Saliva
-
Upload
praditya-ardian-hanafi -
Category
Documents
-
view
19 -
download
1
description
Transcript of Saliva
Langkah pertama yang dilakukan adalah menguji pH air liur dengan indikator
universal dan ternyata air liur pada percobaan ini mempunyai pH 8. Hal ini sesuai dengan teori
yang menyatakan bahwa air liur seharusnya memiliki pH lebih dari 7 karena bersifat basa. Hal
ini karena air liur merupakan protein. Dalam air liur terkandung enzim amilase yang berfungsi
untuk memecah amilum menjadi maltosa dalam proses hidrolisis dengan pH optimum 6,6.
Kemudian dilanjutkan dengan uji biuret yang berfungsi untuk menyelidiki ada
tidaknya protein dalam air liur (ikatan peptida). Uji positif ditunjukkan dengan terbentuknya
warna ungu. Dalam percobaan ini terbentuk larutan ungu (positif) karena memang air liur terdiri
atas musin yang merupakan suatu glikoprotein yaitu protein yang mengandung karbohidrat yang
terikat secara kovalen. Reaksinya :
uji berikutnya adalah dengan uji mollisch yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
karbohidrat (uji pendahuluan). Dari hasil percobaan ternyata terbentuk 2 lapisan. Lapisan atas
berwarna orange dan lapisan bawah keruh (reaksi positif). Hal ini berarti air liur terdapat
karbohidrat.
2. Uji air liur yang disaring
Uji ini dilakukan dengan menggunakan H2SO4 encer yaitu menetesi air liur yang
telah disaring dengan H2SO4 encer, dari perlakuan tersebut timbul sedikit endapan dan warna
larutan tetap bening, adanya endapan putih ini menunjukkan uji positif terhadap air liur dan
membuktikan air liur mengandung protein
Saliva biasanya mengandung peptida tetapi tidak mutlak ada. Hal ini dikarenakan
makanan setiap orang berbeda-beda. Ada yang mengandung protein dan ada yang tidak.
Pembentukan suatu ikatan amida antara dua asam amino atau lebih, menghasilkan peptida.
Peptida adalah asam poliamino dan ikatan amidanya yang menyebabkan asam aminonya
bergabung disebut ikatan peptida. Gugus perlindungan yang tepat biasanya digunakan untuk
menjamin kekhususan reaksi pada setiap tahap (Pine 1988). Uji biuret biasanya diperlukan untuk
mendeteksi adanya ikatan peptida dalam suatu larutan. Reaksi biuret terjadi ketika suatu peptida
yang mempunyai dua buah ikatan peptida atau lebih dapat bereaksi dengan ion Cu2+ dalam
suasana basa dan membentuk suatu senyawa kompleks yang berwarna ungu. Uji positif pada uji
biuret ditandai dengan terbentuk endapan putih pada dasar tabung.
Uji Molisch adalah uji yang paling umum untuk menyatakan ada atau tidaknya
karbohidrat karena memberikan uji positif (cincin ungu) kepada semua karbohidrat yang lebih
besar daripada tetrosa. Uji Molisch terhadap saliva menunjukkan reaksi yang positif, sedangkan
menurut Lehninger (1998) saliva tidak mengandung karbohidrat. Hal ini dapat disebabkan air
liur yang dihasilkan probandus masih mengandung sisa-sisa makanan
Karbohidrat yang masuk melalui mulut harus dipecah terlebih dulu menjadi persenyawaan yang
lebih sederhana sebelum dapat melewati dinding usus dan masuk ke sirkulasi darah. Monosakarida
adalah karbohidrat sederhana yang secara normal bisa melewati dinding usus. Proses pemecahan
karbohidrat ini disebut pencernaan karbohidrat yang dibantu dengan enzim amilase. Dalam mulut,
makanan bercampur dengan amilase yang akan mengubah pati menjadi dekstrin. Umumnya hanya
sebagian kecil saja yang dapat dicerna. Sebelum makanan bereaksi asam dengan adanya HCl yang
diproduksi asam lambung, pati akan diubah sebisa mungkin menjadi disakarida (Maryati 2000). Maryati,
Sri. 2000. Sistem Pencernaan Makanan. Jakarta : Erlangga
Air liur (saliva) disekresi oleh tiga pasang kelenjar besar yaitu parotis, submaksilaris dan
sublingualis. Air liur parotis merupakan cairan hipotonis yang sangat encer dengan konsentrasi
zat padat yang rendah; air liur submaksilaris dapat kental maupun encer tergantung pada
rangsang simpatis atau parasimpatisan; air liur sublingualis mengandung banyak musim. Selain
itu air liur juga disekresi oleh beberapa kelenjar kecil dalam mukosa mulut seperti labialis,
lingualis, bukal dan palatal. Sekresi air liur dari kelenjar ke dalam mulut dapat disebabkan oleh
rangsangan lokal dalam mulut atau oleh perangsangan pusat akibat rangsang psikis atau somatik
(Poedjaji 1994). Poedjaji. Anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta : UI Press
REFERENSI LAIN
Menurut Guyton & Hall dalam Textbook of Medical Physiology, air liur atau saliva mengandung dua tipe pengeluaran atau sekresi cairan yang utama yakni sekresi serus yang mengandung ptyalin (suatu alfa amylase) yang merupakan enzim untuk mencernakan karbohidrat dan sekresi mucus yang mengandung musin untuk tujuan pelumasan atau perlindungan permukaan yang sebagian besar dihasilkan oleh kelenjar parotis.
Faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas enzim antara lain konsentrasi enzim dan substrat, suhu, pH, dan indikator. Aktivitas enzim meningkat bersamaan dengan peningkatan suhu hingga mencapai suhu optimum, laju berbagai proses metabolisme akan naik sampai batasan suhu maksimal. Prinsip biologis utama adalah homeostatis, yaitu keadaan dalam tubuh yang selalu mempertahankan keadaan normalnya. Perubahan relatif kecil saja dapat mempengaruhi aktivitas banyak enzim. Selain itu, adanya inhibitor non kompetitif irreversibel dan antiseptik dapat menurunkan aktivitas enzim (Suwandi M et al. 1989).
Air liur atau saliva sebagian besar diproduksi oleh tiga kelenjar utama yakni kelenjar parotis, kelenjar sublingual dan kelenjar submandibula. Volume air liur yang diproduksi bervariasi yaitu 0,5 – 1,5 liter setiap hari tergantung pada tingkat perangsangannya. Keberadaan saliva sangat penting bagi rongga mulut, di mana ia memiliki efek buffer yaitu menjaga keseimbangan cairan, dan menjaga rongga mulut dalam keadaan moist. penurunan produksi saliva mengakibatkan mulut menjadi terasa kering. Bakteri juga berkembang lebih pesat. Bakteri yang memetabolisme karbohidrat akan menghasilkan senyawa sulfur atau yang biasa disebut VSC (Volatile Sulfur Compound), gas inilah yang menyebabkan bau mulut (Anonim 2008).
Air liur menghasilkan reaksi positif melalui uji biuret yakni dengan menimbulkan warna ungu. Reaksi positif ini akibat pembentukan senyawa kompleks Cu2+, gugus –CO dan –NH dari rantai peptida dalam suasana basa. Hal ini menunjukkan ikatan peptida dalam air liur masih ada dan belum rusak akibat aktivitas enzim amilase saliva. Jika ikatan peptida yang terkandung dalam air liur telah rusak maka warna ungu tidak akan terbentuk melainkan akan terbentuknya endapan.
Uji molisch dilakukan untuk menentukan karbohidrat secara umum yang ada di dalam larutan. Karbohidrat dalam suatu larutan ditandai dengan warna ungu setelah larutan diberi pereaksi Molisch. Selain diberi pereaksi molisch, larutan juga diberi asam sulfat pekat guna menghidrasi senyawa larutan menjadi senyawa furtural atau senyawa furtural yang tersubsidi seperti hidroksimetil furtural. Air liur yang telah melalui uji molisch menunjukkan reaksi positif yaitu menimbulkan cincin ungu. Hasil ini menunjukkan air liur yang direaksikan mengandung karbohidrat karena praktikan yang menjadi probandus telah sarapan sebelum uji dilakukan. Uji musin yang dilakukan menyebabkan timbulnya endapan berwarna putih akibat penambahan asam asetat. Endapan tersebut berupa lendir atau musin yang dapat dipisahkan melalui kertas saring. Pengendapan musin diperkirakan terjadi akibat denaturasi protein (Kleiner & Dotti 1958).
EMPEDU
tinjauan pustaka
Empedu adalah cairan bersifat basa yang pahit dan berwarna hijau kekuningan, yang
disekresikan oleh hepatosit hati pada sebagian besar vertebrata. Empedu dihasilkan secara
terus-menerus oleh hati, akan tetapi ditampung dalam sebuah alat penampungan yaitu
kantung empedu diantara waktu makan. Bila makanan masuk ke duodenum, lepasnya
kolesistokinin akan merangsang kontraksi kantung empedu dan keluarnya empedu akan
dihimpun ke dalam duodenum (Kimball, 2007: 451).
Cairan empedu yang pekat ini lebih efektif untuk mencerna makananan dibandingkan
yang langsung dari hati tadi (Y3n, 2009).
Empedu sebagian besar adalah hasil dari excretory dan sebagian adalah sekresi dari
pencernaan. Garam-garam empedu termasuk ke dalam kelompok garam natrium dan kalium
dari asam empedu yang berkonjugasi dengan glisin atau taurin suatu derifat/turunan dari
sistin. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin
yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus. Hemoglobin yang
berasal dari penghancuran sel darah merah dirubah menjadi bilirubin (pigmen utama dalam
empedu) dan dibuang ke dalam empedu. Berbagai protein yang memegang peranan penting
dalam fungsi empedu juga disekresi dalam empedu (Jevuska, 2009).
Asam-asam empedu membantu emulsifikasi lipid yang dimakan, suatu proses yang
memudahkan pencernaan enzimatik dan absorbsi lemak diet. Asam-asam deoksikolat dan
litokolat adalah asam-asam empedu sekunder yang disintesis dalam usus lewat kerjanya
enzim-enzim bakteri pada asam-asam empedu primer. Hanya sebagian asam-asam empedu
primer yang terdapat dalam usus diubah menjadi asam empedu sekunder (Montgomery,
1993: 911-912).
Sebelum masuk ke usus kecil empedu bercampur dahulu dengan getah pancreas.Empedu
bereaksi alkalis. Di antara bahan-bahan terpenting yang terdapat di dalam empedu adalah garam-
garam empedu (Natrium glikokolat dan Taurokolat), pigmen-pigmen empedu, lesitin, kolesterol,
dan garam-garam organic. Empedu merupakan campuran sekresi dan ekskresi. Bahan yang
disekresi misalnya garam-garam empedu dan yang diekskresi adalah pigmen-pigmen empedu
dan kolesterol. Garam-garam empedu membantu proses pencernaan dan penyerapan vitamin-
vitamin yang larut dalam lemak. Aktivitas tadi disebabkan karena:
- Garam empedu merendahkan tegangan permukaan dan membantu emulsifikasi lemak sehingga
memudahkan pencernaan.
- Garam empedu berikatan dengan asam lemak membentuk suatu kompleks yang lebih mudah larut
dan diserap.
Di samping mengekskresikan sejumlah zat yang dibentuk di tempat lain di dalam tubuh. Di
antaranya yang terpenting adalah bilirubin, yang merupakan salah satu produk akhir utama
pemecahan hemoglobin. Dimana bila sel darah merah telah melewati masa hidupnya, rata-rata
120 hari, maka membrane sel darah merah pecah dan melepaskan hemoglobin yang difagositosis
oleh sel-sel retikuloendotelial sistem di seluruh tubuh. Di sini hemoglobin akan dipecah menjadi
hem dan globin, lalu cincin hem cepat dikonversi menjadi bilirubin yang dilepaskan ke dalam
plasma atau disebut bilirubun I. Kemudian ada juga oleh sel hepar menjadi bilirubin II yang
diekskresikan oleh transport aktif ke dalam empedu.
Empedu diproduksi oleh hati dan disimpan di dalam kandung empedu. Selama pencernaan,
kandung empedu berkontraksi dan menyalurkan empedu ke usus kecil. Banyaknya empedu yang
disalurkan tergantung dari:
Jenis makanan, makin banyak makanan (lemak) maka makin banyak empedu.
Susunan empedu dalam hati
Perangsangan empedu tergantung dua faktor:
Faktor makanan
Faktor hormonal
Tabel hasil percobaan
Uji Pengamatan
Sifat empedu
Musin& zat organic
Uji Gmelin (HNO3 +
empedu)
Uji smith
Uji petterkofer
warna:hijau tua, bau khas empedu (amis), konsistensi : cair, pH:8
mengendap
terlihat 2 cincin hijau: empedu,hitam:garam empedu,coklat:pigmen
empedu
terlihat cincin berwarna hijau tua di bawah iodium, menandakan
empedu punya pigmen
terbentuk cincin warna hitam yang menandakan adanya asam empedu.
berwarna hitam menandakan asam empedu yang terbakar oleh h2so4
pekat. semakin bnyk h2so4 pekat maka semakin bnyk pula cairan
berwarnahitam.
Cairan empedu dihasilkan dari hati dan disimpan didalam kandung empedu yang
memiliki panjang sekitar 5-7 cm dan merupakan membran berotot. Kandung empedu terbagi
ke dalam sebuah fundus, badan, dan leher. Cairan empedu yang berwarna hijau tua berasal
dari bilirubin yang merupakan pigmen empedu. Bilirubin ini terbentuk dari penguraian
hemoglobin, asam-asam empedu, dan kolesterol. Adanya bilirubin ini dapat dibuktikan
dengan reaksi gmelin sehingga diperoleh hasil positif yang menghasilkan turunan yang
berwarna yang ditandai dengan adanya banyak fase yang terbentuk yang terdiri dari berbagai
warna. (Trinaningsih, 2007).
Hal ini terjadi akibat oksidasi bilirubin yang merupakan pigmen
empedu oleh HNO3. Pada uji pettenkofer, larutan sukrosa dengan H2SO4 sehingga terbentuk
gula heksosa yang kemudian membentuk suatu senyawa hidroksimetilfurfural yang dengan
adanya cairan empedu akan terbentuk suatu cincin ungu.
Empedu memegang peran penting dalam proses pencernaan lemak. Dimana garam-garam
empedu ini mempunyai peranan sebagai pengemulsi, penghancuran dari molekul-molekul besar
lemak (dalam hal ini yang digunakan adalah minyak) menjadi suspensi dari lemak. Garam-garam
empedu ini bergabung dengan lemak dan membentuk micelles, yaitu kompleks yang larut dalam
air. Hal inilah yang menyebabkan lemak lebih mudah terserap dalam system pencernaan (efek
hidrotrofik)
(Jevuska, 2009).
Pada percobaan untuk menyatakan pigmen empedu kami memasukkan 2 mL asam nitrat
pekat dan 2 mL empedu ke dalam tabung reaksi. Pada tabung reaksi terlihat cincin berwarna
hijau pada batas antara larutan asam nitrat pekat dan empedu. Hal ini dikarenakan asam nitrat
merupakan oksidator, dimana asam nitrat mengoksidasi pigmen empedu atau bilirubinyang
berwarna merah menjadi biliverdin yang berwarna hijau.
Pada percobaan menyatakan garam empedu (Pattenkoffer’s Test) kami memasukkan 5
mL empedu yang telah diencerkan dan 5 tetes larutan sukrosa 5% kemudian menuangkan 5 mL
asam sulfat pekat perlahan-lahan. Pada batas kedua larutan terbentuk cincin berwarna ungu. Hal
ini dikarenakan sukrosa didehidrasi oleh asam sulfat pekat sehingga menjadi fulfural, kemudian
furfural yang bercampur dengan garam empedu membentuk warna ungu/violet.
Kimball, John W. 2007. Biologi Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Montgomery, Rex. 1993. Biokimia. Yogyakarta: UGM Press.
Poedjiadi, Anna dan F. M. Titin Supryanti. 2007. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.
Simanjuntak, M.T. dan J. silalahi. 2003. Penuntun Praktikum Biokimia. http://library.usu.
REFERENSI LAIN
Cairan tubuh kedua yang diuji adalah cairan empedu yang berasal dari kantung empedu
yang berwarna hijau. Sifat fisiknya antara lain, warna larutannya hijau pekat, berbau, viskositas
sedang. Untuk uji kimianya dilakukan dengan uji gmelin, uji pettenkofer, dan uji sifat
emulgatornya.
Uji yang pertama adalah uji gmelin. Tujuannya untuk mengetahui adanya pigmen
empedu. Prinsip pengujian ini meliputi reaksi antara bilirubin dengan HNO3 yang akan
menghasilkan larutan berwrna sesuai dengan kosentrasi HNO3 yang dipakai (Norbert: 1936).
Hal ini terjadi karena penambahan asam nitrat pada pigmen empedu akan menghasilkan senyawa
hasil oksidasi yang berwarna.Sehingga dari percobaan ini dapat dikatakan bahwa empedu
tersebut mengandung pigmen empedu. Jika kita mengunakan HNO3 pekat (95%) maka akan
terbentuk larutan merah muda. Hasil pengamatan didapatkan warna orange .
Uji yang kedua adalah uji Pettenkofer. Pengujian ini akan membuktikan adanya garam
empedu yang terkandung di dalamnya. Prinsip pengujian ini adalah gram pada empedu akan
diasamkan oleh H2SO4 dan adanya hasil kondensasi heksosa dari sukrosa akan bereaksi dengan
asam empedu membentuk kompleks warna merah di antara 2 lapisan yang terbentuk
(http://www.biochemia.amb.edu.pl). Hasil pengamatan yang diperoleh adalah terbentuknya 3
lapisan, fase atas hijau muda, fase dari larutan empedu yang tidak bercampur. Fasa tengah merah
kecoklatan yang diindikasikan berasal dari reaksi sukrosa dengan asam empedu, dan yang paling
bawah berwarna kuning bening.
Reaksi terakhir adalah uji sifat emulgator dari empedu. Pengujian ketiga yaitu
mengetahui sifat pengemulsi lemak dari cairan empedu. Sifat ini wajib di miliki cairan empedu.
Hal ini berkaitan dengan fungsinya dalam pencernaan makanan di dalam tubuh yaitu sebagai
pencerna lemak. Lemaka akan mudah di hidrolisis dengan cara mengubah bentuknya menjadi
emulsi. Zat yang berperan disini adalah enzim lipase. Disini empedu dibandingkan dengan
minyak. Pada tabung 1, air suling ditambahkan minyak dan dikocok. Terbentuk emulsi yang
tidak stabil, butir-butir minyaknya masih nampak. Sedangkan pada tabung kedua, air suling
ditambahkan dengan empedu dan terbentuk emULSI