SARI PUSTAKA CATUR.docx

88
SARI PUSTAKA HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DAN OBESITAS PADA ANAK Disusun oleh : Catur prangga wadana S 501108020 Pembimbing: Dra. Suci murti karini, M. Si. PROGRAM PENDIDIKAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 0

Transcript of SARI PUSTAKA CATUR.docx

SARI PUSTAKA

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DAN OBESITAS PADA ANAK

Disusun oleh :Catur prangga wadanaS 501108020

Pembimbing:Dra. Suci murti karini, M. Si.

PROGRAM PENDIDIKAN ILMU KESEHATAN ANAKFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA2013

BAB IPENDAHULUANA. Latar belakangObesitas pada anak sudah memasuki tingkat kekhawatiran yang tinggi di dunia barat, di negara berkembang obesitas menjadi permasalahan yang membutuhkan perhatian khusus.Obesitas pada anak sampai saat ini masih merupakan masalah yang kompleks, penyebabnya multifaktorial sehingga menyulitkan penatalaksanaannya. Obesitas mempunyai dampak pada tumbuh kembang anak terutama aspek perkembangan psikososial.1,2,3Anak-anak dengan obesitas mempunyai beberapa konsekuensi berupa permasalahan di bidang fisik dan psikososial yang akan dihadapi seiring dengan bertambahnya umur,bukti penyebab atau hubungan antara obesitas dan kesehatan mental belum sampai pada kesimpulan yang terbaik.4,5 Dalam kenyataannya, beberapa penelitian menduga kekhawatiran tentang berat badan dan bentuk tubuh akan berhubungan sebagai bahan ejekan berdasar berat badan, hal itu menyebabkan perbedaan kondisi psikososial antara anak yang satu dengan yang lain berbeda dalam menghadapinya.6,7Obesitas pada anak mempunyai dampak yang signifikan bagi perkembangan emosi anak atau remaja muda, yang akan mengalami diskriminasi, stigmatisasi, seseorang dengan obesitas akan dihubungkan dengan karakteristik yang negatif, dan cenderung akan diganggu oleh teman-temannya.8,9Di Indonesia sendiri, prevalensi nasional gizi lebih pada balita adalah 4,3%. Prevalensi nasional balita yang mengalami obesitas adalah 12,2%, sementara itu secara khusus hasil Riskesdas (Riset kesehatan dasar) propinsi Jawa tengah tahun 2007 prevalensi anak balita di propinsi Jawa tengah dengan gizi lebih sebanyak 11,4%, sedangkan anak umur 6-14 tahun (usia sekolah) mempunyai prevalensi berat badan lebih sebesar 6,6% pada anak laki-laki dan 4,6% pada anak perempuan. Data penelitian multisenter tahun 2004 oleh Sjarif DR tahun 2005 yang dilakukan di 10 kota yaitu Medan, Padang, Palembang, Jakarta, Semarang, Solo, Jogjakarta, Surabaya, Denpasar, dan Menado didapatkan prevalensi obesitas pada anak usia sekolah dasar sekitar 12%, sedangkan prevalensi kematangan sosial pada anak obesitas di Surakarta sebesar 32,5%, tingkat kematangan sosial tersebut ditentukan oleh 2 faktor yaitu gender dan intelegensi (Lestari ED, Hidayah D, Karini SM , 2006).3,10,11,12B. Metodologi

Penyusunan sari pustaka ini dilakukan dengan mengumpulkan kepustakaan tentang kecerdasan emosi yang berkaitan dengan terjadinya obesitas kemudian dilakukan pengkajian dari kepustakaan yang didapat. Penelusuran ini dilakukan secara manual yaitu melalui buku, majalah kedokteran, maupun melalui internet. Penelusuran melalui internet dilakukan dengan menggunakan fasilitas mesin pencari yang tersedia seperti Pubmed, eMedicine, Google, dengan kata kunci yang digunakan adalah Obesity, emotional intelligence, self esteem, body dissatisfaction, consecuence, children. Karena diperlukan data sebanyak-banyaknya, maka artikel yang dipilih tidak dibatasi oleh kurun waktu tertentu. Kriteria inklusi yang digunakan adalah artikel, tinjauan pustaka, naskah lengkap, serta jurnal penelitian.

BAB IIKECERDASAN EMOSI

A. DefinisiKecerdasan emosi yaitu kemampuan seseorang untuk memahami dan mengatur perasaan objek, kecerdasan emosi juga didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan hubungan dengan orang lain.13,14Goleman (dikutip oleh Uno) mengungkapkan kecerdasan emosi merupakan kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati, dan berdoa.15Kecerdasan emosi menunjukkan efek penting bagi kualitas hidup, perasaan puas, hubungan antar personal dan pencapaian sukses.16Kecerdasan emosi mencakup kemampuan yang berbeda, tetapi saling melengkapi dengan kecerdasan akademik ( academic intelligence ). Orang tidak akan mampu menggunakan kemampuan kognitifnya sesuai dengan potensi yang maksimum tanpa memiliki kecerdasan emosional.17

B. Aspek-aspek Kecerdasan EmosiKecerdasan emosi merupakan sekumpulan kecakapan dan sikap yang jelas perbedaannya, namun saling tumpang tindih. Kumpulan tersebut dikelompokkan ke dalam lima ranah, yaitu:181. Intra pribadiTerkait dengan kemampuan untuk mengenal dan mengendalikan diri sendiri yaitu meliputi:a. Kesadaran diri Kemampuan untuk mengenali perasaan dan mengapa individu merasakannya seperti itu dan pengaruh individu tersebut terhadap orang lain.b. Sikap asertifKemampuan menyampaikan secara jelas pikiran dan perasaan individu, membela diri dan mempertahankan pendapat.c. Kemandirian Kemampuan untuk mengarahkan dan mengendalikan diri, berdiri dengan kaki sendiri.d. Aktualisasi diriKemampuan mewujudkan potensi yang individu miliki dan merasa senang dengan prestasi yang diraih di tempat kerja maupun dalam kehidupan pribadi.

2. Antar pribadiRanah antar pribadi berkaitan dengan ketrampilan bergaul yang dimiliki individu yaitu kemampuan untuk berinteraksi dan bergaul baik dengan orang lain. Wilayah ini dibagi menjadi 3, yaitu:a. Empati Kemampuan memahami perasaan dan pikiran orang lain, kemampuan untuk melihat dunia dari sudut pandang orang lain.b. Tanggung jawabKemampuan menjadi anggota masyarakat yang dapat bekerja sama dan bermanfaat bagi kelompok masyarakat.c. Hubungan antar pribadi.Kemampuan menciptakan dan mempertahankan hubungan yang saling menguntungkan, dan ditandai oleh saling memberi dan menerima serta rasa kedekatan emosional.3. Penyesuaian diriKemampuan untuk bersikap lentur dan realistis, dan untuk memecahkan aneka masalah yang timbul, dibagi menjadi tiga, yaitu:a. Uji realitasKemampuan untuk melihat sesuatu sesuai dengan kenyataan, bukan seperti yang individu inginkan atau takuti.b. Sikap fleksibelKemampuan untuk menyesuaikan perasaan, pikiran dan tindakan individu dengan keadaan yang berubah-ubah.c. Pemecahan masalahKemampuan untuk mendefinisikan permasalahan, kemudian bertindak untuk mencari dan menerapkan permasalahan yang jitu dan tepat.4. Pengendalian stresRanah pengendalian stres berkaitan dengan kemampuan individu untuk menghadapi stres dan mengendalikan impuls. Wilayah ini dibagi menjadi dua, yaitu:a. Ketahanan menanggung stresKemampuan untuk tetap tenang dan berkonsentrasi, dan secara konstruktif bertahan menghadapi kejadian yang gawat dan tetap tegar menghadapi konflik emosi.b. Pengendalian impulsKemampuan untuk menahan atau menunda keinginan untuk bertindak.5. Suasana hatiRanah suasana hati terdiri dari:a. OptimismeKemampuan untuk mempertahankan sikap positif yang realistis, terutama dalam menghadapi masa-masa sulit.

b. Kebahagiaan Kemampuan untuk mensyukuri kehidupan, menyukai diri sendiri dan orang lain dan untuk bersemangat serta bergairah dalam melakukan setiap kegiatan.C. Faktor faktor yang berpengaruh terhadap kecerdasan emosi.Adapun faktor faktor yang berpengaruh terhadap kecerdasan emosi adalah:1. Harga diriHarga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif ataupun negatif, selain itu harga diri juga bisa didefinisikan sebagai penilaian yang mengacu pada penilaian positif, negatif, netral dan ambigu yang merupakan bagian dari konsep diri, tetapi bukan berarti cinta diri sendiri. Individu dengan harga diri yang tinggi menghormati dirinya sendiri, mempertimbangkan dirinya berharga, dan melihat dirinya sama dengan orang lain, sedangkan harga diri rendah pada umumnya merasakan penolakan, ketidakpuasan diri, dan meremehkan diri sendiri.19Faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri ada empat elemen yang berhubungan dengan perkembangan harga diri, yaitu:20

a. Orang orang yang berarti atau pentingSeseorang yang berarti adalah seseorang individu atau kelompok yang memiliki peran penting dalam perkembangan harga diri selama tahap kehidupan tertentu. Yang termasuk orang berarti adalah orang tua, saudara kandung, teman sebaya, guru, dan sebagainya. Melalui interaksi sosial dengan orang yang berarti dan umpan balik tentang bagaimana perasaan dan label orang berarti tersebut, individu akan mengembangkan sikap dan pandangan mengenai dirinya.b. Harapan akan peran sosialPada berbagai tahap perkembangan, individu sangat dipengaruhi oleh harapan masyarakat umum yang berkenaan dengan peran spesifiknya. Masyarakat yang lebih luas dan kelompok masyarakat yang lebih kecil memiliki peran yang berbeda dan hal ini tampak dalam derajat yang berbeda mengenai keharusan dalam memenuhi peran sosial.c. Krisis terhadap perkembangan psikososialDi sepanjang kehidupan, setiap individu menghadapi tugas-tugas perkembangan tertentu. Individu juga akan memiliki krisis disetiap tahap perkembangannya, tugas perkembangan pada periode remaja ( usia 12-18 tahun) adalah pencarian identitas diri, yaitu periode dimana individu akan membentuk diri (self), gambaran diri (image)2. Body dissatisfaction atau ketidakpuasan dengan bentuk tubuhKetidakpuasan bentuk tubuh adalah keterpakuan pikiran akan penilaian yang negatif terhadap tampilan fisik dan adanya perasaan malu dengan ketidak puasan bentuk tubuh atau body dissatisfaction disebabkan adanya kesenjangan antara bentuk tubuh ideal yang didasarkan budaya atau bentuk tubuh aktual yang dimiliki. Aspek-aspek ketidakpuasan pada bentuk tubuh antara lain:21a. Penilaian negatif terhadap bentuk tubuh. Individu yang mengalami body dissatisfaction akan menilai secara negatif bentuk tubuh mereka, baik secara keseluruhan maupun bagian dari tubuh mereka. Perasaan malu terhadap bentuk tubuh ketika berada di lingkungan sosial. Pada umumnya, individu akan merasa malu terhadap bentuk tubuh yang mereka miliki apabila bertemu ataupun berada dalam lingkungan sosial.b. Body checking, individu yang mengalami body dissatisfaction sering kali mengecek atau memeriksa kondisi fisik mereka, seperti menimbang berat badan dan melihat tampilan fisik mereka di depan cermin.c. Kamuflase tubuh, individu yang mengalaminya seringkali menyamarkan bentuk tubuh dari keadaan yang sebenarnya, hal ini dilakukan untuk menenangkan hati.3. UsiaUsia merupakan salah satu hal yang mempengaruhi emosi seseorang (Freund dan Baltes dalam Satiadarma dan Waruwu, 2003). Usia merupakan salah satu indikator yang harus dipertimbangkan dalam mengevaluasi kecerdasan emosi seseorang. Karena perubahan pengalaman hidup sangat mempengaruhi kondisi emosi seseorang.4. Budaya dan tingkat sosial ekonomiBudaya dan kondisi sosial ekonomi sangat mempengaruhi perkembangan emosi seseorang, pernyataan yang diungkapkan Satiadarma dan Waruwu (2003). Seseorang dalam mengendalikan emosinya akan mengalami banyak perubahan apabila pindah tempat tinggal atau jika kondisi ekonominya mengalami perubahan.5. Keadaan keluargaHasil penelitian Ulpatusalicha (2009) menunjukkan bahwa keadaan keluarga menyumbang pengaruh besar terhadap kecerdasan emosional anak. Terutama kasus single parents akan berdampak pada anak yaitu: kecenderungan anak tidak dapat mengontrol diri, kecewa, frustrasi, melawan peraturan, memberontak, kurang konsentrasi, murung, merasa bersalah, mudah marah, kurang motivasi, ketidakstabilan emosi.Setiap individu mempunyai kecerdasan emosi yang berbeda-beda. Individu yang mempunyai kecerdasan emosi yang tinggi dapat mengelola emosi serta mengarahkannya. Individu yang mempunyai kecerdasan emosi yang rendah menimbulkan kerugian besar terutama pada anak-anak yang mungkin dapat terjerumus dalam resiko terserang depresi, gangguan makan, agresifitas.22 Pentingnya otak emosional pada manusia mendorong ahli-ahli syaraf untuk melakukan penelitian jalannya otak emosional, dimana hippocampus dan amygdala merupakan dua bagian penting. Kedua struktur limbik ini melakukan sebagian besar ingatan dan pembelajaran otak. Apabila amygdala dipisahkan dari bagian-bagian otak lainnya, dapat menyebabkan ketidakmampuan dalam menangkap makna emosi suatu peristiwa.23,24

BAB IIIOBESITASA.DefinisiKata Obesitas berasal dari bahasa latin yang mempunyai arti makan berlebihan, Obesitas atau kegemukan didefinisikan sebagai suatu keadaan terdapatnya penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan, pola makan yang tidak sehat dan berlebihan secara kualitas maupun kuantitas seperti banyak dan sering makan makanan siap saji (fast food), makanan yang manis dan mempunyai nilai nutrisi rendah, serta makanan yang tinggi gula, lemak, memiliki pengaruh yang besar untuk terjadinya obesitas. Sedangkan overweight adalah kelebihan berat badan dibandingkan dengan berat badan ideal, yang dapat disebabkan oleh penimbunan jaringan lemak atau massa otot. Sedangkan menurut WHO (world Health Organization) mendefinisikan obesitas atau gemuk sebagai suatu kelainan atau penyakit yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan.3,25,26,27B. EpidemiologiObesitas telah dilaporkan menjadi permasalahan serius diantara anak-anak dan remaja muda baik di negara maju maupun berkembang.Sekitar 22 juta anak di seluruh dunia adalah overweight dan obesitas, berdasarkan data The National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES dan NHANES 1999 2000), angka kejadian obesitas diantara anak-anak Amerika serikat umur 12 sampai 19 tahun meningkat dari 10,5% menjadi 15,5%.28,29,30Di Indonesia, data Riskesdas (Riset kesehatan dasar) 2010 menunjukkan obesitas pada anak dibawah usia lima tahun meningkat menjadi 14% dibanding data sebelumnya tahun 2007 yang menunjukkan angka 11%.2.31C.Etiologi obesitasObesitas adalah permasalahan kompleks yang meliputi interaksi antara faktor genetik (endogenous) dan faktor lingkungan ( exogenous ), obesitas pada masa anak-anak memiliki resiko menjadi obesitas yang persisten beserta komplikasinya.32Pemakaian energi dalam tubuh diatur agar berada dalam keadaan seimbang. Bila energi yang masuk lebih besar dari energi yang keluar (energy expenditure), maka kelebihannya akan ditimbun dalam jaringan lemak sehingga mengakibatkan terjadinya obesitas. Obesitas sendiri merupakan akibat dari ketidakseimbangan antara tiga komponen energi yaitu ambilan makanan, pengeluaran energi dan penyimpanan energi.Sedangkan menurut Kral, mengelompokkan faktor lingkungan yang berperan terhadap kejadian obesistas adalah nutrisional (perilaku makan), aktifitas fisik, trauma (neurologis dan psikologis), medikasi (steroid) dan faktor sosial ekonomi.33Faktor genetik yang diketahui mempunyai peranan kuat adalah parental fatness, anak yang obesitas biasanya berasal dari keluarga yang obesitas. Obesitas sudah dapat terjadi sejak bayi, diperkirakan kemungkinan menetap sampai dewasa berkisar antara 8% pada batita dengan kedua orang tua tidak obese, sampai 80% pada remaja usia 10-14 tahun dengan salah satu orang tua obese.34,35Faktor lingkungan, seperti pemberian diet, suatu review artikel (Ludwig DS, Peterson KE, Gortmaker SL, 2001)menjelaskan bahwa anak-anak dengan pemberian ASI memiliki nilai BMI lebih rendah dibanding dengan pemberian susu formula pada masa selanjutnya, kebiasaan pola makan memiki hubungan yang positif dengan peningkatan berat badan seperti makanan manis, daging, makanan tidak sehat.36,37,38,39Aktifitas fisik yang rendah adalah predisposisi terjadinya peningkatan berat badan, overweight lebih sering terjadi pada anak perempuan umur 2-13 tahun yang memiliki aktifitas lebih rendah daripada anak perempuan lain yang lebih aktif.Menatap layar dengan bermain games, komputer, televisi dalam jangka waktu yang lama mengakibatkan rendahnya aktifitas fisik dan berpotensi terjadi peningkatan berat badan.40,41,42D.Kriteria obesitas1. Kriteria klinisSecara klinis obesitas mempunyai gejala dan tanda yang khas, seperti wajah bulat, pipi tembem, dagu rangkap, leher yang relatif pendek, dada yang membusung dengan payudara yang membesar dengan jaringan lemak, perut membuncit, dinding perut yang berlipat-lipat serta kedua tungkai umumnya berbentuk X dengan kedua pangkal paha bagian dalam saling menempel dan bergesekan yang menimbulkan laserasi dan ulserasi yang dapat menimbulkan bau yang kurang sedap. Pada anak laki-laki, penis tampak kecil karena tersembunyi dalam jaringan lemak suprapubik (burried penis).43Pemeriksaan klinis yang menyeluruh perlu dilakukan terutama untuk mencari penyakit komorbid yang menyertai, seperti pemeriksaan tekanan darah terhadap kecurigaan adanya hipertensi; acanthosis nigricans terhadap kecurigaan adanya resistensi insulin; atau hirsutism yang mengarah kepada adanya polycystic ovary syndrome. Tanner staging dapat menunjukkan adanya prematur adrenarche sebagai akibat sekunder dari maturasi seksual pada anak perempuan dengan overweight dan obesitas.44a. Kriteria antropometriBerdasarkan antropometri, umumnya obesitas pada anak ditentukan berdasarkan beberapa metode pengukuran:31. Mengukur berat badan dan tinggi badan, dan hasilnya dibandingkan dengan berat badan ideal sesuai tinggi badan (BB/TB). Kriteria obesitas pada anak jika berat badan menurut tinggi badan diatas persentil 90, atau 120% dibandingkan berat badan ideal. Berat badan lebih besar dari 140% berat badan ideal adalah superobesitas. Kelemahan cara ini lebih mencerminkan proporsi atau penampilan namun tidak mencerminkan massa lemak tubuh.

2.Mengukur Indeks Massa Tubuh (IMT)Pengukuran IMT merupakan petunjuk untuk menentukan kelebihan berat badan berdasarkan indeks Quatelet yaitu berat badan dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam meter (kg/m2). Interpretasi IMT berdasarkan umur dan jenis kelamin anak, karena anak laki-laki dan perempuan mempunyai lemak tubuh yang berbeda. Pengukuran IMT atau BMI (Body Mass Index) merupakan cara termudah untuk memperkirakan obesitas dan berkorelasi tinggi dengan massa lemak tubuh. Menurut CDC 2000, obesitas dan overweight ditentukan dengan menggunakan persentil IMT untuk anak > 2 tahun berdasarkan umur dan jenis kelamin, dengan kriteria sebagai berikut :-IMT > p95 : obesitas-IMT diantara p85 dan p95 : overweightWHO 2006 menggunakan klasifikasi berdasarkan Z score dengan :-Z score > +1 : berpotensi gizi lebih-Z score > +2 : overweight-Z score > +3 : obesitasSedangkan untuk anak usia 5-19 tahun menggunakan referensi WHO 2007 dengan :-Z score > +1 gizi lebih/overweight-Z score > +2 obesitas3.Mengukur lemak subkutan dengan mengukur tebal lipatan kulit (TLK). Terdapat empat macam cara pengukuran TLK yang ideal untuk mendapatkan proporsi lemak tubuh yaitu TLK biseps, triseps, subskapular dan suprailiaka. Jika TLK biseps diatas persentil ke-85 merupakan indikator obesitas.34.Mengukur lingkar pinggangLingkar pinggang merupakan indikator yang dapat diterima karena mencerminkan tebal jaringan lemak abdomen yang berhubungan dengan lemak intra abdominal atau lemak visceral.45 Perubahan dalam intake makanan akan mempengaruhi lingkar pinggang dimana lingkar pinggang yang besar mempunyai pengaruh terhadap kejadian penyakit jantung iskemik dan diabetes.46,47 Menurut National Institute of Health 1998, pengukuran lingkar pinggang dan IMT lebih bermanfaat sebagai prediktor kejadian sindroma metabolik. Selain mengukur lemak dengan lingkar pinggang, pengukuran lemak subkutan daerah abdomen dan massa visceral dapat dilakukan dengan pemeriksaan CT scan atau MRI. Pengukuran total massa lemak tubuh membutuhkan scan DXA atau magnetik bioimpedansi.b. Kriteria laboratoriumPemeriksaan laboratorium dimaksudkan untuk mencari penyakit komorbid lain yang mengikuti, terutama terhadap evaluasi pasien anak yang pertama kali terdiagnosa obesitas, seperti pemeriksaan gula darah puasa, kolesterol LDL, HDL dan tes fungsi hati.44E. PatofisiologiPada manusia, keseimbangan energi diatur oleh susunan saraf pusat, nafsu makan (lapar dan kenyang) yang terletak pada nukleus arkuata. Nukleus arkuata memproduksi neuropeptida dan neurotransmitter yang berinteraksi dengan sistem imun untuk memediasi kontrol fisiologis dari keseimbangan energi.

Gambar 1. Pengaturan pusat lapar44Ada dua kelompok neuron di hipotalamus yang mengatur rasa lapar dan kenyang. Ketika tubuh mengalami kelebihan energi, neuron POMC/CART memproduksi peptida anoreksigenik (menurunkan rasa lapar). Pro-opiomelanocortin (POMC) dan kokain serta amphetamin-regulated transcript (CART) terlibat dalam proses ini. POMC adalah prekursor protein, yang secara spesifik mentranslasi beberapa fragmen biologis, seperti adrenocorticotropic hormone (ACTH), alpha-melanocortin stimulating hormone (MSH alpha) dan beta endorfin. Peptida-peptida yang terikat dengan reseptor melanokortin (MC3R, MC4R) menyebabkan efek anorektik yang kuat. CART ditemukan bersamaan dengan POMC dan ekspresinya di hipotalamus diregulasi oleh psikostimulan seperti kokain dan amfetamin. Adanya mutasi genetik pada CART menyebabkan gangguan makan baik berupa obesitas maupun anoreksia. Neuropeptida lain yang menyebabkan efek anoreksia adalah bombesin, kolesistokinin (CCK), motilin, nesfatin-1, neurotensin, neuromedin, neuropeptida B, K, W, serotonin, somatostatin, vasoactive intestinal peptide (VIP) dan urocortin. Kelompok neuron lain pada hipotalamus adalah neuron NPY(Nueropeptide Y)/AgRP(Agouti-related peptide). Ketika tubuh kekurangan energi, neuron NPY/AgRP menghasilkan neuropeptida oreksigenik yang menstimulasi rasa lapar dan menurunkan pemakaian energi pada tubuh. Neurotransmitter yang termasuk dalam kelompok ini adalah oreksin, galanin, kanabinoid dan melanin concentrating hormone (MCH). Selain neuromodulator, sinyal perifer yang berasal dari lambung, usus, pankreas, jaringan adiposa dan jaringan endokrin lain (seperti hormon tiroid, katekolamin, dan steroid gonad dapat bekerja pada nukleus arkuata lewat jalur NPY/AgRP atau POMC/CART. Fungsi usus selain dari fungsi digestif dan absorpsi, juga dapat memproduksi peptida-peptida yang mempunyai fungsi autokrin, endokrin dan parakrin. Hal ini menyebabkan usus disebut sebagai organ endokrin terbesar dalam tubuh, dengan jaringan adiposa menduduki tempat berikutnya. Beberapa hormon dalam usus seperti CCK, glucagon-like peptide 1 (GLP-1), peptida YY (PYY), ghrelin, neuromedin B, gastric releasing peptide (GRP), dan Apo A-IV juga ditemukan dalam otak. Ghrelin adalah hormon oreksigenik yang predominan diproduksi dalam lambung dengan fungsi sebagai stimulator rasa lapar. Obestatin adalah residu peptida-23, dihasilkan dari proses post-translasi gen prepro-ghrelin. Obestatin awalnya dikenal sebagai ligan endogen untuk GPR39 yang mengkounter balik intake makanan yang distimulasi oleh ghrelin. Fungsi obestatin sampai saat ini belum dapat diketahui. Hormon-hormon lain yang memicu anoreksigenik termasuk PYY, CCK, gastric inhibitory peptide (GIP), GLP-1, oxyntomodulin (OXM), Apo A-IV, enterostatin dan oleyethanolamide.48Jaringan adiposa memberikan feedback ke otak terhadap adanya simpanan energi dalam tubuh lewat pelepasan hormon adiponektin dan leptin dalam darah. Berkurangnya kadar adiponektin berhubungan dengan menurunnya sensitivitas insulin dan memicu kejadian kardiovaskular. Leptin berhubungan langsung dengan rasa kenyang, dimana dengan kadar leptin yang rendah akan menstimulasi rasa lapar dan kadar leptin yang tinggi akan menimbulkan rasa kenyang. Leptin merupakan regulator negatif terhadap jalur POMC/CART.Kontrol neuroendokrin antara rasa lapar dan kenyang serta berat badan, melibatkan feedback negative antara kontrol jangka pendek rasa lapar (termasuk ghrelin, PYY) dan kontrol jangka panjang dari jaringan lemak (termasuk leptin).44,48F. Dampak obesitas ( Medis dan psikososial )Komplikasi anak-anak dengan obesitas bisa diklasifikasikan sebagai dampak medis dan psikososial. Dampak medis secara umum bisa diklasifikasikan sebagai dampak mekanikal atau metabolik, dua dampak mekanis utama adalah OSAS (obstructive sleep apnoea syndrome) dan di bidang orthopaedic seperti genu varus, nyeri sendi lutut, dampak metabolik pada obesitas dewasa telah dibahas luas, dan pada akhir tahun-tahun sekarang dampak obesitas pada anak-anak mulai meningkat seperti intoleransi glukosa, dyslipidemia, hipertensi, non alcoholic fatty liver.49,50Obesitas anak dan remaja sering dilaporkan sebagai penurunan kualitas kesehatan baik dari segi fisik, emosi dan sosial, individu dengan obesitas pada masa anak-anak lebih sering memiliki image yang negatif tentang bentuk tubuhnya, harga diri dan kepercayaan yang rendah, hal ini didukung dengan suatu observasi bahwa tingkat harga diri, kepercayaan lebih tinggi pada anak-anak usia muda dengan obesitas, tetapi pada remaja muda khususnya perempuan dengan obesitas cenderung lebih memiliki harga diri,kepercayaan yang rendah dan menetap sampai saat remaja.51,52

Gambar 2 : dampak obesitas pada anak.49G. Prevensi atau tata laksana obesitasTatalaksana komprehensif obesitas mencakup penanganan obesitas dan dampak yang terjadi. Prinsip dari tatalaksana obesitas adalah mengurangi asupan energi serta meningkatkan keluaran energi. Caranya dengan pengaturan diet, peningkatan aktifitas fisik, merubah pola hidup ( modifikasi perilaku ), dan yang terpenting adalah keterlibatan keluarga dalam proses terapi.Pada beberapa penelitian disebutkan bahwasannya dengan keterlibatan keluarga setidaknya minimal antara satu orang tua dan anak dapat menurunkan jaringan lemak pada anak-anak obese usia antara 6 12 tahun.3,53,54

BAB IVHUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DAN OBESITASPADA ANAKObesitas pada anak-anak terus berkembang menjadi permasalahan yang serius, seiring dengan itu pula perkembangan untuk memahami hubungan antara berbagai faktor biologis seperti genetik, nutrisi, aktivitas semakin meningkat, hanya sedikit yang diketahui tentang hubungan antara kesehatan mental dan obesitas pada anak-anak, menurut beberapa peneliti obesitas bukanlah suatu gangguan psikologis, tetapi menurut beberapa peneliti dan klinisi yang lain bahwasannya obesitas harus dipertimbangkan sebagai permasalahan mental dan tingkah laku.55,56Obesitas adalah sesuatu hal yang berkaitan dengan kondisi medis, mungkin hal itu yang mendasari beberapa penelitian tidak berfokus pada pemahaman hubungan dampak kehidupan psikososial pada obesitas, meskipun di satu sisi para profesional di bidang kesehatan mental terlibat dalam proses terapi dan atau pencegahan obesitas. Beberapa faktor kecerdasan emosi telah teridentifikasi dan dipelajari, meskipun penelitian biasanya meneliti masing-masing faktor secara terpisah dengan sedikit mempertimbangkan hubungan antara berat badan dan psikologis secara bersamaan. 57,58Bukti sebagai penyebab atau prediktor hubungan antara obesitas dan kesehatan mental dalam hal ini kecerdasan emosi masih belum tersimpulkan dengan baik, pada penelitian longitudinal (Jansen W, Van de looij PM, Wilde EJ, Brug J, 2008) yang terbatas, beberapa menemukan bukti didapatkan hubungan antara gangguan mental dengan obesitas, penelitian lain tidak menemukan hubungan antara status berat badan dan kesehatan mental, dari penjelasan diatas dapat dijelaskan bahwa tidak semua anak-anak dengan obesitas mengalami gangguan psikososial, meskipun ketidakkonsistenan dan ketidaktegasan muncul dari beberapa bukti penelitian dihasilkan konsensus bahwa obesitas adalah suatu faktor resiko yang berpengaruh pada psikologis dan emosional anak-anak atau remaja serta potensi kesulitan-kesulitan yang akan dihadapi harus diwaspadai (Miller CT, Downey KT, 1999).6,59A. Kecerdasan emosi dan hubungannya dengan obesitasAdapun beberapa faktor kecerdasan emosi yang berhubungan dengan obesitas pada anak adalah:1. Depresi dan kecemasan.Sebuah penelitian review(Rawana JS, Morgan AS, 2010) menyimpulkan bahwasannya pada umumnya penelitian menemukan hubungan antara gangguan makan dan depresi, tetapi hubungan ini tidak jelas, depresi kemungkinan menyangkut keduanya baik sebagai penyebab ataupun kensekuensi dari obesitas, pada sebuah sampel klinik disimpulkan bahwa remaja muda dengan obesitas angka kejadian gangguan cemasnya lebih tinggi dibandingkan yang tidak obese, Goleman (2007) menyatakan bahwa individu yang mempunyai kecerdasan emosi yang tinggi akan lebih luas pengalaman dan pengetahuannya daripada individu yang lebih rendah kecerdasan emosinya, individu yang kecerdasan emosinya tinggi akan lebih kritis dan rasional dalam menghadapi berbagai macam masalah, dengan demikian, individu yang kecerdasan emosinya tinggi akan memikirkan pula akibat-akibat yang mungkin terjadi di masa yang akan datang, cemas aau tidak cemasnya individu banyak ditentukan oleh kecerdasan emosinya, kecerdasan emosi yang tinggi akan mengarahkan individu pada kondisi tidak cemas, sebaliknya kecerdasan emosi yang rendah dapat mengarahkan individu pada kecemasan, hal tersebut senada dengan laporan penelitian review bahwasannya dari semua penelitian dari Deborah YH, Schlundt DG, Wenderoth LH, Bozylinski K, 2003, cohort prospektif konsisten dan menilai bahwa obesitas kemungkinan bisa meningkatkan peluang untuk terjadinya depresi di masa depan , review dari suatu penelitian juga melaporkan dari kebanyakan penelitian cross sectional di Amerika serikat menghipotesakan hubungan antara obesitas dan kemungkinan terjadinya depresi lebih pada perempuan dibanding laki-laki.14,60,61,622. Harga diriDefinisi harga diri merupakan evaluasi terhadap dirinya sendiri baik secara positif atau negatif mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penghargaan terhadap dirinya sendiri. Pada suatu meta analisis dilaporkan adanya hubungan antara berat badan dan harga diri.pada suatu penelitian (Renman C, Engstrom I, Silverdal SA, Aman J ang, 1999) menguji hipotesa tidak adanya hubungan antara obesitas dengan kekhawatiran diri didapatkan hasil signifikan bahwa didapatkan hubungan yang positif pada anak-anak atau remaja muda, antara anak laki-laki dan perempuan yang obesitas dengan rendahnya nilai harga diri tidak ada perbedaan yang signifikan, juga disampaikan bahwasannya orang tua yang memiliki pandangan anaknya sebagai obesitas tidak terlalu signifikan untuk menyebabkan rendahnya harga diri.63,643. Body dissatisfactionCitra tubuh atau badan adalah sebuah dimensi psikososial, didefinisikan sebagai gambaran dari tubuh yang mana di persepsikan dalam pikiran, citra tubuh atau body image dipandang sebagai pusat berbagai aspek dari fungsi-fungsi kemanusiaan, termasuk emosi, pikiran, tingkah laku, dan hubungan antarsesama, oleh karena itu efek dari body image bagi kualitas hidup sangat luas.65,66Sebagian besar penelitian body image dimasukkan dalam kategori gangguan makan. Terdapat 2 tipe gangguan dari body image, yaitu perseptual dan attitudinal. Gangguan perseptual berhubungan dengan over atau underestimate ukuran badan, dan attitudinal melibatkan ketidakpuasan dengan bentuk atau ukuran tubuh. Obesitas juga dikenal sebagai kondisi yang berhubungan dengan gangguan makan, dan dengan peningkatan permasalahan obesitas yang dihubungkan dengan body image atau ketidakpuasan telah menjadi fokus permasalahan. Pada anak-anak hubungan antara obesitas dan ketidakpuasan dengan bentuk tubuh masih belum terlalu jelas (Ricciardelli LA, McCabe MP, 2001).67,68Penelitian(Ricciardelli LA, McCabe MP, 2001) konsisten menemukan bukti bahwa kepuasan terhadap bentuk tubuh lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan di tingkat semua umur, didapatkan suatu hubungan yang linear antara ketidakpuasan bentuk tubuh dan peningkatan BMI untuk anak perempuan, ketidakpuasan bentuk tubuh dan keinginan untuk mempunyai tubuh yang lebih kecil antara anak laki-laki dan perempuan adalah sama. Seperti yang tampak pada gambarGambar 3. Kepuasan bentuk tubuh.68

Dari data diatas dapat dilihat skor ketidakpuasan bentuk tubuh antara laki-laki dan perempuan di setiap kategori berat badan, nilai nol mengindikasikan puas, dimana nilai negatif adalah keinginan mempunyai bentuk tubuh yang lebih kecil, dan nilai positif mengindikasikan ingin mempunyai tubuh yang besar. Penelitian sederhana tentang ketidakpuasan bentuk tubuh dan hubungannya dengan status berat badan di UK south asian children telah dilakukan, grup ini mewakili sebagian usaha untuk mencegah obesitas, dimana obesitas yang berhubungan dengan penyakit lebih besar dibandingkan populasi UK pada umumnya. Ketidakpuasan bentuk tubuh berhubungan dengan rendahnya harga diri dan depresi, hanya faktor merasakan kelebihan berat badan yang berhubungan dengan rendahnya harga diri tetapi berat badan saat ini tidak berhubungan dengan rendahnya harga diri dan depresi pada remaja muda..69,70,71,724. Diet / pengontrolan berat badan secara tidak sehat.Hanya sedikit yang diketahui oleh masyarakat tentang pemasalahan kesehatan bahwa peningkatan resiko untuk obesitas adalah bukti dengan meningkatnya frekuensi kebiasaan diet yang tidak sehat diantara usia muda, pengurangan diet dihubungkan dengan kedua permasalahan yaitu gangguan makan dan obesitas. Kebiasaan pengontrolan berat badan secara tidak sehat dilaporkan terjadi pada 57% perempuan dan 33% laki-laki, kebiasaan diet tidak sehat secara ekstrem dilaporkan pada 12% perempuan dan 5% laki-laki diantara 4.476 remaja muda di sekolah umum Minnesota (Cornette R, 2008).735. Permasalahan emosiSatu dari beberapa penelitian (Puhl RM, Brownell KD, 2006) menginvestigasi dampak psikosoial sebagai seorang dengan obesitas di anak-anak menyimpulkan bahwa beberapa level dampak psikososial sebagai hasil dari status berat badan mereka, usia muda, perempuan dan peningkatan nafsu makan terlihat sebagai dampak psikososial, strategi koping sangatlah penting untuk mempertimbangkan bentuk strategi koping yang akan digunakan untuk melawan prasangka negatif tentang obesitas, yang mana memiliki implikasi penting dalam hal pengendalian emosional dari stigma, salah satu penelitian obesitas remaja menemukan bahwa frekuensi stigma pada obesitas tidak terkait dengan fungsi psikososial, tetapi strategi koping yang digunakan untuk meredam stigma berhubungan dengan psikologikal, sebagai contoh seorang perempuan dengan obesitas menggunakan strategi koping positif untuk meredam prasangka negatif tentang obesitas dengan cara berbicara positif pada diri sendiri, aktif dalam kegiatan sosial.74,75,76

6. Stigma dan sindiran berdasar berat badan.Stigma dan sindiran berkaitan dengan hal-hal negatif yang bermanifestasi sebagai penolakan, ejekan, prasangka pada anak dan remaja dengan obesitas, dengan meningkatnya angka obesitas pada anak beberapa orang mempunyai hipotesa bahwasannya stigma tentang obesitas akan menurun, di lain sisi pandangan negatif anak dengan obesitas lebih tinggi daripada 40 tahun yang lalu.74,77Pandangan alami tentang obesitas bahwa itu sesuatu yang tidak bisa disembunyikan sebaik asumsi obesitas bisa dikontrol ( makan sedikit, gerak lebih) adalah penting menentukan prasangka negatif tentang obesitas. Obesitas pada anak dianggap menjadi salah satu stigma terbanyak dan paling sedikit penerimaan dalam lingkungan sosial, efek dari prasangka ini bisa terus terjadi sampai di tahun-tahun mendatang, anak-anak dengan obesitas dihubungkan dengan minimnya pendidikan, income keluarga yang rendah, kemiskinan dan rendahnya tingkat pernikahan saat dewasa kelak, salah satu literatur juga menunjukkan anak-anak sering mempercontohkan sifat-sifat tercela kepada anak obese, dan mereka lebih senang berhubungan dengan teman-teman yang tidak obese, anak-anak sering melakukan godaan dan menggertak anak-anak lain yang tampil dengan obesitas, di salah satu contoh, 50% anak laki-laki obese dan 58% anak perempuan obese melaporkan permasalahan yang signifikan dalam arti negatif dengan teman-teman mereka(Gray WN, Kahlan NA, Janicke DM, 2009) anak-anak dengan obesitas memiliki kemungkinan sebesar 2 kali untuk menjadi korban ejekan oleh teman mereka (Robinson S, 2006) dengan terpicunya ketidakpuasan bentuk tubuh, gangguan makan, dan ejekan telah dihubungkan dengan usaha bunuh diri, berimplikasi sebagai prediktor gejala-gejala depresi, berkorelasi positif dengan kecemasan, kesendirian, keterbatasan lingkungan sosial, beberapa orang tua melaporkan adanya permasalahan tingkah laku di dalam maupun di luar yang kesemuanya itu berkaitan dengan rasa malu.78,79,807. Terfokus pada berat badan dan bentuk tubuhSejumlah penelitian terkini (Shoup JA, Gattshall M, Dandamudi P, Estabrooks P, 2008)mengindikasikan bahwa merasakan sebagai seorang dengan obesitas adalah prediktor dari permasalahan psikososial dan lemahnya kecerdasan emosi, penelitian berat badan dan terlalu khawatir pada bentuk tubuh menemukan pada sebuah sampel seorang anak perempuan usia 8 tahun, yang terlalu khawatir dengan berat badan dan bentuk tubuhnya lebih mengalami gejala depresi, anak-anak obesitas lebih mengkhawatirkan tentang berat badan dan bentuk tubuh mereka dibandingkan anak-anak dengan berat badan normal, anak-anak yang terlalu fokus atau khawatir pada berat badan dan bentuk tubuh memiliki harga diri yang rendah, tingginya tingkat ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh dan depresi dibandingkan dengan anak-anak yang tidak terlalu fokus atau khawatir pada bentuk tubuh mereka.81,82B. Dampak obesitas anak pada kecerdasan emosionalnya. Dalam hubungannya dengan obesitas banyak diketahui tentang bagaimana cara hidup sehat ( nutrisi, aktifitas fisik) tetapi hanya sedikit yang diketahui tentang kesejahteraan psikososialnya, hal ini sangat berpengaruh pada bagaimana seorang anak dengan obesitas dapat mempergunakan kecerdasan emosialnya guna mendapatkan kesejahteraan psikososialnya (Lobstein T, Baur L, Uauy R, 2004), kesejahteraan psikososial dibutuhkan semua orang dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya, dalam kenyataannya saat ini banyak rekomendasi untuk tatalaksana anak-anak atau remaja muda dengan obesitas hanya berfokus pada keadaan fisik seperti BMI dan komposisi tubuh tanpa mempertimbangkan dampaknya pada kesejahteraan psikososialnya.4Menurut penelitianSwallen KC, Reither EN, Haas SA, Meier AM, 2004 tentang kesejahteraan psikososial namun gagal untuk mengenali atau melingkupi kesejahteraan karena belum menemukan kriteria yang tepat, munculnya literatur tentang kualitas hidup mengawali untuk menutupi kekurangan yang ada, kualitas hidup didefinisikan sebagai sebuah konstruksi multidimensi yang merefleksikan persepsi diri tentang kenikmatan dan kepuasan hidup, anak-anak dengan obesitas memiliki kualitas hidup yang rendah dibandingkan dengan yang tidak obesitas, rendahnya kualitas hidup anak obesitas berhubungan dengan fungsi fisik dan psikosial, anak obesitas memiliki peluang dengan kualitas hidup yang rendah sebesar 5 kali lebih besar dibandingkan dengan anak-anak berat badan normal, bahkan di dalam suatu penelitian tidak bisa dibedakan dalam hal pencapaian skor kualitas hidup dengan anak-anak penderita kanker yang mendapat kemoterapi.83,84

Gambar 4. faktor-faktor yang berhubungan dengan kecerdasan emosi pada anak obesitas.55

Sesuai dengan definisi kecerdasan emosi (Goleman D, 2007)yaitu kemampuan seseorang untuk memahami dan mengatur perasaan objek, kecerdasan emosi juga didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan hubungan dengan orang lain, kemampuan tersebut dapat diperoleh anak-anak dengan obesitas, tetapi stigma terhadapnya sangat mempengaruhi kecerdasan emosi, seseorang dengan obesitas mengalami stigma yang tinggi dan menghadapi berbagai macam prasangka termasuk diskriminasi, salah satu faktor yang menyokong adanya stigma atau anggapan negatif pada obesitas adalah yang berhubungan dengan media entertainment, periklanan, berita baik elektronik maupun cetak, penyebaran bias atau prasangka secara luas ini menyebabkan konsekuensi yang merugikan, sebagai contoh konsekuensi kesulitan yang terjadi intrapribadi, ejekan, permasalahan psikologis, gambaran diri yang jelek, rendahnya prestasi akademik, dan sosioekonomi.13,14,85Anak-anak mungkin terpengaruh oleh orang tuanya, misal saat orang tua bercerita pada anaknya tentang perbedaan gambaran anak-anak, orang tua memasukkan deskripsi yang negatif pada anak dengan obesitas dibandingkan dengan anak-anak dengan berat badan rata-rata. Lebih dari 5 sekolah keguruan, keperawatan, sosial dilaporkan bahwa seseorang dengan obese diyakini sebagai seorang yang lebih emosional, tidak rapi, dan sulit untuk mencapai kesuksesan, mempunyai personaliti yang berbeda, lebih banyak permasalahan keluarga, anggapan negatif tentang obesitas juga telah dirancang dan ditransmisikan melalui media-media yang populer, melalui televisi dan majalah, media masa adalah komunikator terkuat tentang berat badan yang ideal, berat badan ideal ditransmisikan dengan diperoleh melalui usaha yang keras untuk diet, diperagakan oleh model yang berat badannya sangat ideal, karena berat badan yang ideal hampir tidak dapat dicapai oleh kebanyakan orang dengan obesitas, tekanan untuk memiliki berat badan ideal menimbulkan ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh, suatu penelitian menemukan setelah paparan selama 3 menit oleh model dengan super langsing dari beberapa majalah wanita, maka seseorang dengan obesitas akan mengalami peningkatan derajat depresi, stress, perasaan bersalah, ketidakpuasan bentuk tubuh, untuk itu anak-anak yang mana melihat tayangan prasangka tentang berat badan yang dipresentasikan melalui televisi, video game, atau majalah mungkin akan menyebabkan anggapan negatif di dalam diri mereka.85,86Dari beberapa penjelasan diatas, dapat dimaknakan anak-anak dengan obesitas rentan untuk memiliki kecerdasan emosional yang rendah dikarenakan tidak mampu memilah-milah dan menggunakan informasi tersebut untuk membimbing pikiran dan tindakan sebab ibarat mereka terkepung dengan situasi yang dipolakan secara luas.Pentingnya otak emosional pada manusia mendorong ahli-ahli syaraf untuk melakukan penelitian jalannya otak emosional, dimana hippocampus dan amygdala merupakan dua bagian penting. Kedua struktur limbik ini melakukan sebagian besar ingatan dan pembelajaran otak. Amygdala adalah spesialis masalah emosional. Apabila amygdala dipisahkan dari bagian-bagian otak lainnya, dapat menyebabkan ketidakmampuan daalam menangkap makna emosi suatu peristiwa.23,24 Otak memiliki peran yang fundamental dalam mengatur rasa lapar dan keinginan untuk makan, diperlukan pemahaman yang lebih dalam dari mekanisme sistem saraf pada anak obesitas, sehingga tindakan pencegahan dan intervensi menjadi lebih efektif dalam membatasi anak-anak dengan obesitas, daerah otak yang terlibat dalam proses penerimaan, dan pengambilan keputusan terus berkembang sejak usia anak-anak sampai remaja, perkembangan otak, khususnya perkembangan prefrontal cortexmempunyai implikasi penting dalam mengontrol diri dan keinginan yang berlebih.87PFC adalah area otak diantara beberapa fungsinya antara lain membantu untuk mengontrol perilaku, menghambat impulsivitas, dan mengevaluasi serta membuat keputusan terhadap rangsangan yang datang dari liungkungan (Carnell S, Gibson L, Benson C, Ochner CN, Geliebter A, 2011).87Sebagaimana dijelaskan diatas, salah satu penyebab obesitas adalah ketidakseimbangan yang kronis antara asupan energi dan pengeluaran energi, dalam usaha untuk menghindari ketidakseimbangan energi, seseorang harus mengevaluasi antara penerimaan makanan ( rasa, bentuk, warna ) dibandingkan dengan nilai nutrisi suatu makanan ( nutrien, kandungan kalori ), selanjutnya seseorang harus membuat keputusan tentang perilaku mana yang akan diambil, seperti contoh mengambil keputusan apakah lebih memilih untuk makan (asupan energi) atau pergi untuk bermain dan berolahraga (pengeluaran energi). Perkembangan area drive ( sistem limbik dan ventral striatum ) dan areacontrol (PFC) adalah bagian yang sesuai untuk membuat keputusan tentang perilaku sehat, seperti lebih memilih wortel daripada roti, lebih meilih olahraga daripada menonton film favorit, area PFC meliputi amygdala, dan basal ganglia, area PVC sebagai controllebih terlambat untuk matang daripada area drive hal ini pula yang menjelaskan kenapa kemampuan menghambat keinginan pada usia muda lebih lemah, penelitian akhir-akhir ini menunjukkan perbandingan antara pre adolescent dan dewasa muda, tampak puncak aktifitas ventral striatum ada pada mid-adolescent untuk merespon suatu pemberian, pada sisi penghambatan, PFC memegang peran vital dalam kesuksesan penentuan keputusan, PFC menerima input dari dari berbagai sumber untuk menentukan mana yang lebih penting dan menggerakkan aksi inhibisi diperlukan atau tidak.88,89Seseorang dengan kemampuan menghambatnya lemah akan membuat semakain sulit untuk menolak makan roti kedua,atau roti kelima, dalam hubungannya dengan obesitas, anak-anak dan remaja dengan perkembangan area drive dan control yang masih belum berfungsi sempurna, diperlukan kerjasama dalam pembentukan situasi yang kondusif antara lain orang tua, sekolah, pembuat kebijakan harus lebih aktif untuk menyediakan pilihan makanan yang sehat atau kesempatan aktifitas fisik bagi anak-anak.87Sangat sedikit penelitian tentang perbandingan respon otak antara anak obesitas dan non obese, suatu penelitian selama kondisi lapar, anak dengan obesitas menunjukkan peningkatan aktifitas dibandingkan anak dengan berat badan normal di area ACC, dan medial PFC, selama kondisi setelah makan anak obesitas masih menunjukkan peningktan aktifitas, hasil ini mengindikasikan group obesitas lebih responsif terhadap nafsu makan, menambah pemahaman mekanisme otak pada anak obesitas, secara keseluruhan penelitian menunjukkan seseorang obesitas mengalami peningkatan keinginan untuk makan dan area drive lebih kuat.di pelbagai penelitian pada umumnya menunjukkan anak-anak obesitas adalah lebih impulsiv dan kurang mempunyai kemampuan untuk menolak pemberian dibandingkan anak-anak dengan berat badan normal, suatu penelitian cross sectional menyimpulkan anak obesitas lebih impulsive dibandingkan anak-anak dengan berat badan normal.87,88,89

Gambar 5. Perbedaan perkembangan neuropsikiatri pada anak.87

BAB VSIMPULAN

Kecerdasan emosi pada anak obesitas adalah suatu aspek yang tidak bisa dikesampingkan, seperti data-data yang telah ada, angka kejadian obesitas pada anak-anak semakin meningkat, obesitas sangatlah kompleks, mulai dari penyebab, penanganan, dan dampaknya, banyak literatur dan penelitian yang hanya terfokus pada dampak medis, seperti, gangguan kardio vaskuler, diabetes melitus, hormonal, OSAS, tentunya dampak psikososial salah satunya kecerdasan emosi juga tidak kalah penting menentukan kualitas hidup anak dengan obesitas.Kecerdasan emosi pada anak obesitas masih merupakan permasalahan yang diperdebatkan, di satu sisi didapatkan hubungan yaitu rendahnya kecerdasan emosi pada anak obesitas, pada penelitian lain tidak didapatkan hubungan atau kecerdasan emosi anak obesitas sama dengan kecerdasan emosi anak dengan berat badan normal, kecerdasan emosi pada anak obesitas dimplikasikan sebagai tingginya angka depresi, ketidakpuasan bentuk tubuh, harga diri, emosional.Tidak jarang anak-anak dengan obesitas menerima stigma, diskriminasi, ejekan dari teman-temannya yang kesemuanya itu dapat mengganggu, kesejahteraan sosialnya, prestasi sekolah, hal tersebut juga ditunjang adanya suatu pola terstruktur dimana masyarakat (orang tua, anak-anak) tidak menyadari bahwa sehari-hari melalui media masa, televisi, video game, periklanan terekspose oleh sigma tentang obesitas, pemaknaan tersebut berkorelasi linear apabila ditinjau dari sistem neuron yang mengatur tentang pengambilan suatu keputusan (emosional), dimana daerah PFC (prefrontal cortex) pada usia anak-anak adalah bagian yang terlambat mencapai proses kematangan, hal inilah yang menyebabkan apabila anak-anak cenderung lebih impulsif dalam pengambilan keputusan emosionalnya, tetapi hal itu tidak mutlak karena perkembangan otak sangat banyak variasinya meskipun dalam usia yang sama.Diperlukan suatu aksi yang sistemik dan efektif dalam rangka mencegah dan menangani terjadinya obesitas pada anak, para pembuat kebijaksanaan harus saling terlibat dimulai dari peran orang tua, guru sekolah, para profesional di bidangnya untuk saling berkolaborasi menciptakan suasana yang kondusif, guna meningkatkan kecerdasan emosinya dalam menghadapi segala permasalahan yang dihadapi oleh anak-anak dengan obesitas, dengan harapan penggabungan tingginya nilai kecerdasan emosi + kecerdasan intelektual + kecerdasan spiritual bisa membentuk anak-anak Indonesia menjadi aset yang sehat baik dari segi fisik maupun mentalnya.

Summary

The emotional quotient of children with obesity has been a vital aspect of growth, as it is shown by the available datas and increasing number of childs obesity. Obesity itself is complex, ranging from its cause, treatment, and impact on children. There are literatures and studies focussing on learning obesitys medical impact, such as: cardiovascular diseases, diabetes mellitus, hormonal changes, OSAS, and also psychosocial impact which one of its component is the emotional quotient which becomes one of the aspects which is determining the children with obesitys quality of life.The emotional quotient of children with obesity has been debated by physicians. Some said there is an association between the low emotional quotient of children with obesity with obesity itself, whilst, on the contrary, some said that there is no association between the emotional quotient of children with obesity with obesity itself, simply said, it is basically the same with the emotional quotient of normal-weighed children. The low emotional quotient of children with obesity has been implicated by the high rate of depression, low self-esteem and confidence, and negative body image.The children with obesity often experience stigmatization, discrimination, name-calling, and bullying from their peers which all of that are able to negatively impact their social life, school-related performance, and achievement. These condition is worsened by structured pattern where people (mainly parents and kids) do not really aware that daily mass medias, television, video games, and advertisement have been exposed by negative stigma of obesity. There is linear correlation between this condition with neurological process in decision-making. Observation in neuron system which is responsible in decision-making ability (emotional) shows that the childrens prefrontal cortex (PFC) is the slowest part of brain to achieve its maturity. This condition likely causing children to behave impulsively in making emotional decision, although this finding is not absolute because brains development is not only influenced by one single factor, but also by many factor which result many variations, even in the same age.Comprehensive and effective actions in preventing and treating obesity in children must be implented, yet participation of the leaders, decision-makers, parents, teachers, physicians, and professionals in creating condusive and nurturing condition in order to increase the emotional quotient of children with obesity in facing problems and difficulties. Hoping by the supporting combination of high emotional quotient, intelectual quotient, and spiritual quotient, Indonesias children can be the physically and mentally healthy assets for Motherland.

DAFTAR PUSTAKA

1.Butland B, Jebb S, Kopelman P, McPherson K, Thomas S, Mardell J, et al. Tackling obesity: future choice project report. London: Department of innovation, universities and skill; 2007; 207-11.

2.Zametkin AJ, Zoon CK, klein HW, Munson S. Psychiotric aspects of child and adolescent obesity. J Amer Acad Child Adol Psych. 2004; 43: 134 150.3.Sjarif DR. Obesitas anak dan remaja. Dalam: Sjarif DR, Lestari ED, Mexitalia M, Nasar SS, penyunting. Buku ajar nutrisi pediatrik dan penyakit metabolik. Jakarta: BP IDAI; 2011; 230.4.Lobstein T, Baur L, Uauy R. Obesity in children and young people: a crisis in public health. Obesity review. 2004; 5(suppl 1): 4-104.5.Wardle J, Cooke L. The impact obesity on psychological well-being. Dalam: Bagchi D. Penyunting. Clinical endocrinology and metabolism. Vol.19. no 3. USA: elseiver academic press; 2005; 421 440.6.Jansen W, Van de looij PM, Wilde EJ, Brug J. Feeling fat rather than being fat may be associated with psychological well-being in young dutch adolescent. Journal of adolescent health. 2008; vol 42, no 2: 128 136.7.Elsenberg ME, Neumark SD, Story M. Association of weight based teasing and emotional well being among adolescent. Journal of pediatric and adolescent medicine. 2003; vol 157, no 8: 733 88.8.William J, Wake M, Hesketh K, Maher E, Waters E. Health related quality of life of overweight and obese children. JAMA. 2005; 293: 70-6.9.Griffiths LJ, Wolke D, Page AS, Horwood JP. Obesity and bullying: different effects for boys and girls. Arch Dis Child; 2006: 91: 121.10.Depkes. Riskesdas nasional 2007 Laporan Nasional. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. vii-ix.11.Depkes. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 Laporan Provinsi Jawa Tengah. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. 34-48.12.Lestari ED, Hidayah D, Karini SM. Social maturity among obese children in Surakarta,Indonesia. Paediatrica Indonesiana. 2006 July August; Vol. 46, No. 7-8.13.Ivancevich K, Mattenson. Organizational behavior and management. 8thed. New york: Mc-Graw-Hill. 2008.14.Goleman D. Kecerdasan emosional mengapa EI lebih penting daripada IQ. Jakarta: PT. Gramedia pustaka ilmu. 2007.15.Uno H. Orientasi baru dalam psikologi pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi aksara. 2006.16.Bambang SW. Pentingnya kecerdasan emosional dalam pendidikan. 2008 Mei (diakses tanggal 25 maret 2013). Diunduh dari: http: / bambang sw. blogspot. com/ 2008/ 05/ pentingnya-eq.html.17.Salovey P, Mayer JD. The intelligence of emotional intelligence. Journal of educational psychology. 1993; 17: 433 442.18.Stein S, Book HE. Ledakan EQ, 15 prinsip dasar kecerdasan emosional meraih sukses. Bandung: kaifa. 2002.19.Hermaya T. Kecerdasan emosional. Jakarta: PT Gramedia pustaka utama. 2006; 19 -25.20.Asri DN, Setiasih. Penerapan metode akupuntur pada wanita penyandang obesitas. Indonesian psychological journal. 2004; 19: 286-296.21.Troisi A, Giorgio L, Aleini S, Nanni RC, Pascuale C, Siracusano A. Body dissatisfaction in women with eating disorders: relationship to early separation anxiety and insecure attachment. Psychosomatic medicine. 2006; 46: 449-45322.Reilly JJ. Obesity in childhood and adolescent: evidence based clinical and public health perspectives. Postgrad med J. 2006; 82: 429-37.23.Wang Y, Monteiro C, popkin BM. Trend of obesity and underweight in older children and adolescent in the United states, Brazil, China, and Russia. Am J Clin Nutr. 2002; 75: 971-7.24.Berthoud HR, morrison C. The brain, appetite, and obesity. Annu Rev Psychol. 2008; 59: 55-92.25.Subardja D, Cahyono HA, Moelyo AG. Obesitas pada anak. Dalam: Batubara JRL, Tridjaja B, Pulungan AB, penyunting. Buku ajar endokrinologi anak edisi 1. Jakarta: BP IDAI; 2010: 355.26.WHO. Obesity: Preventing and managing the global epidemic. WHO technical report series. Geneva:WHO;2000; 894.27.Rashmi, Jaswal S. Self concept of obese and non obese urban teenagers. J psychology. 2010;1 (2): 73-8.28.Gordon LP. Obesity related knowledge, attitudes, and behaviors in obese and non obese urban philadelphia female adolescent. Obes res. 201; 9: 112-8.29.World Health Organization. Obesity and overweight. 2012 ( diakses tanggal 1 April 2013 ). Diunduh dari: http//www.who.int/mediacenter/factsheet/fs311/en/.30. Rees R, Oliver K, Woodman J, Thoma J. The views of young children in the UK about obesity, body size, shape and weight: a systematic review. BMC public health. 2011; 11: 188.31.Riskesdas 2010 [internet]. 2010 [diakses 1 April 2013]. Diunduh dari: http://kgm.bappenas.go.id/index.php?hal=13&keyIdHead=10.32.Dietz WH. Health consequences of obesity in youth: childhood predictor of adult disease. Pediatric 101. 1998; 518-525.33.Lioret S, Touvier M, Dubuisson C, Dufour A, Calamassi G, Lafay L et al. Trends in child overweight rates and energy intake in france from 1999 to 2007: relationship with sosioeconomic status. Obesity ( silver spring) 2009; 17: 1092-1100.34.Whitaker RC, Wright JA, Pepe MS, Siedel KD, Dietz WH. Predicting obesity in young adulthood from childhood and parental obesity. N Eng J Med 1997; 337:869-73.35.Vanitallia TB. Predicting obesity in children. Nutr rev. 1998; 56: 154-5.36.Owen CG, Martin RM, Whincup PH, Davery SG, Gilman MW, Cook DG. The effect of breastfeeding on mean body mass index throughout life: a quantitative review of published and unpublished observational evidence. Am J Clin Nutr. 2005; 82: 1298-1307.37.Ludwig DS, Peterson KE, Gortmaker SL. Relation between consumption of sugar-sweetened drinks and childhood obesity: a prospective observational analysis. Lancet. 2001; 357: 505-8.38.Bowman SA, Gortmaker SL, Ebbeling CB, Pereira MA, Ludwig DS. Effects os fast food consumption on energy intake and diet quality among children in a nayional household survey. Pediatrics. 2004;113: 112-8.39.Niklas TA, Yang SJ, Baranowski T, Zakeri I, Berenson G. Eating patterns and obesity in children. The bogalussa heart study. Am J Prev Med. 2003; 25: 9-16.40.Pahkala K, Heinonen OJ, Lagstrom H, Hakala P, Sillanmaki L, Simell O. Leisure time physical activity of 13 year old adolescent. Scand j Med Sci Sports. 2007; 17: 324-330.41.Tammelin T, Ekelind U, Nayha S. Physical activity and sedentary behaviors among finish youth. Med sci sports exerc. 2007; 39: 1067 1074.42.Kautiainen S, Koivisto AM, Koivasilta L, Lintonen T, Virtanen SM, Rimpela A. Sosiodemographic factors and a secular trend of adolescent overweight in Finland. Int J pediatr obes. 2009; 4: 360 370.43.Nassar SS. Obesitas pada anak. Aspek klinis dan pencegahan. Dalam: Samsudin, Nassar SS, Sjarif DR, penyunting. Naskah lengkap PKB IKA XXXV. Masalah gizi ganda dan tumbuh kembang anak. Jakarta: Bina Rupa Aksara; 1995.68-81.44.Gahagan S. Overweight and obesity. In: Kliegman RM,editor. Nelson textbook of pediatrics. 19th ed. Philadelphia. Elsevier; 2011.45.Despres JP, Lemieux I, Prudhomme D. Treatment of obesity: need to focus on high risk abdominally obese patients. BMJ. 2001 March 24; 322(7288): 716720.46.Frisancho AR, Smith S, Alba R. Relationship of serum cholesterol and truncal body fat distribution among mexican americans is accentuated by obesity. American journal of Human Biology. 1994; 6:51-9. 47.Chan JM, Rimm EB, Colditz GA, Stampfer MJ, Willett WC. Obesity,fat distribution, and weight gain as risk factors for clinical diabetes in men. Diabetes Care. 1994; 17:961-9.48.Adipokines: new areas of research on the obesity frontier . 2012 ; diambil 2013 April 10]. Diunduh dari: http://www.raybiotech.com/Adipokine_Obesity_Frontier.asp49.Lee YS. Consequence of childhood obesity. Ann acad med singapore. 2009; 38: 75 81.50.Flodmark CE, Marcus C, Britton M. Intervention to prevent obesity in children and adolescent: a systematic literature review. International jurnal of obesity. 2006; 30: 579 589.51.Mayhew SR, Mcvey G, Bardick A, Ireland alana. Mental health, wellness, and childhood overweight/obesity. Journal of obesity. 2012; 1 9.52.Zametkin AJ, Zoon CK, Klein HW, Munson S. Psychiatric aspect of child and adolescent obesity: a review of the past 10 years. Journal of the american academy of child and adolescent psychiatry. 2004; vol 43, no 2: 134 150.53.Ebstein LH, Valoski A, Wing RR, Mccurley J. Ten years follow up of behavioral, family based treatment for obese children. JAMA. 1990; 264 (19): 2519 2523.54.Valerie H, Myers, Martin PD. Behavioral counseling: family based behavioral counseling in clinical setting. Dalam : Sothern MS, Gordon ST, Alnen TKV, penyunting. Handbook of pediatric obesity. USA. CRC press; 2006: 148.55.Gibson LY. An overview of psychosocial symptoms in obese children. Dalam. Baghci D, penyunting. Global perspective on childhood obesity Current status, consequence and prevention. New york USA. Elseiver ; 2011: 233 244.56.Stice E, Presnell K, Shaw, Rhode P. Psychological and behavioral risk factors for obesity onset in adolescent girls: a prospective study. Journal of consulting and clinical psychology. 2005; vol 73, no 2: 205.57.Goldfield GS, Moore K, Henderson A, Buchholz N, Obeid, Flament MF. Body dissatisfaction, dietary restrain, depression, and weight status in adolescent. The journal of school health. 2010; vol 72, no 1: 186 192.58.Britz W, Siegfried A, Zielger et al. Rates of pshychiatric disorders in a clinical study group of adolescent with extreme obesity and inn obese adolescent ascertained via a population based study. International journal of obesity and related metabolic disorders. 2000; nol 24, no 12: 1707 1714.59.Miller CT, Downey KT. A metaanalysis of heavyweight and self esteem. Personality and social psychology review. 1999; 3: 68 84.60.Deborah YH, Schlundt DG, Wenderoth LH, Bozylinski K. Obesity, appearance, and psychosocial adaptation in young african American children. Journal of pediatric psychology. 2003; vol 28, no 7: 463 472.61.Kraff MT, Yanovski SZ, Wilfley DE, Marmarosh C, Morgan CM, Yanovski JA. Eating disordered behaviors, body fat, and psychopatology in overweight and normal weight children. Journal of consulting and clinical psychology. 2004; vol 72, no 1: 53 61.62.Rawana JS, Morgan AS, Nguyen H, Craig SG. The relation between eating and weight related disturbance and depression in adolescence: a review. Clinical child and family psychologi review. 2010; vol 13, no 3: 213 230.63.Renman C, Engstrom I, Silverdal SA, Aman J. Mental health and psychosocial characteristics in adolescent obesity: a population based care control study. Acta paediatrica. 1999; vol 88, no 9: 998 1003.64.Schwimner J, Burwinkle T, Varni J. Health related quality of life of severely obese children and adolescents. Journal of the american medical association. 2003; vol 289, no 14: 1813 1819.65.Schilder PM. The image and appearance of the human body: studies in the constructive energies of the psyche New York. International Universities Press. 1978.66.Pruzinsky T, Cash TF. Understanding body images: historical and contemporary perspectives. Dalam. Crash TF, Pruzinsky T, penyunting. Body image: a handbook of theory, research & clinical practice. New York: The Guilford Press; 2004:3-12.67.Musher-Eizenman DR, Holub SC, Edwards-Leeper L, Persson AV,Goldstein SE. The narrow range of acceptable body types of preschoolers and their mothers. Appl Dev Psychol . 2003; 24: 259-272.68.Ricciardelli LA, McCabe MP. Childrens body image concerns and eating disturbance: a review of the literature. Clin Psychol Rev. 2001; 21: 325-344.69.Haines J, Neumark-Sztainer D, Wall M, Story M. Personal, behavioural, and environmental risk and protective factors for adolescent overweight. Obesity. 2007; 15: 2748-2760.70.Padgett J, Biro FM. Different shapes in different cultures: body dissatisfaction, overweight, and obesity in African-American and caucasian females. J Pediatr Adolesc Gynecol . 2003; 16: 349-354.71.Neumark-Sztainer D, Croll J, Story M, Hannan P, French SA, Perry C. Ethnic/racial differences in weight-related concerns and behaviours among adolescent girls and boys: findings from project EAT. J Psychosom Res. 2002; 53: 963-974.72.Van den Berg P, Neumark-Sztainer D. Fat n happy 5 years later: is it bad for overweight girls to like their bodies?. J Adolesc Health. 2007; 41: 415-417.73.Cornette R. The emotional impact of obesity on children. Worldviews on evidence based nursing. 2008; vol 5, no 3: 136 141.74.Adams RE, Bukowski WM. Peer victimization as a predictor of depresion and body mass index in obese and non obese adolescent. Journal of child psychology. 2008; vol 49, no 8: 858 866.75.Puhl RM, Brownell KD. Confronting and coping with weight stigma: an investigation of overweight and obese adults. Obesity ( silver spring ). 2006; 14: 1802 1815.76.Warschburger P. The unhappy obese child. International journal of obesity. 2005; vol 29, n0 2: 127 29.77.Hwang JW, Lyoo IK, Kim BN, Shin MS, Kim SJ, Cho SC. The relationship between temperament and character and psycopathology in community children with overweight. Journal of development and behavioral pediatrics. 2006; vol 27, no 1: 18 24.78.Gray WN, Kahlan NA, Janicke DM. Peer victimization and pediatric obesity: a review of the literature. Psychology in the school. 2009; vol 15, no 7: 720 27.79.Robinson S. Victimization of obese adolescent. The journal of school nursing. 2006; vol 22, no 4: 201 06.80.Erickson SJ, Robinson TN, Haydel KF, Killen JD. Are overweight children unhappy? Body mass index, depresive symptoms and overweight concern in elementary school children. Archieve of pediatrics and adolescent medicine. 2000; vol 154, no 9: 931 35.81.Kurth BM, Ellert U. Perceived or true obesity: Which cause more suffering in adolescent? Examination survey for children and adolescent. Findings of the German health interview and examination survey for children and adolescent ( KiGGS ). Deutches arzsteblatt international. 2008; vol 105, no 23: 406 12.82.Shoup JA, Gattshall M, Dandamudi P, Estabrooks P. Physical activity, quality of life, and weight status in overweight children. Quality of life research. 2008; vol 17, no 3: 407 12.83.Swallen KC, Reither EN, Haas SA, Meier AM. Overweight, obesity, and health related qualityof life among adolescent health. 2002; vol 7,no 4: 340 345.84.Latner JD, Rosewall JK, Simmonds MB. Childhood obesity stigma: association with television with televisio, videogame, and magazine exposure. J .bodyim. Elseiver. 2007; vol 4: 147 155.85.Puhl RM, Heuer CA. The stigma of obesity: a review and update. Journal of obesity. 2009: 1 21.86.Robinson T, Callister M, Jankoski T. Portrayal of body weight on childrens television sitcoms: a content analysis. Body image. 2008; 5: 141-151.87.Carnell S, Gibson L, Benson C, Ochner CN, Geliebter A. Neuroimaging and obesity: current knowledge and future direction. Obesity reviews. 2011; 1 13.88.Bruce AS, Martin LE, Savage CR. Neural correlates of pediatrics obesity. Prev med. 2011; 1-7.89.Bruce AS, Holsen AM, Chambers R. Obese children show hyperactivation to food picture in brain network linked to motivation and reward. Int J. Obes. 2010; 34: 1494 1500.0

56