Saksi Bisu - nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/72b52750fcbdcc5749f177e1fb1d...Sebuah...

100
Sofa Amanillah Saksi Bisu

Transcript of Saksi Bisu - nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/72b52750fcbdcc5749f177e1fb1d...Sebuah...

Sofa Amanillah

Saksi

Bisu

2

SAKSI BISU

Oleh: Sofa Amanillah

Copyright © 2016 by Sofa Amanillah

Diterbitkan Pertama Kali Oleh

Penerbit Nulisbuku.com

www.nulisbuku.com

[email protected]

Desain Sampul:

Asep Dudung Abdul Halim

Diterbitkan melalui:

www.nulisbuku.com

3

Ucapan Terimakasih:

Alhamdulillah, segala puji dan syukur saya panjatkan

kepada Tuhan yang senantiasa menganugrahkan

beragam skenario yang tak terduga. Buku ini adalah

sebagian yang sangat kecil dari skenario Tuhan yang

telah dicatatkan. Saya ucapkan terima kasih kepada

keluarga tercinta, sahabat-sahabat saya yang selalu

setia mendengar curhat dan keluh kesah saya selama

ini, terima kasih kepada sahabat Sanggar Seni

Kobong yang telah mempertemukan saya dengan

orang-orang yang perannya sangat besar dalam

menghiasi dan memberikan warna-warni kehidupan

masa putih abu-abu. Tak lupa saya ucapkan terima

kasih kepada seseorang yang telah memberikan senja

yang indah selama ini, yang telah menjadi inspirasi

pena saya untuk menulis puisi-puisi ini. Saya

ucapkan terima kasih juga kepada Asep Dudung

Abdul Halim yang telah membantu saya dalam

pembuatan buku ini.

Tasikmalya, 11 Agustus 2016

Sofa Amanillah

4

DAFTAR ISI

Ucapan Terimakasih 3

Bermain Peran 9

Karenamu 10

Rindu Gusar 11

Memory Hujan 12

Ingin 13

Lagu Untukmu, Rheva 14

Tak Akan 15

Awalnya 16

Jatuh Cinta 17

Lagu Cinta 18

Dalam Naungan Hujan 19

Kemustahilan 20

Sebuah Nada dari Pukulan Gamelan 21

Kehermetisanmu 22

Kerinduan 23

Ku Harap 24

Multi Makna 25

Seharum Murbei yang disembunyikan 26

Dan Aku Kesepian 27

Rheva (I) 28

Rheva (II) 29

5

Kemanisan yang Samar 30

Mengantarkan Kita pada Puncak Malam 31

Mengharap Balasan Rindu 32

Menunggu 33

Harapan 34

Hermetis 35

Sajak Dingin 36

Saron 37

Melankolis 38

Kepekaan yang Diragukan 39

Mendaki dalam Dadamu 40

Agar Aku Tak Lagi Menjadi Pesunyi 41

Isyaratlah! 42

Lalu Kapan dan Sampai Kapan 43

Hampirilah 44

Jika Tuhan Menghendaki 45

Angin atau Bulan 46

Isyaratlah dengan Sikapmu! 47

Gelisah 48

Suka atau Benci 49

Lewat Sajak 50

Ragu 51

Dalam Hening 52

Dengan Kebisuan 53

6

Aku Harus Apa 54

Hujan 55

Cinta Dalam Diam 56

Menulis Lagi 57

Biarkan 58

Disinfektan 59

Tak Apa 1 60

Rindu 61

Merah Dupa 62

Agar Tak Sia-Sia 63

Semoga 64

Titipan Rindu 65

Selagi 66

Aku Masih 67

Biarlah Kita 68

Tak Apa 2 69

Perihal 70

Dadaku yang Masih Sunyi 71

Begitulah 72

Matamu 73

Seperti Cinta 74

Ia 75

Saat Itu 76

Waktu 77

7

Tato 78

Kepiluan 79

Di Beranda 80

Berbisiklah! 81

Rindu Gusar 82

Dalam Sunyi 83

Kepalsuan 84

Terima Kasih 85

Agar Seperti Tulus 86

Gema Tak Bahagia 87

Ragu 88

Dekap Aku 89

Mencintaimu 90

Resah I 91

Resah II 92

Berhenti 93

Inilah Sajak Cinta 94

Tentang Kunang-Kunang 95

Tanpa Judul 96

Haru yang Fatal 97

29 Desember 2015 99

8

“Karena aku mencintaimu, setiap

malam kubuatkan kau puisi. Agar

rindu kita selalu baru, meski

semakin liar menagih temu”.

-agusmsunjaya

9

-Bermain Peran

Akankah hati ini goyah?

Karena seseorang yang selalu terlihat kuat

Mempertahankan perasaannya

Karena seseorang yang sangat pintar bermain peran

Sepertimu.

Pintar menunjukan rasamu yang kosong

Namun nyatanya ada

Pintar bahwa cintamu selama ini hambar

Namun nyatanya manis

Namun kau tak berkata itu manis

02 Nov ‘14

10

-Karenamu

Kegelisahan dalam alur yang gemetaran

Tak dapat melihat manakah yang benar

Perasaanku sebenarnya yang goyah

Karenamu.

Aku menatapmu diam-diam

Dan dalam waktu yang terkuras

Aku tak sadar telah menyakiti sebagian hati yang telah

memilikiku

03 Nov ‘14

11

-Rindu Gusar

Rinduku yang sukar

Karena sifat dinginmu.

Aku kerepotan menyimpan kerinduan dalam

Padamu.

Aku gelisah

Harus menyimpan rapi rindu gusar.

Rindu yang sedang dalam hati membuncah

Namunku tahan

Meski sakit

Meski kau tak akan tahu

29 Nov ‘14

12

-Memory Hujan

Hari-hari yang gusar

Dalam hujan yang mengenang kelelapan tidur yang indah

Memory hujan

Juga cakrawala alam menitahkan

Agar kita bersenang-senang dalam hujan deras

Sebelumnya,

Memandang wajahmu

Kukira mimpi transparan

Menyejukan kala tanganku menyentuh raut wajahmu

Sedekat rindu yang mulanya jauh

Juga terusahakan terkikis

Namun nyatanya tak terelakan

Rindu tetap tumbuh.

Saat hujan deras,

Aku berada di sampingmu.

01 Des ‘14

13

-Ingin

Kala bungaku yang dulu segar telah layu

Dan pelangiku tak dapat terus nampak

Lalu sekarang

Ingin sekali aku bercerita semuanya padamu

Dan jika air mataku menetes

Ingin sekali tanganmu usap pipiku

Dan jika aku tak dapat menahan semuanya

Ingin sekali tanganmu meraih, tubuhmu memeluk

Meminjamkan dadamu

Juga bersandar melepas kalut

Malam ini.

02 Des ‘14

14

-Lagu Untukmu, Rheva

Senandung dari nada-nada yang manis

Meski aku akui

Tak cukup bagus

Namun aku berusaha

Memetik gitar untuk bermain untukmu

Menyanyi untukmu

Inilah sebuah lagu diam untukmu

Lagu yang hening

Lagu yang senyap

Lagu rindu yang muram

Lagu cinta diam,

Untukmu.

03 Des ‘14

15

-Tak Akan

Apa kau tahu sekarang aku merindukanmu,

Mungkin kau takkan merasakannya.

Tak akan.

Aku takut,

Hanya aku saja yang merasakan.

Apa kamu juga merasakannya?

03 Des ‘14

16

-Awalnya

Saat kau memainkan gamelan,

Selalu.

Mataku terus saja memandangmu.

Awalnya aku kagum.

Dari kagum

Aku menjadi suka

Dan dari suka

Aku menjadi cinta

Aku menyukaimu,

Saat memainkan apa saja.

05 Des ‘14

17

-Jatuh Cinta

Ku lihat dari kejauhan

Sekujur tubuhmu

Indah farasmu

Dan ku memandang

Wajahmu yang penuh tanya

Apakah dalam hatimu tertulis namaku.

Dalam deras hujan

Aku melihatmu

Di keramaian, membuatku termenung

Inikah cinta dalam dadaku

Membuat diriku jemu.

Memandangmu,

Menatapmu,

Hatiku jatuh cinta padamu.

05 Des ‘14

18

-Lagu Cinta

Di malam gusar menembus cakrawala

Menuju mimpi transparan

Di relung sukma kejemuanku terusik

Kerinduan yang terpendam dalam hati

Dalam sajak puisi cintaku terarah padamu

Dalam setiap bait-bait puisiku,

Menembusmu.

Dalam setiap mimpi indahku

Di pelataran yang indah

Bersamamu

Amsel berkicau

Reseda tumbuh

Bagai nyata mimpi malamku

Dalam kalut kebiruanku masih mengenangmu

Kerinduan yang gusar dalam hati sanubari

Sosok fatamorgana indah ciptaan Tuhan

Inilah lagu cintaku

Untukmu.

12 Des ‘14

19

-Dalam Naungan Hujan

Dalam naungan hujan

Masih saja tangan indahku melukis indah namamu

Dalam naungan hujan

Tak hentinya,

Lembaran demi lembaran kertasku terisi penuh,

Tentangmu.

Dalam naungan hujan

Terus saja ceritaku berandai bersamamu

Dalam naungan hujan

Kadangkala aku berpikir,

Kemustahilankah setiap andaiku bersamamu?

Aku dalam oase kegetiran

14 Des ‘14

20

-Kemustahilan

Semerawut kegelisahan,

Pagi ini, aku jemu

Terus saja mimpi-mimpi malamku tentangmu

Namun nyatanya

Kemustahilan menurutku

Namun tentunya

Tuhan yang berkehendak

Tuhan sang pencipta skenario terhebat

Tuhan sutradara agung sepanjang masa

Bisa saja Tuhan rubah kemustahilan

15 Des ‘14

21

-Sebuah Nada dari Pukulan Gamelan

Ketika hujan gemericik

Memudar,

Membias senyum indah pada ratapanku.

Terkadang,

Karena terlalu keras mendobrak relung hatimu

Aku hanya membatu di dataran tanah

Yang penuh rerumputan yang terkenang.

Kerinduan yang menggilakan

Terus saja

Senja demi senja berputar

Namun nada-nada dari pukulan gamelanmu

Selalu saja mencabik-cabik hatiku

Seketika,

Mengguncangku.

Lalu,

Aku mencintaimu saat memainkannya.

15 Des ‘14

22

-Kehermetisanmu

Gema hermetis dalam hati

Terus saja bayang-bayangnya berlesatan

Tuhan.

Isyaratkan padanya

Aku mencintainya

Bahkan terus saja menghujam

Terus saja melekat biru

Bersua pada pena

Terurai pada setiap sajak

Tanpa dia tahu

Aku pasrah

Membuka relung hatimu

15 Des ‘14

23

-Kerinduan

Malam yang muram

Aku menulis

Ditemani sebuah lilin

Karena lampu padam.

Kerinduan menjerat dan mencambukiku

Dan aku meronta, melenggang

Namun kerinduan mengerang.

Tuhan.

Aku nyatanya memijak bumi.

Namun, entahlah aku tak merasakannya.

15 Des ‘14

24

-Ku Harap

Diambang hati yang muram

Ku harap kau mengantarkanku

Pada altar cinta

Meski remang,

Ku harap perlahan

Kau bongkah semua penghalang yang terbayang

Aku yang berjiwa muram

Ku harap kau tuliskan

Bila tak satu bait, satu larik mungkin cukup

Jika kau tak sanggup ucapkan

Atau kau dapat senandungkan

Pada setiap syairmu

Jika kau tak sanggup bersua

Kau dapat petikan gitar dengan indah

Jika semua tak dapat kau lakukan

Maka aku tak dapat berbuat.

18 Des ‘14

25

-Multi Makna

Sang bagaskarya perlahan mengalun

Perlahan juga kerisauan hati memudar

Setelah melihatmu dalam mimpiku semalam

Dapatkah kamu menjadi multi maknaku sekarang?

Antarkan aku ke sebagian dari itu

Makna cinta yang tulus

Meski tahu akan kehermetisanmu

Aku yakin secara perlahan

Pasti rapuh dikikis waktu

Aku berharap pada Tuhan

Memilihmu. Sebagai pengganti seseorang,

Yang telah rapuh namanya dalam hati

Aku akan mencoba sabar menunggu.

19 Des ‘14

26

-Seharum Murbei yang disembunyikan

Seharum murbei yang disembunyikan

Cinta mu merahasiakan kekasmaranmu

Terus saja mendesir tertiup angin sedikit demi sedikit

Sampai akhirnya

Jemariku dapat merasakannya

Isyaratmu juga akan menggema

Lalu katakanlah dengan berbisik

Aku mencintaimu.

19 Des’ 14

27

-Dan Aku Kesepian

Kulewati setiap malam

Namun tetap saja

Bulan bersama bintang

Dan aku kesepian

Dalam penantian yang samar

Menunggumu yang belum tentu

Rasamu juga asamu

Cinta yang hanya bertepuk sebelah tangan

Namun bodohnya

Tak hentinya

Tuhan meyakinkanku

Mencintaimu

21 Des ’14

28

-Rheva (I)

Rheva,

Kulihat malam gelap

Aku pun resah dalam gulita

Dan aku katakan

Terdapat satu cahaya indah setiap malam,

Di atas langit.

Rheva,

Kudengar setiap metafisika

Aku pun bermediasi dalam kekosongan

Dan aku katakan

Akan kosong setiap malam!

Klise.

-sebagian kertas robek-

21 Des ‘14

29

-Rheva (II)

Rheva,

Aku takut terbantai, tergopoh

Membuncah,

Karena kerinduan yang porak poranda

Bersama air,

Aku lerai

Namun saat hujan,

Aku menggigil.

Rheva,

Aku takut terbengkalai, menjerit

Kala terkuak citra cinta muram

Sedang,

Kadang kala cinta muram terus saja mencambukiku

Saat itu, kusebut namamu.

Rheva,

Aku takut poranda, kesintingan

Menjadi gila,

Karena terus saja terbayang sosok picik yang dulu

Aku mencintainya

Kala aku berangan-angankan dia

Saat itu aku menangis

Dan berharap,

Kamu memelukku dengan hangat

Dan mengatakan

Tuhan menggantikan dia,

Dan akulah penggantinya.

21 Des ‘14

30

-Kemanisan yang Samar

Hujan didera kemanisan yang samar

Aku bersamamu

Namun tak tahu,

Angin lalu atau hanya hujan muram

Namun hujan kala itu indah

Deraiannya manis

Kala cinta bersemi dalam dadaku

Aku tak usah mencarimu dalam hujan

22 Des ‘14

31

-Mengantarkan Kita pada Puncak Malam

Waktu mengutukku

Aku hampa,

Terus saja menyambanginya

Malaikat pucat dan renta,

Kala memijak bara hati yang merambat sekujur tubuh.

Aku menginginkan senandungmu,

Jika tidak,

Petikan gitarmu.

Jika tidak,

Syair indahmu,

Jika tidak,

Satu larik saja dari sajakmu.

Jika tidak,

Kirimkanlah aku isyarat lewat angin malam.

Lalu pelipismu, akan kubelai dengan menatapmu.

Akan kubisikkan ke telingamu satu saja kata yang

berlumut.

Dan setelah itu,

Kamu bisikkan kembali kata itu yang membulan

Pelan-pelan mengantarkan kita pada puncak malam.

22 Des ‘14

32

-Mengharap Balasan Rindu

Senja merona di ufuk barat

Melambaikan sejuta deraian kasih

Inginkan seseorang berdiri disana

Melambaikan muara kesejukan cinta

Aku bertumpu pada titik puncak gunung yang tinggi

Mencari-cari dirimu nampak tak ada

Jatuhkan saja diriku bersama kalut kerinduan

Bilamana ia tak kunjung datang membalas rindu

`

24 Des ‘14

33

-Menunggu

Di daun yang berlinang embun

Disejukan udara kota yang menembusmu

Aku merindukanmu

Jika terkuak masa lalu yang suram

Selalu saja mengambangi agar jiwa terkikis dari

kesabarannya

Sedangkan menunggu sangat bosan

Engkau juga mengajarkan kesabaran

Namun,

Jangan terlalu lama.

24 Des ‘14

34

-Harapan

Di kalut kesepian juga muram

Menghambur segala kesakitan

Selalu saja kelebat bayang parasnya

Menghadang langsung wajah

Dan saat ini pun sama

Kuharap kau menutupi bayang itu

Atau bahkan membuatnya pergi

Untuk selamanya

25 Des ‘14

35

-Hermetis

Menjelang sore hari

Aku berniat untuk tak lagi menyukaimu

Kulucuti semua asa dan rasa yang bermuara dalam

sanubariku

Aku lelah

Terus saja menimbun busuk kerinduan

Sedang dalam hati yang fana selalu saja menggema

Di kengerian cinta yang runtuh perlahan

Tetap saja mataku liar mencari sosok pria dingin itu

Namun kian terus terkikis waktu

Akankah pertempuran antara menyimpan dan membuang

bimbang?

Padahal di melodi-melodi cinta

Aku kira sebuah lagu telah bersenandung

Bersama dawai gitar yang kau petik dengan jemari

indahmu

Namun dalam alunan yang lenggang

Aku takut hanya aku yang menggila

Berharap cinta

Dan ratap liar di kemurungan terus saja bertanya

Dengan sikap hermetismu

Apakah kau menyukaiku atau tidak? 28 Des ‘14

36

-Sajak Dingin

Di kesunyian malam yang menggila

Terlalu resah

Karena rindu yang mengepung

Sedang yang dirindukan, aku tak tahu

Aku sendiri bimbang

Apakah ia bersama malam penuh rindu?

Aku hanya membisu

Setiap kali merindukannya.

Menjadi batu,

Setiap kali berpapas muka

Sedang rasa dan asa semakin membulan.

Aku resah,

Karena sifat dinginmu

Terkadang menjadi teka-teki yang sukar.

Lalu apa yang dilakukan ketika rindu

Hanya membisu dan membatu.

Aku resah.

Karena sifat dinginmu.

28 Des ‘14

37

-Saron

Di dalam lamunan malam kelamku

Selalu menghilir

Isyarat kedesauanku

Pada altar-altar yang harusnya diporandakkan.

Aku mendadak tak melampaui semua yang seharusnya,

Aku bantai punah.

Karena sulapan keemasan

Pada yang bergema dengan nada irama yang indah

Yang mengalun lenggang,

Bersenandung melodi yang membulan

Di pukulilah besi-besi yang mengemas itu

Berlesatanlah tanganmu dengan lincahnya,

Memukul indah saron itu.

Aku mabuk, terpana, membelalak, takjub.

Mataku terus saja mengerling.

Mengamatimu,

Memainkan saron itu.

Sedang jemarimu semakin girang melincah melodius.

Dan pada saat itu.

Aku mulai menyukaimu.

29 Des ‘14

38

-Melankolis

Di kedinginan yang menyingkap bulat sikapmu

Kau sangat lihai bermain peran melankolis

Dan orang-orang dengan nihil

Tak akan pernah tahu

Mungkin hanya segelitik orang-orang saja

Sedang saat kau duduk di sampingku

Seperti ada tanda atau simbol terselubung

Dengan wajah lugu dan lekat

Padahal aku merasakan kau menggebu

Dengan nada amare

Yang cukup kuat digalakkan

Namun kau melengkungkannya

Dengan apik

Membendungnya

Tanpa keluar setetes pun

Sangat romantis.

Sedang saat kau berjabat tangan denganku

Terus saja gendering jantungku dan jantungmu,

Berdentuman.

Tapi dengan rotasi yang dikiprahkan

Peran melankolismu

Sangat jenaka kau mainkan

Sangat absurd.

30 Des ‘14

39

-Kepekaan yang Diragukan

Ingin rasanya

Ketika itu mataku bertatap terus dengan matamu

Namun misteri yang hanya akan mendengung

Takkan jelas bersuara dan nyata

Rasanya kepekaanmu

Takkan sampai pada buluk kudukku

Dan akan tetap arogan

Bersama kefanatikan berbasis diam

Dan aku benci pada peran antagonismu

Melukai luapan cinta

Yang seharusnya gambling

Menjadi ektase juga abstrak

Dengan gelora cinta yang mengkabut.

Seharusnya dengan khidmat

Kau dapat meliarkan perasaanmu

Bukannya terus kau gumamkan

Sehingga aku takkan pernah tahu,

Apa maumu.

Aku menjerit sampai serak

Mengeluh pada Tuhan

Namun ke-eksentrikanmu terkadang peka kurasa

Apa aku skeptis dalam keadaan ini?

Atau aku yang terlalu berhayal indah

Tentangmu.

05 Jan ‘15

40

-Mendaki dalam Dadamu

Di kebisuan

Yang selalu terbongkah dan mengendap

Di dadamu.

Selalu saja bercengkrama kedinginan.

Sedang di kejauhan,

Aku selalu tergiur raut wajah runcingmu,

Yang lugu.

Menurut siasatku,

Mendaki dalam dadamu,

Wajahmu tampan dan rupawan,

Dadamu bidang,

Juga elok tubuhmu memukau,

Meski sedikit gemuk.

Auramu sangat berkelas,

Sedang tatap matamu pekat penuh misteri.

06 Jan ‘15

41

-Agar Aku Tak Lagi Menjadi Pesunyi

Di setiap keluhan malam yang berlumut

Juga hanya jangkrik-jangkrik yang bersua

Aku merintih dengan suara parau

Letih dengan sedikit terisak dalam tangis

Terus saja membentak Tuhan dengan gembar-gembor,

Yang ternistakan.

Tuhan!

Mengapa Kau menjadikanku pesunyi setiap malam?

Sedang kalbuku merindukan pelukan hangat

Juga dadaku berharap beradu

Dengan dada yang menggeliat ketulusan

Tuhan!

Mengapa Kau menjadikanku pesunyi setiap malam?

Sedang tubuhku sangat lemas dan renta

Tak semampai lagi untuk melenggang

Berharap ditopang dan dipangku kebahagiaan

Tuhan!

Mengapa Kau menjadikanku pesunyi setiap malam?

Sedang udara malam sesak, tak segar

Juga pengap dalam gulita malam,

Yang berdesakan.

Nafasilah aku lewat bibir indah yang tipikal

Dan bisikanlah pesona cinta yang sakral

Dari mulut orang itu.

Agar aku tak lagi,

Menjadi pesunyi. 06 Jan ‘15

42

-Isyaratlah!

Kalau saja hanya lubukku

Yang berkelindan rindu

Bukankah itu tak salah?

Jika memang ini sebuah ketimpangan yang menusuk

Aku akan hanya menatah dalam doa

Tapi mengapa siasatku memburu,

Kau hanya berkilah.

Aku menghela nafas dangkal

Bagaimana aku dapat berkenalan,

Dengan isi hatimu yang sebenarnya?

Sedang hatimu,

Terlalu penuh misteri kental

Yang sulit kuraba

Aku masih saja merasakan pergulatan,

Kerancuanmu.

Sisi jenakamu,

Membuat tawa

Sisi romantismu,

Membuat jemu

Membuat sungkan dan ragu

Dan sisi yang tak pernah kumengerti

Membuatku menyerah pada cinta.

Isyaratlah pada angin malam,

Agar tak ada seorang pun yang tahu.

07 Jan ‘15

43

-Lalu Kapan dan Sampai Kapan

Masih saja

Sajakku mengutip kental tentangmu

Tidakkah kau terlalu lugu,

Dalam melumat cinta?

Lalu kapan kau akan berani melintas?

Sedang aku,

Telah menjadi pemabuk berat

Dan aku sudah liar

Dan gila karena dicekam cinta

Penaku sudah lelah dan letih menulis

Kertasku sudah bosan,

Dan jengkel mendengarkanku.

Gitarku sudah tercekik,

Suaranya tak lenggang lagi

Lalu kapan kau akan mulai menggodaku

Aku sudah jemu

Terlalu lama menunggu.

Juga rindu,

Telah ingin kubongkahkan

Lalu sampai kapan aku mengelabui hati?

Sedang ia telah anarkis

Ingin memilikimu

10 Jan ‘15

44

-Hampirilah

Mendekatlah padaku, sayang

Saat aku surau

Dan tubuhku melemah

Ingin sekali rasanya aku di pangkuanmu

Dan kau mengusap rambut panjangku.

Kau pahamilah aku,

Temanilah tidurku,

Malam ini.

Pandangilah wajahku,

Tatap tajam mataku,

Dan genggam erat tanganku

Agar aku dapat tertidur pulas,

Malam ini.

Antarkan aku pada altar kebahagiaan.

Kau petiklah gitar

Senandungkanlah sebuah lagu cinta

Dan tatap aku hingga jemu

Hampirilah aku.

12 Jan ‘15

45

-Jika Tuhan Menghendaki

Telah kudawami kesunyian

Beberapa hari ini

Telah kusimpan

Dan kukaji rindu yang bertabur,

Menjadi kabut.

Aku akan terus sabar,

Meski akhir cerita

Tak ada cerita kita.

Berjalan mengutipmu.

Meski rindu terus saja membuncah

Biarlah menjadi surauku.

Meski rasa dan asa terus saja dinyalakan

Akan kupadamkan perlahan.

Meski tidurku terus saja bermimpi tentangmu

Hiraukan anasir-anasir

Yang mustahil menjadi nyata.

Jika Tuhan menghendaki

Bukan hanya rinduku saja

Yang membuncah,

Tapi rindumu juga.

Bukan rasa dan asa

Yang terus saja dinyalakan padaku,

Tapi padamu juga.

Bahkan, bukan tidurku saja yang selalu bermimpi

tentangmu.

Tapi tidurmu juga.

14 Jan ‘15

46

-Angin atau Bulan

Mengkaji dalam hatimu

Rasanya terlalu sukar

Mengapa kau tak menjadi angin

Agar kau dapat berbisik

Sesuatu yang indah tentang cinta,

Padaku. Dan kau dapat menemaniku setiap waktu.

Dan tak ada yang tahu.

Jika tak begitu,

Mengapa kau tak menjadi bulan

Agar setiap malam,

Kau dapat mengintipku,

Lewat jendela kamar.

Bahkan kau dapat masuk,

Lewat jendela itu.

Dan kau dapat memandangiku, dari dekat.

Kau dapat temani tidur.

Kau pilih menjadi angin atau bulan?

17 Jan ‘15

47

-Isyaratlah dengan Sikapmu!

Mengapa dalam kelengganganku,

Kau selalu merantau dalam dadaku

Anasir-anasirmu yang dingin

Membuatku menjadi pemabuk liar

Juga raut wajahmu

Yang lugu dan acuh

Membuat risau dan ketam.

Aku lelah,

Terus saja bermain teka-teki

Sedang terkadang aku kegusaran.

Sebenarnya kau akan lakukan apa

Kau sedang rencanakan apa

Apa kau akan lakukan sesuatu

Atau hanya diam selamanya

Setidaknya isyaratlah dengan sikapmu

Agar aku tahu,

Sia-siakah aku selama ini.

17 Jan ‘15

48

-Gelisah

Mengapa sikapmu begitu sulit untuk kupahami

Padahal langit telah sediakan malam yang indah,

Malam ini.

Mengapa keparauanmu selalu saja

Membuatku menahan tangis

Dalam isakannya.

Menilik dalam dadamu,

Sedang kau begitu kaku

Aku berusaha menjadi kuat

Dalam kalut

Terkadang keskeptisanmu melerai rindu

Terkadang membuat membatu

Bagaimana dengan amare yang mengabut

Akankah kau datang dengan sarat menurunkan hujan

Dengan butir cinta

Atau kau akan gusar

Menurunkannya menjadi resah kesedihan

Sedang saat kalbuku merindu,

Apa kau di sana juga merindu

Gumamku gelisah.

20 Jan ‘15

49

-Suka atau Benci

Sekarang,

Aku mulai takut mencintaimu

Karena sikap ke-akuanmu yang terlalu egois

Sedang sikap dinginmu

Yang selalu kau kokohkan.

Aku takut

Hanya aku yang kegusaran

Dirundung rindu yang pekat.

Sementara,

Pada dadamu

Tak ada rindu

Dan takkan pernah ada rindu,

Untukku.

Perlahan melerai kelindan di jemari

Kau tak pernah ikut andil langsung.

Bahkan, aku semakin ragu.

Kau suka atau benci

Padahal matamu,

Tak pernah kau biarkan melihatku

Tapi saat mengintaimu

Dengan jelas kau sedang memandang wajahku,

Di kejauhan.

Ada saat nya jarak kita berdekatan

Tapi kau menghindar

Padahal tatapmu lekat

Inginkan dekat

Aku melihatnya dengan jelas sikapmu

Tapi mengapa aku mulai takut

24 Jan ‘15

50

-Lewat Sajak

Entah mengapa malam-malam selalu gencar oleh rindu

Kerinduan yang menjerat relung sukma jiwa

Sedang tak pernah kudengar

Bulan menyampaikan rindu,

Untukku.

Disaat aku merindu setiap malam

Apa kau juga menjadi perindu?

Aku ragu dan samar.

Aku takkan dapat lagi,

Menahan gusar rindu

Sedang aku tak tahu jalan pikiranmu,

Seperti apa.

Sangat mustahil

Jika aku bertutur kata langsung

Sedang aku tak tahu kau rindu atau tidak.

Hanya dengan ini,

Aku tulis kegelisahan, karena rindu

Aku abstrak-an rindu

Menjadi rangkai kata

Agar kau tak dapat dengar

Padahal setiap larik dan bait sajak

Terkuak jelas

Rindu yang membuncah,

Lewat sajak.

Aku sampaikan rindu.

26 Jan ‘15

51

-Ragu

Terbantai harapan yang akan hanya abstrak

Tentu menguras dahaga jiwa

Juga kalutan nafsu

Mengapa Tuhan tak menjabarkan dengan jelas

Agar aku tak hanya meraba-raba

Dalam kesamaran

Aku lelah,

Terus saja mendengar dengungan, dentuman

Juga degupan gulatan namamu

Sedang harapanku terus saja transparan

Juga tetap menjadi kejemuan

Yang dilambangi keluguan

Digiring transparan yang terus saja bermimpi indah,

Bersama mu.

Bahkan dalam kalut malam

Dalam tidurku,

Kau terus saja menjadi bunga tidur

Setiap malamnya.

Sedang rasionalnya,

Nyatanya.

Kita tak mungkin saling mengukir nama,

Mengukir cerita.

Karena sikapmu masih saja dingin.

Sedang matamu jelas bersiasat,

Membuat ragu

06 Feb ‘15

52

-Dalam Hening

Kala malam yang buncah akan keramaian

Ketika itu aku dapat memandangmu

Juga kau dapat memandangku

Meski dalam keheningan dan membisu

Dengan seperti itu,

Kita hanya dapat saling mencintai dalam diam

Merasakan saling menyayangi dalam hening

Saling melepas rindu dengan diam-diam

Merasakan kecemburuan satu sama lain

Dengan tatap dan wajah gelisah

Dalam kebisuan

Lelah sesekali datang

Kala harus mencintaimu

Dalam keheningan.

28 Feb ‘15

53

-Dengan Kebisuan

Dalam kalut yang berkelindan rindu

Dengan kebisuanlah

Semuanya terkabut

Mataku hanya memandangmu dalam keheningan

Selain itu,

Aku tak dapat berbuat

Aku hanya dapat menatah namamu

Dalam doa.

Saking diam,

Terkadang membuat lelah dalam risau

Cinta yang fana.

Aku hanya dapat memanggilmu dengan menyebutmu

Dalam setiap dzikir pada Rab-kita.

03 Mar ‘15

54

-Aku Harus Apa

Di kedalaman kalbuku

Terus saja mengusik tafsiran

Tentang lukisan diri

Aku harus seperti apa.

Dalam renungan yang menyayat

Kebimbangan semakin meringis

Aku harus seperti apa.

Sedang dua ruh ada pada diri,

Kesufian di dada kanan

Dan kegilaan cinta tepat di kiri

Akankah dapat murni

Bersatu, saling menguatkan

Atau salah satunya rapuh,

Terkikis waktu.

03 Mar ‘15

55

-Hujan

Hujan adalah cerita tentang kita

Setiap butiran

Terdapat satu cerita kita

Derasnya yang berdentuman

Adalah nada-nada indah

Gemerciknya adalah instrumen yang kental

Menggema irama indah

Saat bercinta

Jika ia datang,

Ia kuak setiap senandung cinta,

Tentang kita.

Hujan adalah kenangan indah tentang kita

Di mana pun ia turun

Ia lengkungkan altar jiwa yang dinyalakan

Meski hermetis dan hitam dupa

Oleh kalbu terpahami dan tersirat

Menegaskan bara cinta

Antara kita

Meski dalam kebisuan.

04 Mar ‘15

56

-Cinta Dalam Diam

Aku tahu kau malu

Aku tahu kau malu

Kamu tahu aku malu

Kamu tahu aku malu

Dengan saksi yang senyap

Kerinduan berikatan

Dalam keheningan

Kita berdua saling menatap

Dalam malu

Silih berganti memandang

Dalam sunyi

Kita ciptakan kenangan tawa

Yang sederhana.

Aku mencintaimu,

Meski hanya dengan memandangmu

Aku tahu,

Kau mencintaiku,

Meski hanya dengan isyarat matamu.

05 Mar ‘15

57

-Menulis Lagi

Terima kasih

Telah memulai untuk berani

Benar menyayat sanubari

Yang dulu hening dan senyap

Saling bertukar rindu

Dalam setiap hembusan angin

Dalam muara cinta

Kau cabik rindu yang membatu

Jika memang kau bimbang

Percayalah kau sedang mencoba melewati keraguan.

Gemerisik cinta yang diam-diam

Cukup membuat geli

Namun membuatku menulis lagi

Cerita cinta kita yang diam

Dalam kasmaran yang membulan

07 Mei ‘15

58

-Biarkan

Di atas sajadah merah yang genting

Dibalut lekat pakaian

Tertunduk.

Setelah kusampaikan sujud.

Tanganku meraih pena romantiknya

Dan mulai lengking menulis sajak

Dengan bernafaskan keraguan

Dengan bergejolaknya hati

Juga dengan dentuman detak jantung.

Rasa cinta yang murung

Karena ketidakpekaanmu

Sedang rindu tergiur meringkik

Jika terus saja diam

Rindu ini sudahlah keras membatu

Jika spontan kukatakan,

Bagaimana mungkin bisa.

Aku tak bisa mengatur biramanya yang cepat

Hanya dapat ku tulis lewat sajak

Puitik, dramatik, simbolik, juga tersirat

Biarkan hanya dadamu yang tahu.

11 Mei ‘15

59

-Disinfektan

Cinta yang menyakitkan

Tetap saja cinta.

Seperti aku mencintaimu.

Cinta biasa dan cinta menyakitkan,

Adalah dua obat yang berbeda

Cinta biasa adalah penghilang rasa sakit

Tapi cinta yang menyakitkan

Adalah disinfektan

Awalnya menyakitkan

Tapi pada akhirnya menyembuhkan

Semogaku.

10 Mei ‘15

60

-Tak Apa 1

Dalam hati menggebu

Namun kita hanya memandang tajam

Terima kasih telah meyakinkan rasa ini

Agar tak mati.

Tak apa jika harus cinta dalam diam

Namun kita saling mengisyaratkan

Saling menatap dalam diam

Saling memandang dalam hening

Saling merindukan dalam sepi

Namun ketika mata saling bertemu

Isyarat cinta penuh gelora asmara

Tak apa jika harus cinta dalam diam

Namun sama-sama merasakan

Meski tersirat

Hanya hati kita yang dapat membaca

Terima kasih

Telah meyakinkan rasa

Yang selama ini samar

15 Mei ‘15

61

-Rindu

Rindu.

Dalam kalbu terus saja menggema dalam naungan bulan

Malam juga aku sebagai penghuni malam

Ditemani melodi-melodi riang bintang

Tetap saja kalut,

Karena kerinduan yang memuncak

Udara dingin mencabik relung hati juga jiwa

Seketika remuk,

Karena tak bisa menahan terlalu berat rindu

Lolong suara parau sangat lugas dari hati

Dengan kata terpatah-patah

Dengan sarat yang membatu

Aku didekap malam

Menangis dalam pelukan gulita

Tidur dalam kegelisahan

Tuhan menciumku

Seraya berkata

Sabarlah!

22 Mei ‘15

62

-Merah Dupa

Cinta dalam diam

Terkadang membuat geli

Mata kita

Isyarat kita

Juga sikap kita

Hermetis

Penuh misteri

Senyum nakal

Pandangan licik

Permainan cinta

Cinta merah dupa

22 Mei ‘15

63

-Agar Tak Sia-Sia

Resah yang menggema setiap malamnya

Hati yang bersua dari lubuk dalam

Terus saja muram

Merana karena kerinduan yang membisu

Setidaknya sampaikan

Bisikkan rindu pada angin malam

Agar parauku

Setidaknya tak sia-sia

22 Mei ‘15

64

-Semoga

Saat tiba pada ujung malam

Dalam naungan bulan juga gemerlap bintang

Aku hanya ditemani sebuah gitar

Dan setiap petikan dari senarnya

Tersirat makna cinta yang dalam untuk seseorang

Yang takkan mungkin sampai

Jemariku memang tak seindah kala kau memainkannya

Namun percayalah ia bekerja keras

Untuk melantunkanmu sebuah lagu cinta,

Yang indah

Dalam setiap malamnya,

Lagu cinta itu

Kutitipkan pada angin

Di sana,

Semoga kau merasakannya

25 Mei ‘15

65

-Titipan Rindu

Titipan rindu dari bulan

Katanya dari seseorang,

Sudahku balas dengan doa

Semoga malam ini mimpimu indah

5 Juni ‘15

66

-Selagi

Sayangmu sekarang terlihat

Dan aku ragu,

Aku harus melangkah

Atau aku harus mundur,

Dari jalan ini.

Karena terlalu lama menunggu.

Aku juga memiliki keresahan

Aku juga memiliki kegelisahan

Aku akan menunggu,

Selagi kau berusaha keras

Berusahalah!

9 Juni ‘15

67

-Aku Masih

Hari pertama

Di bulan Ramadhan

Saat dimana malam hari,

Bulan mencoba penuh dan memulih

Aku,

Masih bersama perasaan yang sama

Juga cinta yang sama

Aku masih tak berani untuk mengatakan

Dalam waktu yang cukup lama

Aku mengagumimu, mencintaimu, menyayangimu

Juga merindukanmu,

Dalam diam.

Menahan kerisauan

Dan kegelisahan hati sepihak

Sukar menenangkan detak jantung,

Kala melihatmu.

Aku masih tetap di sini,

Aku masih tetap sama

Meski cinta tersebut membuatku bodoh

18 Juni ‘15

68

-Biarlah Kita

Jika hanya keresahan yang dibalut tawa

Aku tak apa

Karena telah menjalaninya selama ini

Namun kegelisahan dan kerisauan mulai menggila

Lalu apa yang dapat dilakukan pesunyi setelah itu?

Menahan rindu yang dalam,

Selama ini dan akan terus seperti ini,

Sedang seseorang di sana…..

-

Hanya Tuhan yang tahu

Dia menyimpan rindu yang sama

Atau hanya menyimpan kehambaran.

Aku bersama malam dipikul dingin

Tanpa pelukan cinta

Hanya ditemani bulan dan bintang-bintang

Dari kejauhan.

Bermimpi tentangmu

Dan pagi harinya, siang harinya

Dan sore harinya

Hanya dapat tersenyum juga berkata

Biarlah kita hanya saling merasakan.

19 Juni ‘15

69

-Tak Apa 2

Hati terus saja menderu

Bersama kencana biru

Ia merindu.

Waktu yang lekat

Tak membiarkan kita bersikukuh

Bertemu saling memandang

Terlalu hanyut dan gencar

Namamu selalu kusebut dalam doa

Sedang gairah cinta yang magis

Menyalakan anasir-anasir cinta yang pekat

Hujan.

Bantu aku sampaikan rindu

Dalam keruncingan yang ganas

Meski tak berbalik mendapat rindu

Aku tak apa.

22 Juni ‘15

70

-Perihal

Perihal kekosongan pesunyi

Aku terlalu paham

Bagaimana hati meringis

Dalam balutan luka

Yang sukar diobati

Dilingkupi kepogohan polemik

22 Juni ‘15

71

-Dadaku yang Masih Sunyi

Di kelengkungan jemarimu

Aku memeluk rindu yang usam

Di kejauhan antara jarak

Waktu menikam curam

Di dadaku yang masih sunyi

Selalu saja ditemani cinta dingin

Yang takkan usai.

Lihatlah daku

Yang terkurung dalam ribuan deru ombak

Yang terlingkup batu di karang

Merasakan indahnya cinta

Dengan tumpukan kesakitan,

Yang alami

Ditemani angin laut malam

Yang meringis di kala sepi

23 Juni ‘15

72

-Begitulah

Kebahagiaan dalam duka

Senyum dalam tangis

Juga cinta dalam duka dan tangis

Reseda yang tak lagi mekar

Kala musim gugur yang kering

Ia jatuh ke tanah

Rapuh ditusuk angin

Kering dihujam panas terik

Begitulah aku dalam dadamu

Tak lagi mekar,

Kering,

Jatuh,

Gugur

Dan rapuh

Begitulah cintaku.

23 Juni ‘15

73

-Matamu

Rindu disimpang keraguan

Pada altar-altar yang tak lagi merona.

Sedang degup jantung,

Terus saja tak bisa kuatur

Logikaku mengatakan untuk berhenti

Namun matamu terus saja menggoda

Untuk tak berhenti

25 Juni ‘15

74

-Seperti Cinta

Reseda malam yang tak lagi mekar

Ia gugur,

Kelopaknya berjatuhan.

Seperti cinta,

Yang dulunya merekah,

Sekarang pudar

Dulu merah merona,

Sekarang merah dupa.

Seperti cinta,

Padamu.

25 Juni ‘15

75

-Ia

Fatamorgana yang indah

Bak sinar bulan di malam hari

Bersama bintang dan gemerlapnya,

Tak lagi kokoh.

Ia sunyi.

Ia sepi.

Ditinggal selimut kegelapan

Didekap malam

Dalam kesendirian

25 Juni ‘15

76

-Saat Itu

Sedikit berkabut hatiku

Kelamku terus saja menyusur petik gitarmu

Senandungmu bukanlah muram

Namun bersua dalam kobaran kebisuan

Kian lincah jemarimu memetik dawai

Mataku renta dalam alunan syahdu

Nada keperakan yang menggema

Berlesatan hiliran cinta yang tak lagi meng-abu

Saat matamu mulai terjaga

Kala perlahan memandang mataku

Aku terpana,

Dengan senyummu yang lenggang

Aku jatuh cinta.

Selalu jatuh cinta,

Saat itu.

25 Juni ‘15

77

-Waktu

Kureguk kemalangan

Mencintai tanpa berbalas cinta

Di sini kelam

Dalam cinta kelabu

Bersua merindu dalam bisu

Di dahaga yang runtuh

Di kepiluan yang membosankan

Aku berharap cinta yang fana

Sayangnya,

Waktu belum membalas tanyaku.

25 Juni ‘15

78

-Tato

Seperti bunga yang absurd

Raut runcingmu menyenja

Di ufuk timur

Dibawah pohon persik

Melodi angin berarakan

Di bawah bulan sabit

Dedaunan bernyanyi

Ranting-ranting yang keperakan

Menjemu ribuan alang-alang

Di bawah camar yang kelabu

Kau mendekap hangat tubuhku

Namun tak kurapuhkan rindu

Di bawah pohon persik

Kau tato dadaku

Dengan cinta

26 Juni ‘15

79

-Kepiluan

Di kelengkungan yang meng-abu

Malaikat pucat

Menulis dalam secarik kertas

Tentang kisah cinta yang murung

Kepiluan seorang pesunyi

Yang mencoba jatuh cinta

26 Juni ‘15

80

-Di Beranda

Di beranda tempat kita betemu

Dimana jenakamu yang hangat

Menyapa lugas.

Kugantungkan tawa bersamamu

Tak lagi merah dupa

Kau lantunkan getar dawaimu

Dengan jemari lentik memetik gitar

Juga senyum yang tertera damai

Kusimpan kau,

Dalam dadaku

Saat kau mulai berani bernyanyi

Saat itu aku selalu mencintaimu.

26 Juni ‘15

81

-Berbisiklah!

Tak sepatah kata pun kau papar

Dalam kiprah yang memerah

Seharusnya satu kata saja dapat kau tabuh

Namun kau terlalu lugu dan tabu

Dengan lihai matamu memandang,

Dalam diam.

Namun bibirmu kukuh

Satu huruf pun parau bagimu

Jika kau tak mampu

Berbisiklah pada angin

Sampaikan padaku

Kau suka,

Atau kau tidak suka,

Padaku

26 Juni ‘15

82

-Rindu Gusar

Pada sajak yang gamang

Kutulis sajak ramping,

Untukmu.

Kian kemari rindu ini bersusulan

Pelan pelan mereguk lubuk hati

Di kelengkungan senyum indahmu

Terdapat metafora kebisuan

Tak dapat kau katakan rindu

Namun matamu pekat

Mengisyaratkan rindu gusar yang sunyi

28 Juni ‘15

83

-Dalam Sunyi

Hakikatnya isyaratmu seperti takkan sampai,

Padaku.

Jika sesekali saja kau tulis sebuah sajak untukku,

Mungkin saja akan kurenungi.

Pabila berlumut

Aku tak bisa celupkan air pada pelipismu

Jika kau ayunkan tanganmu

Setidaknya aku akan melihat tanganmu.

Di beranda, tempat kita bertemu

Rinduku tak sekelam saat sendiri

Karena sayup mata dapat memandangmu

Juga hatiku tahu

Kau pun selalu memandangku dalam sunyi

28 Juni ‘15

84

-Kepalsuan

Dengan sarat mata yang mulai muram

Aku merindukanmu

Aku mulai menjadi pengagummu

Dalam kesunyian

Dalam kebisuan

Dalam keheningan

Dalam kesenyapan

Juga kelam.

Meski telah memudar

Bernafaskan kerinduan abadi

Di altar jiwa dan kasih

Kugantungkan jemari

Dalam penggapaian yang samar

Takkan lagi bertabuhan,

Kepalsuan

29 Juni ‘15

85

-Terima Kasih

Saat kita bernyanyi bersama

Kau tepat di sampingku

Terima Kasih untuk tidak menghindar

Terima kasih telah mau duduk di sampingku

Terima kasih karena telah melirikku

Meski hanya beberapa waktu

Terima kasih setidaknya membiarkan matamu,

Dengan sendirinya memandangku

Meski hanya beberapa saat

Terima kasih telah mau tertawa bersamaku

Setidaknya hanya mata kita saling mengerti.

Aku tak bisa bohong,

Jika aku masih mencintaimu.

July

86

-Agar Seperti Tulus

Lagu sendu yang abu

Dalam siasat tawa

Hanya ada luka

Dalam isyarat senyum yang tertera

Bukan tulus

Namun kupaksakan

Agar seperti tulus

July

87

-Gema Tak Bahagia

Gelak tawa yang mereka umbar

Ada sebuah hati yang bahagia

Ada juga gema hati seperti tak bahagia.

Dalam gema itu,

Kupaksakan tersenyum juga tertawa

Meski ingkar,

Aku tak berhak marah

July

88

-Ragu

Coba renungkan mengapa reseda gugur

Buah murbei juga tak semerah biasanya

Mungkin ia ragu

Ia hanya bisa cerita pada malam

Didekap bulan

Ditemani bintang

Menunggu ujung malam tiba

Agar ia dapat tertidur dalam lelap

Bersama rindu lebat

July

89

-Dekap Aku

Saat mata telah sayup

Bibir pun jemu

Jemariku hanya dapat merangkai luka

Dalam selebaran putih.

Tuhan,

Dekap aku malam ini

Yang dihujam kerinduan

July

90

-Mencintaimu

Tak dapat kuungkap luka

Karena mencintaimu

Tak dapat kubacakan alasan apa,

Aku mencintaimu.

Jelasnya.

Jantung ini tak dapat kuatur

Saat kau di dekatku

July

91

-Resah I

Saat hanya malam yang dapat temani luka

Saat air mata basahi pipi

Saat hati terus saja gundah

Aku tak bisa berkata

Berbisik pun enggan

Cerita pun merasa lelah

Lalu harus kulakukan apa

Karena semakin malam

Aku tak bisa tidur,

Resah.

13 August ‘15

92

-Resah II

Terkadang menjelma dalam diam

Membuat rapuh

Mebuat resah

Seperti mencintaimu.

29 August ‘15

93

-Berhenti

Waktu sebagai saksi bisu

Aku bermonolog.

Mulai saat ini,

Aku berhenti mencintaimu.

Karena terlalu lelah.

30 August ‘15

94

-Inilah Sajak Cinta

Inilah sajak cinta

Dari larik-larik yang sederhana

Dalam kebisuan sebagai saksi

Kasih yang terpendam

Dari bait bait yang senyap

Aku hanya dapat memandang matamu,

Dari kejauhan

Sambil bertanya

Matamukah yang memandangku,

Saat waktu berhenti

Menjelang detik waktu yang bergumam

Dengan gelisah,

Selalu saja kutulis sebuah sajak cinta,

Untukmu

07 Sept 2015

95

-Tentang Kunang-Kunang

Salahmu karena datang

Dalam biang yang kelabu

Padahal dulu kunang-kunang menunggu

Namun ia sendiri

Dalam kegelisahan

Karena tak kau perhatikan

Padahal ia dalam resah

Di malam hari

Menunggu cinta

Dengan penuh harap yang samar

Bukan lagi keraguan

Namun kau biarkan ia menghilang

Sedang tahun berikutnya,

Kau mencarinya

Pada siang hari

Bodoh!

Kau takkan pernah menemukannya.

15 Sept 2015

96

-Tanpa Judul

Bukan lagi kelabu

Namun kini telah menghitam

Namun mengapa cintaku masih tetap sama

Dalam kelabu

Juga hitam pekat

Hati bahkan tak bisa bisu

Ia menjerit berkuak

Berteriak aku mencintaimu

Masih mencintaimu

Juga mataku masih tak apa,

Untuk menangis untukmu

Juga harapku dalam semu,

Tetap menunggumu

Masih menunggumu

2 Okto ‘15

97

-Haru yang Fatal

Isyaratmu terlalu kelam untuk kuraba

Gemamu terlalu kelam untuk kutarik garis lurus

Juga senandungmu terlalu hampa untuk kudengarkan

dinamikanya.

Kau sekarang ratapi dengan lirih

Sebuah asa yang dulu kureguk sendiri

Selama senja masih kunyalakan dengan bara cinta yang

gentar.

Sekarang kau muram

Deangan senyum yang memudar

Berharap cinta yang telah mati,

Bersua mengusik jiwa,

Kembali dalam pelukanmu yang membulan.

Sedang dulu,

Kau biarkan aku meronta,

Mengemis cinta yang samar.

Kau putar balikan asa dan rasa

Dari merah merona,

Kau rubah menjadi abu

Dari abu,

Kau rubah menjadi jingga

Dan dari jingga,

98

Kau rubah lagi menjadi hitam

Yang bahkan hitam pekat.

Keharuan yang fatal.

-

Kini, amsel dengan anggun bersenandung

Reseda dengan cantik bermekaran.

Aku bersama altar yang bahagia

Akan berkelana meninggalkanmu

Bersama cahaya yang tak lagi redup,

Tak lagi samar,

Tak lagi bimbang,

Sepertimu.

Maaf untuk selama ini,

Telah mencintaimu.

21 Okto ‘15

99

29 Desember 2015

Assalamu’alaikum warahmatullahi wa barakaatuh.

Untuk Sahabat Saya, Mochammad Rheva Nurfadilah.

Selamat Ulang Tahun yang ke -18 . Semoga

panjang umur dan sehat selalu. Semoga menjadi anak

yang sholeh dan kelak menjadi imam yang sholeh.

Semoga apa yang di cita-citakan tercapai. Mendapatkan

ilmu yang bermanfaat, barokah dalam segala hal yang

baiknya. Aamiin.

Selama apa yang tersirat baik itu hajat atau pun yang

lainnya, yang jelas oleh Allah telah di ridhai, atau pun

juga telah diniatkan dalam hati jelaslah yang baik dalam

pandangan Allah, semoga Allah kabulkan. Aamiin.

Doaku di ulang tahun mu ini, sekian. Untuk yang

lainnya, jika masih ada yang belum aku untai, sebutkan

saja dan akan aku aminkan.

Rheva yang kini adalah sahabatku,

Sebelumnya aku minta maaf, karena tak dapat memberimu

sesuatu seperti hadiah yang banyak diberikan orang-orang

tepat di tanggal kelahiranmu.

Rheva, sahabatku,

Ada banyak kata yang sebenarnya ingin aku untaikan

padamu, dulu.

100

Maaf, karena dulu mungkin telah membuatmu risih, baik

itu dengan tingkah laku atau tutur kata atau apa saja yang

sendiriku tak pernah menyadarinya.

Yang jelas, aku telah menyimpan ini selama satu tahun

lebih, dan kau mungkin akan samar. Entah kau telah tahu

semuanya atau hanya sebagian saja atau mungkin kau

akan tak pernah peduli atas semuanya. Tak apa, aku akan

hargai keputusanmu. Aku tak bisa paksa apapun.

Hadiah untukmu sahabatku, aku harap kau bisa

menerimanya. Ini adalah beberapa ulasan rangkaian kata

dan hati, yang mungkin dulu kau tak pernah tahu. Dan

sekarang, aku akan memberikannya padamu. Tak ada

maksud apapun, aku memberikan ini. Semoga kau

mengenang ini, menyimpannya, karena sebentar lagi

mungkin akan ada batas jarak juga waktu antara kita.

Sungguh, tak ada maksud memberikan semua ini. Hanya

ingin memberikannya, sebagai hadiah di ulang tahun ke-

18.

Semoga bahagia selalu.