RUMUSAN MASALAH_membran
-
Upload
trisuciati-syahwardini -
Category
Documents
-
view
66 -
download
1
description
Transcript of RUMUSAN MASALAH_membran
TUGAS PENGANTAR PENELITIAN
RUMUSAN MASALAH
OLEH
TRISUCIATI SYAHWARDINI
1107114191
KELAS B
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2013
1. Rumusan Masalah
Selulosa merupakan biopolimer yang jumlahnya paling melimpah di alam dan
mempunyai peranan penting sebagai bahan baku berbagai jenis industri. membran
didefinisikan sebagai lapisan tipis, pembatas antara dua fasa yang bersifat
semipermeabel.
Iskandar,dkk (2010) telah melakukan percobaan untuk membuat Film
Selulosa dari Nata de Pina. Tahapan awalnya adalah membuat nata dari buah
nanas dengan cara fermentasi menggunakan acetobacter xylinum yang dilakukan
pada suhu ruang selama 15 hari untuk melihat pengaruh konsentraasi gula
(nutrisi) dan pH pada kualitas film. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hasil
terbaik didapat pada konsestrasi gula 10% dan pH 5. Dimana rendemen yag
didapat sebanyak 26,80%, dengan kadar air 80,55%, dan ketebalan 3,30 cm.
Produk nata ini dapat digunakan untuk membuat film selulosa dengan
karakteristik 8,20 Kgf/mm2 and 11,71% for maximum tensile strength and
elongation, respectively.
Potensi limbah dari beberapa tanaman juga dapat dimanfaatkan
selulosanya dengan proses biosintesis atau fermentasi. Siswarni (2007) melakukan
penelitian dengan memanfaatkan Limbah Kulit Pisang sebagai Membran Selulosa
dengan cara fermentasi menggunakan acetobacter xylinum sebagai starteer.
Variasi jumlah starter adalah 50 ml, 100 ml, 150 ml, dan 200 ml, sedangkan
waktu fermentasi 7 hari, 9 hari, 11 hari, dan 13 hari. Jumlah starter yang optimal
adalah 200 ml – 250 ml media dan waktu fermentasi 13 hari diperoleh ketahanan
sobek, kekuatan tarik, dan permeabilitas dengan nilai standar.
Febrianti (2013) melakukan biosintesis selulosa oleh acetobacter xylinum
menggunakan limbah cair tahu sebagai media pertumbuhan dengan penambahan
molase. Diujikan tiga konsentrasi molase, yaitu 2%, 4%, dan 6%. Pengamatan
berat lapisan selulosa yang dihasilkan dilakukan pada hari ke-10. Hasil penelitian
memperlihatkan bahwa semakin tinggi konsentrasi molase yang diberikan maka
semakin besar berat lapisan selulosa yang dihasilkan, walaupun perbedaan berat
ini tidak segnifikan setelah diuji dengan Anava. Konsentrasi molase 6%
menghasilkan berat selulosa yang paling tinggi.
Bahan lain yang dapat dimanfaatkan adalah eceng gondok, seperti
penelitian yang dilakukan oleh Rachmilda (2011) dengan memanfaatkan selulosa
asetat dari eceng gondok sebagai bahan baku pembuatan membran untuk
desalinasi Proses fermentasi dilakukan dengan starter Acetobacter xylinium
dengan variasi 100 mL, 150 mL, dan 200 mL. Membran dibuat dengan
mencampurkan gumpalan-gumpalan selulosa asetat dalam pelarut diklorometan
hingga terbentuk dope dan dicetak di atas pelat kaca. Penelitian ini menghasilkan
membran selulosa asetat dari eceng gondok dengan jumlah 200 ml starter
Acetobacter xylinium memiliki kemampuan terbaik dalam proses desalinasi, yaitu
sebesar 25% koefisien rejeksi membran. Membran yang dihasilkan termasuk
membran ultrafiltrasi dengan ukuran pori membran yang dihasilkan antara 19,43
nm hingga 58,28 nm.
Pada pemanfaatan selulosa sebagai edible film, Luki (2002) melakukan
penelitian tentang pemanfaatan limbah cair “virgin coconut oil” (vco) sebagai
bahan baku selulosa bakteri dan aplikasinya sebagai “edible cellulose film” (ecf)
dengan variasi lama fermentasi (8, 10,12 hari) dan lama perendaman dalam
larutan gliserin (1, 1.5, 2 jam), Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan
lama fermentasi memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (α=0,01)
pada parameter kadar air, kadar selulosa, ketebalan, "tensile strength", elongasi,
daya serap air dan permeabilitas uap air. Sedangkan lama perendaman film dalam
gliserin memberikan pengaruh sangat nyata (α=0,01) terhadap parameter kadar air,
kadar selulosa, "tensile strength" dan elongasi, serta memberikan pengaruh nyata
pada ketebalan, daya serap air dan permeabilitas uap air. ECF yang dibuat dari
selulosa bakteri (nata) memiliki karekteristik ketebalan 0,024-0,046 mm, kadar air
5,491-7,027 %, kadar selulosa 90,923-94,417 %, ”tensile strength” 16,415-22,545
N/cm2, elongasi 10,139-13,782 %, permeabilitas uap air 0,005-0,008 gr/cm2,
dan kecerahan 47,520-48,400.
Mulyono (2007) telah melakukan studi mengenai potensi Membran Nata
De Coco Sebagai Material Biosensor. Menggunakan bakteri acetobacter
xylinum.hasil penelitian menunjukkan membran dengan lama inkubasi 3 hari
dapat melewatkan glukosa sebesar 76,84 %, harga fluks/permeabilitas sebesar
61,15 Lm-2jam-1. Untuk konsentrasi rendah permeat yang dihasilkan mencapai
87% dan berkurang dengan bertambahnya konsentrasi.
Pembuatan membran selulosa asetat dari nata de coco untuk memisahkan
gas NOx pada asap rokok telah diteliti oleh Winahyu (2011). Membran yang
digunakan merupakan membran selulosa asetat yang berasal dari selulosa
bakterial yaitu nata de coco dengan cara fermentasi menggunakan bakteri
Acetobacter xylinum. perbandingan berat nata de coco dengan volume asam asetat
glasial yaitu 3 g:20 mL dan 3 g:25 mL Hasil penelitian yang dihasilkan adalah
kedua membran selulosa asetat dari nata de coco yang dihasilkan berbentuk
lembaran berwarna putih dengan ketebalan 0,7 mm, gas NOX yang terserap pada
membran selulosa asetat dengan perbandingan berat nata de coco yang digunakan
dengan volume asam asetat glasial 3 g:20 mL kadarnya sebesar 59,61%,
sedangkan dengan perbandingan 3 g:25 mL kadarnya sebesar 61,54%, sehingga
membran selulosa asetat dari nata de coco yang dihasilkan efektif dalam
memisahkan gas NOX dari asap rokok
Lindu,dkk (2010) melakukan penelitian tentang sintesis dan uji
kemampuan membran selulosa asetat dari nata de coco sebagai membran
ultrafiltrasi untuk menyisihkan zat warna pada air limbah artifisial. Telah
diperoleh membran selulosa asetat dari nata de coco dengan variasi konsentrasi
perendam NaOH 2 % (CA-1), 4 % (CA-2). Selulosa asetat hasil asetilasi memiliki
kadar asetil sebesar 45,20 % (CA-1) dan 44,80% (CA-2). Analisis FTIR
menunjukkan serapan khas gugus C=O Karbonil pada bilangan gelombang 1755,2
cm-1 (CA-1) dan 1752,25 cm-1 (CA-2) serta gugus C-O Asetil pada bilangan
gelombang 1232 cm-1 sampai 1240 cm-1. Kinerja kedua jenis membran diuji
pada tekanan 2 bar, 4 bar dan 6 bar baik dengan air murni maupun air limbah
artifisial. Dari hasil penelitian, nilai fluks air murni yang dihasilkan oleh membran
CA-1 yaitu 16,2420 L/m2.jam−32,2452 L/m2.jam dengan nilai koefisien
permeabilitas adalah 5,915 L/m2.jam.bar dan nilai fluks membran CA-2 8,1210
L/m2.jam −24,1242 L/m2.jam nilai koefisien permeabilitas adalah 3,945
L/m2.jam.bar. Air limbah artifisial mengandung zat warna cibacron red dengan
konsentrasi 50 ppm, 75 ppm, 100 ppm. Kinerja membran CA-1 dengan nilai fluks
yaitu 4,54 L/m2.jam−22,21 L/m2.jam dan nilai permeabilitas 2,7553
L/m2.jam.bar − 3,5657 L/m2.jam.bar serta nilai rejeksi 39,88%−63,89%.
Membran CA-2 dengan nilai fluks 2,39 L/m2.jam −21,50 L/m2.jam dan nilai
permeabilitas 2,3118 L/m2.jam.bar−3,3269 L/m2.jam.bar serta nilai rejeksi yaitu
54,32%−90,68 %
Pemanfaatan membran selulosa untuk pengolahan air telah diteliti oleh
Eka Cahya Muliawati (2012). Membran dibuat dengan metode inversi fasa
dengan variasi waktu penguapan pelarut 10 detik, 15 detik, 25 detik dan variasi
penambahan PEG 2,5%, 3,5%, 5%. Membran dengan kinerja optimum diperoleh
pada komposisi selulosa asetat 23%, poli etilen glikol 5%, dan aseton 72%,
penambahan air 1% pada waktu penguapan pelarut 25 detik dan suhu koagulan
pada suhu kamar. Karakterisasi membran diperoleh kinerja optimum meliputi :
fluks 34.416 L.m-2.jam-1.bar-1 , rejeksi untuk kekeruhan 92 %, rejeksi untuk
TDS (padatan terlarut) 85 %, rejeksi untuk ion multivalent yaitu Ca sebesar 81%,
modulus young 12433 N/cm2.
Selain bermanfaat dalam pengolahan air, membran selulosa juga dapat
digunakan sebagai pengikatan logam, seperti yang telah dilakukan oleh Lia
Aprilia (2009) yaitu preparasi produk nata de pina dan aplikasi pengikatannya
terhadap logam kobalt(ii). Dengan memanfaatkan limbah kulit nanas melalui
fermentasi dengan bantuan bakteri Acetobacter xylinum menjadi produk yang
nata de pina. Modifikasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah modifikasi
nata menggunakan asam sulfat, NaOH, dan asam monokloroasetat (konversi
menjadi karboksimetil selulosa). Pencirian lembaran kering nata termodifikasi
kimia menggunakan Fourier transfom infrared (FTIR). Urutan kapasitas adsorpsi
terbesar dari setiap nata termodifikasi kimia dan tanpa modifikasi terhadap
kobalt(II) adalah modifikasi NaOH > tanpa modifikasi > modifikasi asam sulfat >
modifikasi asam monokloroasetat, dengan nilai kapasitas adsorpsi maksimumnya
berturut-turut sebesar 520.89, 420.67, 95.67, dan 47.39 μg/g adsorben. Urutan
nilai efisiensi adsorpsi terbesar dari nata termodifikasi kimia dan tanpa modifikasi
terhadap logam kobalt(II) adalah modifikasi NaOH > tanpa modifikasi >
modifikasi asam sulfat > modifikasi asam monokloroasetat, dengan nilai efisiensi
adsorpsi maksimumnya berturut-turut 40.71, 23.99, 8.26, dan 4.25%. Nata
termodifikasi kimia (NaOH) dapat menjerap 19.24% lebih banyak logam kobalt
dibandingkan nata tanpa modifikasi.
Berdasarkan beberapa referensi tersebut diatas, kebaruan pada penelitian
kali ini yang akan dirumuskan sebagai permasalahan pemanfaatan kulit nanas
untuk membuat membran selulosa dengan mikroorganisme acetobacter xylinum
dengan berbagai variabel di dalamnya yang kemudian komposisi optimum
diterapkan pada pembuatan membran selulosa dari kulit nanas.
TUGAS PENGANTAR PENELITIAN
BAB I
OLEH
TRISUCIATI SYAHWARDINI
1107114191
KELAS B
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Membran didefinisikan sebagai lapisan tipis, pembatas antara dua fasa yang
bersifat semipermeabel. Teknologi membran banyak dikembangkan, karena
mempunyai beberapa keunggulan dibanding proses pemisahan yang lain.
Keunggulannya yaitu pemisahan (separation) dapat berlangsung secara kontinyu,
energi yang digunakan umumnya rendah, proses membran dapat dikombinasikan
dengan proses pemisahan yang lain, sifat-sifat dan variabel membran dapat
disesuaikan, zat aditif yang digunakan tidak terlalu banyak, pemisahan larutan-
larutan yang peka terhadap suhu (misalnya larutan biologis dan organik),
energinya tergolong hemat dan bersih, serta relatif tidak menimbulkan limbah.
Dengan keunggulannya tersebut teknologi membran digunakan dalam aplikasi
yang makin luas, misalnya desalinasi air laut dan air payau, pemisahan dan
pemekatan air limbah industri (waste water treatment), penjernihan dan sterilisasi
air minum, pemisahan gas, pemisahan darah untuk penderita ginjal, serta
bioteknologi (Cahya, 2012)
Di Indonesia, teknologi membran belum berkembang begitu pesat seperti
di negara maju karena membran belum banyak diproduksi di Indonesia. Industri
yang akan menggunakan teknologi ini harus mengimpor membran beserta modul
dan sistemnya sehingga harganya relatif lebih mahal. Upaya pencarian bahan baku
alternatif sebagai bahan baku pembuatan membran juga sangat diperlukan
mengingat Indonesia kaya dengan tanaman berselulosa tinggi seperti pisang,
nanas, kelapa, eceng gondok, dan lain-lain.
Larutan atau media yang mengandung glukosa dapat dijadikan selulosa
dari proses sintesis dengan bakteri (selulosa mikrobial). Selain itu selulosa
mikrobial seperti nata mempunyai kekhasan sifat struktural dan fisikokimiawi
dibandingkan selulosa kayu.
Produksi buah nanas di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 1.558.049 ton.
Sebagai komoditi hortikultura, buah nanas diolah menjadi berbagai macam
produk seperti selai, sirup, sari buah, nektar serta buah dalam botol atau kaleng.
Berbagai macam pengolahan tersebut menimbulkan limbah kulit yang belum
banyak dimanfaatkan, atau relatif hanya dibuang, sehingga menimbulkan masalah
bagi lingkungan. Satu buah nanas hanya 53% bagian saja yang dapat dikonsumsi,
sedangkan sisanya dibuang sebagai limbah, sehingga limbah kulit nanas makin
lama makin menumpuk dan umumnya hanya dibuang sebagai sampah.
Berdasarkan kandungan nutriennya, kulit buah nanas mengandung karbohidrat
dan gula yang cukup tinggi. Kulit buah nanas mengandung 81.72 % air; 20.87 %
serat kasar; 17.53 % karbohidrat; 4.41 % protein; dan 13.65 % gula reduksi
(Aprilia, 2009). Melihat potensi yangbesar pada kulit nanas, membuka peluang
dalam pemanfaatan limbah kulit nanas menjadi produk yang lebih bermanfaat
melalui fermentasi dengan bakteri Acetobacter xylinum menjadi produk nata (nata
de pina) yang mempunyai dapat digunakan sebagai bahan makanan. Studi
mendalam terhadap nata untuk berbagai bidang aplikasi sangat diperlukan untuk
meningkatkan nilai tambah bagi produk nata dan tidak terbatas pada
pemanfaatannya sebagai produk makanan.
1.2 Rumusan masalah
Selulosa merupakan biopolimer yang jumlahnya paling melimpah di alam dan
mempunyai peranan penting sebagai bahan baku berbagai jenis industri. membran
didefinisikan sebagai lapisan tipis, pembatas antara dua fasa yang bersifat
semipermeabel.
Iskandar,dkk (2010) telah melakukan percobaan untuk membuat Film
Selulosa dari Nata de Pina. Tahapan awalnya adalah membuat nata dari buah
nanas dengan cara fermentasi menggunakan acetobacter xylinum yang dilakukan
pada suhu ruang selama 15 hari untuk melihat pengaruh konsentraasi gula
(nutrisi) dan pH pada kualitas film. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hasil
terbaik didapat pada konsestrasi gula 10% dan pH 5. Dimana rendemen yag
didapat sebanyak 26,80%, dengan kadar air 80,55%, dan ketebalan 3,30 cm.
Produk nata ini dapat digunakan untuk membuat film selulosa dengan
karakteristik 8,20 Kgf/mm2 and 11,71% untuk kekuatan regangan maksimum dan
kemampuan elongasi
Potensi limbah dari beberapa tanaman juga dapat dimanfaatkan selulosanya
dengan proses biosintesis atau fermentasi. Siswarni (2007) melakukan penelitian
dengan memanfaatkan Limbah Kulit Pisang sebagai Membran Selulosa dengan
cara fermentasi menggunakan acetobacter xylinum sebagai starteer. Variasi
jumlah starter adalah 50 ml, 100 ml, 150 ml, dan 200 ml, sedangkan waktu
fermentasi 7 hari, 9 hari, 11 hari, dan 13 hari. Jumlah starter yang optimal adalah
200 ml – 250 ml media dan waktu fermentasi 13 hari diperoleh ketahanan sobek,
kekuatan tarik, dan permeabilitas dengan nilai standar.
Febrianti (2013) melakukan biosintesis selulosa oleh acetobacter xylinum
menggunakan limbah cair tahu sebagai media pertumbuhan dengan penambahan
molase. Diujikan tiga konsentrasi molase, yaitu 2%, 4%, dan 6%. Pengamatan
berat lapisan selulosa yang dihasilkan dilakukan pada hari ke-10. Hasil penelitian
memperlihatkan bahwa semakin tinggi konsentrasi molase yang diberikan maka
semakin besar berat lapisan selulosa yang dihasilkan, walaupun perbedaan berat
ini tidak segnifikan setelah diuji dengan Anava. Konsentrasi molase 6%
menghasilkan berat selulosa yang paling tinggi.
Bahan lain yang dapat dimanfaatkan adalah eceng gondok, seperti penelitian
yang dilakukan oleh Rachmilda (2011) dengan memanfaatkan selulosa asetat dari
eceng gondok sebagai bahan baku pembuatan membran untuk desalinasi Proses
fermentasi dilakukan dengan starter Acetobacter xylinium dengan variasi 100 mL,
150 mL, dan 200 mL. Membran dibuat dengan mencampurkan gumpalan-
gumpalan selulosa asetat dalam pelarut diklorometan hingga terbentuk dope dan
dicetak di atas pelat kaca. Penelitian ini menghasilkan membran selulosa asetat
dari eceng gondok dengan jumlah 200 ml starter Acetobacter xylinium memiliki
kemampuan terbaik dalam proses desalinasi, yaitu sebesar 25% koefisien rejeksi
membran. Membran yang dihasilkan termasuk membran ultrafiltrasi dengan
ukuran pori membran yang dihasilkan antara 19,43 nm hingga 58,28 nm.
Pada pemanfaatan selulosa sebagai edible film, Luki (2002) melakukan
penelitian tentang pemanfaatan limbah cair “virgin coconut oil” (vco) sebagai
bahan baku selulosa bakteri dan aplikasinya sebagai “edible cellulose film” (ecf)
dengan variasi lama fermentasi (8, 10,12 hari) dan lama perendaman dalam
larutan gliserin (1, 1.5, 2 jam), Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan
lama fermentasi memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (α=0,01)
pada parameter kadar air, kadar selulosa, ketebalan, "tensile strength", elongasi,
daya serap air dan permeabilitas uap air. Sedangkan lama perendaman film dalam
gliserin memberikan pengaruh sangat nyata (α=0,01) terhadap parameter kadar
air, kadar selulosa, "tensile strength" dan elongasi, serta memberikan pengaruh
nyata pada ketebalan, daya serap air dan permeabilitas uap air. ECF yang dibuat
dari selulosa bakteri (nata) memiliki karekteristik ketebalan 0,024-0,046 mm,
kadar air 5,491-7,027 %, kadar selulosa 90,923-94,417 %, ”tensile strength”
16,415-22,545 N/cm2, elongasi 10,139-13,782 %, permeabilitas uap air
0,005-0,008 gr/cm2, dan kecerahan 47,520-48,400.
Mulyono (2007) telah melakukan studi mengenai potensi Membran Nata De
Coco Sebagai Material Biosensor. Menggunakan bakteri acetobacter
xylinum.hasil penelitian menunjukkan membran dengan lama inkubasi 3 hari
dapat melewatkan glukosa sebesar 76,84 %, harga fluks/permeabilitas sebesar
61,15 Lm-2jam-1. Untuk konsentrasi rendah permeat yang dihasilkan mencapai
87% dan berkurang dengan bertambahnya konsentrasi.
Pembuatan membran selulosa asetat dari nata de coco untuk memisahkan gas
NOx pada asap rokok telah diteliti oleh Winahyu (2011). Membran yang
digunakan merupakan membran selulosa asetat yang berasal dari selulosa
bakterial yaitu nata de coco dengan cara fermentasi menggunakan bakteri
Acetobacter xylinum. perbandingan berat nata de coco dengan volume asam asetat
glasial yaitu 3 g:20 mL dan 3 g:25 mL Hasil penelitian yang dihasilkan adalah
kedua membran selulosa asetat dari nata de coco yang dihasilkan berbentuk
lembaran berwarna putih dengan ketebalan 0,7 mm, gas NOX yang terserap pada
membran selulosa asetat dengan perbandingan berat nata de coco yang digunakan
dengan volume asam asetat glasial 3 g:20 mL kadarnya sebesar 59,61%,
sedangkan dengan perbandingan 3 g:25 mL kadarnya sebesar 61,54%, sehingga
membran selulosa asetat dari nata de coco yang dihasilkan efektif dalam
memisahkan gas NOX dari asap rokok
Lindu,dkk (2010) melakukan penelitian tentang sintesis dan uji kemampuan
membran selulosa asetat dari nata de coco sebagai membran ultrafiltrasi untuk
menyisihkan zat warna pada air limbah artifisial. Telah diperoleh membran
selulosa asetat dari nata de coco dengan variasi konsentrasi perendam NaOH 2 %
(CA-1), 4 % (CA-2). Selulosa asetat hasil asetilasi memiliki kadar asetil sebesar
45,20 % (CA-1) dan 44,80% (CA-2). Analisis FTIR menunjukkan serapan khas
gugus C=O Karbonil pada bilangan gelombang 1755,2 cm-1 (CA-1) dan 1752,25
cm-1 (CA-2) serta gugus C-O Asetil pada bilangan gelombang 1232 cm-1 sampai
1240 cm-1. Kinerja kedua jenis membran diuji pada tekanan 2 bar, 4 bar dan 6 bar
baik dengan air murni maupun air limbah artifisial.
Pemanfaatan membran selulosa untuk pengolahan air telah diteliti oleh Eka
Cahya Muliawati (2012). Membran dibuat dengan metode inversi fasa dengan
variasi waktu penguapan pelarut 10 detik, 15 detik, 25 detik dan variasi
penambahan PEG 2,5%, 3,5%, 5%. Membran dengan kinerja optimum diperoleh
pada komposisi selulosa asetat 23%, poli etilen glikol 5%, dan aseton 72%,
penambahan air 1% pada waktu penguapan pelarut 25 detik dan suhu koagulan
pada suhu kamar. Karakterisasi membran diperoleh kinerja optimum meliputi :
fluks 34.416 L.m-2.jam-1.bar-1 , rejeksi untuk kekeruhan 92 %, rejeksi untuk
TDS (padatan terlarut) 85 %, rejeksi untuk ion multivalent yaitu Ca sebesar 81%,
modulus young 12433 N/cm2.
Selain bermanfaat dalam pengolahan air, membran selulosa juga dapat
digunakan sebagai pengikatan logam, seperti yang telah dilakukan oleh Lia
Aprilia (2009) yaitu preparasi produk nata de pina dan aplikasi pengikatannya
terhadap logam kobalt(ii). Dengan memanfaatkan limbah kulit nanas melalui
fermentasi dengan bantuan bakteri Acetobacter xylinum menjadi produk yang
nata de pina. Modifikasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah modifikasi
nata menggunakan asam sulfat, NaOH, dan asam monokloroasetat (konversi
menjadi karboksimetil selulosa). Pencirian lembaran kering nata termodifikasi
kimia menggunakan Fourier transfom infrared (FTIR). Urutan kapasitas adsorpsi
terbesar dari setiap nata termodifikasi kimia dan tanpa modifikasi terhadap
kobalt(II) adalah modifikasi NaOH > tanpa modifikasi > modifikasi asam sulfat >
modifikasi asam monokloroasetat, dengan nilai kapasitas adsorpsi maksimumnya
berturut-turut sebesar 520.89, 420.67, 95.67, dan 47.39 μg/g adsorben. Urutan
nilai efisiensi adsorpsi terbesar dari nata termodifikasi kimia dan tanpa modifikasi
terhadap logam kobalt(II) adalah modifikasi NaOH > tanpa modifikasi >
modifikasi asam sulfat > modifikasi asam monokloroasetat, dengan nilai efisiensi
adsorpsi maksimumnya berturut-turut 40.71, 23.99, 8.26, dan 4.25%. Nata
termodifikasi kimia (NaOH) dapat menjerap 19.24% lebih banyak logam kobalt
dibandingkan nata tanpa modifikasi.
Berdasarkan beberapa referensi tersebut diatas, kebaruan pada penelitian kali
ini yang akan dirumuskan sebagai permasalahan pemanfaatan kulit nanas untuk
membuat membran selulosa dengan mikroorganisme acetobacter xylinum dengan
berbagai variabel di dalamnya yang kemudian komposisi optimum diterapkan
pada pembuatan membran selulosa dari kulit nanas.
1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Membuat membran selulosa dari nata de pina yang berasal dari kulit buah
nanas
2. mengetahui pengaruh nata yang dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum
dari fermentasi sari kulit nanas
3. Menilai proses fermentasi berdasarkan kondisi yang berbeda
4. Melakukan pengujian pada membran selulosa yang dihasilkan
1.4 Manfaat
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
potensi kulit nanas dan bakteri Acetobacter xylinum sebagai bahan pembuatan
membran, dan membuka peluang peningkatan nilai jual terhadap nanas serta
pemanfaatan limbah nanas