Sanitasi Pada Industri Seafood

22
Makalah Sanitasi Agroindustri PENERAPAN PROGRAM SANITASI PADA INDUSTRI PENGOLAHAN SEAFOOD Oleh : Kelompok III T. Miftah Ibrahim Fachrizal Khairum Kiki Rezekiah Rira Arinda Lisa Hayani JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

Transcript of Sanitasi Pada Industri Seafood

Page 1: Sanitasi Pada Industri Seafood

Makalah Sanitasi Agroindustri

PENERAPAN PROGRAM SANITASI PADA INDUSTRI

PENGOLAHAN SEAFOOD

Oleh :

Kelompok III

T. Miftah Ibrahim

Fachrizal

Khairum

Kiki Rezekiah

Rira Arinda

Lisa Hayani

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

2010

Page 2: Sanitasi Pada Industri Seafood

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sanitasi sangat penting dalam industri seafood, produksi dengan

menggunakan metode yang tepat akan dapat memberikan konsumen makanan yang

memiliki kualitas tinggi dan sehat. Karena ketentuan ini mencakup fasilitas dan

tempat bekerja maka perencanaan produksi yang tepat dan benar harus

dipertimbangkan sebaik mungkin. Setiap tahap produksi dan distribusi ke konsumen

harus terjamin sehingga produk tersebut tetap sehat.

Sanitasi yang efektif memberikan kontribusi terhadap kualitas seafood yang

diinginkan. Seafood sangat mudah terserang mikroorganisme pembusuk dan

penyebab penyakit. Selain itu, kita perlu mengetahui tentang karakteristik berbagai

jenis tanah, senyawa pembersihan dan sanitizer yang efektif, ketersediaan peralatan

pembersihan dan prosedur sanitasi yang efektif. Setiap Negara harus mempunyai

jaminan kesehatan terhadap produk yang akan diproduksi. Faktor penting lainnya

adalah tingkat kesadaran konsumen akan pentingnya nilai gizi, manfaat dan kondisi

pengolahan semua makanan termasuk makanan hasil laut.

Lingkungan di lokasi pabrik makanan hasil laut dapat berkontribusi terhadap

pencemaran dalam pabrik, serta kontaminasi ke produk. Peralatan pengolahan,

kemasan, dan ruang bekerja dapat menjadi sumber kontaminasi. Sanitasi yang efektif

bertujuan untuk mengurangi kontaminasi. Bahan baku dan lingkungan pengolahan

merupakan sumber kontaminasi Listeria monocytogenes. Meskipun bakteri patogen

dapat dimusnahkan dalam pengolahan melalui pasteurisasi dan proses termal, tetapi

pada makanan olahan dan makanan siap saji bakteri tersebut dapat saja tumbuh

kembali.

B. Tujuan Makalah

Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana

penerapan dan prinsip sanitasi dalam pengolahan produk makanan hasil laut

(Seafood).

Page 3: Sanitasi Pada Industri Seafood

II. PEMBAHASAN

A. Pertimbangan Konstruksi dengan Prinsip Sanitasi

Suatu pabrik yang dirancang dengan prinsip higienis akan dapat

meningkatkan sanitasi pada bahan pangan dan secara dramatis meningkatkan efisiensi

dan efektivitas program sanitasi itu sendiri. Akan tetapi suatu perencanaan desain

yang baik tidak akan dapat memberikan perlindungan terhadap infeksi atau

kontaminasi mikroba lainnya kecuali disertai dengan proses pemeliharaan dan

sanitasi. Di dalam suatu operasi yang higienis, pihak pengelola atau tim manajemen

perlu memastikan tentang keamanan tempat pengolahan dengan baik dan harus

selalu waspada terhadap praktek sanitasi yang tidak efektif untuk semua fasilitas

fisik, unit operasi, karyawan, dan bahan.

1. Persyaratan Lokasi

Lokasi yang bersih dan menarik sangat diperlukan. Kebersihan tempat harus

dipertahankan untuk dapat memuaskan citra publik, untuk mempromosikan

perusahaan dan industri. Hal penting pertama yang dinilai dari sebuah lokasi adalah

untuk pengaturan personil dan kepada masyarakat, sehingga terkesan baik dengan

kondisi bersih, rapi, dan pabrik yang teratur. Kondisi tempat pabrik sering

mencerminkan bagaimana praktek higienis pada pabrik tersebut.

Menurut US Food and Drug Administration (FDA), daerah yang tidak baik

drainasenya dapat berkontribusi terhadap pencemaran produk makanan melalui

kotoran rembesan atau bawaan makanan dan dapat menyebabkan terseedianya

lingkungan yang kondusif untuk proliferasi mikroorganisme dan serangga. Jalan,

pekarangan atau tempat parkir yang terlalu berdebu merupakan daerah yang

berpotensi sebagai sumber kontaminasi yang dapat mengenai makanan. Tempat

pembuangan sampah yang tidak sesuai, peralatan, dan potongan gulma atau rumput

disekitar bangunan pabrik kemungkinan besar juga dapat menyebabkan tersedianya

tempat berkembang biak untuk hewan pengerat, serangga, dan hama lainnya.

Lokasi harus dilengkapi dengan sarana pembuangan limbah dari pabrik

seafood. Lokasi ini juga wajib menyediakan air bersih dalam jumlah yang cukup

untuk operasi pabrik. Jika air diambil dari sumur, maka perlu dilakukan analisis

Page 4: Sanitasi Pada Industri Seafood

kandungan mineral dan cemaran mikroba, dan air harus memenuhi standar yang

ditetapkan sesuai badan regulasi. Setelah penggunaan air, ketentuan yang memadai

harus dibuat untuk debit air limbah.

2. Persyaratan Konstruksi Bangunan

Persyaratan konstruksi bangunan berkaitan dengan pertimbangan untuk

pengolahan seafood. Konstruksi harus terbuat dari bahan yang tahan/tidak menyerap

air dan mudah dibersihkan serta tahan terhadap korosi dan kerusakan lainnya. Tempat

yang terbuka harus dilengkapi dengan udara atau jala layar untuk mencegah

masuknya serangga, tikus, burung, dan hama lainnya. Berbagai tahapan konstruksi

bangunan akan memberikan pedoman dalam mendirikan fasilitas yang higienis.

Berikut ini merupakan syarat kontruksi bangunan penyimpanan makanan hasil

laut

a. Lantai

Lantai harus dibuat dari material yang tahan, seperti beton atau ubin tahan air.

Bahan harus tahan lama dengan permukaan yang dapat mencegah akumulasi puing-

puing, tetapi tidak terlalu halus karena dapat menyebabkan tergelincir dan jatuh.

Lantai dengan permukaan agak kasar atau penggunaan partikel abrasif tertanam dapat

mengurangi kecelakaan. Permukaan yang sering digunakan adalah Waterbased

acrylic epoxy resin yang tahan lama, nonabsorbent, mudah-ke-permukaan yang bersih

yang dapat lebih tahan dua kali lipat. Bahan harus mengandung bahan kasar untuk

memberikan permukaan tahan selip. Meskipun biaya hampir penghalang, asam lantai

bata diketahui memuaskan dan tahan lama. Lantai harus menggunakan keramik agar

ikannya terlihat lebih jelas.

b. Plafon

Plafon harus dibuat sekurang-kurangnya setinggi 3 m di wilayah kerja dengan

bahan yang tahan kelembaban. Salah satu bahan yang dapat diterima Portland-semen

plester, dengan sendi disegel oleh leksibel sealing compound. Plafon palsu mencegah

puing dari atas kepala pipa, mesin, dan balok dari jatuh ke terpapar produk. Plafon

harus dibuat jaraknya tidak begitu tinggi agar lampunya semakin terang terhadap

ikan.

Page 5: Sanitasi Pada Industri Seafood

c. Dinding dan Jendela

Dinding harus halus dan rata dengan bahan nonabsorbent seperti kaca

ubin, bata mengkilap, permukaan halus Portlandcement plester, atau nonabsorbent

lain, dan bahan beracun. Dinding beton harus halus. Meskipun lukisan tidak

disarankan, sebuah nontoxic cat yang tidak diterapkan berbasis. Jendela kusen, jika

ada, harus miring pada posisi sudut 45 derajat untuk mengurangi akumulasi puing-

puing.

d. Pintu Masuk

Pintu masuk harus dibuat dari bahan yang resistant dan terpasang dengan erat

disolder atau dilas jahitan. Double-entry pintu harus disediakan untuk di luar pintu

masuk, serta tirai di luar pintu di daerah pengolahan. Selain itu pintu masuk harus ada

air untuk membersihkan sepatu yang digunakan oleh para pekerja.

e. Peralatan Pengolahan

Peralatan pengolahan harus tahan lama, dan halus agar mudah dibersihkan.

Permukaan harus bebas dari lubang, retak, dan bersisik. Peralatan harus dirancang

untuk mencegah kontaminasi produk dari pelumas, debu, dan sampah lainnya.

Ditambah lagi desain higienis agar dapat dengan mudah dibersihkan, peralatan

harus dipasang dan dipelihara untuk memudahkan pembersihan permukaan peralatan

dan sekitarnya.

Selain itu konstruksi logam juga cukup penting, untuk melindungi seafood

atau produk lainnya yang dapat dimakan harus digunakan stainless steel. Papan

pemotongan harus dibuat dari bahan yang keras, tidak keropos, tahan kelembaban.

Peralatan tersebut juga harus mudah untuk dibersihan.

B. Sumber Kontaminasi

Lingkungan pada lokasi pengolahan seafood dapat berkontribusi terhadap

kontaminasi ke produk makanan. Sumber kontaminasi lainnya adalah peralatan

pengolahan, kontainer, dan kontak permukaan. Program Sanitasi yang efektif ini

penting untuk mengurangi kontaminasi dan untuk memantau efektivitas program ini.

Ikan mentah dan sumber pengolahan merupakan lingkungan yang berpotensi untuk

terkontaminasi Listeria monocytogenes. Meskipun patogen ini dapat dihancurkan

Page 6: Sanitasi Pada Industri Seafood

melalui pasteurisasi dan pengolahan thermal, sering dimasak, produk siap makan

sebagai post-processing kontaminasi.

Seafood melibatkan begitu banyak varietas daging, jumlah kontaminasi

bervariasi antar spesies. Awal kontaminasi bersumber dari produk mentah, terutama

jika produk tersebut tidak layak dan disebabkan penanganan yang tidak sehat ketika

dikapal atau truk. Pendinginan tertunda setelah mortem dan penanganan yang tidak

tepat antara waktu mortem dan pengolahan dapat mengakibatkan dekomposisi dan

menghasilkan mikroba.

Kualitas seafood yang bebas dari cemaran mikroba, akan mendapatkan hasil

yang memuaskan untuk diproses jika:

Pendinginan dimulai segera setelah mortem.

Pendinginan dengan menurunkan suhu produk hingga 10°C dalam waktu 4 jam.

Pendinginan lanjutan kira-kira 1°C.

Menyimpan ikan pada 27°C atau lebih tinggi selama 4 jam, dengan

pendinginan lanjutan ke 1°C, akan memberikan produk yang hanya dapat tahan

selama 12 jam.

C. Prinsip Sanitasi

Program sanitasi seafood harus mencakup penanganan sanitasi yang tepat

serta menejemen personalia yang baik.

1. Pemeriksaan Faktor Kritis pada Sanitasi

Stanfield (2003) menyarankan bahwa faktor kritis yang perlu diperhatikan

ketika melakukan pemeriksaan sanitasi dari pabrik pengolahan ikan segar atau beku

yaitu:

1. Mencari tanda-tanda kerusakan yang disebabkan oleh hewan pengerat, serangga,

burung, atau binatang peliharaan di dalam pabrik.

2. Amati praktek karyawan termasuk praktek higienis, kebersihan pakaian, dan

penggunaan larutan pembersih tangan yang tepat.

3. Periksa untuk menentukan apakah ikan diperiksa saat diterima dan selama

pengolahan terjadi dekomposisi, bau yang menyimpang, dan parasit.

4. Tentukan apakah peralatan dicuci dan disanitasi siang hari dan pada awal dan

akhir dari siklus produksi harian.

Page 7: Sanitasi Pada Industri Seafood

5. Periksa untuk menentukan apakah ikan tersebut dicuci dengan semprotan setelah

pengeluaran isi dan secara berkala selama proses sebelum kemasan.

6. Tentukan metode dan kecepatan beku dari ikan beku dan produk ikan segar.

7. Periksa penggunaan rodentisida dan insektisida untuk meyakinkan bahwa tidak

ada terjadi kontaminasi.

8. Amati penanganan mulai dari kapal hingga pengemasan dan amati kondisi tidak

baik yang signifikan.

2. Pemeriksaan Proses Produksi

Berikut ini merupakan saran pemeriksaan produk menurut Stanfield (2003)

yaitu:

1. Rencana aliran dan prosedur manufaktur harus dievaluasi.

2. Pengolahan peralatan harus dievaluasi untuk konstruksi, bahan, dan kemudahan

pembersihan.

3. Peralatan pembersihan dan prosedur sanitasi harus diamati dan dievaluasi untuk

menentukan kecukupannya.

4. Semua prosedur pemotongan diamati dan dievaluasi.

5. Sumber air harus ditentukan dan dievaluasi untuk memastikan bahwa hanya air

yang layak diminum yang digunakan.

6. Jika terjadi keterlambatan produksi yang lama selama pengolahan ikan pada suhu

kamar, maka produk harus diperiksa apakah terjadi dekomposisi.

7. Semua langkah penanganan dalam pengolahan yang berpotensi menyebabkan

kontaminasi harus diperiksa.

8. Waktu dan suhu selama pengolahan harus ditentukan.

9. Jika harus dilakukan pemukulan atau breading dari ikan, proses tersebut harus

ditinjau ulang dengan hati-hati, termasuk suhu dan kemungkinan sumber

kontaminasi.

10. Kepatuhan dengan cara produksi makanan yang baik (GMP) harus dievaluasi.

3. Manajemen Personalia

Selain perlunya metode dan fasilitas pembersihan seafood yang memadai,

diperlukan juga sebuah sanitarian yang memenuhi syarat. Meskipun manajer pabrik

pada akhirnya bertanggung jawab untuk program sanitasi yang efektif dan

Page 8: Sanitasi Pada Industri Seafood

memproduksi produk yang sehat, tetapi harus disertai juga dengan karyawan yang

dilatih untuk menjaga lingkungan yang bersih. Karyawan harus diperintahkan untuk

memiliki pengetahuan produk makanan hasil laut dan teknik sanitasi yang layak

secara memadai, sehingga mereka sudah mengetahui mengenai pentingnya efek

sanitasi. Setiap karyawan yang menderita sakit menular seharusnya tidak bekerja di

sekitar daerah pengolahan, bahkan selama pembersihan.

Pabrik pengolahan seafood harus memiliki satu atau lebih karyawan yang

bertanggung jawab untuk pemeriksaan semua peralatan sehari-hari dan daerah

pengolahan agar kondisi higienis. Setiap kekurangan dalam hal sanitasi harus

diperbaiki sebelum operasi produksi dimulai.

4. Jadwal Pembersihan

Jadwal pembersihan dengan langkah pembersihan yang berurutan merupakan

hal yang penting. Jadwal harus diadopsi untuk setiap area pabrik dan harus diikuti.

Peralatan yang digunakan secara kontinu, seperti conveyor, flumes, mesin filleting,

adonan dan mesin breading, kompor, dan tunnel freezer, harus dibersihkan pada akhir

setiap shift produksi. Jika daerah tersebut bukan daerah yang terrefrigasi, maka mesin

adonan dan peralatan lainnya yang kontak dengan susu atau produk telur harus

dibersihkan selama interval waktu 4-jam dengan pengeringan adonan, menyiram

reservoir adonan dengan air bersih, dan kemudian menambahkan senyawa pembersih.

Pada akhir shift produksi, peralatan ini harus dibongkar, dan semua bagian harus

dibersihkan dan disterilkan. Bagian berikut ini, seperti alat portabel, harus disimpan

di luar dari lantai di lingkungan yang bersih untuk melindungi dari cipratan air, debu,

dan sumber kontaminasi lainnya.

Langkah-langkah berikut berlaku saat membersihkan industri pengolahan

seafood:

1. Tutup peralatan listrik dengan polietilen atau equivalen film.

2. Bersihkan puing-puing sisa yang besar dan menempatkannya di wadah.

3. Secara manual atau secara mekanis hilangkan tupukan tanah dari dinding dan

lantai dengan scraping, menyikat, atau dengan perlakuan lainnya.

4. Lepaskan peralatan yang diperlukan.

5. Melakukan tindakan prerinse untuk pembasahan dan penghapusan dan air yang

larut pada puing-puing besar, dengan air pada suhu 40 ° C atau lebih rendah.

Page 9: Sanitasi Pada Industri Seafood

Penentuan suhu sangat berpengaruh. Suhu tinggi dapat menyebabkan denaturasi

residu seafood dan protein lain.

6. Terapkan suatu senyawa pembersih yang efektif terhadap tanah organik . Suhu

larutan pembersih seharusnya tidak melebihi 55 ° C.

7. Setelah senyawa pembersih telah diterapkan dan diberikan sekitar 15 menit untuk

membantu dalam penghapusan tanah, bilas peralatan dan daerah dengan air yang

55 hingga 60 ° C. air panas lebih efektif dalam menghilangkan lemak, minyak,

dan bahan anorganik, membersihkan senyawa membantu dalam emulsifikasi

padatan ini. Selain itu, suhu air yang lebih tinggi memberikan kontribusi terhadap

energi yang lebih tinggi biaya dan kondensasi lebih lanjut tentang peralatan,

dinding, dan langit-langit.

8. Periksa peralatan dan fasilitas untuk efektif membersihkan, dan kekurangan

benar.

9. Pastikan pabrik sanitasi melalui aplikasi dari sebuah pembersih.

10. Hindari kontaminasi selama pemeliharaan dan penyetelan peralatan dengan

mewajibkan pekerja untuk membawa pembersih dan menggunakannya di mana

mereka harus bekerja.

5. Perlakuan High Hydrostatic Pressure (Hidrostatik Tekanan Tinggi)

Pengolahan High hydrostatic pressure (HHP) adalah teknik perlakuan yang

layak untuk digunakan dalam mengurangi kontaminasi mikroorganisme patogen

untuk memperpanjang umur simpan produk pangan tersebut. HHP telah diterapkan

pada berbagai makanan, termasuk seafood, jus buah, saus, dan daging. Dong et al.

(2003) menemukan bahwa HHP efektif dalam membunuh mikroorganisme dalam

fillet ikan mentah, namun timbulnya efek yang signifikan pada warna dan tampilan

keseluruhan produk membatasi penerapannya pada pengolahan ikan pada pasar ikan

mentah. Flick (2003) menunjukkan bahwa HHP memberikan keuntungan dalam

pemrosesan seafood seperti mengurangi waktu proses, kesegaran yang tetap, rasa,

tekstur, penampilan, dan warna, dan perubahan fungsional yang lebih rendah

dibandingkan pengolahan termal tradisional. HHP pada 250-300 MPa selama 120

detik membatasi banyak dari risiko penyakit (seperti Vibrio parahaemolyticus, V.

kolera, dan V. vulnificus) terkait dengan konsumsi kerang mentah (Cook, 2003).

Page 10: Sanitasi Pada Industri Seafood

6. Penggunaan Ozon

Ozon dibutuhkan dalam akuakultur untuk membersihkan air dan membantu

dalam penyaringan dan untuk proses pendingin air. Unit produksi yang tersedia

dengan menggunakan konsentrat oksigen dari udara menggunakan pressure swing

absorption (PSA), menggunakan udara langsung, atau memancing oksigen murni dari

sumber lain (Clark, 2004). Cara yang paling umum adalah PSA, karena umpan gas

harus dikeringkan lagi (untuk mencegah pembentukan yang tidak diinginkan oleh-

produk dari pembentukan ozon) dan proses pengeringan mirip dengan proses

konsentrasi.

D. Penanganan Limbah

Pengelolaan limbah, termasuk daur ulang produk limbah seafood, merupakan

hal penting. Selain pertimbangan ekonomi, sistem pemulihan yang efektif dapat

memberikan kontribusi untuk operasi yang lebih higienis.

Hazard Analisis Critical Control Point Model

Peraturan pengolahan makanan hasil laut, yang menjadi efektif pada tanggal

18 Desember 1997, mengharuskan pabrik pengolahan seafood domestik dan ekspor

(luar negeri) menerapkan sistem kontrol pencegahan untuk keamanan pangan yang

dikenal sebagai Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP). Konsep dasar

HACCP adalah untuk:

1. Mengidentifikasi bahaya keamanan pangan karena tidak adanya kontrol yang

cenderung terjadi dalam produk, dan

2. Menetapkan kontrol pada operasi-operasi dalam proses yang akan

menghilangkan atau memperkecil kemungkinan dengan mengidentifikasi bahaya

yang akan terjadi.

Standar HACCP adalah acuan bagi teknik pengendalian kualitas industri

makanan dan minuman. Pada beberapa negara, HACCP ini telah diadopsi sejak 10

tahun lalu. Pada awal dekade delapan puluhan, masyarakat Uni Eropa dan Amerika

Serikat telah mewajibkan berlakunya HACCP bagi produk perikanan kemudian

meluas untuk produk makanan lainnya pada pertengahan sembilan puluhan.

Page 11: Sanitasi Pada Industri Seafood

III. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan diatas adalah:

1. Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia.

2. Lokasi yang bersih dan menarik sangat diperlukan. Kebersihan tempat harus dipertahankan untuk dapat memuaskan citra publik, untuk mempromosikan perusahaan dan industri.

3. Konstruksi harus terbuat dari bahan yang tahan/tidak menyerap air dan mudah dibersihkan serta tahan terhadap korosi dan kerusakan lainnya.

4. Lantai harus dibuat dari materi yang tahan, seperti beton atau ubin tahan air.

5. Plafon harus dibuat sekurang-kurangnya 3 m tinggi di wilayah kerja dengan bahan tahan kelembaban.

6. Dinding harus halus dan rata dengan bahan nonabsorbent seperti kaca ubin, bata mengkilap,

7. Pintu masuk harus dibuat dari bahan yang rustresistant dengan erat disolder atau dilas jahitan.

8. Peralatan pengolahan harus tahan lama, dan halus agar mudah dibersihkan. Permukaan harus bebas dari lubang, retak, dan bersisik.

9. Lingkungan pada lokasi pabrik seafood dapat berkontribusi terhadap kontaminasi dalam produk makanan. Sumber kontaminasi lainnya adalah peralatan pengolahan, kontainer, dan kontak permukaan.

10. Program sanitasi makanan hasil laut harus mencakup penanganan sanitasi yang tepat serta menejemen personalia yang baik.

11. Pengelolaan limbah, termasuk daur ulang produk limbah seafood, merupakan hal penting yang terus meningkat.

Page 12: Sanitasi Pada Industri Seafood

DAFTAR PUSTAKA

Clark, J.P. 2004. Ozone-cure for some sanitation problems. Food Technol 58 (4): 75.

Cook, D.W. 2003. Sensitivity of vibrio species and phosphatebuffered saline and in oysters to high-pressure processing. J Food Prot 66: 2276.

Dong, F.M., A.R. Cook, and R.P. Herwig. 2003. High hydrostatic pressure treatment of finfish to inactivate Anisakis simplex. J Food Prot 66: 1924.

Flick, G.J. 2003. High pressure processing-Improve safety and extend freshness without sacrificing quality. Unpublished data. Virginia Polytechnic Institute & State University.

Stanfield, P. 2003. Seafood Processing: Basic Sanitation Practices In Food plant Sanitation. eds. Y.H. Hui, et al., 543. Marcel Dekker, Inc, New York.

Page 13: Sanitasi Pada Industri Seafood

SUMBER

Marriott, Norman G, dan Robert B. Gravani. 2006. Principles of Food Sanitation Fifth Edition. Springer Science Business Media, Inc., New York-USA