Amandemen UUPK - bpkn.go.id · Salam Tim Redaksi. u Pengantar Redaksi PEMBINA/PELINDUNG Ketua Badan...

20
Konsumen dan Pelaku Usaha Harus Setara Edisi I 2011 1 0 0 % INDONESIA 1 0 0 % INDONESIA R Rencana perubahan Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) sudah digulirkan sejak tahun 2005. Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) ketika itu sudah menyusun naskah akademiknya. Naskah akademik tersebut telah masuk ke Prolegnas DPR 2011 – 2014 melalui Kementerian Perdagangan. Pokok-pokok substansi UUPK yang akan diamandemen antara lain mencakup judul Undang-undang; sistematika Undang-undang; jenis tanggungjawab pelaku usaha; penyelesaian sengketa konsumen; dan kelembagaan. Kendati demikian pada tahun 2010 lalu dilakukan kembali kajian terhadap naskah akademik itu untuk menyesuaikan dengan perkembangan mutakhir dalam bidang perlindungan konsumen. Revisi terhadap naskah akademik yang pernah diajukan ke DPR melalui pemerintah, rencananya selesai pada bulan Juli 2011. Proses selanjutnya akan sangat tergantung pada prioritas pembahasan rancangan undang-undang dalam Prolegnas yang ditetapkan oleh DPR. Mengenai Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang selama ini didesain sebagai garda terdepan dalam penyelesaian sengketa konsumen dengan pelaku usaha, peranannya selama ini dinilai belum optimal. Hal itu terutama disebabkan oleh ketidakpastian sumber pembiayaan kegiatan BPSK, baik untuk gaji maupun non gaji. Sebab, pengaturan BPSK di dalam UU No. 8 tahun 1999 tidak jelas. Selain itu, kapasitas anggota BPSK pun masih perlu ditingkatkan melalui berbagai pelatihan. Di dalam UU No. 8 tahun 1999, BPKN juga hanya diposisikan sebagai badan pemberi pertimbangan kepada presiden tentang kebijakan perlindungan konsumen di Indonesia. Dengan posisi seperti itu, efektivitas pertimbangan dari BPKN akan sangat tergantung pada penerima pertimbangan, apakah akan diimplementasikan atau dikesampingkan. Sekalipun sudah banyak pertimbangan yang disampaikan oleh BPKN dalam berbagai bidang kepada presiden melalui menteri atau pejabat terkait, namun masyarakat memandang BPKN belum menunjukkan peran yang aktif seperti dilakukan oleh banyak lembaga perlindungan konsumen di negara lain. Posisi BPKN di dalam UUPK hasil amandemen harus direposisi, tidak hanya sebagai pemberi pertimbangan kepada presiden tentang kebijakan perlindungan konsumen di Indonesia, melainkan sebagai Badan Koordinasi Perlindungan Konsumen yang langsung diketuai oleh Presiden. u Polemik mengenai hasil penelitian yang dilakukan peneliti dari Institut Pertani- an Bogor (IPB) tentang adanya susu formula yang tercemar bakteri Enterobacter sakaza- kii, masih terus bergulir di masyarakat. Mengingat polemik ini bisa menimbul- kan misinformasi di masyarakat, khususnya konsumen susu formula, Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Herry Suhardiyanto beberapa waktu lalu menemui Badan Per- lindungan Konsumen (BPKN) dan meminta lembaga ini mengklarifikasikan masalah susu formula mengandung bakteri tersebut. Kementerian Perdagangan telah menetap- kan seluruh produk pangan impor asal Jepang yang dikapalkan setelah peristiwa gempa bumi dan tsunami dan terbukti terkontaminasi radio aktif melampaui ambang batas toleransi yang ditetapkan harus direekspor ke negara asal. Salah satu yang diusulkan Marius Widjajarta adalah dijadikannya obat sebagai salah satu bahan pokok. Sebab, obat sama pentingnya dengan sembilan kebutuhan pokok lainnya. Harga obat tidak bisa dilepas pada pasar, jika tidak akan lepas kendali. Amandemen UUPK Kasus Susu Formula Mengandung Enterobacter sakazakii Pangan Impor yang Terkontaminasi Radio Aktif Harus Direekspor APRIL 2011 | 1

Transcript of Amandemen UUPK - bpkn.go.id · Salam Tim Redaksi. u Pengantar Redaksi PEMBINA/PELINDUNG Ketua Badan...

Konsumen dan Pelaku Usaha Harus Setara

Edisi I 2011

100%INDONESIA100%INDONESIA

RRencana perubahan Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) sudah digulirkan sejak tahun 2005. Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) ketika itu sudah menyusun naskah akademiknya. Naskah akademik tersebut

telah masuk ke Prolegnas DPR 2011 – 2014 melalui Kementerian Perdagangan.Pokok-pokok substansi UUPK yang akan diamandemen antara lain mencakup judul

Undang-undang; sistematika Undang-undang; jenis tanggungjawab pelaku usaha; penyelesaian sengketa konsumen; dan kelembagaan.

Kendati demikian pada tahun 2010 lalu dilakukan kembali kajian terhadap naskah akademik itu untuk menyesuaikan dengan perkembangan mutakhir dalam bidang perlindungan konsumen. Revisi terhadap naskah akademik yang pernah diajukan ke DPR melalui pemerintah, rencananya selesai pada bulan Juli 2011. Proses selanjutnya akan sangat tergantung pada prioritas pembahasan rancangan undang-undang dalam Prolegnas yang ditetapkan oleh DPR.

Mengenai Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang selama ini didesain sebagai garda terdepan dalam penyelesaian sengketa konsumen dengan pelaku usaha, peranannya selama ini dinilai belum optimal. Hal itu terutama disebabkan oleh ketidakpastian sumber pembiayaan kegiatan BPSK, baik untuk gaji maupun non gaji. Sebab, pengaturan BPSK di dalam UU No. 8 tahun 1999 tidak jelas. Selain itu, kapasitas anggota BPSK pun masih perlu ditingkatkan melalui berbagai pelatihan.

Di dalam UU No. 8 tahun 1999, BPKN juga hanya diposisikan sebagai badan pemberi pertimbangan kepada presiden tentang kebijakan perlindungan konsumen di Indonesia. Dengan posisi seperti itu, efektivitas pertimbangan dari BPKN akan sangat tergantung pada penerima pertimbangan, apakah akan diimplementasikan atau dikesampingkan.

Sekalipun sudah banyak pertimbangan yang disampaikan oleh BPKN dalam berbagai bidang kepada presiden melalui menteri atau pejabat terkait, namun masyarakat memandang BPKN belum menunjukkan peran yang aktif seperti dilakukan oleh banyak lembaga perlindungan konsumen di negara lain.

Posisi BPKN di dalam UUPK hasil amandemen harus direposisi, tidak hanya sebagai pemberi pertimbangan kepada presiden tentang kebijakan perlindungan konsumen di Indonesia, melainkan sebagai Badan Koordinasi Perlindungan Konsumen yang langsung diketuai oleh Presiden. u

Polemik mengenai hasil penelitian yang dilakukan peneliti dari Institut Pertani-an Bogor (IPB) tentang adanya susu formula yang tercemar bakteri Enterobacter sakaza-kii, masih terus bergulir di masyarakat.

Mengingat polemik ini bisa menimbul-kan misinformasi di masyarakat, khususnya konsumen susu formula, Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Herry Suhardiyanto beberapa waktu lalu menemui Badan Per-lindungan Konsumen (BPKN) dan meminta lembaga ini mengklarifikasikan masalah susu formula mengandung bakteri tersebut.

Kementerian Perdagangan telah menetap-kan seluruh produk pangan impor asal Jepang yang dikapalkan setelah peristiwa gempa bumi dan tsunami dan terbukti terkontaminasi radio aktif melampaui ambang batas toleransi yang ditetapkan harus direekspor ke negara asal.

Salah satu yang diusulkan Marius Widjajarta adalah dijadikannya obat sebagai salah satu bahan pokok. Sebab, obat sama pentingnya dengan sembilan kebutuhan pokok lainnya. Harga obat tidak bisa dilepas pada pasar, jika tidak akan lepas kendali.

Amandemen UUPK

Kasus Susu Formula Mengandung

Enterobacter sakazakii

Pangan Impor yang Terkontaminasi Radio Aktif Harus Direekspor

APril 2011 | 1

2 | APril 2011

DAFTAR ISI

SEJAK awal berdirinya negara tercinta Republik Indonesia, para pendiri Republik ini sudah merumuskan konsep perlindungan bagi rakyat Indonesia termasuk juga di dalamnya perlindungan atas hak-hak masyarakat konsumen. Konsep perlindungan terhadap rakyat Indonesia itu mengacu kepada Dasar Negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dimana pembangunan nasional, termasuk pembangunan hukum, melekat di dalamnya upaya yang bertujuan memberikan perlindungan bagi rakyat Indonesia.

Kendati demikian, produk hukum mengenai perlindungan konsumen dalam bentuk perundang-undangan di tanah air baru muncul pada tahun 1999 dengan disahkannya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Berdasarkan UU No. 8/1999 itu, Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Sedangkan Konsumen didefinisikan sebagai setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Di dalam UU No. 8/1999 itu disebutkan bahwa pemerintah berkewajiban melakukan upaya pendidikan serta pembinaan kepada konsumen. Hal itu dilakukan terutama mengingat masih rendahnya tingkat kesadaran sebagian besar masyarakat akan hak-haknya sebagai konsumen.

Dengan cara itu diharapkan tumbuh pula kesadaran pelaku usaha dalam menjalankan prinsip-prinsip ekonomi dengan tetap menjunjung tinggi hal-hal yang patut menjadi hak konsumen. Karena itu, perlindungan konsumen itu tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku bisnis.

Perlindungan konsumen justru ditujukan untuk membangun iklim usaha yang sehat yang mendorong lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan melalui penyediaan barang/jasa yang berkualitas dan berdaya saing tinggi. Karena itu, Undang-undang Perlindungan Konsumen memberikan perlakuan khusus kepada pelaku usaha kecil dan menengah di tanah air.

Untuk mengembangkan perlindungan konsumen seperti diamanatkan UU No. 8/1999 dan Peraturan Pemerintah No. 57/2001 maka dibentuklah Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN). Fungsi BPKN adalah memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia.

Adapun tugas BPKN adalah memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan kebijakan di bidang perlindungan konsumen; melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang perlindungan konsumen; melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut keselamatan konsumen; mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat; menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen dan memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen; menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau pelaku usaha; serta melakukan survey yang menyangkut kebutuhan konsumen.

Dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi BPKN tersebut Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN mulai semester II tahun 2010 ini menerbitkan Buletin BPKN sebagai sarana untuk menyebarluaskan informasi sekaligus untuk melakukan edukasi serta menggalang komunikasi dengan seluruh pemangku kepentingan di bidang perlindungan konsumen.

Pada edisi perdana Buletin BPKN ini kami, Tim Redaksi Buletin BPKN, sengaja menampilkan sejumlah isu terkini dan teraktual terkait perlindungan konsumen di tanah air, termasuk diantaranya kasus ledakan gas LPG, berbagai saran dan rekomendasi BPKN kepada pemerintah, bedah kasus layanan rumah sakit, jasa tiketing penerbangan, kasus kartu kredit, kasus nasabah Bank IFI dan lain-lain. Yang juga tidak kalah menariknya adalah wawancara khusus kami dengan Ketua BPKN Suarhatini Hadad yang kami sajikan di rubrik Opini.

Kami sangat mengharapkan berbagai informasi seputar perlindungan konsumen yang kami sajikan di Buletin BPKN ini bermanfaat sekaligus dapat menambah wawasan bagi para pembaca yang budiman. Saran dan kritik yang membangun tetap kami harapkan demi kemajuan perlindungan konsumen di tanah air. Terima kasih. Salam Tim Redaksi.

Pengantar Redaksi

JULI 20102

20 Anggota BPKN Periode II DilantikHALAMAN 3

Kegiatan Sosialisasi Masih Sangat Kurang HALAMAN 4

Konsumen Kartu Kredit Butuh Perlindungan HALAMAN 6

Penerapan PPOB Merugikan KonsumenHALAMAN 8

Menebas Kebijakan yang Merugikan Konsumen HALAMAN 9

Kasus Bank IFI dan Nasabah HALAMAN 11

Penyelesaian Sengketa Pembiayaan Konsumen Harus Adil dan Proporsional

LPKSM Bukan untuk Memeras Pelaku Usaha

HALAMAN 12

HALAMAN 13

Ayo Menjadi Konsumen Anak Cerdas....! HALAMAN 14

Ruang Gerak BPKN Masih ”Dibatasi” UU No. 8 Tahun 1999 HALAMAN 15

SUSUNANREDAKSI

PEMBINA/PELINDUNG :Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN)

PENANGGUNG JAWAB REDAKSI :Koordinator Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN

PENERBIT :BPKN, Gedung I Departemen Perdagangan RI Lt. 11,

Jl. M.I. Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10110,Telp. (021) 34833819, Fax. (021) 3848662

Website: www.bpkn.go.id

Dalam rangka menjalankan tugasnya sesuai Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) dan PP No. 57 Tahun 2001 tentang Tugas, Fungsi dan Keanggotaan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), BPKN telah

menetapkan visi dan misi yang ingin dicapai lembaga tersebut. Visi BPKN adalah “Menjadi Lembaga Terdepan Bagi Terwujudnya Konsumen yang

Bermartabat dan Pelaku Usaha yang bertanggung jawab”, sedangkan misinya adalah memperkuat landasan hukum dan kerangka kebijakan perlindungan konsumen nasional; memperkuat akses jalur penyelesaian sengketa perlindungan konsumen; dan memperluas akses informasi perlindungan konsumen serta mengembangkan edukasi dan informasi konsumen.

Untuk mendukung pelaksanaan tugas, fungsi, visi dan misinya itu, banyak upaya yang telah dilakukan BPKN. Salah satunya yang telah dilakukan sejak tahun 2010 adalah menerbitkan Newsletter BPKN secara reguler. Tujuan utama dari penerbitan Newsletter BPKN adalah untuk menyebarluaskan informasi terkini mengenai kegiatan perlindungan konsumen khususnya yang dilakukan BPKN dan berbagai perkembangan perlindungan konsumen secara umum di tanah air.

Penyebarluasan informasi mengenai perlindungan konsumen di tanah air memegang peranan yang sangat penting dalam meningkatkan upaya perlindungan konsumen mengingat masih lemahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat konsumen dan pelaku usaha di tanah air selama ini terhadap hak-hak dan kewajiban mereka terkait dengan perlindungan konsumen.

Dalam edisi Nomor 1 Tahun 2011 ini, kami Tim Redaksi Newsletter BPKN menyuguhkan sajian utama berupa isu aktual tentang rencana amandemen Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Amandemen dilakukan dalam rangka meningkatkan upaya perlindungan konsumen di dalam negeri yang disesuaikan dengan perkembangan lingkungan strategis yang terjadi dewasa ini. Selain merevisi sejumlah pasal menyangkut ketentuan perlindungan konsumen guna meningkatkan efektivitas perlindungan konsumen, amandemen UU No. 8 Tahun 1999 juga ditujukan untuk mereposisi kembali BPKN dengan tujuan akhir untuk meningkatkan dan mengoptimalkan upaya perlindungan konsumen di Indonesia.

Selanjutnya dalam rubrik Kabar BPKN kami menyajikan laporan mengenai rencana kerja BPKN selama tahun 2011 yang berisi mengenai berbagai program kegiatan BPKN yang akan dilakukan selama tahun ini. Salah satu program kerja BPKN yang akan dilaksanakan pada tahun 2011 adalah pencanangan Hari Konsumen Nasional (HKN).

Masih terkait dengan rencana pencanangan HKN, tim redaksi juga mewawancarai Kunto Purwadi, Ketua Umum Yayasan Pelindungan Konsumen Nusantara, sebuah Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) mengenai pandangannya tentang HKN. Hasil wawancaranya kami sajikan pada rubrik Mitra BPKN.

Kami juga sengaja menyajikan laporan mengenai kasus yang sempat mencuat dan heboh dibicarakan masyarakat, yaitu kasus susu formula yang mengandung bakteri Enterobacter sakazakiii. Kami mengangkat laporan mengenai kasus tersebut pada rubrik Bedah Kasus dimana dalam hal ini BPKN menyatakan kesiapannya untuk menjadi pihak penengah.

Seperti biasanya pada rubrik Rekomendasi kami juga menyajikan tulisan mengenai berbagai rekomendasi yang dihasilkan BPKN seperti rekomendasi tentang peraturan baru LPS tentang cashback sebagai bunga; soal mainan anak; pelayanan rumah sakit dan lain-lain.

Yang juga tidak kalah menariknya adalah tulisan pada rubrik Opini hasil wawancara Tim Redaksi dengan tokoh perlindungan konsumen nasional, Marius Widjajarta seputar hubungan antara konsumen dan pelaku usaha yang setara di mata hukum. Simak juga laporan mengenai kerjasama BPKN dengan KPPU dan tip mengenai penggunaan kartu kredit bagi konsumen.

Akhirul kata, kami ucapkan semoga sajian kami pada edisi kali ini dapat memberikan banyak informasi yang bermanfaat kepada para pembaca sekalian dan selamat menyimak. Salam Tim Redaksi. u

Pengantar Redaksi

PEMBINA/PELINDUNGKetua Badan Perlindungan Konsumen Nasional

(BPKN)

PENANGGUNG JAWAB REDAKSIKoordinator Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN

PENERBITBPKN, Kementerian Perdagangan RI Gedung I Lt. 4,

Jl. M.I. Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10110,Telp. (021) 34833819, Fax. (021) 3848662

Website: www.bpkn.go.id

RENCANA KERJA BPKN 2011Halaman 3

AMANDEMEN UUPK, UPAyA REPoSISI BPKN

Halaman 4

USULAN PERUBAHAN UUPERLINDUNGAN KoNSUMEN

Halaman 6

KASUS SUSU FoRMULABPKN SIAP JADI PIHAK PENENGAH

Halaman 8

HKN DoRoNG KoNSUMEN MENyADARI HAK-HAKNyA

Halaman 12

HASIL PENELITIAN BPKN: PELAyANANRUMAH SAKIT BELUM oPTIMAL

Halaman 16

MARIUS WIDJAJARTAKoNSUMEN DAN PELAKU USAHA HARUS SETARA

Halaman 18

APril 2011 | 3

KABAR

JULI 2010 2

memperkuat pelaksanaan dan penegakkan perlindungan MENTERI Perdagangan (Mendag) Mari Elka Pangestu

konsumen di Indonesia, khususnya terkait dengan pada tanggal 16 Nopember 2009 lalu melantik 20 orang

kebijakan pengamanan dan pengembangan perdagangan anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN)

dalam negeri. Karena itu, ketika melantik anggota BPKN Periode II dengan masa bakti tahun 2009-2012.

Periode II, Mendag Mari Elka Pangestu meminta jajaran Pelantikan tersebut dilakukan di tengah harapan agar

BPKN untuk menjalankan tugas dan fungsinya secara BPKN dapat lebih mengoptimalkan fungsinya dalam

lebih optimal lagi, terutama dalam membantu membantu pemerintah c.q. Kementerian Perdagangan

Kementerian Perdagangan menyusun kebijakan menyusun kebijakan perlindungan konsumen.

perlindungan konsumen, lebih-lebih menyangkut Ke-20 orang anggota BPKN Periode II yang baru

pengamanan perdagangan dan perlindungan konsumen.dilantik itu merupakan perwakilan dari pemerintah,

“Kami mengharapkan BKPN dapat berfungsi lebih akademisi, tenaga ahli dan Lembaga Perlindungan

optimal dalam membantu pekerjaan rumah Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM).

Kementerian Perdagangan dalam menyusun Keanggotaan BPKN Periode II baru dilantik

kebijakan perl indungan konsumen pada tanggal 16 Nopember 2009 setelah

khususnya mengena i pengamanan sempat mengalami masa transisi dari

perdagangan dan perlindungan konsumen. keanggotaan Periode I ke Periode II selama

Karena hal itu telah diagendakan dalam hampir dua tahun lamanya. Keanggotaan

program permbangunan nasional dan BPKN Periode I telah berakhir pada tahun

Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2007 setelah bertugas sejak tahun 2004.

(RPJM), khususnya yang terkait dengan Sebagian dari anggota BPKN Periode II

parameter perlindungan keselamatan, merupakan anggota BPKN Periode I yang

kesehatan dan keamanan konsumen,” kata kembali terpilih menjadi anggota BPKN,

Mendag.sebagian lainnya merupakan muka-muka

Isu-isu perlindungan konsumen baru. Namun dibandingkan dengan

biasanya erat kaintannya dengan parameter anggota BPKN Periode I yang seluruhnya

keselamatan, kesehatan dan keamanan berjumlah 17 orang (satu orang kemudian

konsumen. Karena itu, isu perlindungan konsumen mengundurkan diri), jumlah anggota BPKN Periode II

hampir selalu berhubungan dengan penerapan standar sedikit lebih banyak, yaitu berjumlah 20 orang.

mutu suatu produk yang diproduksi dan diperdagangkan, BPKN Periode II dipimpin oleh Suarhatini Hadad

informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai produk selaku Ketua dan Franciscus Welirang sebagai Wakil

khususnya dalam iklan, informasi pada label serta Ketua. Selanjutnya, Chairulhadi M. Anik selaku

perilaku cara menjual.Koordinator Komisi Penelitian dan Pengembangan

“Pembangunan perlindungan konsumen di dengan anggota Eni Suhaeni Bakri, A. Eddy Hermantoro

Indonesia memiliki urgensi yang tinggi dalam rangka dan Johannes Gunawan. Srie Agustina sebagai

mewujudkan visi pembangunan perlindungan konsumen Koordinator Komisi Komunikasi dan Edukasi dengan

nasional serta mewujudkan konsumen Indonesia yang anggota Aisyah Hamid Baidlowi, Tutum Rahata Lie,

bermartabat dan pelaku usaha yang bertanggung Handaka Santosa dan Edy Suandi Hamid. Gunarto sebagai

jawab,” kata Mendag.Koordinator Komisi Pengaduan dan Penanganan Kasus

Sesuai Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang dengan anggota Indah Suksmaningsih, E. Shobirin, Yusuf

Perlindungan Konsumen, BPKN memiliki tugas antara Shofie dan Andi Sofyan. Ichjar Musa sebagai Koordinator

lain memberikan saran dan rekomendasi kepada Komisi Kerjasama dengan anggota Rifana Erni, San Afri

pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang Awang, dan M. Yamin Ferryanto.

perlindungan konsumen. BPKN juga telah mengusulkan Keanggotaan BPKN yang baru tersebut telah

amandemen UU Perlindungan Konsumen serta menyusun ditetapkan di dalam Keputusan Presiden Republik

Garis Besar Kebijakan dan Strategi Perlindungan Indonesia No. 80/P Tahun 2009 tanggal 11 Oktober 2009.

Konsumen Nasional sebagai acuan nasional dalam BPKN dibentuk sesuai dengan amanat Undang-Undang

mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia.Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan

Dalam kesempatan itu, Mendag Mari Elka Pangestu Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2001. BPKN

juga mengahrapkan agar BPKN lebih meningkatkan bertugas memberikan saran dan pertimbangan kepada

kerjasama serta berkoordinasi dengan lembaga-lembaga pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan

sejenis seperti Badan POM, Badan Standardisasi Nasional konsumen di Indonesia.

dan lembaga-lembaga terkait lainnya. Ys Tugas dan fungsi BPKN dinilai sangat penting untuk

20 Anggota BPKN Periode II Dilantik

“Pembangunan perlindungan

konsumen di Indonesia

memiliki urgensi yang tinggi

dalam rangka mewujudkan

visi pembangunan

perlindungan konsumen

nasional serta mewujudkan

konsumen Indonesia yang

bermartabat dan pelaku usaha

yang bertanggung jawab,”Penyusunan Strategi Pengembangan Kebijakan Edukasi Konsumen Nasional

BPKN memandang penting untuk menyusun suatu strategi pengembangan

kebijakan edukasi yang akan disampaikan kepada para stakeholders untuk membangun

daya dukung terhadap kebijakan perlindungan konsumen, yang diberlakukan sesuai

dengan derajat/tingkat kebutuhan informasi konsumen, sehingga penerapan kebijakan

tersebut berhasil guna.

Penyusunan Rekomendasi tentang Pengawasan dalam Penyusunan Klausula Baku

Mencermati tingginya pengaduan konsumen terkait dengan implementasi klausula

baku di sejumlah bidang usaha, seperti: asuransi, perumahan, pembiayaan konsumen,

jasa penerbangan, jasa kereta api, BPKN akan melakukan kajian dan penelitian yang

outputnya berupa rekomendasi mengenai pengawasan dalam penyusunan klausula

baku.

Penyusunan Rekomendasi tentang Metrologi Legal

BPKN akan memberikan saran dan rekomendasi terhadap RUU Metrologi Legal

mengingat masih banyaknya pengaduan konsumen mengenai kurang tepatnya

penggunaan ukuran, takaran dan timbangan di sejumlah pasar.

Penyusunan SOP Penanganan Pengaduan Konsumen di Beberapa Daerah

BPKN berupaya memfasilitasi instansi di daerah yang menangani pengaduan

konsumen untuk menyusun SOP dalam rangka memaksimalkan prosedur penanganan

pengaduan untuk menjadi lebih efektif dan mudah diakses oleh konsumen.

Koordinasi dalam Optimalisasi Penanganan Pengaduan Konsumen di Berbagai

Instansi

BPKN berupaya memfasilitasi beberapa instansi di Jakarta untuk meningkatkan

kemampuan dalam menangani pengaduan konsumen. u

RENCANA KERJA BPKN 2011

Sepanjang tahun 2010 lalu Badan Perlindungan Konsumen Nasional

(BPKN) telah berhasil menjalankan seluruh program kerja dan kegiatannya dengan baik. Beberapa program kerja/

kegiatan ada yang tuntas dikerjakan, namun ada juga beberapa program/

kegiatan lainnya yang masih perlu dilanjutkan pada tahun 2011.

Untuk menjaga kesinambungan program kerja/kegiatan di tahun-

tahun berikutnya, maka pada tahun 2011 BPKN telah menetapkan

sejumlah program dan kegiatan yang pada intinya dimaksudkan untuk

mendorong budaya konsumen cerdas dan memperkuat komitmen politik

pemerintah untuk mengembangkan upaya perlindungan konsumen.

Salah satu program kerja/kegiatan BPKN yang akan dilanjutkan pada

tahun 2011 adalah penyempurnaan naskah akademik revisi UU No. 8

Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang dilakukan melalui

kegiatan kajian dalam bentuk Forum Group Discussion (FGD). Melalui

kegiatan FGD itu diharapkan seluruh aspirasi pemangku kepentingan

perlindungan konsumen di tanah air dapat terwadahi dengan baik

disamping juga dapat mengakomodasi berbagai perubahan lingkungan

strategis yang terjadi akhir-akhir ini.

4 | APril 2011

penyuluh melalui kerjasama dengan PENGAWASAN juga dilakukan di

instansi terkait. beberapa lokasi, namun hingga kini masih

BPKN sendiri akan membuat pusat banyak produk-produk yang beredar

informasi terkait dengan penanganan ternyata berada di bawah standar yang

kasus tabung LPG beserta asesorisnya, dipersyaratkan. Sebagai gambaran, data

dan juga akan dilakukan tindakan korektif yang dihimpun BPKN kondisi aksesoris dan

maupun preventif. Selain itu, BPKN akan tabung gas yang tidak memenuhi standar,

meningkatkan koordinasi dalam rangka di antaranya tabung gas 3 kg ada 7 persen;

sosialisasi atau edukasi kepada para regulator 20 persen; kompor gas 50

retailer (pengecer) dan pengguna, persen; katup tabung 66 persen; serta

termasuk mengedukasi masyarakat dalam selang 100 persen.

membeli kompor gas beserta peralatan-Itulah sebabnya, dari Januari sampai

nya, agar memilih yang berlabel SNI.Juni 2010, diperkirakan jumlah kasus

BPKN juga sedang melakukan kajian kecelakaan akibat tabung gas dan

yang hasilnya akan dikeluarkan dalam asesorisnya mencapai 33 kasus; korban

bentuk rekomendasi. Sebab, belajar dari tewas 8 orang; dan korban luka-luka 44

pengalaman di Surabaya ternyata orang. Karena itu, rapat tersebut meng-

informasi mengenai gas LPG, termasuk hasilkan beberapa rekomendasi di

cara penggunaan tabung yang baik, tidak antaranya, Pertamina agar melanjutkan

sampai kepada retailer atau konsumen. kontrol kualitas pada SPBE, termasuk

Hal itu terjadi karena distribusi manual melanjutkan dan meningkatkan sosiali-

cara penggunaan tabung gas LPG yang sasi di antaranya melalui iklan, leaflet,

benar hanya terbatas pada tingkat dan stiker, termasuk mempersiapkan

ISU AKTUAL

Kegiatan Sosialisasi Masih Sangat Kurang

Kepala BPKN Suarhatini 'Tini' Hadad

menyatakan, sosialisasi sudah dilakukan

oleh Pertamina dan distributornya, tetapi

frekuensinya dirasakan masih kurang

banyak dan kurang lengkap, terlihat dari

jumlah kecelakaan yang hampir setiap hari

meningkat. Bahkan sebelum program ini

dijalankan, BPKN telah mengingatkan

tentang perlunya sosialisasi itu sampai ke

wilayah-wilayah terpencil, di mana selama

ini mereka kerap menggunakan minyak

tanah sebagai bahan bakar kompor.

JULI 20104

Amandemen UUPK,UPAyA REPosisi BPKNDi era perdagangan global

dewasa ini, instrumen perdagangan yang

paling mungkin menjadi topik bahasan negosiasi

hanyalah instrumen perlindungan konsumen.

Indonesia sendiri telah memiliki Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

(UUPK) sejak bulan April 1999.

Namun demikian dalam perkembangannya, UUPK

dinilai perlu disempurnakan kembali mengingat sebagian

substansi UUPK ternyata kini tidak mampu lagi

memberikan perlindungan terhadap kepentingan

konsumen. Hal itu mengingat perkembangan

keadaan, situasi dan kondisi yang sudah berubah.

naskah akademik tersebut dilakukan

kembali, untuk menyesuaikan

perkembangan mutakhir dalam bidang

perlindungan konsumen,” kata Prof.

Johannes.

Sampai dengan akhir Mei 2011,

tambah Prof. Johannes, rencananya akan

dilakukan enam kali focus group discussion

untuk membahas enam klaster

masalah pokok dengan

para pakar dan pihak

terkait. Sampai saat

ini naskah akademik

yang disusun oleh

BPKN periode

sebelumnya telah

masuk ke Prolegnas

DPR 2011 – 2014 melalui

Berkaitan dengan hal itu, tim redaksi Newsletter BPKN mewawancarai Prof. Dr. Johannes Gunawan

SH, LLM, anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) periode 2009 – 2012 yang juga merupakan pakar hukum Universitas Parahyangan (UNPAR) Bandung. Prof. Johannes belum lama ini telah melakukan penelitian/pengkajian terhadap perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen, serta ikut terlibat langsung di dalam proses amandemen UU PK.

“Sebenarnya rencana

perubahan UU No. 8 tahun

1999 tentang Perlindungan

Konsumen sudah digagas oleh

BPKN periode sebelumnya sejak

tahun 2005, dan telah

dihasilkan suatu

naskah akademik

p e r u b a h a n

UU No. 8

tahun 1999.

K e m u d i a n

pada periode

BPKN yang

s e k a r a n g ,

sejak tahun

2010 kajian

t e r h a d a p

APril 2011 | 5

ISU AKTUAL

JULI 2010 5

Wajib Label Berbahasa Indonesia Berlaku Mulai 1 September 2010

PEMERINTAH c.q. Kementerian Perdagangan mempercepat pemberlakuan wajib label berbahasa Indonesia terhadap semua barang yang beredar di Indonesia terhitung mulai 1 September 2010 dari sebelumnya berlaku mulai 21 Desember 2010. Percepatan pemberlakuan wajib label berbahasa Indonesia itu merupakan langkah untuk meningkatkan perlindungan konsumen sesuai Undang-undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999.

Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 22/M-DAG/PER/5/2010 tanggal 21 Mei 2010 yang merupakan perbaikan atas Permendag sebelumnya No. 62/M-DAG/PER/12/2009.

Mendag Mari Elka Pangestu mengatakan percepatan pemberlakuan wajib label berbahasa Indonesia itu dilakukan pemerintah c.q. Kementerian Perdagangan sebagai respons terhadap masukan dari para pemangku kepentingan seperti KADIN dan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN).

Adapun produk-produk yang wajib mencantumkan label berbahasa Indonesia adalah elektronika keperluan rumah tangga, telekomunikasi dan informatika (46); sarana bahan bangunan (8); keperluan kendaraan bermotor (suku cadang dan lainnya) (24); dan daftar jenis barang lainnya (25) a.l. kaos kaki, alas kaki dan produk kulit, saklar, mainan anak serta pakaian jadi.

“Dengan aturan wajib label berbahasa Indonesia ini, maka setiap produk yang akan diedarkan atau d iperdagangkan d i pasar Indones ia harus mencantumkan berbagai informasi produk dalam bahasa Indonesia. Aturan ini akan menjamin bahwa konsumen dapat segera memperoleh hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur atas barang yang dibeli, dipakai, digunakan atau dimanfaatkan,” kata Mendag Mari Elka Pangestu.

Menurut Mendag, Permendag mengenai pemberlakuan wajib label berbahasa Indonesia telah mulai dibahas sejak beberapa tahun yang lalu dengan masukan dari berbagai pemangku kepentingan dan pembahasan pada tingkat inter departemental yang intensif. Sosialisasi juga dilakukan kepada para pemangku kepentingan, seperti pengusaha, asosiasi, KADIN, media, Pemda, akademisi dan khalayak umum.

Dengan efektifnya pemberlakuan wajib label berbahasa Indonesia, tambah Mendag, tidak ada alasan lagi bagi produsen maupun pedagang untuk berkilah, mengingat hal ini menyangkut kepentingan konsumen dan seluruh masyarakat. “Peraturan ini merupakan peraturan yang umum diberlakukan hampir di semua negara di dunia, dan sama sekali tidak melanggar kaidah-kaidah dan aturan internasional yang ada,” tutur Mendag.

Pengaturan pencantuman label dalam bahasa Indonesia diberlakukan sama, baik terhadap barang impor maupun terhadap barang produksi dalam negeri. Bagi barang impor, pencantuman label diberlakukan sejak barang memasuki daerah pabean, sedangkan untuk barang produksi dalam negeri pencantuman label diberlakukan saat barang akan beredar di pasar...Ys

distributor.

Itulah sebabnya, tidak semua pengguna tahu cara penggunaan

tabung gas elpiji 3 kg, termasuk harus mematikan katupnya,

bagaimana membeli tabung yang benar dan bagaiman mengecek

kondisi selang, regulator, dan katup. Mengapa konsumen juga

sering menggunakan ruangan tertutup yang gasnya tidak bisa

keluar, sehingga kalau terjadi kebocoran rawan sekali terjadi

kebakaran.

Untuk masalah tabung, sering ditemukan distributor yang

ilegal. Apalagi untuk asesoris yang tidak terkontrol dalam

perdagangannya, regulator, katup, dan selang, karena terdiri atas

berbagai macam merek. Dengan demikian, hal itu menjadi urusan

pengawasan Kemendag, tetapi konsumen tidak paham, seharusnya

dengan keterbatasan itu, maka sosialisasi seharusnya lebih jelas.

Selama ini kecelakaan yang terjadi lebih banyak berlokasi di

Jakarta, karena di wilayah DKI Jakarta, program konversi sudah

berjalan selama satu setengah tahun. Dikhawatirkan, apabila tidak

ada upaya intensif dari penyelenggara program konversi ini,

kecelakaan rawan terjadi di sejumlah wilayah seperti Jateng,

Jatim, dan Jabar, yang menjadi lokasi selanjutnya program konversi

minyak tanah ke gas LPG.

Tini mengatakan sebenarnya pelaku usaha (termasuk

pedagang, importir, dan produsen) dilarang menjual produk yang

tidak memenuhi standar. Karena itu para konsumen diperbolehkan

mengembalikan produk tersebut kepada pelaku usaha (Pertamina)

melalui SPBE, tetapi belum dijelaskan bagaimana mekanisme

pengembaliannya, dan ketentuan teknis mengenai hal ini. Nn

Kementerian Perdagangan.

Pokok-pokok amandemen substansi

UUPK antara lain meliputi judul;

sistematika; jenis tanggungjawab pelaku

usaha; penyelesaian sengketa konsumen;

dan kelembagaan.

Di tingkat BPKN, tambah dia, revisi

terhadap naskah akademik yang pernah

diajukan ke DPR melalui pemerintah,

rencananya selesai pada bulan Juli 2011.

Proses selanjutnya akan sangat tergantung

pada prioritas pembahasan rancangan

undang-undang dalam Prolegnas yang

ditetapkan oleh DPR.

Prof. Johannes mengakui BPSK

selama ini memang didesain sebagai

garda terdepan dalam penyelesaian

sengketa antara konsumen dan pelaku

usaha. Namun selama ini peran BPSK

belum optimal karena beberapa hal,

antara lain tidak adanya kepastian

sumber pembiayaan kegiatan BPSK, baik

untuk gaji maupun non gaji. Hal itu terjadi

karena ketidakjelasan pengaturan BPSK

di dalam UU No. 8 tahun 1999. Selain

itu, kapasitas para anggota BPSK masih

belum optimal sehingga masih perlu

dikembangkan melalui kegiatan pelatihan

yang terstruktur.

”Harapan saya, segeralah diperjelas

tentang ketentuan sumber pembiayaan

untuk BPSK. Selain itu, pihak terkait harus

segera mendesain dan menyelenggarakan

program peningkatan kapasitas (capacity

building) antara lain yang terpenting melalui

pelatihan para anggota BPSK,” tegasnya.

Selain itu, di dalam UU No. 8 tahun 1999,

BPKN diposisikan sebagai badan pemberi

pertimbangan kepada presiden tentang

kebijakan perlindungan konsumen di

Indonesia. Dengan posisi seperti itu,

efektivitas pertimbangan dari BPKN

akan sangat tergantung pada penerima

pertimbangan, apakah

akan diimplementasikan

atau dikesampingkan.

Sekalipun sudah

banyak pertimbangan yang

disampaikan oleh BPKN

dalam berbagai bidang

kepada presiden melalui

menteri atau pejabat

terkait, namun masyarakat

memandang bahwa BPKN

belum menunjukkan peran

yang aktif seperti dilakukan

oleh banyak lembaga

perlindungan konsumen di

negara lain.

Pemberdayaan BPKN tentu akan

sangat tergantung dari kemauan politik

pemerintah tentang sejauh mana

derajat pentingnya upaya perlindungan

konsumen di Indonesia. Selain itu,

posisi BPKN di dalam perubahan UU

No. 8 tahun 1999 harus direposisi, tidak

hanya sebagai pemberi pertimbangan

kepada presiden tentang kebijakan

perlindungan konsumen di Indonesia,

melainkan sebagai Badan Koordinasi

Perlindungan Konsumen yang langsung

diketuai oleh Presiden.

”Dengan posisi tersebut maka

kebijakan perlindungan konsumen yang

merupakan kebijakan yang menyangkut

hajat hidup seluruh warganegara

Indonesia, akan dapat diimplementasikan

oleh seluruh kementerian dan lembaga

pemerintah non kementerian,” demikian

Prof. Johannes. u

Dengan posisi tersebut maka kebijakan perlinDungan

konsumen yangmerupakan kebijakan yang

menyangkut hajat hiDup seluruh warganegarainDonesia, akan Dapat

Diimplementasikan oleh seluruh kementerian Danlembaga pemerintah non

kementerian.

6 | APril 2011

Usulan Perubahan UU Perlindungan Konsumen

Namun demikian dalam perkem-

bangannya, BPKN melihat terjadi-

nya berbagai perubahan ling-

kungan strategis akibat perkembangan ilmu,

teknologi dan informasi yang telah mem-

bawa perubahan besar dalam kehidupan.

Oleh karena itu, BPKN melakukan kajian kem-

bali untuk memperkaya naskah akademik

sebelumnya dengan harapan hasil kajian itu

berdasarkan hasil kajian badan perlindungan konsumen nasional (bpkn) periode sebelumnya, usulan perubahan uu no. 8 tahun 1999 tentang

perlindungan konsumen telah disampaikan kepada kementerian perdagangan (kemendag) pada tahun 2008, dan sudah pula disampaikan ke Dpr. usulan

itu juga sudah masuk ke badan legislasi Dpr, kendati belum sempurna betul. Demikian dikemukakan anggota bpkn ir. eni suhaeni bakri dalam percakapannya dengan Newsletter BPKN di ruang kerjanya belum lama ini.

tinggi, para pakar, Lembaga Perlindungan

Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM),

dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

(BPSK). FGD bertujuan untuk menampung

atau mewadahi usulan-usulan perubahan

yang memang diperlukan.

Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan

melalui tiga kali penyelenggaraan FGD, dapat

disimpulkan bahwa perubahan yang perlu

dilakukan terhadap UU PK mencapai lebih dari

50%. Dengan demikian UU PK bukan hanya

direvisi melainkan diubah. “Jadi, UU PK itu

bukan hanya perlu diamandemen melainkan

harus diubah secara total,” tegas Eni.

Perubahan dimaksud mencakup

perubahan gramatikal; sistematika UU;

dapat mewadahi kepentingan semua pihak,

termasuk juga mengakomodasi perubahan

yang terjadi akhir-akhir ini.

Menurut anggota Komisi II BPKN ini,

pengkajian dilakukan melalui Forum Group

Discussion (FGD). Forum ini rencananya akan

diadakan selama enam kali di Bandung

dan melibatkan semua pihak terkait, mulai

dari pemerintah, akademisi, perguruan

penyuluh melalui kerjasama dengan PENGAWASAN juga dilakukan di

instansi terkait. beberapa lokasi, namun hingga kini masih

BPKN sendiri akan membuat pusat banyak produk-produk yang beredar

informasi terkait dengan penanganan ternyata berada di bawah standar yang

kasus tabung LPG beserta asesorisnya, dipersyaratkan. Sebagai gambaran, data

dan juga akan dilakukan tindakan korektif yang dihimpun BPKN kondisi aksesoris dan

maupun preventif. Selain itu, BPKN akan tabung gas yang tidak memenuhi standar,

meningkatkan koordinasi dalam rangka di antaranya tabung gas 3 kg ada 7 persen;

sosialisasi atau edukasi kepada para regulator 20 persen; kompor gas 50

retailer (pengecer) dan pengguna, persen; katup tabung 66 persen; serta

termasuk mengedukasi masyarakat dalam selang 100 persen.

membeli kompor gas beserta peralatan-Itulah sebabnya, dari Januari sampai

nya, agar memilih yang berlabel SNI.Juni 2010, diperkirakan jumlah kasus

BPKN juga sedang melakukan kajian kecelakaan akibat tabung gas dan

yang hasilnya akan dikeluarkan dalam asesorisnya mencapai 33 kasus; korban

bentuk rekomendasi. Sebab, belajar dari tewas 8 orang; dan korban luka-luka 44

pengalaman di Surabaya ternyata orang. Karena itu, rapat tersebut meng-

informasi mengenai gas LPG, termasuk hasilkan beberapa rekomendasi di

cara penggunaan tabung yang baik, tidak antaranya, Pertamina agar melanjutkan

sampai kepada retailer atau konsumen. kontrol kualitas pada SPBE, termasuk

Hal itu terjadi karena distribusi manual melanjutkan dan meningkatkan sosiali-

cara penggunaan tabung gas LPG yang sasi di antaranya melalui iklan, leaflet,

benar hanya terbatas pada tingkat dan stiker, termasuk mempersiapkan

ISU AKTUAL

Kegiatan Sosialisasi Masih Sangat Kurang

Kepala BPKN Suarhatini 'Tini' Hadad

menyatakan, sosialisasi sudah dilakukan

oleh Pertamina dan distributornya, tetapi

frekuensinya dirasakan masih kurang

banyak dan kurang lengkap, terlihat dari

jumlah kecelakaan yang hampir setiap hari

meningkat. Bahkan sebelum program ini

dijalankan, BPKN telah mengingatkan

tentang perlunya sosialisasi itu sampai ke

wilayah-wilayah terpencil, di mana selama

ini mereka kerap menggunakan minyak

tanah sebagai bahan bakar kompor.

JULI 20104

APril 2011 | 7

lainnya selain BPSK adalah LPKSM. LPKSM itu

harus terdaftar, bukan dalam arti perizinan,

melainkan terdaftar di Dinas Perdagangan

dan Koperasi. Tujuan pendaftarannya adalah

dalam operasionalnya di lapangan jelas

alamatnya, sehingga bila ada penyimpangan

dapat cepat terdeteksi. Itu sebabnya LPKSM­

LPKSM ini harus terdaftar.

“Selain itu, pembinaannya juga harus

lebih jelas, karena kalau tidak jelas maka

penerapan UU PK di lapangan akan menjadi

lebih sulit. Dapat dibayangkan perintah

UU seperti itu tidak ada penjelasannya.

Jadi, dari mana sumber pendanaan untuk

penyelenggaraan lembaga

perlindungan konsumen

seperti BPSK dan LPKSM?

Selama ini tidak jelas. Kalaupun

ada bantuan dari pemda

itu tidak akan mencukupi.

Demikian antara lain pokok­

pokok perubahannya,” tutur

Eni.

Untuk mempertajam

kajian mengenai perubahan

UUPK, BPKN telah mengundang

sejumlah akademisi dalam

FGD. Mereka antara lain

berasal dari Universitas

Indonesia, Universitas Pancasila, Universitas

Parahyangan, Universitas Padjajaran,

Universitas Trisakti, dan Universitas YARSI.

Dari kalangan pemerintah sendiri, selain

Badan POM, Badan Standardisasi Nasional

(BSN), juga diundang perwakilan pemda.

Selain itu, ada juga Ikatan Dokter Indonesia

(IDI), Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia

(Aprindo), GAPMMI (Gabungan Pengusaha

Makanan dan Minuman), serta Gabungan

Pengusaha Jamu/GP Jamu. Adapun pakar

adalah mereka yang berkompeten mewakili

LPKSM, Ketua Tim Koordinasi Bidang Jasa

(TKBJ), dan pakar klausula baku Prof. Dr.

Bernadette MW. Kajian ini dipimpin oleh Prof.

Johannes Gunawan. u

tanggung jawab pelaku usaha; penyelesaian

sengketa; dan kelembagaan. Pelaku usaha di

dalam UU No. 8 tahun 1999 disatukan antara

pelaku usaha barang dan pelaku usaha jasa,

seperti dalam pasal ganti rugi. Demikian

pula dalam hal kewajiban pelaku usaha dan

konsumen; tanggung jawab pelaku usaha

dan konsumen, perbuatan yang dilarang,

serta kelembagaan. Pelaku usaha barang dan

jasa perlu dibedakan dalam hal ganti rugi.

“Pelaku usaha barang dan jasa perlu

dibedakan karena mereka sangat berbeda,

terutama dalam urusan ganti rugi. Bagi

pelaku usaha barang, apabila konsumen

mengalami kerugian, dapat

diganti dengan barang yang

setara atau dikembalikan

dalam bentuk uang atau dalam

bentuk santunan,” kata Eni.

Sementara untuk

jasa, misalnya jasa cukur

rambut, apabila konsumen

mengantuk saat rambutnya

dicukur sehingga rambut

menjadi tidak sesuai dengan

keinginan konsumen, mustahil

ganti rugi dilakukan dengan

mengembalikan rambut. “Itu

sesuatu yang mustahil. Apakah

bisa rambutnya ditempel kembali? Itu contoh

yang sederhana. Artinya ada hal­hal di mana

pelaku usaha tidak dapat disamakan antara

pelaku usaha bidang barang dan pelaku

usaha di bidang jasa,” tegasnya.

Dengan demikian usulan perubahan

UUPK antara lain adalah gambaran seperti

di atas. Dokter sebagai tenaga profesional

berkenan diperlakukan sebagai pelaku

usaha, tetapi mereka adalah pelaku usaha

jasa profesional.

Eni mengatakan jasa profesional menurut

pakar hukum Prof. Johannes Gunawan,

ada dua, yakni Jasa Komersial seperti jasa

transportasi, jasa parkir; dan Jasa Livehood

(mencari nafkah) seperti dokter, pengacara,

sampai makelar (broker). Untuk itu ada standar

profesi yang mengaturnya. Itu pemikiran

sementara, karena batasannya masih belum

dapat dijelaskan secara pasti dan rinci.

Selain itu ada juga hak dan kewajiban

konsumen, serta beberapa hal seperti

tanggung jawab langsung dan tidak

langsung. Masalah lainnya adalah dalam hal

penyelesaian sengketa konsumen. Dalam

bersengketa, misalnya, kedua pihak harus

sepakat dalam memilih penyelesaian, apakah

melalui BPSK atau melalui pengadilan.

Namun dalam pelaksanaan eksekusi tetap

masih memerlukan keputusan pengadilan.

Sementara BPSK disebutkan

dalam UU keputusannya bersifat final

and binding (mengikat). Dalam hal

kelembagaan, BPSK itu lembaga ujung

tombak penyelesaian sengketa konsumen.

UU PK mengamanatkan BPSK dibentuk

diseluruh kabupaten dan kota, tetapi saat

ini baru terbentuk di 47 daerah, sementara

operasional sumber pendanaannya belum

diatur secara jelas. Dengan demikian

masih diperukan penataan organisasinya.

Sama halnya dengan BPKN yang

fungsinya hanya sebagai advisory body,

yang memberikan saran kepada pemerintah

tentang perlindungan konsumen melalui

rekomendasi­rekomendasinya. Lembaga

ISU AKTUAL

JULI 2010 5

Wajib Label Berbahasa Indonesia Berlaku Mulai 1 September 2010

PEMERINTAH c.q. Kementerian Perdagangan mempercepat pemberlakuan wajib label berbahasa Indonesia terhadap semua barang yang beredar di Indonesia terhitung mulai 1 September 2010 dari sebelumnya berlaku mulai 21 Desember 2010. Percepatan pemberlakuan wajib label berbahasa Indonesia itu merupakan langkah untuk meningkatkan perlindungan konsumen sesuai Undang-undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999.

Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 22/M-DAG/PER/5/2010 tanggal 21 Mei 2010 yang merupakan perbaikan atas Permendag sebelumnya No. 62/M-DAG/PER/12/2009.

Mendag Mari Elka Pangestu mengatakan percepatan pemberlakuan wajib label berbahasa Indonesia itu dilakukan pemerintah c.q. Kementerian Perdagangan sebagai respons terhadap masukan dari para pemangku kepentingan seperti KADIN dan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN).

Adapun produk-produk yang wajib mencantumkan label berbahasa Indonesia adalah elektronika keperluan rumah tangga, telekomunikasi dan informatika (46); sarana bahan bangunan (8); keperluan kendaraan bermotor (suku cadang dan lainnya) (24); dan daftar jenis barang lainnya (25) a.l. kaos kaki, alas kaki dan produk kulit, saklar, mainan anak serta pakaian jadi.

“Dengan aturan wajib label berbahasa Indonesia ini, maka setiap produk yang akan diedarkan atau d iperdagangkan d i pasar Indones ia harus mencantumkan berbagai informasi produk dalam bahasa Indonesia. Aturan ini akan menjamin bahwa konsumen dapat segera memperoleh hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur atas barang yang dibeli, dipakai, digunakan atau dimanfaatkan,” kata Mendag Mari Elka Pangestu.

Menurut Mendag, Permendag mengenai pemberlakuan wajib label berbahasa Indonesia telah mulai dibahas sejak beberapa tahun yang lalu dengan masukan dari berbagai pemangku kepentingan dan pembahasan pada tingkat inter departemental yang intensif. Sosialisasi juga dilakukan kepada para pemangku kepentingan, seperti pengusaha, asosiasi, KADIN, media, Pemda, akademisi dan khalayak umum.

Dengan efektifnya pemberlakuan wajib label berbahasa Indonesia, tambah Mendag, tidak ada alasan lagi bagi produsen maupun pedagang untuk berkilah, mengingat hal ini menyangkut kepentingan konsumen dan seluruh masyarakat. “Peraturan ini merupakan peraturan yang umum diberlakukan hampir di semua negara di dunia, dan sama sekali tidak melanggar kaidah-kaidah dan aturan internasional yang ada,” tutur Mendag.

Pengaturan pencantuman label dalam bahasa Indonesia diberlakukan sama, baik terhadap barang impor maupun terhadap barang produksi dalam negeri. Bagi barang impor, pencantuman label diberlakukan sejak barang memasuki daerah pabean, sedangkan untuk barang produksi dalam negeri pencantuman label diberlakukan saat barang akan beredar di pasar...Ys

distributor.

Itulah sebabnya, tidak semua pengguna tahu cara penggunaan

tabung gas elpiji 3 kg, termasuk harus mematikan katupnya,

bagaimana membeli tabung yang benar dan bagaiman mengecek

kondisi selang, regulator, dan katup. Mengapa konsumen juga

sering menggunakan ruangan tertutup yang gasnya tidak bisa

keluar, sehingga kalau terjadi kebocoran rawan sekali terjadi

kebakaran.

Untuk masalah tabung, sering ditemukan distributor yang

ilegal. Apalagi untuk asesoris yang tidak terkontrol dalam

perdagangannya, regulator, katup, dan selang, karena terdiri atas

berbagai macam merek. Dengan demikian, hal itu menjadi urusan

pengawasan Kemendag, tetapi konsumen tidak paham, seharusnya

dengan keterbatasan itu, maka sosialisasi seharusnya lebih jelas.

Selama ini kecelakaan yang terjadi lebih banyak berlokasi di

Jakarta, karena di wilayah DKI Jakarta, program konversi sudah

berjalan selama satu setengah tahun. Dikhawatirkan, apabila tidak

ada upaya intensif dari penyelenggara program konversi ini,

kecelakaan rawan terjadi di sejumlah wilayah seperti Jateng,

Jatim, dan Jabar, yang menjadi lokasi selanjutnya program konversi

minyak tanah ke gas LPG.

Tini mengatakan sebenarnya pelaku usaha (termasuk

pedagang, importir, dan produsen) dilarang menjual produk yang

tidak memenuhi standar. Karena itu para konsumen diperbolehkan

mengembalikan produk tersebut kepada pelaku usaha (Pertamina)

melalui SPBE, tetapi belum dijelaskan bagaimana mekanisme

pengembaliannya, dan ketentuan teknis mengenai hal ini. Nn

#2 BPKN.indd 7 4/14/11 7:51:10 PM

8 | APril 2011

Polemik mengenai hasil penelitian

yang dilakukan peneliti dari Institut

Pertanian Bogor (IPB) tentang

adanya susu formula yang tercemar bakteri

Enterobacter sakazakii, masih terus bergulir di

masyarakat.

Mengingat polemik ini bisa menimbulkan

misinformasi di masyarakat, khususnya

konsumen susu formula, Rektor Institut

Pertanian Bogor (IPB) Herry Suhardiyanto

beberapa waktu lalu menemui Badan

Perlindungan Konsumen (BPKN) dan meminta

lembaga ini mengklarifikasikan masalah susu

formula mengandung bakteri tersebut.

“Rektor IPB telah datang ke BPKN.

Intinya beliau meminta kita (BPKN) ikut serta

mensosialisasikan kepada masyarakat masalah

susu formula mengandung Enterobacter

sakazakii. Dan kita siap membantu,” kata Kepala

BPKN Suarhatini Hadad.

Menurutnya, jika memang diminta, BPKN

bersedia menjadi pihak ketiga yang netral

dalam dalam perseteruan antara peneliti

(pihak IPB), pemerintah yang diwakili Menteri

Pengumuman mengenai hasil penelitian itu

kemudian ditindaklanjuti oleh sejumlah pihak

dengan mendesak Kementerian Kesehatan,

BPOM dan IPB mengumumkan susu formula

yang tercemar tersebut. Namun, ketiga instansi

tersebut menolak dengan beberapa alasan

antara lain pertimbangan etika, penelitian

belum teruji pada manusia tetapi pada tikus,

dan belum ditemukan kasus bayi yang terinfeksi

Enterobacter setelah mengkonsumsi susu.

Akhirnya kasus tersebut pun berlanjut ke

ranah hukum pada Maret 2008, dimana BPOM,

IPB dan Kemenkes digugat oleh konsumen.

Pengadilan Negeri mengabulkan permohonan

penggugat pada Agustus 2008 agar pihak tergugat

mengumumkan susu yang tercemar. Namun

ketiga pihak tergugat mengajukan banding.

Pihak tergugat kembali kalah di Pengadilan

Tinggi DKI Jakarta, yang menguatkan putusan

Pengadilan Negeri. BPPOM, IPB dan Kementerian

Kesehatan mengajukan kasasi. Terakhir, pada 26

April 2010, Mahkamah Agung memutuskan agar

ketiga pihak mengumumkan seluruh merk susu

formula melalui media massa yang memuat

penyuluh melalui kerjasama dengan PENGAWASAN juga dilakukan di

instansi terkait. beberapa lokasi, namun hingga kini masih

BPKN sendiri akan membuat pusat banyak produk-produk yang beredar

informasi terkait dengan penanganan ternyata berada di bawah standar yang

kasus tabung LPG beserta asesorisnya, dipersyaratkan. Sebagai gambaran, data

dan juga akan dilakukan tindakan korektif yang dihimpun BPKN kondisi aksesoris dan

maupun preventif. Selain itu, BPKN akan tabung gas yang tidak memenuhi standar,

meningkatkan koordinasi dalam rangka di antaranya tabung gas 3 kg ada 7 persen;

sosialisasi atau edukasi kepada para regulator 20 persen; kompor gas 50

retailer (pengecer) dan pengguna, persen; katup tabung 66 persen; serta

termasuk mengedukasi masyarakat dalam selang 100 persen.

membeli kompor gas beserta peralatan-Itulah sebabnya, dari Januari sampai

nya, agar memilih yang berlabel SNI.Juni 2010, diperkirakan jumlah kasus

BPKN juga sedang melakukan kajian kecelakaan akibat tabung gas dan

yang hasilnya akan dikeluarkan dalam asesorisnya mencapai 33 kasus; korban

bentuk rekomendasi. Sebab, belajar dari tewas 8 orang; dan korban luka-luka 44

pengalaman di Surabaya ternyata orang. Karena itu, rapat tersebut meng-

informasi mengenai gas LPG, termasuk hasilkan beberapa rekomendasi di

cara penggunaan tabung yang baik, tidak antaranya, Pertamina agar melanjutkan

sampai kepada retailer atau konsumen. kontrol kualitas pada SPBE, termasuk

Hal itu terjadi karena distribusi manual melanjutkan dan meningkatkan sosiali-

cara penggunaan tabung gas LPG yang sasi di antaranya melalui iklan, leaflet,

benar hanya terbatas pada tingkat dan stiker, termasuk mempersiapkan

ISU AKTUAL

Kegiatan Sosialisasi Masih Sangat Kurang

Kepala BPKN Suarhatini 'Tini' Hadad

menyatakan, sosialisasi sudah dilakukan

oleh Pertamina dan distributornya, tetapi

frekuensinya dirasakan masih kurang

banyak dan kurang lengkap, terlihat dari

jumlah kecelakaan yang hampir setiap hari

meningkat. Bahkan sebelum program ini

dijalankan, BPKN telah mengingatkan

tentang perlunya sosialisasi itu sampai ke

wilayah-wilayah terpencil, di mana selama

ini mereka kerap menggunakan minyak

tanah sebagai bahan bakar kompor.

JULI 20104

Kasus Susu Formula Mengandung Enterobacter sakazakii

BPKN siap Jadi Pihak PenengahKesehatan (Menkes) dan Badan Pengawas

Obat dan Makanan (BPOM), serta wakil

konsumen yang menggugat mengenai hasil

penelitian IPB tahun 2006.

Polemik mengenai susu formula

mengandung bakteri Enterobacter sakazakii

ini bermula ketika IPB mengungkapkan hasil

penelitiannya pada Februari 2008 melalui

website-nya. Dari hasil penelitian terhadap

sejumlah merek susu formula, diketahui

sebanyak 22,73% susu formula dan makanan

bayi mengandung Enterobacter sakazakii.

Bakteri ini berbahaya bagi organ tubuh karena

dapat menimbulkan kerusakan pada pembuluh

darah, selaput otak, saraf tulang belakang, limpa,

dan usus bayi.

Penelitian tersebut dilakukan selama 3 tahun

terhadap 22 sampel susu yang mengandung

bakteri Enterobacter sakazaii antara tahun 2003-

2006. Penelitian dilakukan terhadap tikus yang

diinfeksi Enterobacter. Hasilnya, tikus itu mengidap

enteritis (peradangan saluran pencernaan), sepsis

(infeksi peredaran darah) dan meningitis (infeksi

pada lapisan urat saraf tulang belakang dan otak).

APril 2011 | 9

ISU AKTUAL

JULI 2010 5

Wajib Label Berbahasa Indonesia Berlaku Mulai 1 September 2010

PEMERINTAH c.q. Kementerian Perdagangan mempercepat pemberlakuan wajib label berbahasa Indonesia terhadap semua barang yang beredar di Indonesia terhitung mulai 1 September 2010 dari sebelumnya berlaku mulai 21 Desember 2010. Percepatan pemberlakuan wajib label berbahasa Indonesia itu merupakan langkah untuk meningkatkan perlindungan konsumen sesuai Undang-undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999.

Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 22/M-DAG/PER/5/2010 tanggal 21 Mei 2010 yang merupakan perbaikan atas Permendag sebelumnya No. 62/M-DAG/PER/12/2009.

Mendag Mari Elka Pangestu mengatakan percepatan pemberlakuan wajib label berbahasa Indonesia itu dilakukan pemerintah c.q. Kementerian Perdagangan sebagai respons terhadap masukan dari para pemangku kepentingan seperti KADIN dan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN).

Adapun produk-produk yang wajib mencantumkan label berbahasa Indonesia adalah elektronika keperluan rumah tangga, telekomunikasi dan informatika (46); sarana bahan bangunan (8); keperluan kendaraan bermotor (suku cadang dan lainnya) (24); dan daftar jenis barang lainnya (25) a.l. kaos kaki, alas kaki dan produk kulit, saklar, mainan anak serta pakaian jadi.

“Dengan aturan wajib label berbahasa Indonesia ini, maka setiap produk yang akan diedarkan atau d iperdagangkan d i pasar Indones ia harus mencantumkan berbagai informasi produk dalam bahasa Indonesia. Aturan ini akan menjamin bahwa konsumen dapat segera memperoleh hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur atas barang yang dibeli, dipakai, digunakan atau dimanfaatkan,” kata Mendag Mari Elka Pangestu.

Menurut Mendag, Permendag mengenai pemberlakuan wajib label berbahasa Indonesia telah mulai dibahas sejak beberapa tahun yang lalu dengan masukan dari berbagai pemangku kepentingan dan pembahasan pada tingkat inter departemental yang intensif. Sosialisasi juga dilakukan kepada para pemangku kepentingan, seperti pengusaha, asosiasi, KADIN, media, Pemda, akademisi dan khalayak umum.

Dengan efektifnya pemberlakuan wajib label berbahasa Indonesia, tambah Mendag, tidak ada alasan lagi bagi produsen maupun pedagang untuk berkilah, mengingat hal ini menyangkut kepentingan konsumen dan seluruh masyarakat. “Peraturan ini merupakan peraturan yang umum diberlakukan hampir di semua negara di dunia, dan sama sekali tidak melanggar kaidah-kaidah dan aturan internasional yang ada,” tutur Mendag.

Pengaturan pencantuman label dalam bahasa Indonesia diberlakukan sama, baik terhadap barang impor maupun terhadap barang produksi dalam negeri. Bagi barang impor, pencantuman label diberlakukan sejak barang memasuki daerah pabean, sedangkan untuk barang produksi dalam negeri pencantuman label diberlakukan saat barang akan beredar di pasar...Ys

distributor.

Itulah sebabnya, tidak semua pengguna tahu cara penggunaan

tabung gas elpiji 3 kg, termasuk harus mematikan katupnya,

bagaimana membeli tabung yang benar dan bagaiman mengecek

kondisi selang, regulator, dan katup. Mengapa konsumen juga

sering menggunakan ruangan tertutup yang gasnya tidak bisa

keluar, sehingga kalau terjadi kebocoran rawan sekali terjadi

kebakaran.

Untuk masalah tabung, sering ditemukan distributor yang

ilegal. Apalagi untuk asesoris yang tidak terkontrol dalam

perdagangannya, regulator, katup, dan selang, karena terdiri atas

berbagai macam merek. Dengan demikian, hal itu menjadi urusan

pengawasan Kemendag, tetapi konsumen tidak paham, seharusnya

dengan keterbatasan itu, maka sosialisasi seharusnya lebih jelas.

Selama ini kecelakaan yang terjadi lebih banyak berlokasi di

Jakarta, karena di wilayah DKI Jakarta, program konversi sudah

berjalan selama satu setengah tahun. Dikhawatirkan, apabila tidak

ada upaya intensif dari penyelenggara program konversi ini,

kecelakaan rawan terjadi di sejumlah wilayah seperti Jateng,

Jatim, dan Jabar, yang menjadi lokasi selanjutnya program konversi

minyak tanah ke gas LPG.

Tini mengatakan sebenarnya pelaku usaha (termasuk

pedagang, importir, dan produsen) dilarang menjual produk yang

tidak memenuhi standar. Karena itu para konsumen diperbolehkan

mengembalikan produk tersebut kepada pelaku usaha (Pertamina)

melalui SPBE, tetapi belum dijelaskan bagaimana mekanisme

pengembaliannya, dan ketentuan teknis mengenai hal ini. Nn

Dalam rangka melinDungi konsumen Di Dalam negeri, pemerintah

cq Kementerian Perdagangan telah

menetapkan seluruh produk pangan impor

asal Jepang yang dikapalkan setelah peristiwa

gempa bumi dan tsunami 11 Maret 2011 dan

terbukti mengandung kontaminasi radio aktif

melampaui ambang batas toleransi yang

ditetapkan harus direekspor ke negara asal.

Keputusan tersebut diambil Kementerian

Perdagangan setelah melakukan rapat

koordinasi Tim Pengawasan Barang Beredar

(TPPB) dengan instansi terkait Kementerian

Kelautan dan Perikanan, Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) dan Badan Tenaga

Atom Nasional (BATAN) di kantor Kemendag, Jumat (25/3).

Rapat koordinasi Tim TPPB itu, menyepakati pangan impor asal Jepang yang terdaftar

dan dikapalkan sebelum 11 Maret 2011 aman dikonsumsi karena tidak terkontaminasi

radio aktif. Namun untuk pangan yang terdaftar dan dikapalkan setelah 11 Maret 2011

wajib disertai Sertifikat Bebas Radioaktif yang dikeluarkan oleh otoritas kompeten di

negara asal.

Kewajiban Sertifikasi Bebas Radioaktif itu mengacu kepada Keputusan Menkes No.

00474/B/II/87 tentang Sertifikasi Kesehatan dan Bebas Radiasi untuk Makanan Impor yang

berlaku terhadap produk susu dan hasil produk susu, buah dan sayuran segar dan olahan,

ikan hasil laut segar dan olahan, daging dan produk daging, air mineral serta serealia

termasuk jagung dan barley.

Apabila produk pangan yang masuk ke Indonesia tidak dilengkapi Sertifikat Bebas

Radio Aktif maka akan dilakukan pengujian oleh lembaga yang memiliki otoritas di

Indonesia, yaitu Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) guna mengetahui ada tidaknya

cemaran radiasi nuklir. ”Apabila hasil pengujian mengandung cemaran radiasi yang

melebihi ambang batas toleransi, maka produk tersebut harus direekspor ke negara asal,”

demikian bunyi pernyataan Kementerian Perdagangan yang dirilis tanggal 25 Maret 2011.

Selanjutnya, Badan POM mewajibkan pangan olahan yang diimpor dari Jepang

dilengkapi Sertifikat Bebas Radiasi. Berdasarkan data Badan POM, sampai dengan tanggal

25 Maret 2011 baru terdapat 4 bill of ladding (B/L) yang diajukan permohonan impornya

dan belum dilengkapi Sertifikat Bebas Radioaktif.

Kementerian Kelautan dan Perikanan juga akan segera membuat regulasi yang sama untuk

produk hasil perikanan, sedangkan Kementerian Pertanian melalui Badan Karantina Pertanian

akan segera membuat regulasi untuk produk impor pangan segar asal tumbuhan (PSAT)

dengan mewajibkan sertifikasi bebas cemaran radiasi oleh otoritas kompeten di Jepang. u

Pangan Impor yang Terkontaminasi Radio Aktif

Harus Direekspor

informasi detil dan transparan. Hingga akhir

Maret 2011, pihak IPB, BPOM dan Kemenkes

belum merealisasikan putusan MA itu.

PERhatIaN MaSyaRaKat

Ketua BPKN Suarhatini Hadad mengakui

kasus susu formula tercemar bakteri telah begitu

banyak mendapatkan perhatian masyarakat

karena hal itu terkait dengan berbagai

kepentingan, baik kepentingan konsumen, kode

etik penelitian maupun kepentingan produsen.

Terkait dengan kasus ini, dia mengakui

kalau BPKN beberapa waktu lalu telah didatangi

oleh 20 Lembaga Perlindungan Konsumen

Swadaya Masyarakat (LPKSM) se-Jawa Barat

yang meminta penjelasan dan tindakan yang

akan dilakukan BPKN terhadap kasus susu

formula tercemar bakteri itu.

Karena banyaknya desakan dari masyarakat

dan LPKSM, ungkap Tini, BPKN siap menjadi

pihak penengah dalam menangani kasus

tersebut sehingga tidak bergulir menjadi isu

yang meresahkan banyak pihak.

Menurutnya, BPKN akan bersikap

objektif terhadap kasus ini, namun tetap akan

mengutamakan kepentingan konsumen, sesuai

dengan tugas dan fungsi lembaga ini. “ Yang

terpenting adalah bagaimana agar konsumen

tidak dirugikan dalam kasus ini,” paparnya.

Salah satu bentuk upaya yang akan

dilakukan BPKN terhadap kasus susu formula

mengandung bakteri ini adalah dengan

memberikan sosialisasi dan edukasi kepada

masyarakat konsumen mengenai konsumsi

susu formula yang baik. ”Kami akan lebih

memfokuskan sosialisasi kepada konsumen

tentang tata cara pengkonsumsian yang baik

dan benar serta kriteria-kriteria bayi yang

dapat terserang bakteri ini. Demikian juga

dengan sosialisasi mengenai cara penularan,

penanganan dan penyembuhan,” jelasnya.

Selain itu, BPKN juga akan meminta

pendapat pakar yang kredibilitasnya cukup kuat,

di bidang tata negara atau ahli hukum lainnya

untuk ikut membantu menyelesaikan kasus

tersebut. u

1 0 | APril 2011

Isi 2-14.indd 7 9/7/10 1:52:05 PM

Peraturan baru Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk menetapkan cashback sebagai bunga mendapat

tanggapan dari Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN).

Menurut BPKN, LPS tidak memiliki alasan untuk menolak permintaan klaim penjaminan nasabah bank yang menyelenggarakan program cashback bagi nasabahnya sebelum diberlakukannya peraturan LPS No. 2/PLPS/2010 tentang Program Penjaminan Simpanan.

Pasalnya, Peraturan yang mengatur cashback sebagai keuntungan tidak wajar nasabah yang tidak layak dibayar penjaminannya itu, baru berlaku 25 Nopember 2010.

Hal itu ditegaskan oleh Ketua BPKN Suarhatini Hadad menyusul adanya pernyataan Kepala Eksekutif LPS Firdaus Djaelani terkait program pengembalian dana kepada nasabah (cashback) ini.

Sebagaimana dilansir dalam beberapa surat kabar nasional, Firdaus mengumumkan

bahwa pengembalian dana (cashback) kepada nasabah termasuk ke dalam perhitungan suku bunga, sehingga jumlah tersebut dapat melebihi tingkat bunga maksimum yang ditetapkan LPS.

Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan (PLPS) No.2/PLPS/2010 mengenai Program Penjaminan Simpanan Pasal 40 dan Pasal 42. Peraturan ini sekaligus mencabut Peraturan LPS No. l/PLPS/2006 yang telah diubah dengan PLPS No. 1/PLPS/2007 tentang Program Penjaminan Simpanan.

PeRATURAn BARU LPS CashbaCk SeBAgAI BUngA

Hak Nasabah Bank Harus Tetap Dipenuhi

APril 2011 | 1 1

Isi 2-14.indd 7 9/7/10 1:52:05 PM

Dalam Pasal 40 Peraturan ini disebutkan bahwa :”klaim penjaminan dinyatakan tidak layak dibayar apabila berdasarkan hasil rekonsiliasi dan/atau verifikasi: (a) Data simpanan nasabah dimaksud tidak tercatat pada bank; (b) Nasabah Penyimpan merupakan pihak yang diuntungkan secara tidak wajar; dan atau (c) Nasabah Penyimpan merupakan pihak yang menyebabkan keadaan bank menjadi tidak sehat.”

Hal ini dipertegas dalam Pasal 42 yang menyebutkan bahwa : (1) Nasabah Penyimpan dinyatakan sebagai pihak yang diuntungkan secara tidak wajar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf b, antara lain apabila nasabah tersebut memperoleh tingkat bunga melebihi maksimum tingkat bunga yang dianggap wajar yang ditetapkan oleh LPS; (2) Tingkat bunga yang diperoleh nasabah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk pemberian bank berupa uang yang diterima nasabah penyimpan berkaitan dengan kegiatan penghimpunan dana. (3) hadiah dari program promosi penghimpunan dana yang dilakukan bank melalui undian berhadiah yang pelaksanaannya sesuai ketentuan yang berlaku tidak termasuk sebagai bunga.

Pada Peraturan LPS sebelumnya yaitu Peraturan LPS No. 1/LPS/2006 jo Peraturan LPS No. 1/LPS/2007, tidak diatur tentang cashback sebagai bunga, sebagaimana dapat disimak bunyi pasal 38 ayat (1) sbb. : “Nasabah penyimpanan dinyatakan sebagai pihak yang diuntungkan secara tidak wajar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf b, antara lain apabila nasabah tersebut memperoleh tingkat bunga melebihi tingkat bunga yang dianggap wajar yang ditetapkan oleh LPS.”

Selama ini LPS dinilai bersikap mendua, di satu sisi mengkategorikan cashback sebagai bunga, namun di sisi yang lain mengijinkan bank dalam penguasaannya yaitu bank Mutiara (Bank Century yang diakuisisi oleh

LPS) memberikan cashback kepada nasabah secara resmi dan terbuka dalam rangka menjaring nasabah (hal ini pernah diiklankan besar-besaran oleh bank Mutiara pada tanggal 15 Pebruari 2010 di harian besar ibukota), dan Bank Mutiara pada bulan Oktober 2009, memberikan bunga kepada nasabah sebesar 10,5%, namun yang dicantumkan dalam bilyet deposito hanya 7% (sesuai suku bunga yang diumumkan oleh LPS) sisanya 3,5 % diberikan kepada nasabah secara tunai pada saat deposito jatuh tempo.

Selain itu, LPS selama ini juga tidak pernah mensosialisasikan secara intensif kepada khalayak bahwa cashback termasuk ke dalam komponen perhitungan bunga, sehingga nasabah/konsumen tidak aware tentang hal ini.

Andaikan konsumen mengetahui bahwa cashback termasuk bunga, yang jika dijumlahkan dengan bunga yang diterima sebagaimana tercantum dalam bilyet deposito menjadi lebih besar dari suku bunga yang ditetapkan oleh LPS maka konsumen akan menolak tawaran cashback tersebut atau setidaknya memiliki pertimbangan lain karena hal itu cukup berisiko.

Dengan demikian konsumen tidak memperoleh hak-haknya seperti diatur

dalam Pasal 4 UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, bahwa konsumen memiliki hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.

“Dengan penerbitan peraturan baru yang mengatur bahwa cashback adalah bunga maka LPS mengakui bahwa berdasarkan peraturan lama, cashback

bukan bunga. Dengan perkataan lain, peraturan yang baru berlaku pada November 2010 tidak dapat diberlakukan terhadap program cashback yang telah berlangsung sejak tahun 2009”, tegas Tini Hadad.

Ketika ditanyakan mengenai kasus Bank IFI, Tini mejelaskan bahwa

berdasarkan Pasal 50 Peraturan LPS No. 2/PLPS/2010 bagi Nasabah eks Bank IFI masih berlaku Peraturan LPS No. 1/PLPS/2006 yang diubah dengan PLPS No. 1/PLPS/2007, dimana hak nasabah Bank IFI harus tetap dipenuhi, karena ketentuan baru LPS tersebut tidak berlaku surut.

Tini Hadad meminta, dalam pelaksanaan-nya, Perbankan harus memiliki komitmen untuk menjalankan peraturan LPS ini, antara lain seperti disebutkan dalam Pasal 3 huruf g, bahwa : seba-gai peserta penjaminan, setiap bank wajib me-nempatkan pengumuman pada seluruh kantor bank yang dapat diketahui dengan mudah oleh nasabah penyimpan mengenai ; (1) maksimum tingkat bunga yang dianggap wajar yang dite-tapkan LPS; dan (2) maksimum nilai simpanan yang dijamin oleh LPS.

“Terkait dengan hal ini tentu LPS dan BI harus melakukan pengawasan dan mem-berikan sanksi kepada bank, agar hak-hak nasabah atau konsumen terlindungi,” ujarnya.

Agar konsumen tidak mengalami kerugian besar akibat pemberian cashback ini oleh bank apabila suatu saat bank harus dicabut ijinnya, BPKN meminta LPS dan BI segera mengumumkan secara besar-besaran atau melakukan edukasi kepada konsumen atas status cashback ini. u

Andaikan konsumen mengetahui bahwa cashback termasuk bunga, yang jika dijumlahkan dengan bunga yang

diterima menjadi lebih besar dari suku bunga yang ditetapkan oleh lPS maka

konsumen akan menolak tawaran cashback tersebut.

1 2 | APril 2011

penyuluh melalui kerjasama dengan PENGAWASAN juga dilakukan di

instansi terkait. beberapa lokasi, namun hingga kini masih

BPKN sendiri akan membuat pusat banyak produk-produk yang beredar

informasi terkait dengan penanganan ternyata berada di bawah standar yang

kasus tabung LPG beserta asesorisnya, dipersyaratkan. Sebagai gambaran, data

dan juga akan dilakukan tindakan korektif yang dihimpun BPKN kondisi aksesoris dan

maupun preventif. Selain itu, BPKN akan tabung gas yang tidak memenuhi standar,

meningkatkan koordinasi dalam rangka di antaranya tabung gas 3 kg ada 7 persen;

sosialisasi atau edukasi kepada para regulator 20 persen; kompor gas 50

retailer (pengecer) dan pengguna, persen; katup tabung 66 persen; serta

termasuk mengedukasi masyarakat dalam selang 100 persen.

membeli kompor gas beserta peralatan-Itulah sebabnya, dari Januari sampai

nya, agar memilih yang berlabel SNI.Juni 2010, diperkirakan jumlah kasus

BPKN juga sedang melakukan kajian kecelakaan akibat tabung gas dan

yang hasilnya akan dikeluarkan dalam asesorisnya mencapai 33 kasus; korban

bentuk rekomendasi. Sebab, belajar dari tewas 8 orang; dan korban luka-luka 44

pengalaman di Surabaya ternyata orang. Karena itu, rapat tersebut meng-

informasi mengenai gas LPG, termasuk hasilkan beberapa rekomendasi di

cara penggunaan tabung yang baik, tidak antaranya, Pertamina agar melanjutkan

sampai kepada retailer atau konsumen. kontrol kualitas pada SPBE, termasuk

Hal itu terjadi karena distribusi manual melanjutkan dan meningkatkan sosiali-

cara penggunaan tabung gas LPG yang sasi di antaranya melalui iklan, leaflet,

benar hanya terbatas pada tingkat dan stiker, termasuk mempersiapkan

ISU AKTUAL

Kegiatan Sosialisasi Masih Sangat Kurang

Kepala BPKN Suarhatini 'Tini' Hadad

menyatakan, sosialisasi sudah dilakukan

oleh Pertamina dan distributornya, tetapi

frekuensinya dirasakan masih kurang

banyak dan kurang lengkap, terlihat dari

jumlah kecelakaan yang hampir setiap hari

meningkat. Bahkan sebelum program ini

dijalankan, BPKN telah mengingatkan

tentang perlunya sosialisasi itu sampai ke

wilayah-wilayah terpencil, di mana selama

ini mereka kerap menggunakan minyak

tanah sebagai bahan bakar kompor.

JULI 20104

KILAS

selama tahun 2010 BPKN telah

melaksanakan sejumlah program dan

kegiatan dengan acuan utamanya

adalah Rencana Strategis Kebijakan

Perlindungan Konsumen Indonesia

Periode 2009 – 2012. Di bidang Penelitian

dan Pengembangan, BPKN juga telah

merampungkan kajian dan analisis tentang

Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit dan

Perhubungan Udara (Maskapai Penerbangan).

Dalam rangka meningkatkan

pengetahuan perlindungan konsumen dan

memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada

konsumen, BPKN telah mengembangkan

informasi perlindungan konsumen secara

online melalui website BPKN (www.bpkn.

go.id) serta menyelenggarakan sosialisasi

dan edukasi perlindungan konsumen kepada

Konsumen Muda bekerjasama dengan

Kementerian Pendidikan Nasional pada

perayaan Hari Anak Nasional (HAN) 2010.

Beberapa kegiatannya antara lain Festival Mewarnai Konsumen Cilik

Tingkat TK/SD dan Lomba Menulis Konsumen Cerdas Tingkat SMP/SMA.

BPKN juga mengadakan Safari Edukasi ke beberapa pusat

perbelanjaan dengan mengambil tema isu-isu aktual perlindungan

konsumen serta mengadakan dialog interaktif di TV dan radio mengenai

sejumlah isu aktual konsumen.

Dalam rangka meningkatkan pemahaman stakeholders

terhadap perlindungan konsumen, BPKN juga telah menerbitkan

dan mendistribusikan media publikasi, antara lain Profil BPKN, buku

saku Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, Buku Himpunan Peraturan Perundang-undangan di Bidang

Perlindungan Konsumen, Newsletter, dan leaflet “Tina Konsumen Cerdas”.

BPKN melayani dan menangani pengaduan dan kasus konsumen

baik dari konsumen, pelaku usaha maupun LPKSM, seperti pengaduan

12 LPKSM yang tergabung dalam Himpunan Lembaga Konsumen

Indonesia (HLKI) tentang penerapan Payment Point Online Bank oleh PT

PLN yang dianggap merugikan konsumen.

BPKN juga menangani pengaduan 31 orang eks nasabah Bank IFI

dengan 66 rekening deposito senilai Rp. 25.564.892.500 dan pengaduan

BPKN, Terdepan dalam Melindungi KonsumenMisi yang diemban BPKN adalah memperkuat landasan hukum dan

kerangka kebijakan perlindungan konsumen nasional; memperkuat akses jalur penyelesaian sengketa perlindungan konsumen; dan memperluas

akses informasi perlindungan konsumen serta mengembangkan edukasi dan informasi konsumen.

pembiayaan konsumen (48 kasus) dari beberapa LPKSM seperti HLKI,

LPKSM Surabaya, dan LPKSM Bojonegoro. Pengaduan lainnya yang

pernah ditangani BPKN antara lain tentang perumahan, penerbangan,

undian berhadiah, restoran/katering, serta MLM pangan.

Dalam beberapa kasus BPKN juga menjadi saksi ahli, seperti dalam

kasus pengisian gas elpiji yang tidak sesuai standar; pembuatan jamu

tradisional yang dapat membahayakan konsumen; keterlambatan dalam

serah terima sewa menyewa kios yang oleh penyewa dilaporkan secara

pidana dan melanggar UUPK, pemantauan implementasi PPN 10%

sesuai dengan ketentuan UU No. 42/2009 di 10 daerah terhadap rumah

makan, restoran dan kebutuhan pokok lainnya, pembelajaran tentang

prosedur penanganan pengaduan di Consumer of Penang di Malaysia.

Di bidang Kerjasama, BPKN juga telah menyelenggarakan

Pertemuan BPSK se-Jawa Barat dan LPKSM se-Kota Bandung. Tujuannya

mendorong tumbuhnya BPSK khususnya di wilayah Jawa Barat dan

mendorong kinerja LPKSM di daerah khususnya LPKSM Kota Bandung.

Sejumlah forum juga diselenggarakan BPKN seperti Forum

Komunikasi LPKSM di Jogjakarta pada 28 – 30 Juli 2010; Forum Dialog

Trust Building dengan Penyedia Jasa Layanan Rumah Sakit (19/5/2010);

APril 2011 | 1 3

penyuluh melalui kerjasama dengan PENGAWASAN juga dilakukan di

instansi terkait. beberapa lokasi, namun hingga kini masih

BPKN sendiri akan membuat pusat banyak produk-produk yang beredar

informasi terkait dengan penanganan ternyata berada di bawah standar yang

kasus tabung LPG beserta asesorisnya, dipersyaratkan. Sebagai gambaran, data

dan juga akan dilakukan tindakan korektif yang dihimpun BPKN kondisi aksesoris dan

maupun preventif. Selain itu, BPKN akan tabung gas yang tidak memenuhi standar,

meningkatkan koordinasi dalam rangka di antaranya tabung gas 3 kg ada 7 persen;

sosialisasi atau edukasi kepada para regulator 20 persen; kompor gas 50

retailer (pengecer) dan pengguna, persen; katup tabung 66 persen; serta

termasuk mengedukasi masyarakat dalam selang 100 persen.

membeli kompor gas beserta peralatan-Itulah sebabnya, dari Januari sampai

nya, agar memilih yang berlabel SNI.Juni 2010, diperkirakan jumlah kasus

BPKN juga sedang melakukan kajian kecelakaan akibat tabung gas dan

yang hasilnya akan dikeluarkan dalam asesorisnya mencapai 33 kasus; korban

bentuk rekomendasi. Sebab, belajar dari tewas 8 orang; dan korban luka-luka 44

pengalaman di Surabaya ternyata orang. Karena itu, rapat tersebut meng-

informasi mengenai gas LPG, termasuk hasilkan beberapa rekomendasi di

cara penggunaan tabung yang baik, tidak antaranya, Pertamina agar melanjutkan

sampai kepada retailer atau konsumen. kontrol kualitas pada SPBE, termasuk

Hal itu terjadi karena distribusi manual melanjutkan dan meningkatkan sosiali-

cara penggunaan tabung gas LPG yang sasi di antaranya melalui iklan, leaflet,

benar hanya terbatas pada tingkat dan stiker, termasuk mempersiapkan

ISU AKTUAL

Kegiatan Sosialisasi Masih Sangat Kurang

Kepala BPKN Suarhatini 'Tini' Hadad

menyatakan, sosialisasi sudah dilakukan

oleh Pertamina dan distributornya, tetapi

frekuensinya dirasakan masih kurang

banyak dan kurang lengkap, terlihat dari

jumlah kecelakaan yang hampir setiap hari

meningkat. Bahkan sebelum program ini

dijalankan, BPKN telah mengingatkan

tentang perlunya sosialisasi itu sampai ke

wilayah-wilayah terpencil, di mana selama

ini mereka kerap menggunakan minyak

tanah sebagai bahan bakar kompor.

JULI 20104

KILAS

Permasalahan Penggunaan tabung Gas LPG 3 Kg dan 12

Kg. Maraknya kasus ledakan tabung gas 3 kg pada tahun 2010

disikapi oleh BPKN dengan menyampaikan rekomendasi dalam

Surat kepada Menteri Perdagangan No. 105/BPKN/7/2010 tanggal

12 Juli 2010, bahwa untuk tabung gas 3 kg dan 12 kg beserta

perangkatnya secara tersendiri agar dikenai wajib label. BPKN juga

menyampaikan Surat No. 114/BPKN/8/2010 tanggal 2 Agustus 2010

tentang Penanganan Permasalahan Penggunaan Tabung Gas LPG

3 Kg kepada Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat.

4. Rekomendasi BPKN kepada Gubernur DKI Jakarta dalam

Surat No. 123/BPKN/8/2010 perihal Revisi Perda No. 5 tahun

1999 tentang Perparkiran. Pelaku usaha kerap mencantumkan

klausula baku, yang cenderung melempar tanggungjawab di karcis

parkir antara lain: ”kehilangan barang menjadi tanggung jawab

konsumen”. Mencermati kasus tersebut, BPKN menyampaikan

saran dan rekomendasi kepada Gubernur DKI Jakarta No. 123/

BPKN/8/2010 tanggal 16 Agustus 2010 mengenai Revisi Perda

no. 5 Tahun 1999 tentang Perparkiran. Dalam sebuah perkara

di pengadilan Mahkamah Agung telah memutuskan bahwa

pengelola parkir wajib mengganti kendaraan yang hilang di area

parkir. Putusan tersebut menjadi yurisprudensi bagi kasus serupa.

5. Rekomendasi BPKN tentang Strategi Kebijakan Edukasi

Konsumen Muda. BPKN merekomendasikan kepada Kementerian

Pendidikan untuk menyusun dan menerapkan Sistem Edukasi

Perlindungan Konsumen Muda kepada anak-anak usia sekolah

(tingkat PAUD, SMP, dan SMA) yang melibatkan pendamping

dalam bentuk kurikulum dan kegiatan ekstra kurikuler. Sebagai

contoh, anak diberikan kesempatan untuk berinteraksi secara

langsung ke pasar dengan memilih produk yang aman dan sehat

agar mereka menjadi cerdas dan kritis sebagai konsumen.

6. Rekomendasi BPKN tentang air Minum Dalam Kemasan. Di

beberapa tempat penjualan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK),

BPKN menemukan produk AMDK yang masih mencantumkan

SNI wajib AMDK yang lama yaitu SNI 01-3553-1996. Seharusnya

produsen sudah mencantumkan SNI Wajib AMDK yang baru yakni

SNI 01-3553-2006 pada kemasan produk, dimana standar ini direvisi

pada bagian persyaratan mutu AMDK yang meliputi dua kategori,

yaitu: air mineral dan air demineral. BPKN merekomendasikan kepada

Kementerian Perindustrian sebagai pembina teknis industri AMDK

untuk mengingatkan pelaku usaha agar segera mencantumkan

SNI 01-3553-2006 pada kemasan produk AMDK-nya. u

dan Forum Komunikasi

BPKN Regional

(28/11/2010).

B P K N j u g a

m e n g a d a k a n

kerjasama dengan

lembaga perlindungan

konsumen di luar

negeri seperti Malaysia,

Thailand, Australia,

Taiwan, dan Mesir serta

menandatangani Nota

Kesepahaman dengan UII Jogjakarta

dan Universitas Hasanuddin, Makassar

untuk kerjasama edukasi perlindungan

konsumen di kalangan akademisi.

Selama tahun 2010, BPKN

menghasilkan rekomendasi yang

bertujuan untuk mencegah kerugian

konsumen. Kegiatan perlindungan

konsumen BPKN bertolak dari

informasi kerugian konsumen

berdasarkan aspek K3L pada suatu

produk yang menyangkut hajat

hidup orang banyak dan berdasarkan

banyaknya data pengaduan

konsumen yang masuk. Rekomendasi tersebut adalah :

1. Rekomendasi Permasalahan Nasabah Bank IFI dengan

LPS kepada Presiden Republik Indonesia dan Kepala Eksekutif

Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) melalui Surat No. 70 dan 71/

BPKN/5/2010. Berdasarkan hasil kajian BPKN tersebut, LPS harus

meninjau kembali keputusan “tidak layak bayar” sehingga nasabah

Bank IFI dapat memperoleh penjaminan penggantian.

2. Rekomendasi Perihal Kebijakan Pt. PLN tentang sistem

Payment Point Online Bank (PPOB) kepada Direktur Utama PT.

PLN dan Menteri Koordinator Perekonomian melalui Surat No. 73/

BPKN/5/2010 tanggal 31 Mei 2010 sebagai tindaklanjut pengaduan

dari Himpunan Lembaga Konsumen Indonesia (HLKI).

3. Rekomendasi BPKN kepada Menteri Perdagangan dalam

Surat No. 105 dan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan

Rakyat dalam surat No. 114/BPKN/8/2010 tentang Penanganan

BPKN, Terdepan dalam Melindungi Konsumen

1 4 | APril 2011

PereDaran ProDuk mainan anak-anak yang membahayakan

keselamatan dan kesehatan tidak

terbendung. Produk tersebut

bebas beredar dimana-mana tanpa

ada pengawasan memadai dari

pemerintah.

Badan Perlindungan Konsumen

Nasional (BPKN) telah mengamati

peredaran produk mainan anak-anak

yang tidak berstandar dan sangat

merugikan konsumen, khususnya anak.

Perhatian BPKN terhadap

produk mainan anak-anak yang tidak

berstandar sudah sangat lama. BPKN

pernah merekomendasikan kepada

Menteri Perindustrian mengenai

Urgensi Penyusunan SNI Wajib Mainan

Anak melalui surat No, 55/BPKN/8/2007

pada 20 Agustus 2007.

Kemudian BPKN melakukan

audiensi dengan Menteri Perindustrian

pada 7 April 2010 di Kementerian

Perindustrian. Pada saat itu, dijanjikan

penerapan SNI Wajib akhir Desember

2010.

Berdasarkan hasil

pengamatan BPKN,

mainan anak yang beredar

membahayakan keselamatan

dan kesehatan karena

bentuknya tajam, runcing,

tidak elastis, mudah tertelan,

dan mudah patah. Selama

ini konsumen anak sangat

rentan dan belum memiliki

pemahaman memadai dalam

memilih mainan. Dalam kurun waktu

tertentu, hanya tiga bulan mencuat

kasus yang disebabkan oleh mainan

pistol-pistolan dan berakibat cideranya

anak-anak, seperti kasus yang terjadi di

Padang yang menciderai 20 orang anak

dimana 8 orang terancam kebutaan.

BPKN menilai anak merupakan

generasi muda dan aset bangsa perlu

mendapat perlindungan dari aspek

keamanan, kesehatan, keselamatan

dan lingkungan. Hal itu sejalan dengan

konvensi PBB yang menekankan bahwa

anak memiliki 4 hak dasar yang harus

dipenuhi, yakni hak atas kelangsungan

hidup, hak untuk berkembang hak

partisipasi dan hak perlindungan.

Karena itu, BPKN pada tanggal

23 Desember 2010 kemudian

mengeluarkan rekomendasi melalui

surat No. 192/BPKN/12/2010 kepada

Menteri Perindustrian selaku pembina

teknis industri agar segera dapat

memberlakukan SNI mainan anak

secara wajib.

Surat rekomendasi tersebut

ditembuskan juga kepada Menteri

Perdagangan, Ketua Komite Akreditasi

Nasional dan Asosiasi Perusahaan

Mainan Indonesia (APMI). u

REKOMENDASI

JULI 2010 9

Rekomendasi BPKN

Menebas Kebijakan yang Merugikan Konsumen

Rekomendasi adalah senjata tajam Badan Perlindungan

Konsumen Nasional (BPKN). Lewat rekomendasi, BPKN mengkritisi

kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dengan UU No. 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen.

/

t

l

g

e

r

p

s

l

g

p

t

.

c

m

o

p

-

b

o

g

-

o

t

.

b

o

s

o

o

nyusun kebijakan perlindungan SEJAK dewan pengurus BPKN konsumen. pertama dibentuk, berbagai

Tahun ini, BPKN sudah me-rekomendasi sudah dikeluarkan, ngeluarkan dua rekomendasi terha-yakni terkait kasus minyak tanah, dap Presiden yang juga ditujukan pangan, Haji, listrik, PDAM, Kese-kepada menteri dan lembaga ter-hatan, Transportasi, Bahan Bakar kait. Rekomendasi pertama terkait Gas dan Bahan Transgenik. kasus sistem pembayaran listrik Namun, yang terpenting apa-melalui Payment Point Online Bank kah rekomendasi tersebut ditindak-(PPOB). Rekomendasi juga diala-lanjuti pemerintah? Alangkah sa-matkan kepada Wakil Presiden, yangnya jika rekomendasi akhirnya Menteri Negara Badan Usaha Milik cuma sekadar numpang lewat bila Negara (BUMN), Menteri Energi dan tidak ditanggapi oleh pemerintah. Sumber Daya Mineral, Menteri Ketua BPKN Suarhatini “Tini” Perdagangan dan PT PLN. Hadad mengakui tidak semua reko-

Kedua kasus Bank IFI dengan mendasi BPKN ditindaklanjuti pe-eks nasabahnya yang rekomenda-merintah. Selama 3 tahun perjalan-sinya ditujukan kepada Wakil Pre-an pengurus BPKN sebelumnya, ha-siden, Menko Perekonomian, Men-nya beberapa rekomendasi yang di-teri Keuangan, Menteri Perdagang-tindaklanjuti seperti pencemaran an, Gubernur BI, Kepala Eksekutif formalin pada makanan, pendis-Lembaga Pejaminan Simpanan tribusian bahan berbahaya dan pe-(LPS). netapan standar mainan anak.

Menurut Tini Hadad, kedua Meski pemerintah cenderung kasus ini masuk ke meja BPKN mengabaikan rekomendasi BPKN, berdasarkan laporan masyarakat namun berdasarkan UU No. 8 Tahun yang ditanggapi serius BPKN. 1999, BPKN wajib memberi saran

Terkait kasus sistem pem-dan rekomendasi kepada peme-bayaran listrik melalui Payment rintah sebagai basis untuk Point Online Bank (PPOB), BPKN me-me-

nerima pengaduan dari Him-punan Lembaga Konsumen Indonesia (HLKI). Pembayar l istrik mengadu karena sebagai konsumen dibebani biaya untuk setiap pemba-yaran listrik melalui sistem PPOB dengan nilai bervariasi antara Rp 1.600 Rp 5.000. Bank langsung membebani ke rekening tagihan konsumen padahal PLN tidak pernah meminta persetujuan kon-sumen mengenai pembayaran dengan sistem PPOB PLN.

Dari penelusuran BPKN menunjukkan sistem PPOB PLN merupakan hasil perjanjian antara PT PLN dengan pihak ketiga (Bank) dengan membe-bankan akibat perjanjian terse-but berupa biaya administrasi kepada konsumen.

Pembebanan biaya admi-nistrasi tersebut tidak pernah diperjanjikan kepada konsumen

Produk Mainan Anak Harus Memiliki Standar

APril 2011 | 1 5

REKOMENDASI

JULI 2010 9

Rekomendasi BPKN

Menebas Kebijakan yang Merugikan Konsumen

Rekomendasi adalah senjata tajam Badan Perlindungan

Konsumen Nasional (BPKN). Lewat rekomendasi, BPKN mengkritisi

kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dengan UU No. 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen.

/

t

l

g

e

r

p

s

l

g

p

t

.

c

m

o

p

-

b

o

g

-

o

t

.

b

o

s

o

o

nyusun kebijakan perlindungan SEJAK dewan pengurus BPKN konsumen. pertama dibentuk, berbagai

Tahun ini, BPKN sudah me-rekomendasi sudah dikeluarkan, ngeluarkan dua rekomendasi terha-yakni terkait kasus minyak tanah, dap Presiden yang juga ditujukan pangan, Haji, listrik, PDAM, Kese-kepada menteri dan lembaga ter-hatan, Transportasi, Bahan Bakar kait. Rekomendasi pertama terkait Gas dan Bahan Transgenik. kasus sistem pembayaran listrik Namun, yang terpenting apa-melalui Payment Point Online Bank kah rekomendasi tersebut ditindak-(PPOB). Rekomendasi juga diala-lanjuti pemerintah? Alangkah sa-matkan kepada Wakil Presiden, yangnya jika rekomendasi akhirnya Menteri Negara Badan Usaha Milik cuma sekadar numpang lewat bila Negara (BUMN), Menteri Energi dan tidak ditanggapi oleh pemerintah. Sumber Daya Mineral, Menteri Ketua BPKN Suarhatini “Tini” Perdagangan dan PT PLN. Hadad mengakui tidak semua reko-

Kedua kasus Bank IFI dengan mendasi BPKN ditindaklanjuti pe-eks nasabahnya yang rekomenda-merintah. Selama 3 tahun perjalan-sinya ditujukan kepada Wakil Pre-an pengurus BPKN sebelumnya, ha-siden, Menko Perekonomian, Men-nya beberapa rekomendasi yang di-teri Keuangan, Menteri Perdagang-tindaklanjuti seperti pencemaran an, Gubernur BI, Kepala Eksekutif formalin pada makanan, pendis-Lembaga Pejaminan Simpanan tribusian bahan berbahaya dan pe-(LPS). netapan standar mainan anak.

Menurut Tini Hadad, kedua Meski pemerintah cenderung kasus ini masuk ke meja BPKN mengabaikan rekomendasi BPKN, berdasarkan laporan masyarakat namun berdasarkan UU No. 8 Tahun yang ditanggapi serius BPKN. 1999, BPKN wajib memberi saran

Terkait kasus sistem pem-dan rekomendasi kepada peme-bayaran listrik melalui Payment rintah sebagai basis untuk Point Online Bank (PPOB), BPKN me-me-

nerima pengaduan dari Him-punan Lembaga Konsumen Indonesia (HLKI). Pembayar l istrik mengadu karena sebagai konsumen dibebani biaya untuk setiap pemba-yaran listrik melalui sistem PPOB dengan nilai bervariasi antara Rp 1.600 Rp 5.000. Bank langsung membebani ke rekening tagihan konsumen padahal PLN tidak pernah meminta persetujuan kon-sumen mengenai pembayaran dengan sistem PPOB PLN.

Dari penelusuran BPKN menunjukkan sistem PPOB PLN merupakan hasil perjanjian antara PT PLN dengan pihak ketiga (Bank) dengan membe-bankan akibat perjanjian terse-but berupa biaya administrasi kepada konsumen.

Pembebanan biaya admi-nistrasi tersebut tidak pernah diperjanjikan kepada konsumen

BPKn: Banyak Praktek Pelanggaran UU no. 42/2009 Undang-undang No. 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga

atas UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai

Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah mendapat

sorotan dari Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN).

Substansi UU dinilai tidak jelas dan bermasalah dalam penerapannya.

Perubahan UU tersebut tujuannya adalah meningkatkan kepastian

hukum dan keadilan bagi rakyat, menyederhanakan sistem PPN dan

mengurangi distorsi serta peningkatan kegiatan ekonomi. Namun,

kenyataannya ditemukan berbagai permasalahan dan penyimpangan

yang dilakukan pengusaha sehingga merugikan rakyat banyak.

Berdasarkan UU tersebut khususnya Pasal 4A Ayat 2, barang

yang tidak dikenai PPN adalah barang tertentu dalam kelompok a)

barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil

langsung dari sumbernya; b) barang kebutuhan pokok yang sangat

dibutuhkan rakyat banyak; c) makanan dan minuman yang disajikan

di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi

makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun

tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha

jasa boga atau katering; d) uang, emas batangan dan surat berharga.

Namun, BPKN dalam pengamatan di lapangan menemukan

banyak praktek pelanggaran UU No. 42 tahun 2009. Pelanggaran itu

adalah, pengusaha mengenakan PPN 10% pada barang kebutuhan

pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat. Pengusaha menempatkan

barang tidak kena PPN pada kemasan barang kena PPN. Pengusaha

mengenakan PPN namun tidak mencantumkan dalam bukti

pembelian. Ada juga pengusaha yang masih mencantumkan PPN

10%, namun yang dimaksud adalah pajak pembangunan seperti

pajak restoran. BPKN memperkirakan hal tersebut terjadi karena faktor

kesengajaan dari pengusaha.

BPKN juga menilai timbulnya masalah itu karena ada ketidakjelasan

dalam klausula pengaturan dalam UU No. 42 Tahun 2009. Misalnya,

disebutkan bahwa daging termasuk barang yang sangat dibutuhkan

oleh rakyat banyak sehingga tidak dikenakan PPN 10%. Namun

pendefinisian daging sangat membingungkan. Dalam penjelasan

disebutkan daging yang dimaksud adalah

daging segar tanpa diolah, tetapi melalui

proses disembelih dan seterusnya.

UU tersebut juga dinilai kurang

berpihak pada rakyat kecil, misalnya

daging dibebaskan dari PPN namun tidak

menyebutkan daging apa saja sehingga daging ikan tidak termasuk

yang dibebaskan. Dalam prakteknya pengusaha yang menjual ikan asin

dikenakan PPN10%, padahal konsumen ikan asin adalah rakyat kecil.

Mengingat kerugian konsumen akibat pengenaan PPN yang

kerap menimbulkan masalah, BPKN mengeluarkan rekomendasi

dalam surat No. 193/BPKN/12/2010 kepada Menteri Keuangan.

Dalam rekomendasi itu, Menteri Keuangan cq Direktorat Jenderal

Pajak diminta : (1) menyusun petunjuk teknis dengan definisi yang jelas

dan tidak menimbulkan multi tafsir tentang barang kebutuhan pokok

yang sangat dibutuhkan rakyat. Selain itu, BPKN menilai perlunya

keberpihakan kepada rakyat kecil sehingga tujuan penyempurnaan

UU tentang PPN/PPnBM meningkatkan kepastian hukum dan keadilan

bagi pengenaan PPN serta mengurangi distorsi dan peningkatan

kegiatan ekonomi dapat tercapai.

(2) Melakukan pengawasan dan pemantauan lapangan atas pelaksanaan

pengenaan PPN pada barang kebutuhan pokok, makanan dan minuman

seperti yang diatur dalam UU No. 42 tahun 2009 serta memberi sanksi

kepada pengusaha yang melanggar sesuai ketentuan yang berlaku.

(3) Perlu disusun pedoman pembuatan format kuitansi/struk

pembayaran yang baku yang memberikan informasi yang jelas tentang

pengenaan PPN pada barang-barang kebutuhan rakyat banyak.

(4) Pemerintah daerah melakukan sosialisasi lebih gencar atas kewajiban

pengusaha untuk mengenakan pajak

pembangunan pada hotel dan restoran, dan

melakukan pengawasan dalam pelaksanaan

pengenaan pajak, guna pengamanan PAD

yang diterima dan pelaksanaan program

pembangunan daerah. u

1 6 | APril 2011

Rumah sakit merupakan

sebuah lembaga penting

di bidang kesehatan.

Keberadaan rumah sakit amat

dibutuhkan masyarakat guna

mengatasi masalah-masalah yang

menyangkut kesehatan.

Berdasarkan fungsinya, rumah

sakit adalah suatu organisasi yang

menyelenggarakan pelayanan

kesehatan, asuhan keperawatan

yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang

diderita oleh pasien melalui tenaga medis profesional yang terorganisir

serta sarana kedokteran yang permanen.

Namun dalam menjalankan fungsinya di atas, tidak sedikit muncul

keluhan terhadap pelayanan rumah sakit yang tidak sesuai dengan

prosedur yang berlaku sehingga merugikan masyarakat konsumen selaku

pengguna jasa rumah sakit.

Karena banyaknya keluhan terhadap pelayanan rumah sakit yang

terkait dengan kepentingan konsumen, Badan Perlindungan Konsumen

Nasional (BPKN) telah melakukan kajian terhadap pelayanan yang

diberikan rumah sakit kepada konsumennya.

Kajian dilakukan di wilayah Jabotabek selama tahun 2010 dengan

responden terdiri atas pasien dan manajemen rumah sakit. Dari kajian itu,

BPKN menemukan sejumlah fakta.

Dalam kajiannya, BPKN menemukan bukti bahwa Standar Pelayanan

Minimal (SPM) yang dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.129/

Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit,

pada hakekatnya adalah jenis pelayanan dasar rumah sakit yang wajib

dilaksanakan oleh semua rumah sakit daerah (RSUD) di kabupaten/kota.

Pada kenyataannya indikator SPM itu juga diterapkan oleh rumah sakit

swasta dan khusus yang menjadi sampel penelitian BPKN.

BPKN juga menemukan fakta bahwa pelaksanaan 11 jenis pelayanan

yang terkait langsung dengan hak pasien sebagai konsumen sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4 Undang Undang Perlindungan Konsumen,

untuk rumah sakit swasta dan khusus sebagian besar telah dilaksanakan

dengan baik. Namun, beberapa rumah sakit daerah (RSUD) belum mampu

sepenuhnya memenuhi 11 jenis pelayanan tersebut.

Selain itu, kajian tersebut juga menemukan bahwa dari 15 rumah

sakit yang menjadi sampel penelitian BPKN, belum ada yang terakreditasi.

Sebagian baru dalam proses pengajuan akreditasi. Hal ini menunjukkan

penerapan ketentuan mengenai akreditasi yang diatur dalam Undang

Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, belum

sepenuhnya dipatuhi oleh sebagian besar rumah sakit.

Hasil kajian tersebut kemudian dibahas BPKN

dalam sebuah workshop dan telaahan lebih lanjut, yang

memunculkan dua permasalahan di bidang pelayanan

rumah sakit sebagai berikut:

Pertama, hubungan pasien dengan dokter yang praktek di rumah

sakit. Sebagaimana diatur dalam Pasal 46 UU No. 44 Tahun 2009 tentang

Rumah Sakit bahwa rumah sakit bertanggung jawab secara hukum

terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan

tenaga kesehatan di rumah sakit. Namun kenyataannya, seringkali

hubungan dokter dengan pasien masih menimbulkan kemelut yang

merugikan kepentingan pasien sebagai konsumen.

Kedua, Keputusan Menteri Kesehatan No. 129/Menkes/SK/II/2008

tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit belum diharmonisasikan

dengan ketentuan Undang Undang No.25 tahun 2009 tentang Pelayanan

Publik.

Berdasarkan hasil kajian dan workshop serta telaahan tersebut, BPKN

telah memberikan saran dan rekomendasi kepada Kementerian Kesehatan

sebagai berikut:

BPKN merekomendasikan Kementerian Kesehatan perlu menerapkan

SPM yang wajib dipedomani oleh seluruh rumah sakit secara nasional. BPKN

juga menyarankan Kementerian Kesehatan untuk mengharmonisasikan

SPM rumah sakit dengan Undang Undang No. 25 tahun 2009 tentang

Pelayanan Publik.

Selain itu, Kementerian Kesehatan juga direkomendasikan untuk

mempertegas pelaksanaan akreditasi rumah sakit sebagaimana diatur

dalam pasal 40 UU No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit dengan

mewajibkan seriap rumah sakit mencantumkan tingkat akreditasi yang

dimilikinya sebagai label dari rumah sakit yang bersangkutan, sejalan

dengan Pasal 4 butir c dan Pasal 7 butir b Undang Undang Perlindungan

Konsumen.

Dalam kaitan hubungan pasien dan dokter yang berpraktek di

rumah sakit, BPKN merekomendasikan perlunya hal itu diatur melalui

Peraturan Menteri Kesehatan yang mempertegas bahwa tanggung

jawab akhir terhadap pasien sebagai konsumen berada pada rumah

sakit sebagai pelaku usaha. u

haSIL PENELItIaN BPKNPelayanan Rumah sakit

belum optimal

REKOMENDASI

JULI 2010 9

Rekomendasi BPKN

Menebas Kebijakan yang Merugikan Konsumen

Rekomendasi adalah senjata tajam Badan Perlindungan

Konsumen Nasional (BPKN). Lewat rekomendasi, BPKN mengkritisi

kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dengan UU No. 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen.

/

t

l

g

e

r

p

s

l

g

p

t

.

c

m

o

p

-

b

o

g

-

o

t

.

b

o

s

o

o

nyusun kebijakan perlindungan SEJAK dewan pengurus BPKN konsumen. pertama dibentuk, berbagai

Tahun ini, BPKN sudah me-rekomendasi sudah dikeluarkan, ngeluarkan dua rekomendasi terha-yakni terkait kasus minyak tanah, dap Presiden yang juga ditujukan pangan, Haji, listrik, PDAM, Kese-kepada menteri dan lembaga ter-hatan, Transportasi, Bahan Bakar kait. Rekomendasi pertama terkait Gas dan Bahan Transgenik. kasus sistem pembayaran listrik Namun, yang terpenting apa-melalui Payment Point Online Bank kah rekomendasi tersebut ditindak-(PPOB). Rekomendasi juga diala-lanjuti pemerintah? Alangkah sa-matkan kepada Wakil Presiden, yangnya jika rekomendasi akhirnya Menteri Negara Badan Usaha Milik cuma sekadar numpang lewat bila Negara (BUMN), Menteri Energi dan tidak ditanggapi oleh pemerintah. Sumber Daya Mineral, Menteri Ketua BPKN Suarhatini “Tini” Perdagangan dan PT PLN. Hadad mengakui tidak semua reko-

Kedua kasus Bank IFI dengan mendasi BPKN ditindaklanjuti pe-eks nasabahnya yang rekomenda-merintah. Selama 3 tahun perjalan-sinya ditujukan kepada Wakil Pre-an pengurus BPKN sebelumnya, ha-siden, Menko Perekonomian, Men-nya beberapa rekomendasi yang di-teri Keuangan, Menteri Perdagang-tindaklanjuti seperti pencemaran an, Gubernur BI, Kepala Eksekutif formalin pada makanan, pendis-Lembaga Pejaminan Simpanan tribusian bahan berbahaya dan pe-(LPS). netapan standar mainan anak.

Menurut Tini Hadad, kedua Meski pemerintah cenderung kasus ini masuk ke meja BPKN mengabaikan rekomendasi BPKN, berdasarkan laporan masyarakat namun berdasarkan UU No. 8 Tahun yang ditanggapi serius BPKN. 1999, BPKN wajib memberi saran

Terkait kasus sistem pem-dan rekomendasi kepada peme-bayaran listrik melalui Payment rintah sebagai basis untuk Point Online Bank (PPOB), BPKN me-me-

nerima pengaduan dari Him-punan Lembaga Konsumen Indonesia (HLKI). Pembayar l istrik mengadu karena sebagai konsumen dibebani biaya untuk setiap pemba-yaran listrik melalui sistem PPOB dengan nilai bervariasi antara Rp 1.600 Rp 5.000. Bank langsung membebani ke rekening tagihan konsumen padahal PLN tidak pernah meminta persetujuan kon-sumen mengenai pembayaran dengan sistem PPOB PLN.

Dari penelusuran BPKN menunjukkan sistem PPOB PLN merupakan hasil perjanjian antara PT PLN dengan pihak ketiga (Bank) dengan membe-bankan akibat perjanjian terse-but berupa biaya administrasi kepada konsumen.

Pembebanan biaya admi-nistrasi tersebut tidak pernah diperjanjikan kepada konsumen

APril 2011 | 1 7

undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang konsumen, perumusan tindak pidana SENGKETA pembiayaan antara Perlindungan Konsumen (UUPK) sampai dalam Pasal 35 dan 36 Undang-undang konsumen dan pelaku usaha yang difa-kini masih mengalami hambatan. Hak No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan silitasi pengurus Lembaga Perlindungan konsumen untuk mendapatkan infor- Fidusia yang menempatkan pemberi Konsumen Swadaya Masyarakat masi yang benar dan jujur masih fidusia (konsumen) sebagai subjek tin-(LPKSM) seharusnya tidak diselesaikan dianggap angin lalu. Banyaknya kasus- dak pidana, emnunjukkan tidak pro-dengan mengedepankan hukum pidana kasus pembiayaan konsumen meru- porsionalnya tindak pidana tersebut. mengingat hubungan hukum antara pe-pakan cerminan lemahnya penegakan “Apalagi tidak ada perumusan laku usaha dengan konsumen sebetul-hukum perlindungan konsumen. tindak pidana dan sanksi pidana bagi nya merupakan hubungan perdata.

“Konsumen belum bermartabat. penerima fidusia (pelaku usaha) yang Penyelesaian sengketa konsumen yang LPKSM yang tugasnya dalam pe- tidak mendaftarkan jaminan fidusia dilakukan dengan pendekatan hukum nanganan pengaduan konsumen dija- dalam undang-undang tersebut. pidana justru akan bersifat kontra min Pasal 44 ayat (3) huruf d Undang- Padahal pendaftaran jaminan fidusia produktif terhadap upaya perlindungan undang Nomor 8 Tahun 1999 bisa merupakan suatu keharusan. Tindakan konsumen itu sendiri.terancam menjadi tersangka, bahkan tidak mendaftarkan jaminan fidusia ini Demikian salah satu benang me-terdakwa dengan digunakannya instru- jelas merupakan kerugian negara, rah dari workshop bertema “Penyele-ment hukum pidana lainnya, melalui karena negara tidak memperoleh saian Permasalahan Pembiayaan Kon-Pasal-pasal KUHP,” kata Yusuf. penghasilan yang seharusnya diperoleh sumen” yang diselenggarakan Badan

Menurut Yusuf, penegakan hokum dari pendaftaran tersebut,” kata Yusuf.Perlindungan Konsumen Nasional (BP-untuk menyeimbangkan posisi konsu- Sementara itu, Indah Suksmaning-KN) di Jakarta belum lama ini. Work-men yang lemah terhadap posisi pelaku sih, anggota BPKN mempertanyakan shop tersebut digelar sehubungan usaha tidak selali positif dengan di- peran Debt Collector serta kewenangan dengan hasil pantauan BPKN bahwa dari gunakannya hokum pidana. Hubungan LPKSM untuk menyimpan barang bukti 38 pengaduan yang masuk selama hukum pelaku usaha dengan konsumen agar tidak disita oleh pelaku usaha jasa Nopember 2008 sampai Januari 2010, yang pada dasarmua merupakan hu- leasing. BPKN berpendapat perusahaan sebanyak 27 pengaduan atau 71% dian-bungan perdata menjadi tidak ekono- pembiayaan tidak seharusnya serta taranya merupakan pengaduan pem-mis dan kontra produktif, ketika peng- merta menerapkan hukum pidana ke-biayaan konsumen.gunaan hukum pidana dipaksakan, baik pada konsumen bila konsumen wan-Workshop dipandu oleh moderator terhadap konsumen, pengurus LPKSM prestasi. Apalagi konsumen seringkali E. Shobirin (anggota BPKN), dengan dan pelaku usaha. mendapatkan ancaman untuk peme-menampilkan narasumber Prof. DR.

Terkait dengan jasa pembiayaan nuhan kewajibannya. YsRosa Agustina, SH (Guru Besar Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Indonesia) dan Drs. Firman Turmantara E, SH, MH (Himpunan Lembaga Konsumen Indonesia, HLKI).

Sementara itu, hasil kajian Direk-torat Perlindungan Konsumen Ke-menterian Perdagangan RI tahun 2006 juga menunjukkan lemahnya posisi konsumen dalam hubungan keper-dataan antara pelaku usaha dengan konsumen. Hal serupa juga terjadi dalam kasus-kasus yang ditangani LPKSM seperti Yayasan Lembaga Kon-sumen Indonesia (YLKI, 2007) dan Him-punan Lembaga Konsumen Indonesia (HLKI, 2009).

Karena itu, BPKN menilai penye-lesaian kasus pembiayaan konsumen ini perlu ditindaklanjuti dalam kerangka kebijakan perlindungan konsumen sesuai dengan tugas BPKN yang diamanatkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Yusuf Shofie, anggota Komisi Pengaduan dan Penanganan Kasus BPKN mengatakan, penegakan Undang-

MITRA BPKN

Penyelesaian Sengketa Pembiayaan Konsumen Harus Adil dan Proporsional

JULI 201012

mu

vid

.w

ordpress.com

itu tidak hanya sebagai acara seremonial yang

hanya dinikmati oleh orang tertentu. ”Tetapi

masyarakat perlu tahu apa makna sebenarnya

yang diperjuangkan oleh organisasi konsumen.

Apalagi kalau yang mencanangkan adalah

organisasi seperti BPKN,” tuturnya.

Misalnya, lanjut Kunto, BPKN bersama

Kementerian Perdagangan memfasilitasi para

pedagang besar maupun industri besar dalam

setahun sekali menjual barangnya dengan

harga distributor. Barang atau produk tersebut

dijual kepada konsumen selama seminggu saja,

tetapi diadakan di beberapa tempat atau lokasi

secara serempak di ibukota kabupaten atau

ibukota provinsi.

”Itu kemauan kami kalau HKN ingin

dicanangkan. Kalau dicanangkan hanya untuk

ditulis saja, masyarakat sebenarnya sudah

tahu apa saja yang dinamakan konsumen, dan

Hari Konsumen itu harus memiliki makna agar

dari kegiatan itu ada satu pelaksanaan yang

mengikat masyarakat,” kata Kunto.

Dengan demikan, tambahnya, konsumen

akan tahu bahwa ada organisasi yang namanya

BPKN. Di satu sisi pemerintah akan melindungi

konsumen melalui UU yang ada. Di sisi yang lain

diselenggarakannya bazaar menjadi “semacam

promosi” bagi perusahaan atau produsen

besar. ”Jadi maknanya bukan seremonial yang

sifatnya diadakan di satu gedung di ibukota ini.

Itulah perencananaan yang pernah saya susun

pada tahun 2008,” ungkap Kunto.

Kalau kegiatan HKN itu sukses, maka

dapat diadakan lagi pada tahun-tahun

berikutnya secara serempak di seluruh kota

besar ibukota provinsi dan dibuka oleh

pemimpin negara. Dengan demikian seluruh

anggota masyarakat dapat menyaksikannya

melalui televisi. ”Yang terpenting kegiatan

tersebut tidak hanya bersifat seremonial

yang hanya membuang-buang uang rakyat,

melainkan harus ada manfaat langsung yang

dirasakan masyarakat sebagai konsumen,”

tegas Kunto.

Mengenai waktu peringatan HKN, Kunto

menyarankan agar mengacu kepada tanggal

disahkannya UU Perlindungan Konsumen

No. 8 tahun 1999, yaitu pada tanggal 20

April tahun 1999. Dasar pemikirannya perlu

disesuaikan dengan saat diundangkannya

UUPK pada bulan April.

”Dulu, ketika saya rencanakan peringatan

HKN tahun 2008, saya buat tanggal 20 atau 21

April. Namun karena LPKSM waktu itu tidak

dianggap, maka peringatan tersebut tidak jadi,

padahal saya sudah ada perjanjian dengan

pihak GBK Senayan. Pertimbangan lainnya,

pada bulan April biasanya musim hujan sudah

berhenti. Hal ini sangat penting karena adanya

kegiatan bazaar secara serentak di seluruh

Indonesia,” kata Kunto.

Dengan demikian, peringatan HKN

akan menjadi saat-saat yang ditunggu oleh

konsumen. Sebaliknya, bagi produsen kegiatan

tersebut seperti semacam ucapan terima kasih

kepada konsumen, karena berkat konsumen

usaha mereka menjadi maju dan barangnya

dibeli oleh para konsumen. ”Jadi, kegiatan

tersebut sifatnya saling mengisi dan

mencapai posisi keseimbangan

antara produsen dan

konsumen.” u

HKN DoRoNg KoNsUMEN MENyADARi HAK-HAKNyARRencana dan gagasan BPKN untuk

menetapkan Hari Konsumen Nasional (HKN) ditanggapi secara positif oleh

kalangan pegiat perlindungan konsumen dan Lembaga Perlindungan Konsumen swadaya Masyarakat (LPKsM) di tanah air. salah satu LPKsM ibukota, yayasan Perlindungan Konsumen Nusantara (yPKN) menyambut baik gagasan itu sebagai langkah yang sangat baik untuk meningkatkan upaya perlindungan konsumen di indonesia.

Ketika ditemui di kantornya yang

berlokasi di wilayah Jakarta Timur, Ketua

UmumYPKN, Kunto Purwadi mengemukakan

berbagai pandangannya mengenai gagasan

penetapan HKN.

”Gagasan penetapan Hari Konsumen

Nasional, saya nilai sangat baik, karena melalui

kegiatan tersebut semua masyarakat akan tahu

bahwa konsumen itu sudah dilindungi semua

hak-haknya oleh UU Perlindungan Konsumen,”

tutur Kunto kepada Newsletter BPKN di

kantornya.

Menurut Kunto, YPKN bahkan pernah

berencana untuk mencanangkan HKN dengan

mengadakan peringatan HKN di Gelora

Bung Karno, Senayan tanggal 21 April 2008.

”Namun tidak tahu bagaimana pemerintah

menanggapinya, karena izin dari pemerintah

tidak keluar sehingga akhirnya acara tersebut

tidak jadi digelar,” papar Kunto yang kini aktif

dalam kegiatan perlindungan konsumen agar

konsumen tidak dirugikan hak-haknya.

Kunto menilai sebaiknya peringatan

HKN tidak hanya sekedar acara seremonial

yang tidak memberikan manfaat bagi

kalangan konsumen, melainkan harus

berupa kegiatan atau event yang dapat

memberikan manfaat bagi konsumen.

Pimpinan YPKN yang sejak

tahun 2006 sering menjadi saksi

ahli dalam sejumlah kasus sengketa

konsumen ini menuturkan

harapannya agar HKN

1 8 | APril 2011

penyuluh melalui kerjasama dengan PENGAWASAN juga dilakukan di

instansi terkait. beberapa lokasi, namun hingga kini masih

BPKN sendiri akan membuat pusat banyak produk-produk yang beredar

informasi terkait dengan penanganan ternyata berada di bawah standar yang

kasus tabung LPG beserta asesorisnya, dipersyaratkan. Sebagai gambaran, data

dan juga akan dilakukan tindakan korektif yang dihimpun BPKN kondisi aksesoris dan

maupun preventif. Selain itu, BPKN akan tabung gas yang tidak memenuhi standar,

meningkatkan koordinasi dalam rangka di antaranya tabung gas 3 kg ada 7 persen;

sosialisasi atau edukasi kepada para regulator 20 persen; kompor gas 50

retailer (pengecer) dan pengguna, persen; katup tabung 66 persen; serta

termasuk mengedukasi masyarakat dalam selang 100 persen.

membeli kompor gas beserta peralatan-Itulah sebabnya, dari Januari sampai

nya, agar memilih yang berlabel SNI.Juni 2010, diperkirakan jumlah kasus

BPKN juga sedang melakukan kajian kecelakaan akibat tabung gas dan

yang hasilnya akan dikeluarkan dalam asesorisnya mencapai 33 kasus; korban

bentuk rekomendasi. Sebab, belajar dari tewas 8 orang; dan korban luka-luka 44

pengalaman di Surabaya ternyata orang. Karena itu, rapat tersebut meng-

informasi mengenai gas LPG, termasuk hasilkan beberapa rekomendasi di

cara penggunaan tabung yang baik, tidak antaranya, Pertamina agar melanjutkan

sampai kepada retailer atau konsumen. kontrol kualitas pada SPBE, termasuk

Hal itu terjadi karena distribusi manual melanjutkan dan meningkatkan sosiali-

cara penggunaan tabung gas LPG yang sasi di antaranya melalui iklan, leaflet,

benar hanya terbatas pada tingkat dan stiker, termasuk mempersiapkan

ISU AKTUAL

Kegiatan Sosialisasi Masih Sangat Kurang

Kepala BPKN Suarhatini 'Tini' Hadad

menyatakan, sosialisasi sudah dilakukan

oleh Pertamina dan distributornya, tetapi

frekuensinya dirasakan masih kurang

banyak dan kurang lengkap, terlihat dari

jumlah kecelakaan yang hampir setiap hari

meningkat. Bahkan sebelum program ini

dijalankan, BPKN telah mengingatkan

tentang perlunya sosialisasi itu sampai ke

wilayah-wilayah terpencil, di mana selama

ini mereka kerap menggunakan minyak

tanah sebagai bahan bakar kompor.

JULI 20104

opInI

Menyebut nama Marius Widjajarta

sudah pasti identik dengan

perjuangan menegakkan hak-

hak konsumen kesehatan. Puluhan tahun

berkecimpung dalam kegiatan ini, Marius

menilai banyak hak konsumen masih

terabaikan.

Dokter yang sehari-hari berpraktek

di Rumah Sakit Carolus ini sangat prihatin

terhadap posisi konsumen kesehatan

di Indonesia. Konsumen tidak berdaya

menghadapi produsen obat, lembaga

kesehatan seperti rumah sakit atau dokter.

“Kesehatan masyarakat di Indonesia

masih sangat rentan. Kondisi ini menuntut

kepedulian yang sangat serius dari

pemerintah,” kata Marius.

Marius mulai bergulat dengan

persoalan konsumen di Yayasan

Lembaga Konsumen Indonesia

(YLKI). Ibunyalah yang juga salah

satu pendiri YLKI mengajak Marius

bergabung begitu ia lulus sebagai

dokter. Keterlibatan ini mampu

membuatnya menyadari

ketidakberdayaan konsumen

di Indonesia.

Setelah 16 tahun di

YLKI, Marius kemudian

mendirikan Yayasan

Pemberdayaan Konsumen

Kesehatan Indonesia. Dia

menegaskan lembaga yang

dibidaninya adalah lembaga mandiri,

independen dan tidak menerima dana

asing. “Saya tidak ingin disebut menjual

Marius Widjajarta

KoNsUMEN DAN PELAKU UsAHA HARUs sETARA

APril 2011 | 1 9

penyuluh melalui kerjasama dengan PENGAWASAN juga dilakukan di

instansi terkait. beberapa lokasi, namun hingga kini masih

BPKN sendiri akan membuat pusat banyak produk-produk yang beredar

informasi terkait dengan penanganan ternyata berada di bawah standar yang

kasus tabung LPG beserta asesorisnya, dipersyaratkan. Sebagai gambaran, data

dan juga akan dilakukan tindakan korektif yang dihimpun BPKN kondisi aksesoris dan

maupun preventif. Selain itu, BPKN akan tabung gas yang tidak memenuhi standar,

meningkatkan koordinasi dalam rangka di antaranya tabung gas 3 kg ada 7 persen;

sosialisasi atau edukasi kepada para regulator 20 persen; kompor gas 50

retailer (pengecer) dan pengguna, persen; katup tabung 66 persen; serta

termasuk mengedukasi masyarakat dalam selang 100 persen.

membeli kompor gas beserta peralatan-Itulah sebabnya, dari Januari sampai

nya, agar memilih yang berlabel SNI.Juni 2010, diperkirakan jumlah kasus

BPKN juga sedang melakukan kajian kecelakaan akibat tabung gas dan

yang hasilnya akan dikeluarkan dalam asesorisnya mencapai 33 kasus; korban

bentuk rekomendasi. Sebab, belajar dari tewas 8 orang; dan korban luka-luka 44

pengalaman di Surabaya ternyata orang. Karena itu, rapat tersebut meng-

informasi mengenai gas LPG, termasuk hasilkan beberapa rekomendasi di

cara penggunaan tabung yang baik, tidak antaranya, Pertamina agar melanjutkan

sampai kepada retailer atau konsumen. kontrol kualitas pada SPBE, termasuk

Hal itu terjadi karena distribusi manual melanjutkan dan meningkatkan sosiali-

cara penggunaan tabung gas LPG yang sasi di antaranya melalui iklan, leaflet,

benar hanya terbatas pada tingkat dan stiker, termasuk mempersiapkan

ISU AKTUAL

Kegiatan Sosialisasi Masih Sangat Kurang

Kepala BPKN Suarhatini 'Tini' Hadad

menyatakan, sosialisasi sudah dilakukan

oleh Pertamina dan distributornya, tetapi

frekuensinya dirasakan masih kurang

banyak dan kurang lengkap, terlihat dari

jumlah kecelakaan yang hampir setiap hari

meningkat. Bahkan sebelum program ini

dijalankan, BPKN telah mengingatkan

tentang perlunya sosialisasi itu sampai ke

wilayah-wilayah terpencil, di mana selama

ini mereka kerap menggunakan minyak

tanah sebagai bahan bakar kompor.

JULI 20104

opInI

negara atau alat untuk merusak

negara. Karena itu saya tidak mau

menerima dana asing, meski

banyak lembaga donor asing

yang menawarkan bantuan,”

tegas Marius.

Melalui lembaga yang

dibentuk bersama beberapa

rekannya itu, Marius banyak

menangani pengaduan

konsumen. Hingga Juni 2009,

Yayasan sudah menerima

528 pengaduan. Belakangan,

dikemukakannya pengaduan

cenderung semakin meningkat.

Hal itu menunjukkan konsumen

yang mulai menyadari hak-hak

konsumennya. Pengaduan

didominasi kasus pelayanan

dokter, disamping itu asuransi,

pelayanan rumah sakit dan

obat.

K e s u n g g u h a n n y a

membela hak konsumen tidak

jarang membuatnya harus

berhadapan dengan rekan

sesama dokter. Namun, hal itu

tidak membuatnya surut. “Saya

pernah tiga kali diadili di majelis

etik kedokteran karena membela

konsumen,” tuturnya.

Marius menegaskan posisi

konsumen dan pelaku usaha

adalah setara. Konsumen

disebutnya juga bukan raja,

yang hanya tahu hak-haknya

dipenuhi. Jika konsumen dan

pelaku usaha sejajar, kedua

pihak berarti saling menghargai

dan menyadari hak dan kewajiban masing-masing.

Ditegaskannya, di bidang kesehatan pemerintah belum

menjadikan kesehatan sebagai prioritas. Banyak kebijakan

kesehatan yang tidak tuntas. Misalnya UU Kesehatan No. 36 Tahun

2009, yang mengamanatkan penyusunan 32 Peraturan Pemerintah

(PP) ternyata tidak diselesaikan. Begitu juga UU Perumahsakitan

yang mengamanatkan

dibuatnya 5 PP ternyata

sampai sekarang belum

juga tercapai. “UU itu tidak

bisa operasional tanpa PP.

UU dan PP harus lengkap,”

tegasnya.

Dia menunjuk, standar

pelayanan minimal di rumah

sakit saja tidak ada. Selama

persoalan penyusunan PP

terkatung-katung program

pelayanan kesehatan tidak

berjalan maksimal.

Salah satu juga yang

diusulkannya adalah

dijadikannya obat sebagai

salah satu bahan pokok. Sebab,

obat sama pentingnya dengan

sembilan kebutuhan pokok

lainnya yang semuanya adalah

pangan. Harga obat tidak bisa

dilepas pada pasar, jika tidak

akan lepas kendali.

Dia menuturkan ada

tiga jenis obat beredar di

pasaran, yaitu obat generik

yang harganya diatur oleh

pemerintah, obat paten yang

kendalinya ada di produsen.

Obat paten hanya sekitar 7% –

8% dari total obat yang beredar

di pasaran. Saat ini yang

dikhawatirkannya adalah obat

generik bermerek. Perbedaan

harganya melambung hingga

200 kali dari harga generik.

“Obat generik bermerek

menguasai pasar hingga 80%.

Harga obat generik bermerek seharusnya ditata karena merugikan

konsumen,” tegasnya.

Marius menegaskan tugas pemerintah adalah memperkuat

dan memberdayakan konsumen. UU Perlindungan Konsumen harus

lebih banyak disosialisasikan kepada masyarakat. Tanpa sosialisasi

masyarakat tidak tahu hak dan kewajibannya. u

Salah satu yang diusulkannyaAdalah dijadikannya obat sebagai salah

satu bahan pokok. Sebab, obat sama pentingnya dengan sembilan kebutuhan

pokok lainnya. Harga obat tidak bisa dilepas pada pasar, jika tidak akan lepas

kendali.

2 0 | APril 2011

BaDan PerlinDungan konsumen nasional (BPkn) Dan komisi P e n g a w a s P e r s a i n g a n usaha (kPPu)melakukan koordinasi d a n k o m u n i k a s i guna meningkatkan kesejahteraan rakyat, khususnya melalui peningkatan upaya perlindungan konsumen.

“Pimpinan BPKN datang ke KPPU dalam rangka koordinasi dan membangun komunikasi sebagai lembaga yang memiliki visi yang sama untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, di mana BPKN memberikan perlindungan kepada konsumen sedangkan KPPU sebagai lembaga yang membangun iklim persaingan sehat,” kata Akhmad Junaidi, Kepala Biro Humas KPPU, di Ja-karta beberapa waktu yuang lalu.

KPPU yang diwakili Wakil Ketuanya, Tri Anggraini, Sekjen KPPU serta jajaran pimpinan Sekretariat menerima kedatangan Ketua BPKN, Suarhatini Hadad, Wakil Ketua BPKN, Franciscus (Franky) Welirang serta beberapa perwakilan BPKN lainnya.

BPKN dibentuk sebagai upaya merespon dinamika dan kebutuhan perlindungan konsumen yang berkembang dengan cepat di masyarakat. Pembentukan BPKN didasarkan pada ketentuan Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Sementara KPPU merupakan lembaga penegak hukum dan juga lembaga independen yang dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah serta pihak lain, KPPU berfungsi menyusun peraturan pelaksanaan dan meme-riksa berbagai pihak yang diduga melanggar UU No.5/1999 tersebut, serta menetapkan putusan mengikat dan menjatuhkan sanksi terhadap para pelanggarnya.

Dalam pertemuan itu kedua belah pihak mengakui terdapat kesamaan

tujuan antara BPKN dengan KPPU. BPKN memastikan agar konsumen Indonesia tidak

dirugikan atas barang dan jasa yang mereka konsumsi, sedangkan KPPU di bawah UU No. 5/1999 turut berperan mewujudkan perekonomian Indonesia yang efisien, melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif, yang menjamin adanya kepastian berusaha.

BPKN bertugas memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah terkait dengan kebijakan-kebijakan di bidang perlindungan konsumen, melakukan pengkajian dan penelitian terhadap peraturan perundangan yang berlaku di bidang perlindun-gan konsumen, serta menerima pengaduan dari konsumen dan pelaku usaha.

Beberapa rekomendasi yang dihasilkan BPKN tahun 2010 di antaranya mengenai peng-awasan keamanan pangan dan bahan berba-haya, mengenai nasabah bank IFI dan Lembaga Penjamin Simpanan, serta mengenai revisi Perda Perparkiran.

Di bidang penelitian dan pengembangan, pada tahun 2010 BPKN telah merampungkan kajian dan analisis tentang standar pelayanan minimal rumah sakit dan perhubungan udara. BPKN juga telah melayani dan menangani pengaduan kasus konsumen, pelaku usaha, dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM), seperti dalam penanganan kasus susu dan Enterobacter sakazakii yang masih berlangsung hingga kini.

KPPU juga melakukan pengawasan ter-hadap sektor-sektor yang bersentuhan dengan hajat hidup masyarakat. Sebagai contoh sektor yang saat ini menjadi fokus KPPU adalah fuel surcharge armada penerbangan, kartel semen, distribusi perdagangan gula dan masalah tra-ding term (syarat perdagangan) pada sistem ritel modern.

Adanya kesamaan tujuan tersebut telah mendorong BPKN dan KPPU bekerja sama lebih erat, untuk mensinergikan upaya mereka dalam mencapai tujuan yang sama yaitu kesejahte-raan konsumen dan masyarakat Indonesia pada umumnya. u

BPKn-KPPU KeRjASAMA TIngKATKAn PeRLInDUngAn KonSUMen Bagi seBagian orang, kartu kredit dianggap

dapat memudahkan proses transaksi karena orang tidak perlu repot membawa uang tunai. Namun yang harus dipahami, kartu kredit tetap menjadi kredit atau hutang, yang pelunasannya bisa jadi akan memberatkan pengguna kartu kredit di kemudian hari.

Demikian diungkapkan Srie Agustina, dalam kapasitasnya selaku Koordinator Komisi Komunikasi dan Edukasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), di Depok belum lama ini. Menurut Srie, edu-kasi kepada konsumen dalam penggunaan kartu kre-dit penting dilakukan, karena banyak hal yang harus diperhatikan dan dipahami konsumen, sehingga kon-sumen menjadi lebih berhati-hati dalam menentukan perlu tidaknya mereka menggunakan kartu kredit.

Menurut Srie, ada beberapa hal terkait kartu kredit yang perlu disikapi secara hati-hati, cermat dan cerdas oleh konsumen. Pertama, pada tahap pena-waran, biasanya penerbit secara agresif menawarkan kartu kredit, sehingga menimbulkan ketidaklengka-pan informasi bagi konsumen tentang resiko peng-ambilan kartu kredit.Padahal hak dan kewajiban pe-megang kartu kredit perlu dijelaskan secara lengkap, agar pihak bank dapat mengetahui secara akurat ke-mampuan konsumen.

Kedua, pada tahap penggunaan kartu kredit biasanya muncul berbagai macam denda ataupun ta-gihan bunga-berbunga yang tidak dijelaskan kepada konsumen sebelumnya. Selain itu, sejumlah perma-salahan seringkali menimpa konsumen kartu kredit seperti tagihan yang terkirim secara salah alamat, tagihan ganda, kegagalan transaksi, kerahasiaan data pemegang kartu kredit (pembobolan), pelayanan tidak sesuai yang dijanjikan, fasilitas yang tidak dibe-rikan, dan adanya beban administrasi lainnya tanpa sepengetahuan konsumen.

Permasalahan ketiga yang biasanya dialami kon-sumen (pengguna) kartu kredit adalah penggunaan agen atau debt collector pada tahap penagihan kartu kredit, dimana mereka cenderung memiliki target sendiri, bahkan seringkali tidak memahami aspek hu-kum sehingga sering melanggar hak azasi konsumen.

Menanggapi hal-hal tersebut, dalam serial Safari Edukasi Konsumen yang diselenggarakan di Depok Town Square itu, BPKN mengadakan diskusi tentang Kartu Kredit yang dihadiri oleh beberapa nara sumber. Mereka adalah Direktur Pemberdayaan Konsumen, Kementerian Perdagangan Srie Agustina, Anggota Komisi Pengaduan dan Penanganan Kasus BPKN Yusuf Shofie, Ketua Lembaga Konsumen Jakarta Farida Perangin Angin, Ketua Tim Pengawasan Sistim Pembayaran BI Hamid Abidin, Ketua Dewan Eksekutif Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) Dodit Wiweko Probojakti, dan Aman Sinaga dari Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). u

Konsumen Perlu Hati-Hati Menggunakan Kartu Kredit