Sari Nurmalia

8
1 Pengaruh Ekstrak Etanolik Daun Bambu Jawa (Gigantochloa atter) terhadap Lesi Mukosa Gaster Tikus yang Diinduksi Boraks (Na 2 B 4 O 7 .10H 2 O) Sari Nurmalia 1 , Rima Zakiyah 2 , Arif Yahya 2 1 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang 2 Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang ABSTRAK Pendahuluan: Boraks merupakan bahan berbahaya yang disalahgunakan sebagai bahan tambahan pangan. 1 Boraks merupakan radikal bebas eksogen yang dapat memicu kerusakan organ akibat stres oksidatif. 2 Stres oksidatif dapat dihambat oleh antioksidan. 3 Flavonoid pada ekstrak daun bambu (BLE) berfungsi sebagai antioksidan non- enzimatis. 4 Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanolik daun Bambu Jawa terhadap lesi mukosa gaster tikus yang diinduksi boraks. Metode: Penelitian eksperimental laboratorium pada 25 tikus Wistar jantan dalam lima kelompok yaitu kelompok kontrol negatif (aquades 2 cc), kontrol positif (boraks 1 gr/KgBB), perlakuan 1 (boraks dan BLE 10 mg/ml), 2 (boraks dan BLE 20 mg/ml) dan 3 (boraks dan BLE 40 mg/ml). Induksi dilakukan setiap hari selama 21 hari, lalu dilakukan pengecatan Hematoxylen Eosin (HE) pada preparat histologi gaster. Pengukuran lesi mukosa gaster dalam lima lapang pandang diamati melalui mikroskop dengan perbesaran 200 kali. Data dianalisa dengan uji Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney (p≤0.05). Hasil: Pemberian BLE dosis 10 mg/ml (p=0.881), 20 mg/ml (p=0.881) dan 40 mg/ml (p=0.050) mampu menurunkan lesi mukosa mukosa gaster akibat boraks sebesar 33.33% (10 mg/ml dan 20 mg/ml) sampai 50% (40 mg/ml). Kesimpulan: Ekstrak etanolik daun Bambu Jawa dosis 40 mg/ml signifikan menurunkan lesi mukosa gaster tikus strain Wistar yang diinduksi boraks. Kata Kunci : Gigantochloa atter, Bambu Jawa, boraks, lesi mukosa lambung. The Effect of Ethanolic Extract of Java Bamboo (Gigantochloa atter) Leaves to Gastric Mucosal Lesion in Rat Induced Borax (Na 2 B 4 O 7 .10H 2 O) Sari Nurmalia 1 , Rima Zakiyah 2 , Arif Yahya 2 1 Student of Medical Faculty of Malang Islamic University 2 Lecturer of Medical Faculty of Malang Islamic University ABSTRACT Introduction: Borax was hazardous ingredients that abused as food additives. 1 Borax was exogenous free radicals that can trigger organ damage due to oxidative stress. 2 Oxidative stress can be inhibited by the antioxidants. 3 Flavonoids in bamboo leaves extract (BLE) serves as a non-antioxidant enzimatis. 4 This study aims to identifying the effect of ethanolic extract of Java bamboo leaves to gastric mucosal lesion in rat induced borax. Method: experimental laboratory design used 25 male Wistal rats divided into 5 groups; namely negative control (2 cc of aquades), positive control (borax 1 gr/BW), treatment 1 (borax and 10 mg/ml dose of BLE), treatment 2 (borax and 20 mg/ml of BLE), and treatment 3 (borax and 40 mg/ml of BLE). The induction was carried out every day in 21 days, then done the colored histology preparation by Hematoxylen Eosin (HE). The measurement of the gastric mucosal lesion in five fields of view observed through a microscope with magnification 200 times. Data were analyzed with Kruskal-Wallis and Mann-Whitney (p0.05) tests. Result: 10 mg/ml (p=0.881), 20 mg/ml (p=0.881) and 40 mg/ml (p=0.050) doses of BLE were able to decrease of gastric mucosal lesion caused by borax amount of 33.33% (10 mg/ml and 20 mg/ml) until 50% (40 mg/ml). Conclusion: 40 mg/ml dose of ethanolic extract of Java bamboo leaves are decrease significantly to gastric mucosal lesion in rat induced borax. Keywords: Gigantochloa atter, Java Bamboo, borax, gastric mucosal lesion. PENDAHULUAN Akhir-akhir ini di Indonesia banyak terjadi penyalahgunaan bahan tambahan pangan (BTP) berbahaya. 6 Berdasarkan hasil survei keamanan pangan tahun 2013 yang dilakukan oleh Badan POM RI pada 1.504 Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) di 18 provinsi, ditemukan banyak penyalahgunaan bahan berbahaya seperti boraks (8,80%), formalin (4,89%), rhodamin B dan methanyl yellow (4,89%) pada produk IRTP. 1 Survei tersebut membuktikan bahwa SK Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 722/MENKES/PER/IX/1988 tentang larangan penggunaan boraks sebagai bahan tambahan makanan masih belum dipatuhi oleh lapisan masyarakat di Indonesia. 7 Penggunaan boraks sebagai BTP tidak memenuhi kaidah Islam mengenai produk pangan yang halal dan baik (halalan thoyiban). Kaidah tersebut diatur secara jelas dalam Q.S Al-Baqarah (168), Al- Maidah (88), An-Nahl (114) serta dipertegas dalam hadist Nabi Muhammad SAW. 8 Di dalam ajaran Islam menghindari kemudaratan lebih diutamakan daripada mengambil kemaslahatan. Boraks (Na 2 B 4 O 7. 10H 2 O) biasa digunakan sebagai bahan pembersih, pengawet

description

sari nurmalia

Transcript of Sari Nurmalia

Page 1: Sari Nurmalia

1

Pengaruh Ekstrak Etanolik Daun Bambu Jawa (Gigantochloa atter) terhadap Lesi Mukosa

Gaster Tikus yang Diinduksi Boraks (Na2B4O7.10H2O) Sari Nurmalia

1, Rima Zakiyah

2, Arif Yahya

2

1 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang

2 Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang

ABSTRAK

Pendahuluan: Boraks merupakan bahan berbahaya yang disalahgunakan sebagai bahan tambahan pangan.1 Boraks

merupakan radikal bebas eksogen yang dapat memicu kerusakan organ akibat stres oksidatif.2 Stres oksidatif dapat

dihambat oleh antioksidan.3 Flavonoid pada ekstrak daun bambu (BLE) berfungsi sebagai antioksidan non-

enzimatis.4

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanolik daun Bambu Jawa terhadap

lesi mukosa gaster tikus yang diinduksi boraks. Metode: Penelitian eksperimental laboratorium pada 25 tikus Wistar

jantan dalam lima kelompok yaitu kelompok kontrol negatif (aquades 2 cc), kontrol positif (boraks 1 gr/KgBB),

perlakuan 1 (boraks dan BLE 10 mg/ml), 2 (boraks dan BLE 20 mg/ml) dan 3 (boraks dan BLE 40 mg/ml). Induksi

dilakukan setiap hari selama 21 hari, lalu dilakukan pengecatan Hematoxylen Eosin (HE) pada preparat histologi

gaster. Pengukuran lesi mukosa gaster dalam lima lapang pandang diamati melalui mikroskop dengan perbesaran

200 kali. Data dianalisa dengan uji Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney (p≤0.05). Hasil: Pemberian BLE dosis 10

mg/ml (p=0.881), 20 mg/ml (p=0.881) dan 40 mg/ml (p=0.050) mampu menurunkan lesi mukosa mukosa gaster

akibat boraks sebesar 33.33% (10 mg/ml dan 20 mg/ml) sampai 50% (40 mg/ml). Kesimpulan: Ekstrak etanolik

daun Bambu Jawa dosis 40 mg/ml signifikan menurunkan lesi mukosa gaster tikus strain Wistar yang diinduksi

boraks.

Kata Kunci : Gigantochloa atter, Bambu Jawa, boraks, lesi mukosa lambung.

The Effect of Ethanolic Extract of Java Bamboo (Gigantochloa atter) Leaves to Gastric

Mucosal Lesion in Rat Induced Borax (Na2B4O7.10H2O) Sari Nurmalia

1, Rima Zakiyah

2, Arif Yahya

2

1 Student of Medical Faculty of Malang Islamic University

2 Lecturer of Medical Faculty of Malang Islamic University

ABSTRACT

Introduction: Borax was hazardous ingredients that abused as food additives.1 Borax was exogenous free radicals

that can trigger organ damage due to oxidative stress.2 Oxidative stress can be inhibited by the antioxidants.

3

Flavonoids in bamboo leaves extract (BLE) serves as a non-antioxidant enzimatis.4 This study aims to identifying the

effect of ethanolic extract of Java bamboo leaves to gastric mucosal lesion in rat induced borax. Method:

experimental laboratory design used 25 male Wistal rats divided into 5 groups; namely negative control (2 cc of

aquades), positive control (borax 1 gr/BW), treatment 1 (borax and 10 mg/ml dose of BLE), treatment 2 (borax and

20 mg/ml of BLE), and treatment 3 (borax and 40 mg/ml of BLE). The induction was carried out every day in 21

days, then done the colored histology preparation by Hematoxylen Eosin (HE). The measurement of the gastric

mucosal lesion in five fields of view observed through a microscope with magnification 200 times. Data were

analyzed with Kruskal-Wallis and Mann-Whitney (p≤0.05) tests. Result: 10 mg/ml (p=0.881), 20 mg/ml (p=0.881)

and 40 mg/ml (p=0.050) doses of BLE were able to decrease of gastric mucosal lesion caused by borax amount of

33.33% (10 mg/ml and 20 mg/ml) until 50% (40 mg/ml). Conclusion: 40 mg/ml dose of ethanolic extract of Java

bamboo leaves are decrease significantly to gastric mucosal lesion in rat induced borax.

Keywords: Gigantochloa atter, Java Bamboo, borax, gastric mucosal lesion.

PENDAHULUAN

Akhir-akhir ini di Indonesia banyak terjadi

penyalahgunaan bahan tambahan pangan (BTP)

berbahaya.6 Berdasarkan hasil survei keamanan pangan

tahun 2013 yang dilakukan oleh Badan POM RI pada

1.504 Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) di 18

provinsi, ditemukan banyak penyalahgunaan bahan

berbahaya seperti boraks (8,80%), formalin (4,89%),

rhodamin B dan methanyl yellow (4,89%) pada produk

IRTP.1 Survei tersebut membuktikan bahwa SK

Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

722/MENKES/PER/IX/1988 tentang larangan

penggunaan boraks sebagai bahan tambahan makanan

masih belum dipatuhi oleh lapisan masyarakat di

Indonesia.7 Penggunaan boraks sebagai BTP tidak

memenuhi kaidah Islam mengenai produk pangan yang

halal dan baik (halalan thoyiban). Kaidah tersebut

diatur secara jelas dalam Q.S Al-Baqarah (168), Al-

Maidah (88), An-Nahl (114) serta dipertegas dalam

hadist Nabi Muhammad SAW.8 Di dalam ajaran Islam

menghindari kemudaratan lebih diutamakan daripada

mengambil kemaslahatan.

Boraks (Na2B4O7.10H2O)

biasa digunakan sebagai bahan pembersih, pengawet

Page 2: Sari Nurmalia

2

kayu, antiseptik, dan insektisida.9 Boraks ditambahkan

dalam produk makanan sebagai food additive dan food

preservative. Food additive seperti menambah

kerenyahan pada krupuk dan menambah kekenyalan

pada bakso, sebagai food preservative boraks membuat

makanan lebih awet. Boraks bersifat toksik bagi

manusia dan hewan.10,11

Kandungan dari boraks (asam

boron) merupakan sumber radikal bebas eksogen.2

Radikal bebas adalah atom atau molekul yang

terdiri dari satu atau lebih elektron yang tidak

berpasangan pada orbit terluarnya, yang dapat memicu

terjadinya stres oksidatif dalam tubuh melalui

peroksidasi lipid, protein, dan DNA.2 Hal inilah yang

memicu terjadinya kerusakan sel pada semua organ

yang terpapar boraks salah satunya organ gaster.12

Paparan boraks yang berlangsung lama (kronik) akan

menyebabkan radang pada organ gaster yang disebut

gastritis dan bisa mengakibatkan terjadinya ulkus

peptikum.1,7

Gastritis dan ulkus peptikum secara

konvensional dapat diobati dengan obat golongan

antasida dan mukoregulator tetapi banyak

menimbulkan dilema di kalangan masyarakat antara

lain kepatuhan pasien untuk minum obat dan banyak

efek obat yang tidak diinginkan.13

Efeknya mulai dari

yang ringan seperti mual, muntah, masalah

kardiovaskuler sampai yang parah seperti Burnett

syndrome (hiperkalsemia, hiperfosfatemia, dengan

kemungkinan kalsinosis ginjal dan meluas menjadi

insufisiensi ginjal).14

Hal inilah yang mendorong para

ilmuan untuk memanfaatkan keanekaragaman hayati

yang ada (back to nature) sebagai antioksidan alami

untuk upaya preventif dan kuratif dengan harapan lebih

ekonomis dan sedikit memberikan efek samping.

Eksplorasi kekayaan alam botani merupakan salah satu

contoh ajaran islam yang dijelaskan pada QS ‘Abasa

(24-31) dan Ar-Ra’du (3-4). Pada ayat-ayat tersebut

menjelaskan tentang ajakan bagi kaum muslim untuk

memanfaatkan kekayaan alam dengan sebaik-baiknya.

Salah satu contoh kekayaan alam sebagai sumber

antioksidan alami adalah ekstrak daun Bambu Jawa

(Gigantochloa atter).

Di negara Indonesia, distribusi Bambu Jawa

(Gigantochloa atter) sangat luas hampir ada di seluruh

wilayah Indonesia, mulai dari pulau Jawa, Sumatera,

dan Kalimantan. Sudah dibuktikan pada penelitian

sebelumnya pada tahun 2012 bahwa daun bambu

mengandung multi biological effect yang dapat

berfungsi sebagai penangkal radikal bebas, anti-aging,

antimikroba, antikanker, antidiabetes dan bisa

mencegah penyakit kardiovaskuler.15

Kandungan utama

ekstrak daun bambu adalah flavonoid yang merupakan

metabolit sekunder, dimana berperan sebagai

antioksidan dalam tubuh.4

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu

dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh

ekstrak etanolik daun Bambu Jawa sebagai antioksidan

yang bisa menangkal senyawa radikal bebas, khususnya

terhadap mukosa gaster tikus strain Wistar yang

diinduksi boraks dosis (1 gr/KgBB) sebagai sumber

radikal bebas. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pengaruh ekstrak etanolik daun Bambu

Jawa (Gigantochloa atter) dosis 10 mg/ml, 20 mg/ml

dan 40 mg/ml terhadap mukosa gaster tikus strain

Wistar yang diinduksi boraks 1 gr/KgBB.16,17

METODE PENELITIAN

Pendekatan Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan metode

eksperimental laboratorium desain control group post

test only secara in vivo menggunakan hewan coba tikus

strain Wistar jantan.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2013 – Juli

2013 di Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran

Universitas Islam Malang, Laboratorium FAAL

Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, dan

Laboratorium AKAFARMA SMK Putera Indonesia

Malang.

Ethical Clearance

Penelitian ini telah mendapat surat laik etik dari

Komisi Etik Kesehatan Fakultas Kedokteran

Universitas Brawijaya No.320/EC/KEPK-S1/05/2014

dan disetujui pada tanggal 9 mei 2014.

Prosedur Kerja

Pengelompokan Kelompok Kontrol dan Perlakuan

Pengelompokan hewan coba dilakukan secara acak.

Dari 25 hewan coba dibagi menjadi 5 kelompok, 2

kelompok kontrol dan 3 kelompok perlakuan. Tiap

kelompok terdiri dari 5 tikus.

Pembuatan Larutan Boraks

Serbuk boraks (Na2B4O7.10H2O) diperoleh dari

Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran

Universitas Islam Malang. Seratus gram boraks

dilarutkan dalam 100 mL aquades.

Pembuatan Ekstrak Etanolik Daun Bambu Jawa

Simplisia daun Bambu Jawa (Gigantochloa atter)

diperoleh dari Materia Medika Batu dengan nomor

determinasi 074/058/A/101.8/2013. Daun ini berasal

dari pemilihan daun segar, diambil 2-3 daun dari

pucuk, tidak keriting, tidak berbintik dan tidak terlalu

muda maupun terlalu tua.18

Sebanyak 20 gram serbuk

daun Bambu Jawa diekstrak dengan metode maserasi

dalam 200 ml etanol 96% dengan suhu 60°C selama 12

jam, kemudian disaring. Hasilnya dievaporasi, untuk

memisahkan etanol dan ekstrak murni daun Bambu

Jawa. Ekstrak etanolik daun Bambu Jawa kemudian

dibagi dalam tiga dosis 10 mg/ml (1 gr ekstrak

diencerkan dalam 100 ml aquades), 20 mg/ml (2 gr

ekstrak diencerkan dalam 100 ml aquades) dan 40

mg/ml (4 gr ekstrak diencerkan dalam 100 ml aquades).

Perlakuan

Tikus diadaptasikan didalam kandang hewan coba

yang diletakkan di laboratorium selama 7 hari dan

diberi makan serta minum sesuai standar. Kelompok

kontrol negatif (induksi aquades 2cc), kelompok

Page 3: Sari Nurmalia

3

kontrol positif (induksi boraks 1 gr/KgBB), kelompok

perlakuan 1 (induksi boraks 1 gr/KgBB dan ekstrak

daun bambu/BLE 10 mg/ml), kelompok perlakuan 2

(induksi boraks 1 gr/KgBB dan BLE 20 mg/ml) dan

kelompok perlakuan 3 (induksi boraks 1 gr/KgBB dan

BLE 40 mg/ml). Induksi dilakukan personde lambung.

Boraks diberikan 1 jam sebelum BLE dan diberikan

sehari sekali selama 21 hari.

Pengorbanan Hewan Coba dan Pembuatan

Preparat Histologi

Pada akhir penelitian, hewan coba dikorbankan

dengan diberi eter perinhalasi kemudian diambil organ

gaster untuk dibuat preparat histologi. Pembuatan

preparat histologi dilakukan di Laboratorium Patologi

Anatomi Welirang RSIA Malang.

Pemeriksaan Mikroskopis Mukosa Gaster

Pengukuran mukosa gaster tikus dilakukan dengan

mengukur panjang mukosa, panjang lesi, kedalaman

mukosa dan kedalaman lesi, menggunakan mikroskop

trinokular perbesaran 200x yang dilakukan oleh 2

peneliti yaitu peneliti utama dan peneliti pohon.

Pemeriksaan mikroskopis lesi mukosa gaster

ditunjukkan oleh gambar dibawah ini.

Cara Pengukuran Mikroskopis Gaster

a

b

c

d

Keterangan gambar: cara pengukuran panjang lesi (a), kedalaman lesi (b), panjang mukosa (c) dan tebal mukosa gaster (d).

Pengukuran dilakukan pada lima lapang pandang

untuk setiap preparat. Panjang lesi di ukur dari bagian

mukosa gaster yang mengalami erosi. Pengukuran

panjang mukosa dilakukan dengan mengukur panjang

mukosa dengan arah horisontal per lapang pandang.

Jadi panjang mukosa sama pada setiap preparat

histologi. Kedalaman lesi di ukur dari garis sejajar

epitel permukaan mukosa sampai dasar erosi,

sedangkan untuk kedalaman mukosa di ukur dari epitel

permukaan mukosa sampai batas antara muskularis

mukosa dengan submukosa gaster . Hasil pengukuran

dirata–rata dan diubah menjadi data ordinal atau score

menurut kriteria Sibilia et al (2003).5 Luas lesi dinilai

dari skor 0-3 berdasarkan kiteria berikut:

Skor 0 = tidak ada lesi

Skor 1 = lesi yang melibatkan 1-10% mukosa

Skor 2 = lesi yang melibatkan 11-20% mukosa

Skor 3 = lesi yang melibatkan >20% mukosa

Kedalaman lesi dinilai berdasarkan kriteria berikut:

Skor 0 = tidak ada perubahan

Skor 0,5 = erosi superfisial

Skor 1 = ulkus yang melibatkan 1/3 atas mukosa

Skor 2 = ulkus yang melibatkan 2/3 mukosa

Skor 3 = ulkus yang melibatkan hampir seluruh

ketebalan mukosa.

Skor luas panjang dan dalamnya lesi dijumlahkan

menjadi skor total mikroskopis yang mempunyai

rentang 0-6.

Teknik Analisa Data

Penelitian ini menggunakan uji statistik Kruskal-

Wallis (Analysis of variance) yang dilanjutkan dengan

uji Mann-Whitney untuk mengetahui perbandingan

antar kelompok. Hasil dikatakan bermakna jika p≤0.05.

HASIL PENELITIAN

Karakteristik Populasi

Penelitian ini menggunakan hewan coba tikus strain

Wistar berjenis kelamin jantan dengan umur 2-3 bulan.

Populasi dalam penelitian ini memiliki karakteristik

yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1: Karakteristik Populasi

Kelompok K(-) K(+) Pk1 Pk2 Pk3

Hewan

Coba

Tikus

Wistar

Tikus

Wistar

Tikus

Wistar

Tikus

Wistar

Tikus

Wistar

Jenis kelamin Jantan Jantan Jantan Jantan Jantan

Usia-Awal

(minggu) 8 8 8 8 8

Lama Adapasi

(minggu) 1 1 1 1 1

Usia-Akhir (minggu) 12 12 12 12 12

Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif

BB awal

(gr)

150-

180

150-

180

150-

180

150-

180

150-

180

BB

prakondisi (gr)

197-241

202-250

198-243

216-257

203-242

BB akhir

(gr)

220-

252

249-

302

212-

251

234-

285

224-

259

Aquades 2 cc + - - - -

Boraks

1gr/KgBB - + + + +

BLE - - 10 mg/ml

20 mg/ml

40 mg/ml

Jumlah

tikus per kelompok 5 5 5 5 5

Keterangan : K(-) = Kontrol (-), K(+) = Kontrol (+), Pk1 =

Perlakuan 1, Pk2 = Perlakuan 2, Pk3 = Perlakuan 3, BB = berat badan gr = Gram, KgBB = Kilogram berat badan, mg/ml = milligram per

milliliter, BLE = Bamboo Leave Extract Ekstrak etanolik daun

Bambu Jawa (Gigantochloa atter)

Tikus putih (Rattus novergicus) strain Wistar

memiliki kemiripan struktur DNA dengan manusia.17

Sehingga hasil penelitian ini diharapkan dapat

direpresentasikan pada manusia.

Page 4: Sari Nurmalia

4

Histopatologi Mukosa Gaster

Gambar. Histopatologi Mukosa Gaster (HE, 100X) Keterangan: K(-) = Kontrol (-), K(+) = Kontrol (+), Pk1 = Perlakuan 1, Pk2 = Perlakuan 2, Pk3 = Perlakuan 3 a = epitel permukaan, b =

kelenjar gaster, c = sel parietal, d = sel zymogen, e = mukosa

muskularis, f = lesi mukosa gaster.

Luas Kerusakan Mukosa Gaster

Uji kuantitatif dilakukan dengan cara mengukur

luas panjang dan kedalaman dari erosi mukosa gaster.

Konversi data berdasarkan Sibilia et al (2003). Sebagai

contoh pada K(-) kedalaman mukosa 1.22 mm dan

kedalaman lesi 0.08 mm maka skor mikroskopis

kerusakan gaster (X) adalah:

X = 0.08/1.22 mm = 0.06 mm (X kurang dari

sepertiga mukosa gaster skor = 1)

Sebagai contoh skor panjang lesi pada K(+) dimana

panjang mukosa 3.49 mm dan panjang lesi 1.14 mm

maka skor mikroskopis kerusakan gaster (Y) adalah:

Y = (1.14/3.498 mm)100 % = 3.25 % ( panjang lesi

antara 1-10% maka skor mikroskopisnya adalah 1).

Tabel 2: Hasil Pengukuran Mikroskopis Mukosa Gaster Rerata

tebal mukosa

(mm)

Rerata

dalam lesi

(mm)

Skor

Dalam lesi

Panjang

mukosa per

lapang

pandang (mm)

Rerata

panjang lesi

(mm)

Skor

Panjang lesi

Skor

total mikrosko

opis

K

(-)

1.22 ±

0.08

0.08 ±

0.16

0.5 3.49 0.01 ±

0.21

0 0.5

K

(+)

1.23 ±

0.03

0.41 ±

0.10

2 3.49 1.14 ±

1.15

1 3

Pk

1

1.21 ±

0.03

0.37 ±

0.08

1 3.49 1.13 ±

0.35

1 2

Pk

2

1.21 ±

0.07

0.35 ±

0.04

1 3.49 0.84 ±

0.33

1 2

Pk

3

1.19 ±

0.09

0.19 ±

0.27

0.5 3.49 0.57 ±

0.68

1 1.5

Keterangan tabel: K(-) = kelompok kontrol negatif (aquades 2 cc),

K(+) = kelompok kontrol positif (boraks 1 gr/KgBB), Pk1 = kelompok perlakuan 1 (boraks 1 gr/KgBB + BLE 10 mg/ml), Pk2 =

kelompok perlakuan 2 (boraks 1 gr/KgBB + BLE 20 mg/ml), Pk3 =

kelompok perlakuan 3 (boraks 1 gr/KgBB + BLE 40 mg/ml). Score total mikroskopis: 0-6

Skor total mikroskopis adalah penjumlahan skor

kedalaman lesi (X) dan panjang lesi (Y). Konversi

dilakukan pada semua kelompok penelitian dan

hasilnya ditunjukkan histogram di bawah ini.

Keterangan: p = 0.04 ( p≤0.05) a = Signifikan antara kontrol (-) dengan kontrol (+) dengan nilai

p=0.007 (p≤0.05), kontrol (-) dibandingkan perlakuan 1 (p=0.028)

dan perlakuan 2 (p=0.028). Sedangkan pada kontrol (-) dengan perlakuan 3 tidak signifikan karena nilai p=0.368 (p>0.05). b = Signifikan antara kontrol (+) dengan kontrol (-) dengan nilai

p=0.007 (p≤0.05) dan kontrol (+) dibandingkan perlakuan 3 dengan nilai p=0.05 (p≤0.05). Sedangkan kontrol (+) dengan perlakuan 1 dan

2 tidak signifikan dengan nilai p=0.881 c = Signifikan antara perlakuan 1 dibandingkan kontrol (-) dengan nilai p=0.028 (p≤0.05). d = Signifikan antara perlakuan 2 dibandingkan kontrol (-) dengan

nilai p=0.028 (p≤0.05). e = Signifikan antara perlakuan 3 dibandingkan kontrol (+) dengan

nilai p=0.05 (p≤0.05).

Histogram tersebut menunjukkan penurunan skor

lesi (erosi) mukosa gaster pada kelompok perlakuan

yaitu kelompok tikus dengan induksi boraks 1 gr/KgBB

dan ekstrak etanolik daun Bambu Jawa (Gigantochloa

atter) dibanding kelompok kontrol positif yang

diinduksi boraks 1 gr/KgBB saja. Dosis 10 mg/ml dan

20 mg/ml mampu menurunkan skor lesi mukosa gaster

K(-) K(+)

Pk1 Pk2

Pk3

a

b

c

d

e

f

f

f

f

Page 5: Sari Nurmalia

5

akibat induksi boraks 1 gr/KgBB sebesar 33.33%,

sedangkan pada dosis 40 mg/ml mampu menurukan

skor lesi mukosa gaster sebesar 50 %. Jadi, penurunan

skor lesi mukosa gaster ini tergantung dari dosis

ekstrak daun bambu (BLE). Semakin tinggi dosis BLE,

semakin sedikit total skor mikroskopisnya. Hasil uji

Kruskal-Wallis menunjukkan nilai p=0.031 (p≤0.05)

yang berarti penelitian ini bermakna secara statistik.

PEMBAHASAN

Karakteristik Populasi

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah

tikus putih (Rattus novergicus) strain Wistar dengan

pertimbangan bahwa hewan ini mudah didapatkan,

tahan terhadap kondisi laboratorium dan berbagai

perlakuan, mempunyai sensitifitas tinggi terhadap obat

serta kemiripan struktur DNA dengan manusia.17

Sehingga penelitian ini diharapkan dapat

direpresentasikan pada manusia. Tikus putih (Rattus

novergicus) strain Wistar didapat dari Laboratorium

Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam Universitas Negeri Semarang. Tikus putih yang

dipilih berumur 2-3 bulan, berat badan 150-180 gram,

keadaan sehat, tidak cacat, aktif dan berjenis kelamin

jantan karena tidak terpengaruh oleh faktor hormonal

dan kehamilan yang dapat menimbulkan bias hasil

penelitian. Hewan coba diaklimatisasi selama 1 minggu

agar terbiasa dengan lingkungan laboratorium.

Pada waktu penelitian mulai dari awal aklimatisasi

sampai akhir penelitian tikus Wistar mengalami

kenaikan berat badan terutama pada kelompok kontrol

(+). Hal tersebut diduga akibat stres yang dialami

hewan coba tikus selama proses induksi boraks. Stres

memicu terjadinya peningkatan nafsu makan dengan

menstimulasi hormon pengatur rasa lapar yaitu grelin

dan kolesistokinin. 19

Pengaruh Ekstrak Etanolik Daun Bambu Jawa

(Gigantochloa atter) terhadap Lesi Mukosa Gaster

yang Diinduksi Boraks (Na2B4O7.10H2O) Kontrol negatif adalah kelompok tikus penelitian

dengan kondisi fisiologis, dimana tidak menerima

induksi boraks sebagai sumber radikal bebas. Jika

terjadi erosi mukosa gaster, maka diduga disebabkan

oleh faktor-faktor fisiologis seperti pola makan dan

stres.20

Pola makan yang tidak teratur meningkatkan

resiko iritasi mukosa. Secara fisiologis pada keadaan

lapar kelenjar pilorus akan mensekresi hormon gastrin.

Gastrin dihasilkan oleh sel gastrin (sel G) yang terletak

dibagian ujung distal gaster yang memicu peningkatan

sekresi asam hidroklorida (HCl). Keadaan tersebut

meningkatkan resiko kerusakan mukosa gaster akibat

factor agresif (HCl) lambung meningkat. Salah satu

respon dari stres adalah sekresi hormon kortisol yang

berlebihan. Peningkatan kortisol memicu peningkatan

produksi HCl yang meningkatkan resiko iritasi mukosa

lambung jika tidak ada makanan yang masuk ke

lambung.21

Pada kelompok kontrol positif yaitu

kelompok tikus yang diinduksi boraks mengalami

kerusakan mukosa dengan ditandai diskontinuitas

mukosa gaster. Pada kelompok perlakuan 1, 2 dan 3

ditemukan adanya tanda-tanda erosi tetapi tidak

sebanyak dan sedalam kelompok kontrol (+). Hasil skor

kerusakan mikroskopis mukosa gaster tikus

menunjukkan adanya peningkatan jumlah skor yang

signifikan dari kelompok kontrol (-) dengan kelompok

kontrol (+) dengan nilai p=0.007 (nilai p≤0.05). Hal ini

memperkuat penelitian sebelumnya yang dilakukan

oleh Galih (2013) mengenai pengaruh boraks terhadap

gambaran mikroskopis mukosa gaster.3

Boraks merupakan sumber radikal bebas eksogen

yang dapat menyebabkan reaksi berantai dengan

molekul-molekul di dalam tubuh seperti DNA, protein

dan lipid.7 Di mukosa gaster, boraks akan memicu

terjadinya peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid

merupakan mekanisme dari trauma membran sel yang

tersusun oleh asam lemak tidak jenuh ganda atau yang

biasa disebut poly unsaturated fatty acid (PUFA).22

Menurut Winarsi (2007), mekanisme peroksidasi lipid

yang diperantarai oleh Reactive Oxigen Species (ROS)

mempunyai tiga komponen utama reaksi, yaitu pertama

pembentukan awal radikal bebas (inisiasi), kemudian

perambatan atau terbentuknya radikal baru (propagasi),

dan tahap terakhir (terminasi), yaitu pemusnahan atau

pengubahan menjadi radikal bebas stabil dan tidak

reaktif.23,24

Induksi boraks dapat mempengaruhi

gambaran mikroskopis mukosa gaster tikus dengan

ditandai kerusakan struktur mukosa gaster tikus berupa

deskuamasi, erosi dan ulkus.3 Deskuamasi adalah

pelepasan elemen epitel. Erosi adalah hilang atau

terkikisnya lapisan mukosa superfisial. Sedangkan

ulkus adalah kerusakan seluruh epitel dan jaringan

dibawahnya.25

Pada penelitian ini digunakan ekstrak etanolik daun

Bambu Jawa (Gigantochloa atter) karena daun bambu

mengandung protein, serat, mineral (seperti kalsium,

Mg, Mn, Cu, Zn, P, Na, kalium), flavonoid,

polisakarida, klorofil, asam amino, vitamin,

mikroelemen dan sebagainya, sehingga baik untuk

menurunkan lemak darah dan kolesterol.15,26

Ekstrak

daun bambu (BLE) dipercaya sebagai antioksidan

alami dan juga mempunyai efek farmakologi.27,28

Kandungan dari BLE adalah flavonoid, asam fenolik

dan lakton. Flavonoid di dalam tubuh berfungsi sebagai

anti-oksidan, anti-aging, anti-diabetik, vasodilator, anti-

iskemia, anti-bakteri, anti-virus, anti-fatigue, anti-

obesitas, anti-mikroba, anti-kanker, anti-hiperlipidemia,

anti-inflamasi, gastroprotektif, kardioprotektif dan

imunomodulator.15,29,30

Mekanisme flavonoid dalam

menghambat proses terjadinya inflamasi melalui dua

cara, yaitu dengan menghambat permeabilitas kapiler

dan menghambat metabolisme asam arakidonat dan

sekresi enzim lisosom dari sel neutrofil dan sel

endothelial.31

Flavonoid sebagai vasodilator berperan

penting dalam meningkatkan sirkulasi darah ke mukosa

gaster. Sehingga ATP dan O2 yang dibutuhkan mukosa

dapat terpenuhi. Asam fenolik merupakan derivat asam

sinamik seperti asam klorogenik, caffeic acid dan asam

ferulik. Ketiga komponen tersebut telah diuji secara in-

vitro berfungsi sebagai penangkal radikal bebas. Hasil

Page 6: Sari Nurmalia

6

Asam klorogenik mempunyai aktivitas antioksidan

yang lebih tinggi dibanding α-tokoferol.32

Sedangkan

lakton merupakan bagian dari hidroksil kumarin.

Hidroksil kumarin mampu meningkatkan aktifitas

antioksidan dalam menangkal radikal bebas.32

Sehingga

ketiga komponen penting dalam BLE tersebut bekerja

secara sinergistik sebagai antioksidan. Pelarut etanol

dipilih karena mengacu pada hasil penelitian PKM-P

Teh Van Java oleh Rosida et al (2013) yang

membuktikan bahwa ekstrak etanolik mempunyai kadar

antioksidan yang lebih tinggi dibanding ekstrak

metanol dan infusa daun Bambu Jawa.33

Pada dosis BLE 10 mg/ml dan 20 mg/ml dapat

menurunkan total skor mikroskopis tetapi tidak

signifikan secara statistik. Hal ini diduga berhubungan

dengan kurangnya dosis herbal sebagai antioksidan.

Pada penelitian oleh Lv et al dosis BLE 10 mg/ml

kurang mampu meningkatkan kadar katalase ginjal

dibanding BLE dosis 40 mg/ml.16

Teori inilah yang

mendukung bahwa BLE dosis 10 mg/ml dan 20 mg/ml

mempunyai kadar antioksidan yang rendah, sehingga

belum signifikan menurunkan lesi mukosa gaster akibat

paparan boraks. Sehingga pada penelitian ini, dosis 40

mg/ml merupakan dosis minimum ekstrak etanolik

daun Bambu Jawa yang signifikan menurunkan luas

lesi mukosa gaster tikus akibat induksi boraks 1

gr/KgBB. Penurunan total skor mikroskopis sesuai

dengan penelitian-penelitian terdahulu yang

menyebutkan bahwa ekstrak daun bambu (BLE) dapat

berfungsi sebagai antioksidan (penangkal radikal bebas

boraks) dalam tubuh.15,30

Antioksidan adalah senyawa atau bahan bioaktif

yang dapat berfungsi untuk mencegah, menurunkan

reaksi oksidasi serta menghentikan reaksi radikal.34

Antioksidan merupakan substansi yang diperlukan

tubuh untuk menetralisir radikal bebas serta mencegah

kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas

terhadap DNA, protein dan lemak. Flavonoid dalam

daun bambu merupakan bagian dari golongan flavon c-

glycosides yang terdiri dari beberapa jenis yaitu

orientin, isoorientin, vitexin dan isovitexin.4 Flavonoid

termasuk dalam golongan antioksidan nonenzimatik.

Mekanisme kerja flavonoid sebagai antioksidan yaitu

memutus reaksi berantai radikal bebas dengan cara

mendonorkan atom hidrogen. Antioksidan dapat

memberikan atom hidrogen secara cepat pada radikal

bebas, sementara radikal antioksidanyang terbentuk

memiliki keadaan yang lebih stabil dibanding radikal

bebas tersebut.35

Mekanisme kerja flavonoid sebagai

gastroprotektif melalui kerja antiinflamasi dengan

menekan pembentukan netrofil/sitokin dalam saluran

cerna, memicu perbaikan jaringan melalui ekspresi

berbagai faktor pertumbuhan, melalui aktivitas

antioksidan, bereaksi dengan spesies oksigen reaktif,

berfungsi sebagai anti-nukleolitik, aktivitas

penghambatan sitokrom P450 2F1, aktivitas

antinekrotik dan anti-karsinogenik.36,37,38,39

Efek

gastroprotektif tersebut dapat meningkatkan factor

defensif mukosa gaster.40

Faktor defensif meliputi

produksi mukus yang didalamnya terdapat

prostaglandin yang memiliki peran penting baik dalam

mempertahankan maupun menjaga integritas mukosa

lambung, kemudian sel-sel epitel yang bekerja

mentransport ion untuk memelihara pH intraseluler dan

produksi asam bikarbonat serta sistem mikrovaskuler

yang ada di lapisan subepitelial sebagai komponen

utama yang menyediakan ion HCO3- sebagai penetral

asam lambung dan memberikan suplai mikronutrien

dan oksigenasi yang adekuat saat menghilangkan efek

toksik metabolik yang merusak mukosa lambung.

Lapisan mukus merupakan barrier pertahanan mukosa

lambung dan jika produksi mukus meningkat akan

terjadi hambatan produksi asam hidroklorida (HCl) dan

pepsin yang merupakan faktor agresif mukosa gaster.

Faktor agresif mukosa merupakan bahan yang dapat

merusak/mengiritasi mukosa lambung baik dari internal

maupun eksternal. Dari internal meliputi asam lambung

dan pepsin, sedangkan dari eksternal bisa berupa

bahan-bahan korosif, kafein, makanan

panas/asam/pedas, obat-obatan (NSAID, aspirin,

sulfonamid, steroid dan digitalis) dan alkohol. Sehingga

dapat meningkatkan integritas mukosa lambung.

Hasil penelitian yang dilakukan di Cina pada bambu

jenis Phyllostachyis nigra var. henonis menunjukkan

bahwa daun bambu bebas racun dengan nilai LD50

lebih besar dari 10 gr/KgBB. Penelitian toksikologi

daun bambu Jawa (Gigantochloa atter) masih belum

pernah dilakukan.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan

pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

1) Ekstrak etanolik daun Bambu Jawa (Gigantochloa

atter) dosis 10 mg/ml dan 20 mg/ml tidak signifikan

menurunkan lesi mukosa gaster tikus strain Wistar

yang diinduksi boraks 1 gr/KgBB.

2) Ekstrak etanolik daun Bambu Jawa (Gigantochloa

atter) dosis 40 mg/ml signifikan menurunkan lesi

mukosa gaster tikus strain Wistar yang diinduksi

boraks 1 gr/KgBB.

SARAN

Untuk pengembangan penelitian ini, maka saran

yang dapat diberikan untuk meningkatkan dan

mengembangkan penelitian ini adalah perlunya

dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai:

1) Dosis optimum ekstrak daun Bambu Jawa

(Gigantochloa atter) sebagai antioksidan dengan

dosis minimum 40 mg/ml.

2) Uji toksisitas daun Bambu Jawa (Gigantochloa

atter).

UCAPAN TERIMA KASIH

Artikel ini merupakan bagian dari penelitian

program kreativitas mahasiswa bidang penelitian

(PKM-P) yang dikembangkan menjadi tugas akhir

penulis di Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas

Kedokteran Universitas Islam Malang. Oleh karenanya,

Page 7: Sari Nurmalia

7

penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dr.

H. Arif Yahya, M.Kes selaku pembimbing I, dan dr.

Rima Zakiyah, Sp.Rad selaku pembimbing II, yang

telah memberikan bimbingan secara intensif dalam

penyusunan tugas akhir ini. Penulis juga mengucapkan

terima kasih kepada Direktorat Penelitian dan

Pengabdian kepada Masyarakat–Direktorat Jenderal

Pendidikan Tinggi dengan surat perjanjian penugasan

PKM-P No.220/SP2H/KPM/Dit.Litabmas/V/2013 dan

Ikatan Orang tua Mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Islam Malang yang telah mendanai

penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anggara, Norma. 2013. Formalin dan Boraks Masih

Sering Dijumpai di Produk Industri Rumahan.

www.detikNews.com diunduh pada tanggal 10 april

2014.

2. Puspadewi, Angelique. 2012. Pemberian Alpha

Lipoic Acid (ALA) Oral Dapat Menurunkan Kadar

Malondialdehid (MDA) Darah Tikus Wistar (rattus

norvegicus) Yang Diinduksi Boraks Secara Oral.

Kumpunlan Tesis Pasca Sarjana Unud. Bali

3. Aryyagunawan, Galih. 2013. Pengaruh Pemberian

Boraks Dosis Bertingkat Terhadap Perubahan

Makroskopis dan Mikroskopis Gaster Tikus Wistar

Selama 4 Minggu. Fakultas Kedokteran Universitas

Diponegoro. Semarang

4. Zhang Y, Bao BL, Lu BY, Ren YP, Tie XW, Zhang

Y. 2005. Determination of flavone C-glucosides in

antioxidant of bamboo leaves (AOB) fortified foods

by reversed-phase high performance liquid

chromatography with ultraviolet diode array

detection. J. Chromatogr. A. 1065:177-185.

5. Sibilia V, Rindi F, Pagani D, Rapetti V, Locatelli A,

Torsello N, et al. 2003. Ghrellin Protects Against

Ethanol-Induced Gastritis in Rats: Studies of

Mechanism of Action. Endocrinology. p: 353-359.

6. Cahyadi, W. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan

Bahan Tambahan Pangan. Jakarta : Bumi Aksara

7. Suhendra, Mela S. 2013. Analisa Boraks Dalam

Bakso Daging Sapi A dan B di Daerah Tenggilis

mejoyo Surabaya Menggunakan Spektrofotometri.

Universitas Surabaya

8. Lailia, Sevi. 2007. Penggunaan Bahan Tambahan

Pangan (Pengawet) Dalam Makanan Ditinjau Dari

Perspektif Hukum Positif Dan Hukum Islam.

Universitas Muhammadiyah Malang. Malang

9. Suhanda, Rikky. 2012. Higiene Sanitasi Pengolahan

dan Analisa Boraks pada Bubur Ayam yang Dijual

di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012.

Universitas Sumatera Utara. Medan

10. Murray, FJ. 1999. A Human Health Risk Assessment

of Boron (Boric Acid and Borax) in Drinking

Water. Regul Toxicol Pharmacol 1999, 22:221-23

11. Widayat, Dandik. 2011. Uji Kandungan Boraks

pada Bakso (Studi pada Warung Bakso di

Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember. Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Jember: Jember

12. Elziyad, Muhammad. et al. 2013. Pengaruh Boraks

terhadap Gambaran Histopatologi Duodenum Tikus

Putih (Rattus norvegicus). Fakultas Kedokteran

Hewan Universitas Airlangga: Surabaya

13. Sutadi, Sri M. Gastritis. Divisi Gastroenterologi dan

Hepatologi FK USU/RSUP Adam Malik. Sumatera

Utara

14. Fauci, Anthony S., Kasper, Dennis L., Longo, Dan

L., Braundwald, Eugene., Hauser, Stephen L.,

Jameson, J. Larry., 2008, Haarison’s Principles of

Internal Medicine, 7th Ed, McGraw-Hill’s, USA,

Chapter 287. Peptic Ulcer Disease and Related

Disorders.

15. Tang LL, Ding XL. 2012. Extraction of bamboo

amylase and its biological functions. Dev. Res.

Food. 21:8-10.

16. Lv, Zhao-Lin., Lin, Xi., Miao, Zhi-Hui., Guo,

Hong-Xuan., Wang, Jun-An-Hong., Lei, Mei-Ling.,

Pan, Yue., Zhang, Bo-Lin. 2012. Antioxidant

activity of bamboo-leaf extracts from the species

Dendrocalamopsis oldhami. Beijing Forestry

University. Cina

17. Ekanova, Femiastutik. 2011. Pengaruh Pemberian

Perasan Rimpang Kunyit (Curcuma Domestica

Val.) Dan Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza

Roxb.) Terhadap Kadar Malondialdehyde (Mda)

Hepar Tikus Jantan Galur Wistar Setelah Diinduksi

Boraks (Nab4o7.10h2o) Subakut. Fakultas

Kedokteran Universitas Islam Malang. Malang

18. Noryawati, Mulyono. 2012. Original Research

Article: Antibacterial Activity Of Petung Bamboo

(Dendrocalamus Asper) Leaf Extract Against

Pathogenic Escherichia Coli And Their Chemical

Identification. Universitas Jenderal Soedirman.

Purwokerto

19. Stanlay, S., Wynne, K., McGowan, B., Bloom,S.

2005. Hormonal Regulation of Blood Intake.

Physiol Rev 85: 1131-1158

20. Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. 3nd ed, Vol 2. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI; p. 119-31.

21. Guyton, A.C. & Hall, J.E. 2007. Buku ajar fisiologi

kedokteran (11th

ed.). Jakarta: EGC

22. Droge, W. 2002. Free Radicals In The

Physiological Control Of Cell Function. Physiol

Rev. 82:47-95

23. Winarsi, Henry. 2007. Antioksidan Alami dan

Radikal Bebas. Kanisius: Yogyakarta.

24. Sofia, Dinna. 2005. Antioksidan dan Radikal Bebas.

Majalah ACID FMIPA Universitas Lampung Edisis

III/Tahun V/Mei 2005, ISSN: 1410-1858.

Lampung.

25. Kumala, P. 2000. Kamus Saku Kedokteran

Dorland/ Alih Bahasa. Edisi 25. Jakarta: EGC

26. Zhang Y, Bao BL, Lu BY, Ren YP, Tie XW, Zhang

Y. 2005. Determination of flavone C-glucosides in

antioxidant of bamboo leaves (AOB) fortified foods

by reversed-phase high performance liquid

Page 8: Sari Nurmalia

8

chromatography with ultraviolet diode array

detection. J. Chromatogr. A. 1065:177-185.

27. Goyal AK, Middha SK & Sen A,. 2010. Evaluation

of the DPPH radical scavenging activity, total

phenols and antioxidant activities in Indian wild

Bambusa vulgaris “Vittata” methanolic leaf

extract. Jounral of Natural Pharmaceuticals, 1(1),

p:40-45.

28. Goyal AK, Middha SK & Sen A. 2013. Bambusa

vulgaris Schrad. ex J. C. Wendl. var. vittata Riviere

& C. Riviere leaves attenuate oxidative stress- An in

vitro biochemical assay . Indian Journal of Natural

Products and Resources, 4(4), p:436-440.

29. Singhal P, Satya S & Sudhakar P,. 2011.

Antioxidant and pharmaceutical potential of

bamboo leaves. Bamboo Science and Culture,

24(1),p:19-28

30. Arvind, K., Birendra, K. 2014. Antioxidant and

nutraceutical potential of bamboo: an overview.

Bamboo Technology, Department of

Biotechnology, Bodoland University, Kokrajhar-

783370, B.T.A. D, Assam, India

31. Kurniawati, A. 2005. Uji Aktivitas Anti Inflamasi

Ekstrak Metanol Graptophyllum griff pada Tikus

Putih. Majalah Kedokteran Gigi Edisi Khusus Temu

Ilmiah Nasional IV, 11-13, Agustus 2005: 167-170.

32. Jun, Wu., Tohru, Uheara., jianzhang, Li., Takesi,

Furuno. 2010. Identification and Evaluation of

Antioxidant Activities of Bamboo Extract. Shimane

University. Jepang

33. Rosida, Eliyah., Nurmalia, Sari., Pramudya, Rizki.,

Nizuar, Triari. 2013. TEH VAN JAVA, Teh dari

Daun Bambu Jawa (Giggantochloa atter) untuk

Mengeliminasi Efek Negatif Boraks dalam Tubuh.

Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang.

Malang

34. Sunarno. 2009. Profil Antioksidan Copper Zinc

Superoxide Dismutase (Cu,Zn-SOD) pada Sel-Sel

Ginjal Tikus Sprague dawley melalui Pewarnaan

Imunohistokimia Polimer Peroksidase.

Laboratorium Biologi dan Struktur Fungsi Hewan

Jurusan Biologi FMIPA Undip. Bioma Vol. 11, No.

1, Hal. 33-39

35. Lacasa CI, Villegas CA, Lastra T, Motilva MJM,

Calero. 2000. Evidence for protective and

antioksidant properties of rutin, a natural flavone,

against ethanol induced gastric lesions.

JEthnopharmacol. 71: 45-53.

36. Kim S.C., Byun S.H., and Yang C.H. 2004.

Cytoprotective effects of Glycyrrhizae radix extract

and its active component liquiritigenin against

cadmium-induced toxicity (effects on bad

translocation and cytochrome c-mediated PARP

cleavage).Toxicology 197(3): 239-251.

37. Liu, C.F., Lin, C.C., Lin, M.H., Lin, Y.S., and Lin,

S.C. 2002. Cytoprotection by propolis ethanol

extract of acute absolute ethanol-induced gastric

mucosal lesions. Am J Chin Med 30(2-3): 245-254.

38. Pastrada-Bonilla, E., Akoh, C.C., Sellappan, S., and

Krewer, G. 2003. Phenolic content and antioxidant

capacity of muscadine grapes. J Agric Food Chem

51(18): 5497-5503.

39. Bagchi, D., Ray, S.D., Bagchi, M., Preuss, H.G.,

and Stohs, S.J. 2002. Mechanistic pathways of

antioxidant cytoprotection by a novel IH636 grape

seed proanthocyanidin extract. Indian.J Exp Biol

40(6): 717-726.

40. Hussain, Md. Talib. 2009. Regular Articles: Rutin, a

natural flavonoid, protects against gastric mucosal

damage in experimental animals. Pharmacognosy

and Ethnopharmacology Division, National

Botanical Research Institute Lucknow 226 001.

India