SAP Trauma Capitis

24
Asuhan Keperawatan Pada Trauma Capitis Ringan 1. Pengertian 1. Trauma Capitis atau Cidera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi (Sylvia Anderson Price, 2006). 2. Trauma kapitis adalah ganguan traumatik yang menyebabkan gangguan fungsi otak disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitiel dan tidak menganggu jaringan otak. ( Brunner & Suddarth, 2000 ) 3. Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran dan menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Langlois, Rutland-Brown, Rosdiana Ramli, 2011). 2. Jenis-Jenis Trauma Kepala Luka pada kulit dan tulang dapat menunjukkan lokasi (area) dimana terjadi trauma (Sastrodiningrat, 2009). Cedera yang tampak pada kepala bagian luar terdiri dari dua, yaitu secara garis besar adalah trauma kepala tertutup dan terbuka. Trauma kepala tertutup merupakan fragmen-fragmen tengkorak yang masih intak atau utuh pada kepala setelah luka. Trauma kepala terbuka adalah yaitu luka tampak luka telah menembus sampai kepada dura mater. (Anderson, Heitger, and Macleod, 2006). Kemungkinan kecederaan atau trauma adalah seperti berikut: 1. Fraktur Menurut American Accreditation Health Care Commission, terdapat 4 jenis fraktur yaitu : a. Simple : Retak pada tengkorak tanpa kecederaan pada kulit b. Linear or hairline: Retak pada kranial yang berbentuk garis halus tanpa depresi, distorsi dan ‘splintering’. c. Depressed: Retak pada kranial dengan depresi ke arah otak. d. Compound : Retak atau kehilangan kulit dan splintering pada tengkorak. Selain retak terdapat juga hematoma subdural (Duldner, 2008). 2. Luka Memar (kontosio) Luka memar adalah apabila terjadi kerusakan jaringan subkutan dimana pembuluh darah (kapiler) pecah sehingga darah meresap ke jaringan sekitarnya, kulit tidak rusak, menjadi bengkak dan berwarna merah kebiruan. Luka memar pada otak terjadi apabila otak menekan tengkorak.

Transcript of SAP Trauma Capitis

Page 1: SAP Trauma Capitis

Asuhan Keperawatan Pada Trauma Capitis Ringan

1. Pengertian

1. Trauma Capitis atau Cidera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi (Sylvia Anderson Price, 2006).

2. Trauma  kapitis adalah ganguan traumatik yang menyebabkan gangguan fungsi otak  disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitiel dan tidak menganggu jaringan otak. ( Brunner & Suddarth, 2000 )

3. Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran dan menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Langlois, Rutland-Brown, Rosdiana Ramli, 2011).

2. Jenis-Jenis Trauma Kepala

Luka pada kulit dan tulang dapat menunjukkan lokasi (area) dimana terjadi trauma (Sastrodiningrat, 2009). Cedera yang tampak pada kepala bagian luar terdiri dari dua, yaitu secara garis besar adalah trauma kepala tertutup dan terbuka. Trauma kepala tertutup merupakan fragmen-fragmen tengkorak yang masih intak atau utuh pada kepala setelah luka. Trauma kepala terbuka adalah yaitu luka tampak luka telah menembus sampai kepada dura mater. (Anderson, Heitger, and Macleod, 2006). Kemungkinan kecederaan atau trauma adalah seperti berikut:

1. FrakturMenurut American Accreditation Health Care Commission, terdapat 4 jenis fraktur yaitu :

a. Simple : Retak pada tengkorak tanpa kecederaan pada kulit b. Linear or hairline: Retak pada kranial yang berbentuk garis halus tanpa

depresi, distorsi dan ‘splintering’. c. Depressed: Retak pada kranial dengan depresi ke arah otak. d. Compound : Retak atau kehilangan kulit dan splintering pada tengkorak. Selain

retak terdapat juga hematoma subdural (Duldner, 2008).2. Luka Memar (kontosio)

Luka memar adalah apabila terjadi kerusakan jaringan subkutan dimana pembuluh darah (kapiler) pecah sehingga darah meresap ke jaringan sekitarnya, kulit tidak rusak, menjadi bengkak dan berwarna merah kebiruan. Luka memar pada otak terjadi apabila otak menekan tengkorak. Biasanya terjadi pada ujung otak seperti pada frontal, temporal dan oksipital. (Corrigan, 2004).

3. Laserasi (luka robek atau koyak)Luka laserasi adalah luka robek tetapi disebabkan oleh benda tumpul atau runcing. Dengan kata lain, pada luka yang disebabkan oleh benda bermata tajam dimana lukanya akan tampak rata dan teratur. Luka robek adalah apabila terjadi kerusakan seluruh tebal kulit dan jaringan bawah kulit.

4. Abrasi Luka abrasi yaitu luka yang tidak begitu dalam, hanya superfisial. Luka ini bisa mengenai sebagian atau seluruh kulit. Luka ini tidak sampai pada jaringan subkutis tetapi akan terasa sangat nyeri karena banyak ujung-ujung saraf yang rusak.

5. AvulsiLuka avulsi yaitu apabila kulit dan jaringan bawah kulit terkelupas,tetapi sebagian masih berhubungan dengan tulang kranial. Dengan kata lain intak kulit pada kranial terlepas setelah kecederaan (Mansjoer, 2000).

3. EtiologiMenurut Brain Injury Association of America, penyebab utama trauma kepala adalah

sebagai berikut :

1. Kecelakaan Lalu Lintas

Page 2: SAP Trauma Capitis

Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kenderan bermotor bertabrakan dengan kenderaan yang lain atau benda lain sehingga menyebabkan kerusakan atau kecederaan kepada pengguna jalan raya (IRTAD, 1995).

2. Jatuh didefinisikan sebagai (terlepas) turun atau meluncur ke bawah dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih di gerakan turun maupun sesudah sampai ke tanah.

3. Kekerasan Kekerasan didefinisikan sebagai suatu perihal atau perbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik pada barang atau orang lain (secara paksaan).

Page 3: SAP Trauma Capitis

4. PatofisiologiOtak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat

terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg%, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi serebral.1. Faktor kardiovaskuler

Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung mencakup aktivitas atipikal miokardial, perubahan tekanan vaskuler dan edema paru. Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis mempengaruhi penurunan kontraktilitas ventrikel. Hal ini menyebabkan penurunan curah jantung dan meningkatkan tekanan atrium kiri. Akibatnya tubuh berkompensasi dengan meningkatkan tekanan sistolik. Pengaruh dari adanya peningkatan tekanan atrium kiri adalah terjadinya edema paru.

2. Faktor Respiratori Adanya edema paru pada trauma kepala dan vasokonstriksi paru atau hipertensi

paru menyebabkan hiperpnoe dan bronkokonstriksi Konsentrasi oksigen dan karbon dioksida mempengaruhi aliran darah. Bila PO2 rendah, aliran darah bertambah karena terjadi vasodilatasi. Penurunan PCO2, akan terjadi alkalosis yang menyebabkan vasokonstriksi (arteri kecil) dan penurunan CBF (cerebral blood fluid). Edema otak ini menyebabkan kematian otak (iskemik) dan tingginya tekanan intra kranial (TIK) yang dapat menyebabkan herniasi dan penekanan batang otak atau medulla oblongata.

3. Faktor Metabolisme Pada trauma kepala terjadi perubahan metabolisme seperti trauma tubuh lainnya

yaitu kecenderungan retensi natrium dan air dan hilangnya sejumlah nitrogen. Retensi natrium juga disebabkan karena adanya stimulus terhadap hipotalamus, yang menyebabkan pelepasan ACTH dan sekresi aldosteron.

4. Faktor Gastrointestinal Trauma kepala juga mempengaruhi sistem gastrointestinal. Setelah trauma kepala

(3 hari) terdapat respon tubuh dengan merangsang aktivitas hipotalamus dan stimulus vagal. Hal ini akan merangsang lambung menjadi hiperasiditas.

5. Faktor Psikologis Selain dampak masalah yang mempengaruhi fisik pasien, trauma kepala pada

pasien adalah suatu pengalaman yang menakutkan. Gejala sisa yang timbul pascatrauma akan mempengaruhi psikis pasien. Demikian pula pada trauma berat yang menyebabkan penurunan kesadaran dan penurunan fungsi neurologis akan mempengaruhi psikososial pasien dan keluarga.

Page 4: SAP Trauma Capitis

5. Pathway Trauma Kepala

Sumber:

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika. Hal. 275

TRAUMA KEPALA

Kulit kepala Tulang kepala Jaringan otak

Hematoma pada kulit Fraktur linear Fraktur communited

Fraktur depressed Fraktur basis

Komusio Hematoma

Edema Kontusio

1. TIK meningkatGangguan kesadaran

Gangguan TTVkelainan neurologis

Hipoksemia serebral

Kelainan metabolisme

Respon fisiologis otak

Cedera otak sekunder

Kerusakan sel otak meningkat

Peningkatan rangsangan simpatis

Peningkatan Tahanan vaskuler sistemik

Penurunan tek. Pemb. Darah pulmonal

Peningkatan tek. hidrostatik

Kebocoran cairan kapiler

Edema paru

Curah jantung menurun

Difusi O2 terhambat

3. Gangguan Pola Napas

Stress lokalis

Peningkatan katekolaminPeningkatan sekresi asam

lambung

Mual, muntah

5. intake nutrisi tidak adekuat

4. gangguan perfusi jaringan

Hipoksemiahiperkapnea

CEDERA OTAK

Cidera otak primerRinganSedangberat

Gangguan autoregulasi

Aliran darah ke otak menurun

O2 menurun gangguan metabolisme

Produksi asam laktat meningkat

Edema otak

2. gangguan perfusi jaringan otak

Page 5: SAP Trauma Capitis

6. Tanda dan Gejala1. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala ringan:

a. Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat kemudian sembuh.

b. Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan.

c. Mual atau dan muntah.

d. Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun.

e. Perubahan keperibadian diri.

f. Letargik.

2. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala berat:

a. Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan peningkatan di otak menurun atau meningkat.

b. Perubahan ukuran pupil (anisokoria).c. Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernafasan).

d. Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan atau posisi abnormal ekstrimitas.

7. Pemeriksaan Diagnostik1. CT Scan : Mengidentifikasi adanya SOL.Hemorogi, menentukan Ukuran ventrikel,

pergeseraan cairan otak.2. MRI : Sama dengan CT Scan dengan atau tanpa kontras.3. Angiografi Serebral : Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti  pergeseran

jaringan otak akibat edema, perdarahan dan trauma.4. Echoencephalografi : Memperlihatkan keberadaan atau perkembangan gelombang

patologis5. Sinar X : Mendeteksi adanya perubahan struktur  tulang (Fraktor) pergeseran struktur

dari garis tengah (karena perdarahan) edema dan adanya frakmen tulang.6. GDA (Gas Darah Arteri) : Mengetahui adanya masalah ventilasi oksigenasi yang dapat

menimbulkan7. Kimia/Elektrolit Darah : Mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam

peningkatan TIK/perubahan8. Pemeriksaan Toksikolog : Mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap

penurunan kesadaran ( Marlyn. E. Doengoes; 2000 )9. BAER (Brain Auditory Evoked) : Menentukan fungsi dari kortel dan batang otak .10. PET (Positron Emission Tomografi) : Menunjukkan aktiitas metabolisme pada otak. 11. Pungsi Lumbal CSS : Dapat menduga adanya perdarahan subarachnoi.

8. KomplikasiKomplikasi yang dapat timbul pada pasien yang mengalami trauma kapitis yaitu:

1. Shock disebabkan karena banyaknya darah yang hilang atau rasa sakit hebat. Bila kehilangan lebih dari 50% darah dapat mengakibatkan kematian.

2. Peningkatan tekanan intrakranial, terjadi pada edema cerebri dan hematoma dalam tulang tengkorak.

3. Meningitis, terjadi bila ada luka di daerah otak yang ada hubungannya dengan luar.4. Infeksi/kejang, terjadi bila disertai luka pada anggota badan atau adanya luka pada

fraktur tulang tengkorak.5. Edema pulmonal akibat dari cedera pada otak yang menyebabkan adanya peningkatan

tekanan darah sistemik sebagai respon dari sistem saraf simpatis pada peningkatan TIK. Peningkatan vasokontriksi tubuh ini menyebabkan lebih banyak darah dialirkan ke paru-paru. Perubahan permeabilitas pembuluh darah paru berperan dalam proses memungkinkan cairan berpindah ke dalam alveolus.

9. Penatalaksanaan1. Medik

a. Manitol IV Dosis awal 1 g / kg BB Evaluasi 15 – 20 menit (bila belum ada perbaikan tambahan dosis 0,25 g / kg BB)

Page 6: SAP Trauma Capitis

Hati-hati terhadap kerusakan ginjalb. Steroid : digunakan untuk mengurangi edema otakc. Bikarbonas Natrikus : untuk mencegah terjadinya asidosisd. Antikonvulsan : prifilaksis kejange. Terapi Koma : merupakan langkah terakhir untuk mengendalikan TIK secara

konservatif. Terapi ini menurunkan metabolisme otak, mengurangi edema & menurunkan TIK Biasanya dilakukan 24 – 48 jam.

f. Antipiretik : Demam akan memperburuk keadaan karena akan meningkatkan metabolisme dan dapat terjadi dehidrasi, kerusakan otak. Jika penyebab infeksi tambahkan antibiotik.

g. Sedasi : gaduh, gelisah merupakan gejala yang sering ditemukan pada penderita cidera otak dan dapat meningkatkan TIK.

h. Lorazepam (ativan) 1 – 2 mg IV/IM dapat diberikan dan dapat diulang pemberiannya dalam 2 – 4 jam. Kerugian : tidak dapat memantau kesadaran penderita.

i. Antasida – AH2 : untuk mencegah perdarahan GIT : simetidin, ranitidin, famotidin. Furosemid adakalanya diberikan bersama dengan obat anti edema lain. Dosis : 1 mg/kg BB IV, dapat diulang tiap 6 – 12 jam.

2. Non-Medika. Pengelolaan Pernapasan:

Pasien ditempatkan dalam posisi miring atau seperti posisi koma. Periksa mulut, keluarkan gigi palsu bila ada. Jika banyak ludah atau lendir atau sisa muntahan lakukan penghisapan. Hindari flexi leher yang berlebihan karena bias menyebabkan terganggunya jalan

napas/peningkatan TIK. Trakeostomi dilakukan bila lesi di daerah mulut atau faring parah. Perawat mengkaji frekuensi dan upaya pernapasan pasien, warna kulit, bunyi

pernapasan dan ekspansi dada. Berikan penenang diazepam. Posisi pasien selalu diubah setiap 3 jam dan lakukan fisioterapi dada 2x/sehari

b. Gangguan Mobilitas Fisik Posisikan tubuh pasien dengan posisi opistotonus; perawatan harus dilakukan

dengan tujuan untuk menghentikan pola refleksif dan penurunan tonus otot abnormal.

Perawat menghindarkan terjadinya kontraktur dengan melakukan ROM pasif dengan merenggangkan otot dan mempertahankan mobilitas fisik.

c. Kerusakan Kulit : menghilangkan penekanan dan lakukan intervensi mobilitas.d. Masalah Hidrasi : pada cidera kepala terjadi kontriksi arteri-arteri renalis sehingga

pembentukan urine berkurang dan garam ditahan didalam tubuh akibat peningkatan tonus ortosimpatik.

e. Nutrisi pada Trauma otak berat memerlukan jumlah kalori 2 kali lipat dengan meningkatnya aktivitas system

saraf ortosimpatik yang tampak pada hipertensi dan takikardi. kegelisahan dan tonus otot yang meningkat menambah kebutuhan kalori. bila kebutuhan kalori tidak terpenuhi maka jaringan tubuh dan lemak akan diurai,

penyembuhan luka akan lebih lama, timbul dekubitus, daya tahan menurun ( Cholik dan Saiful, 2007)

2. KONSEP DASAR TEORITIS

Page 7: SAP Trauma Capitis

2.1 Pengkajian1. Identitas Pasien

Nama, Alamat, Umur, Diagnosa Medik, Pendidikan, tanggal masuk, Pekerjaan, tanggal Pengkajian

2. Riwayat kesehatanRiwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.

3. Fokus pengkajian

1. Aktivitas/istirahat

Gejala       :   Merasa lelah, lemah, kaku, hilang keseimbangan.

Tanda       :   Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, puandreplegia, ataksia, cara

berjalan tidak tegang.

2. Sirkulasi

Gejala       :   Perubahan tekanan darah (hipertensi) bradikardi, takikardi.

 3. Integritas Ego

Gejala       :   Perubahan tingkah laku dan kepribadian.

Tanda       :   Cemas, mudah tersinggung, angitasi, bingung, depresi dan impulsif.

4. Makanan/cairan

Gejala       :   Mual, muntah dan mengalami perubahan selera.

Tanda       :   muntah, gangguan menelan.

5. Eliminasi

Gejala       :   Inkontinensia, kandung kemih atau usus atau mengalami gangguan fungsi.

6. Neurosensori

Gejala       :   Kehilangan kesadaran sementara, amnesia, vertigo, sinkope,

kehilangapendengaran, gangguan pengecapan dan penciuman, perubahan penglihatan

seperti ketajaman.

Tanda       :   Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental,

konsentrasi, pengaruh emosi atau tingkah laku dan memoris.

7. Nyeri/kenyamanan

Gejala       :   Sakit kepala.

Tanda       :   Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat,

gelisah, tidak bisa istirahat, merintih.

8. Pernafasan

Tanda       :   Perubahan pola pernafasan (apnoe yang diselingi oleh hiperventilasi nafas

berbunyi)

9. Keamanan

Gejala       :   Trauma baru/trauma karena kecelakaan

Page 8: SAP Trauma Capitis

Tanda       :   Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan rentang gerak, tonus otot

hilang, kekuatan secara umum mengalami paralisis, demam, gangguan dalam regulasi

suhu tubuh.

10. Interaksi sosial

Tanda       :   Apasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang,

disartria.

11. Penyuluhan/pembelajaran

Gejala                   :   Penggunaan alkohol/obat lain.

Pertimbangan       :   DRG menunjukkan rerata lama dirawat 12 hari.

Diagnosa Keperawatan 1. Perubahan perfusi jaringan otak b.d peningkatan tekanan intrakranial.

2. Perubahan persepsi sensorik b.d penurunan tingkat kesadaran, kerusakan lobus pariental,

kerusakan nervus olfakttorius.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang mampu menelan

4. Kesulitan mobilitas fisik b.d hemiplegia, hemiparese, kelemahanan.

5. Resiko tinggi injuri b.d adanya kejang, kebingungan dan kelemahan fisik.

6. Gangguan dalam pertukaran gas b.d penumpukan sekresi, reflek batuk yang kurang.

7. Gangguan gambaran tubuh dan perubahan peran b.d kurang berfungsinya proses berfikir,

ketidakmampuan fisik.

8. Tidak mampu merawat diri b.d kesulitan dalam mobilitas fisik

9. Gangguan kognitif kesulitan dalam komunikasi verbal b.d aphasia

10. Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d trauma dan sakit kepala.

11. Kerusakan integritas kulit b.d kesulitan dalam mobilitas fisik.

12. Perubahan pola eliminasi urine inkontinential atau retensi urine b.d terganggunya saraf

kontrol berkemih.

Page 9: SAP Trauma Capitis

NURSING CARE PLANNING

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1.Perubahan perfusi jaringan otak b.d

peningkatan tekanan intrakranial.Setelah dilakukan tindakan keperawatan, perubahan perfusi jaringan otak teratasi

1.Pasien tidak

menunjukkan peningkatan

TIK

2. Terorientasi pada

tempat, waktu dan respon

3. Tidak ada gangguan

tingkat kesadaran.

Mandiri :

1. Kaji status neurologi

2. Temukan faktor penyebab

utama adanya penurunan

perfusi jaringan dan potensial

terjadi peningkatan TIK.

3. Monitor Suhu tubuh

4.Berikan posisi

antitrendelenberg atau dengan

meninggikan kepala kurang

1. Mendeteksi dini perubahan yang

terjadi sehingga dapat

mengantisipasinya.

2. Untuk menentukan asuhan

keperawatan yang diberikan.

3. Panas tubuh yang tidak bisa

diturunkan menunjukkan adanya

kerusakan hipotalamus atau panas

karena peningkatan metabolisme

tubuh.

4. Mencegah terjadinya

peningkatan TIK

Page 10: SAP Trauma Capitis

lebih 30 derajat.

5. Pantau tanda-tanda vital

6. Batasi pemberian cairan

sesuai indikasi

7. lakukan mobilisasi sedini

mungkin

Kolaborasi :

8. Kolaborasi dengan dokter

untuk memberikan obat

sesuai indikasi seperti

diuretic.

5. Peningkatan TD sistemik yang

diikuti oleh penurunan TD

merupakan tanda terjadinya

peningkatan TIK, Demam dapat

mencerminkan kerusakan pada

hipotalamus.

6. Menurunkan edema serebral,

meminimalkan fluktuasi aliran

vaskuler TD dan TIK.

7. mencegah terjadinya

keterbatasan gerak

8. Diuretik untuk menurunkan air dari sel otak sehingga mengurangi edema otak.

Page 11: SAP Trauma Capitis

2.

Perubahan persepsi sensorik b.d

penurunan tingkat kesadaran, kerusakan

lobus pariental, kerusakan nervus

olfakttorius.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan,perubahan persepsi sensorik tidak terjadi

1.Kesadaran pasien

kembali normal

2.Tidak terjadi

peningkatan TIK

9. Kolaborasi dengan dokter

untuk memberikan obat

diuretik seperti manitol,

diamox.

Penkes:

10. Berikan konseling tentang pengertian trauma capitis ringan .

Mandiri :

1. Observasi KU serta TTV

2. Orientasikan pasien

terhadap orang, tempat dan

waktu.

3. Gunakan berbagai metode

9. Membantu mengurangi edema

otak

10. agar keluarga dapat mengerti dari pengertian trauma capitis

1. Mengetahui keadaan umum

pasien.

2. Melatih kemampuan pasien

dalam mengenal waktu, tempat dan

lingkungan pasien.

Page 12: SAP Trauma Capitis

untuk menstimulasi indra,

misalnya: parfum.

4. Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku pada pagi hari.

5. Pantau secara teratur perubahan orientasi, kemampuan berbicara, alam perasaan/efektif sensorik dan proses pikir.

6. Kaji kesadaran sensorik seperti respon sentuhan, panas/dingin, benda tajam/tumpul dan kesadaran terhadap gerakan dan letak tubuh. Perhatikan adanya masalah penglihatan atau sensasi yang lain.

7.  Bicara dengan suara yang lembut dan pelan. Gunakan kalimat yang pendek dan sederhana pertahankan kontak mata.

3. Melatih kepekaan nervus

olfaktorius.

4. Tingkah non verbal ini dpat merupakan indikasi peningkatan ICP atau memberikan reflek nyeri.

5. menentukan pilihan intervensi

6.  Informasi penting untuk

keamanan pasien.

7. Pasien mungkin mengalami keterbatasan perhatian/pemahaman selama fase akut dan penyembuhan

Page 13: SAP Trauma Capitis

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang mampu menelan

1. Berat badan normal

2. Mengkonsumsi semua makanan yang disajikan.

8. Berikan stimulus yang bermanfaat: verbal (berbincang-bincang dengan pasien), penciuman (seperti pada kopi atau minyak tertentu), taktil (sentuhan, memegang tangan pasien), dan pendengaran (dengan tape, radio, televisi).

9. Beri posisi senyaman mungkin

Kolaborasi :

10. Kolaborasi dengan tim medik untuk membatasi penggunaan sedative

Mandiri :

1. Kaji kemampuan makan

tindakan ini dapat membantu pasien untuk memunculkan komunikasi.

8. Bermanfaat untuk menstimulasi pasien koma dengan baik secara melatih kembalinya fungsi kognitif.

9. Agar klien merasa rileks

Sedativa mempengaruhi tingkat kesadaran pasien

Page 14: SAP Trauma Capitis

3.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan perubahan nutrisi klien kembali adekuat

3.Terbebas dari malnutrisi. dan menelan klien

2. Dengarkan suara peristaltik

usus.

3. Berikan rasa nyaman saat

makan, seperti posisi semi

fowler/fowler.

4. Berikan makanan dalam

porsi kecil tapi sering dan

dalam keadaan hangat.

5.Timbang BB

6.modifikasi menu dan

bentuk makanan

7. Jaga keamanan saat pasien

makan.

1. Membantu dalam menentukan

jenis makanan

2. Membantu menentukan respon

dari pemberian makanan dan

adanya hiperperistaltik

3.kemungkinan adanya komplikasi

ileus.

4.Mencegah adanya regurgitasi dan

aspirasi

5. mengevaluasi kebutuhan nutrisi

6.Agar klien tertarik untuk makan

Page 15: SAP Trauma Capitis

8. anjurkan keluarga membawa makanan kesukaan pasien

Kolaborasi :

9.Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vitamin.

Penkes :

10. Beri konseling pentingnya asupan nutrisi dalam tubuh

7. menurunkan resiko regurgitasi

8. Meningkatkan nafsu makan.

Vitamin membantu meningkatkan nafsu makan dan mencegah malnutrisi

10. agar klien dan keluarga mengerti tentang asupan nutrisi.

Page 16: SAP Trauma Capitis

DAFTAR PUSTAKA

Bare S, et al, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Volume 2, Jakarta : EGC.

Brunner & Suddart, 2001. Buku Ajar Medikal Keperawatan vol 3. EGC, Jakarta

Corwin, EJ, 2001. Patofisiologi. Jakarta : EGC

Doenges, ME, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta : EGC

Mansjoer A, et al, 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius

Long, BC, 1992. Perawatan Medikal Bedah, Buku 3. Jakarta : EGC

Price, SA, 1995. Patofisiologi; Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4, Jilid 2. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC, Jakarta

Page 17: SAP Trauma Capitis