KORELASI ANTARA KADAR IgA SALIVA DENGAN LAJU ALIRAN SALIVA PADA PASIEN HIV AIDS.pdf

28
KORELASI ANTARA KADAR IgA SALIVA DENGAN LAJU ALIRAN SALIVA PADA PASIEN HIV/AIDS Oleh : Drg. IRNA SUFIAWATI, Sp.PM NIP. 132206501 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2008

description

..........................................................................................................................................................................

Transcript of KORELASI ANTARA KADAR IgA SALIVA DENGAN LAJU ALIRAN SALIVA PADA PASIEN HIV AIDS.pdf

Page 1: KORELASI ANTARA KADAR IgA SALIVA DENGAN LAJU ALIRAN SALIVA PADA PASIEN HIV AIDS.pdf

KORELASI ANTARA KADAR IgA SALIVA DENGAN

LAJU ALIRAN SALIVA PADA PASIEN HIV/AIDS

Oleh :

Drg. IRNA SUFIAWATI, Sp.PM

NIP. 132206501

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG

2008

Page 2: KORELASI ANTARA KADAR IgA SALIVA DENGAN LAJU ALIRAN SALIVA PADA PASIEN HIV AIDS.pdf

ABSTRAK

Latar belakang: Kelainan kelenjar saliva merupakan salah satu manifestasi oral dari

infeksi HIV, yang dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas saliva yaitu komposisi dan

sekresi saliva. Sekresi antibodi, khususnya IgA saliva, merupakan indikator fungsi imun

mukosa mulut yang berperan sebagai pertahanan utama terhadap patogen yang

berkolonisasi dan menginvasi permukaan mukosa di dalam rongga mulut. Oleh karena itu,

jika terjadi perubahan sistem imun ini, maka akan mempengaruhi integritas kesehatan gigi

dan mulut.

Tujuan: Untuk mengetahui korelasi antara kadar IgA saliva dengan laju aliran saliva pada

pasien yang terinfeksi HIV di Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo Jakarta.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain potong lintang.

Saliva keseluruhan dengan stimulasi paraffin-wax dikumpulkan dari 103 pasien HIV/AIDS

dan 30 individu individu sehat. Saliva dikumpulkan dengan menggunakan metode spitting.

Kadar IgA saliva ditentukan dengan metode imunoturbidimetri menggunakan alat

turbitimer produk Behring.

Hasil: Kadar IgA saliva adalah 141,55 ± 83,23 (kelompok HIV) dan 97,24 ± 38,25

(individu sehat). Hasil uji Mann-Whitney U menunjukkan bahwa kadar IgA saliva pada

pasien HIV/AIDS tersebut lebih tinggi daripada nilai rujukan (p<0,1). Hasil Uji Korelasi

Spearman menunjukkan hubungan yang bermakna antara kadar IgA saliva dengan laju

aliran saliva (p < 0,0001 dan r = -0,552).

Kesimpulan: Penelitian ini membuktikan terdapat korelasi yang kuat dan bermakna antara

kadar IgA saliva dengan laju aliran saliva pada subyek HIV/AIDS.

Kata kunci: IgA saliva, laju aliran saliva, HIV/AIDS.

Page 3: KORELASI ANTARA KADAR IgA SALIVA DENGAN LAJU ALIRAN SALIVA PADA PASIEN HIV AIDS.pdf

ABSTRACT

Background: Salivary gland disesase id a common oral manifestation of HIV infection that

can affect quality and quantity of saliva such as saliva composition and secretion. Antibody

secretion, especially salivary immunoglobulin A (IgA), is a useful indicator of mucosal

immune function. This immune system component is recognized as an important first-line of

defense against pathogens which colonize and invade mucosal surfaces in the oral cavity.

Objectives: The purpose of this study was to investigate salivary IgA levels and to

determine its correlation with salivary flow rates among HIV-infected Patients in Pokdisus

AIDS Cipto Mangunkusomo Hospital Jakarta.

Methods: The design study was using a cross-sectional study. Whole paraffin-wax-

stimulated saliva was collected from 103 HIV-infected patients and 30 healthy individuals.

Saliva was collected using the spitting method. Salivary IgA levels were determined by the

immunoturbidimetry method using the Behring Turbitimer Analyser.

Results : Salivary IgA levels were 141.55 ± 83.23 (HIV group) and 97.24 ± 38.25 (healthy

individuals). The Mann-Whitney U test showed salivary IgA levels were significantly higher

in HIV/AIDS subjects compared with healthy individuals (p<0.1). Spearman's correlation

test between salivary IgA levels and salivary flow rates showed an inverse correlation (p <

0,0001 and r = -0,552).

Conclusion: This study indicates that total salivary IgA levels were significantly related to

salivary flow rates among HIV/AIDS subjects in Cipto Mangunkusumo Hospital .

Key words: Salivary IgA, salivary flow rates, HIV infection.

Page 4: KORELASI ANTARA KADAR IgA SALIVA DENGAN LAJU ALIRAN SALIVA PADA PASIEN HIV AIDS.pdf

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Alhamdulillahirrobbil’alamiin, segala puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah

SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya. Berkat ridha-Nyalah saya dapat

menyelesaikan makalah ini yang merupakan hasil penelitian yang berjudul “Korelasi antara

Kadar IgA saliva dengan Laju Aliran Saliva pada Pasien HIV/AIDS”

Penulis banyak mendapat kesulitan dalam melaksanakan penelitian ini, namun

berkat bimbingan dan arahan berbagai pihak maka penulis dapat menyelesaikannya. Oleh

karena itu dengan segenap ketulusan hati perkenankanlah saya menyampaikan rasa

terimakasih yang setulus-tulusnya dan perhargaan kepada:

1. Dr. drg. Harum Sasanti, Sp.PM

2. Prof. Dr. dr. Samsuridjal Djauzi, �������� �

3. Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Unpad

4. Kepala Bagian Ilmu Penyakit Mulut FKG Unpad

5. Staf Akademik Bagian Ilmu Penyakit Mulut FKG Unpad

6. Semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan limpahan berkat dan rahmatNya. Amin.

Untuk penyempurnaan makalah ini penulis selalu menerima kritik dan saran dengan

tangan terbuka. Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu

kedokteran gigi dan bagi para pembaca.

Bandung, Juni 2007

Penulis

Page 5: KORELASI ANTARA KADAR IgA SALIVA DENGAN LAJU ALIRAN SALIVA PADA PASIEN HIV AIDS.pdf

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK I

ABSTRACT Ii

KATA PENGANTAR Iii

DAFTAR ISI Iv

Bab 1. PENDAHULUAN 1

Bab 2. TINJAUAN PUSTAKA 3

Bab 3. METODA PENELITIAN 7

Bab 4. HASIL PENELITIAN 10

Bab 5. PEMBAHASAN 13

Bab 6. KESIMPULAN DAN SARAN 19

DAFTAR PUSTAKA 20

Page 6: KORELASI ANTARA KADAR IgA SALIVA DENGAN LAJU ALIRAN SALIVA PADA PASIEN HIV AIDS.pdf

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Hipofungsi kelenjar saliva merupakan salah satu manifestasi oral terkait HIV, yang

dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas saliva yaitu komposisi dan sekresi saliva.1

Komponen saliva terdiri dari beberapa macam elektrolit seperti kalsium, bikarbonat, fosfat

dan magnesium. Selain itu saliva mengandung komponen protein atau organik seperti

immunoglobulin, enzim, musin, serta produk yang mengandung nitrogen seperti ammonia

dan urea.2 Fungsi saliva adalah lubrikasi dan proteksi, buffering action dan clearance,

perlindungan integritas gigi, antibakteri, serta berperan dalam proses pengecapan dan

pencernaan. Dengan demikian bila terjadi perubahan kualitas dan kuantitas saliva, maka

akan mempengaruhi integritas kesehatan gigi dan mulut.2 Salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi komposisi saliva adalah laju aliran saliva. Sekresi saliva yang menurun juga

akan menyebabkan mulut terasa kering, sukar bicara, mengunyah dan menelan. Penurunan

sekresi saliva dapat diatasi dengan bahan perangsang produksi saliva atau saliva pengganti.3

Berbagai studi melaporkan prevalensi kelainan kelenjar saliva pada pasien

HIV/AIDS, antara lain Navazesh M. et al (2003) melaporkan prevalensi hipofungsi kelenjar

saliva dan xerostomia secara signifikan lebih tinggi pada wanita HIV-positif dibanding

kelompok wanita HIV-negatif.4 Mulligan dkk (2000) juga menyatakan pasien HIV-positif

mempunyai kelainan kelenjar saliva yang lebih tinggi daripada kelompok HIV-negatif.3 Lin

dkk (2003) menyatakan bahwa kecepatan aliran saliva menurun pada tahap awal infeksi

HIV, dan tidak hanya fungsi sekresi kelenjar saliva yang menurun tetapi komposisi saliva

juga berubah.5 Grimoud (1998) melaporkan prevalensi lesi mukosa oral yang tinggi pada

pasien HIV positif dengan jumlah sel T CD4 yang rendah, ditemukan adanya hubungan

antara perbedaan kadar protein saliva dan kadar IgA, ada/tidaknya manifestasi oral, dan

parameter sistemik (CD4) penanda tingkat imunosupresi.6

Hasil berbagai studi juga menyatakan komposisi saliva pada kelompok HIV positif

berbeda dibanding individu sehat.20 Infeksi HIV mempunyai efek baik secara langsung

maupun tidak langsung pada imunitas mukosa oral antara lain Imunoglobulin A (IgA).7,8

Studi-studi terdahulu melaporkan adanya abnormalitas kadar IgA saliva pada pasien

Page 7: KORELASI ANTARA KADAR IgA SALIVA DENGAN LAJU ALIRAN SALIVA PADA PASIEN HIV AIDS.pdf

HIV/AIDS.9,10 Immunoglobulin A mempunyai peran penting sebagai proteksi terhadap

mikroorganisme melalui berbagai mekanisme pada jaringan mukosa mulut, yaitu

membunuh secara langsung, aglutinasi, menghambat perlekatan dan penetrasi

mikroorganisme, inaktivasi enzim bakterial dan toksin, opsonisasi dan cell-mediated

killing.11-15

Berdasarkan informasi kepustakaan yang telah diuraikan, penulis tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai komposisi saliva (khususnya IgA) dan hubungannya

dengan laju aliran saliva pada pasien HIV/AIDS. Jika terjadi penurunan laju aliran saliva

maka saliva tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik dimana jaringan rongga mulut

mudah mengalami ulserasi dan infeksi, sehingga timbul kelainan gigi dan mulut yang

selanjutnya akan mempengaruhi kualitas hidup penderita.

1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara kadar IgA saliva dengan

laju aliran saliva pada pasien HIV/AIDS di Pokdisus AIDS RSUPN-CM Jakarta.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan pemahaman mengenai

salah satu manifestasi oral dari infeksi HIV, khususnya hipofungsi kelenjar

saliva/serostomia dengan melihat aspek imunologinya. Akhirnya diharapkan dapat

mencegah timbulnya kelainan tersebut sebagai upaya meningkatkan kualitas hidup pasien

HIV/AIDS melalui peningkatan kondisi kesehatan gigi dan mulutnya.

Page 8: KORELASI ANTARA KADAR IgA SALIVA DENGAN LAJU ALIRAN SALIVA PADA PASIEN HIV AIDS.pdf

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Saliva dan Infeksi HIV

Saliva adalah sekresi eksokrin mukoserous berwarna bening dengan sifat sedikit

asam yang dihasilkan dan disekresikan oleh tiga pasang kelenjar besar saliva yaitu kelenjar

parotis, submandibularis, dan sublingualis, serta beberapa kelenjar saliva kecil.2 Komposisi

saliva terdiri dari komponen-komponen anorganik dan (bio)organik. Komponen anorganik

terutama adalah elektrolit dalam bentuk ion, seperti Na+, K+, CA2+, Mg2+, CL-, HCO3- dan

fosfat. Komponen (bio)organik terutama adalah protein dan musin, disamping itu terdapat

komponen lain seperti lipida, asam lemak, glukosa, ureum dan amoniak.2,16 Protein yang

secara kuantitatif penting adalah α-amilase, protein kaya-prolin, musin dan

immunoglobulin.2,17 Saliva sangat penting berperan dalam mempertahankan kesehatan gigi

dan mulut.16,18 Fungsi saliva adalah lubrikasi dan proteksi, buffering action dan clearance,

perlindungan integritas gigi, antibakteri, serta berperan dalam proses pengecapan dan

pencernaan.2,16,18

Bila ditinjau dari sudut patologi mulut, maka saliva sangat penting terkait dengan

proses biologis yang terjadi di dalam rongga mulut. Bila terjadi perubahan kualitas maupun

kuantitas saliva, maka akan mempengaruhi integritas kesehatan gigi dan mulut. Rongga

mulut berisi bakteri patogen yang dengan mudah dapat merusak jaringan dan menimbulkan

berbagai penyakit gigi dan mulut.3 Saliva membantu mencegah proses kerusakan jaringan

melalui tiga cara. Pertama, aliran saliva membantu membuang bakteri patogen juga partikel

makanan yang memberi dukungan metabolik bagi bakteri. Kedua, saliva mengandung

faktor yang menghancurkan bakteri, misalnya enzim proteolitik terutama lisozim. Ketiga,

saliva mengandung sejumlah besar antibodi protein yang dapat menghancurkan bakteri

rongga mulut. Oleh karena itu pada keadaan hipofungsi kelenjar saliva, jaringan rongga

mulut mudah mengalami ulserasi dan infeksi, sehingga timbul kelainan gigi dan mulut yang

selanjutnya akan mempengaruhi kualitas hidup penderita.2

Page 9: KORELASI ANTARA KADAR IgA SALIVA DENGAN LAJU ALIRAN SALIVA PADA PASIEN HIV AIDS.pdf

Hipofungsi kelenjar saliva (berkurangnya sekresi saliva secara objektif) dan

serostomia (keluhan mulut kering secara subjektif) sering dikaitkan dengan infeksi HIV.19

Berbagai studi baik longitudinal maupun potong lintang telah melaporkan pengaruh infeksi

HIV terhadap fungsi kelenjar saliva berhubungan dengan progresi penyakitnya.

Penggunaan obat-obatan anti retrovirus dapat mempengaruhi laju aliran saliva, sehingga

dapat mempengaruhi komposisi saliva yang dapat memicu perkembangan manifestasi oral

dari infeksi HIV/AIDS.19,20 Obat-obatan antiretrovirus tersebut antara lain didanosine dan

protease inhibitor.20,21 Disamping itu serostomia dapat terjadi akibat proliferasi dari sel

CD8+ pada kelenjar saliva mayor.21

Challacombe & Naglik (2006) menegaskan bahwa infeksi HIV mempunyai efek

baik secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi imunitas mukosa oral pada

saliva,8 dimana HIV menginduksi perubahan sel epitel oral, bersama-sama dengan

kegagalan limfosit CD4 mukosa dan perubahan sekresi sitokin, dapat menyebabkan

berkembangnya infeksi sekunder pada mukosa oral.7

2.3 Immunoglobulin A (IgA) dan Infeksi HIV

Immunoglobulin A pada manusia hanya sekitar 13% (2,1 mg/ml) dari seluruh

antibodi didalam serum manusia, tetapi dominan pada sekresi ekstravaskular.

Immunoglobulin A dalam bentuk secretory Immunoglobulin A (sIgA) adalah isotype

imunoglobulin utama yang ditemukan di saliva dan sekresi lainnya,22-24 (air mata, sekresi

nasal, mukus saluran pencernaan dan bronkial, dan sekresi kelenjar payudara).25

Pada manusia, terdapat 2 subklas IgA, IgA1 dan IgA2, yang hadir dalam jumlah

yang sama banyak di saliva dan sekresi lainnya. Rantai berat IgA1 dan IgA2 berbeda hanya

dalam hal 22 asam amino, terutama karena adanya penghilangan 13 asam amino pada

bagian hinge (pertemuan 2 rantai) IgA2; asam amino tersebut ada pada IgA1.14 Dua subklas

IgA (IgA1 dan IgA2) didistribusikan berlainan di dalam cairan tubuh,9 IgA1 predominan di

dalam serum, sedangkan IgA2 ditemukan dalam konsentrasi tinggi di dalam sekresi

eksternal termasuk saliva sampai mencapai 50%.26

IgA saliva dihasilkan oleh sel plasma yang terletak berdekatan dengan duktus dan

asini kelenjar saliva. Sel plasma yang mensekresi IgA mendominasi pada kelenjar saliva

mayor dan minor dibandingkan sel plasma yang menghasilkan isotipe Ig lainnya. Respon

Page 10: KORELASI ANTARA KADAR IgA SALIVA DENGAN LAJU ALIRAN SALIVA PADA PASIEN HIV AIDS.pdf

Saliva IgA terhadap antigen oral dapat diinduksi oleh 2 mekanisme. Pertama, antigen oral

dapat menstimulasi proliferasi dan diferensiasi sel limfoid secara lokal di kelenjar saliva.

Kelenjar saliva mengandung jaringan limfoid yang terdiri dari makrofag, sel T, dan sel B,

yang dapat berkontak langsung dengan antigen oral. Antigen oral masuk ke duktus kelenjar

melalui flow retrogade alami dan masuk ke sel sistem imun dibawahnya melalui

endositosis pada epitel duktus. Antigen ditangkap oleh makrofag, dibawa ke sel T dan sel

B.14

Mekanisme kedua melibatkan migrasi antigen-sensitized IgA prekursor sel B dari

GALT (gut-associated lymphoid tissue) ke kelenjar saliva. GALT, termasuk beberapa

nodul limfoid soliter dan Peyer’s patches, adalah sumber yang kaya akan prekursor IgA sel

B yang memiliki potensi untuk mengumpulkan jaringan limfoid yang berjauhan. Folikula

limfoid ini ditutupi oleh epitel khusus yang dinamai follicle-associated epithelial cell (sel

FAE) atau sel microfold (sel M) yang mengambil dan mentransportasikan antigen dari

lumen intestinal kedalam jaringan limfoid dibawahnya. Setelah antigen dipresentasikan

oleh sel aksesori, maka sel B prekursor IgA dan sel T meninggalkan GALT lewat limfatik

eferen dan mencapai darah perifer melalui thoracic duct. Sel B dan T yang bersirkulasi

kemudian bermigrasi ke lamina propria intestinal, paru-paru, traktus genital, dan kelenjar

sekretorik dimana mereka akan dipertahankan secara selektif. Pada kelenjar mukosa dan

glandular tersebut sel B prekursor IgA akan berkembang dan menjadi IgA plasma dibawah

pengaruh sel T. Jalur distribusi sel dari jaringan induktif seperti GALT ke jaringan mukosa

dan glandular yang berjauhan disebut sebagai sistem imun mukosa umum.14

Imunoglobulin A berfungsi sebagai garis kedua pertahanan dengan cara

menghilangkan patogen yang telah memasuki permukaan mukosa. Immunoglobulin A

berperan sebagai proteksi terhadap mikroorganisme dan benda asing pada jaringan mukosa

mulut melalui berbagai mekanisme, yaitu Membunuh mikroorganisme secara langsung

(direct killing), aglutinasi, inhibisi perlekatan dan penetrasi mikroorganisme, inaktivasi

enzim bakteri dan toksin, netralisasi virus, aktivasi komplemen, fungsi IgA-dependent cell-

mediated.14

Infeksi HIV mempunyai efek baik secara langsung maupun tidak langsung pada

imunitas mukosa oral, termasuk IgA saliva.7,8 Hal ini dibuktikan oleh berbagai studi

terdahulu yang menyatakan adanya abnormalitas kadar IgA saliva pada pasien

Page 11: KORELASI ANTARA KADAR IgA SALIVA DENGAN LAJU ALIRAN SALIVA PADA PASIEN HIV AIDS.pdf

HIV/AIDS.7,8,14,15 Sel T, makrofag dan sel dendritik di dalam mukosa merupakan pintu

masuk HIV. Transitosis HIV dapat terjadi dari permukaan mukosa ke submukosa, dan

menghambat imunoglobulin dan menetralisir IgA di dalam sel epitel.7

Challacombe (2006) menyatakan bahwa respon antibodi mukosa tampak normal pada

awal infeksi HIV tetapi menurun pada tahap AIDS.8 Sedangkan Grimoud (1998)

melaporkan terdapat peningkatan kadar IgA saliva yang signifikan pada pasien HIV dengan

CD4 <200.6 Studi-studi terdahulu mengenai kadar IgA saliva pada pasien HIV/AIDS

menunjukkan hasil studi yang kontradiktif. Hal ini juga disampaikan oleh Lin dkk (2003)

bahwa konsentrasi animikroba saliva mungkin dapat menurun, meningkat, atau tidak

berubah. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor seperti perbedaan desain

penelitian, tahapan infeksi HIV pada subyek penelitian, jumlah subyek yang dievaluasi,

serta metode pengambilan dan analisis saliva.19

Page 12: KORELASI ANTARA KADAR IgA SALIVA DENGAN LAJU ALIRAN SALIVA PADA PASIEN HIV AIDS.pdf

BAB 3

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian analitik observasional potong lintang (cross sectional study).

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian bertempat di Klinik Pokdisus AIDS FK UI RSUPN-CM Jakarta dan

Klinik Penyakit Mulut FKG UI Jakarta. Waktu penelitian dilakukan mulai tanggal 12

Desember sampai dengan 3 Maret 2007, mulai pukul 08.00 sampai dengan 14.00.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian adalah pasien HIV/AIDS yang berobat ke Pokdisus AIDS FK

UI Jakarta pada saat dilakukan penelitian. Penegakkan diagnosis HIV positif ditetapkan

oleh Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Untuk mengetahui nilai rujukan status IgA saliva

pada penelitian ini, dilakukan pemeriksaan saliva pada 30 orang mahasiswa FKG UI tanpa

kelainan gigi-mulut dan kelainan sistemik, dengan kisaran usia mendekati usia subyek

penelitian.

Subyek penelitian adalah pasien HIV/AIDS yang sesuai dengan kriteria inklusi

penelitian yang diperlukan. Sampel diambil dengan cara consecutive sampling. Setiap

pasien yang memenuhi kriteria pemilihan (kriteria inklusi dan eksklusi) dalam kurun waktu

tertentu, hingga jumlah pasien yang diperlukan memenuhi syarat jumlah minimal sampel.

4.4 Kriteria pemilihan subyek penelitian :

Kriteria inklusi meliputi pria dan wanita, usia > 14 tahun, bersedia berpartisipasi

(menjadi subyek) dalam penelitian dengan menandatangani informed consent.

Kriteria eksklusi meliputi kesadaran pasien menurun sehingga tidak memungkinkan

untuk dilakukan pemeriksaan klinis, pasien tidak komunikatif dan tidak dapat bekerja sama

menurut peneliti, menolak ikut serta dalam penelitian.

Page 13: KORELASI ANTARA KADAR IgA SALIVA DENGAN LAJU ALIRAN SALIVA PADA PASIEN HIV AIDS.pdf

4.5 Besar sampel

Jumlah sample dihitung dengan menggunakan rumus sample tunggal untuk estimasi

proporsi suatu populasi, dengan menggunakan ketepatan absolut :

n = Zα 2PQ

d2

Dengan nilai P (proporsi penyakit atau keadaan yang dicari) = 0,50 (didapatkan dari

pustaka), tingkat kepercayaan 95% (Zα = 1,960), Q = (1-P), d (tingkat ketepatan absolut

yang dikehendaki) = 0,10. Besar sampel untuk penelitian ini ditetapkan sebanyak minimal

97 orang.

4.6 Identifikasi Variavel dan Definisi Operasional Penelitian Tabel 4.1 Identifikasi variabel, definisi operasional penelitian, dan skala pengukuran.

Variabel Nama Definisi Operasional Skala Skor/nilai

Variabel bebas: 1. Kadar IgA saliva 2. Laju aliran

saliva (salivary flow rate)

IgA SFR

Merupakan kadar IgA (mg) yang terdapat di dalam tiap desiliter (dl) saliva keseluruhan (whole saliva). Adalah kecepatan aliran saliva yang dinyatakan dalam ml/menit. Pengukuran meliputi saliva keseluruhan dengan stimulasi (stimulated salivary flow rate).

Interval Ordinal

Kriteria IgA saliva : Skor 1 : dibawah nilai rujukan Skor 2 : sesuai nilai rujukan Skor 3 : diatas nilai rujukan Kriteria SFR: Skor 1 : hiposalivasi (<0,7 ml/mnt) Skor 2 : rendah ( 0,7-<1ml/mnt) Skor 3 : normal (1-3 ml/mnt) Skor 4 : tinggi (> 3 ml/mnt)

4.7 Cara Kerja

4.7.4 Data riwayat medis.

Diperoleh dari data rekam medik poliklinik Pokdisus AIDS FKUI, kemudian

dikonfirmasikan kembali oleh peneliti dengan wawancara langsung kepada subyek

penelitian atau keluarganya. Wawancara dilakukan di ruang periksa pasien poliklinik

Pokdisus AIDS FKUI sebelum pemeriksaan klinis dimulai.

4.7.6 Pengambilan sampel saliva dan pengukuran laju aliran saliva.

Pengumpulan saliva menggunakan metode spitting (metode standar dari Navazesh

1993).106,107 Sebelum dan selama pengumpulan saliva, subyek penelitian tidak

diperkenankan makan, minum maupun membersihkan rongga mulutnya, selama

Page 14: KORELASI ANTARA KADAR IgA SALIVA DENGAN LAJU ALIRAN SALIVA PADA PASIEN HIV AIDS.pdf

kurun waktu 90 menit sebelum pengumpulan saliva. Selama pengumpulan saliva,

subyek tidak diperkenankan bicara, menggerakan lidah, atau melakukan gerakan

penelanan. Subyek duduk nyaman dengan sandaran tegak, kepala ditundukkan dan

tangan kanan memegang tabung penampung saliva. Saliva yang dikumpulkan adalah

saliva keseluruhan dengan stimulasi. Pengumpulan saliva dilakukan selama 5 menit,

didahului dengan stimulasi paravin wax. Subyek diinstruksikan untuk mengunyah

paravin wax, kemudian setiap interval 1 menit subyek diminta untuk mengeluarkan

saliva yang terkumpul dalam mulut ke dalam tabung pengukur melalui corong gelas.

Laju aliran saliva dengan stimulasi ditentukan. Saliva segera disimpan ke dalam

termos es, kemudian disimpan pada lemari pendingin dengan suhu -700C untuk

dilakukan pengukuran kadar IgA.106

4.7.9 Data status IgA saliva.

Pemeriksaan saliva untuk mengukur kadar IgA dan pengambilan data dilakukan di

laboratorium Multilab Jakarta. Cara pengukuran kadar IgA dengan turbitimer meliputi

:

Gambar 4.1 Tahapan pengukuran kadar IgA saliva. 4.10 Masalah Etika

Permohonan izin penelitian (ethical clearence) telah diberikan oleh Komisi Etik

Penelitian Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Subyek penelitian dimotivasi

untuk ikut bersedia dalam penelitian secara sukarela, dengan menjelaskan tujuan, manfaat

maupun ketidaknyamanan yang mungkin akan dirasakan. Bila subyek bersedia mengikuti

penelitian tanpa paksaan maka selanjutnya diberikan informed consent untuk

ditandatangani, dan subyek penelitian berhak menolak dan mengundurkan diri selama

penelitian.

Saliva di-centrifuge 10’/3000 RPM

Dilakukan analisa dengan alat turbitimer � Ambil 50 mikro supernatant � Tambahkan 500 mikro reagent IgA � Catat hasil yang keluar

Supernatan diambil dan dipisahkan

Page 15: KORELASI ANTARA KADAR IgA SALIVA DENGAN LAJU ALIRAN SALIVA PADA PASIEN HIV AIDS.pdf

BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1 Bagian Deskriptif.

5.1.1 Karateristik subyek penelitian

Karateristik dari 103 subyek penelitian meliputi usia, jenis kelamin, latar belakang

pendidikan, serta pemberian antri retrovirus terapi, seperti terlihat pada tabel 5.1 di bawah

ini.

Tabel 5.1 Karaterisitk subyek penelitian (n=103).

Karateristik Jumlah Pesentase (%) Usia

20-29 tahun 71 68,93 30-39 tahun 29 28.15 40-49 tahun 3 2.92 Rata-rata usia 28,19 + 4,89 Rentang usia 20-46

Jenis Kelamin Laki-laki 89 86.41 Perempuan 14 13.59

Pendidikan SD 1 0.97 SMP/sederajat 7 6.80 SMU/sederajat 70 67.96 Perguruan Tinggi 25 24.27

Terapi Anti Retrovirus ARV 82 79.61 Non ARV 21 20.39

Hasil penelitian menunjukkan usia subyek penelitian berkisar antara 20 tahun sampai

dengan 46 tahun, dengan usia rata-rata 28,19 + 4,89. Jumlah terbanyak terdapat pada

kelompok usia 20-39 tahun yaitu sebesar 61 (59,22%) subyek, dan jenis kelamin terbanyak

adalah laki-laki sebanyak 89 (86,41%) subyek. Berdasarkan tingkat pendidikan formal,

jumlah terbanyak sebesar 70 (67,96%) subyek berpendidikan SMA atau sederajat. Sebagian

besar yaitu 82 (79.61%) subyek telah diberikan terapi ARV, sedangkan 21 (21,36%)

subyek lainnya belum memakai ARV.

Page 16: KORELASI ANTARA KADAR IgA SALIVA DENGAN LAJU ALIRAN SALIVA PADA PASIEN HIV AIDS.pdf

5.1.2 Kadar IgA saliva

Sebelum menentukan kadar IgA saliva pada pasien HIV/AIDS, ditentukan terlebih

dahulu nilai rujukan yang didapatkan dari 30 orang mahasiswa (tabel 5.2).

Tabel 5.2 Nilai rujukan kadar IgA saliva (n = 30)

Jenis Kelamin Kadar IgA Laki-laki 96,30 + 38,47 Perempuan 97,96 + 39,25

Hasil uji perbedaan mean Mann-Whitney pada nilai rujukan kadar IgA saliva menunjukkan

p=0,851. Dengan demikian tidak terdapat perbedaan bermakan antara nilai rujukan IgA

saliva pada laki-laki dan perempuan.

Kriteria dari nilai status IgA saliva pada pasien HIV/AIDS dapat dilihat pada tabel

5.3.

Tabel 5.3 Kadar IgA saliva pada pasien HIV/AIDS (n = 103)

Status IgA saliva Jenis Kelamin < Nilai rujukan Sesuai nilai rujukan > nilai rujukan

Laki-laki 13 (14,60 %) 35 (39,33 %) 41 (46,07 %) Perempuan 1 (7,14 %) 7 (50,00 %) 6 (42,86 %) Jumlah 14 (13,59 %) 42 (40,78 %) 47 (45,63 %)

Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar yaitu 47 (45,63%) subyek penelitian

memiliki status IgA saliva lebih tinggi dari kisaran nilai rujukan, disusul oleh 42 (40,78%)

subyek dengan status IgA saliva berada dalam kisaran nilai rujukan, dan 14 (13,59%)

subyek penelitian memperlihatkan status IgA yang lebih rendah dari kisaran nilai rujukan.

Bila dilihat berdasarkan jenis kelamin, sebagian besar yaitu 47 (45,63%) subyek

memiliki status IgA saliva lebih tinggi dari nilai rujukan, 42 (40,78%) subyek masih dalam

kisaran nilai rujukan, dan 14 (13,59%) subyek memiliki status IgA saliva lebih rendah dari

nilai rujukan. Setelah menggunakan analisis Mann-Whitney, tidak didapatkan perbedaan

proporsi yang bermakna antara kadar IgA saliva pada pasien HIV/AIDS laki-laki dan

perempuan (p=0,965).

5.1.3 Laju aliran saliva/Salivary Flow Rate (SFR)

Pengukuran laju aliran saliva keseluruhan dengan stimulasi dilakukan dengan

menggunakan stimulasi mekanik yaitu paraffin wax, hasilnya seperti terlihat pada tabel 5.4.

Page 17: KORELASI ANTARA KADAR IgA SALIVA DENGAN LAJU ALIRAN SALIVA PADA PASIEN HIV AIDS.pdf

Tabel 5.4 Distribusi frekuensi laju aliran saliva keseluruhan (n=103). SFR (ml/menit) Jumlah Persentase (%) Hiposalivasi 7 6,80 Rendah 14 13.59 Normal 69 66,99 Tinggi 13 12.62 Rata-rata 1,82 + 0,98 Rentang SFR = 0,3 – 4,6ml/menit

Rata-rata laju aliran saliva dengan stimulasi dijumpai masih berada pada kisaran

normal. Pengukuran laju aliran saliva keseluruhan dengan stimulasi menunjukkan nilai

rata-rata sebesar 1,82 + 0,98 ml/menit, dengan rentang 0,3 sampai 4,6 ml/menit. Sebagian

besar yaitu 69 (66,99%) subyek mempunyai laju aliran saliva keseluruhan dengan stimulasi

yang masih termasuk dalam kategori normal, sedangkan 7 (6,80 %) subyek mengalami

hiposalivasi dan 14 (13,59 %) subyek dijumpai laju aliran saliva yang rendah. Disamping

itu sebanyak 13 (12,62%) subyek dijumpai laju aliran saliva yang tinggi.

5.2 Bagian Analitik

Setelah dilakukan uji korelasi Spearman untuk melihat ada/tidaknya pengaruh

perubahan laju aliran saliva terhadap kadar IgA saliva, maka didapatkan p< 0,0001, r = -

0,552. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat korelasi negatif yang kuat dan bermakna,

dimana semakin tinggi laju aliran saliva semakin rendah kadar IgA saliva (gambar 5.1).

4003002001000

IgA (mg/dl)

5.00

4.00

3.00

2.00

1.00

0.00

SFR

(m

l/mnt

)

Uji Korelasi Spearman p < 0,0001 dan r = -0,552

Gambar 5.1 Korelasi antara kadar IgA saliva dan SFR.

Page 18: KORELASI ANTARA KADAR IgA SALIVA DENGAN LAJU ALIRAN SALIVA PADA PASIEN HIV AIDS.pdf

BAB 6

PEMBAHASAN

Penelitian ini adalah penelitian epidemiologi klinis dan laboratoris dengan desain

potong lintang yang dilakukan untuk melihat ada/tidaknya perubahan sistem imun mukosa

mulut (terbatas pada kadar IgA saliva) dikaitkan dengan laju aliran saliva pada pasien

HIV/AIDS.

Pada penelitian ini, subyek penelitian sebagian besar ditemukan pada kelompok usia

20-29 tahun (68,93 %). Data tersebut sesuai dengan data statistik kasus HIV/AIDS di

Indonesia terbaru berdasarkan laporan Dirjen PPM dan PL Depkes RI, dimana populasi

terbesar kasus AIDS dijumpai pada kisaran usia 20-29 tahun (4884 dari 8988 orang). Hal

ini mungkin terkait dengan transmisi (mode of transmission) HIV, dimana intravena drug

users (IDU) pada kelompok usia tersebut merupakan faktor risiko terbanyak dibanding

faktor risiko lainnya seperti heteroseksual, homo-biseksual, transfusi darah, dan faktor

lainnya. Dahulu, kasus HIV/AIDS banyak terkait dengan perilaku bebas seksual, tetapi

akhir-akhir ini kasus HIV/AIDS banyak terjadi berkaitan dengan narkoba yang korbannya

kebanyakan anak muda dengan rentang usia seperti pada penelitian ini.27

Hasil penelitian ini menunjukkan subyek laki-laki (87.37 %) jauh lebih banyak

daripada perempuan (12.63 %). Dilihat secara global dari rasio jenis kelamin, kasus

HIV/AIDS di Indonesia menunjukkan bahwa dari 8988 kasus AIDS dijumpai laki-laki

(7207 orang) lebih banyak daripada perempuan (1720 orang). Selain penggunaan jarum

suntik bergantian di kalangan IDU, penularan HIV akibat hubungan seks bebas merupakan

penyebab utama kenaikan angka penderita HIV/AIDS adalah laki-laki.27

Berdasarkan tingkat pendidikan formal, data penelitian menunjukkan segmentasi

subyek penelitian sebagian besar adalah berpendidikan cukup tinggi yaitu 67,96 % subyek

berpendidikan Sekolah Menengah Atas dan 24,27 % subyek berpendidikan sampai jenjang

Perguruan Tinggi. Data penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang tinggi

pada pasien HIV/AIDS, tidak berarti bahwa mereka mempunyai cukup pengetahuan

tentang cara penularan dan penanggulangan HIV/AIDS. Walaupun tingkat pendidikan akan

mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang dalam pergaulan atau melakukan hubungan

Page 19: KORELASI ANTARA KADAR IgA SALIVA DENGAN LAJU ALIRAN SALIVA PADA PASIEN HIV AIDS.pdf

seksual, tetapi tanpa pengetahuan yang cukup tentang infeksi HIV maka transmisi HIV

tidak dapat dicegah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar yaitu 78.64 % subyek telah

diberikan terapi ARV. Penggunaan ARV di Indonesia semakin meningkat setelah tersedia

obat generik yang semakin terjangkau harganya. Penggunaan ARV paten di Indonesia

sudah mulai sejak tahun 1990, tetapi kemudian sejak Nopember 2001 masyarakat Indonesia

mulai mendapatkan ARV generik. Tetapi untuk memulai/memilih terapi ARV terdapat

beberapa faktor yang menentukan. Menurut pedoman WHO, untuk negara yang

mempunyai sumber daya terbatas (negara berkembang) dianjurkan ARV digunakan pada

pasien HIV yang sudah ada gejala atau jika belum ada gejala dengan jumlah sel T CD4 <

200 sel/mm3. Kebijakan ini diambil dengan pertimbangan manfaat dan biaya. Tetapi

indikasi ARV perorangan dapat digunakan lebih dini, yaitu jika viral load >55.000 meski

jumlah sel T CD4 masih tinggi telah boleh menggunakan ARV.28 Data penelitian

menunjukkan sebagian besar (71,85%) subyek mempunyai jumlah sel T CD4 < 200

sell/mm3, oleh karena itu mereka sudah mendapat terapi ARV.

Subyek penelitian yang belum mendapat terapi ARV dijumpai sebanyak 21.36 %.

Berdasarkan diskusi secara pribadi dengan pengelola (para praktisi) di Pokdisus, hal ini

mungkin disebabkan oleh adanya beberapa pertimbangan. Faktor-faktor yang menentukan

dalam pemberian terapi ARV selain status imunologi pasien, juga dipertimbangkan

kemampuan dan motivasi pasien untuk memulai terapi, efektivitas dari kombinasi obat,

toksisitas obat, dosis dan waktu penggunaan obat, resistensi obat, dan interaksi obat-obatan.

Beberapa laporan penelitian di Pokdisus, menunjukkan berbagai efek samping yang terjadi

selama terapi ARV, antara lain anemia, alergi, dan neuropati perifer.29

Dalam terapi ARV, kepatuhan berobat merupakan kunci suksesnya suatu terapi.

Kepatuhan berobat adalah kemampuan pasien untuk melakukan pengobatan sesuai

petunjuk medik, yang menentukan efektivitas suatu pengobatan. Bagi pasien, ketidak

patuhan berobat mengakibatkan kegagalan ARV melawan virus, sehingga virus resisten

dan terjadi kegagalan imunologik dan keadaan klinis memburuk. Dari sudut pandang

ekonomi kesehatan, ketidak patuhan berobat meningkatkan biaya berobat dengan mahalnya

harga obat pengganti dan lamanya perawatan di rumah sakit atau hospitalisasi.28

Page 20: KORELASI ANTARA KADAR IgA SALIVA DENGAN LAJU ALIRAN SALIVA PADA PASIEN HIV AIDS.pdf

Kadar IgA saliva pasien HIV/AIDS pada penelitian ini menunjukkan sebagian besar

subyek didapatkan lebih tinggi dari nilai rujukan. Tidak ada perbedaan proporsi yang

signifikan antara laki-laki dan perempuan. Hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa

penelitian terdahulu. Coogan dkk (1994) dan Lin AL dkk (2003), menyatakan adanya

peningkatan konsentrasi IgA saliva yang signifikan pada pasien HIV.11,19 Mellanen dkk

(2001) juga melaporkan bahwa kadar IgA saliva secara signifikan lebih tinggi pada semua

fase dari infeksi HIV, kecuali fase asimtomatik.30 Literatur menyebutkan bahwa

peningkatan kadar IgA pada pasien terinfeksi HIV menggambarkan adanya aktivasi

poliklonal sel B yang terlihat pada tahap awal infeksi HIV.31 Meningkatnya muatan

antigenik juga dapat menginduksi peningkatan kadar IgA saliva.12 Antibodi pada saliva

dapat diinduksi oleh stimulasi dari jaringan limfoid intestinal oleh masuknya (ingestion)

antigen. Hal ini dapat menyebabkan pelepasan IgA prekursor sel plasma dari Peyer’s

patches yang bermigrasi melalui jaringan vaskular ke jaringan mukosa seperti kelenjar

saliva.11 Secara teoritis, setidaknya implikasi dari tingginya konsentrasi IgA saliva adalah

perannya dalam mekanisme pertahanan membran mukosa oral.32

Disamping itu, data penelitian juga menunjukkan 13,59 % subyek yang mempunyai

kadar IgA saliva dibawah nilai rujukan. Hasil penelitian Sistig dkk (2003) dan Sweet dkk

(1995) menunjukkan bahwa kadar IgA pada pasien HIV/AIDS lebih rendah dibandingkan

dengan kelompok HIV negatif.9,33 Lu dan Jacobson (2007) juga menyebutkan bahwa pada

tahap awal infeksi HIV, fungsi imun humoral dan selular pada mukosa oral dapat

dipertahankan, tetapi respon imun tersebut terganggu akibat dari infeksi HIV yang kronis.34

Tahapan klinis infeksi HIV dimana imunitas mukosa oral mengalami kegagalan (menurun)

adalah ketika terjadi infeksi oportunistik (progresi klinis pada tahap IV dari penyakit ini,

yang disebut AIDS).34 Challacombe & Sweet (2002) juga melaporkan konsentrasi IgA

saliva keseluruhan lebih rendah baik pada pasien HIV maupun AIDS, dan lebih nyata

terlihat pada tahap lanjut dari infeksi HIV.7 Penurunan kadar IgA saliva pada pasien HIV

menggambarkan terjadinya penurunan sistem imun (imunosupresi) yang semakin nyata.8

Perubahan kadar IgA saliva pada pasien HIV/AIDS yang kontradiktif pada berbagai

hasil penelitian ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor seperti perbedaan tehnik

pengambilan saliva, variasi waktu saat pengambilan saliva, perbedaan jenis kelenjar pada

pengambilan saliva, laju aliran saliva, tahapan infeksi HIV populasi penelitian, jumlah

Page 21: KORELASI ANTARA KADAR IgA SALIVA DENGAN LAJU ALIRAN SALIVA PADA PASIEN HIV AIDS.pdf

subyek studi yang kecil, dan/atau berbagai obat-obatan yang digunakan subyek.35 Selain itu

perubahan kadar IgA saliva juga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti usia,

jenis kelamin, faktor hormonal, dan ras/latar belakang genetik, status emosional, faktor

sosial ekonomi, aktivitas fisik, status nutrisi, dan gaya hidup (kebiasaan merokok).14

Pada studi-studi terdahulu, berbagai metode pengumpulan saliva digunakan untuk

melihat kadar IgA saliva pada pasien HIV positif. Myent dkk (1997) dan Lin dkk (2001)

menggunakan saliva dengan stimulasi, sedangkan Sweet (1995) dkk dan Grimoud dkk

(1998) menggunakan saliva tanpa stimulasi.6,33,35 Selain itu jenis kelenjar saliva yang

digunakan sebagai sumber pengambilan saliva juga bervariasi. Smith (1991) melaporkan

distribusi imunoglobulin saliva pada kelenjar saliva minor berbeda secara signifikan dari

kelenjar saliva mayor.36 Kelenjar mayor parotis merupakan sumber utama dari IgA, tetapi

kelenjar saliva minor juga ikut berperan penting karena mempunyai sel yang memproduksi

IgA yang lebih padat daripada kelenjar parotis dan kelenjar submandibula. Dapat

disimpulkan bahwa kelenjar saliva minor juga merupakan sumber utama dari IgA saliva.35

Lu dan Jacobson (2007) menyatakan IgA predominan di dalam saliva keseluruhan dan

kelenjar parotis.34 Oleh karena itu beberapa studi menggunakan saliva keseluruhan untuk

melihat kadar IgA saliva.

Pengambilan saliva dilakukan dengan menggunakan stimulasi mekanik yaitu paraffin

wax, yang umum digunakan pada berbagai penelitian.17 Pemilihan tehnik stimulasi ini

untuk meminimalkan terjadinya bias. Stimulasi kimiawi dengan asam sitrat perlu

pengaplikasian beberapa kali yang dapat menginterupsi laju aliran saliva sehingga tidak

konstan. Keuntungan menggunakan paraffin wax adalah stimulasi tersebut bersifat inert,

tidak mempunyai rasa dan tidak merubah komposisi saliva.17 Pengambilan saliva

berlangsung antara pukul 08.00-11.00. Hal ini mempertimbangkan kemungkinan efek ritme

biologis mempengaruhi hasil pengukuran laju aliran saliva keseluruhan dengan stimulasi.35

Laju aliran saliva pada pasien HIV/AIDS pada penelitian ini menunjukkan sebagian

besar subyek (66,99%) mempunyai laju aliran saliva keseluruhan dengan stimulasi yang

masih termasuk dalam kategori normal. Hasil penelitian ini sama dengan beberapa studi

sebelumnya, Smith dkk (1991), Mandel dkk (1992), Challacombe (1992), dan Grimoud

(1998) melaporkan rata-rata laju aliran saliva dengan stimulasi pada pasien HIV positif

tidak berbeda secara signifikan dengan individu HIV negatif.32,36,37

Page 22: KORELASI ANTARA KADAR IgA SALIVA DENGAN LAJU ALIRAN SALIVA PADA PASIEN HIV AIDS.pdf

Disamping itu, diijumpai 6,80 % subyek mengalami hiposalivasi dan 13,59 % subyek

dengan laju aliran saliva yang rendah. Telah banyak dilaporkan bahwa pasien HIV/AIDS

dapat mengalami penurunan laju aliran saliva. Sistig dkk (2003), Lin dkk (2003), Coates

dkk (1998), Sweet dkk (1995), serta Mandel dkk (1992), Mulligan (2000) menyatakan laju

aliran saliva keseluruhan pada pasien HIV positif lebih rendah dibanding dengan kelompok

individu HIV negatif.32,33,38 Gangguan fungsi kelenjar saliva menyebabkan reduksi sekresi

saliva pada pasien HIV/AIDS. Sekresi kelenjar saliva dan komposisi saliva dilaporkan

berubah akibat dari infeksi HIV.19 Walaupun patofisiologi masih belum jelas, tetapi

terdapat dugaan bahwa kelainan kelenjar saliva antara lain karena adanya lesi limfoepitelial

dan infiltrasi inflamatori seperti yang terlihat pada Sjogren’s syndrome.39 Literatur lain juga

menyatakan bahwa infeksi HIV berhubungan dengan infiltrasi limfositik pada kelenjar

saliva mayor.4 Selain itu, Lu (2007) menyebutkan bahwa replikasi HIV dapat

mempengaruhi sel endotelial dan menyebabkan obstruksi saluran kapiler yang menyuplai

darah kepada sel sekresi kelenjar saliva. Akibatnya, terjadi sekresi saliva yang rendah,

serostomia, dan meningkatkan kerentanan terhadap lesi atau ko-infeksi oral.34

Prevalensi serostomia dan hipofungsi kelenjar saliva berhubungan dengan tingkat

imunosupresi yang ditentukan dengan jumlah sel T CD4.34 Tetapi literatur lain

menyebutkan bahwa penurunan laju aliran saliva secara signifikan terjadi pada tahap awal

infeksi HIV (>200 sel/mm3),19,34 dikatakan bahwa fungsi kelenjar saliva dipengaruhi pada

tahap tersebut.19 Navazesh dkk (2003) melaporkan bahwa terdapat hubungan antara

progresi infeksi HIV dengan perubahan fungsi kelenjar submandibula dan sublingual

selama 4 tahun penelitian dilakukan. Dan jumlah sel T CD4 <200 sel/mm3 telah

diidentifikasi merupakan faktor risiko terhadap penurunan laju aliran saliva.4 Selain

progresi penyakit, HAART juga mempunyai efek samping pada fungsi kelenjar saliva.

Pengaruh HAART berhubungan dengan efek antisekretori pada sel asinar yang disebabkan

oleh bahan kimia obat-obatan atau refleksi dari kemungkinan perubahan jaringan lipotrofik

pada struktur kelenjar saliva.4 Faktor lain yang berhubungan dengan penurunan laju aliran

saliva adalah usia lanjut, jenis kelamin, penyakit sistemik (diabetes, hipertensi), obat-

obatan, kebiasaan merokok dan komsumsi alkohol. Disimpulkan bahwa secara garis besar

penurunan laju aliran saliva dapat dipengaruhi oleh faktor lokal, sistemik, dan

farmakoterapeutik.40

Page 23: KORELASI ANTARA KADAR IgA SALIVA DENGAN LAJU ALIRAN SALIVA PADA PASIEN HIV AIDS.pdf

Data penelitian menunjukkan sebanyak 12.62 % subyek dijumpai laju aliran saliva

yang meningkat. Hal ini diduga karena ada perbedaan waktu pengukuran laju aliran saliva

atau diduga subyek tersebut mengalami hipersalivasi. Literatur menyebutkan bahwa

hipersalivasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti faktor psikologis yang kerap

terjadi pada pasien HIV/AIDS dan obat antipsikotik (misalnya clozapine) yang mungkin

digunakan pada subyek tetapi tidak diperhatikan pada penelitian ini.41

Analisis bivariat dilakukan dengan tujuan untuk melihat ada/tidaknya pengaruh laju

aliran saliva terhadap perubahan kadar IgA saliva. Peran dari laju aliran saliva terhadap

perubahan kadar IgA saliva dapat terbukti pada penelitian ini. Hasil analisis uji korelasi

Spearman menunjukkan adanya korelasi negatif yang kuat dan bermakna antara kadar IgA

saliva dan laju aliran saliva, yang berarti semakin tinggi laju aliran saliva semakin banyak

subyek dengan kadar IgA dibawah kisaran nilai rujukan. Hal ini membuktikan bahwa laju

aliran saliva memberikan kontribusi terhadap perubahan kadar IgA saliva. Hasil penelitian

ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang menyatakan adanya hubungan berbanding

terbalik antara sekresi IgA saliva dan laju aliran saliva.32 Literatur mengatakan bahwa kadar

immunglobulin di dalam saliva sangat tergantung pada laju aliran saliva, termasuk

konsentrasi IgA juga dipengaruh oleh laju aliran saliva.35

Literatur menyebutkan bahwa pada situasi klinis dimana dilakukan perbandingan

kuantitatif komponen saliva, maka efek laju aliran saliva (flow rate) harus

dipertimbangkan, terutama bila perubahan laju aliran saliva adalah bagian dari karakteristik

penyakit.32 Tomasi dkk dan Tourville dkk menyatakan bahwa IgA saliva dihasilkan oleh

sel plasma di jaringan interstitial kelenjar. Selama periode aliran saliva aktif maka masih

ada efek pembilasan mekanis dan keberadaan faktor antibakterial (menjaga hitung bakteri

dalam jumlah terbatas).32

Page 24: KORELASI ANTARA KADAR IgA SALIVA DENGAN LAJU ALIRAN SALIVA PADA PASIEN HIV AIDS.pdf

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

. Pasien HIV/AIDS dapat mengalami penurunan laju aliran saliva dan terdapat

hubungan yang bermakna antara kadar IgA saliva dengan laju aliran saliva. Jika terjadi

penurunan laju aliran saliva maka komposisi saliva (khususnya total IgA) berubah, dan

saliva tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik dimana jaringan rongga mulut

mudah mengalami ulserasi dan infeksi, sehingga timbul kelainan gigi dan mulut yang

selanjutnya akan mempengaruhi kualitas hidup penderita.

7.2 Saran

1. Perlu melanjutkan penelitian ini dengan pendekatan desain penelitian yang berbeda

seperti penelitian kasus kontrol ataupun cohort.

2. Disarankan penelitian lebih lanjut terhadap peran faktor eksternal dan internal yang

dapat mempengaruhi kadar IgA saliva, yang pada penelitian ini belum diperhatikan

karena keterbatasan waktu dan biaya penelitian.

Page 25: KORELASI ANTARA KADAR IgA SALIVA DENGAN LAJU ALIRAN SALIVA PADA PASIEN HIV AIDS.pdf

DAFTAR PUSTAKA

1. Fischman SL. Oral Health in HIV Disease. HIV Medical Alert 2004;8(1).

2. Humprey SP, Williamson RT. A Review of Saliva Normal Composition, Flow and

Function. J Prosthet Dent 2001;85(2):162-169.

3. Guyton, A.C.; E.J. Hall. Textbook of Medical Physiology. !0th ed. Jakarta : C.V. EGC.

2000:740-741.

4. Navazesh et al. A 4-year longitudinal evaluation of xerostomia and salivary gland

hypofunction in the women’s interagency HIV study participants.Oral Surg Oral Med

Oral Pathol oral Radiol Endod 2003;95:693-8.

5. Lin AL, et al. Salivary gland function in HIV-infected patients treated with highly

active antiretroviral therapy (HAART). Oral Surg Oral Med Oral Pathol oral Radiol

Endod 2006;102:318-24.

6. Grimoud A-M, Arnaud C, Dellamonica P, Lodter J-P. Salivary defence factor

concentrations in relation to oral and general parameters in HIV positive patients. Eur J

Oral Sci 1998;106:979-985.

7. Challacombe SJ, Sweet SP. Oral mucosal immunity and HIV infection:current status.

Oral Disease 2002;8:55.

8. Challacombe SJ, Naglik JR. The Effects of HIV Infection on Oral Mucosal Immunity.

Adv Dent Res 2006;19:29-35.

9. Sistig S, Vucicevic-Boras V, Lukac J, Kusic Z. Salivary IgA and IgG subclasses in hiv

Positive Patients. EurJ Med Res 2003;8:543-548.

10. Challacombe SJ, Greenspan JS, Greenspan D, Dodd C. Salivary IgA Subclass

Responses in HIV-Associated Salivary Gland Disease (in Oral Manifestations of HIV

Infection). Quistenssence Publishing Co, Inc. Chicago-Warsaw. 1995. Hal. 152-158.

11. Coogan MM, Simon P, Sweet, Challacombe SJ. Immunoglobulin A (IgA), IgA1, and

IgA2 Antibodies to Candida albicans in Whole and Parotid Saliva in Human

Immunodeficiency Virus Infection and AIDS. Infection and Immunity 1994;62:892-

896.

Page 26: KORELASI ANTARA KADAR IgA SALIVA DENGAN LAJU ALIRAN SALIVA PADA PASIEN HIV AIDS.pdf

12. Seeman R, Hagewald, Sztankay V, Drews J, Bizhang M, Kage A. Levels of parotid

and submandibular/sublingual salivary immunoglobulin A in response to experimental

gingivitis in humans. Clin Oral Invest 2004;8:233-237.

13. Ogawa T, Kusumoto Y, Hamada S, McGhee JR, Kiyono H. Bacteriodes gingivalis-

specific serum IgG and IgA subclass antibodies in periodontal disease. Clin exp.

Immunol 1990;82:318-325.

14. Marcotte H, Lavoie MC. Oral Microbial Ecology and the Role of Salivary

Immunoglobulin A. Microbiology and Molecular Biology Review 1998:71-109.

15. Ebersole JL, Cappelli D, Steffen MJ. Charateristics and Utilization of Antibody

Measurements in Clinical Studies of Periodontal Disease. J Periodontol 1992;63:1110-

1116.

16. Rantonen P. Salivary Flow and Composition in Healthy and Diseased Adults.

(Academic Disertation). Institut of Dentistry, University of Helsinki, Department of

Oral and Maxillofacial Diseases. Helsinki 2003.

17. Rudney JD. Does Variability in Salivary Protein Concentrations Influence oral

Microbial Ecology and Oral Health? Criv Rev Oral Biol Med 1995;6(4):343-367.

18. Lin AL, et al. Salivary compotition and flow rates are impacted by early HIV disease

irrespective of xerostomic medication. J Evid Base Dent Pract 2004;4:246-8.

19. Lin AL, Johnson DA, Stephan KT, Yeh CK. Alteration in salivary function in early

HIV infection. J Dent Res 2003;82(9):719-724.

20. Scully C, Bagan JV. Adverse Drug Reactions in The Orofacial Region. Criv Rev Oral

Biol Med 2004;15(4):221-239.

21. Reznik. Perepective oral Manifestations of HIV Disease. International AIDS Society-

USA Topics in HIV Medicine 2006;13(5):143-148.

22. Snoeeck V, Peters IR, Cox E. The IgA system:a comparation of structure and function

in different species. Vet.Res. 2006;37:455-467.

23. Hagewald SJ, Fishel DLW, Christan CEB, Bernimoulin J-P, Kage A. Salivary IgA in

response to periodontal treatment. Eur J Oral Sci 2003;111:203-208.

24. Walker DM. Oral Mucosal Immunology:An Overview. Ann Acad Med Singapore

2004;33(Suppl):27S-30S.

Page 27: KORELASI ANTARA KADAR IgA SALIVA DENGAN LAJU ALIRAN SALIVA PADA PASIEN HIV AIDS.pdf

25. Antibody Structure and Function. Available at: http://www.wiley.com/legacy/

products/subject/life/ elgert/CH04.pdf. Diakses 20 September 2006.

26. Thomas AHL, Reinholdt J. Subclass Distribution of Salivary Secretory

Immunoglobulin A Antibodies to Oral Streptococci. Infection and Immunity

1991;59:3619-3625.

27. Ditjen PPM & PL Depkes RI. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia. Dilaporkan s/d

Juni 2006. Edit terakhir: 13 Juli 2006 http://www.spiritia.or.id/StatCurr.htm. Diakses

17 Juli 2006.

28. Djauzi S. Mengenal Terapi Antiretroviral. YPI PRESS. Jakarta. 2003. Hal 7-11.

29. Djauzi S, Kurniati N, Yunihastuti E. Diagnosis, Terapi, dan Pencegahan dalam

Workshop HIV. Symposium and Workshop Jakarta Allergy and Clinical Immunology

Network. 22-24 Juni 2007.

30. Liisa Mellanen, Timo Sorsa, Juhani Lähdevirta, Miia Helenius, Kirsti Kari, Jukka H.

Meurman. Salivary albumin, total protein, IgA, IgG and IgM concentrations and

occurrence of some periodontopathogens in HIV-infected patients: a 2-year follow-up

study. Journal of Oral Pathology & Medicine. 2001;30(9):553–559.

31. Steinsvoll S, Myint M, Odden K, Berild D, Schenk K. Reduced serum IgG reactivities

with bacteria from dental plaque in HIV-infected persons with periodontitis. Vastardis

SA, Yukna RA, Fidel PL Jr, Leigh JE, Mercante DE. Periodontal Disease in HIV-

Positive Individuals: Association of Periodontal Incidens with Stages of HIV Disease. J

Periodontol 2003;74:1336-1341.

32. Mandel ID, Khurana HS. The Relation of Human Salivary IgA and Albumin to Flow

Rate. Archs Oral Biol 1969;14:1433-1435.

33. Sweet SP, Rahman D, Challacombe SJ. IgA subclasses in HIV disease:dichotomy

between raised levels in serum and decreased secretion rates in saliva. Immunology

1995;86:556-559.

34. Lu FX, Jacobson RS. Oral Mucosal Immunity and HIV/SIV Infection. J Dent Res.

2007;86(3):216-226.

35. Mellanen Liisa. The influence of HIV infection to the periodontium; a clinical,

microbiological, and enzymological study (Academic Dissertation). Helsinki 2006. 11

Page 28: KORELASI ANTARA KADAR IgA SALIVA DENGAN LAJU ALIRAN SALIVA PADA PASIEN HIV AIDS.pdf

36. Smith DJ, Taubman MA, Ali-Salaam P. Immunoglobulin Isotypes in Human Minor

Gland Saliva. J Dent Res 1991;70(3):167-170.

37. Challacombe S, Sweet S. Mucosal IgA and IgA subclass responses in HIV infection. Int

Conf AIDS. 1992 Jul 19-24; 8: A43 (abstract no. PoA 2243).

38. Coates EA, Wilson DE, Logan RM. The effects of HIV infection on the quality and

flow of saliva. Int Conf AIDS. 1998; 12: 1015-6 (abstract no. 60084).

39. Shetty K. Implications and management of xerostomia in he HIV-infected patient. HIV

Clinician. Special Dental Issue 2005:1-4.

40. Navazeh M, Mulligan R, Komaroff E, Redford M, Greenspan D, Phelan J. The

Prevalence of Xerostomia and Salivary Gland Hypofunction in a Cohort of HIV-

positive and At-risk Women. J Dent Res 2000;79(7):1502-1507.

41. Szasz TS. Psychosomatic Aspects of Salivary Activity. American Psychosomatic

Society 1950;12(5): 320-332.