Tinea Capitis Case (Print)
-
Upload
andreassyptr13 -
Category
Documents
-
view
46 -
download
8
description
Transcript of Tinea Capitis Case (Print)
REFERAT
TINEA KAPITIS
Wendy Ardiansyah, S.Ked.70 2008 038
PembimbingDr. Riliani Hastuti, Sp.PK
DEPARTEMEN KULIT KELAMINRUMAH SAKIT KUSTA DR. RIVAI ABDULLAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2013
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
April 2013
HALAMAN PENGESAHAN
Telaah Ilmiah berjudul
TINEA KAPITIS
Oleh:
Wendy Ardiansyah, S.Ked
telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Kulit dan kelamin Fakultas Kedokteran
Muhammadiyah Palembang
Palembang, April 2013
Dosen Pembimbing
Dr. Riliani Hastuti, Sp.KK
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Semesta Alam, Allah SWT, atas nikmat dan
karunia-Nya. Sholawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW.
Penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingan selama pengerjaan referat,
yang berjudul “Tinea Kapitis”, ini kepada dr. Riliani Hastuti, Sp.KK dan terakhir,
bagi semua pihak yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung, rela
maupun tidak rela, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, penulis haturkan
terima kasih atas bantuannya hingga referat ini dapat terselesaikan. Semoga bantuan
yang telah diberikan mendapatkan imbalan setimpal dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa didalam referat ini masih banyak kekurangan baik
itu dalam penulisan maupun isi referat. Karena itu, Penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun demi sempurnanya referat ini. Penulis berharap referat ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.
Palembang, April 2013
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iiKATA PENGANTAR ………………………………………………………. iiiDAFTAR ISI ..................................................................................................... ivDAFTAR GAMBAR ………………………………………………………… v
BAB I. PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA2.1. Definisi……………………….…………………………………………… 32.2. Epidemiologi……........................................................................................ 32.3. Etiologi dan Patogenesis ….………………………………………………. 42.4. Manifestasi Klinis………………….……………………………………… 62.5. Pemeriksaan Penunjang…………………………………………………… 72.6. Diagnosis dan Diagnosis Banding ..……………………………………….. 82.7. Tatalaksana ……………………………………………………………….. 102.9. Prognosis ..……………………………………………………………….. 10
BAB III. KESIMPULANKesimpulan …………………………………………………………………… 11
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi jamur dapat superfisial, subkutan dan sistemik, tergantung pada
karakteristik dari host. Dermatofit merupakan kelompok jamur yang terkait secara
taksonomi. Kemampuan mereka untuk membentuk lampiran molekul kertatin dan
menggunakannya sebagai sumber nutrisi memungkinkan mereka untuk berkoloni
pada jaringan keratin, masuk ke dalam stratum korneum dan epidermis, rambut,
kuku dan jaringan pada hewan. Infeksi superfisial yang disebabkan oleh
dermatofit yang disebut dermatofitosis dimana dermatimicosis mengacu pada
infeksi jamur 1.
Banyak cara untuk mengklasifikasikan jamur superfisial, tergantung habitat
dan pola infeksi. Organisme geofilik berasal dari tanah dan hanya sesekali
menyerang manusia, biasanya melalui kontak langsung dengan tanah. Tinea
kapitis adalah kelainan kulit yang disebabkan oleh jamur dermatofit.
Tinea Kapitis (Ringworm of the scalp and hair, tinea tonsurans, herpes
tonsurans. 1,2 adalah infeksi dermatofit pada kepala, alis mata dan bulu mata
karena spesies Microsporum dan Trichophyton.1 Penyakitnya bervariasi dari
kolonisasi subklinis non inflamasi berskuama ringan sampai penyakit yang
beradang ditandai dengan produksi lesi kemerahan berskuama dan alopesia
(kebotakan) yang mungkin menjadi inflamasi berat dengan pembentukan erupsi
kerion ulseratif dalam. Ini sering menyebabkan pembentukan keloid dan skar
dengan alopesia permanen. Tipe timbulnya penyakit tergantung pada interaksi
pejamu dan jamur penyebab.1
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Tinea kapitis adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh jamur dermatofit
(biasanya berasal dari spesies microsporum dan trichophyton) yang terjadi pada
folikel rambut kulit kepala dan kulit sekitarnya. Kelainan ini ditandai dengan lesi
bersisik, kemerah-merahan, alopesia, dan kadang kadang terjadi gambaran klinis
yang lebih berat yaitu kerion
2.2. Epidemiologi
Lebih sering menyerang balita dan anak-anak (6-10 tahun)
Lebih sering menyerang ras kulit putih daripada ras kulit hitam
Frekuensi tinea kapitis pada laki-laki dan wanita sama
Di Amerika dan Eropa, tinea capitis disebabkan oeh T.tonsurans. Di eropa
timur, eropa selatan dan afrika utara, tinea capitis disebabkan oleh
T.violaceum.
Penularannya bisa dari manusia ke manusia atau dari hewan ke manusia.
2.3. Etiologi
Spesies jamur yang dapat meyebabkan tinea capitis yaitu T.tonsurans,
M.canis, M.audouinii, M.gypseum, T.mentagrophytes, T.rubrum, T.violaceum
dan lain-lain. Ada pula spesies jamur yang tidak menyebabkan tinea capitis yaitu
T.concentricum dan T. mentagrophytes var. interdigitale (T. interdigitale). Tiap
negara dan daerah berbeda-beda untuk spesies penyebab tinea kapitis. Spesies
jamur antropofilik (yang hidup di manusia) biasanya sebagai penyebab yang
predominan.
2.4. Patogenesis
Dermatofit ektotrik (diluar rambut) infeksinya khas di stratum korneum
perifolikulitis, menyebar sekitar batang rambut dan dibatang rambut bawah
2
kutikula dari pertengahan sampai akhir anagen saja3 sebelum turun ke folikel
rambut untuk menembus kortek rambut. Hifa-hifa intrapilari kemudian turun ke
batas daerah keratin, dimana rambut tumbuh dalam keseimbangan dengan proses
keratinisasi, tidak pernah memasuki daerah berinti. Ujung-ujung hifa-hifa pada
daerah batas ini disebut Adamson’s fringe, dan dari sini hifa-hifa berpolifrasi dan
membagi menjadi artrokonidia yang mencapai kortek rambut dan dibawa keatas
pada permukaan rambut. Rambut-rambut akan patah tepat diatas fringe tersebut,
dimana rambutnya sekarang menjadi sangat rapuh sekali. Secara mikroskop hanya
artrokonidia ektotrik yang tampak pada rambut yang patah, walaupun hifa
intrapilari ada juga.3
Patogenesis infeksi endotrik (didalam rambut) sama kecuali kutikula tidak
terkena1 dan artrokonidia hanya tinggal dalam batang rambut menggantikan
keratin intrapilari dan meninggalkan kortek yang intak. Akibatnya rambutnya
sangat rapuh dan patah pada permukaan kepala dimana penyanggah dan dinding
folikuler hilang meninggalkan titik hitam kecil (black dot).3 Infeksi endotrik juga
lebih kronis karena kemampuannya tetap berlangsung di fase anagen ke fase
telogen. 3
3.5. Manifestasi Klinik
Grey Patch Ringworm
Merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan oleh Microsporum dan
sering ditemukan pada anak-anak. Penyakit mulai dengan papul eritem di
sekitar rambut. Papul ini melebar dan membentuk bercak, yang menjadi pucat
dan bersisik. Penderita mulai merasa gatal. Warna rambut menjadi abu-abu
dan tidak mengkilat. Rambut mudah patah dan terlepas dari akarnya,
sehingga mudah dicabut tanpa rasa nyeri. Semua rambut di daerah tersebut
terserang jamur, sehingga menyebabkan alopesia setempat. Tempat-tempat
ini terlihat sebagai grey patch. Pada pemeriksaan dengan lampu wood dapat
dilihat flouresensi hijau kekuning-kuningan pada rambut yang sakit
melampaui batas grey patch tersebut. Tinea kapitis yang disebabkan oleh
Microsporum audouini biasanya disertai tanda peradangan ringan dan kadang
terjadi kerion.
3
Kerion
Reaksi peradangan yang berat pada tinea kapitis, berupa pembengkakan yang
menyerupai sarang lebah dengan sebukan sel radang yang padat disekitarnya.
Biasanya disebabkan oleh M. Canis dan M. Gypseum. Kelainan ini
menyebabkan jaringan parut dan berakibat alopesia yang menetap. Jaringan
parut yang menonjol kadang terbentuk.
Black Dot Ringworm
Biasanya disebabkan oleh Trichophyton tonsurans dan Trichophyton
violaceum. Gambaran klinisnya menyerupai kelainan yang disebabkan oleh
genus Microsporum. Rambut yang terkena infeksi mudah patah, tepat pada
muara folikel dan yang tertinggal adalah ujung rambut yang penuh spora.
Ujung rambut yang hitam di dalam folikel rambut ini memberikan gambara
yang khas yaitu black dot. Ujung rambut yang patah, kalu tumbuh kadang-
kadang masuk ke bawah permukaan kulit. Dalam hal ini perlu dilakukan
pengerokan atau irisan kulit untuk mendapatkan biakan jamur.
3.6. Diagnosis Banding
a. Dermatitis seboroik
Peradangan yang biasanya terjadi pada sebelum usia 1 tahun atau
sesudah pubertas yang berhubungan dengan rangsangan kelenjar sebasea.
Tampak eritema dengan skuama diatasnya sering berminyak, rambut yang
terkena biasanya difus, tidak setempat. Rambut tidak patah. Distribusi
umumnya di kepala, leher dan daerah-daerah pelipatan. Alopesia
sementara dapat terjadi dengan penipisan rambut daerah kepala, alis mata,
bulu mata atau belakang telinga. Sering tampak pada pasien penyakit
syaraf atau immunodefisiensi.
b. Dermatitis atopik
Dermatitis atopik yang berat dan luas mungkin mengenai kepala
dengan skuama kering putih dan halus. Khas tidak berhubungan dengan
kerontokan rambut, bila ada biasanya karena trauma sekunder karena
garukan kepala yang gatal. Disertai lesi dermatitis atopik di daerah lain.
4
c. Psoriasis
Psoriasis kepala khas seperti lesi psoriasis dikulit, plak eritematos
berbatas jelas dan berskuama lebih jelas dan keperakan diatasnya, dan
rambut tidak patah. Kepadatan rambut berkurang di plak psoriasis juga
meningkatnya menyeluruh dalam kerapuhan rambut dan kecepatan
rontoknya rambut telogen. 10% psoriasis terjadi pada anak kurang 10
tahun dan 50% mengenai kepala, dan sering lesi psoriasis anak terjadi
pada kepala saja, maka kelainan kuku dapat membantu diagnosis psoriasis.
d. Alopesia areata
Mempunyai tepi yang eritematus pada stadium permulaan, tetapi
dapat berubah kembali ke kulit normal. Juga jarang ada skuama dan
rambut-rambut pada tepinya tidak patah tetapi mudah dicabut.
3.7. Diagnosis
1. Gejala Klinis
Dipertimbangkan diagnosis tinea kapitis bila pada anak-anak dengan kulit
kepala berskuama, alopesia, limfadenopati servikal posterior atau limfadenopati
aurikuler posterior atau kerion. Juga termasuk pustul atau abses, dissecting
cellulitis atau black dot.
2. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Lampu Wood
Rambut yang tampak dengan jamur M. canis, M. audouinii dan M.
ferrugineum memberikan fluoresen warna hijau terang oleh karena adanya
bahan pteridin. Jamur lain penyebab tinea kapitis pada manusia
memberikan fluoresen negatif artinya warna tetap ungu yaitu M. gypsium
dan spesies Trichophyton (kecuali T. schoenleinii penyebab tinea favosa
memberi fluoresen hijau gelap). Bahan fluoresen diproduksi oleh jamur
yang tumbuh aktif di rambut yang terinfeksi.
b. Pemeriksaan sediaan KOH
5
Kepala dikerok dengan objek glas, atau skalpel no.15. Juga kasa
basah digunakan untuk mengusap kepala, akan ada potongan pendek
patahan rambut atau pangkal rambut dicabut yang ditaruh di objek glas
selain skuama, KOH 20% ditambahkan dan ditutup kaca penutup. Hanya
potongan rambut pada kepala harus termasuk akar rambut, folikel rambut
dan skuama kulit. Skuama kulit akan terisi hifa dan artrokonidia. Yang
menunjukkan elemen jamur adalah artrokonidia oleh karena rambut-
rambut yang lebih panjang mungkin tidak terinfeksi jamur. Pada
pemeriksaaan mikroskop akan tampak infeksi rambut ektotrik yaitu
pecahan miselium menjadi konidia sekitar batang rambut atau tepat
dibawah kutikula rambut dengan kerusakan kutikula. Pada infeksi
endotrik, bentukan artrokonidia yang terbentuk karena pecahan miselium
didalam batang rambut tanpa kerusakan kutikula rambut.
c. Kultur
Memakai swab kapas steril yang dibasahi akua steril dan
digosokkan diatas kepala yang berskuama atau dengan sikat gigi steril
dipakai untuk menggosok rambut-rambut dan skuama dari daerah luar di
kepala, atau pangkal rambut yang dicabut langsung ke media kultur.
Spesimen yang didapat dioleskan di media Mycosel atau Mycobiotic
(Sabourraud dextrose agar + khloramfenikol + sikloheksimid) atau
Dermatophyte test medium (DTM). Perlu 7 - 10 hari untuk mulai tumbuh
jamurnya. Dengan DTM ada perubahan warna merah pada hari 2-3 oleh
karena ada bahan fenol di medianya, walau belum tumbuh jamurnya
berarti jamur dematofit positif.
3.8. Komplikasi
1. Infeksi sekunder
2. Alopesia sikatrik permanen
3. Kambuh
6
4. Reaksi Id. Pada tinea kapitis biasanya reaksi Id-nya lebih mengenai badan.
3.9 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Umum
a. Mencari binatang penyebab dan diobati di dokter hewan untuk mencegah
infeksi pada anak-anak lain.
b. Mencari kontak manusia atau keluarga, dan bila perlu dikultur
c. Anak-anak tidak menggunakan bersama sisir, sikat rambut atau topi,
handuk, sarung bantal dan lain yang dipakai dikepala.
d. Anak-anak kontak disekolah atau penitipan anak diperiksakan ke dokter/
rumah sakit bila anak-anak terdapat kerontokan rambut yang disertai
skuama. Dapat diperiksa dengan lampu Wood.
e. Pasien diberitahukan bila rambut tumbuh kembali secara pelan, sering
perlu 3-6 bulan. Bila ada kerion dapat terjadi beberapa sikatrik dan
alopesia permanen.
f. Mencuci berulang kali untuk sisir rambut, sikat rambut, handuk, boneka
dan pakaian pasien, dan sarung bantal pasien dengan air panas dan sabun14
atau lebik baik dibuang
g. Begitu pengobatan dimulai dengan obat anti jamur oral dan shampo,
pasien dapat pergi ke sekolah.
h. Tidak perlu pasien mencukur gundul rambutnya atau memakai penutup
kepala.
2. Terapi Medis
a. Terapi Utama
Pengobatan yang ideal dan cocok untuk anak-anak adalah sediaan
bentuk likuid, terasa enak, terapi singkat, keamanan yang baik dan sedikit
interaksi antar obat.
Tablet Griseofulvin
Sebagai Gold Standard
Dosis :
7
a. Tablet microsize (125, 250, 500mg)
20 mg / Kg BB/hari, 1-2 kali/hari selama 6-12 minggu
b. Tablet ultramicrosize (330mg)
15 mg/Kg BB/hari, 1-2 kali/hari selama 6-12 minggu
Diminum bersama susu atau es krim oleh karena absorbsinya dipercepat
dengan makanan berlemak. Semua baik untuk karena Microsporum maupun
Trichophyton.
Pemberian pertama untuk 2 minggu kemudian dilakukan pemeriksaan
lampu Wood, KOH dan kultur. Bila masih ada yang positif maka sebaiknya dosis
dinaikkan. Bila hasil negatif maka obat diteruskan sampai 6 minggu13. Bila hasil
kultur negatif terbaik diteruskan 4-6 minggu. Pemeriksaan laboratorioum rutin
tidak diperlukan. Kegagalan pengobatan tinea kapitis dengan griseofuvin dapat
disebabkan karena :
- dosis tidak adekwat (sebab tersering) maka sebaiknya dosis dinaikkan dapat
sampai 25 mg/Kg BB/ hari terutama untuk kasus sulit sembuh.
- pasien tidak patuh
- gangguan absorbsi pencernaan
- Interaksi obat, bersamaan phenobarbital mengurangi absorbsi griseofuvin
menyebabkan kegagalan terapi.
- jenis dermatofit yang resisten terhadap griseofuvin
- Terjadi reinfeksi terutama dari anggota keluarga atau teman bermain.
Kapsul Itrakonazol (100 mg)
a. Dosis 3-5 mg/Kg BB/hari selama 4-6 minggu
b.Terapi dosis 5 mg/Kg BB/ hari selama 1 minggu, istirahat 2 minggu/siklus bila
belum sembuh diulang dapat sampai 2-3 siklus.
Bersifat fungisidal sekunder oleh karena terjadi fungitoksik. Sama
efektifnya untuk karena Microsporum canis maupun Trichophyton. Tidak boleh
diminum bersama antasida atau H2 blocker oleh karena absorbsinya perlu suasana
asam. Bila diberikan bersama phenytoin dan H2 antagonis akan meningkatkan
kadar kedua obat tersebut. Sedang kadar Itrakonazol akan lebih rendah bila
8
diberikan bersamaan rifampisin, isoniasid, phenytoin dan karbamazepin. Monitor
laboratorium fungsi hepar dan darah lengkap bila pemakaian lebih 4 minggu.
Tablet Terbinafin (tablet 250 mg)
- bersifat fungisidal primer terhadap dermatofit
- dosis 3-6mg/KgBB/ hari selama 4 minggu :
< 20 mg : 62,5 mg (1/4 tablet)/ hari
20-40 mg : 125 mg (1/2 tablet)/ hari
> 40 mg : 250 mg/ hari
Bila karena M. canis perlu 6-8 minggu, lebih sukar untuk dibasmi daripada
karena Trichophyton oleh karena virulensinya atau karena infeksi ektotriknya
masih belum diketahui. Diberikan untuk anak umur > 2 tahun4. Monitor
laboratorium fungsi liver dan darah lengkap diperiksa bila pemakaian lebih 6
minggu.
Tablet Flukonazol
Sebetulnya juga bisa digunakan untuk terapi tinea kapitis namun tidak
lebih superior daripada obat lainnya. Lebih diindikasikan untuk infeksi mukosa
dan infeksi sistemik pada kasus Kandidiasis, dan Kriptokokosis, terutama pada
pasien imunokompromais. Flukonazol lebih cepat resisten dibanding obat jamur
lain, sedangkan untuk tinea kapitis, flukonazol tidak lebih superior, sehingga
sebaiknya flukonazol digunakan untuk kasus selektif. Dosisya 8 mg/Kg
BB/minggu selama 8-16 minggu. Efektif untuk Microsporum maupun
Trichophyton.
b. Terapi Ajuvan
Shampo
Shampo obat berguna untuk mempercepat penyembuhan, mencegah
kekambuhan dan mencegah penularan, serta membuang skuama dan membasmi
spora viabel, diberikan sampai sembuh klinis dan mikologis :
9
a. Shampo selenium zulfit 1% - 1,8% dipakai 2-3 kali/ minggu didiamkan 5
menit baru dicuci
b. Shampo Ketokonazole 1% - 2% dipakai 2-3 kali/ minggu didiamkan 5 menit
baru dicuci
c. Shampo povidine iodine dipakai 2 kali / minggu selama 15 menit
Setelah menggunakan shampo diatas maka dianjurkan memakai Hair
Conditioner dioleskan dirambutnya dan didiamkan satu menit baru dicuci air. Hal
ini untuk membuat rambut tidak kering.
Juga shampo ini dipakai untuk karier asimptomatik yaitu kontak dekat
dengan pasien, seminggu 2 kali selama 4 minggu. Karena asimptomatik lebih
menyebarkan tinea kapitis disekolah atau penitipan anak yang kontak dekat
dengan karier daripada anak-anak yang terinfeksi jelas.
Terapi Kerion
Pengobatan optimal kerion tidak jelas apakah perlu dengan obat oral
antibiotika dan kortikosteroid sebagai terapi ajuvan dengan griseofulvin. Beberapa
penelitian menyatakan :
a. kerion lebih cepat kempes dengan kelompok yang menerima griseofulvin saja
b. sedangkan skuama dan gatal lebih cepat bersih / hilang dengan kelompok
yang menerima ke 3 obat yaitu griseofuvin, antibiotika dan kortikosteroid
oral
c. Kortikosteroid oral mungkin menurunkan insiden sikatrik. Juga bermanfaat
menyembuhkan nyeri dan pembengkakan. Dosis prednison 1 mg/Kg BB/pagi
untuk 10-15 hari pertama terapi.
d. Pemberian antibiotika dapat dipertimbangkan terutama bila dijumpai banyak
krusta.
3.10. Prognosis
Tinea kapitis tipe Gray patch sembuh sendirinya dengan waktu, biasanya
permulaan dewasa. Semakin meradang reaksinya, semakin dini selesainya
penyakit, yaitu yang zoofilik (M. canis, T. mentagrophytes dan T. verrucosum).
10
Infeksi ektotrik sembuh selama perjalanan normal penyakit tanpa pengobatan.
Namun pasien menyebarkan jamur penyebab kelain anak selama waktu infeksi1.9 Sebaliknya infeksi endotrik menjadi kronis dan berlangsung sampai dewasa. T.
violacaum, T. tonsurans menyebabkan infeksi tetap, pasien menjadi vektor untuk
menyebarkan penyakit dalam keluarga dan masyarakat1, pasien seharusnya cepat
diobati secara aktif untuk mengakhiri infeksinya dan mencegah penularannya1.
BAB III
KESIMPULAN
11
Tinea kapitis adalah infeksi yang sering terjadi pada anak-anak dengan
bermacammacam gejala klinis. Keadaan penduduk yang padat menyimpan jamur
penyebab dan adanya karier asimtomatis yang tidak diketahui menyebabkan
prevalensi penyakit.14
Tablet griseofulvin adalah pengobatan yang efektif dan aman, sebagai obat
lini pertama (gold standard). Obat lini kedua yaitu Itrakonazol, terbinafin atau
kalau terpaksa dengan flukonazol diberikan untuk pasien yang tidak sembuh
dengan griseofuvin, atau dapat sebagai obat jamur lini pertama. Terapi ajuvan
dengan shampo anti jamur untuk membasmi serpihan (fomites) yang terinfeksi,
mengevaluasi serta penanganan kontak yang dekat dengan pasien.14
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Rippon JW. Medical Mycology 3rd ed. Philadelphia: WB Saunders Co, 1988
2. Hay RJ, Morre M. Mycology. Dalam : Champion RH, Burton JZ, Burns DA,
Breatnach SDM, editors. Rook/Wilkinson/Ebling Textbook of Dermatology,
6th ed Oxford : Blackwell Science, 1998 : p 1277-350.
3. Nelson MM; Martin AG, Heffernan MP. Superficial Fungal infection :
Dermatophytosis, Onychomycosis, Tinea Nigra, Piedra. Dalam : Freedberg
IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine 6th ed. New York Mc Graw Hill, 2003 : p
1989-2005.
4. Clayton YM, Moore MK. Superficial Fungal Infection. Dalam : Harper J;
Oranje A, Prose N. editors. Textbook of Pediatric Dermatology. 2nd ed.
Massachusetts. Blackwell Publishing, 2006 : p 542-56.
5. Nasution MA, Muis K, Rusmawardiana. Tinea Kapitis. Dalam : Budimulya
U, Kuswadji, Bramono K, Menaldi SL, Dwihastuti P, Widati S. editor.
Dermatomikosis Superfisialis cetakan ke 2. Jakarta, Balai Penerbit FKUI,
2004 : h.24-30.
6. Schroeder TL, Levy ML. Treatment of hair loss disorders in children.
Dermatol Ther 1997; 2 : 84-92.
7. Hebert AA. Diagnosis and treatment of tinea capitis in children. Dermatol
Ther 1997; 2 : 78-83
8. Dawber RPR, de Becker D, Wojnarowska F, Disorder of Hair. Dalam :
Champion RH, Burton JZ, Burno DA, Breatnach SDM, editors.
Rook/Wilkinson/Ebling Textbook of Dermatology, 6th ed. Oxford : Blackwell
Science, 1998 : p 2869-973
9. Rowell NR, Goodfield MJD. The Connective Tissue diseases. Dalam :
Champion RH, Burton JZ, Burns DA, Breatnach SDM, editors.
Rook/Wilkinson/Ebling Textbook of Dermatology, 6th ed. Oxford : Blackwell
Science, 1998 : p 2437-575.
10. Black MM. Lichen planus and Lichenoid Disorders. Dalam : Champion RH,
Burton JZ, Burno DA, Breatnach SDM, editors. Rook/Wilkinson/Ebling
Textbook of Dermatology, 6th ed. Oxford : Blackwell Science, 1998 : p 1899-
1926.
11. Cohen BA. Pediatric Dermatology 3rd ed. Philadelphia; Elsevier Mosby,
2005.
12. Richardson MD, Warnock DW. Fungal Infection. 3rd ed Massachusetts :
Blackwell Publishing, 2003.
13. Weston WL, Lane AT, Morelli JG. Color Textbook of Pediatric Dermatology.
3rd ed. St. louis : Mosby, 2002.
14. Mercurio MG, Elewski B. Tinea capitis treatment. Dermatol Ther 1997; 3 :
79-83.
15. Suyoso S. Penatalaksanaan Dermatomikosis Superfisialis masa kini. Dalam :
Simposium Penatalaksanaan Dermatomikosis Superfisialis masa kini, 11 Mei
2002; Surabaya; Indonesia.
16. Indranarum T, Suyoso S. Penatalaksanaan tinea kapitis. Berkala I. Penyakit
Kulit dan kelamin 2001; 13 : 30-5.
17. Paller AS, Mancini AJ, Hurwitz Clinical Pediatric Dermatology. 3rd
ed.Philadelphia : Elsivier Saunders, 2006
18. Lab. / SMF Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Unair / RSU Dr. Soetomo.
Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin. Surabaya : Airlangga University Press.
2007.
19. Janssen Research Council : Slide gambar dermatomikosis.
ter