S2-2014-355054-chapter1
-
Upload
asepyudi14 -
Category
Documents
-
view
214 -
download
0
description
Transcript of S2-2014-355054-chapter1
1
BAB I PENDAHULUAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu teknik analisa yang sudah cukup lama digunakan untuk
pengembangan lahan dan dianggap paling efektif adalah analisa Highest and Best
Use (HBU). Teknik analisa ini merupakan pengembangan dari teori optimalisasi
penggunaan lahan pertanian yang dipelopori oleh Von Thunen, seorang petani
dari Jerman, pada tahun 1826. Pada awalnya, Von Thunen berusaha mencari
jawaban atas besaran sewa lahan yang optimal jika dihubungkan dengan jarak dari
pusat kota. Teori optimalisasi lahan ini berkembang menjadi bagian yang penting
dalam menentukan pengembangan properti. Penentuan pengembangan properti
menjadi kawasan perumahan, perkantoran, pergudangan, kawasan industri, atau
pengembangan lainnya tidak lepas dari metoda HBU. HBU ini diperlukan karena
pemilik lahan ingin meningkatkan nilai properti yang sesuai dengan dinamika
pengembangan wilayah sebagai dampak peningkatan ekonomi dari komunitas
wilayah tersebut (Marsetianto, 2013).
HBU sebagai optimalisasi penggunaan lahan yang tertinggi dan terbaik
dapat dilihat dari sisi hukum, fisik atau teknis, dan dari sisi keuangan.
Pengembangan suatu lahan/tanah agar bisa optimal perlu memperhatikan beberapa
aspek dari analisa penggunaan tertinggi dan terbaik (HBU). Setelah melakukan
analisa HBU barulah bisa diketahui peruntukan lahan yang sesuai, sehingga
kegunaanya bisa mendapatkan hasil yang optimal (Hidayati dan Harjanto, 2003:
49 -- 52).
2
Berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang telah diperbaharui menjadi
Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-
Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah, dan aturan pelaksanaannya, khususnya PP Nomor 105 Tahun
2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, maka telah
terjadi pembaharuan di dalam manajemen keuangan daerah. Dengan adanya
otonomi, Daerah diberikan kewenangan yang luas untuk mengurus rumah
tangganya sendiri dengan sesedikit mungkin campur tangan Pemerintah Pusat.
Pemerintah Daerah mempunyai hak dan kewenangan yang luas untuk
menggunakan sumber-sumber keuangan yang dimilikinya sesuai dengan
kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang berkembang di daerah (Bastari, 2004).
Menurut Siregar (2004: 541) Otonomi daerah dan perimbangan keuangan
antara pusat dan daerah, secara emplisit sebenarnya memposisikan Pemerintah
Daerah agar mandiri dalam setiap aspek pembangunan daerah. Kondisi ini
menuntut Pemerintah Daerah untuk mampu menghimpun sumber-sumber dana
potensial guna mendukung biaya operasi Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah
perlu melakukan langkah-langkah strategis untuk mengevaluasi dan
merestrukturisasi sumber-sumber penerimaan daerah, baik yang masuk dalam
Pendapatan Asli Daerah (PAD) maupun yang merupakan imbal penerimaan dari
pihak lain, baik dari pengusaha maupun dari masyarakat lainnya.
Kabupaten Bireuen adalah salah satu kabupaten yang ada di Propinsi Aceh,
3
Indonesia. Kabupaten ini menjadi wilayah otonom sejak tahun 2000 sebagai hasil
pemekaran dari Kabupaten Aceh Utara. Kabupeten Bireuen memiliki luas 1.899
Km2
yang terdiri dari 17 Kecamatan dan 569 desa. Kabupaten Bireuen, saat ini
memiliki banyak aset tetap yang berupa tanah dan bangunan yang belum
dimanfaatkan dengan baik atau belum dimanfaatkan secara optimal. Salah satu
aset Pemda Kabupaten Bireuen berupa tanah dan bangunan yang saat ini
pemanfaatannya kurang optimal adalah tanah bekas gedung bioskop. Tanah bekas
gedung bioskop ini terletak tepat di tengah-tengah Kota Kabupaten Bireuen yaitu
di Jalan Ramai No.56. Tanah bekas gedung bioskop yang merupakan hak milik
Pemerintah Kabupaten Bireuen dengan status Hak Pengelolaan Lahan (HPL) yang
memiliki luas 2.500 m2 (berdasarkan sertifikat tanah).
Dalam mengoptimalkan suatu aset yang menjadi kekayaan daerah, maka
potensi fisik, perletakan/lokasi, legalitas, jumlah/volume, dan nilai ekonomi yang
dimiliki aset tersebut, harus dikelompokkan atas aset yang memiliki potensi dan
tidak memiliki potensi. Aset yang memiliki potensi dapat dikelompokkan
berdasarkan sektor-sektor unggulan yang menjadi tumpuan dalam strategi
pengembangan ekonomi, baik dalam jangka pendek, menengah, maupun jangka
panjang. Kriteria untuk menentukan aset yang memiliki potensi harus terukur dan
transparan. Aset yang tidak dapat dioptimalkan harus dicari faktor penyebabnya
baik dari faktor legalitas, faktor fisik, faktor nilai ekonomi ataupun faktor lainnya
(Siregar, 2004: 519).
Optimalisasi aset merupakan suatu keharusan bagi Pemerintah Daerah
Kabupaten Bireuen agar Pemerintah Daerah dapat menambah imbal penerimaan
4
daerah. Saat ini Pemerintah Kabupaten Bireuen perlu memberikan perhatian lebih
terhadap tanah bekas gedung bioskop yang hingga kini pemanfaatannya belum
optimal.
1.2 Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai optimalisasi aset dengan menggunakan analisa HBU
sudah pernah dilakukan sebelumnya, namun penelitian mengenai optimalisasi aset
tanah bekas gedung bioskop milik Pemerintah Kabupaten Bireuen belum pernah
dilakukan sebelumnya. Penelitian ini berpedoman pada penelitian-penelitian yang
dilakukan oleh peneliti terdahulu sehingga memiliki banyak kesamaan dengan
penelitian sebelumnya baik dalam metoda pengambilan data maupun alat analisa
yang digunakan. Penelitian-penelitian terdahulu yang pernah dilakukan dapat
dilihat pada Tabel 1.1 berikut.
Tabel 1.1
Penelitian-Penelitian Terdahulu
Peneliti Objek Penelitian Pendekatan Penelitian
1 2 3
Yurika Xanthinia
Wijayanti (2005)
Analisa Penggunaan Tertinggi
dan Terbaik (HBU): Studi
Kasus Tanah eks Mess Pemda
Kabupaten Tabalong di Kota
Banjarmasin
Highest and Best Use Analysis.
Campbell, (2010) High and best use
Multifunctional Agricultural
Market
Analisa HBU dalam praktek penilaian
tanah pertanian
Adams dkk, (2011) Property Investment Appraisal Discounted cash flow (DCF) teknik
untuk analisa pasar properti.
Luce, 2012. highest and best use terhadap
lahan kosong di Arlington,
Virginia
Alat analisis yang digunakan adalah
site analysis, zoning analysis, market
analysis, financial analysis dan market
feasibility.
Miftahul Mubayyinah
dan Christiono Utomo
(2012)
Analisa Highest and Best Use
(HBU) Lahan “X” Untuk
Properti.
Analisa Highest and Best Use (HBU),
yaitu secara fisik dimungkinkan,
secara hukum diijinkan, layak secara
finansial, dan memiliki produktivitas
maksimum.
5
1 2 3
Akmaluddin, dan
Christiono Utomo,
(2013)
Sebidang tanah di di Jl.
Gubeng Raya No.54 Surabaya
dengan luas 1.150 m2
Analisa HBU dengan melakukan
tinjauan dari aspek fisik, legal,
finansial, dan produktivitas
maksimum agar mendapatkan hasil
jenis properti komersial optimum.
Lepikhina dan
Sannikova, (2014)
Penilaian ahli penggunaan
paling efektif dari sebidang
tanah yang mengambil contoh
pada objek tanah kosong yang
terletak di bagian tengah kota
Yanaul di Republik
Bashkortostan (27 Azina Street,
Yanaul).
Analisa Permintaan Pasar (APP) dan
metoda Analytic Hierarchy Process
(AHP) - untuk menentukan tingkat
preferensi empat faktor kunci:
Keuntungan Lokasi, kualitas Sumber
Daya, Permintaan Pasar dan
Kelayakan Teknologi, agar menjadi
prioritas pada faktor-faktor ini.
Berdasarkan Tabel 1.1 di atas, maka yang membedakan penelitian ini
dengan penelitian sebelumnya adalah tempat dan lokasi penelitian serta objek
yang diteliti. Selain itu penelitian ini juga menganalisa sudut pandang masyarakat
dalam menentukan properti yang akan dibangun.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian, maka dapat ditarik rumusan masalah
dalam penelitian ini yaitu tanah bekas gedung bioskop yang terletak ditengah kota
Kabupaten Bireuen saat ini belum dimanfaatkan secara optimal. Sehingga penulis
merasa perlu memberikan solusi yang terbaik kepada Pemerintah Daerah agar
tanah tersebut bisa dimanfaatkan.
1.4 Pertanyaan Penelitian
Untuk mewujudkan optimalisasi aset tetap berupa tanah bekas gedung
bioskop yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bireuen, maka setiap
bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut harus memberikan hasil yang optimal
bagi daerah sehingga bisa memberikan konstribusi bagi daerah. Berdasarkan hal
tersebut kemudian muncul pertanyaan penelitian, apa penggunaan yang tertinggi
6
dan terbaik dari tanah bekas gedung bioskop Pemerintah Daerah Kabupaten
Bireuen?
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi penggunaan
yang tertinggi dan terbaik. Kemudian menentukan tiga alternatif pengembangan
dalam bentuk rumah toko (ruko), swalayan dan penginapan/hotel.
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Bab I
merupakan Pendahuluan yang mencakup uraian tentang latar belakang, keaslian
penelitian, tujuan penelitian, rumusan penelitian, manfaat penelitian, dan
sistematika penulisan. Bab II membahas tentang landasan teori/kajian pustaka,
yang mencakup tentang teori dan kajian terhadap penelitian terdahulu. Bab III
membahas tentang metoda penelitian, yang mencakup tentang desain penelitian,
metoda pengumpulan dan analisa data. Bab IV membahas tentang analisa data,
yang mencakup tentang analisa kelayakan fisik dan peraturan, analisa pasar,
analisa persepsi masyarakat dan analisa keuangan. Bab V membahas tentang
kesimpulan dan saran.