SAKRAMEN BAPTIS - Parahyangan Catholic University

19
SAKRAMEN BAPTIS Problematika Baptis Bayi Oleh Yusuf. Siswantara. S.S., M. Hum Pene!itian Pustaka Pribadi dalam bidang Teologi Pastoral Untuk Fakultas Filsafat Falmltas Fisafat Universitas Katolik Parahyangan 2010

Transcript of SAKRAMEN BAPTIS - Parahyangan Catholic University

Page 1: SAKRAMEN BAPTIS - Parahyangan Catholic University

SAKRAMEN BAPTIS

Problematika Baptis Bayi

Oleh

Yusuf. Siswantara. S.S., M. Hum

Pene!itian Pustaka Pribadi dalam bidang Teologi Pastoral

Untuk Fakultas Filsafat

Falmltas Fisafat

Universitas Katolik Parahyangan

2010

Page 2: SAKRAMEN BAPTIS - Parahyangan Catholic University

Diketahui Oleh

Dr. Ign. Eddy Putranto, OSC., S.Ag., MA Wakil Dekan I Bidang Akademik dan Kemahasiswaan

Fakultas Filsafat

2

Page 3: SAKRAMEN BAPTIS - Parahyangan Catholic University

A. PENGANTAR

Saat mendengar kata "Sakramcn", dalam bcnak kita -tnnat katolik-, yang muncul

adalah tujuh sakramcn, cntah sebagai salah satu atau kcseluruhan sakramen (baptis,

pengakuan dosa, ckaristi, penguatan, perminyakan suci, perkawinan, dan tahbisan).

Sementara itu, umat Kristiani lainnya -Kristen Protestan, misalnya- hanya terbayang

dua atau tiga sakramcn saja. Di sini, dapat dilihat bahwa sakramen dipandang dan

dihayati secara berbeda oleh pengikut Kristus.

Baptis, sabh satu dari kctujuh sakramcn, pun tidak luput dari perbedaan

pandang dan penghayatan. Pcrbcdaan tersebut tampak, salah satunya, dalam

praktik baptis bayi. Bagi umal Katulik, baptis bayl harus dilaksanakan. Dan memang,

praktik ini dianjurkan bahkan diatur dengan serius oleh Gereja Katolik. Sementara

itu, di lain pihak, praktik ini dikritik oleh Gereja Kristen dengal1 beriJi!gai ___ ~--·-~·~--.. ,-.. ·----------"~---..... " .. --.. - .. "~------~---~-----------------·---·-----------·-"----------------·-----·---·-----------------·------------··---------------- ---- ..

argumentasi penolakannya. lnilah problematika baptis bayi yang ingin kita bahas

dalam makalah ini.

Pemhahasan problematika baptis bayi ini tidak bisa tidak mengajak kita untuk

melihat maksud dan makna sakramen-sakramen. Untuk itu, pertama-tama, arti dan

pemahaman sakramen hendak ditelusuri dengan ujung benang mcrahnya: relasi

kebersamaan dalam simbol antara yang ilahi dan yang manusiawi. Dari penelisikan

sejarah tujuh sakramen, sifat kebersamaan dan kesatuan sakramen ditampakkkan.

Sakramcn bukanlah sakramen 'sckali jadi', melainbn sesuatu yang terus

berkembang, bergumul dan berproses bersama budaya dan lingkungan di luar

Gereja.

Sakramen lnisiasi terbentuk secara deflnitif setelah bergumul sekian lama. Dari

refleksi teologisnya, ditemukan kcbersaman dan kesatuan sarkamen inisiasi dengan

Allah Trinlter. Refleksi kesatuan itu menJIWaJ ketiga sakramen inisiasi. Pembahasan

mengerucut pada sakramen baptis dan problematika baptis bayi. Dalam

memandang dan menyikapinya, unsur kebersamaan dan keutuhan tetap menjadi

cara memahami persoalan. Demikian pula dengan baptis bayi. Baptis bayi dilihat

penting karena dengan baptis ia hidup dalam kebersamaan dalam keseluruhan,

yaitu: Allah, sesama, dan a lam.

3

Page 4: SAKRAMEN BAPTIS - Parahyangan Catholic University

B. SAKRAMEN-SAKRAMEN

l. Peristilahan Sakramcn 1

a. Sacramentum

Kata sakramen (indo) berasal dari kata Sacramentum (Latin). Kata

sacramentum ini berakar dari kata: sacr, sacer (kata benda) yang berarti:

suci, lingkungan orang kudus. Dan saCI·are (kata kerja) berarti menyukcikan,

mengkuduskan, atau mengkhususkan sesuatu bagi bicang suci. Sacramentum

menunjuk tindakan pcnyucian atau hal pengkhususan kepada bidang suci.

Sementara itu, dalam kebudayaan romawi, sacramentum digunakan untuk 2

pengertian: pertama, sump<1h pr<Jjurit yang mengabdikan diri kepada dewata

dan negara, dan kedua, uang jaminan atau denda dari pihak berperkara

-·-···--~- ------~ala!ll_k_uil _P~r~ ~ewa~_La~i,__~engan _jeias terli)J_~ ba~_\"<3_ sacramentum

melingkupi dua bidang sekaligus, yakni: bidang rohani (kesucian dan

kehudusan) serta bidang duniawi (uang jaminan dan sumpah prajurit).

b. Mysterion

Dalam penterjemahan Kitab Suci, sacramentum digunakan untuk

engganti istilah mysterion (kata yunani yang mengganti istilah sod (ibrani)

atau raz (AramjPersia). Apa arti mysterion itu? Mysterion berasal dari my,

myein; artinya, menutup mata atau mulut sebagai reaksi atas pengalmaan

yang mengatasi nalar dan tida terungkapkan. Makna dasar kata ini

erhubungan dengan pengalaman akan Yang Ilahi. Begitu pulalah, kata

mysteria bertautan dengan hal yang tak terungkap (misteri).

Dalam I<SPL, mysterion mengacu pada dinamika Allah yang

menyingkapkan atau menyatakan diriNya atau rencana penyelamantanNya

dalamsejarahmanusla (bdk.Daii .. 2,.28'30.47), yar1gmengungkapkan rahasia

pada zaman yang akan dantang). Di sisi lain, KSPB menyatakan bahwa

pernyataan diri Allah dan seluruh rencana keselamatan-Nya itu terwujud dan

terpenuhi secara utuh dan penuh dalam diri Yesus Kristus. Untuk itu, dalam

perjanjian haru, mysterion senantiasa bersifat kristologis: kristus menjadi

pusatnya.

Martasudjita, E.P.D., Sakramen·sakramen Gereja, Yogyakarto, J(anisius: 2003, him. 61, Bdk. O'Collins S}, (;era!J & Farrugia Sj, Edward D, f(amus Teologi, Yogyokarta, Kanisius: 1996, him. 283

4

Page 5: SAKRAMEN BAPTIS - Parahyangan Catholic University

c. Simpulan

Kata 'sakramen', pertama-tama, tidak menujuk pada ketujuh sakramcn.

lstilah sakramcn lchih mcnunjuk pada dua unsur pokok. Pertama, kata

mysterion menyentuh pada rclasi Allah (yang tidak terlihat) dan manusia

(yang terlihat), yang tak kelihatan dan yang kelihatan, rencana kcsclamatan

Allah dan penyingkapannya dalam sejarah manusia.

Kedua, kata mysterion berfokus pada keselamatan yang pnsatnya kristus.

Artinya, pcwahyuan dan rcncana kcsclamat;m Allah berpusat pada Yesus.

Sakramen mencakup apa saja yang memuat: unsur ilahi (pengalaman akan

Allah) dan unsur manusiu yang berupa pengalaman konkret-historis yang

menjadi simbolisasinya. z

2. Makna Sakramen -~------------~- - ------- ------ --------- ---------------- --·--------------~-------~------~----

Dalam mengungkap maknanya, sakramen dilihat dari beberapa cara pandang,

yaitu: konsili Suci, Pandangan teologis dan Hukum Gercja.

a. Konsi/i Vatikan IJ3

Pemahaman Konsili Suci tentang sakramen tertuang dalam Konstitusi

tentang Liturgi Suci, Sacrosanctum Concilium, art. 59, 1-!akekat Sakramen. Di

sana, dinyatakan bahwa sakramen-sakramen dimaksudkan untuk

menguduskan manusia, membangun Tubuh Kristus, dan mempersembahkan

ibadat kepada Allah. Sclain itu, sakramen mampu memupuk, meneguhkan,

dan mengungkapkan iman. Secara ringkas, sakramen dimaksudkan untuk:

l. Pengudusan manusia

2. Pembangunan tubuh Tuhan

3. Persembahan ibadat kepada Allah

4. Pemupukan, peneguhan, dahfJer1gllhgkaJ1at1iriiaiikri.5tialli.

b. Teologi Sakramcn4

Teologi sakramen mclihat sakramcn dengan beragam cara pandang atau

model. Model-model tcologi sakramen terscbut mcnyumbang kekayaan

pcmahaman tentang sakramcn. Di bawah ini, disampaikan bcbcrapa model

pemahaman tentang sarkamen, yaitu: perjumpaan, relasi sirnbolik, dan

persitiwa kornunikasi dalam kebersamaan.

(Martasudjita, EPD, Sakramen-sakraman Gcreja, Yogyakarta, 1\anislus: 2003). Hardawiryana SJ, R (terj), Sacrosanctwn Conciliwn dalam Konsi/i Vatikan II, Jakarta, KWL 1993, art. 59 Martasudjita, ibid, hlm.126-13l

5

Page 6: SAKRAMEN BAPTIS - Parahyangan Catholic University

1. Mcclan Perjumaan dalam Simbol

Sakramen dipahami sebagai suatu wilayah 'perjumaan' atau pertemuan

personal-relasional antara manusia dengan Allah. Dalam sakramen itu,

Allah menyatakan keselamatan dan manusia menanggapi tawaran dialog

keselamatan Allah dalam Kristus. Perjumaan manusia (Gereja) dengan

Allah bukanlah perjumpaan langsung, melainkan berlangsung dalam

simbol.

L. Realisasi Simbollman

Manusia tidak hanya memahami dirinya dan dunianya secara

diskursif (rasional-cmpiris). !a juga mekanai diri dan seluruh dunianya

dalam unsur transformatif-simbolis. Makna dan nilai hidup dicari melalui

____ _ -~- ~--- _ _ _ :;1m bol._~<<l["I_Ra~n::'__tlln}':r<J~<<lll_~a~l W<l__l1lantJ_Si<J_~elaksat1akan _dan -~­mengungkapkkan dirinya selalu hanya dan melalui simbol karena

manusia itu tidak lain adalah simbol iduk dari seluruh simbol dan

lam hang yang ada.

Dalam wilayah simbol inilah, sakramen mendapat tempatnya.

Sakramen dipandang sebagai simbol-simbol yang melaluinya terjacli

pengungkapan dan pelaksanaan dari rclasi Allah dan man usia. Karena itu,

sakramcn dihayati scbagai simbol-real sebab mengungkapkan dan

mel<Jksanakan diri Gereja sebagai sakramen Kristus.

3. Medan Peristiwa Komunikasi dalam Kebersamaan

Sakramen dihayati scbagai pcristiwa kornunkasi. Di dalamnya,

terdapat tiga tokoh: pemberi, penerima, dan perantara (medium). Dalam

komunikasi tersebut, kedua pelaku (Allah dan manusia) bertindak ganda,

yaitu sehagai pemheri dan sekaligns penetilna. Semel1tai'illtu; sakiarrieri

menjadi perantara.

Dalam sakramen, Allah adalah sumber yang memberikan

kcsalamatan. Ia aktif mcndckati manusia. Di sisi lain, manusia adalah

pihak yang tidak tinggal diam (pasif). Dengan inisiatif-mandiri dalam

dirinya sendiri, manusia menanggapi tawaran Allah tcrsebut. Maka, clalam

pcrayaan sakramen, yang pertama dan terutama adalah komunkiasi dari

pihak-pihak yang tcrlibat, yaitu Allah dan manusia; sakramen adalah

perantara a tau medium keduanya.t komuniasi ini mendapat warn a dalam

6

Page 7: SAKRAMEN BAPTIS - Parahyangan Catholic University

kebersamaan. Sebabnya, komunkasi Allah-manusia bukanlah komunikasi

fungsional mclainkan komunkiasi personal. Maka, kata kunci lain untuk

mcmahami sakramen adalah kebersamaan atau hidup bersama. Di dalam

sakramen, komunikasi Allah dan manusia itu mencapai relasinya yang

personal dalam kebersamaan.

4. l<arya l<eselamatan Allah dalarn Yesus l<ristuss

Sakramen dapat dipandang sebagai suatu perayaan kesclamatan karena

absan dan isi sakramcn adalah peristiwa kcselamatan Allah dalam

l<ristus. Karcna alasan ini, umat berkumpul, menggunakan simbol dan

land;\; di sana Lenlapal pula persaudaraan dan dialog dari yang

menghaclirinya. Pcrayaan sakramen merupakan pengenangan dan

··-··-···~····-··-·-·~·-·~~- ~- _ _ll?~~1ad~~l1_~mb~li_~arya~_:selam~.tan_. ______ . __ , ___ . _____ ._.---·-··-··-~~

c. Kitab Hukum Kanonik6

Dalam !<anon Doktriner tentang sakramen (l<HK Kan. 840), dinyatakan

bahwa sakrarncn diadakan oleh Kristus Yesus dan dipcrcayakan kcpacb

Gereja-Nya. Sakrarnen dilihat sebagai perbuatan Kristus dan Gereja.

Scmentara itu, maksud adanya sakramen adalah sebagai sarana bagi

pengudusan manusia, penghormatan kepada Allah, pengungkapan dan

penguata.n irnan.

d. Simpulan

Makna sakramen berhubungan dengan relasi Allah clan manusia dalam

simbol. Pusat dari relasi simbolis ini adalah nilai kebersamaan atau hiclup

bersama. ·NiJal l!Yi rct~ganihili' dati. dua arah.

Pertamo, dari pihak Allah. Dalam relasi itu, Allah menyatakan dirinya

dalam kescluruhan rcncana keselamatan. Pewahyuan diri dan rencana

kesclamatan Allah tcrlaksana dan tcrwujud dalam sejarah urnat manusia,

yang secara pcnuh mernuncak clalam diri Yesus Kristus, sang Penyelamat.

Gereja rnenghadirkan clan rnelaksanakan di clalam sakramen-sakramen.

Martasudjita, ihid, him. 66 Hadiwikarta Pr, J (ed LeJjf J{iwb Nulwm Kononik, jakarta, Sekretariat KWJ: 1991, Kan. 840

7

Page 8: SAKRAMEN BAPTIS - Parahyangan Catholic University

Keduo, dari pihak manusia. Tindakan Allah itu mengundang manusia

untuk menanggapinya, yakni dalam penyerahan diri seutuhnya kepada Allah.

Di sini, terdapat komunikasi timbal-balik, yakni pengudusan manusia dan

persembaban kepada Allah. Komunikasi timbal-balik ini, oleh Gereja

dilaksanakan dalam sakramen-sakramen. Di dalam sakramen inilah, karya

keselamatan dirayakan. Perayaan keselamatan umat beriman berada dalam

kebersamaan. Di sanalah iman dipupuk dan dikembangkan.

3. Tujuh Sakraman Sebagai Sakramen Gereja

Seluruh pewahyuan Allah dalam scjarah llllldl manusia adalah demi

keselamatan umat manusia. Secara konkrit, keselamatan itu berada dalam

kesatuan a tau kebersamaan man usia dengan Allah. Dengan kelahiran-Nya, Yesus

hadir demi persatuan itu. Dalam diri Yesus, Allah turun dan menyapa manusia,

hidup bersama, dan solider dengan manusia. Dengan karnatian dan kebangkitan­

Nya, Yesus mengangkat dan rnenyatukan man usia dengan Allah, Bapa-Nya.

Dalam Gercja-Nya, penyclamatan dalam kebersamaan itu terlaksana dalam

sakramen-sakramen Gereja. Melalui sakramen-sakramen, misteri penyelamatan

Allah dalam l<ristus itu dihadirkan dan berdaya guna. Dalam konteks inilah akan

dibicarakan: jumlah sakramen, sejarahnya, dan malma teologis.

a. jum!ah sakramen Gereja

Dalam Gereja Katolik, kita mengenal tujuh sakramen. Mengenai jumlah

sakramen ini, dipertanyakan: mengapa Gereja mempunyai tujuh sakramen?

Pertanyaan ini mendasarkandiri pada beberapa alasan:

1. Dalam gercja perdana, tidak ditemukan (atau bakhakn belum mengenal)

sakrarnan ,Yilng berjumlah tujun terscbut. Santo Petrus pun belum

rnengcnal jumlah tujuh tersebut.

2. Sakramen dalam Kitab Suci pun tidak menunjuk pada tujuh sakraman. KS

banya menunjuk pada unsur-unsur yang menonjol tentang sakramen,

yakni: 1) relasi yang ilahi dan yang manusiawi, dan 2) perwujudan atau

pelaksanaan rencana keselamatan Allah melalui Yesus dalam sejarah

man usia.

B

Page 9: SAKRAMEN BAPTIS - Parahyangan Catholic University

Sejak abad XJ/jX/11, karcna pcngaruh skolastik yang mcndefinisikan

segala sesuatu, sakramcn-sakramen diusahakan untuk didefinisikan secara

tegas dan jelas. Begitulah, secara rcsmi Konsili Lyon II (1274-) menerima dan

menetapkan tujuh sakramen. Hal yang sama dinyatakan oleh konsili Florenz

{1439) bagi orang Armenia (yang kembali ke pangkuan Gereja). Lalu, Konsili

Trente (154-7) menegaskan kembali ajaran Gereja mengenai tujuh sakramcn.

Ternyata, keputusan konsili·konsili untuk mencrima tujuh sakramen

disetujui dan diterima pula olch Gcrcja Timur yang sudah berpisah lama

dengan Gereja Roma.

c. Maim a Tcologis Sakramen

Beberapa teologi mencoba menjclaskan jumlah sakramen yang tujuh itu.

Alexander Hales (124-S)membawa tujuh sakramen dengan mendasarkan diri

pada teks 2 Raja 5:10 tentang Naaman yang mandi tujuh kali bagi

kesembuhannya. Bonaventura (1274-) mcmaknai tujuh sakramen dalam

konteks pertempuran melawan dosa. Thomas Aquinas (1274-) membawa

sakramen daam pcmikiran teologis tentang sakramen. Baginya, sakramcn

cliadakan Allah untuk esembuhan jiwa. Sarana untuk itu adalah tujuh

sakramen suci.

Tcologi modern tidak lagi mendiskusikan mcngenai tujuh sakramen

sebagai jumlah keramat; tidak herkutat untuk membela jumlah sakramen.

Mereka menitik·beratkan refleksi tcologis tentang sakramen dengan kembali

kepada makna sakramentalitas biblis dalam terang Yesus Kristus sebagai

Sakraman induk atau pokok Dalam kerang ini, sakramen dilihat clan

clirefleksikan dalam karya keselamatan Allah bagi man usia.

Schillei.Jeeckx mereOeksikan ketujuh sakramen sebaga1 tujuh ·saat atau

persitiwa' utama hidup manusia. Karl Raimer meletakkan sakramen dalam

kerangka aktualisasi pelaksanaan tugas Gereja sebagai yang menghadirkan

Kristus. Teologi modern meretleksikan bagaimcma tradisi dan ajaran Gereja

mengenai tujuh sakramen tersehut memang sesuai dengan penga/aman

man usia secara antropologis.

C. SAKRAMEN INISIASI

1. Arti dan Malma lnisiasi

10

Page 10: SAKRAMEN BAPTIS - Parahyangan Catholic University

Proses inisiasi selalu tcrjadi dalam kehidupan kit:a sehari·harL Pada saat

metnasuki suatu lingkungan tertentu, misalnya universitas, seorang siswaji akan

melalui satu proses 'inisiasi', yakni OSPEI<. Contoh lainnya, seorang pcmuda yang

masuk suatu kelompok, mungkin akan disambut dengan 'Well come Party"

sebagai acara penerimaan anggota baru. lni juga merupakan bentuk inisiasi

dalam hid up.

I<ata 'inisiasi' berarkar dari kata inire, initiare, initiatio, initium. Artinya,

proses memasuki, bcrgabung ke dalam suat:u kelompok; berarti pula proses

memasukkan atau menerima seseorang ke dalam kelompoknya. Dalam proses

initiatio ini terdapat gerak sekaligus: 1) proses masuknya seseorang ke dalam

kelompok, dan 2) proses penerimaan kelompok atas masuknya anggota baru.

2. Sejarah Sakramen lnisiasi

Gereja Perdana tidak mengenal istilah inisiasi sebagai suatu konsep

pemikiran seperti dewasa ini; tetapi sudah mempraktikkan proses inisiasi ini

bagi anggota jemaat yang banl. Artinya, terdapat suatu proses upacara supaya

seseorang secara sungguh menjadi bagi;:.tn dari jemaat Gereja. Bentuk praktik

inisiasi Gereja Perdana ini rupanya tidak sarna atau tidak seragam. Suatu jemaat

melakukan proses inisiasi dengan membaptis; sementara itu jemaat yang lain

melakukannya dengan pembaptisan dan penumpangan tangan (sakramen

krisma).

Pada abaci pertama, Gereja bersentuhan dengan kultur dan dunia Yunani­

Romawi. !<arena sentuhan itu, unsur-unsur budaya dan kultur Yunani·Romawi

masuk ke dalam khazanah praktik kristiani. lstilhan inisiasi mulai dtet"ima dan

digunakan dalam tahap-tahap inisiasi. Cyrillus dari Yerusalem rnulai membuat

refleksi atas hubungan intern atas tabap inisiasi tersebut: baptisan, krimsa, dan

ekaristi. Tapi dalam praktiknya, sakramen inisiasi ini rnasih diberikan bersama­

sama. Tetapi mulai abaci IV JV, muncul praktik bahwa sakramen krisma

dipisahkan dari sakramen baptis. Sementara itu, pemberi sakramen krisma

mulai menjadi hak ist:imewa uskup.

Memasuki abaci Pertengahan, praktik inisiasi antara Gereja Barat dan

Gereja Timur mulai mengalami perbedaan. Gereja Barat meneruskan tradisi

pemisahan sakr;unen Krisma dan Baptis; Gereja Tirnur kembali kc praktik tradisi

11

Page 11: SAKRAMEN BAPTIS - Parahyangan Catholic University

Gereja Perc!ana yaitu pcnyatuan kctiga sakramcn inisiasi (sakramen baptis,

krisma dan ckaristi dibcrikan bcrsama-sama).

Dewasa ini, Gereja menyadari kqnbali kcsatuan sakramen .. inisiasL Untuk

itu, Konsili Vat:ikan II meneguhkan dan mcngajarkan unsur kcsatuan sakramen­

sakramen inisiasi itu. Para Bapa Konsili Vatikan II mengajarkan: "Uparacara

Krisma hendaknya ditinjau kembali juga supaya tampak lebih jelas hubungan

erat sakramen itu dcngan seluruh inisiasi Kristiani (SC. Art. 71). Maka, secara

urnurn, Cereja rnenekankan untuk memperlihatkankesatuan ketiga sakramen

inisiasi. Penekananini dirumuskan dalam Kitab Hukum Kanonik 1983:

"Sakrarnen~sakramcn permandian, penguatan, dan ekaristiti suci terjalin satu

sama lain sedcmikian rupa sehingga dibutuhkan untuk menghasilkan inisiasi

~~~~···········-···~·-···-~k~ri~str~·a~niyang utuh (Kan 842 §~:Q,_. ~~~

3. Teologi Sakramen Inisiasi

Secara antropologis, orang melihat sakramen inisiasi, yakni baptis,

krisma, dan ekaristi sehagai proses kehidupan: lahir, tumbuh, dan dewasa.

Namun, sccara tcologis, sakramen··sakramen inisiasi ini berpusat pada kesatuan

pcrutusan triniter, yaitu perutusan dalam Allah Tritunggal maha kudus.

Pcrutusan ini terdapat dua gerak: 1.) Bapa mengutus Putra dalam Roh Kudus.

Dalam perutusan Putra, Bapa melaksanakan dan mcwujudkan kesalam3t3n

dalam sejarah manusia. I<arya keselamatan itu mcmuncak dalam diri Yesus

Kristus. 2) Bapa dan Putra mengutus Roh Kuc!us bagi Gcreja. Dama perutusan

Roh Kudus, Allah Bapa membuat dan mcnjamin karya keselamatan-Nya tctap

hadir dan tinggal dalam Gcreja bagi seluruh dunia dan man usia.

Yesus hadir dan bersatu dengan kita manusia. Maka, perutusaan

inkarnatif Yesus cocok bertemu dalam baptisan. Dalam baptis, secara eksplisit,

kita disatukan dengan Kristus dalam keutuhan. Tctapi, persatuan ini (baru)

hanya mungkin terjadi karena penyertaan Roh kudus yang kita terima.

Penerimaan Roh Kudus ini secara eksplisit terdapat dalilm sakramen Krisma.

Dengan demikian, sakramen baptis dan l<risma tidak dapat dipisahkan.

Kesatuan itu terscmpurnakan dalam sakramcn ckaristi sendiri. Dalam Ekaisti

pulalah, kedua perutusan Putra dan Roh 1\udus mengalami puncaknya, yaitu

12

Page 12: SAKRAMEN BAPTIS - Parahyangan Catholic University

dalam kcmatian dan kebangkitan Kristus. Di situlah, karya keselamatan

terlaksana secara pcnuh, utuh, dan dcfinitif.

jadi, melalui sakramen Raptis, kita dipcrsatukan dengan seluruh hidup

Yesus Kristus yang diutus oleh Bapa. Melalui sakrramen penguatan (I<risma],

kita dipersatukan dengan Roh I<udus yang diutus oleh Bapa dan Putera.

Akhirnya, melalui Ekaristi, kita mengalami seluruh karya penyelamatan Allah

bapa melalui putra·Nya Yesus I<ristus dalam Roh I<udus ini secara sakramental

a tau dalam bcntuk simbol istimcwa, yakni dalam rupa roti dan anggur.

D. S/\.I<R/\.MEN BAPTIS

1. Peristilahan 'Sakrarnen Baptis'

I<ata 'baptis' berasal dari kata baptizein, baptisma (Yunani]. 1\.rtinya,

membenamkan, mcncemplungkan, menenggelamkan ke dalam air, entah

seluruhnya atau sebagian saja. Kata ini biasanya digunakan dalam KSPB.

Persoalannya adalah dari mana kcbiasaan ini muncul?

Tradisi Israel sudah rnengenal aneka upacara pentahiran dengan

menggunakan air, cnt:ah percikan atau mandi (menenggelamkan diri).

Pent:ahiran atau pembersihan diri ini harus dilakukan oleh seorang yang

menyentuh mayat, orang yang berpenyakit kusta, a tau lainnya. Dalam proses ini,

orang menenggelamkan diri dalam aliran air. Tradisi ini telah dilakukan

berabad-abad, turun-temurun.

Selanjutnya, tradisi ini digunakan oleh kelornpok Eseni (seperti kelompok

Qumran]. Dalam pembaptisan mereka memandang diri scbagai kelompok

terpilih. Dalam ritusnya, mereka rnenenggelamkan diri sendiri ke dalam air

(yangmengalir).··Ha!··ini·dilalmkan juga hagiorangnowYalmdiyangmarrmenjadi

warga Yahudi. Yang menarik di sini adalah bahwa ritus 'inisiasi' dengan

mencnggelarnkan diri ini dilakukan olch diri sendiri. Selain penenggelarnan diri,

ritus inisiasi lain (yang jauh lebih penting] adalah sunat.

Yohanes Pembaptis melakukan hal yang sama sekaligus berbeda. Dalam

melaksanakan tugas profetisnya, Yohanes juga mengadakan penenggelaman

(scperti adat dan tradisi). lnilah kesamaannya. Tetapi dalam pembaptisan,

Yohanes Pembaptislah yang rnenenggelamkan orang ke dalam sungai Yordan.

Artinya, orang lainlah yang melakukan proses inisiasi; bukan diri sendiri. lnilah

13

Page 13: SAKRAMEN BAPTIS - Parahyangan Catholic University

perbedaannya. Baptisan Yohanes dilakukan olch orang Jain (Yohanes sendiri)

dan sifat khasnya adalah pcmbaptisan pcrtobatan. Dalam hal inilah, Yesus pun

mcnjalani pcmbaptisan Yohanes.

Yesus memberikan diri dibaptis oleh Yohens di awal karya-Nya. Ada dua

alasan mengapa Yesus (mau) dipabtis. Pertama, Yesus juga menempatkan diri

sebagai pribadi yang ikut menantikan kedatangan I<erajaan Allah pac!a akhir

zaman. Kedua, Yesus mau menunjukkan solic!aritas pac!a bangsa-Nya yang

membutuhkan penyelamatan c!ari Allah.

Bagi Gereja, pcristiwa pembaptisan Tuhan ini dijac!ikan c!asar bagi

pcmbaptisan anggota Gereja (selain perintah Tuhan scndiri supaya scmua orang

c!ipatis dalam nama Bapa, Puu·a, dan Roh I<uc!us). Dengan c!emikian, baptisan

yang dilakukan oleh Gereja berakar pada seluruh pengalaman iman I<ristiani ·~·~·~···· ---···~····~·--·-·-···~--·--~---~····~·-·····-~~-·-·~-··-·-···

akan Tuhan Yesus Kristus. 13aptisan Kristiani adapat dilangsungkan dengan

bertolak dari apa yang dibuat Yesus: membiarkan diri dibaptis.

2. Makna Baptis

Beberapa makna baptis dari refleksi teologis adalah sebagai berikut:

a. Baptisan sebagai tanda iman.

Maksudnya, dalam suatu pembaptisan, di satu sisi, diandaikan adanya iman

dalam diri orang itu; di sisi lain, iman yang telah bersemi itu harus

ditumbuhkan dan dikembangkan dalam seluruh hic!upnya.

b. Baptisan sebagai penyerupaan pada Yesus Kristus

Artinya, dengan dibaptis, kita bcrgerak masuk ke dalam misteri Tuhan Yesus.

Kita turut berpartisipasi dan mengambil bagian c!alam seluruh hic!up dan

nasib ··Kristus; Kita menjadi···serupa dengan Kristus dalann;cluruhhidup dan

nasib-Nya.

c. Baptisan sebagai pengampunan dosa

Seperti kata St. Petrus: "Bertobatlah dan hendaklah kamu ... dibaptis dalam

nama Yesus Kristus untuk pcngampunan c!osamu" (Kis 2: 38) dan "Berilah

dirimu diselarnatkan c!ari angkatan yang jahat ini (Kis 2: 39). Baptisan

membawa orang pac!a pengampunan dosa. Dengan dibaptis, c!osa orang

dihapuskan.

d. Baptisan sebagai pengkanmiaan Roh Kudus.

14

Page 14: SAKRAMEN BAPTIS - Parahyangan Catholic University

Melalui baptis, kita akan mendapat pengampunan dosa dan anugerah Roh

I<udus (Kis 2: 4.8-11). Dengan karunia Roh I<udus ini, kita mengalami Paskah,

yakni pengalaman akan Yesus Kristus yang bangkit dan menyelamatkan kita,

seperti dialami oleh para muriel.

e. Baptisan sebagai pemersatuan diri kita kc dalaam satu tubuh mistik.

Melalu baptis, Gereja membangun dan tumbuh. Hubungan dari orang-orang

yang dibaptis itu tidak hanya berkatian dengan penambahan jumlah

ktwntitatif saja, tetapi juga yang Iebih penting Iagi: memasukkan orang ke

dalam relasi orang Kristiani yang memiliki martabat yang sama dan hidnp

dalam satu tubuh.

f. Baptisan sebagai karunia hidup baru.

~- __ ~-~ ~~-~Y~h~ane~'s~Ia~h _)'ang meng_e_m_b~a11g~k~ar~1 ~gaga_:san baptisan sebagai kelahiran baru~-~~~·---~·.

Dan percakapan dengan Nikodemus, Yesus menyinggung soal tersebut: " ...

jika seorang tidal< dilahirkan dari Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam

Kerajaan Allah" (Yoh 3: S-7). Baptis membuat orang dilahirkan kembali

dalam Roh. Ia dikarumai hidup baru dan sepanjang hidupnya ia

mewujudkannya dalam gaya hidup dan tindakannya sehari-hari.

3. Problcmatika Baptis Bayi. 7

a. Problem Baptis Bayi

Problem baptis bayi muncul saat orang mempertanyakan praktik baptis bayi.

Apakah baptis bayi tidak melanggar hak assasi manusia, walau itu adalah

anak-anok kita sendiri? Secara teologis, dipersoalkan dan dipertanyakan

relasi iman dan baptis bayi. Anak-anak belum bisa beriman secara pribadi;

lalu, bagaimana anal< tersebut dibaptis; padahal belum bisa beriman?

Bukanlmh··· baptisan itzr mengandaikoil··· ittlatl? Melihaf har TtLC cirang

mengusulkan: apakah tidak lebih baik bahwa anak-anak dibiarkan tumbuh,

dan setelah dewasa dipersilahkan memilih sendiri iman kepercayaannya.

Bagaimana problematika ini dijawab oleh Gereja?

b. Sejarah

Gereja Perdana (KSPB) tidak memberi petunjuk baptisan bayi. Pada masa

selanjutnya, Tertulianus (220) dan Origenes (253) baru menunjukkan secara

Marlosudjita, E.P.D., ibid, hlm. 235-239.

1.5

Page 15: SAKRAMEN BAPTIS - Parahyangan Catholic University

cksplisil adanya praktik baptis bayi. Pada masa mercka, baptis bayi sudah

lazim dan bahkan diakui scbagai warisan tradisi apostolik

Pacla abad V, praktik baptis bayi suclah umum dan tersebar eli mana­

mana. Hal ini tidal< terlepas clari pertikaian clengan kaum pelagianisme.B

Dalam pertikaian itu, St. Agustinus membuktikan bahwa bayi clilahirkan

clengan dosa Adam (dosa asal). Selanjutnya, ditegaskan St. Agustinus, bahwa

dengan baptis, scorang bayi dilepaskan dari dosa asal tersebut. St. Agustin us

juga membcdakan dosa asal (peccatum origenalc) dan dosa pribadi

{peccatum morale).

Apa yang diajarkan St. Agust:inus didukung oleh daH uileguhkan uleh

Konsili Karthago (41B), Konsili Lateral IV (1215), dan Konsili Trente (1624-

1627). Dengan demikian, secara eksplisit, Gereja telah menegaskan dan ~~~~ -~·~··~~-~· ··~·--·~~~~ ~~~~~-~~~--~- ~~~·-··--···

mendukung praktik dan makna baptis bayi. Dan, walaupun dari kaum

reformator dan gereja Anabaptis sampai dengan teolog besar Karl Bart

menolaknya, praktik baptis bayi masih dilaksanakan oleh Gereja Katolik.

c. Argumcntasi-Argumentasi

Gercja sudah tidak lagi mempersoalkan dan memperdebatkan soal apakah

Gereja harus membaptis bayi. Gereja justru sudah yakin bahwa Gereja harus

membaptis semua orang, tennasuk hayi. Tetapi, menghaclapi problem baptis

bayi, Gereja tctap harus memberi jawab atau argumentasi tinclakannya.

Untuk itu perlu kita Iihat argumentasi penolakan dan artumentasi

penerimaan Gereja soal baptis bayi.

1. Penolakan

Ala san penolakan baptis bayi adalah sebagai berikut:

a. lmanadalah····tindakan pengakuanterhadap··· wahyu Allah setata

pribadi. !man adalah urusan pribadi dan bukan urusan orang lain. Bayi

bclum bisa melakukan hal-hal tersebut secara pribadi dan personal.

Maka, baptis bayi ditolak.

b. Baptisan mengandaikan pewartaan dan pemahaman terlebih dahulu.

Dalam praktik baptis bayi, pewartaan dan pengakuan iman tidak ada.

Bayi Iangsung dibaptis begitu saja. jadi, Baptis bayi tidak bisa

dilaksanakan.

n Pelagianisme adalah aliran yang menolak bahwa scorang bayi itu lahir dengan membawa dosa Adam.

16

Page 16: SAKRAMEN BAPTIS - Parahyangan Catholic University

c. !man adalah tindakan yang menuntut tanggung jawab dan

mensyaratkan kebebasan pribadi. Dalam perkembangan kepribadian

moral Lawence Kohl berg, scorang bayi bclum bisa bcrtanggung jawab

dan belum bisa menentukan tindakannya sendiri. Dengan dcmikian,

baptis bayi tidak mungkin terjadi.

2. Pcndukungan

Para pendukung atau pencrima praktik baptis bayi mcmbcrikan alasan

a tau dasar pencrimaannya sebagai berikut:

a. lm:m tidak bi:;a diccmpitkan scbagai urusan pribadi semata. Struktur

dasar manusia adalah eksistensi-bersama. Hal ini memungkinkan

warisan generasi pendahulu ke generasi selanjutnya; misalnya: adat,

pengelahuan, bahasa. !man ada dalam suatu komunitas manusia.

Bukan urusan pribadi.

b. Model iman tidak bisa disempitkan sebagai hasil pcwartaan semala.

!man adalah suatu proses yang tidak bisa 'sekali jadi'. !man

mcngandaikan suatu pcrtumbuhan dan perkembangan. Maka, bukan

hanya iman yang membawa orang kcpada pembaptisan, melainkan

juga baptisan mampu membawa orang kepada iman dengan segala

proses pertumbuhannya.

c. !man adalah suatu rahmat. !a bukan sekedar usaha manusia, sekcdar

hasil keputusan bebas, mandiri, personal-pribadi dari sescorang.

Schab, tinrhkan manusia tidak bisa dilepaskan dari campur tangan

Allah; tcnnasuk di dalamnya pcrsoalan iman. Tcntang iman, manusia

hendaknya· mcmnhonrahmat itu supaya Allah····menambahkannya

sendiri. Tepatnya, rahmat iman membutuhkan komunikasi dan

kesatuan relasi manusia dengan Allah, bukan hanya keputusan

man usia belaka.

d. Pertimbangan kondrat manusiawi. Manusia bisa bertumbuh atau

minimal bertahan hidup dan tidak mati dengan cara makan. Tanpa

makan-minum, manusia mati. ltulah kodrat manusia. Andaikan kita

menggunakiln prinsip kebebasan, mandiri, keputusan dan sebagainya,

maka apakah kita akan membiarkan dan tidak akan memberi makan

17

Page 17: SAKRAMEN BAPTIS - Parahyangan Catholic University

kcpada bayi kit<1 sampai ia sendiri memutuskan dan mcngatakan

bahwa ia ingin makaifl 13oyi pun horus diboptis seperti io horus diberi

malwn supaya hidup, bail< secara jasmani ataupun rohani, bail< ia

meminta CW!lUi!Wklwzminta.

4. KHK ten tang Sakramcn Baptis Bayi

Bagaimana I<itab Hukum 1\anonik rnelih;It masalah ini7 Sccara cksplisit, Kitab

Hukum I<anonik (I<HK) mcnunjukkan beberapa titik tentang baptis bayi. Dalam

uraian berikut, kita akan melih;It pandangan Ccrcja dalam rumusan hukumnya.

a. Pcmbaptisan bayi hendaknya dilaksanjakan sesegera mungkin. Kanan 867 §

1 menyatakan bahwa baptis bayi hendaknya dilal<ukan dalam minggu-~~~~---~~-~~-----~·~-

minggu pertama a tau scgcra scsudah kclahiran anaknya.

b. Pembaptisan bayi dibutuhkan persiapan secukupnya bagi orang tua sang

bayi. [{anon 867 § 1 juga menyatakan bahwa sehelum kelahiran pun,

hendaknya orang tua lllengl1adap pastor paroki untuk meminta sal<ramen

bagi anaknya. Dengan demikian diharapkan orang tua dipersiapkan

selayaknya. Kanan 851 § 2 menegaskan bahwa orang tua dan wali baptis

hendal<nya diberitahu tugas dan kewajiban yang melekat pada dirinya.

Dcngan demikian, ditegaskan bahwa bayi yang sudah dibaptis tidak

dibiarkan sendirian. Ia berada dalam l<esatuan dankebersamaan dengan

sesama (dalam hal ini adalah orang tua). Maka, ia mcmbutuhl<an bimbingan

dalam langkah hid up bNimannya.

c. Baptisan bukanlah tindakan sekali saja, melainkan suatu proses panjang yang

semakin bertumbuhdan berkembang. Pandangan·ini· terlihatdalam Kanan

867 § 2. Dalam sisi, dikatakan bahwa pembaptisan bayi dapat dilai<sanal<an

jika ada harapan bahwa anak itu akan dididik dalam agama I<atolik; jika

harapan itu tidal< eida, baptis bayi ditunda. jelaslah bahwa baptis bayi

merupakan suatu proses pertumbuhan iman. Dalam lingkungan dimana ia

hidup-lah, yang akan menuntun dan mendukungnya untuk berkembang dan

bertumbuh. Sebab, bcriman berarti beriman dalam proses, yaitu hidup

bersama dengan orang lain

18

Page 18: SAKRAMEN BAPTIS - Parahyangan Catholic University

d. Kcsclamatan jiwa mcndapat perhatian pcrtama. Untuk itu, baptis bayi tctap

dilaksanakan mengingat bahwa tindakan it:u sangat penting bagi kcsclamatan

jiwa yang bcrsangkutan. Dalam kasus dimana anak akan mcninggal,

pengguguran, atau bayi buangan, baptis bayi hendaknya diberikan. Hal itu

tcrlihat dalam Kanon 867 § 3, yang mcnyatakan bahwa anak yang akan mati

hcndaknya dibaptis meskipun orang tua tidak sctuju. Dipertegas oleh kanon

870, bahwa bayi yang dibuang hendaknya dibaptis, kecuali sudah dibaptis.

Lalu, kanon 871 mengatakan bahwa bayi kcguguran, jika hidup, scdapat

mungkin dibaptis.

Sangat tcrasa bahwa KHK mcncgaskan bctapa pentingnya baptis sedemikian

rupa schingga sedapat mungkin bayi kritis pun dibaptis. Baptis mcnyclamatkan

~~~~--~~~··iwB~)afl;!oenyelamatanjtwatit!ai(:'{,isa·dittmde~·i:nmla+agi·:·

5. Reksa Pastoral

Dengan mclihat paparan di atas, kit8 mcngetahui bahwa baptis bayi mempunyai

dasar historis dan teologis yang kuar. Untuk itu, para gembala umat hendaknya

tetap mclcstarikan Tradisi Suci Gereja, yaitu Baptis Bayi. Dalam menghadapi

berbagai pihak yang mempertanyakan praktik ini, kita mcmpunyai dasar yang

culmp kuat untuk tetap melaksanakan baptis bayi. I<HK malah mendesak kita

untuk membaptis 'bayi yang seperti apapun' dcmt penyelamatan jiwa. Kepada

umat, hendaknya bisa diberi penerangan dan dasar baptis bayi tersebut sehingga

umat sendiri tidak mcngalami kebingungan dalam melaksanakan baptis bayi.

Dcngan pasti dan yakin, mantap dan berdasar, orang tua membaptis bayi

mereka: dalam nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus.

1<J

Page 19: SAKRAMEN BAPTIS - Parahyangan Catholic University

DAFTAR PUSTAKA

1. Martasudjita, EPD., 2003, Sakramen-sakramen Cereja, Yogyakarta, Kanisius.

2. O'Collins SJ, Ccr<J!d & Farrugia ~;J, Edward C, 199G, Kanws Teologi, Yogyaka1ta,

Kanisius.

3. Hardawiryana SJ, R (Penterjemah), 1993, Sacrosanctum Concilium dalam f{onsili

Vatikan II, jakarta, KWI.

4. Hadiwikarta Pr, j (Editor), 1991, Kitah Hukum Kanonik, jakarta, Sckrctariat KWI.

5. Bcbcrapa pendukung (website a tau buku]:

a. hl1Jl;LJid.wikipedia.orgjwiki /Baptisan

http: //id.wikipeg_@m:g/wiki /lnisiasi

b. llttpJjwww.imankatolik.()Lid/5"'1kranlcnbaptis.html

-~-G,--:lld:cti:h';LL-katedr-almakassil1'>hteg;;:j?f!H:-em/-20±7{H+jsilkmmen·baptttrla+am··

gcreja-katolik.html

d. http: //www.kaj.or. id I dokumenJ.sakramen -sakramcn /sakramen · ba ptis

&

a. Kennedy, David J, 2008 Eucharistic Sacra mentality, in an Ecumenical Context,

The Anglican Epic/esis, Ashgate Publishing Company, USA.

20