasaan struktur atau penguasaan pengetahuan secara menyeluruh.

Apa yang dimaksud dengan penguasaan struktur? Penguasaan struktur

merupakan pemahaman suatu bahan pelajaran secara menyeluruh dan penuh arti.

Belajar struktur adalah belajar secara keseluruhan (utuh), yakni hal-hal yang

saling berhubungan terintegrasi menjadi satu kesatuan. Penguasaan struktur dalam

Page 157: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

penyusunan kalimat, umpamanya, memungkinkan anak dengan cepat menyusun

banyak kalimat didasarkan atas model struktur yang dipelajari, walaupun tidak

mengetahui aturannya.

Dalam penyusunan kurikulum, masalah mengajarkan struktur perlu

mendapatkan perhatian utama, sebab keberhasilan pelaksanaan suatu kurikulum

sangat dipengaruhi oleh hal tersebut. Ada beberapa pertanyaan umum, sebelum

seseorang sampai pada pertanyaan-pertanyaan yang lebih khusus. Contoh

pertanyaan umum, apakah tujuan pendidikan suatu sekolah. Setelah merumuskan

jawaban pertanyaan tersebut, baru mengajukan pertanyaan yang lebih khusus,

umpamanya, apakah manfaat mata-mata pelajaran yang diberikan. Jawaban

terhadap pertanyaan pertama dapat dihubungkan dengan sifat masyarakat yaitu

tuntutan dan kebutuhannya, juga dapat dihubungkan dengan pemenuhan

kebutuhan pribadi dan masyarakat (kesejahteraan individu dan masyarakat).

Pendidikan yang menekankan struktur, mengutamakan pendidikan intelek,

tetapi tidak berarti pendidikan segi lain diabaikan. Pendidikan yang menekankan

struktur bukan saja dapat berhasil dengan baik pada anak-anak yang cerdas, tetapi

juga pada anak-anak biasa bahkan anak-anak yang kurang mampu. Ini tidak

berarti urutan dan isi bahan pelajaran bagi mereka sama.

Ada empat hal pokok penting dalam proses pendidikan. Pertatna, peranan

struktur bahan, dan bagaimana hal tersebut menjadi pusat kegiatan belajar. Hal

yang sangat penting dalam menyusun dan mengembangkan kurikulum adalah

bagaimana memberikan pengertian kepada siswa tentang struktur yang mendasar

terhadap tiap mata pelajaran. Bagaimana mengajarkan struktur mendasar secara

efektif, serta bagaimana menciptakan kondisi belajar yang mendukung hal

tersebut. Kedua, proses belajar menekankan pada berpikir intuitif. Berpikir intuitif

merupakan teknik intelektual untuk mencapai formulasi tentatif tanpa

mengadakan analisis langkah demi langkah. Ketiga, masalah kesiapan (readiness)

dalam belajar. Pada masa lalu, sekolah banyak membuang vvaktu untuk

mengajarkan hal-hal yang terlalu sulit bagi anak, karena kurang memperhatikan

kesiapan belajar. Keempat, dorongan untuk belajar (learning motives) serta

bagaimana membangkitkan motif tersebut.

Page 158: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Tujuan belajar lebih dari sekadar untuk mendapatkan kepuasan atau

menguasai pengetahuan. Belajar menyiapkan peserta didik untuk menghadapi

masa yang akan datang. Ada dua macam belajar untuk menghadapi masa yang

akan datang. Pertama, aplikasi belajar dalam tugastugas khusus, atau pekerjaan-

pekerjaan khusus. Hal itu merupakan transfer belajar dalam berbagai bentuk

keterampilan. Kedua, transfer belajar dalam bentuk prinsip-prinsip dan sikap-

sikap. Tipe belajar yang kedua bukan merupakan belajar keterampilan tetapi

belajar ide-ide yang bersifat umum, yang dapat digunakan untuk mengenal dan

memecahkan berbagai masalah kehidupan. Jenis transfer yang kedua merupakan

inti proses pendidikan, merupakan proses perluasan dan pendalaman yang terus

menerus dari ide-ide dasar dan ide-ide umum. Keberlanjutan proses belajar

tersebut sangat bergantung pada tingkat penguasaan struktur bahan yang akan

diajarkan. Agar seorang siswa mampu mengenal apakah suatu ide dapat

diaplikasikan atau tidak terhadap situasi baru, is harus mempunyai gambaran yang

jelas tentang hakikat fenomena yang dihadapinya. Sebab yang terpenting dalam

belajar ide-ide adalah yang dipelajarinya harus 1.ipat diaplikasikan secara luas

pada masalah-masalah baru.

Untuk itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, dan ini

merupakan hal yang sangat penting, bagaimana menyusun kurikulum yang dapat

diajarkan oleh guru biasa, terhadap murid biasa, yang dapat merefleksikan

prinsip-prinsip dasar dari berbagai bentuk inkuiri. Hal itu meyangkut dua masalah

yaitu bagaimana memilih bahan yang akan diajarkan serta alat-alat pelajaran yang

dapat memberikan tekanan utama pada pengembangan ide-ide dan sikap.

Kemudian, bagaimana menentukan tingkat-tingkat bahan yang akan diajarkan itu

sesuai dengan kemampuan dan tingkat perkembangan para siswa. Agar dapat

memenuhi kedua hal tersebut, dibutuhkan partisipasi dari ahli-ahli yang terbaik

dalam bidangnya dalam penyusunan kurikulum sekolah. Kedua, yang perlu

mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh adalah bagaimana para siswa

menguasai ide-ide dasar dari berbagai bidang studi, bukan saja berkenaan dengan

pengetahuan umum, tetapi juga dengan perkembangan sikap berinkuiri,

perkembangan kemampuan memperkirakan (predictive ability) dan pemecahan

masalah oleh anak sendiri.

Page 159: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Seorang ahli fisika memiliki sikap tertentu terhadap alam semesta serta

menguasai cara memahami sistem alam semesta. Siswa yang belajar fisika juga

perlu memiliki sikap tersebut, bila is belajar fisika, tentunya agar yang

dipelajarinya itu berguna bagi proses berpikirnya. Untuk mencapai hal tersebut

yang terpenting adalah menyediakan bahan, memberikan kesempatan dan

mendorong anak untuk mencari dan menemukan aturan yang sebelumnya tidak

diketahui. Menemukan hubungan, persamaan, perbc.- daan di antara ide-ide, hal

itu bukan saja menghasilkan pemahaman ten- tang suatu masalah tetapi juga akan

menumbuhkan kepercayaan kepada diri sendiri. Para ahli berpendapat bahwa hal

itu tidak mungkin dapat dicapai hanya dengan memperhatikan penyusunan

sekuens bahan ajar saja, tetapi juga harus memperhatikan metode untuk

mengajarkan hal tersebut.

Metode utama mengajarkan konsep belajar seperti di atas adalah dengan

menggunakan metode inkuiri. Metode inkuiri banyak digunakan dalam

mengajarkan EPA dan Matematika, tetapi sesungguhnya metodi. inkuiri cukup

memberikan hasil yang baik bila digunakan dalam mengajarkan ilmu-ilmu sosial.

Bagaimana pengetahuan-pengetahuan dasar dijalin dengan minat don kemampuan

anak. Hal itu membutuhkan pemahaman yang dalam serta kejujuran yang

sungguh-sungguh untuk menyajikan fenomena-fenomena baik dalam penyusunan

kurikulum maupun dalam penyajian di kelas. Pengetahuan dasar yang

dihubungkan dengan fenomena-fenomena tersebut harus disajikan dengan benar,

menarik minat dan memberikan manfaat.

Minimal ada empat hal yang merupakan manfaat belajar atau mengajarkan

struktur dasar: Pertama, pemahaman tentang hal-hal yang bersifat fundamental

memungkinkan penguasaan bahan ajar secara lebih komprehensif. Hal itu bukan

hanya berlaku bagi IPA dan Matematika tetapi juga bagi ilmu-ilmu sosial. Anak

yang sudah memahami latar belakang, tujuan dan dasar-dasar pembentukan

ASEAN akan d'engan mudah memahami berbagai bentuk kerja sama dan kegiatan

ASEAN.

Kedua, berhubungan dengan kemampuan ingatan manusia. Menurut

beberapa hasil penelitian, ingatan manusia tentang hal-hal yang detail yang

ditempatkan dalam suatu hubungan pola struktur, mudah sekali dilupakan. Agar

Page 160: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

sesuatu bahan ajar dapat mudah dan lama dikuasai perlu disimpan atau disajikan

dalam bentuk yang sederhana yang mewakili hal yang lebih kompleks.

Perwakilan yang sederhana tersebut disebut regenerative. Contoh regenerative

dalam IPA dan Matematika adalah rumus-rumus. Suatu rumus yang sederhana

merupakan prasarana dan representasi dari hal yang cukup kompleks. Dalam ilmu

sosial juga dikenal rumus, kaidah, prinsip tertentu. Selain hal-hal tersebut

regerative juga dapat berupa peta, bagan, model, dan sebagainya.

Belajar struktur dasar dapat menjamin berbagai bentuk lupa atau

kehilangan penguasaan. Dengan belajar struktur dasar suatu kehilangan tidak akan

berbentuk kehilangan total, hal-hal yang tersisa dapat membantu menyusun

kembali apa-apa yang sudah hilang atau terlupakan. Suatu teori yang baik bukan

hanya merupakan alat untuk memahami fenomena yang dihadapinya sekarang,

tetapi juga untuk mengingatnya besok.

Ketiga, pemahaman prinsip-prinsip dan ide-ide fundamental merupakan

syarat utama untuk mengadakan transfer. Pemahaman tentang hal yang umum

memungkinkan menguasai banyak hal yang sifatnya khusus, sebab penguasaan

hal umum memungkinkan penguasaan model pemahaman. Ide, bahwa prinsip dan

konsep merupakan dasar bagi transfer merupakan hal yang sudah lama dikenal.

Keempat, penekanan pada struktur dan prinsip-prinsip mengajar yang

fundamental dapat mempersempit jarak antara pengetahuan elementer dengan

pengetahuan yang lebih lanjut.

C. Proses Belajar

Kegiatan mengajar tidak dapat dilepaskan dari belajar, sebab keduanya

merupakan dua sisi dari sebuah mata uang. Mengajar merupakan suatu upaya

yang dilakukan guru agar siswa belajar. Apabila kita mengkaji teoriteori mengajar

yang ada, hampir seluruhnya dikembangkan atau bertolak dari teori belajar.

1. Belajar intuitif

Ada suatu pertanyaan mendasar berkenaan dengan proses belajar, yaitu

apakah proses belajar lebih baik menekankan pada berpikir intuitif atau berpikir

analitik?

Page 161: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Pengamatan menunjukkan bahwa dalam berbagai kegiatan belajar

penilaian di sekolah, tekanan lebih banyak diberikan pada kemampuan untuk

memformulasikan secara eksplisit, dan pada kemampuan anak memreproduksikan

penguasaan secara verbal dan numerikal. Belum banyak diketahui apakah

penekanan tersebut menghambat perkembangan pemahaman intuitif atau tidak.

Kita dapat membedakan antara inarticulate genius dengan articulate idiocy.

Inarticulate genius diperlihatkan oleh anak yang menguasai secara mendalam

konsep-konsep bahan ajar, tetapi kurang mampu menyatakan secara verbal. Pada

articulate ideocy anak pandai menyatakan dengan kata-kata tetapi tak punya

kemampuan untuk menggunakan konsep-konsep tersebut. Dua contoh

pemahaman intuitif, pertama seseorang telah cukup lama menghadapi suatu

persoalan, tiba-tiba ia menemukan pemecahan walaupun belum didasarkan atas

pembuktian formal, kedua, seorang dapat dengan cepat memberikan jawaban

dugaan terhadap sesuatu persoalan dengan benar. Seseorang pemikir intuitif yang

baik dilahirkan dengan kekhususan tertentu, tetapi efektivitas intuitifnya dilandasi

oleh pengetahuan yang kuat tentang bidang yang berhubungan dengan

kekhususan tersebut. Pengetahuan yang secara sistematis dikuasainya dapat

menunjang berpikir intuitif, atau variabel-variabel yang mempengaruhinya.

Apakah berpikir intuitif?

Orang lebih mudah membahas atau melakukan pemikiran analitik yang

lebih bersifat konkret daripada berpikir intuitif yang lebih abstrak. Berpikir

analitik meliputi suatu rentetan langkah-langkah. Langkah-langkah tersebut

bersifat eksplisit dan biasanya dapat disampaikan kepada orang lain. Hasil-hasil

pemikiran ini berupa informasi atau suatu operasi. Model pemikiran ini

menggunakan proses pemikiran secara deduktif dengan bantuan model konsep

matematika atau logika, menggunakan prinsip penelitian, eksperimen dan analisis

statistik.

Berpikir intuitif tidak memiliki langkah-langkah yang dapat dirumuskan

secara pasti dan teliti, lebih merupakan suatu manuver yang didasarkan atas

persepsi implisit dari keseluruhan masalah. Pemikir sampai pada suatu jawaban

mungkin benar mungkin juga tidak, dengan sedikit pernyataan tentang proses

Page 162: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

pencapaiannya. Ia sering jarang dapat menjelaskan bagaimana memperoleh

jawaban, mungkin juga ia tidak menyadari aspek-aspek dari situasi masalah yang

ia hadapi/kerjakan. Biasanya proses pemikiran intuitif ini berkenaan dengan

domain kognitif, terutama dengan struktur pengetahuan, yang memungkinkan ia

melangkah atau meloncat atau memotong jalan pendek untuk sampai pada suatu

jawaban atau pemecahan. Hasil berpikir intuitif dapat dicek dengan kesimpulan

dari hasil analitik, apakah induktif atau deduktif.

Kedua model pemikiran ini dapat saling komplemen. Melalui berpikir

intuitif seseorang memungkinkan sampai pada jawaban atau pemecahan yang

sama sekali tak dapat dipecahkan atau lambat sekali bila menggunakan

pemecahan melalui proses analitik. Kemungkinan dapat teijadi pada suatu saat

pemikir intuitif dapat menemukan masalah yang sama sekali tak dapat ditemukan

oleh pemikir analitik. Pemecahan intuitif mungkin dapat lebih cepat dibandingkan

dengan pemecahan analitik. Hasil pemecahan intuitif dapat dicek oleh hasil

pemecahan analitik.

Intuisi sering diartikan sebagai immediate apprehension atau cognition.

Immediate apprehension merupakan lawan dari mediate apprehension. Mediate

apprehension menunjukkan penguasaan dan pengenalan tak langsung melalui

penggunaan metode formal, analitis dan pembuktian-pembuktian. Immediate

apprehension merupakan pengenalan atau penguasaan langsung tanpa mengikuti

langkah-langkah formal. Menangkap pengertian dan struktur masalah atau situasi

tanpa menggunakan alat atau cara analitis. Dalam berpikir intuitif, hipotesis

dirumuskan dengan cepat, mengkombinasikan beberapa konsep sebelum diketahui

faedahnya.

Di sekolah terutama dalam bidang science dan matematika dewasa ini

sangat dipentingkan proses-proses berpikir analitik. Para perencana kurikulum

perlu berusaha menemukan bagaimana mengembangkan pemikiran intuitif pada

murid-murid seawal mungkin. Seharusnya sebelum murid-murid diperkenalkan

dengan metode analitik terlebih dahulu ditanamkan pemahaman intuitif. Situasi

belajar intuitif di sekolah akan sangat ditentukan oleh sifat bahan pelajaran. Bahan

pelajaran yang berisi banyak perkiraan, memberikan kemungkinan pemahaman

Page 163: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

dan pengalaman yang luas, mengundang spontanitas, dapat banyak membantu

kegiatan berpikir intuitif bagi murid-muridnya.

Faktor-faktor apa yang mempengaruhi berpikir intuitif? Faktor pertama,

adalah predisposisi, yang berkenaan dengan dimiliki atau tidak dimilikinya

kemampuan intuitif dalam suatu bidang tertentu serta kekuatan intuitif pada

bidang tersebut. Apakah perkembangan intuisi seorang siswa menyerupai gurunya

yang berpikir itu? Mungkin ya, mungkin juga tidak. Kemungkinan kemampuan

intuitif seorang siswa berkembang melalui imitasi sederhana dengan gurunya,

dapat juga berkembang melalui identifikasi yang cukup kompleks. Guru yang

biasa menerka jawaban suatu persoalan, lalu mengeceknya dengan cara analitis

kritis akan lebih mengembangkan kemampuan berpikir intuitifnya daripada guru

yang memecahkan persoalan dengan cara analitis. Seseorang yang mempunyai

pemahaman yang cukup luas dalam bidang tertentu akan mudah memberikan

pemecahan intuitif dibandingkan dengan orang yang kurang menguasai.

Seorang spesialis dalam bidang kedokteran (dokter) dalam pertemuan

pertamanya dengan pasiennya mengemukakan beberapa pertanyaan, mengadakan

pemeriksaan singkat lalu memberikan diagnosis. Untuk pengalaman pertama

diagnosis intuitif yang dilakukan dokter tersebut mungkin kurang sempurna

dibandingkan dengan diagnosis yang bersifat analisis langkah-langkah formal

yang dilakukan oleh seorang dokter muda. Untuk selanjutnya, diagnosis yang

bersifat intuitif (clinical prediction) dapat Iebih berhasil dibandingkan dengan

diagnosis analitis (actuarial prediciton). Hal itu juga tidak berarti bahwa prediksi

intuitif selalu lebih berhasil daripada prediksi analitis. Dari uraian di atas tampak

di samping variabel predisposisi yang mempengaruhi berpikir intuitif, juga imitasi

atau identifikasi dengan seorang pengintuitif, penguasaan atau pemahaman dalam

bidang tertentu serta pengalaman.

Bagaimana pengaruh atau peranan prosedur heuristik terhadap proses

berpikir intuitif? Prosedur heuristik merupakan lawan dari prosedur algoritma.

Algoritma merupakan prosedur pemecahan suatu masalah yang mengikuti urutan

yang teliti, selangkah demi selangkah. Prosedur heuristik merupakan prosedur

pemecahan masalah yang tidak mengikuti urutan langkah demi langkah

pemecahan lebih bersifat menyeluruh dan fleksibel. Prosedur heuristik dengan

Page 164: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

menggunakan analogi, simetri, pengujian kondisi, visualisasi pemecahan yang

dilakukan secara berulang-ulang akan singat menunjang proses berpikir intuitif.

Apakah dengan berpikir intuitif anak dilatih untuk sekadar mengiratigira?

Padahal di sekolah sering mengira-ngira dianggap suatu kemalasan. Dengan

berpikir intuitif memang anak diminta untuk mengira-ngira, tetapi suatu perkiraan

yang selalu dicek dengan pembuktian, dengan proses pemikiran analitis. Berpikir

intuitif didasari oleh keyakinan pada diri sendiri dan keberanian dari siswa.

Seorang yang berpikir intuitif tidak boleh takut berbuat salah, tetapi juga tidak

boleh menutupi kesalahan. Pemikir intuitif harus jujur, pengecekan kesalahan

dengan pembuktian melalui proses berpikir analitis dapat memperbaiki dan

mengembangkan kemampuan berpikir intuitif seseorang.

2. Belajar bermakna

Ausubel dan Robinson (1969) membedakan dua dimensi dari proses

belajar, yaitu dimensi cara menguasai pengetahuan dan cara menghubungkan

pengetahuan baru dengan struktur ide yang telah ada. Pada dimensi yang pertama

dibedakan tipe belajar yang bersifat mencari (discovery learning) dan yang

bersifat menerima (reception learning). Pada dimensi kedua, dibedakan antara

belajar yang bersifat menghafal (rote learning) dan belajar bermakna (meaningful!

learning).

Dalam belajar menerima keseluruhan bahan pelajaran disajikan kepada si

pelajar dalam bentuk yang sudah sempurna. Si pelajar tinggal menerima saja

tanpa mengadakan usaha-usaha pengolahan, atau pemrosesan Iebih lanjut. Pada

belajar mencari atau belajar diskoveri karena bahan ajar disajikan dalam, bentuk

yang belum selesai, maka si pelajar harus berusaha mencari dan

menyelesaikannya sendiri. Dalam belajar menghafal siswa berusaha menguasai

bahan tanpa mengetahui maknanya, sedang pada belajar bermakna siswa

mempelajari sesuatu bahan ajar dengan berusaha memahami makna atau artinya.

Keempat tipe belajar tesebut sebenarnya hanya merupakan kencederungan-

kecenderungan. Cenderung ke arah mencari atau menerima ke arah menghafal

atau mendapatkan makna. Keseluruhan tipe belajar tersebut juga bisa

Page 165: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

berkombinasi satu sama lain, membentuk tipe belajar menerima-bermakna,

mencari bermakna, menghafal menerima, dan menghafal mencari.

a. Konsep-Konsep Dasar

Ada dua hal penting dalam konsep belajar bermakna, yaitu struktur

kognitif dan materi pengetahuan baru. Struktur kognitif merupakan segala

pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebagai hasil dari kegiatan belajar yang

lalu. Dalam belajar bermakna pengetahuan baru harus mempunyai hubungan atau

dihubungkan dengan struktur kognitifnya. Hubungan tersebut akan terjadi karena

adanya kesamaan isi (substantiveness) dan secara beraturan (non-arbitrer). Kedua

sifat hubungan tersebut menunjukkan adanya kebermaknaan logis materi yang

akan dipelajari. Jadi kebermaknaan logis ini merupakan sifat dari materi yang

akan dipelajari, tetapi tidak berarti menjamin bahwa itu bermakna bagi siswa.

Agar hal itu bermakna bagi siswa, ada dua tambahan persyaratan. Pertama, suatu

materi memiliki kebermaknaan logis berarti bahwa materi tersebut dapat

dihubungkan dengan konsep-konsep yang telah ada pada siswa. Agar materi baru

dapat difahami siswa, maka is sendiri harus memiliki materi yang sesuai dengan

hal itu. Bila siswa dalam struktur kognitifnya telah memiliki materi, ide-ide yang

sesuai, yang memungkinkan materi baru dapat dihubungkan padanya secara

subtantif dan non-arbitrer, maka materi tersebut telah memiliki kebermaknaan

potensial (potential meaningfulness).Kedua, suatu materi memiliki kebermaknaan

potensial, sebab siswa dapat memberikan makna, tetapi hal itu bergantung pada

kemauan siswa untuk memberi makna atau tidak. Apabila si siswa mempunyai

kesiapan untuk memberi makna maka terjadilah belajar bermakna (meaningful

learning).

Kalau disimpulkan belajar bermakna ini menuntut tiga persyaratan:

1. Materi yang dipelajari harus dapat dihubungkan dengan struktur kognitif

secara beraturan karena adanya kesamaan isi.

2. Siswa harus memiliki konsep yang sesuai dengan materi yang akan

dipelajarinya.

3. Siswa harus mempunyai kemauan atau motif untuk menghubungkan konsep

tersebut dengan struktur kognitifnya.

Page 166: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Makna merupakan hasil suatu proses belajar bermakna. Hal itu juga akan

menjadi isi kognitif atau isi dari penyadaran yang muncul bila materi yang punya

makna potensial dihubungkan dengan struktur kognitif. Belajar bermakna dan

belajar manghafal bukan dua hal yang benar-benar bersifat dikotomis, tetapi

hanya menunjukkan apakah sesuatu kegiatan belajar lebih mengarah pada

bermakna atau kurang bermakna.

Suatu kegiatan belajar yang kurang bermakna akan muncul apabila:

1. Materi yang dipelajari kurang memilik kebermaknaan logis.

2. Siswa kurang memiliki konsep-konsep yang sesuai dalam struktur

kognitifnya.

3. Siswa kurang memiliki kesiapan untuk melakukan kegiatan belajar

bermakna.

Belajar bermakna akan menghasilkan konsep-konsep, ide-ide barn yang

punya makna, penuh arti, jelas, nyata perbedaannya dengan yang lain. Konsep

yang demikian tidak akan mudah digoyahkan dibandingkan dengan konsep-

konsep yang dibentuk melalui hubungan atau asosiasi arbitrer. Dengan belajar

bermakna, siswa akan menguasai dan mengingat konsep-konsep inti. Dalam

belajar menghafal sering konsep inti dan konsep bukan inti berbaur dan saling

menghambat, tetapi dalam belajar makna keduanya bisa dibedakan dengan jelas.

Mengapa seseorang melakukan kegiatan belajar dengan menghafal

Minimal ada tiga sebab utama:

1) Mereka belajar dari pengelaman yang kurang menyenangkan yang secara

material memberikan jawaban yang benar, tetapi kurang memberikan

hubungan yang bermakna. Adanya tuntutan memberikan jawaban yang

bersifat fakta-fakta sering mendorong siswa untuk belajar dengan cara

mengingat dan menghafal.

2) Siswa mengalami kecemasan yang cukup besar. Hal ini kemungkinan besar

disebabkan karena ia gagal dalam menguasai pelajaran, atau karena kurang

yakin akan kemampuan belajar bermakna. Untuk mengatasi kecemasan

tersebut ia belajar dengan cara menghafal.

3) Siswa berada dalam suatu tekanan untuk selalu memperhatikan keberhasilan

dan kelancaran belajar, atau menyembunyikan kekurangan-kekurangannya.

Page 167: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

b. Macam-Macam Belajar Bermakna

Makna merupakan isi dari struktur kognitif, yang terjadi karena materi

yang memiliki kebermaknaan potensial disatukan dengan struktur kognitif. Proses

penyatuan tersebut berbeda-beda dan dapat diletakkan dalam suatu hierarki dari

yang bersifat represensional sampai dengan belajar tingkat tinggi, perbuatan

belajar kreatif.

Belajar represensional merupakan suatu proses belajar untuk mendapatkan

arti atau makna dari simbol-simbol. Kalau orang tua mengatakan kucing sambil

menunjuk seekor kucing, maka pada struktur kognitif anak akan terbentuk

rangsangan internal yang akan memberi makna pada kata kucing sebagai binatang

kucing. Kata kucing menjadi simbol yang mewakili binatang kucing. Melalui

proses representasi tersebut anak akan mengenal banyak nama dan tiap benda

punya nama sendiri. Belajar represensional juga berlaku bagi nama-nama bukan

benda. Kata depan terjadi melalui hubungan antara dua objek seperti kucing di

atas meja, air di dalam gelas dsb.

Belajar konsep dapat mempunyai makna logis dan makna psikologis.

Makna logis terbentuk melalui fenomena adanya benda-benda yang

dikelompokkan karena memiliki ciri-ciri yang sama. Berbagai macam kucing dan

harimau karena cirinya yang sama, dikelompokkan sebagai kucing. Dalam makna

logis ada ciri-ciri utama yang menunjukkan sekumpulan sifat-sifat yang dimiliki

oleh setiap anggota suatu kelas konsep. Ciri-ciri utama tersebut berbeda antara

suatu kelas konsep dengan kelas yang lain. Makna psikologis suatu konsep

terbentuk dalam dua tahap. Pada tahap pertama konsep terbentuk melalui

pengalaman nyata. Secara induktif anak menemukan ciri-ciri utama benda-benda

tertentu. Melalui permainan dengan bermacam-macam warna dan bentuk kubus

anak akan memiliki konsep tentang kubus, walaupun tidak tahu namanya. Pada

tahap berikutnya bila anak telah bersekolah ia belajar makna konsep secara formal

dari nama dan kata-kata. Kedua tahap proses pembentukan makna konsep tersebut

terjadi hampir dalam semua kegiatan anak belajar konsep. Pembentukan konsep

selanjutnya terjadi melalui proses asimilasi yaitu definisi-definisi.

Belajar proposisi. Proposisi atau kaidah merupakan suatu kalimat yang

menunjukkan hubungan antara dua hal. Proposisi ini ada yang bersifat umum,

Page 168: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

"binatang buas makan daging" yang berisi banyak konsep dan ada pula yang

bersifat khusus, harimau makan kelinci yang hanya berisi satu konsep.

Dalam belajar proposisi yang bermakna, kalimat yang dipelajari dihubungkan

dengan konsep yang ada dalam struktur kognitif. Ada tiga macam cara

menghubungkan:

1) Hubungan antar-bagian. Bahan baru yang dipelajari siswa merupakan bagian

dari konsep-konsep yang telah ada. Dalam belajar hubungan antar-bagian ini

ada dua macam bagian, yaitu bagian yang bersifat derivative dan correlative.

Pada bagian derivative siswa melukiskan atau meneruskan hal yang dicakup

dalam sutu proposisi. Contoh: "kucing memanjat pohon", bagian derivative-

nya "kucing tetangga memanjat pohon saya". Dalam bagian correlative,

belajar berfungsi memperluas, mengelaborisasi, memodifikasi proposisi-

proposisi yang telah ada. Contoh anak telah mengenal jajaran genjang,

dengan correlative preposition anak akan mengenal belah ketupat.

2) Hubungan superordinat. Bahan yang dipelajari merupakan superordinat dari

konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya. Anak telah

mengenal besar sudut segi tiga siku-siku 180 derajat, segi tiga sama sisi 180

derajat, dan sebagainya, maka dalam kegiatan belajar sampai pada proposisi

bahwa jumlah sudut setiap segi tiga besarnya 180 derajat.

3) Hubungan kombinasi. Bahan yang dipelajari bukan merupakan bagian bukan

juga superordinat dari yang telah ada, akan tetapi merupakan kombinasi dari

banyak hubungan. Contohnya adalah belajar model.

Belajar diskaveri atau mencari. Bahan yang dipelajari tidak disajikan

secara tuntas tetapi membutuhkan beberapa kegia tan mental untuk menuntaskan

dan menyatakannya dengan struktur kognitif. Belajar diskoveri terbagi atas dua

macam kegiatan belajar, yaitu belajar pemecahan masalah dan belajar kreatif.

Belajar pemecahan masalah, memiliki proses psikologis yang lebih

kompleks dibandingkan dengan belajar proposisi. Dalam belajar pemecahan

masalah, anak dihadapkan pada masalah-masalah yang memerlukan pemecahan.

Guru mengajukan beberapa pertanyaan yang mengarahkan siswa agar

menemukan pemecahan atau jawabannya sendiri.

Page 169: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Belajar kreatif. Kreativitas merupakan suatu kemampuan untuk meng-

hasilkan sesuatu yang baru, baik baru bagi dirinya maupun orang lain. Belajar

kreatif adalah siswa proses belajar merencanakan, melaksanakan, dan

membuktikan sendiri•percobaan-percobaan. Mereka berusaha mencari hubungan

antara konsep-konsep yang baru dan konsep-konsep yang telah ada pada struktur

kognitifnya.

3. Hubungan macam-macam belajar dengan taksonomi Bloom

Macam-macam belajar yang telah diuraikan sebelum ini, menunjukkan

adanya beberapa kategori tingkah laku belajar, yaitu belajar bermakna, menghafal

menerima, dan diskaveri. Belajar bermakna pun berbeda-beda pula dari yang

bersifat represensional sampai dengan belajar kreatif. Karena adanya

pengkategorian tersebut maka dapat dicari hubungannya dengan kategori belajar

atau taksonomi dari. Bloom.

Karena pengetahuan atau knowledge Bloom lebih banyak berhubungan

dengan ingatan maka dapat dikelompokkan sebagai belajar menghafal (rote

learning). Mulai dari pemahaman sampai dengan evaluasi dapat dikategorikan

sebagai belajar bermakna. Belajar konsep dan preposisi dapat disamakan dengan

pemahaman, pemecahan masalah dengan analitis dan kreativitas dengan sintesis

yang sukar dimasukkan dalam kategori tersebut adalah aplikasi dan evaluasi.

Dari pembandingan dengan taksonomi Bloom juga dapat ditarik

kesimpulan bahwa macam-macam belajar bermakna ini, lebih menyangkut ranah

kognitif. Ranah afektif dan psikomotor tidak tercakup dengan macam-macam

kategori belajar ini.

4. Mengingat dan lupa

Belajar merupakan proses menguasai makna dari sesuatu bahan pelajaran

yang secara potensial bermakna. Mengingat merupakan suatu proses memelihara

penguasaan sesuatu makna baru. Lupa merupakan kemunduran atau kehilangan

penguasaan suatu makna yang telah dikuasai.

Page 170: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Suatu konsep baru dipelajari oleh individu, diingat untuk beberapa saat

dan sebagian ada yang terlupakan. Proses ini terjadi dalam dua langkah: (1)

penguasaan dan penyimpanan, (2) mengingat dan lupa.

Penguasaan dan penyimpanan. Suatu konsep dipelajari dengan cara yang

bermakna dan disatukan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur

kognitif. Interaksi antara konsep baru dengan konsep-konsep yang telah ada

menimbulkan suatu makna. Makna baru tersebut mungkin mengubah,

memperluas, mempersempit konsep yang telah ada, tetapi dalam bebe rapa hal

mungkin juga tidak mengubah konsep lama.

Dalam struktur kognitif suatu konsep baru, tidak hanya berhubungan

dengan suatu konsep tetapi dengan beberapa konsep yang telah ada. Kekuatan

hubungan dengan masing-masing konsep tidak selalu sama, ada yang kuat sekali,

lemah sekali di samping yang tidak berhubungan sama sekali.

Mengingat dan lupa. Konsep-konsep baru yang kurang umum, melalui

periode waktu bersatu atau berasimilasi dengan konsep-konsep yang telah ada.

Keadaan tersebut dapat terjadinya pengurangan makna, karena terjadi

pengurangan hubungan (reduksi). Karena proses asimilasi dan reduksi tersebut

berjalan spontan dan berangsur-angsur maka konsep-konsep tersebut terlupakan.

Ada dua tingkat kritis untuk mengingat kembali konsep yang terlupakan.

Tingkat yang tertinggi berada pada tingkat yang berhubungan dengan mengingat

kembali (recall). Bila suatu konsep di bawah tingkat recall maka anak tidak dapat

mengingatnya kembali. Suatu konsep yang berada di bawah tingkat recall,

mungkin masih terletak di atas tingkat recognition. Sesuatu yang terlupakan sama

sekali, kalau dipelajari kembali akan terjadi recognition.

Apabila dirangkumkan maka ada tiga faktor yang mempengaruhi

penguasaan kembali konsep dari ingatan:

1) Kekuatan hubungan antara konsep yang telah ada dengan konsep baru.

2) Efektivitas usaha untuk menguasai kembali konsep yang terlupakan, baik

yang memperkuat penguasaan kembali, maupun yang menghambat lupa.

3) Macam penguasaan apakah pada tingkat recall atau recognition.

Page 171: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

5. Kelebihan belajar bermakna

Suatu bahan dipelajari secara bermakna atau dihafal bergantung pada (1)

sifat bahan apakah secara potensial bermakna atau tidak bermakna, (2) kesiapan si

pelajar sendiri untuk melakukan belajar bermakna.

Hasil belajar bermakna lebih lama dikuasai daripada belajar menghafal.

Dengan demikian belajar bermakna lebih efisien dibandingkan dengan belajar

menghafal. Hal itu disebabkan adanya hubungan yang substantif dan non-arbitrer

dengan konsep-konsep yang ada dalam struktur kognitif. Keadaan demikian

memungkinkan sejumlah besar bahan dapat disatukan dalam struktur kognitif

dengan penguasaan yang lebih efektif. Hubungan suatu konsep yang dipelajari

dengan bermakna dengan struktur kognitif menyebabkan konsep tersebut lebih

lama dikuasai dalam ingatan. Dalam belajar yang bersifat menghafal

hubungannya tidak mendalam, karena terjadi hubungan secara arbitrer, terputus-

putus dan terisolasi.

6. Inhibisi proaktif dan retroaktif

Salah satu penyebab utama dari lupa pada belajar bermakna adalah pengu-

rangan makna dari suatu konsep dalam struktur kognitif.

Pada belajar yang bersifat menghafal, masalah lupa disebabkan oleh

hilangnya atau lemahnya asosiasi antara dua hal. Dalam belajar mengingat ada

dua hambatan (inhibition) yang mungkin terjadi yaitu hambatan proaktif dan

retroaktif. Hambatan proaktif merupakan hambatan dalam mengingat sesuatu

karena adanya pengaruh dari bahan yang telah dipelajari lebih dahulu. Hambatan

retroaktif merupakan hambatan dalam mengingat yang lama karena bahan baru.

Ketimpangan isi yang diajarkan dan yang diingat. Sering terjadi perbedaan antara

isi bahan yang diajarkan dengan diingat, hal itu dilatarbelakangi oleh beberapa

hal:

a. Ketidakjelasan, kekacauan, keraguan arti sesuatu konsep sejak awal proses

belajar, karena kekurangtepatan makna konsep pokok dalam struktur kognitif.

Kekurangstabilan dan kekurangjelasan konsepkonsep pokok tersebut,

menyebabkan terjadinya perbedaan isi antara bahan baru dengan konsep

pokok.

Page 172: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

b. Pada saat memberikan penafsiran pertama terhadap bahan baru yang bersifat

selektif, terjadi kesalahan dan penghilangan atau pengurangan ciri-ciri. Pada

fase mengingat kembali bahan-bahan tersebut cenderung terjadi pengurangan

terhadap konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif. Jika suatu

bahan baru salah penafsirannya karena adanya kelainan dalam struktur

kognitif, kesalahan tersebut akan menetap malah akan diperkuat pada masa-

masa asimilasi.

c. Kesalahan dan penyimpangan dapat terjadi bila suatu makna yang telah

tersimpan dirumuskan kembali secara verbal.

Dalam menerima suatu konsep baru terjadi "leveling" dan "sharpening".

Leveling adalah penyusutan bentuk yang tidak lazim dalam bentuk yang lebih

lazim, sedang sharpening adalah penajaman suatu konsep atau perangsang

menjadi lebih sempurna lebih baik. Masalah lupa memiliki nilai positif dan juga

nilai negatif. Nilai positifnya adalah menyeleksi ideide baru mana yang lebih

stabil, lebih penting dan lebih memperkuat konsep-konsep yang telah ada, dan

tidak mengingat semua perangsang yang masuk.

Mengingat bermakna yaitu memasukkan konsep-konsep penting dalam

struktur kognitif sangat penting bagi kegiatan belajar Iebih lanjut dan kegiatan-

kegiatan pemecahan masalah sebab konsep-konsep tersebut merupakan pijakan

dan bahan yang akan diolah dalam proses belajar selanjutnya. Penguasaan konsep-

konsep penting sering mengabaikan konsep-konsep atau detail-detail yang kurang

penting. Hal itu disebabkan bahan-bahan yang tidak penting sudah tercakup dalam

hal-hal yang penting. Karena merasa sudah tercakup sering terlupakan. Sebab lain,

terjadi karena bahan-bahan baru yang kurang penting tersebut dalam

penyatuannya dengan yang telah ada kurang stabil, kurang kuat, kurang jelas

sehingga mudah sekali terlupakan.

D. Kesiapan Belajar

Tiap bahan pelajaran dapat diajarkan kepada anak secara efektif bila sesuai

dengan tingkat perkembangan anak tersebut. Ada tiga masalah penting berkenaan

dengan penyesuaian bahan ajar dengan perkembangan anak:

Page 173: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

1. Perkernbangan intelek

Hasil penelitian berkenaan dengan perkembangan intelek anak menun-

jukkan, bahwa tiap tingkat perkembangan mempunyai karakteristik tertentu

tentang cara anak melihat lingkungannya dan cara memberi arti bagi dirinya

sendiri. Mengajarkan suatu bahan pelajaran kepada anak, adalah

mempresentasikan struktur bahan pelajaran sesuai dengan cara anak memandang

atau mengartikan bahan pelajaran tersebut. Pengajaran merupakan suatu

translation. Suatu dugaan umum bahwa ide atau konsep dapat direpresentasikan

dengan sebenar-benarnya dan sebaik-baiknya sesuai dengan tingkat pemikiran

anak pada tingkat usia tertentu, dan representasi pertama diperkuat dan diperbaiki

pada tingkat selanjutnya.

Menurut Piaget, ada empat tingkat perkembangan anak: Tingkat pertama

adalah tingkat Sensory motor, masa lahir sampai 2 tahun merupakan masa

perkembangan kemampuan bergerak dan merespons terhadap rangsangan.

Tingkat kedua, masa 2 sampai 7 tahun disebut tingkat Preoperasional. Tugas

perkembangan anak pada masa ini terutama membentuk hubungan antara

pengalaman dengan kegiatan. Melalui berbagai kegiatan anak bermanipulasi

dengan lingkungan. Tingkat ini mulai dari perkembangan awal berbahasa sampai

anak marnpu belajar bermanipulasi dengan simbol-simbol. Kemampuan simbolik

utama yang harus dipelajari anak, adalah bagaimana merepresentasikan dunia luar

melalui pembentukan simbol-simbol anak, tidak ada batas perbedaan antara motif

dan peranan dirinya dengan kegiatan lingkungannya. Matahari bergerak karena

didorong oleh Tuhan, dan bintang-bintang tidur seperti dia. Anak tidak dapat

membedakan antara tujuan dengan cara atau alat untuk mencapainya. Hal itu

karena anak lebih dipengaruhi oleh intuisi daripada oleh kegiatan simbolik, lebih

banyak dipengaruhi perbuatan trial and error daripada hasil pemikiran.

Kekurangan utama pada tingkat ini adalah anak belum memiliki konsep

perbedaan atau perlawanan (reversibility). Bila suatu benda berubah anak belum

dapat menangkap ide bahwa benda tersebut dapat dikembalikan pada keadaan

asalnya. Kekurangan tersebut sering menghambat penguasaan ide dasar bidang

studi tertentu terutama matematika dan fisika. Tingkat ketiga, masa antara 7

sampai 11 tahun, merupakan masa anak sekolah, disebut juga tingkat "concrete

Page 174: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

operational". Tingkat ini merupakan tingkat operasional yang berbeda dengan

tingkat pertama yang semata-mata hanya aktif.

Operasi merupakan pengumpulan data tentang dunia sekitarnya, kemudian

ditransformasikan sehingga dapat disusun dan digunakan secara selektif dalam

memecahkan masalah. Operasi bersifat internalisasi dan reversible. Internalisasi

berarti bahwa anak memecahkan masalah bukan dengan cara trial and error tetapi

dengan pemikiran, trial and error digunakan untuk menjadi pembantu atau bahan

pembanding pemikiran. Reversibility diperlukan, karena dalam operasi

dibutuhkan adanya "complete compensation". Suatu operasi dapat dikompensasi

dengan operasi sebaliknya. Pengurangan dikompensasi oleh penjumlahan,

perkalian oleh pembagian.

Dengan operasi konkret anak mengembangkan struktur internalnya.

Struktur internal merupakan hal yang sangat esensial, karena dengan struktur

internal anak mampu beroperasi. Pada diri anak ada sistem simbolik internal yang

merepresentasikan dunia luar. Agar anak menguasai apa yang diajarkan, maka

bahan ajar harus disesuaikan dengan "bahasa" struktur internal tersebut. Operasi

konkret dibimbing oleh "logika kelas" dan "logika" hubungan yang merupakan

alat penstrukturan kenyataan yang dihadapinya dan pernah dialaminya pada saat

yang lalu, tetapi ma belum mampu menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang

sama sekali asing baginya. Ini tidak berarti anak yang beroperasi secara konkret

tidak mampu mengantisipasi hal-hal yang tidak ada. Anak belum mampu secara

sistematik melampaui informasi yang diberikan, untuk mendeskripsikan apa yang

terjadi.

Tingkat keempat, masa antara 11 sampai dengan 14 tahun, merupakan

tingkat "formal operation". Kegiatan intelektual anak didasarkan atas kemampuan

beroperasi pada tingkat hipotetis dan bukan lagi pada tingkat pengalaman, atau

terbatas pada apa yang telah dikenalnya. Seorang anak mampu memikirkan

kemungkinan variabel-variabel, dan bahkan mampu mendeduksi hubungan

potensial yang dapat dicek dengan percobaan atau pengamatan. Operasi

intelektual telah berkembang sampai pada tingkat semacam operasi logis ahli

logika, sarjana atau para pemikir lainnya. Pada tingkat ini anak mampu

memberikan pernyataan formal atau pernyataan axiomatik pada ide-ide yang

Page 175: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

konkret, sebelum langkah pemecahan masalah. Pada tingkat operasi konkret anak

mampu menangkap secara intuitif dan konkret, sejumlah ide-ide dasar ilmu

pengetahuan.

Yang sangat penting dalam mengajarkan konsep-konsep dasar adalah anak

dibantu untuk berkembang dari berpikir konkret pada menggunakan cara berpikir

yang lebih konseptual. Hal itu akan sia-sia saja, bila guru mengajarkannya dengan

cara menyajikan penjelasan-penjelasan formal yang didasarkan atas logika,

kurang disesuaikan dengan cara berpikir anak serta kurang mengaplikasikannya.

Dalam pengajaran matematika sering anak bukan belajar "aturan matematis",

tetapi belajar menggunakan alatalat atau resep-resep matematis tanpa

memahaminya.

Perkembangan intelek anak bukanlah suatu rangkaian perkembangan yang

bersifat tertutup, tetapi terbuka, merespons terhadap pengaruh lingkungannya

terutama lingkungan sekolah. Perkembangan intelek anak perlu ditunjang oleh

kesempatan-kesempatan yang berguna agar berkembang lebih pesat. Menurut

David Page seorang ahli dan guru yang sangat berpengalaman dalam mengajar

matematika, dalam pengajaran dari Taman Kanak-Kanak sampai Perguruan

Tinggi dalam perkembangan intelek menunjukkan kecenderungan yang sama,

bahwa anak lebih spontan, lebih kreatif, lebih energik dibandingkan dengan orang

dewasa. Belajar anak dalam segala hal lebih cepat dibandingkan dengan orang tua.

2. Kegiatan belajar

Belajar sesuatu bidang pelajaran, minimal meliputi tiga proses. Pertama,

proses mendapatkan atau memperoleh informasi baru untuk melengkapi atau

menggantikan informasi yang telah dimiliki atau menyempurnakan pengetahuan

yang telah ada. Kedua, transformasi, yaitu proses memanipulasi pengetahuan agar

sesuai dengan tugas yang baru. Transformasi meliputi cara-cara mengolah

informasi untuk sampai pada kesimpulan yang lebih tinggi. Ketiga, proses

evaluasi untuk mengecek apakah manipulasi sudah memadai untuk dapat

menjalankan tugas rnencapai sasaran. Apakah kesimpulan yang telah dilakukan

dengan saksama, dapat dioperasikan dengan baik.

Page 176: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Dalam mempersiapkan bahan pelajaran, biasanya kita susun bahan

pelajaran tersebut dalam rentetan episode (satuan pelajaran). Dalam tiap episode

terdapat ketiga proses di atas. Episode belajar dapat panjang, juga dapat pendek,

berisi banyak konsep, atau hanya beberapa konsep saja. Dalam menyajikan bahan

pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan murid, episode-episode bahan

pelajaran, kita manipulasi dengan beberapa cara. Cara-cara yang biasa dilakukan

adalah: memperpanjang atau memperpendek isi episode, memberikan ganjaran

dalam bentuk pujian, pemberian gelar juara, dan sebagainya, mempersiapkan

pertanyaan yang dapat memberikan motivasi intrinsik atau ekstrinsik.

3. Spiral Kurikulum

Jika prinsip-prinsip perkembangan anak telah diperhatikan, bahan ajar

telah disusun dalam urutan yang logis dan cukup mendorong perkembangan dan

keadaan memungkinkan untuk memperkenalkannya seawal mungkin; apakah

anak akan menjadi orang dewasa dan berpengetahuan. Bila sudah cukup

berpengetahuan apakah menjadi orang dewasa yang lebih baik? Bila javvabannya

cenderung ke arah tidak atau tidak jelas (ambigius), hal itu menunjukkan belum

adanya keteraturan dalam mated, kurikulum.

Kurikulum bukan sesuatu yang staffs tertutup, tetapi merupakan spiral

terbuka. Kurikulum memiliki struktur bahan ajar, yang disusun atau dibentuk di

sekitar prinsip-prinsip, masalah-masalah dan nilai-nilai dalam masyarakat.

Kurikulum selalu membutuhkan baik anak didik maupun masyarakat sekitarnya.

E. Minat dan Motif Belajar

Dalam perencanaan kurikulum sering dibedakan antara tujuan jangka

panjang dan tujuan jangka pendek. Seorang yang berpendirian lebih praktis lebih

mengutamakan tujuan jangka pendek, yang dapat dicapai dengan penggunaan

bahan yang singkat serta metode yang sederhana. Orang yang lebih ideal, lebih

mengutamakan tujuan jangka panjang, karena tujuan jangka pendek tidak

memberikan arah sama sekali. Kedua macam tujuan tersebut sama pentingnya dan

diperlukan dalam pelaksanaan program. Tujuan jangka panjang merupakan tujuan

akhir pendidikan (the end of education), penting, sebab merupakan sasaran akhir,

Page 177: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

tetapi tujuan jangka pendek juga penting sebab dengan tujuan tersebut lebih

konkret, lebih mudah dicapai dan akan selalu ditemukan tujuan yang baru menuju

sasaran akhir.

Pendidikan di Amerika Serikat dewasa ini sangat menekankan pada

keunggulan (excellence). Masalahnya, untuk mencapai hal tersebut, apa yang

harus diajarkan, bagaimana mengajarkannya serta bagaimana membangkitkan

minat belajar murid. Pencapaian keunggulan bukan hanya bagi anak-anak yang

cerdas tetapi juga ditujukan bagi anak-anak biasa. Konsep pendidikan atau

pengajaran hanya dipersiapkan bagi anak ratarata agar sesuai bagi setiap

kelompok anak, adalah kurang tepat. Persoalannya, bagaimana menyiapkan bahan

pengajaran yang dapat merangsang minat belajar anak cerdas, tetapi juga tidak

mematikan minat atau tetap mendorong minat belajar anak-anak yang tidak

cerdas. Untuk mencapai cita-cita pendidikan unggul dibutuhkan kurikulum yang

sesuai, pendidikan guru yang efektif, menggunakan alat-alat bantu pengajaran

yang cukup serta diciptakan berbagai usaha pemberian motivasi.

Pembangkitan motif belajar pada anak, sukar dilaksanakan apabila proses

belajar lebih menekankan pada satuan-satuan kurikulum, sistem kenaikan kelas,

sistem ujian, serta mengutamakan kontinuitas dan pendalaman belajar.

Mengenai pemusatan perhatian dan minat belajar terletak dalam suatu

kontinum yang bergerak dari sikap apatis atau sama sekali tidak menaruh minat

sampai dengan yang sangat berminat. Minat atau perhatian belajar ini sangat

berhubungan dengan kegiatan belajar. Kegiatan belajar juga bergerak dari yang

aktif, yang berbentuk suatu proyek yang berisi kegiatan kompetitif, yang banyak

membangkitkan minat belajar anak sampai dengan kegiatan yang bersifat

excessive yakni setiap anak secara pasif menanti giliran penugasan, yang banyak

memberikan kebosanan dan apatisme.

Pembangkitan minat belajar pada anak, ada yang bersifat sementara

(jangka pendek), dan ada juga yang lebih bersifat menetap (jangka panjang).

Terdapat perbedaan usaha untuk membangkitkan minat yang bersifat sementara

dengan yang lebih bersifat menetap. Penggunaan film, audio visual aid, dan lain-

lain dapat membangkitkan minat yang bersifat sementara. Untuk yang lebih

berjangka lama, film, audio visual aid, dan lain-lain dapat menimbulkan

Page 178: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

kepasifan. Film dan audio visual aid merupakan alat yang berorientasi pada

hiburan, seperti halnya kebudayaan komunikasi massa dapat menimbulkan

kepasifan dan sikap monoton. Sikap belajar menonton yang pasif (the spectator's

possitivy) merupakan hal yang membahayakan dalam perkembangan anak. Untuk

membangkitkan minat yang lebih bersifat menetap (jangka panjang), langkah

pertama yang harus diusahakan adalah membangkitkan otonomi yang aktif, yang

merupakan lawan dari kepenontonan yang pasif. Motif belajar pada anak

umumnya campuran, antara yang bersifat sementara, antara otonomi aktif dengan

menonton.

Beberapa hal dapat diusahakan untuk membangkitkan motif belajar pada

anak yaitu pemilihan bahan pengajaran yang berarti bagi anak, menciptakan

kegiatan belajar yang dapat membangkitkan dorongan untuk menemukan

(discovery), menerjemahkan apa yang akan diajarkan dalam bentuk pikiran yang

sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Sesuatu bahan pengajaran yang berarti

bagi anak yang disajikan dalam bentuk yang sesuai dengan tingkat kemampuan

berpikir anak, dan disampaikan dalam bentuk anak lebih aktif, anak banyak

terlibat dalam proses belajar dapat membangkitkan motif belajar yang lebih

berjangka panjang.

Salah satu sistem untuk membangkitkan motif belajar para siswa, yang

sekarang sedang dikembangkan adalah yang disebut meritocracy. Meritocracy

merupakan sistem pengajaran yang menekankan pada kompetisi atau persaingan.

Dalam sistem meritocracy siswa mempunyai kesempatan untuk maju terus sesuai

dengan prestasi belajar yang dicapainya. Posisi dalam sekolah selanjutnya

ditentukan oleh record di sekolah sebelumnya. Kesempatan pendidikan selan-

jutnya bahkan juga kesempatan pekerjaan selanjutnya, ditentukan oleh sukses

sebelumnya. Dalam sistem meritocracy anak yang pandai dapat berkembang

pesat, jauh meninggalkan teman-temannya, tetapi sebaliknya anak yang kurang

pandai akan jauh tertinggal. Sistem meritocracy dapat membangkitkan motif yang

sangat besar bagi anakanak yang pandai, tetapi dapat mematahkan semangat anak-

anak yang kurang. Sistem meritocracy selain mempunyai beberapa kebaikan, juga

mempunyai beberapa efek negatif terutama berkenaan dengan suasana belajar.

Page 179: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Efek yang kurang baik dalam suasana belajar dapat dikontrol dengan perencanaan

yang matang.

Dalam sekolah yang menekankan sistem kompetitif, dibutuhkan usaha-

usaha remedial terutama untuk anak-anak lambat belajar. Penyuluhan khusus

sering dibutuhkan bukan saja oleh anak-anak yang lambat tetapi juga anak cepat.

Remedial dan penyuluhan bukan satu-satunya jawaban untuk mengatasi masalah

belajar yang bersifat kompetitif. Salah satu kelemahan sistem meritocracy adalah

terlalu menekankan pada science dan teknologi, pelajaran yang berkenaan dengan

humanisme kurang sekali. Hal itu dapat diatasi dengan menggunakan sistem

pendidikan yang pluralistis. Pendidikan seni, musik, drama serta pendidikan

humanitas lainnya sangat membantu untuk mencapai keseimbangan.

F. Buku Acuan

Hosyom, John. (1985). Inquiring Into the Teaching Process. Toronto, Ontario:

OISE Press/The Ontariao Institut for Study in Education.

Sesuai dengan judul bukunya, inquiring, tulisan ini mengajak dan

mendorong para pelaksana pendidikan terutama guru, kepala sekolah, pengawas,

ahli kurikulum, serta administrator pendidikan untuk lebih memahami apa yang

secara nyata berlangsung dalam kelas. Agar para pelaksana dan juga perencana

pendidikan mempunyai pemahaman yang mendalam tentang situasi pendidikan,

mereka perlu memahami pemikiran guru, kegiatan guru dalam kelas, kegiatan

siswa serta pemikiran siswa. Dengan dasar pemahaman di atas para pelaksana

pendidikan, terutama guru dapat melaksanakan pengajaran dan memonitor

perkembangannya. Sebagai dasar pemahaman situasi pendidikan mereka harus

mempunyai pengetahuan ten- tang pendidikan yang baik. Untuk melaksanakan

pengajaran yang baik, mereka harus menguasai pula peranan profesional dari guru

serta prosedur pelaksanaan pengajaran. Dengan buku ini para perencana dan

pelaksana pendidikan diajak, didorong untuk berpikir, berbuat dan mengadakan

studi sendiri, berinkuiri dalam profesinya.

Page 180: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Joice, Bruce R., et.al. (1981). Flexibility in Teaching. New York, London:

Longman.

Konsep yang ingin disampaikan dalam buku ini ialah suatu keyakinan

bahwa esensi dari pengajaran adalah fleksibilitas. Pengajaran merupakan suatu

kehidupan yang berisi hubungan simbiosis antara guru dengan siswa, tetapi sering

penuh dengan frustrasi dan kegembiraan, hukuman, dan ganjaran. Dalam buku ini

digambarkan bahwa pengajaran adalah suatu perbuatan yang gentleman, suatu

adaptasi alamiah antara seorang dengan yang lain. Pendidikan guru memegang

peranan penting untuk mengembangkan fleksibilitas dalam interaksi. Fleksibilitas

merupakan karakteristik dasar yang harus dimiliki guru, agar is dapat mengem-

bangkan kreativitasnya sendiri, membantu kreativitas siswa dan mengkreatifkan

sekolahnya. Selanjutnya dalam buku tersebut diuraikan, konteks sosial dan teknis

pengajaran, penyesuaian pengajaran dengan segisegi kepribadian siswa, model-

model mengajar dan beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mengembangkan

pengajaran yang menekankan fleksibilitas.

Bedwell, Lance E., et al. (1984). Effecitve Teaching: Preparation and

Implementation. Springfield, Illinois: Charles and Thomas, Publication.

Keseluruhan isi buku ini memberikan pegangan tentang bagaimana

melaksanakan suatu pengajaran secara efektif. Pengajaran yang efektif tidak lahir

begitu saja tetapi harus dipelajari, dipersiapkan dan dilatih, sama dengan guru

yang baik tidak dilahirkan tetapi dibuat. Dalam buku ini diuraikan secara rinci

berbagai peran guru sebagai pengajar. Guru sebagai perencana pengajaran,

sebagai komunikator informasi, sebagai pelaku yang efektif. Guru juga sebagai

ahli strategi pengajaran, sebagai manajer tingkah laku siswa dan evaluator

perkembangan siswa. Pada bagian akhir buku ini diuraikan juga bagaimana

merencanakan dan melaksanakan pengajaran yang efektif.

Fenstermacher, Gary D. and Soltis, Jonas F. (1986). Approaches to Teaching.

New York, London: Teachers College, Columbia University.

Pendekatan mengajar merupakan hal yang sangat penting dalam

pengajaran, sebab hal itu akan sangat mempengaruhi perilaku siswa. Bertolak dari

kenyataan itu, buku ini menguraikan beberapa pendekatan dalam mengajar.

Secara garis besar ada tiga pendekatan, yaitu pendekatan: executive, therapist dan

Page 181: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

liberationist. Dalam pendekatan eksekutif, guru sebagai eksekutor sebagai ekspert

yang memberikan pelajaran-pelajaran tertentu dengan teknik-teknik tertentu

dengan sangat terampil. Menurut pendekatan therapist guru adalah orang yang

empathetik yang berfungsi membantu perkembangan individu secara pribadi

mencapai tingkat self actualization yang tinggi dengan penuh pengertian dan

penerimaan. Pendekatan liberationist memandang guru sebagai liberator,

pembebas pribadi siswa, pengembang pribadi yang utuh, otonomi, rasional dan

bermoral. Dalam buku itu juga diuraikan bagaimana menerapkan ketiga

pendekatan tersebut, dilengkapi dengan beberapa kasus dan cara pemecahannya.

Page 182: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

BAB 8

PENGEMBANGAN KURIKULUM

A. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum

Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua

pengalaman belajar yang disediakan bagi siswa di sekolah. Dalam kurikulum

terintegrasi filsafat, nilai-nilai, pengetahuan, dan perbuatan pendidikan.

Kurikulum disusun oleh para ahli pendidikan/ahli kurikulum, ahli bidang ilmu,

pendidik, pejabat pendidikan, pengusaha serta unsurunsur masyarakat lainnya.

Rancangan ini disusun dengan maksud memberi pedoman kepada para pelaksana

pendidikan, dalam proses pembimbingan perkembangan siswa, mencapai tujuan

yang dicita-citakan oleh siswa sendiri, keluarga, maupun masyarakat.

Kelas merupakan tempat untuk melaksanakan dan menguji kurikulum. Di

sana semua konsep, prinsip, nilai, pengetahuan, metode, alat, dan kemampuan

guru diuji dalam bentuk perbuatan, yang akan mewujudkan bentuk kurikulum

yang nyata dan hidup. Pewujudan konsep, prinsip, dan aspek-aspek kurikulum

tersebut seluruhnya terletak pada guru. Oleh karena itu, gurulah pemegang kunci

pelaksanaan dan keberhasilan kurikulum. Dialah sebenarnya perencana,

pelaksana, penilai, dan pengembang kurikulum sesungguhnya. Suatu kurikulum

diharapkan memberikan landasan, isi, dan, menjadi pedoman bagi pengembangan

kemampuan siswa secara optimal sesuai dengan tuntutan dan tantangan

perkembangan masyarakat.

1. Prinsip-prinsip umum

Ada beberapa prinsip umum dalam pengembangan kurikulum. Pertama,

prinsipreigansi. Ada dua macam relevansi yang harus dimiliki kurikulum, yaitu

relevan ke luar dan relevansi di dalam kurikulum itu sendiri. Relevansi ke luar

maksudnya tujuan, isi, dan proses belajar yang tercakup dalam kurikulum

hendaknya relevan dengan tuntutan, kebutuhan, dan perkembangan masyarakat.

Kurikulum menyiapkan siswa untuk bisa hidup dan bekerja dalam masyarakat.

Apa yang tertuang dalam kurikulum hendaknya mempersiapkan siswa untuk tugas

Page 183: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

tersebut. Kurikulum bukan hanya menyiapkan anak untuk kehidupannya sekarang

tetapi juga yang akan datang. Kurikulum juga harus memiliki relevansi di dalam

yaitu ada kesesuaian atau konsistensi antara komponen-komponen kurikulum,

yaitu antara tujuan, isi, proses penyampaian, dan penilaian. Relevansi internal ini

menunjukkan suatu keterpaduan kurikulum.

Prinsip kedua adalah fleksibilitas, kurikulum hendaknya memilih sifat

lentur atau fleksibel. Kurikulum mempersiapkan anak untuk kehidupan sekarang

dan yang akan datang, di sini dan ditempat lain, bagi anak yang memiliki latar

belakang dan kemampuan yang berbeda. Suatu kurikulum yang baik adalah

kurikulum yang berisi hal-hal yang solid, tetapi daram pelaksanaannya memung

inkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan kondisi daera aktu maupun

kemampuan, dan latar belakang anak.

Prinsip ketiga adalah kontinuitas yaitu kesinambungan. Perkembangan dan

proses belajar anak berlangsung secara berkesinambungan, tidak terputus-putus

atau berhenti-henti. Oleh karena itu, pengalamanpengalaman belajar yang

disediakan kurikulum juga hendaknya berkesinambungan antara satu tingkat

kelas, dengan kelas lainnya, antara satu jenjang pendidikan dengan jenjang

lainnya, juga antara jenjang pendidikan dengan pekerjaan. Pengembangan

kurikulum perlu dilakukan serempak bersama-sama, perlu selalu ada komunikasi

dan kerja sama antara para pengembang kurikulum sekolah dasar dengan SMTP,

SMTA, dan Perguruan Tinggi.

Prinsip keempat adalah praktis, mudah dilaksanakan, menggunakan alat-

alat sederhana dan biayanya juga murah. Prinsip ini juga disebut prinsip efisiensi.

Betapapun bagus dan idealnya suatu kurikulum kalau menuntut keahlian-keahlian

dan peralatan yang sangat khusus dan mahal pula biayanya, maka kurikulum

tersebut tidak praktis dan sukar dilaksanakan. Kurikulum dan pendidikan selalu

dilaksanakan dalam keterbatasan-keterbatasan, baik keterbatasan waktu, biaya,

alat, maupun personalia. Kurikulum bukan hanya harus ideal tetapi juga praktis.

Prinsip kelima adalah efektivitas. Walatipun kurikulum tersebut hams

murah, sederhana, dan murah tetapi keberhasilannya tetap harus diperhatikan.

Keberhasilan pelaksanaan kurikulum ini baik secara kuantitas maupun kualitas.

Pengembangan suatu kurikulum tidak dapat dilepaskan dan merupakan

Page 184: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

penjabaran dari perencanaan pendidikan. Perencanaan di bidang pendidikan juga

merupakan bagian yang dijabarkan dari kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah

di bidang pendidikan. Keberhasilan kurikulum akan mempengaruhi keberhasilan

pendidikan.

Kurikulum pada dasarnya berintikan empat aspek utama yaitu: tujuan-

tujuan pendidikan, isi pendidikan, pengalaman belajar, dan penilaian.

Interelasi antara keempat aspek tersebut serta antara aspek-aspek tersebut

dengan kebijaksanaan pendidikan perlu selalu mendapat perhatian dalam

pengembangan kurikulum.

Visualisasi kerangka berpikir tersebut dapat dilihat pada bagan berikut:

BAGAN 8. Hubungan kurikulum dengan pembangunan pendidikan

Page 185: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

2. Prinsip-prinsip khusus

Ada beberapa prinsip yang lebih khusus dalam pengembangan kurikulum.

Prinsip-prinsip ini berkenaan dengan penyusunan tujuan, isi, pengalaman belajar,

dan penilaian.

Prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan

Tujuan menjadi pusat kegiatan dan arah semua kegiatan pendidikan.

Perumusan komponen-komponen kurikulum hendaknya mengacu pada tujuan

pendidikan. Tujuan pendidikan mencakup tujuan yang bersifat umum atau

berjangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek (tujuan khusus).

Perumusan tujuan pendidikan bersumber pada:

1. Ketentuan dan kebijaksanaan pemerintah, yang dapat ditemukan dalam

dokumen-dokumen lembaga negara mengenai tujuan, dan strategi

pembangunan termasuk di dalamnya pendidikan;

2. Survai mengenai persepsi orang tua/masyarakat tentang kebutuhan memka

yang dikirimkan melalui angket atau wawancara dengan mereka;

3. Survai tentang pandangan para ahli dalam bidang-bidang tertentu, dihimpun

melalui angket, wawancara, observasi, dan dari berbagai media massa;

4. Survai tentang manpower;

5. Pengalaman negara-negara lain dalam masalah yang sama;

6. Penelitian.

Prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan

Memilih isi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan yang telah

ditentukan para perencana kurikulum perlu mempertimbangkan beberapa hal.

1. Perlu penjabaran tujuan pendidikan/pengajaran ke dalam bentuk perbuatan

hasil belajar yang khusus dan sederhana. Makin umum suatu perbuatan hasil

belajar dirumuskan semakin sulit menciptakan pengalaman belajar;

2. Isi bahan pelajaran harus meliputi segi pengetahuan, sikap, dan

keterampilan;

3. Unit-unit kurikulum harus disusun dalam urutan yang logis dan sistematis.

Ketiga ranah belajar, yaitu pengetahuan, sikap, dan keterampilan diberikan

secara simultan dalam urutan situasi belajar. Untuk hal tersebut diperlukan

Page 186: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

buku pedoman guru yang memberikan penjelasan tentang organisasi bahan

dan alat pengajaran secara lebih mendetail.

Prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar

Pemilihan proses belajar mengajar yang digunakan hendaknya memperhatikan

hal-hal sebagai berikut:

1. Apakah metode/teknik belajar-mengajar yang digunakan cocok untuk

mengajarkan bahan pelajaran?

2. Apakah metode/teknik tersebut memberikan kegiatan yang bervariasi

sehingga dapat melayani perbedaan individual siswa?

3. Apakah metode/teknik tersebut memberikan urutan kegiatan yang

bertingkat-tingkat?

4. Apakah metode/ teknik tersebut dapat menciptakan kegiatan untuk

mencapai tujuan kognitif, afektif dan psikomotor?

5. Apakah metode/teknik tersebut lebih mengaktifkan siswa, atau

mengaktifkan guru atau kedua-duanya?

6. Apakah metode/teknik tersebut mendorong berkembangnya kemampuan

baru?

7. Apakah metode/teknik tersebut menimbulkan jalinan kegiatan belajar di

sekolah dan di rumah, juga mendorong penggunaan sumber yang ada di

rumah dan di masyarakat?

8. Untuk belajar keterampilan sangat dibutuhkan kegiatan belajar yang

menekankan "learning by doing" di samping "learning by seeing and

knowing".

Prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pengajaran

Proses belajar-mengajar yang baik perlu didukung oleh penggunaan media dan

alat-alat bantu pengajaran yang tepat.

1. Alat/media pengajaran apa yang diperlukan. Apakah semuanya sudah

tersedia? Bila alat tersebut tidak ada apa penggantinya?

2. Kalau ada alat yang harus dibuat, hendaknya memperhatikan: bagaimana

pembuatannya, siapa yang membuat, pembiayaannya, waktu pembuatan?

Page 187: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

3. Bagaimana pengorganisasian alat dalam bahan pelajaran, apakah dalam

bentuk modul, paket belajar, dan lain-lain?

4. Bagaimana pengintegrasiannya dalam keseluruhan kegiatan belajar?

5. Hasil yang terbaik akan diperoleh dengan menggunakan multi media.

Prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian

Penilaian merupakan bagian integral dari pengajaran:

1. Dalam penyusunan alat penilaian (test) hendaknya diikuti langkahlangkah

sebagai berikut:

Rumuskan tujuan-tujuan pendidikan yang umum, dalam ranahranah

kognitif, afektif, dan psikomotor. Uraikan ke dalam bentuk tingkah-

tingkah laku murid yang dapat diamati. Hubungkan dengan bahan

pelajaran. Tuliskan butir-butir test.

2. Dalam merencanakan suatu penilaian hendaknya diperhatikan beberapa

hal;

Bagaimana kelas, usia, dan tingkat kemampuan kelompok yang akan

ditest?

Berapa lama waktu dibutuhkan untuk pelaksanaan test? Apakah test

tersebut berbentuk uraian atau objektif?

Berapa banyak butir test perlu disusun?

Apakah tes tersebut diadministrasikan oleh guru atau oleh murid?

3. Dalam pengolahan suatu hasil penilaian hendaknya diperhatikan halhal

sebagai berikut:

Norma apa yang digunakan di dalam pengolahan hasil test? Apakah

digunakan formula guessing?

Bagaimana pengubahan skor ke dalam skor masak?

Skor standar apa yang digunakan?

Untuk apakah hasil-hasil test digunakan?

B. Pengembang Kurikulum

Dalam mengembangkan suatu kurikulum banyak pihak yang turut

berpartisipasi, yaitu: administrator pendidikan, ahli pendidikan, ahli kurikulum,

Page 188: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

ahli bidang ilmu pengetahuan, guru-guru, dan orang tua murid serta tokoh-tokoh

masyarakat. Dari pihak-pihak tersebut yang secara terusmenerus turut terlibat

dalam pengembangan kurikulum adalah: administrator, guru, dan orang tua.

1. Peranan para administrator pendidikan

Para administrator pendidikan ini terdiri atas: direktur bidang pendidikan,

pusat pengembangan kurikulum, kepala kantor wilayah, kepala kantor kabupaten

dan kecamatan serta kepala sekolah. Peranan para administrator di tingkat pusat

(direktur dan kepala pusat) dalam pengembangan kurikulum adalah menyusun

dasar-dasar hukum, menyusun kerangka dasar serta program inti kurikulum.

Kerangka dasar dan program inti tersebut akan menentukan minimum course yang

dituntut.

Administrator tingkat pusat bekerja sama dengan para ahli pendidikan dan

ahli bidang studi di Perguruan Tinggi serta meminta persetujuannya terutama

dalam penyusunan kurikulum sekolah. Atas dasar kerangka dasar dan program

inti tersebut para administrator daerah (kepala kantor wilayah) dan administrator

lokal (kabupaten, kecamatan dan kepala sekolah) mengembangkan kurikulum

sekolah bagi daerahnya yang sesuai dengan kebutuhan daerah. Para kepala

sekolah mempunyai wewenang dalam membuat operasionalisasi sistem

pendidikan pada masing-masing sekolah. Para kepala sekolah ini sesungguhnya

yang secara terus menerus terlibat dalam pengembangan dan implementasi

kurikulum, memberikan dorongan dan bimbingan kepada guru-guru. Walaupun

guru dapat mengembangkan kurikulum sendiri, tetapi dalam pelaksanaannya

sering harus didorong dan dibantu oleh para administrator. Administrator lokal

harus bekerja sama dengan kepala sekolah dan guru dalam mengembangkan

kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, mengkomunikasikan sistem

pendidikan kepada masyarakat, serta mendorong pelaksanaan kurikulum oleh

guru-guru di kelas. Peranan kepala sekolah lebih banyak berkenaan dengan

implementasi kurikulum di sekolahnya. Kepala sekolah juga mempunyai peranan

kunci dalam menciptakan kondisi untuk pengembangan kurikulum di sekolahnya.

la merupakan figur kunci di sekolah, kepemimpinan kepala sekolah sangat

mempengaruhi suasana sekolah dan pengembangan kurikulum.

Page 189: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

2. Peranan para ahli

Pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas perubahan tuntutan

kehidupan dalam masyarakat, tetapi juga perlu dilandasi oleh perkembangan

konsep-konsep dalam ilmu. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum

membutuhkan bantuan pemikiran para ahli, baik ahli pendidikan, ahli kurikulum,

maupun ahli bidang studi/disiplin ilmu.

Mengacu pada kebijaksanaan-kebijaksanaan yang ditetapkan pemerintah,

baik kebijaksanaan pembangunan secara umum maupun pembangunan

pendidikan, perkembangan tuntutan masyarakat, dan masukan-masukan dari

pelaksaman pendidikan dan kurikulum yang sedang berjalan, para ahli pendidikan

dan kurikulum memberikan alternatif konsep pendidikan dan model kurikulum

yang dipandang paling sesuai dengan keadaan dan tuntutan di atas.

Pengembangan kurikulum bukan hanya sekadar memilih dan menyusun bahan

pelajaran dan metode mengajar, tetapi menyangkut penentuan arah dan orientasi

pendidikan, pemilihan sistem dan model kurikulum, baik model konsep, model

desain, model pembelajaran, model media, model pengelolaan, maupun model

evaluasinya, serta berbagai perangkat dan pedoman penjabaran serta pedoman

implementasi dari model-model tersebut.

Partisipasi para ahli pendidikan dan ahli kurikulum terutama sangat

dibutuhkan dalam pengembangan kurikulum pada tingkat pusat. Apabila

pengembangan kurikulum sudah banyak dilakukati pada tingkat daerah atau lokal,

maka pertisipasi mereka pada tingkai daerah, lokal bahkan sekolah juga sangat

diperlukan, sebab apa yany; telah digariskan pada tingkat pusat belum tentu dapat

dengan mudali dipahami oleh para pengembang dan pelaksana kurikulum di

daerah.

Pengembangan kurikulum juga membutuhkan partisipasi para ahli bidang

studi/bidang ilmu yang juga mempunyai wawasan tentang pendidikan serta

perkembangan tuntutan masyarakat. Sumbangan mereka dalam memilih materi

bidang ilmu, yang mutakhir dan sesuai dengan perkembangan kebutuhan

masyarakat sangat diperlukan. Mereka juga sangat diharapkan partisipasinya

dalam menyusun materi ajaran dalam sekuens yang sesuai dengan struktur

keilmuan tetapi sangat memudahkan para siswa untuk mempelajarinya.

Page 190: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

3. Peranan guru

Guru memegang peranan yang cukup penting baik di dalam perencanaan

maupun pelaksanaan kurikulum. Dia adalah perencana, pelaksana, dan

pengembang kurikulum bagi kelasnya.

Sekalipun ia tidak mencetuskan sendiri konsep-konsep tentang kurikulum,

guru merupakan penerjemah kurikulum yang datang dari atas. Dialah yang

mengolah, meramu kembali kurikulum dari pusat untuk disajikan di kelasnya.

Karena guru juga merupakan barisan pengembang kurikulum yang terdepan maka

guru pulalah yang selalu melakukan evaluasi dan penyempurnaan terhadap

kurikulum.

Peranan guru bukan hanya menilai perilaku dan prestasi belajar murid-

murid dalam kelas, tetapi juga menilai implementasi kurikulum dalam lingkup

yang lebih luas. Hasil-hasil penilaian demikian akan sangat membantu

pengembangan kurikulum, untuk memahami hambatanhambatan dalam

implementasi kurikulum dan juga dapat membantu mencari cara untuk

mengoptimalkan kegiatan guru.

Guru juga bukan hanya berperan sebagai guru di dalam kelas, ia juga

seorang komunikator, pendorong kegiatan belajar, pengembang alat-alat belajar,

pencoba, penyusunan organisasi, manajer sistem pengajaran, pembimbing baik di

sekolah maupun di masyarakat dalam hubungannya dengan pelaksanaan

pendidikan seumur hidup.

Guru juga berperan sebagai pelajar dalam masyarakatnya, sebab ia harus

selalu belajar struktur sosial masyarakat, nilai-nilai utama masyarakat, pola-pola

tingkah laku dalam masyarakat. Hal-hal di atas diperlukan untuk mempersiapkan

guru dalam berbagai situasi dan kegiatan pendidikan.

Sebagai pelaksana kurikulum maka guru pulalah yang menciptakan

kegiatan belajar mengajar bagi murid-muridnya. Berkat keahlian, keterampilan

dan kemampuan seninya dalam mengajar, guru mampu menciptakan situasi

belajar yang aktif yang menggairahkan yang penuh kesungguhan dan mampu

mendorong kreativitas anak.

Page 191: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

4. Peranan orang tua murid

Orang tua juga mempunyai peranan dalam pengembangan kurikulum.

Peranan mereka dapat berkenaan dengan dua hal: pertama dalam penyusunan

kurikulum dan kedua dalam pelaksanaan kurikulum. Dalam penyusunan

kurikulum mungkin tidak semua orang tua dapat ikut serta, hanya terbatas kepada

beberapa orang saja yang cukup waktu dan mempunyai latar belakang yang

memadai. Peranan orang tua lebih besar dalam pelaksanaan kurikulum. Dalam

pelaksanaan kurikulum diperlukan kerja sama yang sangat erat antara guru atau

sekolah dengan para orang tua murid. Sebagian kegiatan belajar yang dituntut

kurikulum dilaksanakan di rumah, dan orang tua sewajarnya mengikuti atau

mengamati kegiatan belajar anaknya di rumah. Orang tua juga secara berkala

menerima laporan kemajuan anak-anaknya dari sekolah berupa rapor dan

sebagainya. Rapor juga merupakan suatu alat komunikasi tentang program atau

kegiatan pendidikan yang dilaksanakan di sekolah. Orang tua juga dapat hind

berpartisipasi dalam kegiatan di sekolah melalui berbagai kegaitan seperti diskusi,

lokakarya, seminar, pertemuan orang tua-guru, pameran sekolah, dan sebagainya.

Melalui pengamatan dalam kegiatan belajar di rumah, laporan sekolah, partisipasi

dalam kegiatan sekolah orang tua dapat turut serta dalam pengembangan

kurikulum terutama dalam bentuk pelaksanaan kegiatan belajar yang sewajarnya,

minat yang penuh, usaha yang sungguh-sungguh, penyelesaian tugas-tugas serta

partisipasi dalam setiap kegiatan di sekolah. Kegiatan-kegiatan tersebut akan

memberikan umpan balik bagi penyempumaan kurikulum.

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Kurikulum

Sekolah mendapatkan pengaruh dari kekuatan-kekuatan yang ada dalain

masyarakat, terutama dari perguruan tinggi dan masyarakat.

1. Perguruan tinggi

Kurikulum minimal mendapat dua pengaruh dari Perguruan Tinggi.

Pertama, dari pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

dikembangkan di perguruan tinggi umum. Kedua, dari pengembangan ilmu

pendidikan dan keguruan serta penyiapan guru-guru di Perguruan Tinggi

Page 192: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Keguruan (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan). Telah diuraikan

terdahulu bahwa pengetahuan dan teknologi banyak memberikan sumbangan bagi

isi kurikulum serta proses pembelajaran. Jenis pengetahuan yang dikembangkan

di Perguruan Tinggi akan mempengaruhi isi pelajaran yang akan dikembangkan

dalam kurikulum. Perkembangan teknologi selain menjadi isi kurikulum juga

mendukung pengembangan alat bantu dan media pendidikan.

Kurikulum Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan juga mem-

pengaruhi pengembangan kurikulum, terutama melalui penguasaan ilmu dan

kemampuan keguruan dari guru-guru yang dihasilkannya. Penguasaan ilmu, baik

ilmu pendidikan maupun bidang studi serta kemampuan mengajar dari guru-guru

akan sangat mempengaruhi pengembangan dan implementasi kurikulum di

sekolah. Guru-guru yang mengajar pada berbagai jenjang dan jenis sekolah yang

ada dewasa ini, umumnya disiapkan oleh LPTK (IKIP, FKIP, STKIP) melalui

berbagai program, yaitu program D2, D3 dan Sl. Pada Sekolah Dasar masih

banyak guru berlatar belakang pendidikan SPG dan SGO, tetapi secara berangsur-

angsur mereka akan mengikuti program penyetaraan D2.

2. Masyarakat

Sekolah merupakan bagian dari masyarakat dan mempersiapkan anak

untuk kehidupan di masyarakat. Sebagai bagian dan agen dari masyarakat,

sekolah sangat dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat di mana sekolah tersebut

berada. Isi kurikulum hendaknya mencerminkan kondisi dan dapat memenuhi

tuntutan dan kebutuhan masyarakat di sekitarnya. Masyarakat yang ada di sekitar

sekolah mungkin merupakan masyarakat homogen atau heterogen, masyarakat

kota atau desa, petani, pedagang atau pegawai, dan sebagainya. Sekolah harus

melayani aspirasi-aspirasi yang ada di masyarakat. Salah satu kekuatan yang ada

dalam masyarakat adalah dunia usaha. Perkembangan dunia usaha yang ada di

masyarakat mempengaruhi pengembangan kurikulum sebt sekolah bukan hanya

mempersiapkan anak untuk hidup, tetapi juga untuk bekerja dan berusaha. Jenis

pekerjaan dan perusahaan yang ada di masyarakat menuntut persiapannya di

sekolah.

Page 193: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

3. Sistem nilai

Dalam kehidupan masyarakat terdapat sistem nilai, baik nilai moral,

keagamaan, sosial, budaya maupun nilai politis. Sekolah sebagai lembaga

masyarakat juga bertanggung jawab dalam pemeliharaan dan penerusan nilai-

nilai. Sistem nilai yang akan dipelihara dan diteruskan tersebut harus

terintegrasikan dalam kurikulum. Masalah utama yang dihadapi para pengembang

kurikulum menghadapi nilai ini adalah, bahwa dalam masyarakat nilai itu tidak

hanya satu. Masyarakat umumnya heterogen dan multifaset. Masyarakat memiliki

kelompok-kelompok etnis, kelompok vokasional, kelompok intelek, kelompok

sosial, spiritual dan sebagainya yang tiap kelompok sering memiliki nilai yang

berbeda. Dalam masyarakat Ingo terdapat aspek-aspek sosial, ekonomi, politik,

fisik, estetika, etika, chr,iiis, dan sebagainya A..pek-aspek tersebut sering juga

mengandung nilai-nilai yang berbeda. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan

guru dalam mengajarkan nilai: (1) guru hendaknya mengetahui dan

memperhatikan semua nilai yang ada dalam masyarakat, (2) guru hendaknya

berpegang pada prinsip demokrasi, etis, dan moral, (3) guru berusaha menjadikan

dirinya sebagai teladan yang patut ditiru, (4) guru menghargai nilai-nilai

kelompok lain, (5) memahami dan menerima keragaman kebudayaan sendiri.

D. Artikulasi dan Hambatan Pengembangan Kurikulum

Artikulasi dalam pendidikan berarti "kesatupaduan dan koordinasi segala

pengalaman belajar". Untuk merealisasikan artikulasi kurikulum, perlu meneliti

kurikulum secara menyeluruh, membuang hal-hal yang tidak diperlukan,

menghilangkan duplikasi, merevisi metode serta isi pengajaran, mengusahakan

perluasan dan kesinambungan kurikulum. Bila artikulasi dilaksanakan dengan

baik akan terwujud kesinambungan pengalaman belajar sejak TK sampai

Perguruan Tinggi, juga antara satu bidang studi dengan bidang studi lainnya

secara horizontal. Tanpa artikulasi akan terdapat keragaman baik dalam isi,

metode maupun perhatian terhadap perkembangan anak.

Untuk menyusun artikulasi kurikulum diperlukan kerja sama dari berbagai

pihak: para administrator, kepala sekolah, TK sampai rektor universitas, guru-

guru dari setiap jenjang pendidikan, orang tua murid dan tokoh-tokoh masyarakat.

Page 194: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Dalam mengusahakan artikulasi kurikulum tersebut murid pun perlu dimintakan

pendapatnya tentang hubungan pelajaran yang satu dengan yang lainnya,

hubungan antara satu tingkat dengan tingkat berikutnya. Salah satu hal yang

sering dipandang menghambat artikulasi adalah pembagian menurut tingkat

belajarnya. Hal itu menyebabkan tersusunnya organisasi mata pelajaran yang

kaku. Untuk menjamin kesinambungan pengalaman belajar beberapa sekolah

menggunakan sistem pendidikan tidak berkelas.

Hambatan-hambatan pengembangan kurikulum

Dalam pengembangan kurikulum terdapat beberapa hambatan. Hambatan

pertama terletak pada guru. Guru kurang berpartisipasi dalam pengembangan

kurikulum. Hal itu disebabkan beberapa hal. Pertama kurang waktu. Kedua

kekurangsesuaian pendapat, baik antara sesama guru maupun dengan kepala

sekolah dan administrator. Ketiga karena kemampuan dan pengetahuan guru

sendiri.

Hambatan lain datang dari masyarakat. Untuk pengembangan kurikulum

dibutuhkan dukungan masyarakat baik dalam pembiayaan maupun dalam

memberikan umpan balik terhadap sistem pendidikan atau kurikulum yang sedang

berjalan. Masyarakat adalah sumber input dari sekolah. Keberhasilan pendidikan,

ketepatan kurikulum yang digunakan membutuhkan bantuan, serta input fakta dan

pemikiran dari masyarakat.

Hambatan lain yang dihadapi oleh pengembang kurikulum adalah masalah

biaya. Untuk pengembangan kurikulum, apalagi yang berbentuk kegiatan

eksperimen baik metode, isi atau sistem secara keseluruhan membutuhkan biaya

yang sering tidak sedikit.

E. Model-Model Pengembangan Kurikulum

Banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum.

Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas

kelebihan dan kebaikan-kebaikannya serta kemungkinan pencapaian hasil yang

optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem

pengelolaan pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan mana yang

Page 195: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

digunakan. Model pengembangan kurikulum dalam sistem pendidikan dan

pengelolaan yang sifatnya sentralisasi berbeda dengan yang desentralisasi. Model

pengembangan dalam kurikulum yang sifatnya subjek akademis berbeda dengan

kurikulum humanistik, teknologis dan rekonstruksi sosial.

Sekurang-kurangnya dikenal delapan model pengembangan kurikulum,

yaitu: the administrative (line staff) model, the grass roots model, Beauchamp's

system, the demonstration model, Taba's inverted model, Roger's interpersonal

relations model, the systematic action research model dan emerging technical

model.

1. The administrative model

Model pengembangan kurikulum ini merupakan model paling lama dan

paling banyak dikenal. Diberi nama model administratif atau line staff karena

inisiatif dan gagasan pegembangan datang dari para administrator pendidikan dan

menggunakan prosedur administrasi. Dengan wewenang administrasinya,

administrator pendidikan (apakah dirjen, direktur atau kepala kantor wilayah

pendidikan dan kebudayaan) membentuk suatu komisi atau tim pengarah

pengembangan kurikulum. Anggota-anggota komisi atau tim ini terdiri atas,

pejabat di bawahnya, para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu, dan

para tokoh dari dunia kerja dan perusahaan. Tugas tim atau komisi ini adalah

merumuskan konsep-konsep dasar, landasan-landasan, kebijaksanaan, dan strategi

utama dalam pengembangan kurikulum. Setelah hal-hal yang mendasar ini

terumuskan dan mendapatkan pengkajian yang saksama, administrator pendidikan

menyusun tim atau komisi kerja pengembangan kurikulum. Para anggota tim atau

komisi ini terdiri atas para ahli pendidikan/kurikulum, ahli disiplin ilmu dari

perguruan tinggi, guru-guru bidang studi yang senior. Tim kerja pengembangan

kurikulum bertugas menyusun kurikulum yang sesungguhnya yang lebih

operasional, dijabarkan dari konsep-konsep dan kebijaksanaan dasar yang telah

digariskan oleh tim pengarah. Tugas tim kerja ini merumuskan tujuan-tujuan yang

lebih operasional dari tujuantujuan yang lebih umum, memilih dan menyusun

sekuens bahan pelajaran, memilih strategi pengajaran dan evaluasi, serta

menyusun pedomanpedoman pelaksanaan kurikulum tersebut bagi guru-guru.

Page 196: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Setelah semua tugas dari tim kerja pengembang kurikulum tersebut selesai,

hasilnya dikaji ulang oleh tim pengarah serta para ahli lain yang berwenang atau

pejabat yang kompeten. Setelah mendapatkan beberapa penyempurnaan, dan

dinilai telah cukup baik, administrator pemberi tugas menetapkan berlakunya

kurikulum tersebut serta memerintahkan sekolahsekolah untuk melaksanakan

kurikulum tersebut. Karena sifatnya yang datang dari atas, model pengembangan

kurikulum demikian disebut juga model "top down" atau "line staff'.

Pengembangan kurikulum dari atas, tidak selalu segera berjalan, sebab menuntut

kesiapan dari pelaksanaannya, terutama guru-guru. Mereka perlu mendapatkan

petunjuk-petunjuk dan penjelasan atau mungkin juga peningkatan pengetahuan

dan keterampilan. Kebutuhan akan adanya penataran sering tidak dapat

dihindarkan.

Dalam pelaksanaan kurikulum tersebut, selama tahun-tahun permulaan

diperlukan pula adanya kegiatan monitoring, pengamatan dan pengawasan serta

bimbingan dalam pelaksanaannya. Setelah berjalan beberapa saat perlu juga

dilakukan suatu evaluasi, untuk menilai baik validitas komponen-komponennya,

prosedur pelaksanaan maupun keberhasilannya. Penilaian menyeluruh dapat

dilakukan oleh tim khusus dari tingkat pusat atau daerah, sedang penilaian

persekolah dapat dilakukan oleh tim khusus sekolah yang bersangkutan. Hasil

penilaian tersebut merupakan umpan balik, baik bagi instansi pendidikan di

tingkat pusat, daerah, maupun sekolah.

2. The grass roots model

Model pengembangan ini merupakan lawan dari model pertama. Inisiatif

dan upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi dari bawah,

yaitu guru-guru atau sekolah. Model pengembangan kurikulum yang pertama,

digunakan dalam sistem pengelolaan pendidikan/kurikulum yang bersifat

sentralisasi, sedangkan model grass roots akan berkembang dalam sistem

pendidikan yang bersifat desentralisasi. Dalam model pengembangan yang

bersifat grass roots seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu

sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum. Pengembangan atau

penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum, satu atau

Page 197: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

beberapa bidang studi ataupun seluruh bidang studi dan seluruh komponen

kurikulum. Apabila kondisinya telah memungkinkan, baik dilihat dari

kemampuan guru-guru, fasilitas, biaya maupun bahan-bahan kepustakaan,

pengembangan kurikulum model grass roots, akan lebih baik. Hal itu didasarkan

atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan juga

penyempurna dari pengajaran di kelasnya. Dialah yang paling tahu kebutuhan

kelasnya, oleh karena itu dialah yang paling kompeten menyusun kurikulum bagi

kelasnya. Hal itu sesuai dengan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang

dikemukakan oleh Smith, Stanley dan Shores (1957: 429);

1. The curriculum will improve only as the professional competence of

teachers improves.

2. The competence of teachers will be improved only as the teachers become

involved personally in the problems of curriculum revision.

3. If teachers share in shaping the goals to be attained, in selecting, defining,

and solving the problems to be encountered, and in judging and evaluating

the rusults, their involvement will be most nearly assured.

4. As people meet in face-to-face groups, they will be able to understand one

another better and to reach a consensus on basic principles, goals, and

plans (Smith, Stanley, and Shores 1957: 429).

Pengembangan kurikulum yang bersifat grass roots, mungkin hanya

berlaku untuk bidang studi tertentu atau sekolah tertentu, tetapi mungkin pula

dapat digunakan untuk bidang studi sejenis pada sekolah lain, atau keseluruhan

bidang studi pada sekolah atau daerah lain. Pengembangan kurikulum yang

bersifat desentralisasi dengan model grass rootsnya, memungkinkan terjadinya

kompetisi di dalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan, yang pada

gilirannya akan melahirkan manusiamanusia yang lebih mandiri dan kreatif.

3. Beauchamp's system

Model pengembangan kurikulum ini, dikembangkan oleh Beauchamp

seorang ahli kurikulum. Beauchamp mengemukakan lima hal di dalam

pengembangan suatu kurikulum.

Page 198: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Pertama, menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan dicakup oleh

kurikulum tersebut, apakah suatu sekolah, kecamatan, kabupaten, propinsi

ataupun seluruh negara. Pentahapan arena ini ditentukan oleh wewenang yang

dimiliki oleh pengambil kebijaksanaan dalam pengembangan kurikulum, serta

oleh tujuan pengembangan kurikulum. Walaupun daerah yang menjadi wewenang

kepala kanwil pendidikan dan kebudayaan mencakup suatu wilayah propinsi,

tetapi arena pengembangan kurikulum lianya mencakup satu daerah kabupaten

saja sebagai pilot proyek.

Kedua, menetapkan personalia, yaitu siapa-siapa yang turut serta terlibat

dalam pengembangan kurikulum. Ada empat kategori orang yang turut

berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum, yaitu: (1) para ahli

pendidikan/kurikulum yang ada pada pusat pengembangan kurikulum dan para

ahli bidang ilmu dari luar, (2) para ahli pendidikan dari perguruan tinggi atau

sekolah dan guru-guru terpilih, (3) para profesional dalam sistem pendidikan, (4)

profesional lain dan tokoh-tokoh masyarakat.

Beauchamp mencoba melibatkan para ahli dan tokoh-tokoh pendidikan

seluas mungkin, yang biasanya pengaruh mereka kurang langsung terhadap

pegembangan kurikulum, dibanding dengan tokohtokoh lain seperti, para penulis

dan penerbit buku, para pejabat pemerintah, politikus, dan pengusaha serta

industriawan. Penetapan personalia ini sudah tentu disesuaikan dengan tingkat dan

luas wilayah arena. Untuk tingkat propinsi atau nasional tidak terlalu banyak

melibatkan guru. Sebaliknya untuk tingkat kabupaten, kecamatan atau sekolah

keterlibatan guru-guru semakin besar. Mengenai keterlibatan kelompok-kelompok

personalia ini, Beauchamp mengemukakan tiga pertanyaan: (1) Haruskah

kelompok ahli/pejabat/profesi tersebut dilibatkan dalam pengembangan

kurikulum?, (2) Bila ya, apakah peranan mereka?, (3) Apakah mungkin

ditemukan alat dan cara yang paling efektif untuk melaksanakan peran tersebut?

Ketiga, organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum. Langkah ini

berkenaan dengan prosedur yang harus ditempuh dalam merumuskan tujuan

umum dan tujuan yang lebih khusus, memilih isi dan pengalaman belajar, serta

kegiatan evaluasi, dan dalam menentukan keseluruhan desain kurikulum.

Beauchamp membagi keseluruhan kegiatan ini dalam lima langkah, yaitu; (1)

Page 199: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Membentuk tim pengembang kurikulum, (2) mengadakan penilaian atau

penelitian terhadap kurikulum yang ada yang sedang digunakan, (3) Studi

penjajagan tentang kemungkinan penyusunan kurikulum baru, (4) merumuskan

kriteria-kriteria bagi penentuan kurikulum baru, (5) penyusunan dan penulisan

kurikulum baru.

Keempat, implementasi kurikulum. Langkah ini merupakan langkah

mengimplementasikan atau melaksanakan kurikulum yang bukan sesuatu yang

sederhana, sebab membutuhkan kesiapan yang menyeluruh, baik kesiapan guru-

guru, siswa, fasilitas, bahan maupun biaya, di samping kesiapan manajerial dari

pimpinan sekolah atau administrator setempat.

Langkah yang kelima dan merupakan terakhir adalah evaluasi kurikulum.

Langkah ini minimal mencakup empat hal, yaitu: (1) evaluasi tentang pelaksanaan

kurikulum oleh guru-guru, (2) evaluasi desain kurikulum, (3) evaluasi hasil

belajar siswa, (4) evaluasi dari keseluruhan sistem kurikulum. Data yang

diperoleh dari hasil kegiatan evaluasi ini digunakan bagi penyempurnaan sistem

dan desain kurikulum, serta prinsip-prinsip melaksanakannya.

4. The demonstration model

Model demonstrasi pada dasarnya bersifat grass roots, datang dari bawah.

Model ini diprakarsai oleh sekelompok guru atau sekelompok guru bekerja sama

dengan ahli yang bermaksud mengadakan perbaikan kurikulum. Model ini

umumnya berskala kecil, hanya mencakup suatu atau beberapa sekolah, suatu

komponen kurikulum atau mencakup keseluruhan komponen kurikulum. Karena

sifatnya ingin mengubah atau mengganti kurikulum yang ada, pengembangan

kurikulum sering mendapat tantangan dari pihak-pihak tertentu.

Menurut Smith, Stanley, dan Shores ada dua variasi model demonstrasi

ini. Pertama, sekelompok guru dari satu sekolah atau beberapa sekolah ditunjuk

untuk melaksanakan suatu percobaan tentang pengembangan kurikulum. Proyek

ini bertujuan mengadakan penelitian dan pengembangan tentang salah satu atau

beberapa segi/komponen kurikulum. Hasil penelitian dan pegembangan ini

diharapkan dapat digunakan bagi lingkungan yang lebih luas. Kegiatan penelitian

dan pengembangan ini biasanya diprakarsai dan diorganisasi oleh instansi

Page 200: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

pendidikan yang berwewenang seperti, direktorat pendidikan, pusat

pengembangan kurikulum, kantor wilayah pendidikan dan kebudayaan, dan

sebagainya.

Bentuk yang kedua, kurang bersifat formal. Beberapa orang guru yang

merasa kurang puas dengan kurikulum yang ada, mencoba mengadakan penelitian

dan pengembangan sendiri. Mereka mencoba menggunakan halhal lain yang

berbeda dengan yang berlaku. Dengan kegiatan ini mereka mengharapkan

ditemukan kurikulum atau aspek tertentu dari kurikulum yang lebih baik, untuk

kemudian digunakan di daerah yang lebih luas.

Ada beberapa kebaikan dari pengembangan kurikulum dengan model

demonstrasi ini. Pertama, karena kurikulum disusun dan dilaksanakan dalam

situasi tertentu yang nyata, maka akan dihasilkan suatu kurikulum atau aspek

tertentu dari kurikulum yang lebih praktis. Kedua, perubahan atau penyempurnaan

kurikulum dalam skala kecil atau aspek tertentu yang khusus, sedikit sekali untuk

ditolak oleh administrator, dibandingkan dengan perubahan dan penyempurnaan

yang menyeluruh. Ketiga, pengembangan kurikulum dalam skala kecil dengan

model demonstrasi ilapat menend hambatan yang sering dialami yaitu

dokumentasinya hagus tetari pclaknotiaatinva tidak ada. Keempat, model ini

sifatnya yang grass roots menempatkan guru sebagai pengambil inisiatif dan nara

sumber yang dapat menjadi pendorong bagi para administrator untuk

mengembangkan program baru. Kelemahan model ini, adalah bagi guru- guru

yang tidak turut berpartisipasi mereka akan menerimanya dengan enggan-enggan,

dalam keadaan terburuk mungkin akan terjadi apatisme.

5. Taba's inverted model

Menurut cara yang bersifat tradisional pengembangan kurikulum

dilakukan secara deduktif, dengan urutan:

1) Penentuan prinsip-prinsip dan kebijaksanaan dasar,

2) Merumuskan desain kurikulum yang bersifat menyeluruh didasarkan atas

komitmen-komitmen tertentu,

3) Menyusun unit-unit kurikulum sejalan dengan desain yang menyeluruh,

4) Melaksanakan kurikulum di dalam kelas.

Page 201: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Taba berpendapat model deduktif ini kurang cocok, sebab tidak

merangsang timbulnya inovasi-inovasi. Menurutnya pengembangan kurikulum

yang lebih mendorong inovasi dan kreativitas guru-guru adalah yang bersifat

induktif, yang merupakan inversi atau arah terbalik dari model tradisional.

Ada lima langkah pengembangan kurikulum model Taba ini. Pertama,

mengadakan unit-unit eksperimen bersama guru-guru. Di dalam unit eksperimen

ini diadakan studi yang saksama tentang hubungan antara teori dengan praktik.

Perencanaan didasarkan atas teori yang kuat, dan pelaksanaan eksperimen di

dalam kelas menghasilkan data-data yang untuk menguji landasan teori yang

digunakan. Ada delapan langkah dalam kegia tan unit eksperimen ini;

1) Mendiagnosis kebutuhan,

2) Merumuskan tujuan-tujuan khusus,

3) Memilih isi,

4) Mengorganisasi isi,

5) Memilih pengalaman belajar,

6) Mengorganisasi pengalaman belajar,

7) Mengevaluasi,

8) Melihat sekuens dan keseimbangan (Taba, 1962: 347-379).

Langkah kedua, menguji unit eksperimen. Meskipun unit eksperimen ini

telah diuji dalam pelaksanaan di kelas eksperimen, tetapi masih harus diuji di

kelas-kelas atau tempat lain untuk megetahui validitas dan kepraktisannya, serta

menghimpun data bagi penyempurnaan.

Langkah ketiga, mengadakan revisi dan konsolidasi. Dari langkah

pengujian diperoleh beberapa data, data tersebut digunakan untuk mengadakan

perbaikan dan penyempurnaan. Selain perbaikan dan penyempurnaan diadakan

juga kegiatan konsolidasi, yaitu penarikan kesimpulan tentang hal-hal yang lebih

bersifat umum yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas. Hal itu dilakukan,

sebab meskipun suatu unit eksperimen telah cukup valid dan praktis pada sesuatu

sekolah belum tentu demikian juga pada sekolah yang lainnya. Untuk menguji

keberlakuannya pada daerah yang lebih luas perlu adanya kegiatan konsolidasi.

Langkah keempat, pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum.

Apabila dalam kegiatan penyempurnaan dan konsolidasi telah diperoleh sifatnya

Page 202: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

yang lebih menyeluruh atau berlaku lebih luas, hal itu masih harus dikaji oleh para

ahli kurikulum dan para profesional kurikulum lainnya. Kegiatan itu dilakukan

untuk megnetahui apakah konsep-konsep dasar atau landasan-landasan teori yang

dipakai sudah masuk dan sesuai.

Langkah kelima, implementasi dan diseminasi, yatiu menerapkan

kurikulum baru ini pada daerah atau sekolah-sekolah yang lebih luas. Di dalam

langkah ini masalah dan kesulitan-kesulitan pelaksanaan tetapi dihadapi, baik

berkenaan dengan kesiapan guru-guru, fasilitas, alat dan bahan juga biaya.

6. Roger's interpersonal relations model

Meskipun Rogers bukan seorang ahli pendidikan (ia ahli psikologi atau

psikoterapi) tetapi konsep-konsepnya tentang psikoterapi khususnya bagaimana

membimbing individu juga dapat diterapkan dalam bidang pendidikan dan

pengembangan kuriulum. Memang ia banyak mengemukakan konsepnya tentang

perkembangan dan perubahan individu. Menurut When Crosby (1970: 388)

perubahan kurikulum adalah perubahan individu.

Menurut Rogers manusia berada dalam proses perubahan (becoming,

developing, changing), sesungguhnya ia mempunyai kekuatan dan potensi untuk

berkembang sendiri, tetapi karena ada hambatan-hambatan tertentu ia

membutuhkan orang lain untuk membantu memperlancar atau mempercepat

perubahan tersebut. Pendidikan juga tidak lain merupakan upaya untuk membantu

memperlancar dan mempercepat perubahan tersebut. Guru serta pendidik lainnya

bukan pemberi informasi apalagi penentu perkembangan anak, mereka hanyalah

pendorong dan pemelancar perkembangan anak.

Ada empat langkah pengembangan kurikulum model Rogers. Pertama,

pemilihan target dari sistem pendidikan. Di dalam penentuan target ini satu-

satunya kriteria yang menjadi pegangan adalah adanya kesediaan dari pejabat

pendidikan untuk turut serta dalam kegiatan kelompok yang intensif. Selama satu

minggu para pejabat pendidikan/administrator melakukan kegiatan kelompok

dalam suasana yang relaks, tidak formal. Melalui kegiatan kelompok ini mereka

akan mengalami perubahanperubahan sebagai berikut.

Page 203: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

1. He is less protective of his own beliefs and can listen more accurately

2. He finds it easier and less threatening to accept innovative ideas.

3. He has less need to protect bureaucratic rules.

4. He communicates more clearly and realistically to superiors, peers, and

sub-ordinates because he is more open and less self-protective.

5. He is more person oriented and democratic.

6. He openly confronts personal emotional frictions between him self and

colleagues.

7. He is more able to accept both positive and negative feeback and use it

constructively (Rogers, 1967:722).

Langkah kedua dalam pengembangan kurikulum model Rogers adalah

partisipasi guru dalam pengalaman kelompok yang intensif. Sama seperti yang

dilakukan para pejabat pendidikan, guru juga turut serta dalam kegiatan

kelompok. Keikutsertaan guru dalam kelompok tersebut sebaiknya bersifat suka

rela, lama kegiatan kalau bisa satu minggu lebih baik, tetapi dapat juga kurang

dari satu minggu. Efek yang akan diterima guru-guru sejalan dengan para

administrator, dengan beberapa tambahan.

1. He is more able to listen to students,

2. He accepts innovative, torublesome ideas from students, rather than in-

sisting on conformity,

3. He pays as much attention to his relationships with student as he does to

course content,

4. He works out problems with students rather than responding in a disci-

plinary and punitive manner,

5. He develops an equalitarian and democratic classroom climate (Rogers,

1967:724).

Langkah ketiga, pengembangan pengalaman kelompok yang intensif untuk

satu kelas atau unit pelajaran. Selama lima hari penuh siswa ikut serta dalam

kegiatan kelompok, dengan fasilitator para guru atau administrator atau fasilitator

dari luar. Dan kegiatan ini para siswa akan mendapatkan:

1. He feels freer to express both positive and negative feelings in class.

2. He works through these feelings toward a realistic solutin.

Page 204: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

3. He has more energy for learning because he has less fear of constant

evaluation and punishment.

4. He discovers that he is responsible for his own learning

5. He awe anal tear of authority diminish as he finds teachers and .1(liiiiii

istr.um•. litho fallibly human beings.

6. He finds that the learning process enables him to deal with his lily (Rogers,

1967:725).

Langkah keempat, partisipasi orang tua dalam kegiatan kelompok.

Kegiatan ini dapat dikoordinasi oleh BP3 masing-masing sekolah. Lama kegiatan

kelompok dapat tiga jam tiap sore hari selama seminggu atau 24 jam secara terus

menerus. Kegiatan ini bertujuan memperkaya orang-orang dalam hubungannya

dengan sesama orang tua, dengan anak, dan dengan guru. Rogers juga

menyarankan, kalau mungkin ada pengalaman kegiatan kelompok yang bersifat

campuran. Kegiatan merupakan kulminasi dari semua kegiatan kelompok di atas.

Model pengembangan kurikulum dari Rogers ini berbeda dengan model-

model lainnya. Sepertinya tidak ada suatu perencanaan kurikulum tertulis, yang

ada hanyalah rangkaian kegiatan kelompok. Itulah ciri khas Carl Rogers sebagai

seorang Eksistensialis Humanis, is tidak mementingkan formalitas, rancangan

tertulis, data, dan sebagainya. Bagi Rogers yang penting adalah aktivitas dan

interaksi. Berkat berbagai bentuk aktivitas dalam interaksi ini individu akan

berubah. Metode pendidikan yang diutamakan Rogers adalah sensitivity training,

encounter group dan Training Group (T Group).

7. The systematic action-research model

Model kurikulum ini didasarkan pada asumsi bahwa perkembangan

kurikulum merupakan perubahan sosial. Hal itu mencakup suatu proses yang

melibatkan kepribadian orang tua, siswa guru, struktur sistem sekolah, pola

hubungan pribadi dan kelompok dari sekolah dan masyarakat. Sesuai dengan

asumsi tersebut model ini menekankan pada tiga hal itu: hubungan insani, sekolah

dan organisasi masyarakat, serta wibawa dari pengetahuan profesional.

Kurikulum dikembangkan dalam konteks harapan warga masyarakat, para

orang tua, tokoh masyarakat, pengusaha, siswa, guru, dan lain-lain, mempunyai

Page 205: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

pandangan tentang bagaimana pendidikan, bagaimana anak belajar, dan

bagaimana peranan kurikulum dalam pendidikan dan pengajaran. Penyusunan

kurikulum hams memasukkan pandangan dan harapan-harapan masyarakat, dan

salah satu cara untuk mencapai hal itu adalah dengan prosedur action research.

Langkah pertama, mengadakan kajian secara saksama tentang masalah-

masalah kurikulum, berupa pengumpulan data yang bersifat menyeluruh, dan

mengidentifikasi faktor-faktor, kekua tan dan kondisi yang mempengaruhi

masalah tersebut. Dari hasil kajian tersebut dapat disusun rencana yang

menyeluruh tentang cara-cara mengatasi masalah lersebut, serta tindakan pertama

yang hams diambil.

Kedua, implementasi dari keputusan yang diambil dalam tindakan

pertama. Tindakan ini segera diikuti oleh kegiatan pengumpulan data dan fakta-

fakta. Kegiatan pengumpulan data ini mempunyai beberapa fungsi:

menyiapkan data bagi evaluasi tindakan, (2) sebagai bahan pemahaman tentang

masalah yang dihadapi, (3) sebagai bahan untuk menilai kembali dan mengadakan

modifikasi, (4) sebagai bahan untuk menentukan tindakan lebih lanjut.

8. Emerging technical models

Perkembangan bidang teknologi dan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai

efisiensi efektivitas dalam bisnis, juga mempengaruhi perkembangan model-

model kurikulum. Tumbuh kecenderungan-kecenderungan baru yang didasarkan

atas hal itu, di antaranya: (1) The Behavioral Analysis Model, The system analysis

model, (3) The computer based model.

The Behavioral Analysis Model, menekankan penguasaan perilaku atau

kemampuan. Suatu perilaku/kemampuan yang kompleks diuraikan menjadi

perilaku-perilaku yang sederhana yang tersusun secara hierarkis. Siswa

mempelajari perilaku-perilaku tersebut secara berangsur-angsur mulai dari yang

sederhana menuju yang lebih kompleks.

The System Analysis Model berasal dari gerakan efisiensi bisnis. Langkah

pertama dari model ini adalah menentukan spesifikasi perangkat hasil belajar yang

harus dikuasai siswa. Langkah kedua adalah menyusun instrumen untuk menilai

ketercapaian hasil-hasil belajar tersebut. Langkah. ketiga, mengidentifikasi tahap-

Page 206: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

tahap ketercapaian hasil serta perkiraan biaya yang diperlukan. Langkah keempat,

membandingkan biaya dan keuntungan dari beberapa program pendidikan.

The Computer-Based Model, suatu model pengembangan kurikulum dengan

memanfaatkan komputer. Pengembangannya dimulai dengan mengidentifikasi

seluruh unit-unit kurikulum, tiap unit kurikulum telah memiliki rumusan tentang

hasil-hasil yang diharapkan. Kepada para siswa dan guru-guru diminta untuk

melengkapi pertanyaan tentang unit-unit kurikulum tersebut. Setelah diadakan

pengolahan disesuaikan dengan kemampuan dan hasil-hasil belajar yang dicapai

siswa disimpan dalam komputer.

F. Buku Acuan

Hoover, Kenneth I I. (1982). The Professional Teacher's I landboolt. Boston:

Allyn and Bacon,

Tulisan ini menyajikan suatu kerangka kerja dasar yang bersilai konseptual

tentang penggunaan metode mengajar yang didasarkan atas pendekatan inkuiri.

Kerangka kerja ini dapat digunakan oleh para instruktur, guru dan calon guru

untuk memahami, menganalisis dan mengaplikasikannya dalam berbagai proses

pengajaran. Ada lima langkah cara mengajar inkuiri yang didasarkan atas konsep

ini: 1) Pengembangan konsep dasar yang merupakan landasan bagi pengajaran, 2)

Menyatakan konsep dalam bentuk pertanyaan yang bersifat terbuka untuk

memancing sejumlah kemungkinan pemecahan, 3) Pengembangan dan evaluasi

hipotesis atau pemecahan yang mungkin, 4) Generalisasi yang didasarkan atas

kemungkinan pemecahan. Kelima langkah tersebut dapat digunakan dalam

berbagai situasi: individual atau kelompok kecil, kelompok besar (seminar,

diskusi, debat, ceramah), metode yang bersifat afektif (role playing, sosiometri,

sosiodrama, simulasi, permainan, metode kasus).

Hass, Glen. (1980). Curriculum Planning, A New Approach. Boston: Allyn and

Bacon, Inc.

Buku ini merupakan kumpulan tulisan dari sekitar 50 orang ahli

kurikulum. Meskipun demikian pokok-pokok yang dibahas telah tersusun secara

sistematis-logis sehingga membentuk satu kesatuan karya yang utuh. Karena

Page 207: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

ditulis oleh begitu banyak orang, buku ini boleh dikatakan komprehensif,

walaupun di sana sini ada saja tumpang tindih, sehingga membentuk satu

handbook yang lengkap. Buku ini dapat menjadi pegangan bagi para pengajar,

perencana dan pengembang kurikulum, maupun para mahasiswa yang sedang

mendalami kurikulum. Keseluruhan isi buku ini, tersusun secara sistematis,

dimulai dengan dasar-dasar dan kriteria kurikulum yang menyangkut konsep,

faktor-faktor sosial, perkembangan individu, pengetahuan, belajar, dan kriteria

kurikulum. Selanjutnya juga diuraikan kurikulum pada berbagai jenjang dan jenis

pendidikan, sekolah dasar, sekolah menengah, pendidikan tinggi dan orang

dewasa.

Page 208: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

BAB 9

EVALUASI KURIKULUM

A. Evaluasi dan Kurikulum

Evaluasi kurikulum memegang peranan penting baik dalam penentuan ke-

bijaksanaan pendidikan pada umumnya, maupun pada pengambilan keputusan

dalam kurikulum. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para

pemegang kebijaksanaan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam

memilih dan menetapkan kebijaksanaan pengembangan sistem pendidikan dan

pengembangan model kurikulum yang digunakan. Hasil-hasil evaluasi kurikulum

juga dapat digunakan oleh guru-guru, kepala sekolah dan para pelaksana

pendidikan lainnya, dalam memahami dan membantu perkembangan siswa,

memilih bahan pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara

penilaian serta fasilitas pendidikan lainnya. Evaluasi kurikulum sukar dirumuskan

secara tegas, hal itu disebabkan beberapa faktor:

1. Evaluasi kurikulum berkenaan dengan fenomena-fenomena yang terus

berubah.

2. Objek evaluasi kurikulum adalah sesuatu yang berubah-ubah sesuai dengan

konsep kurikulum yang digunakan.

3. Evaluasi kurikulum merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh manusia

yang sifatnya juga berubah.

Evaluasi dan kurikulum merupakan dua disiplin yang berdiri sendiri. Ada

pihak yang berpendapat antara keduanya tidak ada hubungan, tetapi ada pihak lain

yang menyatakan keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat. Pihak yang

memandang ada hubungan, hubungan tersebut merupakan hubungan sebab-akibat.

Perubahan dalam kurikulum berpengaruh pada evaluasi kurikulum, sebaliknya

perubahan evaluasi akan memberi warna pada pelaksanaan kurikulum. Hubungan

antara evaluasi dengan kurikulum bersifat organis, dan prosesnya berlangsung

secara evoltisioner, pandangan lama yang tidak sesuai lagi dengan tuntutan

zaman, secara berangsur- angsur diganti dengan pandangan baru yang lebih

Page 209: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

R.A. Becher, seorang ahli pendidikan dari Universitas Sussex, Inggris

menyatakan bahwa: Tiap program pengembangan kurikulum mempunyai style

dan karakteristik tertentu, dan evaluasi dari program tersebut akan

memperlihatkan style dan karakteristik yang sama pula. Seorang evaluator akan

menyusun program evaluasi kurikulum sesuai dengan style dan karakteristik

kurikulum yang dikembangkannya. Juga terjadi sebaliknya, hasil program

evaluasi kurikulum akan mempengaruhi pelaksanaan praktik kurikulum.

Konsep R.A. Becher tentang pengembangan kurikulum dan evaluasi

kurikulum, pada mulanya bersifat deskriptif yaitu menekankan pada What is it?,

tetapi kemudian berkembang kepada yang bersifat preskriptif, yang menekankan

pada What ought to be. Konsep-konsep evaluasi kurikulum yang bersifat

preskriptif, mempunyai tempat dalam konsep kurikulum yang bersifat preskriptif

pula. Sebagai contoh, teori dari Ralph Tylor dan Benyamin Bloom, berisikan

pedoman-pedoman praktis bagi pengembangan kurikulum, demikian juga dengan

teori evaluasi kurikulumnya.

Evaluasi merupakan kegiatan yang luas, kompleks dan terus-menerus

untuk mengetahui proses dan basil pelaksanaan sistem pendidikan dalam

mencapai tujuan yang telah ditentukan. Evaluasi juga meliputi rentangan yang

cukup luas, mulai dari yang bersifat sangat informal sampai dengan yang sangat

formal. Pada tingkat yang sangat informal evaluasi kurikulum berbentuk

perkiraan, dugaan atau pendapat tentang perubahan-perubahan yang telah dicapai

oleh program sekolah. Pada tingkat yang lebih formal evaluasi kurikulum meliputi

pengumpulan dan pencatatan data, sedangkan pada tingkat yang sangat formal

berbentuk pengukuran berbagai bentuk kemajuan ke arah tujuan yang telah

ditentukan.

Komponen-komponen kurikulum yang dievaluasi juga sangat luas.

Program evaluasi kurikulum bukan hanya mengevaluasi hasil belajar siswa dan

proses pembelajarannya, tetapi juga desain dan implementasi kurikulum,

kemampuan dan unjuk kerja guru, kemampuan dan kemajuan siswa, sarana,

fasilitas dan sumber-sumber belajar, dan lain-lain. Hilda Taba menjelaskan hal-hal

yang dievaluasi dalam kurikulum, yaitu meliputi:

Page 210: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Objective, it scope, the quality of personnel in charger of it, the capacities

of the students, the relative importance of various subject, the degree to which

objectives are implemented, the equipment and materials and so son (Taba, 1962:

310).

Apa yang dikemukakan di atas merupakan konsep evaluasi kurikulum

yang sangat luas yang mencakup seluruh komponen dan kegiatan pendidikan.

Evaluasi kurikulum sering juga dibatasi secara sempit, yaitu hanya ditekankan

pada hasil-hasil yang dicapai oleh murid. Curriculum evaluation may be defined

as the estimation of the growth and progess of students toward objectives or

values of the curriculum (Wright, 1966: 303).

Luas atau sernpitnya suatu program evaluasi kurikulum sebenarnya

ditentukan oleh tujuannya. Apakah evaluasi tersebut ditujukan untuk menilai

keseluruhan sistem kurikulum atau hanya komponen-komponen tertentu dalam

sistem kurikulum tersebut. Apakah mengevaluasi keseluruhan sistem atau

komponen-komponen tertentu saja, diperlukan persyaratan-persyaratan tertentu,

agar hasil evaluasi tersebut tetap bermakna. Doll (1976), mengemukakan syarat-

syarat suatu program evaluasi kurikulum, yaitu acknowledge presence of values

and valuing, orientation to goals, comprehensiveness, continuity, diagnostic worth

and validity and integration (Doll, 1976: 362-363). Suatu evaluasi kurikulum

harus memiliki nilai dan penilaian, punya tujuan atau sasaran yang jelas, bersifat

menyeluruh dan terus-menerus, berfungsi diagnostik dan terintegrasi.

Evaluasi kurikulum juga bervariasi bergantung pada dimensi-dimensi yang

menjadi fokus evaluasi. Salah satu dimensi yang sering mendapat sorotan adalah

dimensi kuantitas dan kualitas.

One dimension is that of quantity; much of the program is to be evaluated?

The other dimension is that of quality-what goals are being highlighted in this

evaluation and how does achievement of the goals as sure quality (Doll, 1976:

364).

Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi dimensi kuantitatif

berbeda dengan instrumen untuk mengevaluasi aspek-aspek perkembangan dan

prestasi yang dicapai anak. Dimensi yang bersifat kuantitatif dapat diukur dengan

menggunakan berbagai bentuk alat ukur atau tes standar. Tes standar tersebut ada

Page 211: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

yang diperuntukkan mengukur kemampuan yang bersifat potensial (kecerdasan,

bakat) dan ada pula yang diperuntukkan mengukur kemampuan nyata atau

achievement. Tes standar yang mengukur kecerdasan dan bakat umpamanya:

intelligence test, scholastic aptitude test, special aptitude test, prognostic aptitude

test, dan lain-lain, dan tes standar yang mengukur achievement seperti subject

areas test, survey test, diagnostic test, dan lain-lain. Instrumen yang sering

digunakan untuk mengevaluasi dimensi kualitatif umpamanya: questionnaire,

interest inventories, temperament and adjustment inventories, nominating

techniques, interviews, and annecdotal records. (Writht, 1966: 306).

B. Konsep Kurikulum

Kurikulum merupakan daerah studi intelek yang cukup luas. Banyak teori

tentang kurikulum berupa teori menekankan pada rencana, yang lain pada inovasi,

pada dasar-dasar filosofis, dan pada konser konsep yang diambil dari ilmu

perilaku manusia ini menunjukkan betapa luasnya teori- teori tentang kurikulum.

Secara sederhana teori kurikulum dapat diklasifikasikan atas teori-teori yang lebih

menekankan pada isi kurikulum, pada situasi pendidikan serta pada organisasi

kurikulum.

Penekanan kepada isi kurikulum. Strategi pengembangan yang

menekankan isi, merupakan yang paling lama dan banyak dipakai, tetapi juga

terus mendapat penyempurnaan atau pembaharuan Sebab-sebab yang mendorong

pembaharuan ini bermacam-macam. Pertama, karena didorong oleh tuntutan

untuk menguatkan kembali nilai-nilai moral dan budaya dari masyarakat. Kedua,

karena perubahan dasar filosofis tentang struktur pengetahuan. Ketiga, karena

adanya tuntutan bahwa kurikulum harus lebih berorientasi pada pekerjaan.

Faktor-faktor tersebut tidak timbul dari atau tidak ada hubungannya

dengan sistem institusi persekolahan, tetapi sangat mempengaruhi pengembangan

kurikulum. Pengaruhnya terhadap pengembangan kurikulum umpamanya,

penguatan kembali nilai-nilai moral dan budaya akan meminta perhatian yang

lebih besar pada kumpulan ilmu pengetahuan masa lalu, orientasi kepada

pekerjaan akan lebih banyak melihat ke masa depan, sedangkan titik tolak pada

pandangan filosofis akan lebih menekankan pada disiplin-disiplin keilmuan.

Page 212: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Apapun titik tolaknya, penekanan pada isi kurikulum akan membawa

beberapa akibat. Pengetahuan sebagai isi kurikulum mempunyai nilai intrinsik,

sesuatu yang akan diwariskan, sesuatu yang baru atau diperbaharui.

Pengembangan kurikulum yang menekankan isi bersifat material centered.

Kurikulum ini memandang murid sebagai penerima resep yang pasif. Secara

teoretis kurikulum yang menekankan isi dapat diukur, mempunyai tujuan yang

apabila telah ditransfer pada anak dapat dikuasai oleh anak. Ini merupakan

engineering approach. Anak dianggap bahan kasar yang tidak berdaya, bersama

dengan teman-temannya yang lain dicetak melalui blue print masyarakat. Salah

satu atribut organisasi kurikulum yang didasarkan pada pengetahuan (knowledge

based curriculum), memungkinkan pengembangan dalam jumlah besar. Melalui

proses diseminasi mereka dapat menggunakan teknik produksi massa untuk

mendapatkan pendidikan massal.

Penekanan pada situasi pendidikan. Tipe kurikulum ini lebih menekankan

pada masalah di mana (where), bersifat khusus, sangat memperhatikan dan

disesuaikan dengan lingkungannya) Tipe ini akan menghasilkan kurikulum

berdasarkan situasi-situasi lingkungan, seperti kurikulum pedesaan, kurikulum

kelompok masyarakat nelayan, kurikulum daerah pesisir, pegunungan dan

sebagainya. Tujuannya adalah menghasilkan kurikulum yang benar-benar

merefleksikan dunia kehidupan dari lingkungan anak. Kurikulum yang

menekankan situasi pendidikan akan sangat beraneka, dibandingkan dengan

kurikulum yang menekankan isi. Kurikulum ini bertujuan mencari kesesuaian

antara kurikulum dengan situasi di mana pendidikan berlangsung.

Penekanan pada situasi pendidikan. Tipe kurikulum ini lebih menekankan

pada masalah di mana (where), bersifat khusus, sangat memperhatikan dan

disesuaikan dengan lingkungannya) Tipe ini akan menghasilkan kurikulum

berdasarkan situasi-situasi lingkungan, seperti kurikulum pedesaan, kurikulum

kelompok masyarakat nelayan, kurikulum daerah pesisir, pegunungan dan

sebagainya. Tujuannya adalah menghasilkan kurikulum yang benar-benar

merefleksikan dunia kehidupan dari lingkungan anak. Kurikulum yang

menekankan situasi pendidikan akan sangat beraneka, dibandingkan dengan

Page 213: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

kurikulum yang menekankan isi. Kurikulum ini bertujuan mencari kesesuaian

antara kurikulum dengan situasi di mana pendidikan berlangsung.

Sifat lain tipe ini adalah kurang atau tidak menekankan pada spesifikasi isi

dan .organisasi, lebih menunjukkan fleksibilitas dalam interpretasi dan

pelaksanaannya. Pengetahuan dianggap bersifat relatif terhadap situasi-situasi

yang khusus sesuai dengan kondisi setempat. Kurikulum ini ruang lingkupnya

sempit, masa pengembangannya juga relatif lebih singkat daripada desiminasinya.

Kalau kurikulum yang menekankan pada isi merupakan engineering approach

maka kurikulum yang menekankan situasi lebih mendekati gardening approach.

Kurikulum disusun sesuai dengan keadaan tanah, alam setempat, perhatian sangat

ditumpahkan pada mempersiapkan kebun atau sawah.

Secara teoretis, mengevaluasi kurikulum yang menekankan pada situasi

sangat sulit. Perencanaan dan pelaksanaan pengajaran sangat beraneka, peranan

guru dalam mengembangkan dan rnenerapkan kreasinya sangat besar, sehingga

cukup sulit merancang alat penilaian yang dapat mencakup skala yang agak luas.

Kesulitan lain adalah juga dalam menentukan standar kriteria.

Penekanan pada organisasi. Tipe kurikulum ini sangat menekankan pada

proses belajar-mengajarjMeskipun dengan berbagai perbedaan dan di sana sini

ada pertentangan, umpamanya antara konsep sistem instruksional (pengajaran

berprogram, pengajaran modul, pengajaran dengan bantuan komputer) dengan

konsep pengajaran (perkembangan) dari Bruner dan Jean Piaget, keduanya sangat

mempengaruhi perkembangan kurikulum tipe ini.

Perbedaan yang sangat jelas antara kurikulum yang menekankan

organisasi dengan yang menekankan isi dan situasi, adalah memberikan perhatian

yang sangat besar kepada si pelajar atau siswa. Dalam pembelajaran model sistem

instruksional aktivitas murid sangat ditekankan, tetapi aktivitas ini merupakan

aktivitas yang sudah dirancang secara ketat. Siswa tidak mungkin melakukan hal-

hal atau kegiatan di luar yang telah diprogramkan. Dalam konsep belajar dari

Bruner juga peranan aktif dari siswa sangat ditekankan, tetapi aktivitas ini bukan

yang telah diprogramkan secara ketat. Siswa mempunyai kesempatan, dan

didorong untuk berinovasi, menyatakan kreativitasnya. Dalam belajar aktif

tersebuI penguasaan bahasa serta proses mental dari si pelajar sangat memegang

Page 214: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

peranan utama. Anak menurut Bruner merupakan hasil yang sangal kompleks dari

sejarah, biologi dan social, harus berpartisipasi secara aktil dalam lingkungan

belajar, menguasai bahasa dan menguasai kemamption kemampuan kognitif.

Apakah dalam bentuk sistem instruksional ataupun dalam sistem

pengajaran (perkembangan) dari Bruner, kurikulum yang menekankan pada

organisasi, memusatkan perhatiannya pada sekuens-sekuens belajar serta

organisasi bahan pelajaran yang disusun melalui elaborasi isi dan prosedur

pengukuran. Tipe kurikulum ini secara relatif bersifat lepas dari situasi

lingkungan atau situation free, berbeda dengan yang menekankan situasi.

Kurikulum yang menekankan masalah belajar-mengajar (menekankan organisasi)

sebenarnya lebih dekat kepada pendekatan kurikulum yang bersifat umum

(generalized curriculum), berlaku dalam lingkungan yang cukup luas. Inti

kurikulum bukan terletak pada bahanbahan yang dipelajari anak tetapi pada

teacher's guide.

Kurikulum yang menekankan pada organisasi menolak pendapat bahwa

penguasaan pengetahuan merupakan alat untuk mencapai tujuan. Kurikulum yang

menekankan organisasi juga sesungguhnya sukar untuk diukur. Secara teoretis

penyusunan tes yang spesifik dapat dibuat, tetapi seperti telah diutarakan di muka,

isi kurikulum tidak spesifik, tujuannya dapat dicapai dengan cara yang berbeda-

beda. Tes yang disusun akan banyak menyangkut proses belajar yang bersifat

umum. Lebih jauh, kalau penyusunan tes hasil belajar didasarkan pada tujuan,

maka kurikulum yang menekankan pada organisasi, tesnya akan lebih banyak

mengukur tujuan-tujuan tingkat tinggi pada klasifikasi Bloom (analisis, sintesis,

dan evaluasi).

C. Implementasi dan Evaluasi Kurikulum

Di muka telah diutarakan bahwa, perbedaan penekanan dalam kurikulum

mengakibatkan perbedaan dalam pola rancangan, dalam pengembangan serta

dalam desiminasinya.

Konsep kurikulum yang menekankan isi, memberikan perhatian besar

pada analisis pengetahuan baru yang ada, konsep situasi menuntut penilaian

secara rinci tentang lingkungan belajar, dan konsep organisasi memberi perhatian

Page 215: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

besar pada struktur dan sekuens belajar. Perbedaanperbedaan dalam rancangan

tersebut mempengaruhi langkah selanjutnya.

Pengembangan kurikulum yang menekankan isi, membutuhkan waktu

mempersiapkan situasi belajar dan menyatukannya dengan tujuan pengajaran

yang cukup lama. Kurikulum yang menekankan situasi, waktu untuk

mempersiapkannya lebih pendek, sedangkan kurikulum yang menekankan

organisasi waktu persiapannya hampir sama dengan kurikulum yang menekankan

isi. Meskipun demikian perhatian harus cukup banyak dipusatkan pada struktur

konsep yang tidak tampak (covert) daripada analisis tujuan yang tampak (overt).

Kurikulum yang menekankan isi sangat mengutamakan peranan

desiminasi, meskipun umpamanya kurikulum itu kurang thaik, mereka dapat

memaksakannya melalui jalur birokrasi. Tipe kurikulum ini mengikuti model

penyebaran (difusi) dari pusat ke daerah). Sebaliknya penyebaran kurikulum yang

menekankan situasi sangat mementingkan penyiapan unsur-unsur yang terkait

(catalyc ingredient). Pengembangan kurikulumnya bersifat lokal, individual, dan

khan. Dengan demikian penyebaran kurikulum ini memiliki network yang

terpisah, tetapi masingmasing dapat menyesuaikan diri serta mencari keserasian

antara arahan yang dibersifat pusat dengan tuntutan kebutuhan dan sifat-sifat

lokal. Kurikulum yang menekankan organisasi, strategi penyebarannya sangat

mengutamakan latihan guru. Penyebaran ini lebih merupakan pembaharuan dari

dalam dan bukan karena paksaan atau keharusan dari luar.

CARE (Centre for Applied Research in Education) di Universitas East

Anglia Norwegia, aktif dalam mengadakan pelatihan guru. Salah satu proyeknya

yang pertama adalah Nuffield/Schools Council Humanities Curriculum Project

tahun 1967. Proyek ini disiapkan untuk meningkatkan usia anak yang

meninggalkan sekolah, disediakan bagi anak usia 14 sampai 16 tahun dan yang

kecerdasannya di bawah rata-rata. Banyak kesulitan yang dialami dalam proyek

ini, yang paling kritis adalah mengenai komunikasi antara tim proyek dengan

guru-guru, para administrator, dan para siswa. Proyek ini juga memiliki suatu tim

evaluasi. Salah satu kesimpulan dari hasil evaluasi mereka adalah hasil-hasil yang

dicapai oleh guru-guru yang terlatih (yang mengerti maksud serta latar belakang

Page 216: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

proyek) tidak dapat dicapai oleh guru-guru yang tidak terlatih. Ini menunjukkan

bahwa latihan guru memegang peranan penting dalam penyebaran program.

Model evaluasi kaitannya dengan teori kurikulum. Perbedaan konsep dan

strategi pengembangan dan penyebaran kurikulum, juga menimbulkan perbedaan

dalam rancangan evaluasi. Model evaluasi yang bersifat komparatif atau

menekankan pada objektif sangat sesuai bagi kurikulum yang bersifat rasional dan

menekankan isi. Dalam kurikulum yang menekankan situasi sukar disusun

evaluasi yang bersifat komparatif, karena konteksnya bukan terhadap guru atau

satu tujuan, tetapi terdapat banyak tujuan. Dengan menggunakan konsep Ralph

Tylor atau Benyamin Bloom mungkin dapat dibuat suatu modifikasi dengan

menyusun tujuan yang bersifat universal yang dapat digunakan pada semua

situasi, tetapi tujuan yang bersifat umum seperti itu akin kabur, dan sukar

menyusun alat evaluasinya. Pendekatan yang bersifat goal free (lebih menekankan

penguasaan aktual dan bukan ideal) lebih memungkinkan, tetapi harus dihindari

penjenjangan tujuan sampai pada perumusan tujuan yang sangat khusus, dengan

kriteria yang khusus pula.

Pada kurikulum yang menekankan organisasi, tugas evaluasi lebih sulit

lagi, karena isi dan hasil kurikulum bukan hal yang utama, yang utamanya adalah

aktivitas dan kemampuan siswa. Salah satu pemecahan bagi masalah ini adalah

dengan pendekatan yang bersifat eklektik seperti dalam proyek Kurikulum

Humaniti dari CARE. Dalam proyek itu dicari perbandingan materi antara proyek

yang menggunakan guru yang terlatih dengan yang tidak terlatih, dalam

evaluasinya juga diteliti pengaruh umum dari proyek, dengan cara mengumpulkan

bahan-bahan secara studi kasus dari sekolah-sekolah proyek. Meskipun

pendekatan perbandingan banyak memberikan hasil yang berharga, tetapi

meminta waktu terlalu banyak dari para evaluator. Dalam perkembangan

selanjutnya ternyata, bahan-bahan dari hasil studi kasus memberikan hasil yang

lebih berharga bagi evaluasi kurikulum.

Teori kurikulum dan teori evaluasi. Model evaluasi kurikulum berkaitan

erat dengan konsep kurikulum yang digunakan, seperti model pengembangan dan

penyebaran dihasilkan oleh kurikulum yang menekankan isi. Evaluasi kurikulum

yang bebas tujuan (Goal free evaluation) dalam kebanyakan kurikulum bukan

Page 217: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

merupakan salah satu alternatif evaluasi tetapi merupakan satu-satunya prosedur

evaluasi yang paling memungkinkan.

Macam-macarn model evaluasi yang digunakan bertumpu pada aspek-

aspek tertentu yang diutamakan dalam proses pelaksanaan kurikulum. Model

evaluasi yang bersifat komparatif berkaitan erat dengan tingkahtingkah laku

individu, evaluasi yang menekankan tujuan berkaitan erat dengan kurikulum yang

menekankan pada bahan ajaran atau isi kurikulum, model (pendekatan)

antropologis dalam evaluasi ditujukan untuk mengevaluasi tingkah-tingkah laku

dalam suatu lembaga sosial. Dengan demikian sesungguhnya terdapat hubungan

yang sangat erat antara evaluasi dengan kurikulum sebab teori kurikulum juga

merupakan teori dari evaluasi kurikulum.

D. Peranan Evaluasi Kurikulum

Evaluasi kurikulum dapat dilihat sebagai proses sosial dan sebagai institusi

sosial. Proyek-proyek evaluasi yang dikembangkan di lnggris umpamanya, juga di

negara-negara lain, merupakan institusi sosial dari gerakan penyempurnaan

kurikulum. Evaluasi kurikulum sebagai institusi sosial mempunyai asal-usul,

sejarah, struktur serta interest sendiri. Beberapa karakteristik dari proyek-proyek

kurikulum yang telah dikembangkan di Inggris, umpamanya (1) lebih berkenaan

dengan inovasi daripada dengan kurikulum yang ada, (2) lebih berskala nasional

daripada lokal, (3) dibiayai oleh vim/ dari luar yang berjangka pendek daripada

oleh anggapan tetap, (4) 1(.1)111 banyak dipengaruhi oleh kebiasaan penelitian

yang bersifat psikometris daripada oleh kebiasaan lama yang berupa penelitian

social. Peranan evaluasi kebijaksanaan dalam kurikulum khususnya pendidikan

umumnya minimal berkenaan dengan tiga hal, yaitu : evaluasi sebagai moral

judgement, evaluasi dan penentuan keputusan, evaluasi, dan konsensus nilai.

Evaluasi sebagai moral judgement. Konsep utama dalam evaluasi adalah

masalah nilai. Hasil dari suatu evaluasi berisi suatu nilai yang akan digunakan

untuk tindakan selanjutnya. Hal ini mengandung dua pengertian, pertama evaluasi

berisi suatu skala nilai moral, berdasarkan skala tersebut suatu objek evaluasi

dapat dinilai. Kedua, evaluasi berisi suatu perangkat kriteria praktis berdasarkan

kriteria-kriteria tersebut suatu hasil dapat dinilai.

Page 218: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Evaluasi bukan merupakan suatu proses tunggal, minimal meliputi dua

kegiatan, pertama mengumpulkan informasi dan kedua menentukan suatu

keputusan. Kegiatan yang pertama mungkin juga mengandung segisegi nilai

(terutama dalam memilih sumber informasi dan jenis informasi yang akan

dikumpulkan), tetapi belum menunjukkan suatu evaluasi. Dalam kegiatan yang

kedua, yaitu menentukan keputusan menunjukkan suatu evaluasi, dasar

pertimbangan yang digunakan adalah suatu perangkat nilai-nilai.

Karena masalah-masalah dan konsep-konsep dalam pendidikan selalu

mengalami pengembangan, maka pertalian antara informasi pendidikan yang

diperoleh dengan keputusan yang diambil tidak selalu sama, mengalami

perkembangan pula. Perkeinbangan ini terutama berkenaan dengan perkembangan

atau perubahan nilai-nilai. Oleh karena itu, salah satu tugas dari para evaluator

pendidikan mempelajari kerangka nilai-nilai tersebut. Atas dasar kerangka nilai-

nilai tersebut maka keputusan pendidikan diambil.

Dalam evaluasi kurikulum salah satu hal yang sering menjadi inti

perdebatan antara para ahli adalah pemisahan antara pengumpulan dan

penyusunan informasi dengan penentuan keputusan. Perbedaan pendapat

mengenai hal ini akan direfleksikan dalam perbedaan-perbedaan perumusan

tentang evaluasi. Daniel Stufflebeam (1971) merumuskan evaluation is the

process of delinating, obtaining and providing useful information for delinating,

obtaining and providing useful information for judging decision alternatif. Stake

(1976), dari Universitas Illinois merumuskan evaluation is an observed value

compared to some standard. Michael Scriven (1969) dari Universitas Indiana,

memberikan perumusan tentang tugas evaluator, Its (the evaluator's) task is to try

very hard to condense all that mass of data into one word: good, or bad.

Kutipan-kutipan di atas bukan saja melukiskan perbedaan tekanan pada

pengumpulan informasi atau pada penentuan keputusan, tetapi juga

memperlihatkan adanya perbedaan karakteristik, mereka yang lebih menekankan

pengumpulan informasi memandang terlepas atau tidak melibatkan nilai-nilai. Hal

itu tidak benar, sebab baik pada pemilihan masalah yang akan diteliti,

pengumpulan data, pemilihan teknik penentuan sampel serta penyajian hasil

penelitian selalu melibatkan atau menyangkut masalah nilai-nilai. Nilai-nilai

Page 219: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

tersebut baik dilihat dari evaluasi, para sponsor, atau dari subjek yang dinilai.

Apabila terdapat perbedaan nilai antara mereka, dapat timbul ketegangan atau

konflik.

Pemisahan antara pengumpulan informasi dengan penentuan keputusan

merupakan salah satu karakteristik institusional, hal ini dipengaruhi oleh

kebiasaan pemisahan pekerjaan administrator dan peneliti. Dalam pendidikan

perbedaan formal tersebut tidak ada, pengumpul data adalah pengambil keputusan

juga.

Evaluasi dan penentuan keputusan. Siapa pengambil keputusan dalam

pendidikan atau khususnya dalam pelaksanaan kurikulum. Pengambil keputusan

dalam pelaksanaan pendidikan atau kurikulum banyak, yaitu: guru, murid, orang

tua, kepala sekolah, para inspektur, pengembang kurikulum, dan sebagainya.

Siapa di antara mereka yang memegang peranan paling besar dalam penentuan

keputusan. Pada prinsipnya tiap individu di atas membuat keputusan sesuai

dengan posisinya. Murid mengambil keputusan sesuai dengan posisinya sebagai

murid. Guru mengambil berbagai keputusan sesuai dengan posisinya sebagai

guru. Besar atau kecilnya peranan keputusan yang diambil oleh seseorang sesuai

dengan lingkup tanggung jawabnya serta lingkup masalah yang dihadapinya pada

suatu saat. Beberapa hasil evaluasi menjadi bahan pertimbangan bagi murid untuk

mengambil keputusan apakah ia harus lebih rajin belajar atau tidak, apakah ia

harus memilih jurusan IPA atau IPS, dan sebagainya. Dengan perkataan lain

penentuan keputusan yang diambil oleh murid, sebagian besar berkenaan dengan

kepentingan dirinya.

Lain halnya dengan keputusan yang diambil oleh seorang guru, ia

mengambil keputusan bagi kepentingan seorang atau beberapa orang mu- rid, atau

dapat pula mengambil keputusan bagi seluruh murid. Demikian juga lingkup

keputusan yang diambil oleh kepala sekolah, inspektur, pengembang kurikulum,

dan sebagainya berbeda-beda. Jadi, tiap pengambil keputusan dalam proses

evaluasi memegang posisi nilai yang berbeda, sesuai dengan posisinya. Salah satu

kesulitan yang dihadapi dalam penggunaan hasil evaluasi bagi pengambilan

keputusan adalah, hasil evaluasi yang diterima oleh berbagai pihak pengambil

keputusan adalah sama. Masalah yang timbul adalah, apakah hasil evaluasi

Page 220: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

tersebut dapat bermanfaat bagi semua pihak. Sudah tentu jawabannya belum

tentu. Suatu informasi mungkin lebih bermanfaat bagi pihak tertentu, tetapi

kurang bermanfaat bagi pihak yang lain, dan seterusnya.

Evaluasi dan konsensus nilai. Dalam bagian yang terdahulu sudah

dikemukakan bahwa penelitian pendidikan dan evaluasi kurikulum sebagai

perilaku sosial berisi nilai-nilai. Dalam berbagai situasi pendidikan serta kegiatan

pelaksanaan evaluasi kurikulum sejumlah nilai-nilai dibawakan oleh orang-orang

yang turut terlibat (berpartisipasi) dalam kegiatan penilaian atau evaluasi. Para

partisipan dalam evaluasi pendidikan dapat terdiri atas: orang tua, murid, guru,

pengembang kurikulum, administrator, ahli politik, ahli ekonomi, penerbit,

arsitek, dan sebagainya.

Pernah dimimpikan bahwa para partisipan tersebut merupakan suatu

kelompok yang homogen sebagai pengambil keputusan atas hasil penelitian, tetapi

beberapa pengalaman menunjukkan bahwa hal itu tidak mungkin. Mereka

mempunyai sudut pandangan, kepentingan nilai-nilai serta pengalaman tersendiri.

Bagaimana caranya agar di antara mereka terdapat kesatuan penilaian. Kesatuan

penilaian hanya dapat dicapai melalui suatu konsensus.

Secara historis konsensus nilai dalam evaluasi kurikulum berasal dari

tradisi tes mental serta eksperimen. Konsensus tersebut berupa kerangka kerja

penelitian, yang dipusatkan pada tujuan-tujuan khusus, pengukuran prestasi

belajar yang bersifat behavioral, penggunaan analisis statistik dari pre test dan

post test dan lain-lain. Model penelitian di atas merupakan suatu social

engineering atau system approach dalam pendidikan. Dalam model penelitian

tersebut keseluruhan kegiatan dapat digambarkan dalam suatu flow chart yang

merumuskan secara operasional input (pre test) caracara kegiatan (treatment) serta

output (post test).

Model di atas mendapatkan beberapa kritik, tetapi kritik atau kesulitan

tersebut yang paling utama adalah dalam merumuskan tujuan-tujuan khusus yang

dapat diterima oleh seluruh partisipan evaluasi kurikulum serta perencanaan

kurikulum. Juga di antara partisipan harus ada persetujuan tentang tujuan-tujuan

mana yang paling penting.

Page 221: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Selain harus terdapat konsensus tentang tujuan-tujuan yang akan dicapai,

dalam penggunaan model di atas juga harus ada konsensus tentang siapa di antara

para partisipan tersebut yang turut terlibat secara langsung. Tanpa adanya

persetujuan tentang hal-hal tersebut maka sukar untuk dapat menyusun flow chart

yang definitif. Model system approach atau model social engineering bersifat goal

based evaluation, karena bertitik tolak dari tujuan-tujuan yang khusus. Karena

model ini mempunyai beberapa keberatan, maka berkembang model evaluasi

yang lain yang lebih bersifat goal free evaluation.

Pendekatan evaluasi yang bersifat goal free bertolak dari sikap kebudayaan

yang majemuk (cultural pluralism). Sikap kebudayaan yang majemuk mempunyai

dasar relativis, memandang bahwa tiap pandangan sama baiknya. Dalam evaluasi

kurikulum sudah tentu pandangan ini mempunyai kesulitan yang cukup besar,

sebab alat-alat evaluasi yang drgunakan bertolak dari dasar posisi nilai yang

berbeda. Dengan demikian evaluasi juga bersifat relatif. Evaluasi model ini dapat

ditemukan pada para peneliti yang memandang pekerjaannya semata-mata hanya

sebagai pengumpulan data.

E. Ujian sebagai Evaluasi Sosial

Sejak diperkenalkannya sistem ujian atau tes untuk umum di Amerika

Serikat dan negara-negara lain, pengukuran yang berbentuk umum (publik)

tersebut merupakan salah satu model evaluasi dalam pendidikan. Menguji adalah

mengevaluasi kemampuan individu. Dengan adanya ujianujian tersebut, maka

jenis-jenis kemampuan tertentu dipandang menunjukkan status lebih tinggi

dibandingkan dengan kemampuan lainnya. Penguasaan pengetahuan dan

kemampuan skolastik umpamanya sering dipandang memiliki status lebih tinggi

daripada penguasaan kemampuan yang lainnya.

Keberhasilan dalam ujian pengetahuan dan kemampuan skolastik, selama

bertahun-tahun ditentukan oleh kemampuan mengingat faktafakta.

Kecenderungan ini bukan saja didasari oleh teori psikologi lama, yang

memandang bahwa otak yang lebih baik mampu menguasai fakta lebih banyak,

tetapi juga oleh keadaan masyarakat di mana buku-buku sumber (teks)

pengetahuan secara relatif tidak berubah selama dua abad. Westminster Shorter

Page 222: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Catechism umpamanya digunakan sebagai buku teks di sekolah-sekolah di

Scotlandia dari abad 17 sampai 19. Karena adanya berbagai kemajuan dalam

masyarakat, maka dalam perkembangan selanjutnya jenis kemampuan yaitu

kemampuan menyimpulkan dipandang mempunyai nilai yang lebih tinggi.

Ujian bukan saja menunjukkan nilai pengetahuan atau kemampuan secara

sosial, tetapi juga telah merupakan peraturan dari sekolah. Dalam dua dekade

pertama dari abad 20 sejumlah ahli psikologi dikumpulkan dalam satu komisi

untuk menyusun tes kecerdasan. Hasilnya digunakan untuk menyeleksi anak-anak

yang akan masuk ke sekolah menengah yang tidak mampu membayar uang

sekolah. Kemudian tes tersebut juga digunakan sebagai alat bagi penentuan

kenaikan kelas serta sebagai saringan masuk. Pelaksanaan ujian-ujian tersebut

sejalan dengan anggapan masyarakat pada waktu itu, bahwa hanya sebagian dari

penduduk yang mempunyai kemampuan untuk menguasai pengetahuan pada

suatu jenis sekolah atau pada jenjang sekolah tertentu. Sistem ujian yang

mempunyai nilai historis ini juga digunakan untuk mengontrol efisiensi dan

efektivitas pelaksanaan sekolah. Apakah sistem ini dipandang baik atau jelek

bergantung pada pandangan yang menggunakannya.

Sistem ujian seperti yang dilaksanakan di atas, lebih banyak digunakan

untuk mengukur atau menguji kemampuan individu-individu (siswa). Untuk

menilai gambaran sekolah secara keseluruhan, yaitu menilai tentang keadaan

murid, guru, kurikulum, pembiayaan sekolah, fasilitas sekolah, keseragaman

sekolah, penyusunan rancangan dan pemeliharaan sekolah diperlukan sistem

pengumpulan data serta penilaian yang lain. Kalau untuk mengukur kemampuan

siswa digunakan istilah examination atau assessment maka untuk penilaian

keseluruhan situasi sekolah atau kurikulum lebih tepat digunakan istilah

evaluation.

Para evaluator menyadari bahwa aneka macam kerangka kerja evaluasi

mempunyai implikasi terhadap penentuan keputusan pendidikan. Barry Mc

Donald (1975), mendasarkan argumentasinya pada anggapan dasar bahwa

evaluasi merupakan kegiatan politik. is membedakan adanya tiga tipe evaluasi

dalam pendidikan dan kurikulum, yaitu evaluasi birokratik, otokratik, dan

demokratik.

Page 223: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Evaluasi birokratik, merupakan suatu layanan yang bersifat unconditional

terhadap lembaga-lembaga pemerintahan yang memiliki wewenang kontrol

terbesar dalam alokasi sumber-sumber pendidikan. Evaluator menerima

kebijaksanaan dari pemegang jabatan, dengan menggunakan berbagai informasi

yang diperoleh akan membantu mereka mencapai tujuan dari kebijaksanaan yang

telah digariskan. Evaluator tidak mempunyai kekuasaan sendiri, atau kontrol

sendiri terhadap penggunaan informasi yang diperoleh. Prinsip utama evaluasi

birokratik adalah pelayanan (service), penggunaan (utility), dan efisiensi

(efficiency).

Evaluasi otokratik, merupakan layanan evaluasi terhadap lembagalembaga

pemerintah yang mempunyai wewenang kontrol cukup besar dalam

mengalokasikan sumber-sumber pendidikan. Tugas para evaluator adalah

membantu pelaksanaan kebijaksanaan, ketentuan-ketentuan hukum dan moral dari

birokrasi. Peranan evaluator tidak dicampuri oleh pihak yang dilayaninya, dan is

mempunyai wewenang penuh dalam bidangnya. Bila rekomendasi evaluator

ditolak maka kebijaksanaannya tidak bisa dilaksanakan. Sumber kekuataan

evaluator adalah penelitian kemasyarakatan. Konsep utama evaluator otokratik

adalah evaluasi yang bersifat prinsipil dan objektif (principles and objectivity).

Evaluasi demokratik, merupakan layanan pemberian informasi terhadap

masyarakat, tentang program-program pendidikan. Evaluasi ini menganut nilai

pluralisme serta mengusahakan memenuhi berbagai minat masyarakat dalam

memberikan informasi. Tugasnya adalah memberikan informasi terhadap

kelompok-kelompok masyara kat, dan evaluator bertindak sebagai perantara

dalam pertukaran informasi di antara kelompokkelompok yang berbeda. Teknik

pengumpulan dan penyajian data yang digunakan harus dapat dipahami oleh

penerima informasi yang bukan ahli. Kriteria keberhasilannya adalah pihak yang

dilayaninya seluas-luasnya. Konsep utama evaluator demokratis adalah

kerahasiaan, musyawarah, dan ketercapaian sasaran (confidentiality, negosiasi,

and accessibility).

Sebagai contoh Mc Donald memandang bahwa pelaksanaan evaluasi di

Amerika Serikat dewasa ini bersifat birokratik, karena kenyataannya evaluasi

sebagian besar dibiayai oleh pemerintah pusat atau negara bagian, kedudukan

Page 224: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

evaluator berbeda-beda di bawah lembaga-lembaga federal. Lembaga-lembaga

pendidikan setempat berada di bawah lembaga-lembaga pusat yang memberikan

biaya.

F. Model-Model Evaluasi Kurikulum

Evaluasi kurikulum merupakan suatu tema yang luas, meliputi banyak

kegiatan, meliputi sejumlah prosedur, bahkan dapat merupakan suatu lapangan

studi yang berdiri sendiri. Evaluasi kurikulum juga merupakan suatu fenomena

yang multifaset, memiliki banyak segi.

Bagian ini membahas perkembangan evaluasi kurikulum, yaitu evaluasi

kurikulum sebagai fenomena sejarah, suatu elemen dalam proses sosial

dihubungkan dengan perkembangan pendidikan.

1. Evaluasi model penelitian

Model evaluasi kurikulum yang menggunakan model penelitian

didasarkan atas teori dan metode tes psikologis serta eksperimen lapangan. Tes

psikologis atau tes psikometrik pada umumnya mempunyai dua bentuk, yaitu tes

inteligensi yang ditujukan untuk mengukur kemampuan bawaan, serta tes hasil

belajar yang mengukur perilaku skolastik.

Eksperimen lapangan dalam pendidikan, dimulai tahun 1930 dengan

menggunakan metode yang biasa digunakan dalam penelitian botani pertanian.

Para ahli botani pertanian mengadakan percobaan untuk mengetahui produktivitas

bermacam-macam benih. Beberapa macam benih ditanam pada petak-petak tanah

yang memiliki kesuburan dan lain-lain yang sama. Dari percobaan tersebut dapat

diketahui benih mana yang paling produktif. Percobaan serupa dapat juga

digunakan untuk mengetahui pengaruh tanah, pupuk dan sebagainya terhadap

produktivitas suatu macam benih.

Model eksperimen dalam botani pertanian dapat digunakan dalam

pendidikan, anak dapat disamakan dengan benih, sedang kurikulum serta berbagai

fasilitas serta sistem sekolah dapat disamakan dengan tanah dan pemeliharaannya.

Untuk mengetahui tingkat kesuburan benih (anak) serta hasil yang dicapai pada

akhir program percobaan dapat digunakan tes (pre test dan post test).

Page 225: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Comparative approach dalam evaluasi. Salah satu pendekatan dalam

evaluasi yang enggunakan eksperimen lapangan adalah mengadakan

pembandingan antara dua macam kelompok anak, umpamanya yang

menggunakan dua metode belajar yang berbeda. Kelompok pertama belajar

membaca dengan metode global dan kelompok lain menggunakan metode unsur.

Kelompok mana yang lebih baik atau lebih berhasil? Apakah keberhasilan metode

tersebut dapat ditransfer ke metode yang lain? Rancangan penelitian lapangan ini

membutuhkan persiapan yang sangat teliti dan rinci. Besarnya sampel, variabel

yang terkontrol, hipotesis, treatment, tes hasil belajar dan sebagainya, perlu

dirumuskan secara tepat dan rinci.

Ada beberapa kesulitan yang dihadapi dalam eksperimen tersebut.

Pertama, kesulitan administratif, sedikit sekali sekolah yang bersedia dijadikan

sekolah eksperimen. Kedua, masalah teknis dan logis, yaitu kesulitan menciptakan

kondisi kelas yang sama untuk kelompok-kelompok yang diuji. Ketiga, sukar

untuk mencampurkan guru-guru untuk mengajar pada kelompok eksperimen

dengan kelompok kontrol, pengaruh guru- guru tersebut sukar dikontrol.

Keempat, ada keterbatasan mengenai manipulasi eksperimen yang dapat

dilakukan. Dalam botani pertanian dengan rancangan yang sangat sempurna dapat

memanipulasi eksperimen sampai 25 treatment, tetapi dalam penelitian

pendidikan tidak mungkin dapat melakukan treatment sebanyak itu.

2. Evaluasi model objektif

Evaluasi model objektif (model tujuan) berasal dari Amerika Serikat.

Perbedaan model objektif dengan model komparatif adalah dalam dua hal.

Pertama dalam model objektif, evaluasi merupakan bagian yang sangat penting

dari proses pengembangan kurikulum. Para evaluator juga mempunyai peranan

menghimpun pendapat-pendapat orang luar tentang inovasi kurikulum yang

dilaksanakan. Evaluasi dilakukan pada akhir pengembangan kurikulum, kegiatan

penilaian ini sering disebut evaluasi sumatif. Dalam hal-hal tertentu sering

evaluator bekerja sebagai bagian dari tim pengembang. Informasi-informasi yang

diperoleh dari hasil penilaiannya digunakan untuk penyempurnaan inovasi yang

sedang berjalan. Evaluasi ini sering disebut evaluasi formatif. Kedua, kurikulum

Page 226: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

tidak dibandingkan dengan kurikulum lain tetapi diukur dengan seperangkat

objektif (tujuan khusus). Keberhasilan pclaksanaan kurikulum diukur oleh

penguasaan siswa akan tujuan-tujuan tersebut. Para pengembang kurikulum yang

menggunakan sistem instruksional (model objektif) menggunakan standar

pencapaian tujuan-tujuan tersebut. Tujuan dari comparative approach adalah

menilai apakah kegiatan yang dilakukan kelompok eksperimen lebih baik

daripada kelompok kontrolpleh karena itu, kedua kelompok tersebut hams

ekuivalen, tetapi dalam model objektli hal itu tidak menjadi soal.

Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh tim pengembang

model objektif.

1. Ada kesepakatan tentang tujuan-tujuan kurikulum,

2. Merumuskan tujuan-tujuan tersebut dalam perbuatan siswa,

3. Menyusun materi kurikulum yang sesuai dengan tujuan tersebut,

4. Mengukur kesesuaian antara perilaku siswa dengan hasil yang diinginkan.

Pendekatan inilah yang digunakan oleh Ralph Tylor (1930) dalam

menyusun tes dengan titik tolak pada perumusan tujuan tes, sebagai asal mula

pendekatan sistem (system approach). Pada tahun 1950-an Benyamin S. Bloom

dengan kawan-kawannya menyusun klasifikasi sistem tujuan yang meliputi

daerah-daerah belajar (cognitive domain). Mereka membagi proses mental yang

berhubungan dengan belajar tersebut dalam 6 kategori, yaitu knowledge,

comprehension, application, analysis, synthesis dan evaluation. Mereka membagi-

bagi lagi tujuan-tujuan tersebut pada sub-tujuan yang lebih khusus. Perumusan

tujuan-tujuan dari Bloom dan kawan-kawan belum sampai pada perumusan tujuan

yang bersifat behavioral, untuk itu diperlukan perumusan lebih lanjut yang sangat

khusus dan bersifat behavioral.

Dasar-dasar teori Tylor dan Bloom menjadi prinsip sentral dalam berbagai

rancangan kurikulum, dan mencapai puncaknya dalam sistem belajar berprogram

dan sistem instruksional. Sistem pengajaran yang terkenal adalah IPI (Individually

Prescribed Instruction), suatu program yang dikembangkan oleh Learning

Research and Development Centre Universitas Pittsburg. Dalam IPI anak

mengikuti kurikulum yang memiliki 7 unsur:

Page 227: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

1. Tujuan-tujuan pengajaran yang disusun dalam daerah-daerah, tingkattingkat

dan unit-unit,

2. Suatu prosedur program testing,

3. Pedoman perosedur penulisan,

4. Materi dan alat-alat pengajaran,

5. Kegiatan guru dalam kelas,

6. Kegiatan murid dalam kelas, dan

7. Prosedur pengelolaan kelas.

Tes untuk mengukur prestasi belajar anak merupakan bagian integral dan

kurikulum. Tiap butir tes berkenaan dengan keterampilan, unit atau tingkat

tertentu dari tujuan khusus. Untuk mengikuti program pendidikan, siswa hams

mengambil dulu tes penempatan, untuk menentukan di mana mereka harus mulai

belajar. Kemajuan siswa dimonitor oleh guru dengan memberikan tes yang

mengukur tingkat penguasaan tujuan-tujuan khusils melalui pre test dan post test.

Siswa dianggap mengusai suatu unit Oa memperoleh skor minimal 80. Bila ini

sudah dikuasai berarti penguasaan siswa sudah sesuai dengan kriteria.

3. Model campuran multivariasi

Evaluasi model perbandingan (comparative approach) dan model Tylor

dan Bloom melahirkan evaluasi model campuran multivariasi, yaitu strategi

evaluasi yang menyatukan unsur-unsur dari kedua pendekatan tersebut. Strategi

ini memungkinkan pembandingan lebih dari satu kurikulum dan secara serempak

keberhasilan flap kurikulum diukur berdasarkan kriteria khusus dari masing-

masing kurikulum?

Seperti halnya pada eksperimen lapangan serta usaha-usaha awal dari

Tylor dan Bloom, metode ini pun terlepas dari proyek evaluasi. Metodemetode

tersebut masuk ke bidang kurikulum setelah komputer dan program paket

berkembang yaitu tahun 1960. Program paket berisi program statistik yang

secterhana yang tidak membutuhkan pengetahuan komputer untuk

mengenakannya. Dengan berkembangnya penggunaan komputer memungkinkan

studi lapangan tidak dihambat oleh kesalahan dan kelambatan. Semua masalah

pengolahan statistik dapat dikerjakan dengan komputer.

Page 228: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Langkah-langkah model multivariasi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Mencari sekolah yang berminat untuk dievaluasi/diteliti,

2. Pelaksanaan program. Bila tidak ada pencampuran sekolah tekanannya

pada partisipasi yang optimal,

3. Sementara tim menyusun tujuan yang meliputi semua tujuan dari

pengajaran umpamanya dengan metode global dan metode unsur, dapat

disiapkan tes tambahan,

4. Bila semua informasi yang diharapkan telah terkumpul, maka mulailah

pekerjaan komputer,

5. Tipe analisis dapat juga digunakan untuk mengukur pengaruh bersama

dari beberapa variabel yang berbeda)

Beberapa kesulitan dihadapi dalam model campuran multivariasi ini.

Kesulitan pertama adalah diharapkan memberikan tes statistik yang signifikan)

Maka untuk itu diperlukan 100 kelas dengan 10 pengukuran, dan ini lebih

memungkinkan daripada 10 kelas dengan 100 pengukuran. Jadi model

multivariasi ini lebih sesuai bagi evaluasi kurikulum skald besar. kesulitan terlalu

banyaknya varaibel yang perhi dihitung pada suatu saat, kemampuan komputer

hanya sampai 40 variabel, sedangkan dengan model ini dapat dikumpulkan

sampai 300 variabel Kesulitan ketiza, meskipun model multivariasi telah

mengurangi masalah kontrol berkenaan dengan eksperimen lapangan tetapi tetap

menghadapi masalah-masalah pembandingan.

Model-model evaluasi kurikulum tersebut berkembang dari dan digunakan

untuk mengevaluasi model atau pendekatan kurikulum tertentu. Model

perbandingan lebih sesuai untuk mengevaluasi pengembangan kurikulum yang

menekankan isi (Content based curriculum), podel tujuan lebih sesuai digunakan

dalam pengembangan kurikulum yang menggunakan pendekatan tujuan (Goal

based curriculum), zodel campuran dapat digunakan untuk mengevaluasi baik

kurikulum yang menekankan isi, tujuan maupun situasi (Situation based

curriculum).

Di samping model-model evaluasi kurikulum di atas, dikenal pula

beberapa model evaluasi kuiikulum ynag lebih bersifat umum, seperti model

EPIC, CEMREL, dan model CDPP.

Page 229: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Model EPIC atau Evaluation Programs for Innovative Curriculums meng-

gambarkan keseluruhan program evaluasi dalam sebuah kubus. Kubus tersebut

mempunyai tiga bidang. Bidang pertama adalah behavior atau perilaku yang

menjadi sasaran pendidikan yang meliputi perilaku cognitive, affective dan

psychomotor. Bidang kedua adalah "instruction" atau pengajaran, yang meliputi

organization, content, method, facilities and cost, dan bidang ketiga adalah

kelembagaan yang meliputi student, teacher, adminsitrator, educational spesialist,

family and community (Doll, 1976: 374).

BAGAN 9. Evaluasi model EPIC

G. Buku Acuan

Skillback, Malcolm (ed). (1984). Evaluating the Curriculum in the Eighties.

London: Houder and Stoughton.

Buku ini merupakan kumpulan tulisan beberapa ahli pendidikan yang

berpengalaman dan memiliki spesialisasi dalam evaluasi kurikulum. Meskipun

berbentuk kumpulan tulisan, tetapi telah tersusun sedemikian rupa sehingga

membentuk satu pemikiran yang utuh tentang evaluasi kurikulum. Bahan yang

diuraikan mencakup perkembangan-perkem- bangan baru di Inggris pada dekade

80-an, hasil evaluasi kelembagaan, riset lapangan, testing nasional, di samping

hasil-hasil pemikiran yang telah lama ada. Buku ini memberikan tekanan dan

ilustrasi tentang peranan evalausi kurikulum dalam penentuan kebijaksanaan dan

Page 230: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

pengembangan kurikulum secara komprehensif dan mutakhir. Tulisan ini cukup

substansial bagi pengkajian masalah evaluasi kurikulum dan sartgat berharga bagi

para ahli pengembangan dan evaluasi kurikulum.

Stufflebeam, Daniel L et al. (1971). Educational Evaluation, and Decision

Mak- ing. Itasca, Illinois: F.E. Peacock Publishers, Inc.

Buku ini berjudul Evaluasi Pendidikan dan Penentuan Keputusan, berisi suatu

uraian yang menyeluruh tentang evaluasi pendidikan. Meskipun demikian isinya

sebagian besar menyangkut evaluasi tentang kurikulum serta pemanfaatan hasil

evaluasi bagi penyempurnaan kurikulum. Keseluruhan isi buku ini sangat

berharga bagi para ahli dan pengembang kurikulum, ahli evaluasi kurikulum, ahli

pendidikan, dan ahli adrninistrasi pendidikan. Penyempumaan kurikulum

khususnya pendidikan umumnya, harus didasarkan atas hasil-hasil evaluasi. Buku

ini memberikan landasan bagi pelaksanaan evaluasi tersebut, secara konseptual,

komprehensif sederhana dan praktis tetapi juga mendalam.

Page 231: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

BAB 10

GURU DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

A. Guru sebagai Pendidik Profesional

Pendidikan berintikan interaksi antara pendidik (guru) dan peserta didik

(siswa) untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Pendidik, peserta didik, dan

tujuan pendidikan merupakan komponen utama pendidikan. Ketiganya

membentuk suatu triangle, jika hilang salah satu komponen, hilang pulalah

hakikat pendidikan. Dalam situasi tertentu tugas guru dapat diwakilkan atau

dibantu oleh unsur lain seperti oleh media teknologi, tetapi tidak dapat

digantilcan. Mendidik adalah pekerjaan profesional, oleh karena itu guru sebagai

pelaku utama pendidikan merupakan pendidik profesional.

Sebagai pendidik profesional, guru bukan saja dituntut melaksanakan

tugasnya secara pagesional, tetapi juga harus memiliki pengetahuan dan

kemampuan profesional. Dalam diskusi pengembangan model pendidikan

profesional tenaga kependidikan, yang diselenggarakan oleh PPS IKIP Bandung

tahun 1990, dirumuskan 10 ciri suatu profesi, yaitu:

1. Memiliki fungsi dan signifikansi social

2. Memiliki keahlian/keterampilan tertentu.

3. Keahlian/keterampilan diperoleh dengan menggunakan teori dan metode

ilmiah.

4. Didasarkan atas disiplin ilmu yang jelas.

5. Diperoleh dengan pendidikan dalam masa tertentu yang cukup lama.

6. Aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai profesional.

7. Memiliki kode etik.

8. Kebebasan untuk memberikan judgment dalam memecahkan masalah dalam

lingkup kerjanya.

9. Memiliki tanggung jawab profesional dan otonomi.

10. Ada pengakuan dari masyarakat dan imbalan atas layanan profesinya.

Page 232: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Mungkin belum seluruh ciri profesi di atas telah dimiliki secara kokoh

(sempurna) oleh para pendidik kita. Sebab sebagai suatu profesi terbuka, masih

ada anggapan masyarakat bahwa setiap orang bisa menjadi pendidik, atau setiap

orang bisa mendidik. Memang hal itu sukar dihindari, walaupun telah ada batas

yang jelas antara pendidikan formal dengan pendidikan informal, atau antara

pendidikan profesional dengan nonprofesional, tetapi orang-orang yang tidak

memiliki profesi dalam bidang pendidikan juga melaksanakan tugas-tugas

pendidikan formal- profesional dan mengganggap dirinya telah memiliki profesi

tersebut. Pada sisi lain, mengingat banyaknya jenis dan jenjang pendidikan yang

harus disediakan bagi berbagai kategori peserta didik, juga tidak bisa dihindari

banyaknya tenaga nonprofesional pendidikan yang melaksanakan tugas- tugas

pendidikan.

Louis E. Raths (1964), mengemukakan sejumlah kemampuan yang harus dimiliki

oleh seorang guru.

The points are proposed, not as a rating scale, but as a broad frame work

for teachers to discover more about themselves in relation to the func- tions of

teaching:

1. Explaining, informing, showing how,

2. Initiating, directing, administering,

3. Unifying the group,

4. Giving security,

5. Clarifying attitudes, beliefs, problems,

6. Diagnosing learning problems,

7. Making curriculum materials,

8. Evaluating, recording, reporting,

9. Enriching community activities,

10. Organizing and arranging classroom,

11. Participating in school activities,

12. Participating in professional and civic life.

Page 233: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1980) telah merumuskan

kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki guru dan mengelompok- kannya

atas tiga dimensi umum kemampuan, yaitu:

1. Kemampuan profesional, yang mencakup:

a. Penguasaan materi pelajaran, mencakup bahan yang akan diajarkan dan

dasar keilmuan dari bahan pelajaran tersebut.

b. Penguasaan landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan.

c. Penguasaan proses kependidikan, keguruan dan pembelajaran siswa.

2. Kemampuan sosial, yaitu kemampuan menyesuaikan diri dengan tuntutan

kerja dan lingkungan sekitar.

3. Kemampuan personal yang mencakup:

a. Penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai

guru, dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan.

b. Pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-nilai yang seyogianya

dimiliki guru.

c. Penampilan upaya unruk menjadikan dirinya sebagai anutan dan teladan

bagi para siswanya.

Lebih lanjut Depdikbud (1980) merinci ketiga kelompok kernampuan tersebut

menjadi 10 kemampuan dasar, yaitu:

1. Penguasaan bahan pelajaran beserta konsep-konsep dasar keil- muannya.

2. Pengelolaan program belajar-mengajar.

3. Pengelolaan kelas.

4. Penggunaan media dan sumber pembelajaran.

5. Penguasaan landasan-landasan kependidikan.

6. Pengelolaan interaksi belajar-mengajar.

7. Penilaian prestasi siswa.

8. Pengenalan fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan.

9. Pengenalan dan penyelenggaraan administrasi sekolah.

10. Pemahaman prinsip-prinsip dan pemanfaatan hasil penelitian pendidikan

untuk kepentingan peningkatan mutu pengajaran.

Page 234: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Kedua belas kemampuan yang dikemukakan oleh Rath berkenaan dengan

pelaksanaan pengajaran dan pengembangan kemampuan dalam me- ngajar. Ada

satu hal yang tidak dinyatakan secara eksplisit Rath yaitu penguasaan rnateri atau

bahan pelajaran. Penguasaan kemampuan proses hams terjalin secara utuh dengan

penguasaan isi, baik yang berasal dari disiplin ilmu, maupun dari kehidupan

masyarakat. Dua kemampuan terakhir dari Rath, tidak berkenaan dengan teknis

pengajaran, tetapi dengan kegiatan yang lebih luas, yaitu partisipasi dalam

kegiatan di sekolah, dalam masyarakat biasa dan masyarakat profesional. Untuk

dapat berpartisipasi dalam situasi- situasi tersebut, selain harus menguasai

kemampuan teknis pendidikan, dan penguasaan bidang studi, juga penguasaan

kemampuan sosial, seperti kepemimpinan, hubungan sosial, dan komunikasi

dengan orang lain.

Sepuluh kemampuan dasar yang dirumuskan Depdikbud sebenarnya baru

merupakan rincian kelompok kemampuan pertama (kemampuan profesional),

sedangkan kelompok kemampuan yang kedua dan ketiga (kemampuan sosial dan

personal), belum dirinci lebih jauh, padahal cukup penting. Di antara kemampuan

sosial dan personal yang paling mendasar yang harus dikuasai guru adalah

idealisme, idealisme dalam pendidikan. Penguasaan dan penggunaan dua belas

kemampuan dari Rath atau sepuluh kemampuan dari Depdikbud, hanya akan

optimal apabila didasari oleh adanya idealisme, yaitu cita-cita luhur yang ingin

dicapai dengan pendidikan.

Perbuatan mendidik harus dilandasi oleh sikap dan keyakinan sebagai

pengabdian pada nusa, bangsa, dan kemanusiaan, untuk mencerdaskan bangsa,

untuk melahirkan generasi pembangunan, atau generasi penerus yang lebih andal,

dan sebagainya. Kalau perbuatan mendidik hanya didorong oleh kebutuhan

memperoleh nafkah, maka guru-guru hanya akan bekerja ala kadarnya, bekerja

secara mekanistis dan formalitas. Idealisme seharusnya dimiliki oleh setiap

profesi, karyawan, bahkan setiap orang. Idealisme dalam perbuatan mendidik

akan menumbuhkan rasa cinta pada guru terhadap profesinya, terhadap pekerjaan

pendidikan, terhadap para siswanya, dan sebagainya. Dengan dasar rasa cinta itu

guru akan berbuat yang terbaik bagi peserta didik, bagi pendidikan. ldealisme dan

rasa cinta mendasari dan menjiwai semua perilaku mendidik, menghidupkan

Page 235: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

kemampuan-kemampuan profesional yang dimiliki. Tanpa idealisme dan rasa

cinta, kemampuan-kemampuan profesional yang dirniliki hanya akan tampak

seperti lampu yang kekurangan minyak.

B. Guru sebagai Pembimbing Belajar

Telah dijelaskan bahwa dalam kurikulum dapat dibedakan antara official

atau written curriculum dengan actual curriculum. Official atau written cur-

riculum merupakan kurikulum resmi yang tertulis, yang merupakan acuan bagi

pelaksanaan pengajaran dalam kelas. Actual curriculum merupakan kurikulum

nyata yang dilaksanakan of eh guru-guru. Kurikulum nyata merupakan

implementasi dari official curriculum di dalam kelas. Beberapa ahli menyatakan

bahwa betapapun bagusnya suatu kurikulum (official), hasilnya sangat bergantung

pada apa yang dilakukan oleh guru di dalam kelas (actual). Dengan demikian,

guru memegang peranan penting baik dalam penyusunan maupun pelaksanaan

kurikulum.

Pada keempat konsep pendidikan yang telah diuraikan di muka terdapat

perbedaan peranan atau kedudukan guru. Dalam konsep pendidikan klasik, guru

berperan sebagai penerus dan penyampai ilmu, sedangkan dalam konsep teknologi

pendidikan, guru adalah pelatih kemampuan. Dalam Konsep interaksional guru

berperan sebagai mitra belajar, sedangkan dalam konsep pendidikan pribadi, guru

lebih berperan sebagai pengarah, pendorong dan pembimbing. Dalam praktik

pendidikan di sekolah, jarang sekali digunakan satu konsep pendidikan secara

utuh. Pada umumnya pelaksanaan pendidikan bersifat eklektik, mungkin

mencampurkan dua, tiga bahkan mungkin keempat-empatnya. Model- model

konsep pendidikan tersebut dalam praktik tidak lagi dipandang sebagai model

pendidikan yang masing-masing eksklusif, tetapi dapat dipadukan atau minimal

dihubungkan satu dengan yang lainnya. Yang tampak adalah variasi peranan guru

dalam pelaksanaan pendidikan dan pengajaran. Dalam keseluruhan proses belajar-

mengajar atau pada suatu waktu tertentu mungkin salah satu peranan lebih

menonjol dari yang lainnya. Keempat ragam peranan tersebut sesungguhnya dapat

ditempatkan dalam satu kontinum, seperti pada Bagan 10.1

Page 236: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

BAGAN 10.1 Ragam peranan guru dalam proses belajar-mengajar

PENYAMPAIANPENGETAHUAN

PELATIHKEMAMPUAN

MITRABELAJAR

PENGARAHPEMBIMBING

Para pelaksana pendidikan termasuk guru sering tidak melihat keempat

peranan tersebut terletak dalam kontinum. Mereka melihatnya sebagai dua

ekstrem. Pada satu ujung guru berperan sebagai penyampai ilmu dan pelatih

dalam arti drilling, dan pada ujung lain peran guru sebagai pengarah,

pembimbing, pendorong, fasilitator, dan sebagainya. Praktik pendidikan yang

memberikan peranan kepada guru hanya sebagai penyampai ilmu atau pelatih

dianggap model lama, sedangkan yang memberikan peranan sebagai pengarah,

pendorong, pembimbing dipandang model baru.

Pandangan sederhana dan polair seperti itu memang banyak ditemukan,

bukan hanya dalam pendidikan dan pengajaran tetapi juga dalam bidang-bidang

lain. Sebenarnya semua konsep pendidikan itu baik atau memiliki kebaikan-

kebaikan tertentu, di samping kendala-kendala tertentu pula. Dalam praktik yang

lebih penting adalah mempertimbangkan, konsep pendidikan mana yang paling

tepat untuk mencapai tujuan tertentu bagi kelompok peserta didik tertentu, pada

jenjang dan jenis pendidikan tertentu, dalam waktu dan kondisi tertentu pula.

Sejalan dengan konsep pendidikan tersebut peran-peran apa yang tepat dimainkan

oleh guru. Pada saat dan situasi tertentu peran menyampaikan materi pengetahuan

memang tepat dan sangat diperlukan, tetapi pada saat lain latihan pengembangan

kemampuan dengan menggunakan media pembelajaran mutakhir tepat, karena

memang hal itu sangat diperlukan dan sarananya ada. Pada saat dan situasi lain

pengarahan dan dorongan terhadap siswa dalam merencanakan, dan melaksanakan

suatu kegiatan atau memecahkan suatu masalah adalah tepat, karena kondisinya

mendukung. Jadi, sesungguhnya realisasi dari peranan guru tersebut sangat

situasional, tidak ada yang berlaku umum.

Meskipun demikian ada satu hal yang menjadi acuan bagi guru, dalam

memilih kegiatan yang akan dilakukan serta peranan yang akan dimainkannya,

yaitu siswa. Tujuan utama kegiatan guru dalam mengajar ialah mempengaruhi

perubahan pola tingkah laku para siswanya. Perubahan ini terjadi karena guru

memberikan perlakuan-perlakuan. Tepat tidaknya, efektif tidaknya perlakuan

Page 237: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

yang diberikan guru akan menentukan usaha belajar yang dilakukan oleh siswa.

Upaya guru memberikan perlakuan tersebut erat kaitannya dengan tingkat harapan

dan perubahan yang diinginkannya. Tujuan lainnya adalah mendorong dan

meningkatkan kemampuan sebagai hasil belajar, dengan cara itu, guru dapat

mempengaruhi perubahan tingkah laku siswa.

Untuk mencapai kedua tujuan di atas, diperlukan hubungan timbal balik

antara guru dan siswa. Guru perlu menyenangi siswanya, bersikap menerima,

mengerti, dan membantu. Sebaliknya siswa juga harus menerima, menyenangi,

dan menghormati gurunya. Kesukaan dan sikap positif siswa kepada guru, akan

meningkatkan hasil belajar mereka. Antara siswa dan guru perlu terjalin kerja

sama yang baik dalam belajar. Di samping itu, guru harus memberikan

kesempatan, dan menciptakan suasana kelas yang bebas, untuk mendorong siswa

memecahkan sendiri masalah-masalah yang mereka hadapi. Guru tak mungkin

menjawab semua pertanyaan siswa. Kesempatan belajar yang diciptakan guru

adalah agar merangsang siswa belajar, berpikir, melakukan penalaran, jadi

memungkinkan siswa untuk belajar sendiri. Jadi, antara guru dan siswa harus

tercipta hubungan sebagai mitra belajar. Minat dan pemahaman, timbal balik

antara guru dan siswa akan memperkaya kurikulum dan kegiatan belajar-mengajar

pada kelas bersangkutan.

Hasil dan kemajuan belajar yang dicapai siswa ditentukan juga oleh bentuk

hubungan antara guru dan siswa, antara guru dan administrator, antara guru dan

orang tua siswa. Hubungan guru dengan siswa menjadi syarat mutlak, bukan

hanya dalam hubungan sebagai pembimbing dan yang dibimbing tetapi juga

sebagai mitra belajar. Karena itu guru harus memahami siswa yang dibimbingnya

dan sebaliknya siswa harus mengakui kewibawaan pembimbingnya. Hubungan

antara guru dengan siswa harus didukung oleh hubungan yang sejalan antara guru

dengan administrator dan guru dengan orang tua siswa. Hubungan guru dengan

administrator haruslah bersikap terbuka, sehingga memungkinkan guru mencari

jalan, berkreasi dan berani mencoba sendiri sesuatu usaha instruksional yang lebih

baru yang dipandangnya lebih relevan dengan kegiatannya selaku guru. Antara

keduanya juga tercipta hubungan sebagai mitra yang baik, tetapi dengan tugas

yang berbeda. Administrator mengadakan bimbingan dan supervisi dengan

Page 238: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

maksud merangsang kegiatan belajar para siswa. Demikian pula hubungan antara

guru dengan orang tua, keduanya memiliki tanggung jawab yang sama dalam

mengembangkan pribadi anak, tetapi dengan tugas yang berbeda. Orang tua bukan

saja harus percaya kepada guru, akan tetapi harus memberikan dukungan dan

partisipasi sebesar mungkin untuk kepentingan pendidikan anak-anak mereka di

sekolah. Bagaimana bentuk hubungan dan pelaksanaan hubungan-hubungan itu

tentu saja perlu dibicarakan dalam kerangka yang lebih luas.

Semua kegiatan dan fasilitas yang dipilih serta peranan yang dilakukan

guru harus tertuju pada kepentingan siswa, diarahkan pada memenuhi kebutuhan

siswa, disesuaikan dengan kondisi siswa, dan siswa menguasai apa yang diberikan

atau memperoleh perkembangan secara optimal.

Dalam mengoptimalkan perkembangan siswa, ada tiga langkah yang harus

ditempuh. Pertama, mendiagnosis kemampuan dan perkembangan siswa. Guru

harus mengenal dan memahami siswa dengan baik, memahami tahap

perkembangan yang telah dicapainya, kemampuan- kemampuannya, keunggulan

dan kekurangannya, hambatan yang dihadapi serta faktor-faktor dominan yang

mempengaruhinya. Setiap peserta didik sebagai individu mempunyai kemampuan,

kecepatan belajar, karakteristik dan problem-problem sendiri, yang berbeda

dengan individu lainnya. Perkembangan yang optimal hanya mungkin dapat

dicapai apabila kegiatan yang dilakukan siswa dan bantuan yang diberikan guru,

disesuaikan dengan kondisi tersebut.

Kedua, memilih cara pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa.

Pembelajaran yang betul-betul disesuaikan dengan perbedaan individual, harus

pendekatan pembelajaran yang bersifat individual. Pendekatan demikian pernah

dilaksanakan pada delapan PPSP dengan menggunakan sistem modul, tetapi

karena alasan-alasan tertentu, PPSP dibubarkan dan metode tersebut tidak

digunakan lagi. Konsep modul dan sistem belajar sendirinya masih dipakai pada

SMP dan Universitas Terbuka. Di sekolah- sekolah biasa umumnya digunakan

pendekatan yang bersifat klasikal. Dalam pendekatan klasikal sebenarnya tidak

tertutup kemungkinan untuk memperhatikan perbedaan individual. Salah satu

prinsip pengajaran yang efektif, adalah nnenggunakan pendekatan atau metode

dan media yang bervariasi, "pendekatan multi metode-multi media". Dengan

Page 239: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

menggunakan metode dan media yang bervariasi, perbedaan-perbedaan individual

dapat terlayani, di samping pembelajaran menjadi lebih menarik, karena sering

terjadi pergantian kegiatan. Dalam pembelajaran guru dapat mengadakan variasi,

antara metode yang lebih mengaktifkan guru dengan yang mengaktifkan siswa,

antara belajar secara klasikal dengan belajar kelompok dan penugasan yang

bersifat individual. Variasi antara yang menckankan pengetahuan dengan

keterampilan dan nilai-nilai, antara yang hanya menggunakan kapur-papan tulis

dengan menggunakan media, antara me- dia sederhana dengan media yang lebih

kompleks. Juga variasi antara kegiatan yang bersifat menerima, mengolah,

menyajikan, dan penilaian.

Ketiga, kegiatan pembimbingan. Pemilihan .dan penggunaan metode dan

media yang bervariasi tidak dengan sendirinya, akan mengoptimalkan

perkembangan siswa. Pelaksanaan metode pembelajaran tersebut perlu disertai

dengan usaha-usaha pemberian dorongan, bantuan, pengawasan, pengarahan dan

bimbingan dari guru. Pembimbingan ini diberikan pada saat kegiatan

pembelajaran, atau di luar kegiatan pembelajaran. Pembimbingan juga dapat

berupa usaha-usaha pemberian remedial teach- ing dan pengayaan.

C. Peranan Guru dalam Pengembangan Kurikulum

Dilihat dari segi pengelolaannya, pengembangan kurikulum dapat

dibedakan antara yang bersifat sentralisasi, desentralisasi, dan sentral- desentral.

Dalam pengembangan kurikulum yang bersifat sentralisasi, kurikulum disusun

oleh sesuatu tim khusus di tingkat pusat. Kurikulum bersifat uniform untuk

seluruh negara, daerah, atau jenjang/jenis sekolah.

Di Indonesia dewasa ini terutama pada jenjang pendidikan dasar dan

menengah digunakan model Mi. Kurikulum untuk Sekolah Dasar, Sekolah

Lanjutan Tingkat Pertama, Sekolah Menengah Umum, dan Sekolah Menengah

Kejuruan pada prinsipnya seragam. Pengembartgan kurikulum tersebut sudah

tentu memiliki tujuan dan latar belakang tertentu yang sangat mendesak dan

mendasar.

Tujuan utama pengembangan kurikulum yang uniform ini adalah untuk

menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa, serta memberikan standar

Page 240: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

penguasaan yang sama bagi seluruh wilayah. Hal itu dilatarbelakangi oleh

beberapa kondisi. Pertama, wilayah negara Indonesia luas sekali, terbentuk atas

pulau-pulau yang satu sama lain letaknya berjauhan dan terpisahkan oleh laut.

Kedua, kondisi dan karakteristik tiap daerah berbeda-beda, ada yang sudah maju

sekali dan ada yang sangat terbelakang, ada daerah tertutup ada yang terbuka, ada

daerah kaya dan daerah miskin dan sebagainya. Ketiga, perkembangan dan

kemampuan sekolah juga berbeda- beda. Ada sekolah yang sudah mapan mampu

berdiri sendiri dan melakukan pengembangan sendiri, karena memililci

personalia, fasilitas yang memadai, dan manajemen yang mapan. Sekolah yang

lain kondisinya sangat memprihatinkan, karena segalanya masih berada pada

tingkat darurat. Jumlah yang demikian ini tampaknya jauh lebih banyak

dibandingkan dengan sekolah yang telah mapan. Keem pat, adanya golongan atau

kelompok tertentu dalam masyarakat, yang ingin mengutamakan golongan atau

kelompoknya dan menggunakan sekolah sebagai alat untuk mencapai tujuan

tersebut.

Model pengembangan kurikulum yang bersifat sentralisasi mempunyai

beberapa kelebihan di samping juga kelemahan. Kelebihannya selain mendukung

terciptanya persatuan dan kesatuan bangsa, dan tercapainya standar minimal

penguasaan/perkembangan anak, juga model ini mudah dikelola, dimonitor dan

dievaluasi, serta lebih hemat dilihat dari segi biaya, waktu, dan fasilitas. Hal-hal di

atas tampaknya sesuai dengan kondisi dan tahap perkembangan negara kita

dewasa ini.

Model pengembangan ini memiliki beberapa kelemahan. Pertama,

menyeragamkan kondisi yang berbeda-beda keadaan dan tahap perkem- bangan

intelek, alam dan sosial budayanya, sukar sekali. Penyeragaman dapat

menghambat kreativitas, dapat memperlambat kemajuan sekolah yang sudah

mapan dan menyeret perkembangan sekolah yang masih terbelakang.

Penyeragaman yang sangat jauh dari kondisi dan sifat sesuatu wilayah akan

menghambat kepesatan perkembangan wilayah tersebut. Kedua, ketidakadilan

dalam menilai hasil. Dalam kurikulum yang seragam, penilaian sering dilakukan

secara seragam pula. Yang dimaksudkan dengan seragam dalam penilaian yaitu

kesamaan di dalam segi yang dinilai, prosedur dan alat penilaian serta standar

Page 241: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

penilaian. Di muka telah dibahas bahwa dalam wilayah Indonesia yang luas ini

terdapat keragaman kondisi alam, sosial budaya, tingkat intelek, kemampuan dan

fasilitas sekolah. Hasil pendidikan dan pengajaran sangat dipengaruhi oleh faktor-

faktor di atas. Pengabaian faktor-faktor yang mempengaruhi proses pendidikan

merupakan suatu ketidakadilan. Ketiga, penggunaan standar yang sama untuk

semua sekolah di seluruh wilayah akan memberikan gambaran hasil yang

beragam dan menunjukkan adanya perbedaan yang sangat ekstrem. Bagi sekolah-

sekolah yang kebetulan hasilnya sangat baik dapat menimbulkan sikap

kecongkakan, sedangkan bagi sekolah yang hasilnya sangat jelek akan

mengakibatkan rasa rendah din, di samping adanya cemoohan dari berbagai pihak.

Dalam situasi yang tidak sehat bukan tidak mungkin terjadi pembocoran soal,

ketidakjujuran dalam penilaian, dan sebagainya.

Terlepas dari pro dan kontra, kelebihan dan kekurangannya kita akan

mencoba melihat peranan guru di dalamnya. Peranan guru baik dalam model

sentralisasi maupun desentralisasi dapat dilihat dalam tiga tahap, yaitu tahap

perancangan, pelaksanaan dan evaluasi. Kurikulum juga dapat dilihat dalam

lingkup makro dan juga mikro. Pengembangan kurikulum pada tahap perancangan

berkenaan dengan seluruh kegiatan menghasilkan dokumen kurikulum, atau

kurikulum tertulis. Pelaksanaan kurikulum atau disebut juga implementasi

kurikulum, meliputi kegiatan menerapkan semua rancangan yang tercantum dalam

kurikulum tertulis. Evaluasi kurikulum merupakan kegiatan menilai pelaksanaan

dan hasil-hasil penggunaan suatu kurikulum. Kurikulum makro yaitu kurikulum

yang menyeluruh meliputi semua komponen, atau meliputi seluruh wilayah, atau

seluruh siswa pada jenjang pendidikan tertentu. Kurikulum mikro merupakan

jabaran atau rincian dari kurikulum makro, atau rancangan bagi pelaksanaan

pengajaran di kelas. Kedua dimensi pengembngan kurikulum tersebut dapat

dilihat pada Bagan 10.2

Bagan 10.2 Tahap dan Lingkup Pengembangan Kurikulum

Page 242: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

1. Peranan guru dalam pengembangan kurikulum yang bersifat sentralisasi

Dalam kurikulum yang bersifat sentralisasi, guru tidak mernpunyai

peranan dalam perancangan, dan evaluasi kurikulum yang bersifat makro, mereka

lebih berperan dalam kurikulum mikro. Kurikulum makro disusun oleh tim atau

komisi khusus, yang terdiri atas para ahli. Penyusunan kuri- kulum mikro

dijabarkan dari kurikulum makro. Guru menyusun kuriku- lum dalam bidangnya

untuk jangka waktu satu tahun, satu semester, satu catur wulan, beberapa minggu

ataupun beberapa hari saja. Kurikulurn untuk saw tahun, satu semester atau satu

catur wulan disebut juga program tahunan, semesteran, catur wulanan, sedangkan

kurikulum untuk beberapa minggu atau hari, disebut satuan pelajaran. Program

tahunan, semesteran, catur wulanan, ataupun satuan pelajaran memiliki

kornponen-komponen yang sama yaitu tujuan, bahan pelajaran, metode dan media

pembelajaran, dan evaluasi, hanya keluasan dan kedalamannya berbeda-beda.

Menjadi tugas gurulah menyusun dan merumuskan tujuan yang tepat,

memilih dan menyusun bahan pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan, minat dan

tahap perkembangan anak, memiliki metode dan media mengajar yang bervariasi,

serta menyusun program dan alat evaluasi yang tepat. Suatu kurikulum yang

tersusun sistematis dan rinci akan sangat memudahkan guru dalam

implementasinya. Walaupun kurikulum sudah tersusun dengan berstruktur, tetapi

guru masih mempunyai tugas untuk mengadakan penyempurnaan dan

penyesuaian-penyesuaian.

Implementasi kurikulum hampir seluruhnya bergantung pada kreativitas,

kecakapan, kesungguhan, dan ketekunan guru. Guru hendaknya mampu memilih

dan menciptakan situasi-situasi belajar yang menggairahkan siswa, mampu

memilih dan melaksanakan metode mengajar yang sesuai dengan kemampuan

siswa, bahan pelajaran dan banyak mengaktifkan siswa. Guru hendaknya mampu

memilih, menyusun dan melaksanakan evaluasi, baik untuk mengevaluasi

perkembangan atau hasil belajar siswa untuk menilai efisiensi pelaksanannya itu

sendiri.

Guru juga berkewajiban untuk menjelaskan kepada para siswanya tentang

apa yang akan dicapai dengan pengajarannya. Ia juga hendaknya melakukan

berbagai upaya untuk membangkitkan motivasi belajar, menciptakan situasi

Page 243: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

kompetitif dan kooperatif, memberikan pengarahan dan bimbingan. Guru

memberikan tugas-tugas individual atau kelompok yang akan memperkaya dan

memperdalam penguasaan siswa. Dalam kondisi ideal guru juga berperan sebagai

pembimbing, berusaha memahami secara saksama potensi dan kelemahan siswa,

serta membantu mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa.

2. Peranan guru dalam pengembangan kurikulum yang bersifat desentralisasi

Kurikulum desentralisasi disusun oleh sekolah ataupun kelompok sekolah

tertentu dalam suatu wilayah atau daerah. Kurikulum ini diperuntukkan bagi suatu

sekolah atau lingkungan wilayah tertentu. Pengembangan kurikulum semacam ini

didasarkan atas karakteristik, kebutuhan, perkembangan daerah serta kemampuan

sekolah atau sekolah-sekolah tersebut. Dengan demikian kurikulum terutama

isinya sangat beragam, tiap sekolah atau wilayah mempunyai kurikulum sendiri,

tetapi kurikulum ini cukup realistis.

Bentuk kurikulum seperti ini mempunyai beberapa kelebihan di •samping

juga kekurangan. Kelebihan-kelebihannya, di antaranya (1) kurikulum sesuai

dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat setempat, (2) kurikulum sesuai

dengan tingkat dan kemarnpuan sekolah, baik kemampuan profesional, finansial

maupun manajerial, (3) disusun oleh guru-guru sendiri dengan demikian sangat

memudahkan dalam pelaksanaannya, (4) ada rnotivasi kepada sekolah (kepala

sekolah, guru) untuk mengembangkan din, mencari dan menciptakan kurikulum

yang sebaik-baiknya, dengan demikian akan terjadi semacam kompetisi dalam

pengembangan kurikulum.

Beberapa kelemahan bentuk kurikulum ini, adalah: (1) tidak adanya

keseragaman, untuk situasi yang membutuhkan keseragaman demi persatuan dan

kesatuan nasional, bentuk ini kurang tepat, (2) tidak adanya standar penilaian yang

sama, sehingga sukar untuk diperbandingkan keadaan dan kemajuan suatu

sekolah/wilayah dengan sekolah/wilayah lainnya, (3) adanya kesulitan bila terjadi

perpindahan siswa ke sekolah/ wilayah lain, (4) sukar untuk mengadakan

pengelolaan dan penilaian secara nasional, (5) belum semua sekolah/daerah

mempunyai kesiapan untuk menyusun dan mengembangkan kurikulum sendiri.

Page 244: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Untuk mengatasi kelemahan kedua bentuk kurikulum tersebut, bentuk

campuran antara keduanya dapat digunakan, yaitu bentuk sentraldesentral.

Beberapa waktu yang lampau di Perguruan Tinggi di Indonesia digunakan model

pengembangan kurikulum yang sifatnya desentralisasi. Tiap universitas, institut,

atau akademi mempunyai otonomi untuk menyusun dan mengembangkan

kurikulum sendiri, satu berbeda dengan yang lainnya. Dewasa ini kadar

desentralisasinya agak berkurang, dengan adanya usaha-usaha ke arab

penyeragaman. Untuk beberapa perguruan tinggi sejenis dikembangakan kerangka

kurikulum dan kelompok- kelompok mata kuliah atau program inti yang seragam.

Sebagai contoh, pada IKIP atau FKIP ada kelompok-kelornpok mata kuliah dasar

umum, dasar keguruan, dan proses belajar mengajar yang seluruhnya seragam,

ditentukan atau disusun bersama di tingkat nasional. Perbedaan antara suatu IKIP

dengan IKIP lainnya adalah pada kelompok mata kuliah kejuruan atau

spesialisasi. Bentuk kurikulum yang berlaku pada IKIP, FKIP ini mungkin dapat

diklasifikasikan sebagai kurikulum sentralisasi- desentralisasi.

Dalarn kurikulum yang dikelola secara desentralisasi dan sampai batas-

batas tertentu juga yang sentralisasi-desen-tralisasi, peranan guru dalam

pengembangan kurikulum lebih besar dibandingkan dengan yang dikelola secara

sentralisasi. Guru-guru turut berpartisipasi, bukan hanya dalam penjabaran

kurikulum induk ke dalam program tahunan/semester/ catur wulan, atau satuan

pelajaran, tetapi juga di dalarn menyusun kurikulum yang menyeluruh untuk

sekolahnya. Guru-guru turut memberi andil dalam merumuskan setiap komponen

dan unsur dari kurikulum. Dalam kegiatan seperti itu, mereka mempunyai

perasaan turut memiliki kurikulum dan terdorong untuk mengembangkan

pengetahuan dan kemampuan dirirtya dalam pengembangan kurikulum.

Karena guru-guru sejak awal penyusunan kurikulum telah diikutserta- kan,

mereka akan memahami dan benar-benar menguasai kurikulumnya, dengan

demikian pelaksanaan kurikulum di dalam kolas akan lebih tepat dan lancar. Guru

bukan hanya berperan sebagai pengguna, tetapi peren- cana, pemikir, penyusun,

pengernbang dan juga pelaksana dan evaluator kurikulum.

Page 245: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

D. Pendidikan Guru

1. Masalah pendidikan guru

Masalah pendidikan guru tidak dapat dilepaskan dari masalah pendidikan

secara keseluruhan. Dalam pendidikan di Indonesia kita menghadapi dua masalah

besar, yaitu masalah kuantitas dan kualitas pendidikan. Masalah pertama kuantitas

pendidikan, berkenaan dengan penyediaan fasilitas belajar bagi semua anak usia

sekolah. Hal itu berkenaan dengan penyediaan ruang kelas, gedung dan peralatan

sekolah, guru, dan tenaga kependidikan lainnya.

Salah satu penyebab utama yang menuntut pengembangan kuantitas

pendidikan adalah angka kelahiran. Meskipun persentasenya sudah semakin

mengecil tetapi angka pertambahan kelahiran total masih cukup besar. Hal itu

menyebabkan makin membesarnya jumlah calon murid ke sekolah dasar.

Membesarnya jumlah murid SD dengan sendirinya mengakibatkan membesarnya

juga jumlah siswa SLP, SLA, clan perguruan tinggi.

Sebab lain yang mendorong pertambahan calon siswa ke sekolah- sekolah

adalah kebijaksanaan pemerintah yang memberikan kesempatan yang luas dalam

pendidikan, terutama dengan diterapkannya wajib belajar sembilan tahun. Di

samping itu, kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan telah sernakin

besar dan kemampuan ekonomi orang tua juga telah semakin baik.

Akibatnya sekolah-sekolah setiap tahun dihadapkan pada masalah

melimpahnya calon murid yang semakin membengkak. Kecuali di sekolah dasar,

pada daerah-daerah tertentu terjadi pengurangan jumlah murid, hal itu

kemungkinan besar disebabkan keberhasilan program keluarga berencana. Telah

disinggung sebelumnya bahwa pertarnbahan jumlah siswa tersebut selain

menuntut penambahan ruang kelas, gedung, peralatan sekolah dan peralatan

belajar, juga menuntut penambahan jumlah tenaga guru. Guru memegang peranan

kunci bagi berlangsungnya kegiatan pendidikan. Tanpa kelas, gedung peralatan

dan sebagainya proses pendidikan masih dapat berjalan walaupun dalam keadaan

darurat, tetapi tanpa guru proses pendidikan hampir tak mungkin dapat berjalan.

Dengan penambahan jumlah siswa tersebut dibutuhkan penambahan tenaga guru

Page 246: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

yang cukup besar pula setiap tahunnya baik untuk tingkat SD, SLP, SLA maupun

perguruan tinggi.

Masalah kedua yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia adalah

menyangkut kualitas. Masyarakat dan para ahli pendidikan banyak yang

mensinyalir bahwa mutu pendidikan dewasa ini belum seperti yang diharapkan.

Banyak faktor yang mungkin melatarbelakangi hal tersebut. Selain masih

kurangnya sarana dan fasilitas belajar yang tersedia, adalah karena faktor guru.

Hal itu pun mungkin disebabkan dua hal, pertama guru belum atau tidak bekerja

dengan sungguh-sungguh, dan kedua mungkin karena kemampuan profesional

guru yang memang masih kurang. Banyak cara yang telah ditempuh dalam

meningkatkan kompetensi guru, baik melalui pendidikan prajabatan (pre-service

education), maupun pendidikan dalam jabatan (in-service training). Salah satu

pendekatan yang telah dilaksanakan dalam pendidikan prajabatan adalah

pendekatan kompetensi, sedangkan pelatihan dalam jabatan, salah satu program

yang sampai sekarang masih berjalan adalah program bantuan pengembangan

profesi.

2. Standardisasi pendidikan guru

Ada beberapa prinsip yang perlu dijadikan pegangan dalam pengembangan

pendidikan guru. Pertama, syarat untuk masuk ke lembaga pendidikan guru

(tingkat universitas) harus standar, tetapi prosedurnya cukup fleksibel sehingga

dapat menjaring calon-calon yang potensial dan cocok. Penerimaan didasarkan

atas pertimbangan potensi, kecakapan, serta karakteristik pribadi yang dim i liki

yang sesuai dengan sifat jurusan /program yang dipilih. Kedua, program

pendidikan guru hendakriya memiliki tiga komponen yang terintegrasi, yaitu

pendidikan umum, minimal satu bidang spesialisasi, dan keahlian dalam

kurikulum dan pengajaran. Ketiga, perkembangan calon guru dinilai selama

program berlangsung dengan teknik penilaian yang bervariasi, seperti: tes tertulis,

lisan, pengamatan praktik secara langsung dan melalui video, serta penilaian atas

hasil kerja mereka. Hanya yang memperlihatkan hasil-hasil yang baiklah yang

dapat diluluskan, yang lain perlu pembinaan lagi. Keempat, program pendidikan

guru perlu diakreditasi dengan standar yang memungkikan calon guru bisa bekerja

Page 247: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

dengan baik. Kelima, perlu ada lembaga yang memberikan legalitas terhadap

kelayakan program pendidikan guru, standar yang digunakan serta memberikan

sertifikasi terhadap guru. Lembaga ini dikelola oleh para ahli pendidikan guru,

para guru dan pelaksana pendidikan.

Pendidikan guru perlu memiliki suatu standar, yang akan menjadi acuan,

baik dalam pengembangan, pelaksanaan maupun evaluasi program pendidikan

guru.

Dengan mengacu pada National Education Association (NEA) Amerika

Serikat, standar pendidikan guru meliputi lima komponen pendidikan, yaitu:

perencanaan, irnplementasi, personalia, dan isi program serta keang- gotaan dalam

profesi guru.

a. Perencanaan program

1. Tujuan program adalah menyiapkan calon guru agar mampu mengajar

secara efektif.

2. Perencanaan program didasarkan atas pengetahuan tentang apa yang akan

dikerjakan guru di sekolah.

3. Program disusun secara sistematis dan berisi perpaduan antara pendidikan

umum, bidang studi dan profesi kurikulum.

4. Program disusun dan dikembangkan oleh ekspert dalam ilmu pendidikan

(pedagogy), dalam bidang studi (spesilisasi) bersama para praktisi

pendidikan.

5. Rencana program bersifat menyeluruh, berisi pemberian kesempatan untuk

pengembangan sikap, penguasaan pengetahuan, dan keterampilan yang

esensial bagi pelaksanaan pengajaran yang efektif.

b. Implementasi program

1. Implernentasi program sejalan dengan tujuan dan rencana prog- ram.

2. Prosedur penerimaan siswa, pembinaan serta pelulusannya sesuai dengan

tujuan program.

3. Dosen lembaga pendidikan guru memiliki pengetahuan praktis tentang

lapangan (sekolah dan pelaksanaan pengajaran).

4. Program menyediakan kesempatan yang cukup bagi calon guru untuk

mempraktikkan apa yang mereka pelajari.

Page 248: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

5. Program memadukan metode mengajar dengan bahan pelajaran.

c. Personalia program

1. Dosen lembaga pendidikan guru dan guru-guru di lapangan

memperlihatkan sikap dan perilaku seperti yang diharapkan dalam

program.

2. Dosen dan guru-guru yang membimbing calon guru, dipersiapkan khusus

melalui latihan yang intensif dalam bidangnya.

3. Dosen, guru pamong dan staf lainnya dievaluasi dengan kriteria standar,

dan penentuan kebijaksanaan personalia didasarkan atas hasil evaluasi tsb.

d. Isi program

1. Bahan pelajaran

1. Program menyediakan latihan bagi penguasaan keterampilan dasar yang

belum dimiliki calon guru pada waktu masuk.

2. Program menyediakan pengajaran untuk pendidikan umum

3. Program menyediakan pengajaran tentang berpikir kritis, pemecahan

masalah dan kreativitas.

4. Program menyediakan pengajaran bidang studi secara mendalam, baik

yang berkenaan dengan bahan yang a kan diajarkan maupun bahan yang

berhubungan erat.

5. Program menyediakan pengajaran tentang pertumbuhan dan

perkembangan anak.

6. Program menyediakan pengajaran tentang bagaimana siswa belajar.

7. Program menyediakan kesempatan bagi calon guru untuk memperoleh dan

menerapkan pengetahuan dan keterampilan secara efektif terhadap siswa

dari berbagai latar belakang budaya, ras, bahasa, agama, dan sosial

ekonomi.

2. Proses pengajaran

1) Program menyediakan pengajaran bagi pengembangan fisik dan intelek

siswa dari berbagai latar belakang.

Page 249: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

2) Program menyediakan pengajaran tentang strategi pemgajaran.

3) Program menyediakan pengajaran tentang peranan guru dalam penentuart

keputusan.

4) Program menyediakan pengajaran bagimana menggunakan bahan cetak,

bukan cetak dan alat-alat teknologi.

5) Program menyediakan pengajaran bagaimana bekerja dan membantu anak-

anak yang berkelainan.

6) Program meliputi pengajaran tentang pengelolaan kelas.

7) Program menyediakan pengajaran tentang pengembangan keterampilan

hubungan interpersonal dan proses kelompok.

8) Program menyediakan pengajaran tentang keterampilan berkomunikasi

secara luas, terutama yang berhubungan dengan peranan profesional guru.

9) Program menyediakan pengajaran tentang penilaian proses dan hasil

belajar.

10) Program menyediakan pengajaran tentang peranan, pentingnnya dan

sumbangan sekolah terhadap pembangunan bangsa.

11) Program menyediakan pengajaran tentang kebijaksanaan pemerintah dan

pengelolaan pendidikan.

12) Program menyediakan pengajaran tentang hak dan tanggung jawab guru

dart siswa.

e. Keanggotaan profesi

1) Program menyediakan pengajaran tentang bagaimana suatu profesi

diorganisasi, fungsi berbagai organisasi profesi dan tanggung jawab

anggota suatu organisasi profesi.

2) Program menyediakan pengajaran tentang hubungan antara organisasi

profesi dengan lembaga-lembaga pemerintah yang mengelola pendidikan.

Perencanaan dan implementasi program pendidikan guru di Indonesia

dapat dikembangkan dengan menggunakan standar NEA sebagai acuan. Hampir

seluruh butir standar dapat diterapkan, walaupun untuk butir- butir tertentu

membutuhkan beberapa penyesuaian, atau penerapannya secara berangsur-angsur.

Page 250: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Peningkatan mutu pendidikan guru melalui penerapan standar, membutuhkan

beberapa hal.

Pertarna, perlu adanya kesamaan pandangan dari berbagai pihak yang

berkepentingan dan terlibat dalam pengembangan pendidikan guru, ten- tang

program dan standar program pendidikan guru. Adanya perbedaan pandangan

yang jauh, selain akan menghambat kelancaran pengembangan program, juga bisa

menghambat pencapaian program yang bermutu.

Kedua, perlu adanya kesiapan terutama dari para pengelola dan pelaksana

program. Dosen lembaga pendidikan guru dan guru pamong, menjadi barisan

terdepan dalam pembinaan profesi guru. Mereka harus menjadi ekspert dan

sekaligus contoh model bagi para siswa pendidikan guru. Beberapa butir dalam

standar menekankan hal itu. Sudah siap dan akan siapkah para dosen dan guru-

guru di lapangan untuk menjadi ekspert dan model guru yang didambakan? Apa

yang harus dilakukan terlebih dahulu agar mereka betul-betul siap? Guru

profesional bukan hanya tahu banyak, tetapi juga bisa banyak.

Ketiga, agar guru-guru yang dihasilkan dari lembaga pendidikan guru,

betul-betul bisa mengajar diperlukan pengalaman praktik yang memadai. Untuk

itu diperlukan tempat praktik yang representatif yang memung- Idnkan para siswa

calon guru, belajar berlatih dan berbuat banyak. Ini me nyangkut tersedianya

tempat praktik yang representatif, dengan fasilitas dan peralatan praktik yang

memadai. Pengembangan program pendidikan guru yang bermutu standar

membutuhkan dalam menilai kompetensi, harus:

Keempat, pengembangan program pendidikan guru yang bermutu standar

membutuhkan kepedulian, motivasi dan dedikasi yang tinggi dari para

pelaksananya. Upaya apa yang harus dilakukan agar tercipta kondisi tersebut?

Suatu pekerjaan akan dilakukan dengan sungguh-sungguh dan penuh semangat,

apabila para pelaku pekerjaan itu merasa enjoy dengan pekerjaan tersebut. Apa

yang harus diupayakan agar para pelaksana pendidikan guru merasa enjoy. Hal

yang sama juga berlaku agar para guru di sekolah merasa enjoy dengan

pekerjaannya. Apakah imbalan finansial yang akan menumbuhkan enjoyness?

atau pimpinart yang bijaksana dengan kepemimpinannya yang terbuka? atau

Page 251: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

sistem kenaikan pangkat yang terbuka yang memungkinkan guru-guru (termasuk

guru sekolah dasar) bisa mencapai golongan IVe? atau faktor-faktor lainnya?

3. Pendidikan guru berdasarkan kompetensi

Salah satu model pendidikan guru yang mungkin bisa mencapai standar,

adalah model pendidikan guru berdasarkan kompetensi (PGBK) atau competence

based teacher education (CBTE). Beberapa ahli lebih setuju memakai kata

performance (perbuatan atau perilaku) daripada competence, karena

dipandangnya lebih luas. Dalam tulisan ini keduanya dipandang sama.

Stanley Elam (1971) merumuskan beberapa unsur yang esensial dalam PGBK.

Unsur-unsur itu berkenaan dengan program pendidikan, pelaksanaan program

serta hal-hal yang bersifat umum.

1) Berkenaan dengan program pendidikan Elam merumuskan unsurunsur sebagai

berikut:

a. Kompetensi (pengetahuan, keterampilan dan perilaku) yang diperlihatkan

siswa:

Berasal dari konsep yang tampak dari perenan guru,

Dirumuskan secara jelas sehingga dapat diukur dalam perilaku siswa

sebagai perwujudan kemampuannya,

Dapat dikenal secara umum.

b. Kriteria yang digunakan untuk mengukur kompetensi:

Didasarkan dan disesuaikan dengan kompetensi-kompetensi yang

spesifik,

Dirumuskan secara eksplisit dan menunjuk pada tingkat penguasaan

tertentu,

Kriteria tersebut harus dipublikasikan.

c. Penilaian kompetensi siswa:

Menggunakan perbuatan siswa sebagai sumber pertama,

juga mengguriakan pengetahuan siswa yang berkaitan dengan rencana

untuk menganalisis, menginterpretasikan, dan minilai situasi atau

perilaku,

Harus objektif.

Page 252: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

d. Perkembangan siswa dalam menempuh program pendidikan ditentukan

oleh kompetensi yang telah dikuasai, dan bukan ditentukan oleh waktu

atau mata pelajaran yang telah ditempuh.

e. Program pengajaran ditujukan untuk mendorong perkembangan siswa

serta menilai penguasaan siswa tentang kornpetensi kompetensi tertentu.

2. Berkenaan dengan pelaksanaan program menurut Elam PGBK memiliki

karakteristik sebagai berikut:

a. Pengajaran bersifat individual dan personal. Dalam PGBK waktu bukan

sesuatu yang konstan tetapi hanya sebagai variabel, karena tiap siswa

punya latar belakang dan tujuan yang berbeda, maka pengajaran sangat

bersifat personal dan individual.

b. Pengalaman belajar siswa dituntun oleh umpan balik yang diterima dari

teman, dari guru atau dari dirinya sendiri. Setiap basil yang is memperoleh

merupakan umpan balik yang menentukan kegiatan selanjutnya.

c. Program pengajaran tersusun dalam suatu sistem. Semua komponen

pengajaran tersusun secara sistematis terarah pada pencapai tujuan

tertentu.

d. Penekanan program pengajaran adalah pada keluaran (hasil) dan bukan

pada masukan.

e. Pelaksanaan pengajaran bersifat modular. Modul merupakan seperangkat

kegiatan belajar, dengan unsur-unsur (tujuan, prasyarat, pra-penilaian,

kegiatan pembelajaran, pasca-penilaian, dan perbaikan) ditujukan

membantu siswa menguasai kemampuan- kemampuan tertentu.

Pengajaran modular memungkinkan pengajaran bersifat individual,

personal dan independen, maju sesuai dengan iramanya sendiri.

f. Siswa dinyatakan telah selesai dalam sutau program, apabila telah

mengusai semua kemampuan yang dituntut.

3. Di samping dua komponen PGBK di atas, menurut Elam ada beberapa

karakteristik dasar yang menyangkut hal-hal lain yang lebih umum.

Page 253: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

a. Program pengajaran berpusat pada lapangan. Karena PGBK menekankan

pada perbuatan maka kegiatan pengajarannya sebanyak-banyaknya

dilaksanakan di lapangan dalam situasi yang nyata.

b. Dalam pelaksanaan pengajaran siswa banyak mendapat kesempatan

berlatih membuat penentuan keputusan.

c. Bahan-bahan dan pengalaman disiapkan dalam bentuk yang

memungkinkan banyak mendapatkan konsep, keterampilan dan

pengetahuan. Bahan-bahan disusun dalam bentuk materi protokol dan

dibantu atau diintegrasikan dengan materi latihan.

d. Guru dan siswa bersama-sama merencanakan pengajaran. Siswa membuat

keputusan tentang pengajarannya, ia pula yang mencobanya, serta menilai

hasil dan pelaksanaannya.

e. Untuk memberikan umpan batik dalam rangka perbaikan dan mengadakan

regeneratif maka siswa juga mengadakan penclitian- penelitian.

f. Pembinaan profesional bukan hanya pada pendidikan pra-jabatan tetapi

diteruskan dalam pengembangan karier.

g. Siswa bukan saja harus menguasai teknik-teknik pengajaran, tetapi juga

harus menguasai teknik-teknik pengajaran, harus mampu mendiagnosis,

mengintegrasikan dan memecahkan problem-prob- lem pengajaran.

Pendidikan guru yang didasarkan atas kompetensi mengajar dan PGBK

mempunyai beberapa proposisi:

1. Guru adalah orang yang berpendidikan luas dengan latar belakang bidang

pengajaran yang mendalam,

2. Perbuatan guru memanifestasikan penguasaan behavioral science yang

luas,

3. Dalam keputusan is ambit secara rasional,

4. Guru menguasai teknik-teknik komunikasi serta strategi mengajar dengan

baik,

5. Dalam perbuatannya guru merefleksikan profesionalisme.

Page 254: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Menurut Robert Houston dan Howard L. Jones ada lima belas kompetensi

yang harus dimiliki guru yaitu:

1. Mendiagnosis kebutuhan emosional, sosial, jasmaniah, intelektual siswa.

2. Merumuskan tujuan-tujuan instruksional yang didasarkan atas kebutuhan

siswa.

3. Membuat rencana pelajaran untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

4. Melaksanakan pengajaran sesuai dengan rencana tersebut

5. Merencanakan dan melaksanakan penilaian untuk menilai hasil belajar

siswa dan efektivitas pengajaran.

6. Menyesuaikan pengajaran dengan latar belakang budaya siswa.

7. Memperlihatkan keterampilan mengajar dan model-model pengajaran

untuk mencapai tujuan tertentu bagi siswa tertentu.

8. Memperlihatkan pola-pola komunikasi yang efektif dalam kelas.

9. Menggunakan sumber-sumber yang sesuai untuk mencapai tujuan

pengajaran.

10. Memonitor proses dan hasil belajar dan mengadakan perbaikan

pengajaran.

11. Menguasai bidang studi yang akan diajarkannya.

12. Menggunakan keterampilan manajerial dan organisasi dalam mendorong

perkembangan sosial, emosi, jasmani dan intelek siswa.

13. Sensitif terhadap kebutuhan dan perasaan sendiri dan juga terandap

kebutuhan dan perasaan orang lain.

14. Bekerja efektif dalam kelompok profesional.

15. Menganalisis efektivitas keprofesionalannya dan terus berusaha

memperluas efektivitas tersebut.

4. IKIP, FKIP, STKIP sebagai lembaga pendidikan guru

Di Indonesia dewasa ini, kita mempunyai dua kelompok lembaga

pendidikan guru, yaitu: IKIP, FKIP, dan STKIP yang merupakan lembaga

pendidikan guru pada jenjang perguruan tinggi, dan PGA pada jenjang pendidikan

menengah. Sebelumnya pada jenjang pendidikan menengah juga ada SPG dan

SGO yang menyiapkan calon-calon guru sekolah dasar. Dewasa ini penyiapan

Page 255: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

guru-guru sekolah dasar dikerjakan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) yang

merupakan Program D2 pada IKIP, FKIP, dan STKIP.

Dalam bagian ini yang akan dibahas terbatas hanya pada IKIP, FKIP, dan

STKIP sebagai lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) yang

menyiapkan guru dan tenaga kependidikan lainnya pada jenjang Sekolah Dasar,

Sekolah Lanjutan Pertama dan Sekolah Lanjutan Atas serta LPTK sendiri.

Meskipun ada tiga lembaga formal lembaga pendidikan guru berjenjang

pendidikan tinggi, yaitu IKIP, FKIP, dan STKIP, tetapi dasar, tujuan dan misinya

sama, perbedaannya hanya pada keorganisasiannya saja. IKIP sebagai lembaga

pendidikan guru berstatus institut merupakan lembaga otonom, berada langsung di

bawah Mendikbud, mempunyai jumlah fakultas, jurusan, dan program studi. FKIP

merupakan lembaga pendidikan guru, berstatus fakultas berada di universitas (di

bawah Rektor), mempunyai sejumlah Jurusan dan Program Studi. STKIP setara

dengan FKIP mempunyai beberapa Jurusan dan Program Studi, tetapi

kedudukannya otonom seperti IKIP (di bawah Menteri).

LPTK (IKIP, FKIP, dan STKIP) mempunyai misi menyiapkan tenaga-

tenaga profesional di bidang kependidikan, dalam berbagai bidang

keahlian/program studi, program gelar clan non-gelar. Program gelar memberikan

tekanan pada pembentukan keahlian akadernik, sedang non- gelar pada keahlian

profesional.

Menurut Kepmen 211 tahun 1982, ada tiga jenjang program gelar, yaitu

Sarjana (Si) dengan rentang studi 8-14 semester, jenjang Pascasarjana (52)

rentang studi 12-18 semester dan jenjang Doktor (S3) rentang 16-22 semes- ter di

atas SMTA. Dewasa ini yang menyelenggarakan jenjang program S2 dan S3

hanya beberapa IKIP, belum ada FKIP dan STKIP yang menyelenggarakan

jenjang program S2 dan S3.

Program non-gelar disebut juga program Diploma, terdiri atas Diploma I

dengan paket kurikulum 2 semester, dan rentang studi 2-4 semester, Di- ploma II

paket kurikulum 4 semester, rentang studi 4-6 semester, Diploma 3 paket

kurikulum 6 semester, rentang studi 6-10 semester clan Diploma 4 paket

kurikulum 8 semester, rentang studi 8-14 semester di atas SMTA. Selama ini

Page 256: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

program Diploma yang dilaksanakan di LPTK adalah Diploma II dan III, dan

dewasa ini program Diploma III juga sudah mulai tidak dibuka lagi.

Selain kedua program di atas, ada lagi satu program yang diterapkan pada

LPTK, yaitu program Akta. Program ini ditujukan untuk memberikan wewenang

kependidikan khususnya wewenang mengajar. Bagi para mahasiswa LPTK

program ini sudah terintegrasi dengan program gelar maupun non-gelar, tetapi

bagi luar LPTK yang ingin menjadi guru, harus mengambilnya secara terpisah.

Ada lima jenjang program Akta, masing- masing beban studinya 20 SKS, hanya

berbeda jumlah SKS yang telah dimiliki pada bidang studi non-kependidikan.

Akta I setelah memiliki 20 SKS, Akta II setelah memiliki 60 SKS, Akta III setelah

memiliki 90 SKS, Akta IV setelah memiliki 124 SKS dan Akta V setelah

memiliki 160 SKS pada bidang studi non-kependidikan.

Penyiapan tenaga kependidikan pada LPTK umumnya menggunakan

model pendidikan simultan (concurrent model) yaitu materi bidang studi

diberikan bersama-sama dengan materi kependidikan, kecuali untuk program akta

bagi talon guru dari luar LPTK menggunakan model pendidikan berurutan

(consecutive model), kependidikan ditempuh setelah menguasai bidang studi.

Secara garis besar ada dua jenis keahlian yang dibina pada LPTK, yaitu

guru dan non-guru, baik untuk jenjang Sekolah Dasar, STLP maupun SLTA.

Penyiapan guru Sekolah Dasar dilaksanakan dalam program D2 PGSD, ada

program guru kelas ada guru bidang studi khususnya pendidikan jasmani. Pada

beberapa IKIP mulai dirintis pengembangan PGTK untuk guru Taman Kanak-

Kanak. Untuk tenaga guru SLTP, dan SLTA (SMU dan SMK) disiapkan dalam

program D3 dan Si berbagai bidang studi, kelompok pendidikan ilmu sosial,

bahasa dan sastra, matematika dan ilmu pengetahuan alam, teknik dan kejuruan,

serta olah raga dan kesehatan. Untuk tenaga non-guru disiapkan dalam program

Si, bidang bimbingan dan konseling, teknologi pendidikan, administrasi

pendidikan, pendidikan luar sekolah, dan pendidikan luar biasa. Peningkatan

profesionalisme para dosen dilakukan melalui program S2 dan S3, baik bidang

studi maupun kependidikan.

Walaupun LPTK umumnya tidak menerapkan konsep PGBK secara utuh,

tetapi beberapa prinsip dan unsur PGBK tetapi menjadi pegangan. Prinsip penting

Page 257: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

PGBK yang tetap diperhatikan dalam program pendidikan LPTK adalah

tekanannya pada pengembangan kemampuan. Konsep kemampuan ini telah

dimodifikasi yaitu dipadukan dengan konsep disiplin ilmu (bidang studi) dalam

pengembangan topik-topik inti. Prinsip lainnya adalah tekanan kepada

pengalaman lapangan. Pengembangan kemampuan profesional pada bidang

kependidikan, khususnya guru harus diperkuat dengan pengalaman lapangan yang

cukup intensif dan kaya.

Program pendidikan guru yang dikembangkan pada LPTK diarahkan pada

pengembangan kemampuan yang seimbang, baik antara kemampuan sebagai

tenaga ahli-profesional dengan sebagai warga negara, maupun antara

kemampuan/penguasaan bidang ilmu/bidang studi dengan bidang kependidikan.

Pengembangan kemampuan yang seimbang ini dirancang dalam program

pendidikan/kurikulum dengan komponen-komponen dasar umum, dasar

kependidikan, proses belajar-mengajar dan bidang studi. Bobot SKS memang

lebih besar pada bidang studi hampir tiga perempat dari kependidikan. Rinciannya

adalah dasar umum 14 SKS, dasar kependidikan 12 SKS, proses belajar-mengajar

18 SKS, dan bidang studi 100-116 sks.

E. Buku Acuan

Cruickshank, Donald R. et a!. (1980). Teaching is Tough. Englewood Cliff, New

Jersey: Prentice Hall Inc.

Penyusunan buku ini dimaksudkan untuk membantu guru-guru dalam

memecahkan masalah pendidikan yang sering mereka hadapi. Tulisan ini diberi

judul Teaching is Tough, karena mengajar merupakan suatu pekerjaan yang bukan

saja menuntut kemampuan intelektual dan fisik, tetapi juga kemampuan

psikologis dan afektif. Guru bukan saja harus bekerja sama dengan siswa, sebagai

muridnya yang sering sekaligus juga jadi kliennya, tetapi juga harus bekerja sama

dengan staf sekolah yang lain, °rang tua serta warga masyarakat lainnya. Ada lima

problem utama menurut penulis yang dihadapi guru dalam tugasnya. Pertama,

masalah afiliation, menjalin kerja sama dan membina hubungan baik serta

menanamkan disiplin pada siswa. Kedua, control, yaitu membina dan mengawasi

Page 258: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

siswa agar berperilaku seperti yang diharapkan. Ketiga, parent relation and home

condi- tion, yaitu menjalin hubungan baik dengan orang tua serta memahami

kondisi keluarga mereka. Masalah keempat adalah, student success, berusaha

membantu siswa agar berhasil baik dalam perkembangan akademis maupun

sosialnya. Kelima adalah time, membagi dan mengelola waktu baik bagi

kebutuhan pribadi guru maupun bagi penyelesaian dan perkembangan tugas-tugas

profesinya.

Wolfgang, Charles H. and Glickman, Carl D. (1980). Solving Discipline Prob-

lems. Boston: Allyn & Bacon Inc.

Banyak masalah yang dihadapi guru dalam kelas. Buku ini menguraikan

beberapa strategi untuk memecahkan berbagai masalah, terutama masalah siswa

dalam kelas. Buku ini sangat penting terutama bagi guru dan kepala sekolah,

karena mereka adalah manajer kelas dan sekolah. Penulis menegaskan bahwa,

tidak ada satu cara yang terbaik untuk memecahkan masalah dalam kelas, tetapi

banyak cara. Guru dan kepala sekolah harus dapat memilih dan menggunakan

cara yang paling tepat. Dalam buku ini dikemukakan sejumlah strategi atau model

pemecahan yang dapat dipilih oleh guru. Model-model tersebut adalah:

Supportive model dari Gordon dengan Teacher Effectiveness Training Analysis-

nya; Valuing model dari Raths dan Simon dengan Value Clarification Tech-

nique-nya; Social Discipline model dari Rudolf Dreikurs, Reality model dari

William Glasser, Behavior Modification model, Behaviorism/Punishment model

dari Engleman dan Dobson. Pada bagian akhir tulisannya dijelaskan peranan guru

dalam memahami masalah siswa dengan berbagai macam latar belakangnya serta

cara mereka bertindak sebagai decision maker dalam kelas.

Emmer, Edmund T. et al. (1984). Classroom Management for Secondary Teach-

ers. Englewood cliffs, New Jersey: Prentice Hall Inc.

Kelas yang baik tidak terjadi dengan sendirinya, hal itu terjadi karena guru

memahami benar situasi kelas dan perilaku para siswa serta berusaha keras untuk

menciptakannya. Buku ini membahas bagaimana menciptakan kelas yang

terkelola dengan baik. Secara garis besar pengelolaan kelas ini meliputi tiga

Page 259: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

langkah: perencanaan, dilakukan sebelum tahun ajaran, pelaksanaan pengelolaan,

serta pemeliharaan prosedur pengelolaan, keduanya dilakukan sepanjang tahun

ajaran. Ketiga langkah pengelolaan tersebut dalam buku ini meliputi, pengelolaan

ruang kelas dan alat-alat belajar, memilih peraturan dan prosedur pengelolaan,

mengelola kegiatan siswa, memelihara perilaku siswa, memberikan ganjaran dan

hukuman, mengorganisasi dan melaksanakan kegiatan pengayaan, mengelola

kelompok-kelompok khusus, mengevaluasi organisasi dan manajemen kelas.

Buku ini menguraikan hal-hal yang sangat praktis, oleh karena itu buku ini sangat

berharga bagi guru-guru, kepala sekolah, konselor serta para mahasiswa yang

sedang mempersiapkan din i untuk menjadi guru.

Schwebel, Andrew I. et al. (1979). The Studnet Teacher's Handbook. New York:

Barners & Nobles Books.

Sesuai dengan judulnya, buku ini memberikan gambaran dan sekaligus

pedoman kepada calon-calon guru serta para mahasiswa yang sedang belajar di

Fakultas Pendidikan/Keguruan tentang apa yang diharapkan dari seorang calon

guru, serta gambaran nyata yang akan dihadapi para calon guru di dalam kelas.

Dengan ilustrasi yang menarik dilukiskan dalam buku ini kegiatan sehari-hari para

calon guru yang sedang berpraktik di sekolah. Digambarkan dengan jelas

bagaimana hubungan antara guru dengan siswa, dengan guru lain, kepala sekolah,

pengawas dan orang tua siswa. Bagaimana kurikulum, bagaimana menyusun

persiapan mengajar, bagaimana memecahkan masalah siswa, bagaimana mencari

keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan individu dengan kelas.

Perkembangan calon guru dari serba ragu menjadi penuh keyakinan dan penuh

tanggung jawab, berdiri sendiri.

Page 260: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

DAFTAR RUJUKAN

Alisyahbana, Iskandar (1980). Teknologi dan Perkembangan. Jakarta: Yayasan Idayu.

Anwar Jasin, (1987). Pembaharuan Kurikulum Sekolah Dasar Sejak Proklamasi Kemerdekaan. Jakarta: Balai Pustaka.

Apeid. (1984). Training Educational Personnel for Integrated Curriculum.Bangkok: Unesco, Regional Office for Education in Asia and Pacific.Beauchamp, George A. (1975). Curriculum Theory. Wilmette, Illinois: The KAGG Press.

Beanne, J.A. & Toepfer, Jr. C.F. & Alessi, S.J. (1986). Curriculum Planning and Development. Newton, Massachussetts: Alyn and Bacon, Inc.

Beanne, J.A. (Ed). (1995). Toward A Coherent Curriculum. Alexandria, Virginia: ASCD.

Beeby, C.E. (1981). Pendidikan di Indonesia: Penilaian dan Pedoman Perencanaan. Jakarta: LP3ES.

Bigge, Morris L. & Hunt, Maurice P. (1980). Psychological Foundation of Education. New York: Harper & Row Pub.

Brandes, D & Ginnis, P. (1992), The Student Centred School. Great Britain: Simon and Schuster Education.

Brown, George I. (Ed). (1975). The Live Classroom. New York: The Viking Press.

Brown, James W. (Ed). 1984. Trends in Instructional Technology. Syracuse: ERIC Clearinghouse on Information.

Chambers, John H. (1983). The Achievement of Education. New York: Harper & Row Pub.

Conny R. Semiawan & T. Raka Joni. (1993). Pendekatan Pembelajaran: Acuan Konseptual Pengelolaan KBM di Sekolah. Jakarta: Konsorsium Ilmu

Pendidikan, Ditjen Dikti Depdikbud.

Cornnelly, F.M. (1992). Curriculum Inquiry. Oxford, UK: Blackwell Publisher.

Davies, Ivor K. (1981). Instructional Techniques. New York: McGraw Hill Books, Co.

Page 261: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Depdikbud. Kurikulum SD, SMP, SMA, Kejuruan 1975, 1984, 1994. Jakarta: Depdikbud

Depdikbud, (1990). Peraturan Pelaksanaan Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Armas Duta Jaya.

Doll, Ronald C. (1974). Curriculum Improvement, Decision Making and Process. Boston: Allyn & Bacon, Inc.

Dull, Lloyd W. (Ed). (1977). Selecting and Use of Teaching Technology. Columbus, Ohio: Ohio Departemen of Education.

Dunkin, Michael, J. (Ed). (1987). The International Encyclopedia of Teaching and Teacher Education. Oxford, New York: Pergamon Press.

Gagne, Robert M. (1965). The Condition of Learning. New York: Holt, Rinehart & Winston.

Gardiner, W. Lambert. (1980). The Psychology of Teaching. Monterey, Califor- nia: Brooks/Cole Publishing.

Glasser, William. (1980).Control Theory in the Classroom. New York: Harper & Row Publisher.

Habibie, B.J. (1983). Beberapa Pemikiran tentang Strategi Transformasi Industri suatu Negara Sedang Berkembang. Jakarta: Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi.

Hall, Calvin S. & Lindzey, Gardner. (1970). Theories of Personality. New York: John Wiley & Sons.

Hass, Glen. (Ed). (1970). Readings in Curriculum. Boston: Allyn and Bacon, Inc.

Hass, Glen. (Ed). (1980).Curriculum Development, A Humanized System Approach. Belmont, California: Lear Siegler Inc.

Hillgard, Ernest R. & Gordon H. Bower. (1966). Theories of Learning. New York: Appleton Century Crofts.

Hlebowitsh, Peter S. (1993). Radical Curriculum Theory Reconsidered. New York and London: Teacher College, Columbia University.

Hodgkinson, Bill. (1991). Curriculum in the Classroom. Queensland: Distance Education Centre.

Holmes Group, (1990). Tomorrow's Schools. East Lansing, USA: The Holmes Group.

Page 262: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Hosyom, John. (1985). Inquiring Into the Teaching Process. Toronto, Ontario: Oise Press.

Jackson, Philip W. (Ed). (1992). Handbook of Research on Curriculum. New York: Macmillan Publishing Co.

Johnson, Mauritz. (1977). Intentionality in Education. New York: Center for Curriculum Research and Services.

Kaplan, Abraham. (1964). The Conduct of Inquiry. San Fransisco: Chandler Publishing Co.

Kast, Fremont E. & Rosenweig James E. (1962). Science Technology and Man agement. New York: McGraw Hill Book Co.

Kibler, Robert J, et al. (1970). Behavioral Objectives and Instruction, Allyn & Bacon.

Klose, Al Paul. (1980). Democracy, Technology, Collision. Indianapoli, Rulihs Merrill Educational Publishing.

Koentjaraningrat. (1979). Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.

Kryspin, William J. at al. (1974). Writing Behavioral Objectives. Minneapolis, Minnesota: Burgess Pub. Co.

Kourilsky, Marilyn & Quaranta, Lory. 1987. Effective Teaching. London: Scott, Foresman and Co.

Lapp, Dianne. et al. (1975). Teaching and Learning: Philosophical, Psychological, Curricular Application. New York: Macmillan Pub. Co. Inc.

Mac Donald, James B. (1965). Educational Models for Instruction. Washington DC: The Association for Supervision and Curriculum Development.

Miller, J.P. & Seller, W. (1985). Curriculum : Perspectives and Practices. New York and London: Longman.

Mouly, George, J. (1970). The Science of Educational Research. New York: American Book Co.

McCutcheon, Gail. (Ed). (1982). Curriculum Theory: Theory Into Practice. Journal Vol. XXI No.1 1982, OSU.

McNeil John D. (1977) Curriculum A Comprehensive Introduction. Boston: Little Brown & Co, Inc.

Page 263: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

NEA, (1982). Excellence in Our Schools Teacher Education: An Action Plan. Washington DC.

Novak, Joseph D. (1986). A Theory of Education. Ithaca: Come! University Press.

Petty, Walter T. (Ed). (1976). Curriculum for the Modern Elementary School. Chicago: Rand MacNally College Pub.

Qodir, C.A. (Ed). (1995). Ilmu Pengetahuan dan Metodenya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Raka Joni, T. (1992). Pokok-Pokok Pikiran Mengenai Pendidikan Guru. Jakarta: Konsorsium Ilmu Pendidikan, Ditjen Dikti, Depdikbud.

Ruggiero, V.R. (1988). Teaching Thinking Across the Curriculum. New York: Harper & Row, Publishers.

Skinner, B.F. (1972). Beyond Freedom and Dignity. New York: Alfred A Knopf, Inc.

Snow, Richard E. (1973). Theory Construction for Research on Teaching, in Travers, R.M. (Ed), Second Handbook of Research on Teaching. Chicago: Rand Mac Nally & Co.

Schubert, W.H. (1986). Curriculum: Perspective, Paradigm and Possibility. New York: Macmillan Pub.

Seckinger, Donald S. (1975). Problem Approach to Foundation of Education. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Sleeman, P.J. & Rockwell D.M. (1976). Instructional Media and Technology. Stroudsberg : downden, Hutchinson & Sons.

Stephem, Thomas M. (1970). Directive Teaching. Columbus, Ohio: Charles E Merril Pub. Co.

Susskind, Charles. (1978). Understanding Technology. Baltimore and London: The John Hopkins University Press.

Taba, Hilda. (1962). Curriculum Development: Theory and Practices. New York: Harcourt, Brace and World, Inc.

Tanner, Daniel & Tanner, Laurel, N. (1980). Curriculum Development. Macmillan Publishing Co, Inc.

Thomas, Murray. (1979). Comparing Theories of Child Development. Belmont, California: Wadsworth Pub. Co.

Page 264: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

Tilaar, H.A.R. (1991). Sistem Pendidikan Nasional yang Kondusif bagi Pembangunan Masyarakat Industri Modern Berdasarkan Pancasila. Jakarta: Panitia Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional V.

Tisna Amidjaja, D.A. (1980). Pedoman Pelaksanaan Pala Pembangunan Sistem pendidikan Tenaga Kependidikan di Indonesia. Jakarta: Depdikbud.

Toffler, Alwvi.n. (1980). Gelombang Ketiga. Jakarta: Panca Simpati.

Unruh, G.G. & Unruh, A. (1984). Curriculum Development. Berkeley, California: McCutchan Publishing, Co.

Welch, I.D. (Ed). (1978). Humanistic Psychology. New York: Promenthus Books.

Woolfolk, Anita E. et al. (1984). Educational Psychology for Teachers. New Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliffs.

Zais, Robert S. (1976). Curriculum Principles and Foundations. New York: Harper & Row Publisher.

Page 265: scanan PENGEMBANGAN KURIKULUM

TENTANG PENULIS

PROF. DR. NANA SYAODIH SUKMADINATA, penulis buku ini,

adalah dosen tetap pada IKIP Bandung. Penulis menyelesaikan program Sarjana

Muda tahun 1963 pada Jurusan Pedagogik, sarjana pada tahun 1966 Jurusan

Bimbingan dan Penyuluhan dan Program Doktor pada tahun 1983 Jurusan

Pengembangan Kurikulum FPS, IKIP Bandung dengan tambahan kredit dari

Universitas California di Santa Barbara 1977/1978. Penulis juga mengikuti

program Refresher tahun 1986/1987 pada Universitas Ohio, Co- lumbus.

Saat ini penulis mengajar mata kuliah Pengembangan Kurikulum dan

Metode Penelitian pada PPS IKIP Bandung. Pada program Si penulis juga

mengajar mata-mata kuliah Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Konseling pada

IKIP Bandung dan Universitas Islam Bandung, dan sebelumnya nak.rtgaiarkan

mata kuliah yang sama selama beberapa tahun pada Universitas Siliwangi

Tasikmalaya, Universitas Ibnu Khaldun dan Universitas Pakuan Bogor,

Universitas Pasundan, STIA, dan STKS Bandung. Sampai saat ini penulis masih

menjadi pengajar luar biasa pada SESKOAD dan SESPIMPOL.

Beberapa buku yang pernah ditulis: Pengan tar Psikologi (1967), Teori dan

Teknik Bimbingan Kelompok (1975), Pen yuluhan Individual (1976), Teknik-

Teknik Pemahaman Individu, (1978), The Role of Remediation in the Indonesian

System bersama R.M. Thomas (1978), Mendiagnosis dan Membantu Kesulitan

Belajar Siswa (1978), Teknik Penilaian dan Bimbingan Pen yuluhan bersama Drs.

Rochman Natawidjaja (1979), Psikologi Umum dan Sosial bersama Djasman

Adimihardja, M.A. (1982), Strategi Bela jar-Mengajar (1984), Prinsip dan

Landasan Pengembangan Kurikulum (1988), Psikologi Belajar (1991).