S52915-Dwitya Harits Waskito - lontar.ui.ac.id

9
1 Departemen Teknik MesinFTUI Universitas Indonesia RANCANG BANGUN ICE SLURRY GENERATOR DENGAN SCRAPER BLADE EVAPORATOR Agus S Pamitran, Dwitya Harits Waskito Departemen Teknik Mesin – Fakultas Teknik Universitas Indonesia Kampus Baru UI Depok, Jawa Barat, 16424, Indonesia Juni 2013 Abstrak Penggunaan es balok dalam dunia perikanan di Indonesia sebagai alat untuk pendinginan ikan masih dianggap tidak efektif dikarenakan bersifat keras dan merusak ikan. Selain itu es balok memiliki kemampuan yang rendah untuk mendinginkan ikan dan di beberapa daerah sulit untuk mendapatkan es balok dengan harga terjangkau dan kualitas baik. Salah satu solusi yang ditawarkan adalah penggunaan ice slurry berbahan dasar air laut. Selain mempunyai luas kontak yang baik untuk pendinginan ikan, ice slurry juga dapat meningkatkan kualitas kesegaran ikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati dan merancang sistem Ice Slurry Generator dengan Scraper Blade Evaporator sebagai tempat pembuat ice slurry yang efisien, cepat, dan biaya operasi yang murah. Pengujian dilakukan dengan melakukan perhitungan waktu pendinginan ice slurry sampai temperatur terbentuknya ice slurry dengan metode perancangan luas kontak antara pipa coil refrigeran dengan air laut. Selain itu dilakukan perbandingan antara hasil perancangan dengan hasil pengujian pendinginan ice slurry dengan variasi volume 7 liter, 9 liter, dan 11 liter. Dan juga dilakukan pengujian variasi putaran motor augershaft pada 57 rpm, 63 rpm, 67 rpm, dan 77 rpm untuk mengetahui pengaruh putaran motor terhadap waktu pendinginan. Hasil yang didapatkan adalah terdapat perbedaan antara hasil perancangan dan hasil pengujian, dengan perbedaan sebesar 35.77 %. Dan didapatkan juga hasil bahwa semakin cepat putaran motor maka semakin cepat pula waktu pendinginan ice slurry. Kata kunci : Nelayan, ice slurry, air laut, evaporator, scraper, putaran motor 1. Pendahuluan Negara Indonesia adalah negara kepulauan dengan kekayaan hasil alam yang melimpah. Dikarenakan luas daerahnya adalah lautan, maka hasil kekayaan alam melimpah sebagian besar terdapat pada daerah lautan. Namun kehidupan nelayan sampai saat ini belum dapat dikatakan layak bahkan jauh dari kata sejahtera. Jumlah nelayan miskin di Indonesia pada tahun 2011 mencapai 7.87 juta orang atau 25 % dari jumlah penduduk miskin nasional. Jumlah tersebut berasal dari desa nelayan yang kurang layak di kawasan pesisir di berbagai daerah di tanah air. Banyak faktor yang menyebabkan nelayan dianggap sebagai golongan miskin. Beberapa sebab nelayan di Indonesia masih dalam kondisi yang belum sejahtera yaitu faktor tradisional (teknis kapal) , pendidikan , sistem pengolahan ikan dan sistem rantai penjualan. Faktor penting lainnya yang menyebabkan kurang sejahteranya nelayan di Indonesia adalah, faktor kekurangan es pada saat melaut. Jenis es yang sampai saat ini digunakan oleh nelayan di Indonesia adalah es balok yang dibeli di pesisir pantai, dan kondisinya kotak es tersebut kekurangan gabus fiber sebagai penghalang angin masuk kotak es tersebut sehingga membuat es menjadi cair. Untuk mengatasi masalah ketersediaan es, diperlukan modernisasi peralatan nelayan salah satunya dengan memperbaikin cold chain dengan menggunakan bubur es yang diaplikasikan pada kapal, baik sistem produksi di kapal (onboard), maupun sistem bubur es pada pesisir dan dibawa pada saat melaut. Penyimpanan ikan menggunakan bubur es dapat meningkatkan daya hidup ikan dari 5 hari menjadi 15 hari, Rodriguez et al.[1] dan tidak merusak kualitas ikan Pineiro et al.[2]. Rancang bangun..., Dwitya Harits Waskito, FT UI, 2013.

Transcript of S52915-Dwitya Harits Waskito - lontar.ui.ac.id

Page 1: S52915-Dwitya Harits Waskito - lontar.ui.ac.id

1    

 Departemen  Teknik  Mesin-­‐FTUI                                                                                                                                                                      Universitas  Indonesia    

RANCANG BANGUN ICE SLURRY GENERATOR DENGAN SCRAPER BLADE EVAPORATOR

Agus S Pamitran, Dwitya Harits Waskito

Departemen Teknik Mesin – Fakultas Teknik Universitas Indonesia Kampus Baru UI Depok, Jawa Barat, 16424, Indonesia

Juni 2013

Abstrak

Penggunaan es balok dalam dunia perikanan di Indonesia sebagai alat untuk pendinginan ikan masih dianggap tidak efektif dikarenakan bersifat keras dan merusak ikan. Selain itu es balok memiliki kemampuan yang rendah untuk mendinginkan ikan dan di beberapa daerah sulit untuk mendapatkan es balok dengan harga terjangkau dan kualitas baik. Salah satu solusi yang ditawarkan adalah penggunaan ice slurry berbahan dasar air laut. Selain mempunyai luas kontak yang baik untuk pendinginan ikan, ice slurry juga dapat meningkatkan kualitas kesegaran ikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati dan merancang sistem Ice Slurry Generator dengan Scraper Blade Evaporator sebagai tempat pembuat ice slurry yang efisien, cepat, dan biaya operasi yang murah. Pengujian dilakukan dengan melakukan perhitungan waktu pendinginan ice slurry sampai temperatur terbentuknya ice slurry dengan metode perancangan luas kontak antara pipa coil refrigeran dengan air laut. Selain itu dilakukan perbandingan antara hasil perancangan dengan hasil pengujian pendinginan ice slurry dengan variasi volume 7 liter, 9 liter, dan 11 liter. Dan juga dilakukan pengujian variasi putaran motor augershaft pada 57 rpm, 63 rpm, 67 rpm, dan 77 rpm untuk mengetahui pengaruh putaran motor terhadap waktu pendinginan. Hasil yang didapatkan adalah terdapat perbedaan antara hasil perancangan dan hasil pengujian, dengan perbedaan sebesar 35.77 %. Dan didapatkan juga hasil bahwa semakin cepat putaran motor maka semakin cepat pula waktu pendinginan ice slurry.

Kata kunci : Nelayan, ice slurry, air laut, evaporator, scraper, putaran motor

 

1. Pendahuluan

Negara Indonesia adalah negara kepulauan dengan kekayaan hasil alam yang melimpah. Dikarenakan luas daerahnya adalah lautan, maka hasil

kekayaan alam melimpah sebagian besar terdapat pada daerah lautan. Namun kehidupan nelayan sampai saat ini belum dapat dikatakan layak bahkan jauh dari kata sejahtera. Jumlah nelayan miskin di Indonesia pada tahun 2011 mencapai 7.87 juta orang atau 25 % dari jumlah penduduk miskin nasional. Jumlah tersebut berasal dari desa nelayan yang kurang layak di kawasan pesisir di berbagai daerah di tanah air. Banyak faktor yang menyebabkan nelayan dianggap sebagai golongan miskin. Beberapa sebab nelayan di Indonesia masih dalam kondisi yang belum sejahtera yaitu faktor tradisional (teknis kapal) , pendidikan , sistem pengolahan ikan dan sistem rantai penjualan. Faktor penting lainnya yang menyebabkan kurang sejahteranya nelayan di Indonesia adalah, faktor kekurangan es pada saat melaut. Jenis es yang sampai saat ini digunakan oleh nelayan di Indonesia adalah es balok yang dibeli di pesisir

pantai, dan kondisinya kotak es tersebut kekurangan gabus fiber sebagai penghalang angin masuk kotak es tersebut sehingga membuat es menjadi cair. Untuk mengatasi masalah ketersediaan es, diperlukan modernisasi peralatan nelayan salah satunya dengan memperbaikin cold chain dengan menggunakan bubur es yang diaplikasikan pada kapal, baik sistem produksi di kapal (onboard), maupun sistem bubur es pada pesisir dan dibawa pada saat melaut. Penyimpanan ikan menggunakan bubur es dapat meningkatkan daya hidup ikan dari 5 hari menjadi 15 hari, Rodriguez et al.[1] dan tidak merusak kualitas ikan Pineiro et al.[2].

Rancang bangun..., Dwitya Harits Waskito, FT UI, 2013.

Page 2: S52915-Dwitya Harits Waskito - lontar.ui.ac.id

2    

 Departemen  Teknik  Mesin-­‐FTUI                                                                                                                                                                      Universitas  Indonesia    

Penelitian ini bertujuan untuk mengamati dan merancang sistem Ice Slurry Generator dengan Scraper Blade Evaporator sebagai tempat pembuat ice slurry yang efisien, cepat, dan biaya operasi yang murah agar dapat membuat produk ice slurry yang baik dan dapat digunakan untuk pendinginan ikan. Pengujian dilakukan dengan melakukan perancangan waktu pendinginan ice slurry sampai temperatur terbentuknya ice slurry dengan metode perancangan luas kontak antara pipa coil refrigeran dengan air laut. Selain itu dilakukan perbandingan antara hasil perancangan dengan hasil pengujian pendinginan ice slurry dengan variasi volume. Dan juga dilakukan pengujian variasi putaran motor augershaft untuk mengetahui pengaruh putaran motor terhadap waktu pendinginan. 2. Ice Slurry 2.1 Pengertian Ice Slurry

Terdapat beberapa pengertian mengenai ice slury antara lain adalah: Menurut Kauffeld dan Kasza et.al. [3] Ice slurry didefinisikan sebagai larutan campuran yang terdiri dari partikel es kecil,dan fluida pembawa (carrier fluid).

Menurut P Egolf dan M Kauffeld [4], tidaklah mudah untuk memberikan definisi yang pasti mengenai ice slurry. Setidaknya ada dua definisi yang dianggap paling mendekati, yaitu :

§ Ice slurry terdiri dari sejumlah partikel yang terdapat/tercampur pada larutan yang mengandung air.

§ Fine-crystalline ice slurry adalah ice slurry dengan partikel es yang memiliki ukuran diameter rata-rata partikel es sama dengan atau kurang dari 1 mm.

Nomenclature A Luas penampang dinding (m2) A0 Luas kontak keseluruhan antara refrigeran dan

air laut (m2) A1 Luas kontak antara bagian yang konduksi

langsung antara refrigeran dan air laut (m2) A2 Luas kontak antara bagian yang tidak konduksi

langsung (m2) Cp Kapasitas kalor air laut (j/Kg. K) D Diameter tabung dalam evaporator (m) Dcoil Diameter pipa refrigeran (m) fo Koefisien konveksi permukaan luar(W/m2K)

fi Koefisien konveksi permukaan dalam(W/m2K)

ho = hi Koefisien konveksiluar/dalam = 9,37 W/m2K

hudara Koefisien konveksi udara (W/m2K) href Koefisien konveksi dari refrigeran (W/m2K) k1 Konduktivitas termal stainless steel (W/mK) k2 Konduktivitas termal polyurethan (W/mK) l Kalor Laten (j/Kg. K) L Panjang tabung (m) n Jumlah lilitan Q Beban panas (Watt) Qevap Beban panas yang dikeluarkan evaporator

(Watt) Qin Beban kalor induksi (Watt)

Qis Beban kalor pendinginan ice slurry (Joule)

 

Qs Beban panas oleh shaft motor (Watt)  Qtotal Beban kalor total (Watt) r1 Jari-jari dinding stainless 1 (m) r2 Jari- Jari polyurathane (m) r3 Jari- Jari stainless steel 2 (m) r4 Jari- Jari bagian yang konduksi langsung (m) r5 Jari- Jari bagian yang tidak kontak langsung

(m) T Tinggi tabung (m) to temperatur luar (oC) t1 temperatir dalam tangki (oC) U Koefisien perpindahan panas keseluruhan

(W/m2K) ∆L Tebal dinding dalam tabung evaporator (m) ∆Tis Perbedaan temperatur ice slurry awal dan akhir

(oC) ∆Tkond Perbedaan temperatur pada konduksi kontak

langsung (oC) ∆Tn Perbedaan temperatur menggunakan LMTD

(oC) ∆Tling Perbedaan temperatur antara lingkungan dan

suhu tangki

 

Rancang bangun..., Dwitya Harits Waskito, FT UI, 2013.

Page 3: S52915-Dwitya Harits Waskito - lontar.ui.ac.id

3    

 Departemen  Teknik  Mesin-­‐FTUI                                                                                                                                                                      Universitas  Indonesia    

2.2 Scraped Blade Evaporator Pengunaan scraper blade sebagai ice slurry generator adalah metode yang paling banyak digunakan untuk pembuatan ice slurry E.Stamatiou et.al.[5]. Scraper generator terdiri dari beberapa bagian yaitu bagian luar yaitu merupakan bagian tempat berada refrigeran pendingin, lalu bagian tabung dalam tempat berada ice slurry, lalu terdiri dari augershaft dan scraper blade yang digunakan untuk mengikis lapisan es yang berada pada dinding tabung evaporator. Pada dinding dalam evaporator biasanya terdapat es yang menghambat perpindahan panas dari refrigeran ke ice slurry, dengan ada scraper blade maka es yang berada di dinding dapat digerus dan persebaran temperatur dalam ice slurry dapat tersebar secara merata. 3. Ice Slurry Generator 3.1 Sistem Ice Slurry Generator Sistem Ice Slurry Generator yang digunakan dalam pengujian ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 1. Sistem Ice Slurry Generator

Ice Slurry generator adalah sebuah sistem yang menghasilkan ice slurry. Dalam ice slurry generator terdiri dari beberapa komponen antara lain adalah :

- Tangki Ice Slurry yang bersifat sebagai evaporator pada sistem refrigerasi .

- Pulley dan Belt yang terpasang pada augershaft scraper blade.

- Motor listrik dan Inverter untuk menggerakan augershaft.

- 1 Unit outdoor AC Split, dimana terdapat kompresor dengan kapasitas 1 PK,

Kondensor serta Fan , Chek valve, dan Pipa Kapiler.

- Portable Air Conditioning untuk menjaga suhu ruangan.

3.2. Scraper Blade Evaporator

Pada sistem Ice Slurry Generator, digunakan tipe Scraper Blade Evaporator yang menggunakan sistem refrigerasi kompresi uap dengan evaporator sebagai tempat pertukaran panas antara refrigeran dan air laut. Scraper Blade Evaporator terdiri dari 2 tabung, yaitu tabung dalam yang berisi lilitan pipa refrigeran dengan diameter 9.525 x 10-3 m dengan diameter tabung terkena lilitan sepanjang 0.236 m, dan tinggi tabung dalam 0.26 m dan tabung luar yang berguna sebagai penahan dari lapisan polyurethan sebagai isolasi pipa refrigeran.

Gambar 2. Tabung Scraper Blade Evaporator

Di dalam evaporator juga terdapat komponen yaitu augershaft dan scraper blade. Auger shaft adalah batangan berprofil yang terbuat dari stainless steel yang ditempatkan pada bagian tengah tangki generator. Sedangkan scraper blades adalah komponen yang menyatu pada auger shaft. Scraper blades ini berfungsi sebagai penggerus es pada dinding evaporator.

Gambar 3. Augershaft dan Scraper Blade

Rancang bangun..., Dwitya Harits Waskito, FT UI, 2013.

Page 4: S52915-Dwitya Harits Waskito - lontar.ui.ac.id

4    

 Departemen  Teknik  Mesin-­‐FTUI                                                                                                                                                                      Universitas  Indonesia    

Gambar 4. Skema Pengujian

4. Perancangan Waktu Pendinginan Ice Slurry

Perancangan waktu pendinginan ice slurry dengan mengasumsikan suhu awal air 26oC dan suhu akhir sebesar -1.625oC dengan berdasar kepada tabel titik beku terhadap salinitas Feitsel et.al [6] sebagai titik mulai terbentuk ice slurry (nukelasi). Perhitungan waktu pendinginan terbagi menjadi dua bagian yaitu perhitungan Qproduk dan perhitungan besar kalor yang diserap refrigeran (Qevap).

4.1Perhitungan Beban Produk

Dalam perhitungan di bawah ini data yang digunakan sebagai contoh adalah data dari pengujian yang dilakukan pada air dengan volume 7L.

Tabel 1. Kondisi parameter yang dibutuhkan untuk perhitungan beban produk

Beban Ice Slurry

Beban panas untuk mendinginkan air dari suhu awal ke suhu yang diinginkan. Dengan menggunakan persamaan:

Qis = m cp ∆Tis + m l (1)

Yang merupakan penambahan sensibel heat dan latent heat.

Beban Motor

Beban dari pada penggunaan motor dan shaft untuk evaporator. Referensi beban berdasarkan referensi “Principle of Refrigeration” Dossat [7].

Beban Kalor Induksi

Beban kalor induksi adalah panas yang keluar dari tabung evaporator dikarenakan isolasi yang tidak sempurna. Dalam perancangan, dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu atas, bawah , dan bagian samping (selimut).

Untuk bagian atas dan bawah

Qin = .A . ∆Tling (2)

Untuk bagian selimut

Q in= (3)

Besar Q total secara keseluruhan antara lain :

(4)

Beban bubur es tidak dapat dikonversi menjadi satuan watt dikarenakan chilling time (waktu pendinginan) adalah variabel yang dicari. Waktu pendinginan dapat diketahui dengan cara membagi Total beban kalor dengan Total kalor yang diserap oleh refrigeran.

(5)

4.2 Perancangan Kalor yang diserap Refrigeran (Qevap)

Untuk menghitung besar Qevap dari evaporator maka dari gambar di bawah dapat di ilustrasikan bagaimana keadaan coil dengan dinding tabung. Bagian 1 adalah bagian pipa yang berisi refrigeran . Tidak semua bagian dari pipa menempel dengan

Temperatur air 26 oC

Salinitas air laut 30 ppt

Titik Temperatur mulai nukleasi

-1.625 oC

Temperatur Lingkungan 27.5 oC

Cp air laut 4050 j/kg K

Kalor laten 339840 j/Kg

Massa beban 7 Kg

Rancang bangun..., Dwitya Harits Waskito, FT UI, 2013.

Page 5: S52915-Dwitya Harits Waskito - lontar.ui.ac.id

5    

 Departemen  Teknik  Mesin-­‐FTUI                                                                                                                                                                      Universitas  Indonesia    

dinding tabung dikarenakan 1.) bentuk dari lingkaran yang menyebabkan hanya 1/8 bagian yang menempel dengan dinding tabung 2.) Tidak sepenuhnya pipa menempel dikarenakan tingkat kesulitan pada saat pemasangan. Bagian 2 adalah bagian yang tidak dilalui oleh pipa refrigeran. Bagian ini merupakan tempat terjadinya konveksi, dimana pipa yang tidak kontak langsung dengan dinding tabung mengalami konveksi lalu mengalami konduksi ke area air laut.

Gambar 5. Ilustrasi pertukaran panas yang terjadi

antara pipa refrigeran dengan air laut

Oleh karena itu persamaan Qevap dapat dinyatakan

sebagai berikut:

(6)

Persamaan diatas terbagi menjadi dua, persamaan pertama adalah sebelum tanda kurung yang menjelaskan perpindahan panas secara konduksi langsung dari pipa refrigeran ke air laut dengan perantara dinding tabung dalam. Persamaan di dalam tanda kurung menjelaskan perpindahan panas secara konveksi baru secara konduksi.

Perancangan Luas Kontak Keseluruhan

A0 = π x D x T (7)

Luas kontak langsung secara konduksi

A1 = π x D x 0.167 x Dcoil x n (8)

Luas kontak bagian tidak langsung

A2 = A0 – A1 (9)

5. Hasil dan Analisa

5.1. Hasil Perancangan

Hasil perancangan dari pendinginan ice slurry dengan variasi volume

Tabel 2. Hasil perancangan waktu pendinginan dengan volume 7l,9l, dan 11l.

Volume Qtotal  (kJ) Qevap  (kW) Waktu    (menit)7  Liter 3162,04 0,285 184  menit9  Liter 4065,49 0,36 188  menit11  Liter 4968,93 0,438 189  menit

Menurut analisa, hasil di atas terdapat perbedaan yang bersifat linear, dengan kata lain semakin bertambahnya volume bertambah pula waktu pendinginan. Hal ini disebabkan karena perbedaan beban panas per volume yang menyebabkan kerja sistem harus bekerja lebih. Walaupun ketinggian dan jumlah lilitan sudah naik sesuai dengan volume, namun proses pendinginan juga membutuhkan kerja yang lebih untuk mendinginkan air dengan volume yang lebih banyak, maka dari itu terdapat kenaikan secara linear antara volume dan waktu pendinginan.

5.2 Waktu Pendinginan Ice Slurry

berdasarkan hasil pengujian

Gambar 6. Hubungan waktu dengan temperatur pada

pembentukan ice slurry dengan variasi volume 7,9,dan

11 L

Rancang bangun..., Dwitya Harits Waskito, FT UI, 2013.

Page 6: S52915-Dwitya Harits Waskito - lontar.ui.ac.id

6    

 Departemen  Teknik  Mesin-­‐FTUI                                                                                                                                                                      Universitas  Indonesia    

Pada grafik di atas ditunjukkan hubungan antara penurunan temperatur dan waktu pada Ice Slurry Generator. Temperatur awal adalah 26oC yang sama tiap kondisi volume. Sedangkan pada grafik di atas di plot temperatur akhir adalah -1.625oC. dengan bertambahnya volume pada variasi, maka waktu pendinginan semakin bertambah, bisa dilihat pada grafik dimana pada kondisi volume 9L, dan 11L waktu pendinginan semakin bertambah. Hal ini dikarenakan beban produk yang akan didinginkan semakin banyak, sehingga membuat sistem membutuhkan waktu lebih lama di bandingkan volume sebelumnya. Pada tiap kondisi volume, pada suhu 0oC dilakukan penyalaan motor yang menggerakan shaft auger dan scraper.

5.3. Perbandingan antara hasil Perancangan

dan hasil secara aktual

Gambar 7. Perbandingan antara hasil perancangan dan hasil secara pengujian

Dari grafik di atas terdapat perbedaan antara hasil perancangan dan hasil pengujian, dengan perbedaan hasil sebesar 35.77 %. Hal ini disebabkan karena beberapa hal antara lain sebagai berikut:

1). Luas kontak langsung antara pipa refrigeran dan air laut

Dalam perancangan, karena prediksi dalam proses pemasangan dari coil yang tidak menempel sempurna dengan dinding dalam , maka memasukkan faktor koreksi sebesar 1/8. Namun, pada hasil perancangan terdapat perbedaan sebesar 1 jam 30 menit dengan hasil aktual. Menurut analisa, perbedaan waktu tersebut disebabkan karena luas kontak langsung antara air laut dan refrigeran pada pengujian aktual tidak terjadi secara baik, dengan kata lain luas kontak

pada pengujian secara aktual tidak terjadi secara optimal (menempel secara langsung) melainkan melalui proses konveksi terlebih dahulu, baru melalui konduksi yang menyebabkan lamanya waktu pendinginan.

2). Kerugian Panas (Heat Loss)

Dalam perancangan sudah disertakan perancangan heat loss, namun pada kenyataannya heat loss yang terjadi cukup banyak antara lain pada sistem coil sendiri. Penggunaan polyurethan yang diharapkan dapat mampu untuk menjaga agar suhu refrigeran tidak keluar, ternyata tidak efektif. Dinding luar dari evaporator masih terasa dingin, dengan suhu sekitar 6oC. Hal ini yang menyebabkan suhu dari refrigeran tidak semua tertransfer ke dinding dalam evaporator, melainkan ke dinding luar tabung menyebabkan panas dari lingkungan masuk ke dalam evaporator.

3). Penentuan Parameter pada Perancangan

Penentuan parameter pada perhitunga yang tidak tepat adalah salah satu faktor yang menyebabkan hasil perancangan berbeda dengan hasil aktual . Salah satu parameter adalah href adalah koefisien heat transfer pada sisi refrigeran. Menurut Mouneer et.al.[8] dan Kuntha et.al. [9], bahwa harga href berkisar antara 1500 sampai 2200 W/m2K. Dalam perancangan diambil harga href sebesar 2000 W/m2K. Pengambilan harga tersebut kurang tepat, dikarenakan harga href yang dikemukakan adalah harga untuk pengujian ice slurry dengan perbedaan waktu pendinginan dan temperatur evaporasi yang berbeda pula menyebabkan harga href tidak sesuai untuk pengujian yang dilakukan secara aktual.

5.4. Hasil pengaruh putaran motor terhadap pendinginan Ice Slurry

Untuk mempertajam analisa mengenai waktu pendinginan ice slurry sampai dengan temperatur nukleasi, maka dilakukan pengamatan mengenai pengaruh putaran motor terhadap waktu pendinginan. Waktu penyalaan motor listrik dilakukan pada waktu 00C. Sedangkan variasi putaran adalah 57,63,67,dan 77 RPM yang tercatat pada tachometer pada augershaft.

Rancang bangun..., Dwitya Harits Waskito, FT UI, 2013.

Page 7: S52915-Dwitya Harits Waskito - lontar.ui.ac.id

7    

 Departemen  Teknik  Mesin-­‐FTUI                                                                                                                                                                      Universitas  Indonesia    

Gambar 8. Hubungan waktu dengan temperatur pendinginan ice slurry ketika penyalaan motor

Hasil pada grafik diatas adalah, semakin cepat putaran dari motor maka semakin cepat proses pendinginan dari ice slurry. Hal ini disebabkan karena es yang terjadi di dinding dapat diaduk (digerus) sehingga temperatur fluida dapat lebih cepat merata, dan lebih cepat proses pendinginan. Hasil pengujian sesuai dengan hasil yang dilakukan oleh Ben Lakhdar et.al [10]. Dimana dengan putaran motor yang tinggi , didapatkan hambatan perpindahan panas yang rendah. Untuk menguatkan analisis, maka variasi RPM dilakukan pada volume 9 L dan 11 L.

Pada grafik dibawah dijelaskan sesuai dengan analisa di atas bahwa, semakin besar putaran motor maka semakin cepat waktu pendinginan sampai suhu -1.6250C dari suhu penyalaan motor awal 0oC. Dari gambar 8, dapat memperkuat analisa mengenai waktu pendinginan, yakni semakin besar volume produk maka waktu pendinginan yang dibutuhkan semakin besar

Gambar 8. Grafik Putaran motor vs waktu pada volume yang berbeda

Untuk mendapatkan waktu pendinginan yang cepat dan optimum maka harus ditentukan putaran motor yang optimum pada setiap volume

percobaan untuk mendapatkan waktu yang paling cepat.

Pada grafik dibawah didapatkan bahwa untuk kondisi volume 7L, didapatkan putaran maksimum pada 73 rpm, sedangkan untuk kondisi 11L didapatkan putaran maksimum pada 84 rpm. Hal ini disebabkan karena semakin besar volume air laut, maka dibutuhkan putaran motor yang besar pula untuk mempercepat proses pendinginan.

Gambar 9. Grafik Putaran motor optimum vs volume

air laut

6. Kesimpulan

1. Terdapat perbedaan antara waktu pendinginan Ice Slurry antara hasil perancangan dan hasil pengujian secara aktual. Dikarenakan pada pengujian secara aktual terjadi beberapa heat loss, dan dalam hasil perancangan terdapat variabel yang harus dilakukan penelitian lebih lanjut.

2. Semakin besar volume maka waktu pendinginan semakin lama, hal ini sesuai dengan hasil perancangan dan hasil pengujian, dimana untuk volume 7L, membutuhkan waktu pendinginan sampai ke titik nukleasi selama 4 jam 39 menit,sedangkan pada volume 11L membutuhkan waktu selama 5 jam 8 menit.

3. Proses perpindahan panas yang terjadi pada evaporator tidak berjalan dengan baik, dikarenakan terdapat beberapa bagian yang tidak kontak langsung antara pipa refrigeran dan dinding dalam, walaupun sudah direkatkan dengan maksimal.

Rancang bangun..., Dwitya Harits Waskito, FT UI, 2013.

Page 8: S52915-Dwitya Harits Waskito - lontar.ui.ac.id

8    

 Departemen  Teknik  Mesin-­‐FTUI                                                                                                                                                                      Universitas  Indonesia    

4. Besar putaran motor berpengaruh terhadap waktu pendinginan, semakin besar putaran motor maka semakin cepat waktu pendinginan, hal ini terjadi karena putaran motor augershaft semakin besar maka es yang berada pada dinding evaporator dapat tergerus, dan persebaran suhu pada fluida semakin merata.

5. Semakin besar volume air laut maka dibutuhkan putaran motor yang semakin besar untuk waktu pendinginan yang optimum. Dibuktikan dengan kenaikan putaran optimum pada masing – masing volume.

Referensi

[1] Rodriguez, O., et al., 2005. Sensory,

microbial and chemical effects of a slurry

ice system on horse mackerel. J. Sci. Food

Agric. 85,235-242.

[2] Pin`eiro, C., Barros-Velazquez, J.,

Aubong, S.P., 2004. Effects of newer

slurry ice systems on the quality of

aquatic food products. Trends Food

Sci.Technol. 15,575e582.

[3] Kauffeld.M, Wang.M.J, Goldstein.V,

Kasza.K.E. 2010.” Ice slurry

application”. International Journal of

Refrigeration.

[4] Egolf.W, Kauffeld. M,. From physical

properties of ice slurries to industrial ice

slurry application. International Journal of

Refrigeration Volume 28 Issue 1 2005 4-

12.

[5] E. Stamatioua, J.W. Meewiseb, M.

Kawajia.2004. Ice slurry generation

involving moving parts.International

Journal of Refrigeration 28 (2005) 60-72.

[6] R. Feistel, D. G. Wright, K. Miyagawa,

J.Hruby, D.R. Jackett, T.J. McDougall,

W.Wagner. Development of

thermodynamic potentials for fluid water,

ice and seawater: a new standard of

oceanography. Ocean Science

Discussions.2008.

[7] R.J. Dossat, Principle of Refrigeration,

1961, Toppan Company.

[8] T.A. Mouneer*, M.S. El-Morsi, M.A.

Nosier, N.A. Mahmoud, Heat transfer

performance of a newly developed ice

slurry generator: A comparative study.

Ain Shams Engineering Journal (2010) 1,

147-157

[9] Kuntha U, Kiatsiriroat T. Boiling heat

transfer coefficient of R-22 refrigerant

and its alternatives in horizontal tube;

small refrigerator scale. Songklanarin J

Sci Technol 2002;24 (2): 243-53.

[10] Ben Lakhdar M, Cerecero R, Alvarez G,

Guilpart J, Flick D, Lallemand A. Heat

transfer with freezing in a scraped surface

heat exchanger. Appl Ther Eng

2005;25:45-60.

[11] Putra,Nandy,Permana.Angga, Jatmika,I

made Arya. 2006.”Rancang Bangun dan

Karakterisasi Ice Slurry

Generator”.Depok:Departement Teknik

Mesin Universitas Indonesia.

[12] Wang, M.J., Goldstein, V., 2003. Ice

slurry: advanced fish chilling and

Rancang bangun..., Dwitya Harits Waskito, FT UI, 2013.

Page 9: S52915-Dwitya Harits Waskito - lontar.ui.ac.id

9    

 Departemen  Teknik  Mesin-­‐FTUI                                                                                                                                                                      Universitas  Indonesia    

preservation technology. Am. Fis Soc.

Symp. 38,379e386.

Rancang bangun..., Dwitya Harits Waskito, FT UI, 2013.