Saliva

13
Langkah pertama yang dilakukan adalah menguji pH air liur dengan indikator universal dan ternyata air liur pada percobaan ini mempunyai pH 8. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa air liur seharusnya memiliki pH lebih dari 7 karena bersifat basa. Hal ini karena air liur merupakan protein. Dalam air liur terkandung enzim amilase yang berfungsi untuk memecah amilum menjadi maltosa dalam proses hidrolisis dengan pH optimum 6,6. Kemudian dilanjutkan dengan uji biuret yang berfungsi untuk menyelidiki ada tidaknya protein dalam air liur (ikatan peptida). Uji positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna ungu. Dalam percobaan ini terbentuk larutan ungu (positif) karena memang air liur terdiri atas musin yang merupakan suatu glikoprotein yaitu protein yang mengandung karbohidrat yang terikat secara kovalen. Reaksinya : uji berikutnya adalah dengan uji mollisch yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya karbohidrat (uji pendahuluan). Dari hasil percobaan ternyata terbentuk 2 lapisan. Lapisan atas berwarna orange dan lapisan bawah keruh (reaksi positif). Hal ini berarti air liur terdapat karbohidrat. 2. Uji air liur yang disaring Uji ini dilakukan dengan menggunakan H 2 SO 4 encer yaitu menetesi air liur yang telah disaring dengan H 2 SO 4 encer, dari perlakuan tersebut timbul sedikit endapan dan warna larutan tetap bening, adanya endapan putih ini menunjukkan uji positif terhadap air liur dan membuktikan air liur mengandung protein

description

saliva

Transcript of Saliva

Page 1: Saliva

Langkah pertama yang dilakukan adalah menguji pH air liur dengan indikator

universal dan ternyata air liur pada percobaan ini mempunyai pH 8. Hal ini sesuai dengan teori

yang menyatakan bahwa air liur seharusnya memiliki pH lebih dari 7 karena bersifat basa. Hal

ini karena air liur merupakan protein. Dalam air liur terkandung enzim amilase yang berfungsi

untuk memecah amilum menjadi maltosa dalam proses hidrolisis dengan pH optimum 6,6.

Kemudian dilanjutkan dengan uji biuret yang berfungsi untuk menyelidiki ada

tidaknya protein dalam air liur (ikatan peptida). Uji positif ditunjukkan dengan terbentuknya

warna ungu. Dalam percobaan ini terbentuk larutan ungu (positif) karena memang air liur terdiri

atas musin yang merupakan suatu glikoprotein yaitu protein yang mengandung karbohidrat yang

terikat secara kovalen. Reaksinya :

uji berikutnya adalah dengan uji mollisch yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya

karbohidrat (uji pendahuluan). Dari hasil percobaan ternyata terbentuk 2 lapisan. Lapisan atas

berwarna orange dan lapisan bawah keruh (reaksi positif). Hal ini berarti air liur terdapat

karbohidrat.

2.      Uji air liur yang disaring

Uji ini dilakukan dengan menggunakan H2SO4 encer yaitu menetesi air liur yang

telah disaring dengan H2SO4 encer, dari perlakuan tersebut timbul sedikit endapan dan warna

larutan tetap bening, adanya endapan putih ini menunjukkan uji positif terhadap air liur dan

membuktikan air liur mengandung protein

Saliva biasanya mengandung peptida tetapi tidak mutlak ada. Hal ini dikarenakan

makanan setiap orang berbeda-beda. Ada yang mengandung protein dan ada yang tidak.

Pembentukan suatu ikatan amida antara dua asam amino atau lebih, menghasilkan peptida.

Peptida adalah asam poliamino dan ikatan amidanya yang menyebabkan asam aminonya

bergabung disebut ikatan peptida. Gugus perlindungan yang tepat biasanya digunakan untuk

menjamin kekhususan reaksi pada setiap tahap (Pine 1988). Uji biuret biasanya diperlukan untuk

mendeteksi adanya ikatan peptida dalam suatu larutan. Reaksi biuret terjadi ketika suatu peptida

yang mempunyai dua buah ikatan peptida atau lebih dapat bereaksi dengan ion Cu2+ dalam

suasana basa dan membentuk suatu senyawa kompleks yang berwarna ungu. Uji positif pada uji

biuret ditandai dengan terbentuk endapan putih pada dasar tabung.

Uji Molisch adalah uji yang paling umum untuk menyatakan ada atau tidaknya

karbohidrat karena memberikan uji positif (cincin ungu) kepada semua karbohidrat yang lebih

Page 2: Saliva

besar daripada tetrosa. Uji Molisch terhadap saliva menunjukkan reaksi yang positif, sedangkan

menurut Lehninger (1998) saliva tidak mengandung karbohidrat. Hal ini dapat disebabkan air

liur yang dihasilkan probandus masih mengandung sisa-sisa makanan

Karbohidrat yang masuk melalui mulut harus dipecah terlebih dulu menjadi persenyawaan yang

lebih sederhana sebelum dapat melewati dinding usus dan masuk ke sirkulasi darah. Monosakarida

adalah karbohidrat sederhana yang secara normal bisa melewati dinding usus. Proses pemecahan

karbohidrat ini disebut pencernaan karbohidrat yang dibantu dengan enzim amilase. Dalam mulut,

makanan bercampur dengan amilase yang akan mengubah pati menjadi dekstrin. Umumnya hanya

sebagian kecil saja yang dapat dicerna. Sebelum makanan bereaksi asam dengan adanya HCl yang

diproduksi asam lambung, pati akan diubah sebisa mungkin menjadi disakarida (Maryati 2000). Maryati,

Sri. 2000. Sistem Pencernaan Makanan. Jakarta : Erlangga

Air liur (saliva) disekresi oleh tiga pasang kelenjar besar yaitu parotis, submaksilaris dan

sublingualis. Air liur parotis merupakan cairan hipotonis yang sangat encer dengan konsentrasi

zat padat yang rendah; air liur submaksilaris dapat kental maupun encer tergantung pada

rangsang  simpatis atau parasimpatisan; air liur sublingualis mengandung banyak musim. Selain

itu air liur juga disekresi oleh beberapa kelenjar kecil dalam mukosa mulut seperti labialis,

lingualis, bukal dan palatal. Sekresi air liur dari kelenjar ke dalam mulut dapat disebabkan oleh

rangsangan lokal dalam mulut atau oleh perangsangan pusat akibat rangsang psikis atau somatik

(Poedjaji 1994). Poedjaji. Anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta : UI Press

REFERENSI LAIN

Menurut Guyton & Hall dalam Textbook of Medical Physiology, air liur atau saliva mengandung dua tipe pengeluaran atau sekresi cairan yang utama yakni sekresi serus yang mengandung ptyalin (suatu alfa amylase) yang merupakan enzim untuk mencernakan karbohidrat dan sekresi mucus yang mengandung musin untuk tujuan pelumasan atau perlindungan permukaan yang sebagian besar dihasilkan oleh kelenjar parotis.

Faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas enzim antara lain konsentrasi enzim dan substrat, suhu, pH, dan indikator. Aktivitas enzim meningkat bersamaan dengan peningkatan suhu hingga mencapai suhu optimum, laju berbagai proses metabolisme akan naik sampai batasan suhu maksimal. Prinsip biologis utama adalah homeostatis, yaitu keadaan dalam tubuh yang selalu mempertahankan keadaan normalnya. Perubahan relatif kecil saja dapat mempengaruhi aktivitas banyak enzim. Selain itu, adanya inhibitor non kompetitif irreversibel dan antiseptik dapat menurunkan aktivitas enzim (Suwandi M et al. 1989).

Page 3: Saliva

Air liur atau saliva sebagian besar diproduksi oleh tiga kelenjar utama yakni kelenjar parotis, kelenjar sublingual dan kelenjar submandibula. Volume air liur yang diproduksi bervariasi yaitu 0,5 – 1,5 liter setiap hari tergantung pada tingkat perangsangannya. Keberadaan saliva sangat penting bagi rongga mulut, di mana ia memiliki efek buffer  yaitu menjaga keseimbangan cairan, dan menjaga rongga mulut dalam keadaan moist. penurunan produksi saliva mengakibatkan mulut menjadi terasa kering. Bakteri juga berkembang lebih pesat. Bakteri yang memetabolisme karbohidrat akan menghasilkan senyawa sulfur atau yang biasa disebut VSC (Volatile Sulfur Compound), gas inilah yang menyebabkan bau mulut (Anonim 2008).

Air liur menghasilkan reaksi positif melalui uji biuret yakni dengan menimbulkan warna ungu. Reaksi positif ini akibat pembentukan senyawa kompleks Cu2+, gugus –CO dan –NH dari rantai peptida dalam suasana basa. Hal ini menunjukkan ikatan peptida dalam air liur masih ada dan belum rusak akibat aktivitas enzim amilase saliva. Jika ikatan peptida yang terkandung dalam air liur telah rusak maka warna ungu tidak akan terbentuk melainkan akan terbentuknya endapan.

Uji molisch dilakukan untuk menentukan karbohidrat secara umum yang ada di dalam larutan.  Karbohidrat dalam suatu larutan ditandai dengan warna ungu setelah larutan diberi pereaksi Molisch. Selain diberi pereaksi molisch, larutan juga diberi asam sulfat pekat guna menghidrasi senyawa larutan menjadi senyawa furtural atau senyawa furtural yang tersubsidi seperti hidroksimetil furtural. Air liur yang telah melalui uji molisch menunjukkan reaksi positif yaitu menimbulkan cincin ungu. Hasil ini menunjukkan air liur yang direaksikan mengandung karbohidrat karena praktikan yang menjadi probandus telah sarapan sebelum uji dilakukan. Uji musin yang dilakukan menyebabkan timbulnya endapan berwarna putih akibat penambahan asam asetat. Endapan tersebut berupa lendir atau musin yang dapat dipisahkan melalui kertas saring. Pengendapan musin diperkirakan terjadi akibat denaturasi protein (Kleiner & Dotti 1958).

EMPEDU

tinjauan pustaka

Empedu adalah cairan bersifat basa yang pahit dan berwarna hijau kekuningan, yang

disekresikan oleh hepatosit hati pada sebagian besar vertebrata. Empedu dihasilkan secara

terus-menerus oleh hati, akan tetapi ditampung dalam sebuah alat penampungan yaitu

kantung empedu diantara waktu makan. Bila makanan masuk ke duodenum, lepasnya

kolesistokinin akan merangsang kontraksi kantung empedu dan keluarnya empedu akan

dihimpun ke dalam duodenum (Kimball, 2007: 451).

Cairan empedu yang pekat ini lebih efektif untuk mencerna makananan dibandingkan

yang langsung dari hati tadi (Y3n, 2009).

Page 4: Saliva

Empedu sebagian besar adalah hasil dari excretory dan sebagian adalah sekresi dari

pencernaan. Garam-garam empedu termasuk ke dalam kelompok garam natrium dan kalium

dari asam empedu yang berkonjugasi dengan glisin atau taurin suatu derifat/turunan dari

sistin. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin

yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus. Hemoglobin yang

berasal dari penghancuran sel darah merah dirubah menjadi bilirubin (pigmen utama dalam

empedu) dan dibuang ke dalam empedu. Berbagai protein yang memegang peranan penting

dalam fungsi empedu juga disekresi dalam empedu (Jevuska, 2009).

Asam-asam empedu membantu emulsifikasi lipid yang dimakan, suatu proses yang

memudahkan pencernaan enzimatik dan absorbsi lemak diet. Asam-asam deoksikolat dan

litokolat adalah asam-asam empedu sekunder yang disintesis dalam usus lewat kerjanya

enzim-enzim bakteri pada asam-asam empedu primer. Hanya sebagian asam-asam empedu

primer yang terdapat dalam usus diubah menjadi asam empedu sekunder (Montgomery,

1993: 911-912).

Sebelum masuk ke usus kecil empedu bercampur dahulu dengan getah pancreas.Empedu

bereaksi alkalis. Di antara bahan-bahan terpenting yang terdapat di dalam empedu adalah garam-

garam empedu (Natrium glikokolat dan Taurokolat), pigmen-pigmen empedu, lesitin, kolesterol,

dan garam-garam organic. Empedu merupakan campuran sekresi dan ekskresi. Bahan yang

disekresi misalnya garam-garam empedu dan yang diekskresi adalah pigmen-pigmen empedu

dan kolesterol. Garam-garam empedu membantu proses pencernaan dan penyerapan vitamin-

vitamin yang larut dalam lemak. Aktivitas tadi disebabkan karena:

-      Garam empedu merendahkan tegangan permukaan dan membantu emulsifikasi lemak sehingga

memudahkan pencernaan.

-      Garam empedu berikatan dengan asam lemak membentuk suatu kompleks yang lebih mudah larut

dan diserap.

Di samping mengekskresikan sejumlah zat yang dibentuk di tempat lain di dalam tubuh. Di

antaranya yang terpenting adalah bilirubin, yang merupakan salah satu produk akhir utama

pemecahan hemoglobin. Dimana bila sel darah merah telah melewati masa hidupnya, rata-rata

120 hari, maka membrane sel darah merah pecah dan melepaskan hemoglobin yang difagositosis

oleh sel-sel retikuloendotelial sistem di seluruh tubuh. Di sini hemoglobin akan dipecah menjadi

Page 5: Saliva

hem dan globin, lalu cincin hem cepat dikonversi menjadi bilirubin yang dilepaskan ke dalam

plasma atau disebut bilirubun I. Kemudian ada juga oleh sel hepar menjadi bilirubin II yang

diekskresikan oleh transport aktif ke dalam empedu.

Empedu diproduksi oleh hati dan disimpan di dalam kandung empedu. Selama pencernaan,

kandung empedu berkontraksi dan menyalurkan empedu ke usus kecil. Banyaknya empedu yang

disalurkan tergantung dari:

      Jenis makanan, makin banyak makanan (lemak) maka makin banyak empedu.

      Susunan empedu dalam hati

Perangsangan empedu tergantung dua faktor:

      Faktor makanan

      Faktor hormonal

Tabel hasil percobaan

Uji Pengamatan

Sifat empedu

Musin& zat organic

Uji Gmelin (HNO3 +

empedu)

Uji smith

Uji petterkofer

warna:hijau tua, bau khas empedu (amis), konsistensi : cair, pH:8

mengendap

terlihat 2 cincin hijau: empedu,hitam:garam empedu,coklat:pigmen

empedu

terlihat cincin berwarna hijau tua di bawah iodium, menandakan

empedu punya pigmen

terbentuk cincin warna hitam yang menandakan adanya asam empedu.

berwarna hitam menandakan asam empedu yang terbakar oleh h2so4

pekat. semakin bnyk h2so4 pekat maka semakin bnyk pula cairan

berwarnahitam.

Cairan empedu dihasilkan dari hati dan disimpan didalam kandung empedu yang

memiliki panjang sekitar 5-7 cm dan merupakan membran berotot. Kandung empedu terbagi

ke dalam sebuah fundus, badan, dan leher. Cairan empedu yang berwarna hijau tua berasal

dari bilirubin yang merupakan pigmen empedu. Bilirubin ini terbentuk dari penguraian

hemoglobin, asam-asam empedu, dan kolesterol. Adanya bilirubin ini dapat dibuktikan

Page 6: Saliva

dengan reaksi gmelin sehingga diperoleh hasil positif yang menghasilkan turunan yang

berwarna yang ditandai dengan adanya banyak fase yang terbentuk yang terdiri dari berbagai

warna. (Trinaningsih, 2007).

 Hal ini terjadi akibat oksidasi bilirubin yang merupakan pigmen

empedu oleh HNO3. Pada uji pettenkofer, larutan sukrosa dengan H2SO4 sehingga terbentuk

gula heksosa yang kemudian membentuk suatu senyawa hidroksimetilfurfural yang dengan

adanya cairan empedu akan terbentuk suatu cincin ungu.

Empedu memegang peran penting dalam proses pencernaan lemak. Dimana garam-garam

empedu ini mempunyai peranan sebagai pengemulsi, penghancuran dari molekul-molekul besar

lemak (dalam hal ini yang digunakan adalah minyak) menjadi suspensi dari lemak. Garam-garam

empedu ini bergabung dengan lemak dan membentuk micelles, yaitu kompleks yang larut dalam

air. Hal inilah yang menyebabkan lemak lebih mudah terserap dalam system pencernaan (efek

hidrotrofik)

(Jevuska, 2009).

Pada percobaan untuk menyatakan pigmen empedu kami memasukkan 2 mL asam nitrat

pekat dan 2 mL empedu ke dalam tabung reaksi. Pada tabung reaksi terlihat cincin berwarna

hijau pada batas antara larutan asam nitrat pekat dan empedu. Hal ini dikarenakan asam nitrat

merupakan oksidator, dimana asam nitrat mengoksidasi pigmen empedu atau bilirubinyang

berwarna merah menjadi biliverdin yang berwarna hijau.

Pada percobaan menyatakan garam empedu (Pattenkoffer’s Test) kami memasukkan 5

mL empedu yang telah diencerkan dan 5 tetes larutan sukrosa 5% kemudian menuangkan 5 mL

asam sulfat pekat perlahan-lahan. Pada batas kedua larutan terbentuk cincin berwarna ungu. Hal

ini dikarenakan sukrosa didehidrasi oleh asam sulfat pekat sehingga menjadi fulfural, kemudian

furfural yang bercampur dengan garam empedu membentuk warna ungu/violet.

Kimball, John W. 2007. Biologi Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Montgomery, Rex. 1993. Biokimia. Yogyakarta: UGM Press.

Poedjiadi, Anna dan F. M. Titin Supryanti. 2007. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.

Simanjuntak, M.T. dan J. silalahi. 2003. Penuntun Praktikum Biokimia. http://library.usu.

Page 7: Saliva

REFERENSI LAIN

Cairan tubuh kedua yang diuji adalah cairan empedu yang berasal dari kantung empedu

yang berwarna hijau. Sifat fisiknya antara lain, warna larutannya hijau pekat, berbau, viskositas

sedang. Untuk uji kimianya dilakukan dengan uji gmelin, uji pettenkofer, dan uji sifat

emulgatornya.

Uji yang pertama adalah uji gmelin. Tujuannya untuk mengetahui adanya pigmen

empedu. Prinsip pengujian ini meliputi reaksi antara bilirubin dengan HNO3 yang akan

menghasilkan larutan berwrna sesuai dengan kosentrasi HNO3 yang dipakai (Norbert: 1936).

Hal ini terjadi karena penambahan asam nitrat pada pigmen empedu akan menghasilkan senyawa

hasil oksidasi yang berwarna.Sehingga dari percobaan ini dapat dikatakan bahwa empedu

tersebut mengandung pigmen empedu.  Jika kita mengunakan HNO3 pekat (95%) maka akan

terbentuk larutan merah muda. Hasil pengamatan didapatkan warna orange .

Uji yang kedua adalah uji Pettenkofer. Pengujian ini akan membuktikan adanya garam

empedu yang terkandung di dalamnya. Prinsip pengujian ini adalah gram pada empedu akan

diasamkan oleh H2SO4 dan adanya hasil kondensasi heksosa dari sukrosa akan bereaksi dengan

asam empedu membentuk kompleks warna merah di antara 2 lapisan yang terbentuk

(http://www.biochemia.amb.edu.pl). Hasil pengamatan yang diperoleh adalah terbentuknya 3

lapisan, fase atas hijau muda, fase dari larutan empedu yang tidak bercampur. Fasa tengah merah

kecoklatan yang diindikasikan berasal dari reaksi sukrosa dengan asam empedu, dan yang paling

bawah berwarna kuning bening.

Reaksi terakhir adalah uji sifat emulgator dari empedu. Pengujian ketiga yaitu

mengetahui sifat pengemulsi lemak dari cairan empedu. Sifat ini wajib di miliki cairan empedu.

Hal ini berkaitan dengan fungsinya dalam pencernaan makanan di dalam tubuh yaitu sebagai

pencerna lemak. Lemaka akan mudah di hidrolisis dengan cara mengubah bentuknya menjadi

emulsi. Zat yang berperan disini adalah enzim lipase. Disini empedu dibandingkan dengan

minyak. Pada tabung 1, air suling ditambahkan minyak dan dikocok. Terbentuk emulsi yang

tidak stabil, butir-butir minyaknya masih nampak. Sedangkan pada tabung kedua, air suling

ditambahkan dengan empedu dan terbentuk emULSI

Page 8: Saliva