Salam Redaksi€¦ · 1 Salam Redaksi Teriring besarnya rahmat dan hidayah Allah Swt. Sehingga...
Transcript of Salam Redaksi€¦ · 1 Salam Redaksi Teriring besarnya rahmat dan hidayah Allah Swt. Sehingga...
1
Salam Redaksi
Teriring besarnya rahmat dan hidayah Allah Swt. Sehingga majalah
“Tarbiya” edisi II Juli – Desember 2017 Program Studi Pendidikan Agama
Islam (PAI) Jurusan Tarbiyah STAIN Kudus telah terbit kembali dengan
menyajikan berbagai tema tentang isu-isu pendidikan dan pendidikan
Islam yang sering menjadi sorotan dan pantauan serius baik dalam
pendidikan umum maupun pendidikan keagamaan. Majalah “Tarbiya”
sekarang ini merupakan majalah yang terbut persemester yaitu setahun
dua kali yang bertujuan untuk memberikan wacana, ide, gagasan, solusi
akternatif dan menangani masalah pendiidikan yang berkaitan langsung
dengan pendidik, peserta didik, media, metode dan lingkungan dalam era
modernisasi pendidikan sekarang ini.
Pendidik dalam hal ini adalah guru dan orang tua merupakan faktor yang
terpenting dan dominan untuk mendidik, membimbing, melatih,
menagajar dan mengarahkan anak didik menjadi pribadi yang utama,
unggul dan sholeh. Namun seorang pendidik harus melengkapi diri
dengan model, strategi dan media yang membantu peserta didik lebih
dapat memahami materi khsuusnya materi keagamaan dan dapat
mengaplikasikannya dalam praktek kehidupan.
Dalam edisi kali ini segenap redaktur menyampaikan apresiasi yang tinggi
atas partisipasi dan karya-karyanya kepada seluruh penulis atas
tulisannya. Semoga menjadi amal shaleh di dunia dan akhirat dan
menjadi wacana yang baik bagi para pembaca.
Pada penerbitan edisi II 2017 ini masih banyak kelemahan dan
kekurangan di sana sini baik dari aspek isi atau materi, penulisan maupun
lokus pembahasan sehingga dibutuhkan kritik dan saran yang
membangun untuk perbaikan selanjutnya, semoga bermanfaat.Amin
Redaktur
2
Majalah Pendidikan Agama Islam
Volume 5, Nomor, 2 Juli-Desember 2017
Penanggung Jawab
Dr.H.Abdul Karim,M.Pd
Redaktur
Ahmad Falah,M.Ag
Amin Nasir,SS,M.Si
Moh.In’ami,M.Ag
Penyunting/Editor
Aat Hidayat,M.Pd.I
Maisyanah,M.Pd.I
Nur Zjulla,S.E
Desain Grafis
Drs.M.Yusuf
Moh.Tamrin
Segala sesuatu yang kita
lihat adalah bayangan oleh
apa yang kita tidak melihat.
- Martin Luther King Jr. -
ALAMAT REDAKSI
Jl. Conge Ngembalrejo PO. Box 51,
Telp. (0291) 432677 Fax. (0291) 441613
Kudus 59322 Email :
PENERBIT
Program Studi Pendidikan Agama Islam
Jurusan Tarbiyah STAIN Kudus
ISSN : 2354-9955
Ilustrasi cover “Menciptakan Pendidik
Kreatif, Inovatif dan Religius”
Majalah TARbiyA diterbitkan oleh Prodi Pendidikan
Agama Islam (PAI) Jurusan Tarbiyah STAIN Kudus setiap
3 (tiga) bulan sekali. Isinya memuat isu-isu pendidikan
Islam tekini dengan semangat menggali potensi
kecerdasan individu menuju prestasi paripurna dengan
basis nilai-nilai Islam toleran dan transformative
sehingga melahirkan para sarjana Islam yang bermutu
dan mampu memberi manfaat bagi lingkungannya.
3
DAFTAR ISI
MODEL PENGUATAN PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM BERBASIS PESANTREN
PADA MADRASAH ALIYAH
Oleh : Ihsan ~ 004
MODEL PENDIDIKAN TAZKIYATUN NAFS
SOLUSI ALTERNATIF KEHAMPAAN SPIRITUAL
Oleh : Masrukhin ~ 013
PEMBELAJARAN FIQH BERBASIS
PADA PROBLEM
Oleh : Mundakir ~ 029
NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM
KISAH AL-QUR’AN
Oleh : Zumrodi ~ 039
CARA MEMBANGUN RESILIENSI BAGI GURU
Oleh : M. Nur Ghufron ~ 044
MANUSIA DALAM KONSEP FILSAFAT ISLAM
Oleh : Makmun Mukmin ~ 051
SINERGERITAS ANTARA IMAN,
ILMU DAN AKAL
Oleh : Nadhirin ~ 058
KONSEP PENDIDIKAN ISLAM
Oleh : Supa'at ~ 065
PENTINGNYA PENDIDIKAN AKHLAK
PADA REMAJA
Oleh : Ahmad Fauzan ~ 076
STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF
BAGI SISWA MADRASAH IBTIDAYAH
Oleh : Mohammad Dzofir ~ 83
4
GURU SANG MOTIVATOR PENDIDIKAN
Oleh : Alfu Nikmah ~ 090
PENTINGNYA PENDIDIKAN AGAMA
DI KELUARGA
Oleh : Ismanto ~ 096
PEMBELAJARAN TANPA KEKERASAN
DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Oleh : Mufatihatut Taubah ~ 103
MAHASISWA EMAS LAHIR DARI
DOSEN BERHATI EMAS
Oleh : Puspo Nugroho ~ 109
KEWIBAWAAN GURU DALAM
MENUNDUKKAN PESERTA DIDIK
Oleh : Rochanah ~ 120
RIYADLOH DAN TIKRAR SEBAGAI METODE
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Oleh : Shofaussamawati ~ 126
MENGIMPLEMENTASIKAN ENGLISH FOR
ISLAMIC PURPOSES UNTUK
MAHASISWA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
Oleh : Suciati ~ 134
PENTINGNYA PENDIDIKAN MELEK MEDIA
Oleh : Ulfah Rahmawati ~ 140
MAHASISWA EMAS LAHIR DARI
DOSEN BERHATI EMAS
Oleh : Puspo Nugroho
Guru dalam pendidikan Islam memiliki sebutan yang
bermacam-macam. Nama tersebut melekat sesuai dengan
tugas dan tanggung jawabnya seperti ustadz, murobi,
mu‟alim, mursyid, mu‟adib, mudarris, kyai, ajengan dan lain
sebagainya. Adapun menurut jenjang lembaga pendidikan
formal mulai dari PAUD, RA/TK, MI/SD, MTs/SMP,
MA/SMA/SMK, PT, begitu pula para Dosen dan Mahaguru
lainnya yang memiliki segudang karya dan gelar memiliki
tugas dan tanggung jawab yang sama sebagaimana
amanah dalam Undang-Undang dasar 45, “mencerdaskan
kehidupan bangsa”. Profesi ini memiliki peranan yang
teramat fital, posisi guru atau sebutan lainya yang
bermacam-macam tersebut secara hakikatnya memiliki
kesamaan dan tentunya menjadi ujung tombak
keberhasilan, kemajuan sebuah bangsa.
Profesi tersebut telah diakui memiliki banyak kontribusi
terhadap pembentukan sikap, perilaku, serta ketercapaian
transfer of knowladge kepada para peserta didik baik
secara individu maupun kelompok. Jasa para guru ini patut
dihargai dengan segala konsekuensi peningkatan
kesejahteraan dan taraf kehidupannya, karena mereka
merupakan tumpuan harapan bagi tercapainya kemajuan
sebuah bangsa. Tidak terbayangkan akan seperti apa masa
depan generasi muda dan kemajuan bangsa ini jika tanpa
sentuhan guru profesional yang berhati emas.
Perguruan tinggi LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga
Keguruan) menjadi lembaga penting dalam membekali
para generasi muda dengan skill dan kemampuan sebagai
seorang pendidik profesional. Seorang guru atau calon
TARbiyA (Majalah Pendidikan Agama Islam)
110
guru harus memiliki kompetensi sebagaimana yang
dipersyaratkan dalam undang-undang. Menurut Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005
Tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa kompetensi
adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh
guru atau dosen dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan. Salah satu dari beberapa kompetensi
yang harus dimiliki seorang guru atau caon guru adalah
kompetensi kepribadian, dalam hal ini sebagai calon
pendidik harus mampu menjadi the living model.
Penampilan, tingkah laku, wawasan, ketrampilan dan
khususnya etika akan menjadi teladan bagi siswa-siswinya.
Dalam islam, Rasululah adalah sosok guru sejati dimana
tujuan beliau diutus adalah sebagai uswatun hasanah, suri
tauladan yang baik untuk memperbaiki akhlak manusia
“Innama bu'itstu liutammima makarimal akhlaq”. Inilah misi
utama seorang pendidik dengan berbagai macam sebutan
tersebut.
Menurut Emile Durkheim pendidikan memiliki peranan fital
sebagai alternatif untuk menanamkan nilai-nilai luhur
bangsa Indonesia.
“...Pendidikan adalah suatu sarana sosial-sarana dimana
suatu masyarakat menjamin kelangsungan hidupnya. Guru
adalah agen masyarakat, mata rantai yang sangat penting
dalam pengalihan budaya. Tugas guru adalah menciptakan
suatu makhluk sosial, suatu makhluk yang bermoral.
Melalui guru, masyarakat menciptakan manusia sesuai
dengan masyarakat itu sendiri (Durkheim, 1961: xii-xiii).
Durkheim menambahkan :
“...Itulah tugas dan kemuliaan pendidikan, pendidikan
bukan hanya masalah memungkinkan seorang individu
berkembang sesuai dengan kodratnya, atau hanya
menyingkapkan segala kemampuan tersembunyi pada si
individu yang menunggu penampakannya. Pendidikan
Volume 5, Nomor 2, Juli-Desember 2017
111
menciptakan makhluk baru (Elle cree dans I‟homme un etre
nouveau).
Pendapat Durkheim diatas apabila ditarik ke dalam realita
STAIN Kudus sebagai salah satu LPTK yang mencetak calon
tenaga kependidikan/keguruan tentunya pula mencetak
guru-guru baru sebagai makhluk yang baru. Anies
Baswedan (2012: xv) yang kala itu juga menjabat sebagai
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, dalam pengantar
bukunya Munif Chatib “gurunya manusia” menjelaskan
bahwa yang terpenting adalah bagaimana mencetak guru
berkualitas, jika kita bisa mencetak guru berkualitas, ini
adalah jalan menuju generasi masa depan yang
berkualitas.
Apabila guru tidak berkualitas, kepribadiannya tidak kokoh
dan cenderung mengambang, masyarakat bangsa
Indonesia yang memiliki budaya khas ketimuran akan
mudah terombang ambing oleh derasnya arus globalisasi.
Apabila hal ini terjadi pada calon guru di LPTK tentunya
akan semakin memperlemah keteguhan moralitas bangsa
kedepannya. Yang banyak terjadi generasi “zaman now”
banyak menganggap bahwa tradisi yang terbawa oleh arus
globalisasi adalah sesuatu yang modern dan maju
sehingga harus ditiru bila tidak ingin dikatakan ketinggalan
jaman, padahal apabila dilihat budaya tersebut belum
tentu sesuai dengan budaya luhur bangsa yang telah
dibangun ratusan tahun silam oleh para pendahulu kita.
Proses melahirkan generasi mahasiswa calon guru yang
berhati emas harus menjadi sebuah keniscayaan, hal
tersebut sangat menentukan nasib bangsa ini kedepannya.
Selain dari program pemerintah yang berkesinambungan
juga harus didukung para pelaku pendidikan termasuk
dosen dan seluruh civitas akademik disetiap perguruan
tinggi. Bagaimana membuat proses pendidikan tidak
hanya diarahkan pada kecerdasan intelektual semata dan
mengesampingkan kecerdasan emosional dan spiritual,
akan tetapi dari ketiga element tersebut bisa diramu
TARbiyA (Majalah Pendidikan Agama Islam)
112
menjadi inti tujuan pendidikan yang mencakup intelektual-
emosional dan spiritual.
Pertanyaannya, mengapa proses melahirkan generasi calon
guru baru ini menjadi penting?. Apabila kita mau berfikir
kritis, negara ini secara tidak langsung masih terjajah
dengan beranekaragam warna. Solusi utama untuk keluar
dari keterpurukan tersebut adalah bagaimana negara ini
mampu meneguhkan kembali tujuan utama pendidikan
Islam melalui peran seorang guru/pendidik.
Masih ingatkah sebuah cerita dari Negeri Sakura. Tatkala
negeri tersebut luluh lantah oleh hantaman bom atom
Amerika, dua kota besar Hirozima dan Nagasaki hancur,
puluhan ribu nyawa melayang termasuk para guru, akan
tetapi mereka tidak putus asa dan akhirnya mampu
bangkit kembali, bahkan mampu berdiri sejajar bersaing
dengan negara adidaya tersebut.
Ada sebuah percakapan unik yang terekam antara dua
orang guru; “Pak, sekarang ini dunia pendidikan yang
sangat maju dengan segala macam fasilitas, kemudahan
mengakses ilmu, namun kenapa negara ini tidak bisa
menjadi negara yang besar seperti negara2 lainnya?
Kenapa seakan pendidikan kita belum mampu
mengimbangi pendidikan negara lain? Jika dibandingkan
dengan zaman dulu yang fasilitas sangat minimalis akan
tetapi mampu menelurkan generasi-generasi besar.
Mengapa? Kenapa hal ini bisa terjadi?.”
Guru satunya pun kembali melontarkan pertanyaan
dengan maksud untuk menjembatani persoalan diatas,
dengan senyum ia menyampaikan:
Sudahkah kita (guru) selama mengajar menggunakan
hatinya?
Sesering apakah kita (guru) memper-hati-kan
(memberikan hati) kita kepada mereka?
Volume 5, Nomor 2, Juli-Desember 2017
113
Sudahkan dan seberapa sering kita (guru) “men-tirakat-
i” anak didik kita?
Sesering apakah kita (guru) memuthola‟ah ilmu yang
Allah berikan kepada kita sebelum diberikan kepada
anak didik kita?
Sesering apakah kita (guru) memberikan hadiah kepada
anak didik kita?
Sejauh manakah kita (guru) benar-benar mengenal,
mencintai dan menyayangi anak didik kita?
Sudahkah kita (guru) benar-benar menjadi “orang tua”
dan guru yang patut digugu dan ditiru bagi mereka?
Apakah selama menjadi guru/pendidik, kita masih saja
berfikir “saya kerja dapat berapa ?”
Pertanyaanya, bagaimanakah menjadi guru yang berhati
emas?. Beberapa ikhtiar menuju pribadi guru berhati emas
diantaranya:
Ikhlaskan langkah mu
Hanya Guru yang berjiwa emas yang mampu melahirkan
generasi emas. Kompetensi, komitmen dan dedikasi yang
murni berpadu dengan kesantunan dan keihklasan adalah
prasyarat menjadi guru berjiwa emas. Komitmen ikhlas
seorang guru adalah lahirnya generasi pendidik yang
ikhlas dalam mengabdi. Menjadi seorang pendidik yang
bukan menjadi pemburu gaji tinggi, pemburu sertifikasi,
pemburu jabatan, ataupun sekedar berfikir jika aku
melakukan itu, apa yang aku dapatkan dan berfikir
pragmatis semata. Menjadi pendidik haruslah mampu
menerangi sesama, mampu membaur bersama menjadi
insan yang mampu menebar kasih sayang sebgaimana
TARbiyA (Majalah Pendidikan Agama Islam)
114
Islam itu rahmatan lil alamin. Ini harus menjiwai setiap
pendidik Islam.
Profesi guru adalah profesi mulia, dijanjikan guru adalah
profesi yang mendekati tugas nabi dimana guru
menyampaikan risalah-risalah kebaikan mengantarkan
anak murid menjadi jauh lebih baik. Pada posisi ini
keikhlasan dalam mengabdi menjadi kunci utama.
Aktifkan Hati-mu
Selama ini banyak guru mengajar hanya menggunakan
kepalanya. Hal ini akan terjawab tatkala setiap guru
dinegeri ini tidak pernah meninggalkan HATI-nya dalam
setiap aktifitas. Ada ungkapan menarik yang sering kita
dengar tatkala sebelum bepergian kita berpamitan dengan
orang tua kita, suami atau istri kita atau juga orang yang
penting dalam hidup kita. Contoh percakapan suami-istri
dibawah ini :
Umi, abah berangkat ke kantor dulu yah..?
Dengan senyuman manis umi menjawab: iya bah, hati-hati
ya...
Jawaban yang sering muncul dan terdengar ditelinga kita.
Kata yang diulang berkali-kali, kata “hati-hati”, kenapa
bukan kata “jantung-jantung” atau “paru-paru” atau
“mata-mata”?. Hehehe unik tapi nyata kan, orang yang
berhati-hati yang pertama ditekankan adalah perasaan
atau feeling.
Maknanya disetiap keadaan apapun dan aktifitas apapun
kita diajak untuk selalu ingat hati, tidak pernah lupa akan
hati kita. karena hati merupakan hakikat manusia,
sekaligus menjadi poros kebaikan dan kerusakannya.
Dalam Shahih Bukhari dan Muslim disebutkan bahwasanya
Nabi saw bersabda: "Ketahuilah sesungguhnya di dalam
Volume 5, Nomor 2, Juli-Desember 2017
115
tubuh manusia ada segumpal darah, apabila dia baik maka
baiklah seluruh tubuhnya, dan apabila dia rusak, maka
rusaklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah bahwa segumpal
darah itu ialah hati.”
Mengutip pendapatnya Sultoni dalam artikelnya
“Mendidik Dengan Hati” menuturkan: Mendidik dengan
Hati adalah cara Luar Biasa seorang guru untuk membantu
siswa menjadi manusia yang Luar Biasa. Semua Ucapan,
Perilaku dan Kata Batin Guru senantiasa lahir dari
kemurnian dan kesucian hati mereka yang terbimbing oleh
Cahaya Allah. Membuka tabir cahaya hati, mengaktifkan
cahaya hati dan memfungsikannya, bukan sekedar sebagai
pajangan, hiasan penyempurna fisik semata. Perlunya
memadukan dengan potensi rasio dan emosional. Sebuah
bagan yang bisa memperjelas proses meng-aktif-kan hati:
Kecerdasan intelegensi mencakup beberapa kompetensi
diantaranya kompetensi profesional dan kompetensi
pedagogik. Sedang kecerdasan emosional mencakup
kompetensi personal, kompetensi kepribadian dan sosial.
Dan kecerdasan spiritual mencakup kompetensi spiritual
atau religius. Untuk menjadi guru berhati emas
memerlukan proses berkesinambungan mencakup ketiga
unsur tersebut.
TARbiyA (Majalah Pendidikan Agama Islam)
116
Berikan Hati-mu akan datang jawaban masalah
siswamu
Sebagaimana penuturan Sultoni dalam artikelnya : berikan
hati-mu (guru) akan datang jawaban masalah yang
dihadapi siswa-mu (guru). Bahasa take and give, prinsip
resiprokralitas sebagai sebuah sunatullah. Setiap peserta
didik juga memiliki hati yang menjadi inti kehidupan yang
mampu memancarkan keindahan akhlaknya. Seorang Guru
berhati emas dituntut mampu mengenali dan menggali
potensi dalam hati seorang anak sehingga mereka mampu
berkembang menjadi para kholifah yang berhati Abdullah.
Ingat kata sahabat Ali Bin Abi Thalib ra : Didiklah anak
kalian dengan pendidikan yang berbeda dengan yang
diajarkan padamu, karena mereka diciptakan untuk zaman
yang berbeda dengan zaman kalian.
Tirakat-ku (riyadhoh-ku) untuk para murid-ku
Bahasa tirakat (bersungguh-sungguh dalah hal ibadah
yang ditujukan dengan hajat tertentu) sering kita jumpai
dalam khasanah pendidikan islam klasik di tanah air.
Tirakat atau bisa disebut riyadhoh adalah usaha yang
masuk pada ranah intuisi. Riyadhoh dalam ilmu tasawuf
berarti latihan rohani dengan cara menyendiri (uzlah) pada
waktu-waktu tertentu untuk melakukan ibadah dan tafakur
(zikir) mengenai hak dan kewajibannya (Abdul Majid
dkk,2014:21). Kaitannya terhadap tujuan mendidik adalah
bagaimana dengan usaha tersebut kita memohon
pertolongan, bermunajat kepada Allah karena jiwa-jiwa
anak didik hakikatnya adalah milik Allah semata.
Tirakat atau riyadhoh bisa ditempuh melalui dua cara,
pertama : riyadhoh yang bersifat batiniah. Riyadhoh ini
dengan berusaha mengamalkan amalan tertentu sperti
dengan puasa dan do‟a. Mendekatkan diri seorang guru
kepada sang Maha Guru Allah azzawajallah yang memiliki
jiwa-jiwa para peserta didik. Jika dikaitkan dengan
Volume 5, Nomor 2, Juli-Desember 2017
117
kompetensi seorang guru maka sisi ini termasuk kedalam
kompetensi religius, kekuatan spiritual. Kedua: riyadhoh
yang bersifat lahiriyah yaitu dengan berikhtiar
meningkatkan kompetensi paedagogik, profesional
kaitannya dengan kemampuan intelegensi seorang guru.
Hadiah ini untuk para murid-ku
Pertanyaanya, pernahkah kita memberikan hadiah untuk
murid kita? Berapa sekali kita memberikan hadiah kepada
anak didik kita? Hadiah bukan berarti harus sebuah barang
fisik yang dibungkus kado indah dengan hiasan pita cantik,
bukan itu. Dalam hal ini hadiah terindah seorang anak
didik adalah untaian do‟a yang diucapkan seorang guru
berhati emas dalam munajatnya. Sudahkah dan sesering
apakah kita mendoakan mereka? Kesuksesan mereka?
Keselamatan mereka? Minimal bacaan Al Fatihah untuk
mereka?
Selain itu hadiah bisa berupa senyuman, senyum seorang
guru kepada anak didik merupakan sebuah magnet yang
ampuh untuk mengajak kepada tujuan pendidikan.
Kelihatannya senyuman adalah hal yang sepele, amalan
dunia, akan tetapi jika diniati dengan ibadah dan ditujukan
kepada anak didik akan menjadi sebuah senjata ampuh
untuk menaklukkan hati-hati anak didik kita. Menurut
Mustaqim (2001:50) menegaskan bahwa hubungan antara
stimulus dan respon akan bertambah kuat manakala
hubungan tersebut akan diikuti oleh keadaan yang
memuaskan, oleh karenanya sebaiknya hadiah (reward)
lebih diutamakan daripada hukuman (punishment)
Cinta-ku untuk murid-ku
Guru yang baik adalah guru yang melandaskan
interaksinya dengan siswa di atas nilai-nilai cinta dan kasih
sayang, karena hanya hubungan berlandaskan cintalah
yang akan melahirkan keharmonisan. Sikap cinta, kasih,
TARbiyA (Majalah Pendidikan Agama Islam)
118
dan sayang tercermin melalui kelembutan, kesabaran,
penerimaan, kedekatan, keakraban, dan sikap-sikap positif
lainnya. Cinta adalah sikap batin yang akan melahirkan
kelembutan, kesabaran, kelapangan, kreatifitas serta
tawakal sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah SAW
(Munir, 2006:6).
Murid-ku juga Anak-ku
Orang tua yang begitu sayang kepada buah hatinya, pasti
akan rela melakukan apapun untuk putra-putrinya. Guru
adalah orang tua disekolah, yang memberikan asupan hati,
asupan rohani kepada peserta didik. Cara memposisikan
guru dihadapan muridnya akan menentukan masuknya
nilai inti pendidikan dalam diri peserta didik. Pendekatan
kekeluargaan akan memberikan kenyamanan dan rasa
aman bagi mereka, membangun keterdekatan ibarat
sebuah hubungan keluarga, menganggap setiap peserta
didik sebagai anak istimewa, murid-ku adalah anak-ku,
tidak membeda-bedakan antar individu akan mampu
memberikan perubahan citra diri dan karakternya. Bahasa
nguwong-ke anak (memanusiakan anak) menjadi hal yang
penting karena sejatinya peserta didik memiliki kecerdasan
yang majemuk (multiple intelegensi), setiap insan ingin
diakui keberadaanya.
Penutup
Siswa sebagai makhluk yang luar biasa akan menjadi
pribadi-pribadi luar biasa jika ia berada di tangan para
guru yang memiliki ilmu dan hati yang Luar Biasa. Dengan
mengaktifkan potensi lahiriyah dan batiniyah seorang guru
akan memberikan kekuatan besar dalam usaha mendidik
generasi-generasi berhati emas. Hal ini harus dimulai dari
lembaga pendidikan calon guru, tentunya Dosen menjadi
utama dalam hal ini sebagai contoh dan teladan
pembentukan karakter. LPTK menjadi induk pndidikan
karakter calon guru yang nantinya akan menjadi pendidik
Volume 5, Nomor 2, Juli-Desember 2017
119
masa depan. Semoga dengan uraian singkat ini mampu
meneguhkan kita semua yang menjadi guru dan pendidik
dalam posisi apapun untuk berusaha menjadi guru-guru
berhati emas.
Referensi
Asdiqoh, Siti. 2009. Membangkitkan Energi Spiritual dalam
Pengajaran, Salatiga: Jurnal Mudarrisa STAIN Salatiga,
Volume 1 No 1.
Chatib, Munif. 2012. Gurunya Manusia. Bandung: Kaifa.
Durkheim, Emile. 1961. Pendidikan Moral: Suatu Studi Teori
Dan Aplikasi Sosiologi Pendidikan. Terj: Moral Education,
The Free Press of Glencoe, Jakarta: Penerbit Erlangga.
http://arpanblogger.blogspot.com/2015/02/generasi-
emas-lahir-dari-guru-yang.html diakses 15 Maret 2015
Majid, Abdul dkk. 2014. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta:
Kencana Prenadamedia Group.
Munir, Abdullah. 2006. Spiritual Teaching. Yogyakarta:
Pustaka Insani Madani.
Mustaqim. 2001. Psikologi Pendidikan. Semarang: Pustaka
Pelajar bersama Fak. Tarbiyah IAIN Walisongo.
Sultoni, Ahmad. 2009. Mendidik dengan Hati. Salatiga:
Jurnal Mudarrisa STAIN Salatiga, Volume 1 No 1.