SALURAN TATA NIAGA SAGU DI KEPULAUAN...

5
SALURAN TATA NIAGA SAGU DI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU MENDUKUNG EMPAT SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN Rizqi Sari Anggraini dan Oni Eka Linda Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Riau Jalan Kaharuddin Nasution No. 341 Pekanbaru Riau Email: [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui saluran pemasaran sagu di Kepulauan Meranti, Provinsi Riau. Penelitian dilakukan dengan metode survey yang dilaksanakan pada bulan Oktober tahun 2012 di empat desa sampel. Masing-masing desa sampel melibatkan 5 petani/lahan sagu. Total petani pemilik lahan sagu yang disurvey berjumlah 20 petani/lahan sagu. Data primer dikumpulkan melalui waancara langsung menggunakan kuesioner (daftar pertanyaan) yang sudah disiapkan sebelumnya sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait di Kepulauan Meranti. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa petani sagu Kepulauan Meranti melakukan tataniaga sagu melalui tiga tipe saluran tataniaga, yaitu (i) Petani langsung menjual sagu ke kilang pengolahan, (ii) Petani menjual sagu ke pedagang pengumpul (toke) kemudian toke menjualnya ke kilang pengolahan dan (iii) Gabungan tipe saluran 1 dan saluran 2. Kata kunci : Metroxylon sp., tataniaga sagu, Kepulauan Meranti PENDAHULUAN Empat target sukses Kementerian Pertanian yaitu: (1) Swasembada berkelanjutan dan pencapaian swasembada, (2) Diversifikasi pangan, (3) Peningkatan daya saing nilai tambah ekspor, dan (4) Kesejahteraan petani. Disamping perbaikan budidaya pertanian untuk meningkatkan produksi hasil pertanian, saluran tata niaga yang efisien juga akan meningkatkan pendapatan petani. Dua aspek penting dalam pemasaran yaitu: yang menyangkut dengan kualitas produk dan hubungannya dengan harga (Basuki dan Koster, 1990). Dalam kaitannya dengan ketahanan pangan (food security), ketahanan pangan diartikan sebagai kondisi tersedianya pangan dalam jumlah dan kualitas cukup, terdistribusi dengan harga terjangkau serta aman dikonsumsi (Syahyuti, 2006). Dengan demikian distribusi komoditas pertanian memegang peranan penting untuk menciptakan ketahanan pangan. Sehingga distribusi komoditas pertanian yang selanjutnya disebut tataniaga pertanian bukan saja kan meningkatkan pendapatan petani tapi juga akan menjamin terpenuhinya kebutuhan pangan masyarakat sebagai konsumen produk pertanian. Sagu (Metroxylon sp.) merupakan salah satu sumber karbohidrat yang layak untuk dikembangkan dalam rangka mencapai ketahanan pangan. Daerah penghasil sagu diantaranya Kabupaten Kepulauan Meranti. Luas area tanaman sagu di Kabupaten termuda di Provinsi Riau ini sekitar 44,657 Ha (BPS, 2006). Kurang lebih 2,98 persen luas tanaman sagu nasional. Perkebunan sagu di Meranti telah menjadi sumber penghasilan utama hampir 20 persen masyarakat Meranti. Produksi sagu (Tepung Sagu) di Kepulauan Meranti pertahun mencapai 440.339 Ton (tahun 2006). Produktivitas lahan tanaman sagu per tahun (kondisi eksisiting) dalam menghasilkan tepung sagu di Kepulauan Meranti mencapai 9,89 Ton Ha -1 . Pada tahun 2006 di Kepulauan Meranti 440.000 ton lebih tepung sagu dihasilkan dari pabrik pengolahan sagu (kilang sagu). Tak didapat data pasti mengenai jumlah kilang dan kapasitas kilang pengolahan, namun diperkirakan terdapat 50 kilang sagu dengan mengunakan teknologi semi mekanis dan masih memanfaatkan sinar matahari untuk pengeringan (penjemuran). Terdapat dua kilang sagu yang telah beroperasi dan memproses sagu secara modern dengan kapasitas desain 6.000 dan 10.000 Ton tepung sagu kering per tahun. Seringkali pula dikatakan bahwa tataniaga hasil pertanian di Indonesia merupakan bagian yang paling lemah dalam mata rantai perekonomian atau dalam aliran barang-barang. Dengan kata lain efisiensi di bidang ini masih rendah, sehingga masih membuka peluang untuk ditingkatkan (Thomas A. S., dkk, 1995). Berdasarkan uraian diatas diperlukan penelitian untuk mengetahui keragaan tataniaga sagu di Kabupaten Kepulauan Meranti.

Transcript of SALURAN TATA NIAGA SAGU DI KEPULAUAN...

Page 1: SALURAN TATA NIAGA SAGU DI KEPULAUAN …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/2014/prosiding... · pertanian yang selanjutnya disebut tataniaga pertanian bukan saja

SALURAN TATA NIAGA SAGU DI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU MENDUKUNG EMPAT SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN

Rizqi Sari Anggraini dan Oni Eka Linda

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Riau Jalan Kaharuddin Nasution No. 341 Pekanbaru – Riau

Email: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui saluran pemasaran sagu di Kepulauan Meranti, Provinsi Riau. Penelitian dilakukan dengan metode survey yang dilaksanakan pada bulan Oktober tahun 2012 di empat desa sampel. Masing-masing desa sampel melibatkan 5 petani/lahan sagu. Total petani pemilik lahan sagu yang disurvey berjumlah 20 petani/lahan sagu. Data primer dikumpulkan melalui waancara langsung menggunakan kuesioner (daftar pertanyaan) yang sudah disiapkan sebelumnya sedangkan data sekunder diperoleh dari

instansi terkait di Kepulauan Meranti. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa petani sagu Kepulauan Meranti melakukan tataniaga sagu melalui tiga tipe saluran tataniaga, yaitu (i) Petani langsung menjual sagu ke kilang pengolahan, (ii) Petani menjual sagu ke pedagang pengumpul (toke) kemudian toke menjualnya ke kilang pengolahan dan (iii) Gabungan tipe saluran 1 dan saluran 2.

Kata kunci : Metroxylon sp., tataniaga sagu, Kepulauan Meranti

PENDAHULUAN

Empat target sukses Kementerian Pertanian yaitu: (1) Swasembada berkelanjutan dan pencapaian swasembada, (2) Diversifikasi pangan, (3) Peningkatan daya saing nilai tambah ekspor,

dan (4) Kesejahteraan petani. Disamping perbaikan budidaya pertanian untuk meningkatkan produksi

hasil pertanian, saluran tata niaga yang efisien juga akan meningkatkan pendapatan petani. Dua aspek penting dalam pemasaran yaitu: yang menyangkut dengan kualitas produk dan hubungannya

dengan harga (Basuki dan Koster, 1990). Dalam kaitannya dengan ketahanan pangan (food security), ketahanan pangan diartikan

sebagai kondisi tersedianya pangan dalam jumlah dan kualitas cukup, terdistribusi dengan harga

terjangkau serta aman dikonsumsi (Syahyuti, 2006). Dengan demikian distribusi komoditas pertanian memegang peranan penting untuk menciptakan ketahanan pangan. Sehingga distribusi komoditas

pertanian yang selanjutnya disebut tataniaga pertanian bukan saja kan meningkatkan pendapatan petani tapi juga akan menjamin terpenuhinya kebutuhan pangan masyarakat sebagai konsumen

produk pertanian. Sagu (Metroxylon sp.) merupakan salah satu sumber karbohidrat yang layak untuk

dikembangkan dalam rangka mencapai ketahanan pangan. Daerah penghasil sagu diantaranya

Kabupaten Kepulauan Meranti. Luas area tanaman sagu di Kabupaten termuda di Provinsi Riau ini sekitar 44,657 Ha (BPS, 2006). Kurang lebih 2,98 persen luas tanaman sagu nasional. Perkebunan

sagu di Meranti telah menjadi sumber penghasilan utama hampir 20 persen masyarakat Meranti. Produksi sagu (Tepung Sagu) di Kepulauan Meranti pertahun mencapai 440.339 Ton (tahun 2006).

Produktivitas lahan tanaman sagu per tahun (kondisi eksisiting) dalam menghasilkan tepung sagu di

Kepulauan Meranti mencapai 9,89 Ton Ha-1. Pada tahun 2006 di Kepulauan Meranti 440.000 ton lebih tepung sagu dihasilkan dari pabrik

pengolahan sagu (kilang sagu). Tak didapat data pasti mengenai jumlah kilang dan kapasitas kilang pengolahan, namun diperkirakan terdapat 50 kilang sagu dengan mengunakan teknologi semi

mekanis dan masih memanfaatkan sinar matahari untuk pengeringan (penjemuran). Terdapat dua kilang sagu yang telah beroperasi dan memproses sagu secara modern dengan kapasitas desain

6.000 dan 10.000 Ton tepung sagu kering per tahun.

Seringkali pula dikatakan bahwa tataniaga hasil pertanian di Indonesia merupakan bagian yang paling lemah dalam mata rantai perekonomian atau dalam aliran barang-barang. Dengan kata

lain efisiensi di bidang ini masih rendah, sehingga masih membuka peluang untuk ditingkatkan (Thomas A. S., dkk, 1995). Berdasarkan uraian diatas diperlukan penelitian untuk mengetahui

keragaan tataniaga sagu di Kabupaten Kepulauan Meranti.

Page 2: SALURAN TATA NIAGA SAGU DI KEPULAUAN …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/2014/prosiding... · pertanian yang selanjutnya disebut tataniaga pertanian bukan saja

TUJUAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis model saluran tataniaga sagu di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau.

METODOLOGI

Penelitian dilakukan dengan metode survey. Survey dilaksanakan pada 4 desa sampel di

Kabupaten Kepulauan Meranti. Pemilihan Kabupaten Kepulauan Meranti dilakukan secara sengaja

(purposive) mengingat Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan sentra sagu di Provinsi Riau. Masing-masing desa sampel melibatkan 5 petani/lahan sagu. Jadi total petani/lahan sagu yang

disurvey berjumlah 20 petani/lahan sagu. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari

wawancara langsung dengan para petani sagu dengan bantuan kuisioner serta hasil observasi di

lapangan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari laporan aparat desa atau dinas terkait.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Daerah Penelitian

Secara geografis Kabupaten Kepulauan Meranti berada pada koordinat antara sekitar 0° 42' 30" - 1° 28' 0" LU, dan 102° 12' 0" - 103° 10' 0" BT, dan terletak pada bagian pesisir timur Pulau

Sumatera, dengan pesisir pantai yang berbatasan dengan sejumlah negara tetangga dan masuk dalam daerah segitiga pertumbuhan ekonomi (Growth Triagle) Indonesia - Malaysia - Singapura

(IMS-GT). Luas wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti lebih kurang 3707,84 km².

Karakteristik tanah di Kabupaten Kepulauan Meranti tergolong tanah dengan kedalaman solum cukup dalam dan bergambut (> 100 cm), tekstur lapisan bawah halus (liat) sedangkan lapisan

atas merupakan kemik (tingkat pelapukan sampai tingkat menengah), konsistensi tanah lekat, porositas tanah sedang, reaksi tanah tergolong sangat masam dengan pH berkisar antara 3,1–4,0

dan kepekaan terhadap erosi termasuk rendah. Formasi geologinya terbentuk dari jenis batuan

endapan aluvium muda berumur holosen dengan litologi lempung, lanau, kerikil kecil dan sisa tumbuhan di rawa gambut, tidak ditemukan daerah rawan longsor karena arealnya datar, yaitu rawa

gambut. Berdasarkan hasil penafsiran peta topografi dengan skala 1 : 250.000 diperoleh gambaran

secara umum bahwa kawasan Kabupaten Kepulauan Meranti sebagian besar bertopografi datar

dengan kelerengan 0–8 %, dengan ketinggian rata-rata sekitar 1-6,4 m di atas permukaan laut. Daerah ini beriklim tropis dengan suhu udara antara 25° - 32°C, dengan kelembaban dan curah hujan

cukup tinggi. Musim hujan terjadi sekitar bulan September-Januari, dan musim kemarau terjadi sekitar bulan Februari hingga Agustus.

Kepulauan Meranti termasuk salah satu kawasan pengembangan ketahanan pangan nasional karena salah satu sentra penghasil sagu di Indonesia. Jenis tanaman lainnya adalah karet, kopi dan

pinang. Luas area tanaman sagu di Kepulauan Meranti 44,657 Ha, yakni sekitar 2,98 persen luas

tanaman sagu nasional. Perkebunan sagu di Meranti telah menjadi sumber penghasilan utama hampir 20 persen masyarakat Meranti. Tanaman sagu atau rumbia termasuk dalam jenis tanaman palmae

tropik yang menghasilkan kanji (starch) dalam batang (steam). Sebatang pohon sagu siap panen dapat menghasilkan 180 – 400 kg tepung sagu kering. Tanaman sagu dewasa atau masak tebang

(siap panen) berumur 8 sampai 12 tahun dengan tinggi 3 – 5 meter. Produksi sagu (tepung sagu)

tahun 2006 di Kepulauan Meranti per tahun mencapai 440.339 ton. Produktivitas lahan tanaman sagu per tahun dalam bentuk tepung sagu di Kepulauan Meranti mencapai 9,89 ton/ha.

Pada tahun 2006 lebih dari 440.000 ton tepung sagu dihasilkan dari pabrik pengolahan sagu (kilang sagu) di Kepulauan Meranti. Data mengenai jumlah kilang dan kapasitas kilang pengolahan

belum diketahu secara pasti, namun diperkirakan terdapat 50 kilang sagu yang menggunakan teknologi semi mekanis dan masih memanfaatkan sinar matahari untuk pengeringan (penjemuran).

Terdapat dua kilang sagu yang telah beroperasi dan memproses sagu secara modern dengan

kapasitas 6.000 dan 10.000 ton tepung sagu kering per tahun.

Page 3: SALURAN TATA NIAGA SAGU DI KEPULAUAN …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/2014/prosiding... · pertanian yang selanjutnya disebut tataniaga pertanian bukan saja

Kependudukan

Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Kepulauan Meranti selama kurun sepuluh tahun

terakhir (2000-2010) sekitar 0,60 %. Berdasarkan hasil sensus penduduk (SP) Badan Pusat Statistik (BPS) Bengkalis, yang tinggal pada tahun 2000 berjumlah sekitar 166,1 ribu jiwa dan SP pada tahun

2010 jumlah penduduk meningkat sekitar 176,4 ribu jiwa, yang terdiri dari 90.577 laki-laki,dan 85.794 perempuan. Laju pertumbuhan penduduk yang paling tinggi di kabupaten termuda di Provinsi Riau ini

adalah di Kecamatan Tebing Tinggi Barat dengan angka sekitar 1,58 %, yakni dari 13,0 ribu jiwa pada SP tahun 2000 menjadi 15,2 ribu jiwa pada SP tahun 2010 tahun ini.

Laju pertumbuhan penduduk terendah terdapat di Kecamatan Rangsang Barat, sekitar 0,12

% atau hasil SP pada tahun 2000 berjumlah 24,6 ribu jiwa menjadi 24,9 ribu jiwa pada SP 2010. Laju pertumbuhan penduduk di Kecamatan Tebing Tinggi (Kecamatan Tebing Tinggi Timur) 0,56 % atau

dari jumlah penduduk SP tahun 2000 berjumlah sekitar 62,2 ribu jiwa menjadi 65,8 ribu jiwa pada SP tahun 2010, di Kecamatan Rangsang laju pertumbuhan penduduk sekitar 0,87 % dari jumlah

penduduk pada SP tahun 2000 berjumlah 24,2 ribu jiwa menjadi 26,4 ribu jiwa pada SP 2010, dan di

Kecamatan Merbau (Kecamatan Pulau Merbau) laju pertumbuhan penduduknya sekitar 0,47 % atau dari jumlah penduduk 42,1 ribu jiwa pada SP 2000 lalu menjadi 44,1 ribu jiwa pada SP tahun 2010

dengan 23,48 % penduduk tidak menetap. Berdasarkan hasil sensus penduduk BPS Kabupaten Bengkalis tahun 2010, jumlah penduduk

yang tinggal di Kabupaten Kepulauan Meranti dengan luas wilayah sekitar 3.760,13 kilometer persegi,

rata-rata kepadatan penduduk adalah sebanyak 47 jiwa per kilometer persegi. Kecamatan yang paling tinggi tingkat kepadatan penduduknya yaitu Kecamatan Rangsang Barat, sebanyak 97 jiwa per

Kilometer persegi, diikuti Kecamatan Tebing Tinggi sekitar 66 jiwa per Kilometer persegi. Sedangkan kepadatan penduduk paling rendah adalah di Kecamatan Tebing Tinggi Barat yakni 31 jiwa per

kilometer persegi. Sementara itu, dibandingkan dengan hasil pendataan yang terdaftar melalui catatan sipil setempat berjumlah sekitar 230 ribu jiwa dan pendataan melalui SP BPS tahun 2010

penduduk Kepulauan Meranti hanya berjumlah 175 ribuan. Dapat dikatakan bahwa, setidaknya

sekitar 23 % lebih penduduk yang terdaftar di Kabupaten Kepulauan Meranti tidak menetap.

Tabel 1. Jumlah penduduk menurut kecamatan dan jenis kelamin hasil sensus penduduk (dalam ribuan).

No Kecamatan Penduduk

Jumlah Laki-Laki Perempuan

1 Tebing Tinggi 8,0 7,2 15,2

2 Tebing Tinggi Barat 27,9 26,6 54,5 3 Rangsang 13,7 12,7 26,4

4 Rangsang Barat 12,5 12,4 24,9

5 Merbau 15,2 14,3 29,5 6 Pulau Merbau 5,9 5,4 11,3

7 Tebing Tinggi Timur 7,3 7,3 14,6

Total 90,5 85,9 176,4 Sumber : Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti, tahun 2012

Dari data di atas terdapat selisih yang cukup besar, yakni dari 230 ribu jiwa menjadi 175 ribu jiwa. Penyusutan itu dikarenakan penduduk yang sudah tidak terdaftar di capil setempat tidak

menetap di sana, atau mungkin saja karena belajar dan bekerja di luar daerahnya tetapi warga tersebut masih tercatat di capilduk.

Saluran pemasaran sagu

Berdasarkan hasil survey terhadap 20 responden di Desa Tanjung, Desa Centai, Desa Insit,

Desa Semukut dan Desa Maini Darussalam Kabupaten Kepulauan Meranti diperoleh gambaran saluran pemasaran sagu seperti pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2. Gambaran Saluran Pemasaran Sagu di Kabupaten Kepulauan Meranti, 20124.

No Jenis Saluran Jumlah Persentase

1 Saluran I 9 45

2 Saluran II 5 25 3 Gabungan Saluran I dan II 6 30

Jumlah 20 100 Sumber : Hasil pengolahan data primer (2012).

Page 4: SALURAN TATA NIAGA SAGU DI KEPULAUAN …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/2014/prosiding... · pertanian yang selanjutnya disebut tataniaga pertanian bukan saja

Pada saluran I, setelah panen petani langsung menjual hasil panennya berupa batang sagu

ke kilang/pabrik. Petani pada saluran ini melakukan penjualan karena menganggap saluran ini lebih menguntungkan. Pada saluran II, petani menjual batang sagu ke pedagang pengumpul yang biasa

disebut toke baru kemudian toke menjual batang-batang sagu ke pabrik. Saluran pemasaran yang berbeda ini dapat digambarkan dengan skema dibawah ini:

Gambar 2. Saluran pemasaran sagu di Kepulauan Meranti.

Pada saluran I, petani langsung menjual sagu ke pabrik. Pada saluran pemasaran ini petani

bertindak sebagai pedagang. Sebanyak 45 % petani sagu dari 20 orang petani sampel terlibat dalam saluran ini. Pada saluran II, petani menjual sagu kepada toke baru kemudian toke mendistribusikan

batang-batang sagu ke pabrik sekitar 25 % petani sampel terlibat pada saluran pemasaran II ini. Selanjutnya sebanyak 30 % petani sampel yang terlibat antara gabungan saluran pemasaran I dan II,

dimana terkadang mereka langsung menjual batang sagu hasil panennya ke pabrik namun ada

kalanya mereka menjual ke toke. Perbedaan saluran dan panjang pendeknya saluran pemasaran ini akan mempengaruhi tingkat harga, keuntungan, biaya serta marjin pemasaran yang diterima oleh

tiap-tiap lembaga pemasaran.

Pemasaran sagu

Lembaga pemasaran adalah badan atau usaha atau individu yang menyelenggarakan

pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen kepada konsumen akhir serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya. Lembaga pemasaran ini timbul karena adanya

keinginan konsumen untuk memperoleh komoditi yang sesuai dengan waktu, tempat dan bentuk

keinginan konsumen. Tugas lembaga pemasaran ini adalah menjalankan fungsi–fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Konsumen memberikan balas jasa

kepada lembaga pemasaran ini berupa margin pemasaran (Sudiyono, 2004). Proses tataniaga mengandung beberapa fungsi yang harus ditampung oleh pihak produsen

dan lembaga-lembaga atau mata rantai penyaluran produk-produknya. Seringkali fungsi-fungsi

tersebut menimbulkan masalah-masalah yang harus dipecahkan baik oleh pihak produsen yang bersangkutan maupun oleh lembaga-lembaga yang merupakan mata rantai saluran produk-

produknya itu (Kartasapoetra, 1992). Efisiensi pemasaran diukur dengan menggunakan biaya pemasaran dibagi dengan nilai

produk yang dipasarkan. Pasar yang tidak efisien akan terjadi jika biaya pemasaran semakin besar

dengan nilai produk yang dipasarkan jumlahnya tidak terlalu besar. Sedangkan efisiensi pemasaran terjadi jika: (a) Apabila harga pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran dapat lebih

tinggi, (b) Persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi, dan (c) Adanya kompetisi pasar yang sehat (Soekartawi, 2002).

Saluran I

Saluran II

Petani

Pabrik/

Kilang

Pedagang Pengumpul / Toke

Page 5: SALURAN TATA NIAGA SAGU DI KEPULAUAN …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/2014/prosiding... · pertanian yang selanjutnya disebut tataniaga pertanian bukan saja

Tabel 3. Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh Lembaga Pemasaran Sagu Kab. Kep. Meranti, 2012.

No Fungsi Pemasaran Petani Pedagang

Pengumpul

Pedaagang Besar

(Pabrik)

1 Penjualan v v v 2 Pembelian - v v

3 Penyimpanan - v v 4 Pengangkutan v v v

5 Pemrosesan - - v

6 Standarisasi - - v 7 Penanggungan resiko - - v

8 Informasi pasar v v v

Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh petani dan pedagang berbeda-beda. Fungsi pemasaran yang dilakukan pada lembaga pemasaran yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 3.

Berdasarkan hasil survey ada tiga fungsi pemasaran yang dilakukan oleh petani sampel. Yaitu

fungsi penjualan, pengangkutan, dan informasi pasar. Pedagang pengumpul melakukan fungsi penjualan, pembelian, penyimpanan, pengangkutan dan informasi pasar. Selanjutnya pabrik sebagai

pedagang besar melakukan delapan fungsi pemasaran yaitu: penjualan, pembelian, penyimpanan, pengangkutan, pemrosesan, standarisasi, penaggungan resiko dan informasi pasar. Dalam hal ini

pabrik akan melakukan proses pengolahan batangan-batangan sagu yang diperoleh dari petani atau pedagang pengumpul menjadi berbagai macam olahan sagu seperti tepung sagu kering atau mie

sagu yang akan dijual ke Pulau Jawa.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa petani sagu Kepulauan Meranti mengenal tiga

tipe saluran tataniaga, 1) Dari petani langsung ke kilang pengolahan, 2) Petani – toke – kilang pengolahan dan 3) Gabungan saluran 1 dan 2.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Rustam, M. Si yang telah memberikan masukan dan saran dalam penulisan makalah ini, kepada tim kerjasama padi dan sagu yang telah

meluangkan waktu berdiskusi dalam penyempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Basuki, R.S. and W.G. Koster. 1990. Identification of Farmers’ problem as a basis for development of appropriate technology : A case study on shallot production development. Bul. Peneliti. Hort. Edisi Khusus XVIII (2) : 3-12.

Badan Pusat Statistik. 2012. Pertanian dan Pertambangan. Tanaman Pangan. [www.bps.go.id]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Kepulauan Meranti. Kabupaten Kepulauan Meranti dalam Angka tahun 2011. Bintoro HMH. 2008. Bercocok Tanam Sagu. IPB Press. Bogor. Botanri S, Setiadu D, Guhardja E, Qayim I, Prasetyo LB. 2011. Karakteristik habitat tumbuhan sagu (Metroxylon

spp.) di Pulau Seram, Maluku. Forum Pascasarjana Vol. 34: 33-44. Enie AB. 1992. Prospek pemanfaatan sagu dan Nipah secara Industri. Dalam M Toha, Sumarna K, Rasyid HK,

Purnama BM, Suhaedi H, Hartoyo, Rusgani (Eds). Prosiding Seminar Nasional Pengusahaan Hutan Sagu dan Nipah. Jakarta. 1 Mei 1992. Hal 1-29.

Matanubun H et al. 2005. Feasibility study of the natural sago forest for the establishment of the commercial sago palm plantation at Kaureh District, Jayapura, Papua Province Indonesia. (Edt. Yan P. Karafir, Foh. S. Jong, and Cictor E. Fere). Proceeding.

Syahyuti, 2006. 30 Konsep Penting dalam Pembangunan Pedesaan dan Pertanian. PT. Bina Rena Pariwara, Jakarta.

Thomas SA, dkk . 1995. Efisiensi Saluran Tataniaga Bawang Putih dri Kecamatan Ciwidey ke Kodya Banding dan DKI Jakarta. Jurnal Hortikultura 5(4) : 27 – 37.