karyailmiah.narotama.ac.idkaryailmiah.narotama.ac.id/files/KEPEMILIKAN RUMAH TEMPAT... · Web...

24
KEPEMILIKAN RUMAH TEMPAT TINGGAL ATAU HUNIAN OLEH ORANG ASING YANG BERKEDUDUKAN DI INDONESIA Cholid Ibrahim Sarjana Hukum,Fakultas Hukum, Universitas Narotama Surabaya e-mail : [email protected] ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui dimana letak aturan hukum mengenai status hak kepemilikan rumah susun bagi orang asing yang berkedudukan di Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dapat disimpulkan, adalah:1.Aturan hukummengenai status hak kepemilikan rumah susun bagi orang asing adalah dengan status Hak Pakai. Undang-undang No.103Tahun 2015 menetapkan Hak Pakai atas tanah, jangka waktunya adalah selama 80 Tahun (sudah termasuk perpanjangan) 2.Aturan pembelian properti bagi orang asing, dengan cara membuat permohonan hak pakai bagi WNA Keywords : Kepemilikan, Rumah Susun PENDAHULUAN Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata secara materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana peri kehidupan bangsa

Transcript of karyailmiah.narotama.ac.idkaryailmiah.narotama.ac.id/files/KEPEMILIKAN RUMAH TEMPAT... · Web...

Page 1: karyailmiah.narotama.ac.idkaryailmiah.narotama.ac.id/files/KEPEMILIKAN RUMAH TEMPAT... · Web viewAturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri ATR / Kepala BPN Nomor 13 tahun

KEPEMILIKAN RUMAH TEMPAT TINGGAL ATAU HUNIAN OLEH ORANG ASING

YANG BERKEDUDUKAN DI INDONESIA

Cholid Ibrahim

Sarjana Hukum,Fakultas Hukum, Universitas Narotama Surabaya

e-mail : [email protected]

ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui dimana letak aturan

hukum mengenai status hak kepemilikan rumah susun bagi orang asing yang berkedudukan

di Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dapat disimpulkan,

adalah:1.Aturan hukummengenai status hak kepemilikan rumah susun bagi orang asing

adalah dengan status Hak Pakai. Undang-undang No.103Tahun 2015 menetapkan Hak Pakai

atas tanah, jangka waktunya adalah selama 80 Tahun (sudah termasuk perpanjangan) 2.Aturan

pembelian properti bagi orang asing, dengan cara membuat permohonan hak pakai

bagi WNA

Keywords : Kepemilikan, Rumah Susun

PENDAHULUAN

Pembangunan nasional bertujuan

untuk mewujudkan suatu masyarakat adil

dan makmur yang merata secara materiil dan

spirituil berdasarkan Pancasila di dalam

wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia

yang merdeka, berdaulat, bersatu dan

berkedaulatan rakyat dalam suasana peri

kehidupan bangsa yang aman, tenteram,

tertib dan dinamis, serta dalam lingkungan

pergaulan dunia yang merdeka bersahabat,

tertib dan damai.1

Berbagai pihak yang terlibat dalam

bisnis properti kerap menyuarakan perlunya

orang asing diberi kesempatan memiliki

properti di Indonesia. Salah satu latar

belakang yang melandasi pemikiran tersebut

adalah agar industri properti di Indonesia

lebih maju karena pemasarannya akan

diminati warga negara asing.

Di era globalisasi dewasa ini,

kesempatan bagi orang asing untuk memiliki

hak atas tanah, sekalipun bukan hak milik,

merupakan salah satu perwujudan dari asas-

1 Ketetapan-Ketetapan MPR Republik Indonesia 1983, Ketetapan MPR-RI no. 11/MPR/1988 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara, Bina Pustaka Tama, Surabaya, 1988, Hal. 1

Page 2: karyailmiah.narotama.ac.idkaryailmiah.narotama.ac.id/files/KEPEMILIKAN RUMAH TEMPAT... · Web viewAturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri ATR / Kepala BPN Nomor 13 tahun

asas hukum baru yang berkembang dalam

hukum perdagangan internasional

global.Globalisasi perdagangan membuat

kehadiran orang asing di Indonesia

merupakan keniscayaan yang tidak dapat

dihindari.

Penanaman modal yang dilakukan

oleh WNA di Indonesia, misalnya dalam

bidang Industri, jelas akan memerlukan

ketersediaan lahan berupa tanah untuk

keperluan industrinya tersebut. Selain itu

WNA tersebut juga membutuhkan sarana

dan prasarana untuk menjalankan

aktivitasnya di Indonesia, seperti sarana

perkantoran dan tempat tinggal

(hunian).Sebagai konsekuensinya, WNA

tersebut dapat mengelola hak atas tanahnya

secara pribadi maupun melalui badan hukum

yang didirikan di Indonesia. Selain itu WNA

tersebut juga berpeluang mendapatkan hak

hak atas tanah yang lain.

Ketentuan mengenai Hak Pakai

dalam PP 41/1996 merupakan dasar bagi

kepemilikan rumah bagi orang asing di

Indonesia.PP 41/1996 memberikan jaminan

terhadap kepemilikan rumah bagi orang

asing yang berkedudukan di

Indonesia.Secara tegas dijumpai dalam Pasal

1 ayat (1) dan ayat (2) sebagaimana telah

diuraikan di atas.

Pada penghujung tahun 2015

Pemerintah Indonesia secara resmi

mengeluarkan dan memberlakukan

Peraturan Pemerintah (PP) No 103 Tahun

2015 Tentang Pemilikan Rumah Tempat

Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing

Yang Berkedudukan di Indonesia. PP No

103 Tahun 2015 tersebut sekaligus

mencabut pemberlakuan PP No 41 Tahun

1996 yang sebelumnya juga mengatur

terkait tempat tinggal dan hunian orang

asing yang berkedudukan di Indonesia. PP

No 103 Tahun 2015 menyebutkan bahwa

orang asing yang bertempat tinggal di

indonesia dapat memliliki properti dengan

hak pakai selama 80 tahun (termasuk

pembaharuan selama 30 tahun). Yang pada

PP sebelumnya yakni PP No 41 Tahun 1996

jangka waktu hak pakai hanya 50 tahun

(termasuk pembaharuan hak pakai selama

25 tahun).

Jika di lihat dalam ketentuan PP No

40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha,

Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas

Tanah, jangka waktu hak pakai maksimal

25 Tahun. Hal ini berpotensi memunculkan

masalah dalam praktek jika terdapat

beberapa aturan pelaksana yang tidak

sinkron satu dengan lainnya, seperti yang di

jelaskan diatas. Dari sisi lain semangat PP

No 103 Tahun 2015 diragukan dari segi

Page 3: karyailmiah.narotama.ac.idkaryailmiah.narotama.ac.id/files/KEPEMILIKAN RUMAH TEMPAT... · Web viewAturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri ATR / Kepala BPN Nomor 13 tahun

perlindungan warga negara Indonesia yang

semakin hari sangat kesulitan mendapatkan

akses properti yang layak dengan harga

terjangkau. Dengan kata lain

diberlakukannya PP No 103 Tahun 2015

akan menjadikan warga negara asing yang

mempunyai kemampuan modal serta akses

kapital yang tinggi yang tentu meninggalkan

rakyat Indonesia dari segi kepemilian tanah

untuk hajat hidup.

METODE PENELITIAN

Metode pendekatan yang dilakukan

dalam penelitian hukum berupa skripsi ini

adalah yuridis normatif .2Metode penelitian

hukum jenis ini juga biasa disebut sebagai

penelitian hukum doktriner atau penelitian

perpustakaan. Dinamakan penelitian hukum

doktriner dikarenakan penelitian ini hanya

ditujukan pada peraturan-peraturan tertulis

sehingga penelitian ini sangat erat

hubungannya pada pada perpustakaan

karena akan membutuhkan data-data yang

bersifat sekunder pada

perpustakaan.Pendekatan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah pendekatan

peraturan perundang-undangan(statue

approach) dan pendekatan konsep

(conseptual approach).3

AKIBAT HUKUM KEPEMILIKAN

SATUAN RUMAH SUSUN OLEH WNA

Kepemilikan adalah kekuasaan yang

didukung secara sosial untuk memegang

kontrol terhadap sesuatu yang dimiliki

secara ekslusif dan menggunakannya untuk

tujuan pribadi4. Adapun yang dimaksudkan

dengan hak milik menurut KUHPerdata

dirumuskan dalam Pasal 570.

Pasal 570 KUH Perdata menyatakan ;

“ Hak milik adalah hak untuk menikmati

kegunaan sesuatu kebendaan dengan leluasa,

dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan

itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal

tidak bersalahan dengan undang-undang

atau peraturan umum yang ditetapkan oleh

suatu kekuasaan yang berhak

menetapkannya, dan tidak mengganggu hak-

hak orang  lain, kesemuanya itu dengan

tidak mengurangi kemungkinan akan

pencabutan hak itu demi kepentingan umum

2 Soerjono Soekanto dan Sri Marmudji,Penelitian Hukum Normatif,Suatu Pegantar, Citra Aditya Bakti, 1987, h 15, menyatakan bahwa “penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka, dapat dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan.

3 Menurut Peter Mahmud Marzuki dalam Penelitian Hukum terdapat pendekatan undang-undang (statue approach), pendekatan kasus (case approace), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), Peter Marzuki, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta, 2005, h 93

4 www.wikipedia.org/wiki/kepemilikan

Page 4: karyailmiah.narotama.ac.idkaryailmiah.narotama.ac.id/files/KEPEMILIKAN RUMAH TEMPAT... · Web viewAturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri ATR / Kepala BPN Nomor 13 tahun

berdasar atas ketentuan undang-undang dan

dengan pembayaran ganti rugi”.

Menurut UU No.16 tahun 1985 tentang

rumah susun. Rumah Susun diartikan

sebagai berikut :

Rumah Susun adalah bangunan gedung

bertingkat yang dibangun dalam suatu

lingkungan yang terbagi dalam bagian-

bagian yang distrukturkan secara fungsional

dalam arah horisontal maupun vertikal dan

merupakan satuan-satuan yang masing-

masing dapat dimiliki dan digunakan secara

terpisah terutama untuk tempat hunian yang

dilengkapi dengan bagian bersama, benda

bersama dan tanah bersama

Jadi bisa dikatakan bahwa rumah

susun merupakan suatu pengertian yuridis

arti bangunan gedung bertingkat yang

senantiasa mengandung sistem kepemilikan

perseorangan dan hak bersama, yang

penggunaannya bersifat hunian atau bukan

hunian. Secara mandiri ataupun terpadu

sebagai satu kesatuan sistem pembangunan

Pengertian warga negara asing

didefinisikan sebagai orang yang tinggal

dalam suatu negara dan bukan warga negara

dari negara tersebut5.

Berdasarkan pemahaman yang

objektif tentang hukum yang mengatur

warga Negara asing tinggal di Indonesia

yang terdapat berapa dasar yang mengatur

itu.

UUD Negara Republik Indonesia Tahun

1945, Pasal 1 ayat (3).

UUD Negara Republik Indonesia Tahun

1945, Pasal 27 ayat (1).

UUD Negara Republik Indonesia Tahun

1945, Pasal 26 ayat (2)

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 41 Tahun 1996

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 103 Tahun 2015

Dalam Peraturan Pemerintah ini

yang dimaksud dengan Orang Asing adalah

Orang Asing yang Berkedudukan di

Indonesia yang selanjutnya disebut Orang

Asing adalah orang yang bukan Warga

Negara Indonesia yang keberadaanya

memberikan manfaat, melakukan usaha,

bekerja, atau berinvestasi di Indonesia.

Kementerian Agraria dan Tata

Ruang / Badan Pertanahan Nasional

(ATR/BPN) mengeluarkan aturan

kepemilikan hunian bagi orang asing.

5R. Subekti, Tjitrosoedibio. 2012. Kamus Hukum. Jakarta: Pradnya Paramita (Persero). h. 45

Page 5: karyailmiah.narotama.ac.idkaryailmiah.narotama.ac.id/files/KEPEMILIKAN RUMAH TEMPAT... · Web viewAturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri ATR / Kepala BPN Nomor 13 tahun

Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan

Menteri ATR / Kepala BPN Nomor 13

tahun 2016 tentang tata cara pemberian,

pelepasan atau pengalihan hak atas

pemilikan rumah tempat tinggal atau hunian

oleh orang asing yang berkedudukan di

Indonesia. Hal ini menjadi tindak lanjut dari

Peraturan Pemerintah Nomor 103 tahun

2015 Tentang Pemilikan Rumah Tempat

Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing

Yang Berkedudukan Di Indonesia.

Penghitungan harga minimal

mengacu pada harga zona tanah dan harga

pasaran properti di wilayah tersebut,

karenanya harga minimal di Jakarta akan

berbeda dengan Jogjakarta dan Sumatera

Utara. Pemerintah juga mengatur harga

minimal hunian yang dapat dimiliki orang

asing yang tercantum dalam lampiran yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari

Peraturan Menteri. Harga minimal mengacu

pada harga tertinggi dari wilayah tersebut,

untuk wilayah DKI Jakarta, harga rumah

tinggal yang dapat dimiliki orang asing

harus lebih dari 10 miliar rupiah untuk

rumah tunggal dan 5 miliar rupiah untuk

rumah susun. Penghitungan harga minimal

mengacu pada harga zona tanah dan harga

pasaran properti di wilayah tersebut,

karenanya harga minimal di Jakarta akan

berbeda dengan Jogjakarta dan Sumatera

Utara

Jika dalam jangka waktu 1 tahun hak

atas rumah dan tanahnya belum dilepaskan

atau dialihkan maka akan dilelang oleh

Negara atau menjadi milik pemegang Hak

Milik atau Hak pengelolaan. Hasil lelang

diberikan kepada orang asing / ahli waris

setelah dikurangi dengan biaya lelang

ataupun biaya lain yang telah dikeluarkan

Pengaturan kepemilikan Hak Milik

Atas Satuan Rumah Susun (“HMSRS”)

memiliki keterkaitan dengan adanya

sertifikat hak milik satuan rumah susun

(“SHM sarusun”). Oleh karena itu, untuk

menjawab pertanyaan pada rumusan

masalah pertama, penulis perlu mengetahui

terlebih dahulu yang dimaksud dengan SHM

sarusun. Mengenai definisi SHM sarusun

dapat kita lihat dalam Pasal 1 angka

11Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011

tentang Rumah Susun (“UU Rumah Susun”)

yang berbunyi:

“Sertifikat hak milik sarusun yang

selanjutnya disebut SHM sarusun adalah

tanda bukti kepemilikan atas sarusun di atas

tanah hak milik, hak guna bangunan atau

hak pakai di atas tanah negara, serta hak

guna bangunan atau hak pakai di atas tanah

hak pengelolaan.”

Page 6: karyailmiah.narotama.ac.idkaryailmiah.narotama.ac.id/files/KEPEMILIKAN RUMAH TEMPAT... · Web viewAturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri ATR / Kepala BPN Nomor 13 tahun

Kepemilikan WNA terhadap hak milik atas

satuan rumah susun itu merujuk pada

ketentuan hak-hak atas tanah yang terdapat

dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria (“UUPA”). Berdasarkan undang-

undang tersebut, WNA hanya diperbolehkan

memiliki hak pakai.

Adapun definisi hak pakai terdapat dalam

Pasal 41 ayat (1) UUPAyang berbunyi:

“Hak pakai adalah hak untuk menggunakan

dan/atau memungut hasil dari tanah yang

dikuasai langsungoleh Negara atau tanah

milik orang lain, yang memberi wewenang

dan kewajiban yang ditentukan

dalamkeputusan pemberiannya oleh pejabat

yang berwenang memberikannya atau

dalam perjanjian denganpemilik tanahnya,

yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau

perjanjian pengolahan tanah, segalasesuatu

asal tidak bertentangan dengan jiwa dan

ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.”

Oleh karena itu, WNA yang mau

memiliki HMSRS harus cermat sebelum

membeli unit rumah susun. Ia harus

mengetahui apakah bangunan rumah susun

yang hendak ia miliki itu berdiri di atas

tanah yang berstatus hak pakai atau tidak.

Menurut Pasal 17 UU Rumah Susun,

rumah susun dapat dibangun di atas tanah

dengan status Hak Milik, Hak Guna

Bangunan atau Hak Pakai Atas Tanah

Negara, dan Hak Guna Bangunan atau Hak

Pakai di atas Hak Pengelolaan.

Pengaturan mengenai WNA hanya

boleh memiliki HMSRS yang bangunan

rumah susun itu dibangun di atas tanah

dengan hak pakai atas tanah negara juga

dapat kita lihat dalam Peraturan Pemerintah

No. 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan

Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh

Orang Asing Yang Berkedudukan Di

Indonesia(“PP 41/1996”). Rumah susun

untuk orang asing dapat memiliki HMSRS

dengan mengacu pada ketentuan Pasal 2 PP

No. 41/1996 yang berbunyi : “Rumah

tempat tinggal atau hunian yang dapat

dimiliki oleh orang asing sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 1 adalah :

1.Rumah yang berdiri sendiri yang dibangun

di atas bidang tanah:

a. Hak Pakai atas tanah Negara

b. Yang dikuasai berdasarkan perjanjian

dengan pemegang hak atas tanah.

Page 7: karyailmiah.narotama.ac.idkaryailmiah.narotama.ac.id/files/KEPEMILIKAN RUMAH TEMPAT... · Web viewAturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri ATR / Kepala BPN Nomor 13 tahun

2. Satuan rumah susun yang dibangun di

atas bidang tanah Hak Pakai atas tanah

Negara.”

Selain persyaratan tersebut, terdapat

satu persyaratan lagi yang diatur oleh

peraturan turunan PP No. 41/1996, yaitu

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala

Badan Pertanahan Nasional No. 7 Tahun

1996 tentang Persyaratan Pemilikan Rumah

Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh Orang

Asing(“Peraturan MNA/BPN 7/1996”).

Pasal 2 ayat (2) Peraturan MNA/BPN

7/1996 berbunyi:

“Rumah yang dapat dibangun atau dibeli

dan satuan rumah susun yang dapat dibeli

oleh orang asing dengan hak atas tanah

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

adalah rumah atau satuan rumah susun

yang tidak termasuk klasifikasi rumah

sederhana atau rumah sangat sederhana.”

Kriteria rumah sederhana (RS) atau rumah

sangat sederhana (RSS) menurut Pasal 1

huruf d Keputusan Menteri Negara

Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional

No. 15 Tahun 1997 antara lain:

a.   harga perolehan tanah dan rumah tidak

lebih dari pada Rp 30.000.000,00 (tiga puluh

juta rupiah),

b.   luas tanah tidak lebih dari pada 200 M2,

di daerah perkotaan dan tidak lebih daripada

400 M2, untuk di luar daerah perkotaan.

Dari penjelasan penulis di atas dapat

disimpulkan bahwa WNA dapat memiliki

hak atas satuan rumah susun (HMSRS)

hanya apabila tanah tempat bangunan rumah

susun itu berdiri berstatus sebagai hak pakai

atas tanah negara sebagaimana yang diatur

dalam PP 41/1996. Syarat lain yang juga

perlu diperhatikan oleh WNA sebelum

memiliki HMSRS adalah bahwa kriteria

satuan rumah susun yang dapat dibeli WNA

adalah tidak termasuk klasifikasi yang

terdapat dalam Peraturan MNA/BPN 7/1996

seperti yang telah penulis uraikan di atas.

UPAYA HUKUM WNA TERKAIT

PERMASALAHAN SENGKETA

RUMAH SUSUN DI INDONESIA

Perlindungan hukum kepada orang

asing yang bertempat tinggal di Indonesia

dan membeli tempat hunian ( rumah susun )

ada perlindungan hukum yang diberikan

oleh pemerintah terhadap warga negara

asing dalam berivestasi tidak hanya terfokus

pada peraturan yang telah disebutkan diatas

tetapi menggunakan upaya lain yang lebih

efisien yaitu membuat perjanjian bilateral

dengan berbagai negara asal investor untuk

lebih meningkatkan kepercayaan dan

Page 8: karyailmiah.narotama.ac.idkaryailmiah.narotama.ac.id/files/KEPEMILIKAN RUMAH TEMPAT... · Web viewAturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri ATR / Kepala BPN Nomor 13 tahun

penanganan apabila terjadi sengketa atau

permasalahan dalam berinvestasi.

Upaya perlindungan konsumen di

tanah air didasarkan pada sejumlah asas dan

tujuan yang telah diyakini bisa memberikan

arahan dalam implementasinya di tingkatan

praktis. Dengan adanya asas dan tujuan yang

jelas, hukum perlindungan konsumen

memiliki dasar pijakan yang benar-benar

kuat.

a. Asas Perlindungan Konsumen

Berdasarkan UUPK pasal 2, perlindungan

konsumen diselenggarakan sebagai usaha

bersama berdasarkan 5 (lima) asas yang

relevan dengan pembangunan nasional.

1.Asas Manfaat

Maksud asas ini adalah untuk

mengamanatkan bahwa segala upaya dalam

penyelenggaraan perlindungan konsumen

harus memberikan manfaat sebesar-besarnya

bagi kepentingan konsumen dan pelaku

usaha secara keseluruhan.

2. Asas Keadilan

Asas ini dimaksudkan agar partisipasi

seluruh rakyat bisa diwujudkan secara

maksimal dan memberi kesempatan kepada

konsumen dan pelaku usaha untuk

memperoleh haknya dan melaksanakan

kewajibannya secara adil.

3. Asas Keseimbangan

Asas ini dimaksudkan untuk memberikan

keseimbangan antara kepentingan

konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah

dalam arti material dan spiritual.

4. Asas Keamanan dan Keselamatan

Konsumen

Asas ini dimaksudkan untuk memberikan

jaminan atas keamanan dan keselamatan

kepada konsumen dalam penggunaan,

pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa

yang dikonsumsi atau digunakan.

5.Asas Kepastian Hukum

Asas ini dimaksudkan agar baik pelaku

usaha maupun konsumen menaati hukum

dan memperoleh keadilan dalam

penyelenggaraan perlindungan konsumen,

serta negara menjamin kepastian hukum.

b.Tujuan Perlindungan Konsumen

Dalam UUPK pasal 3, disebutkan bahwa

tujuan perlindungan konsumen adalah

sebagai berikut:

1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan,

dan kemandirian konsumen untuk

melindungi diri;

Page 9: karyailmiah.narotama.ac.idkaryailmiah.narotama.ac.id/files/KEPEMILIKAN RUMAH TEMPAT... · Web viewAturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri ATR / Kepala BPN Nomor 13 tahun

2. Mengangkat harkat dan martabat

konsumen dengan cara menghindarkannya

dari akses negatif pemakaian barang/jasa;

3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen

dalam memilih, menentukan, dan menuntut

hak-haknya sebagai konsumen;

4. Menciptakan sistem perlindungan

konsumen yang mengandung unsur

kepastian hukum dan keterbukaan informasi

serta akses untuk mendapatkan informasi;

5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha

mengenai pentingnya perlindungan

konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur

dan bertanggungjawab dalam berusaha;

6. Meningkatkan kualitas barang/jasa yang

menjamin kelangsungan usaha produksi

barang dan/atau jasa, kesehatan,

kenyamanan, keamanan, dan keselamatan

konsumen.

Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen

(untuk selanjutnya disebut UUPK) mengatur

tentang masalah kenyamanan, keamanan,

dan keselamatan konsumen merupakan hal

yang paling pokok dan utama dalam

perlindungan konsumen.

Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen

(untuk selanjutnya disebut UU Perlindungan

Konsumen) mengatur tentang masalah

kenyamanan, keamanan, dan keselamatan

konsumen merupakan hal yang paling pokok

dan utama dalam perlindungan konsumen.

Peralihan hak atas satuan unit rumah

susun tentunya harus dipahami oleh para

pembeli unit rumah susun . Hal ini akan

sangat berkaitan dengan status kepemilikan

atas unit rumah susun yang telah WNA

transaksikan dengan developer, terutama

apabila developer mengalami kepailitan dan

terjadinya wanprestasi. Apabila sebelum

developer mengalami kepailitan ,telah

dilakukan penandatangan AJB antara

developer dan pembeli atas satuan rumah

susun dan telah didaftarkan ke Kantor Badan

Pertanahan hingga terbitnya SHM sarusun

atas nama unit rumah susun tersebut ,maka

pembeli unit rumah susun tentunya tidak

akan mengalami masalah. Hal ini kareana

dengan adanya SHM sarusun yang

dimilikinya tersebut,maka hak kepemilikan

atas satuan rumah susun telah beralih dari

developer ke pembeli. Dengan demikian,

pembeli dapat dikatakan sebagai pemilik

unit rumah susun tersebut. Namun apabila

yang terjadi sebaliknya ,yaitu antar pembeli

dan developer ternyata belum dilakukan

penandatanganan AJB sehingga perjanjian

diantara mereka hanyalah dalam bentuk

Page 10: karyailmiah.narotama.ac.idkaryailmiah.narotama.ac.id/files/KEPEMILIKAN RUMAH TEMPAT... · Web viewAturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri ATR / Kepala BPN Nomor 13 tahun

PPJB,tentunya akan menimbulkan adanya

masalah terkait dengan pailitnya developer

tersebut .apabila masih dalam bentuk

PPJB ,maka status kepemilikan para pembeli

atas satuan unit rumah susun yang telah

mereka tansaksikan tersebut baik telah

melunasi maupun hanya pembayaran

sebagian ,menjadi tidak jelas .Hal ini karena

dengan adanya PPJB ,maka belum terjadi

peralihan hak. Para pembeli tersebut tidak

dapat dikatakan sebagai pemilik,karena

mereka belum memiliki SHM sarusun atas

nama mereka. Dengan kata lain terhadap

unit rumah susun masih menjadi aset

developer .Apabila unit rumah susun masih

atas nama developer maka terhadap rumah

susun tersebut dapat dimasukan sebagai

harta pailit dan dapat dilakukan penyitaan.

Selain itu apabila proses pailit berlanjut dan

ternyata kurator ditunjuk dalam kepailitan

tersebut memutuskan untuk tidak

melanjutkan pelaksanaan perjanjian antara

developer pailit dan para pembeli seperti

yang terdapat dalam ketentuan pasal 36 ayat

(3).Undang-Undang Kepailitan dan

PKPU ,maka status para pembeli unit rumah

susun hanya sebagai kreditur konkuren.

Dengan demikian ,para pembeli

mendapatkan pembagian pailit paling

terakhir setelah kreditur-kreditur lainnya.

Kondisi ini semakin menimbulkan

kekhawatiran bagi para pembeli terkait

dengan uang pengembalian akan mereka

terima dari pembagian harta pailit

nantinya,yang jumlahnya tidak utuh lagi.

Hal ini tentunya akan sangat merugikan para

pembeli karena dapat dikatakan selain

kehilangan uang ,para pembeli juga

kehilangan unit rumah susun.

Sengketa yang terjadi antara pembeli

dengan developer dari tahun ke tahun terus

meningkat. Berbagai faktor menjadi

penyebabnya, antara lain developer

melakukan wanprestasi, keterlambatan serah

terima, hingga ketidaktransparan dalam

proses jual beli. Adapun salah satu

contohnya ialah kasus yang terjadi pada para

pembeli unit rumah susun ,dari kasus

tersebut dapat dilihat bahwa terhadap

developer pun dapat diajukan pernyataan

pailit .Dalam kasus developer yang

dinyatakan pailit ,menunjukan bahwa

kepailitan tidak hanya dapat dialami oleh

orang,perseroan,namun juga badan hukum.

Tindakan wanprestasi developer terhadap

salah satu pihak menyebabkanpihak yang

dirugikan tersebut mengajukan permohonan

pernyataan pailit ke pengadilan

Niaga .Adapun salah satu syarat untuk dapat

dipailitkan ialah adanya utang. Tindakan

wanprestasi yang dilakukan developer

tersebut dapat dijadikan dasar untuk

Page 11: karyailmiah.narotama.ac.idkaryailmiah.narotama.ac.id/files/KEPEMILIKAN RUMAH TEMPAT... · Web viewAturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri ATR / Kepala BPN Nomor 13 tahun

mengajukan permohonan pernyataan pailit.

Hal ini karena pengertian utang yang dianut

Undang-Undang Kepailitan dan PKPU ialah

pengertian utang dalam arti luas, berarti

termasuk kewajiban prestasi.Dengan adanya

putusan pailit terhadap developer selaku

pengelola dan pemilik rumah susun ,tidak

hanya membawa akibat hukum bagu

developer sendiri ,melainkan juga

berdampak pada para pembeli unit rumah

susun yang telah melakukan transaksi

dengan rumah susun tersebut.

Adapun hubungan hukum antara

developer dengan para pembeli diawali

dengan adanya perjanjian yang dituangkan

dalam bentuk Perjanjian Pengikatan Jual

Beli selanjutnya disingkat PPJB. PPJB yang

merupakan ujung tombak antara pembeli

dan developer seharusnya mampu

memeberikan perlindungan hukum bagi para

pihak yang bertransaksi .Dengan

dilangsungkannya PPJB oleh para pihak

maka calon penjual dan calon pembeli

menyatakan kehendaknya untuk

melangsungkan jual beli uang

sesunggungguhnya yaitu jual beli dengan

undang-undang Nomor 5 Tahun 1960

tentang Undang-Undang Pokok Agraria

(selanjutnya disebut dengan UUPA).

Berdasarkan UUPA, jual beli merupakan

salah satu cara pemindahan hak kepemilikan

atas tanah dan bangunan . Jual beli tersebut

harus dilakukan di hadapan PPAT dan

dikenal dengan nama AJB. Dengan

dilakukannnya penandatangan AJB antara

developer dan para pembeli di hadapan

PPAT, maka kemudian dapat dilakukan

pendaftaran peralihan hak ke Kantor

Pertanahan setempat berupa pencatatan

dalam buku tanah dan terbitnya SHM

sarusun. Dengan adanya SHM sarusun atas

nama pembeli,maka dapat dikatakan sebagai

pemilik atas satuan unit rumah susun.

Namun nyatanya yang terjadi ,pada

saat pembeli telah melunasi harga jual beli

dan pajak-pajaknya ternnyat mereka sulit

mendapatkan sertifikat tersebut . Walaupun

para pembeli telah memenuhi prestasinya

berupa pelunasan terhadap jual beli kepada

developer ,nyatanya developer tidak

menindaklanjuti PPJB yang telah mereka

sepakati menjadi AJB .Sehingga ,sertifikat

terhadap unit rumah susunmasih atas nama

developer .Dengan demikian para pembeli

tidak memiliki tanda bukti kepemilikan

terhadap unit rumah susun mereka ,sehingga

status kepemilikan mereka pun menjadi

tidak jelas,Situasi para pembeli ini akan

semakin diperparah dengan adanya

kepailitan yang dialami oleh

developer.Dengan adanya putusan

pernyataan pailit ,maka developer tidak

Page 12: karyailmiah.narotama.ac.idkaryailmiah.narotama.ac.id/files/KEPEMILIKAN RUMAH TEMPAT... · Web viewAturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri ATR / Kepala BPN Nomor 13 tahun

berwenang lagi untuk mengurus harta

kekayaan miliknya.Hal ini sebagai satu

akibat hukum dari kepailitan,yang mana

berdasarkan ketentuan pasal 24 Undang-

Undang Kepailitan dan PKPU,sejak

putusdan pailit diucapkan debitor

kekayaannya yang termasuk dalam harta

pailit .Terhadap pengurusan dan atau

pemberesan atas harta pailit akan

dilaksanakan oleh curator .Adapun

kepailitan meliputi seluruh harta kekayaan

debitor pada saat putusan pernyataan pailit

diucapkan serta segala sesuatu yang

diperoleh selama kepailitan ,kecuali apa

yang diatur dalam ketentuann pasal 22

Undang-Undang Kepailitan dan PKPU.

Dengan adanya putusan pailit maka terhadap

harta milik debitor pailit (developer) dapat

dilakukan pencitraan untuk kemudian

dilakukan pemberesan terhadap piutang

debitor kepada kreditor-kreditornya. Dengan

demikian,apabila sertifikat atas satuan unit

rumah susun masih tercatat atas nama

developer ,maka unit rumah susun tersebut

dikategorikan sebagai aset milik developer

pailit. Oleh karena itulah,terhadap rumah

susun dan unit rumah susun tersebut dapat

dilakukan eksekusi berupa penyitaan karena

merupakan harta pailit debitor pailit.

Selain itu ,apabila proses kepailitan

terus berlangsung dan ternyata kurator yang

ditunjuk dalam kepailitan tersebut menolak

untuk melanjutkan pelaksanaan perjanjinan

antara developer dan para pembeli , seperti

yang terdapat dalam ketentuan pasal 36 ayat

(3)Undang-Undang Kepailitan PKPU,maka

para pembeli unit rumah susun akan

berposisi sebagai kreditor konkuren ,yang

akan mendapatkan pelunasan dari

pembagian harta pailit paling akhir ,setelah

kreditor-kreditor lainnya. Seringkali dari

hasil penjualan terhadap harta pailit milik

developer,para pembeli hanya akan

mendapatkan sebagian kecil uang mereka.

Dengan demikian ,selainpara pembeli tidak

memperoleh haknya dan tidak berhak atas

unit rumah susun tersebut ,para pembeli juga

hanya mendapatkan ganti rugi yang

jumlahnya sangatlah kecil meskipun

pembeli tersebut telah melunasi unit rumah

susunnya kepada developer.

Hal ini tentunya sangat ironis

sekali .Para pembeli unit rumah susun dapat

dikatakan tidak mendapatkan perlindungan

hukum dari tindakan-tindakan developer

yang nakal . Dengan banyaknya developer

yang bertindak sewenang-wenang dapat

berakibat buruk bagi penegakan hukum di

Indonesia ,terutama terkait dengan hak-hak

para pembeli.Banyaknya kasus kepailitan

developer selalu merugikan pembeli. Hal ini

karena pembeli adalah pihak yang

Page 13: karyailmiah.narotama.ac.idkaryailmiah.narotama.ac.id/files/KEPEMILIKAN RUMAH TEMPAT... · Web viewAturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri ATR / Kepala BPN Nomor 13 tahun

lemah ,sehingga tak heran hak-haknya

seringkali dilanggar dan diabaikan .Berbagai

macam kasus yang merugikan para pembeli

diakibatkan oleh kondisi dan situasi yang

terjadi pada pihak developer , sehingga

kedudukan para pembeli seringkali berada

dalam keadaan yang tidak

menguntungkan,Oleh karena

itulah ,diperlukan penegakan hukum untuk

melindungi kepentingan para pembeli unit

rumah susun terhadap developer yang

mengalami kepailitan.Adanya putusan pailit

terhadap developer seharusnya juga

mempertimbangkan mempertimbangkan

dari para pembeli unit rumah susun.

Sehingga,adanya putusan pailit tersebut

tetap melindungi pihak-pihak ketiga yang

juga berkepentingan dengan harta pailit

developer secara maksimal. Selain

itu,pembeli juga harus lebih hati-hati dan

cermat sebelum melakukan transaksi dengan

developer.Apabila pembeli memutuskan

ingin membeli satuan unit rumah susun yang

ditawarkan oelh developer,maka pertama-

tama pembeli haruslah mencari informasi

sedetail mungkin tentang track record

developer tersebut. Selanjutnya,pembeli

dapat meminta waktu yang cukup kepada

developer untuk mempelajari draft PPJB

yang telah disiapkan developer

tersebut.Pembeli juga harus bersikap secara

hati-hati sabar dan jangan mudah terpancing

dengan promo harga,agar hak pembeli dapat

menjadi pasti dan terjamin dari developer

yang tidak bertanggung jawab.

Jadi secara garis besar telah

dijelaskan bahwa para pembeli atas satuan

rumah susun yang hanya melakukan PPJB

yang dibuat dihadapan notaris berdasarkan

ketentuan pasal 43 Undang-Undang Rumah

Susun agar unsur objektifitas hukumnya

dapat lebih diandalkan dan merupakan

kesepakatan para pihak yang dibuat

berdasarkan ketentuan pasal 1320 BW

jo.pasal 1338 BW. Adapun ketentuan pasal

1320 BW mengatur mengenai syarat sahnya

suatu perjanjian dan walaupun para pembeli

telah memenuhi prestasinya berupa

pelunasan terhadap jual beli kepada

developer, tetapi developer tidak

menindaklanjuti PPJB yang telah mereka

sepakati menjadi AJB maka pembeli masih

belum mempunyai hukum yang kuat

menggugat untuk mendapatkan kepemilikan

dan ganti rugi berupa uang sedikitpun dari

developer dikarenakan sertifikat hak milik

atas satuan rumah susun tersebut masih atas

nama developer.

Sebaliknya apabila pembeli telah memiliki

AJB maka pembeli bisa melakukan gugatan

ganti rugi kepada pihak developer atas

Page 14: karyailmiah.narotama.ac.idkaryailmiah.narotama.ac.id/files/KEPEMILIKAN RUMAH TEMPAT... · Web viewAturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri ATR / Kepala BPN Nomor 13 tahun

satuan rumah susun tersebut namun

disayangkan tidak sepenuhnya ganti rugi

diterima oleh pembeli, seperti yang terdapat

dalam ketentuan pasal 36 ayat (3)Undang-

Undang Kepailitan PKPU,maka para

pembeli unit rumah susun akan berposisi

sebagai kreditor konkuren ,yang akan

mendapatkan pelunasan dari pembagian

harta pailit paling akhir ,setelah kreditor-

kreditor lainnya.

Ketentuan ganti rugi dalam KUHPer

pada dasarnya tidak jauh berbeda antara

ganti rugi yang disebabkan oleh karena

wanprestasi atau karena perbuatan

melanggar hukum, hanya saja dalam

perbuatan melanggar hukum dikenal adanya

gugatan immateriil. Ganti rugi immateriil ini

tidak dapat ternilai dan KUHPer juga tidak

menentukan mengenai besarnya ganti rugi

yang harus diberikan atas kerugian yang

timbul akibat dari perbuatan melanggar

hukum. Pemberian ganti rugi untuk

keduanya didasarkan pada komponen yang

sama yaitu biaya, rugi dan bunga.

PENUTUP

Berdasarkan penulisan yang telah

dijelaskan dalam skripsi ini menyangkut

soal kepemilikan rumah susun bagi Warga

Negara Asing maka dapat disimpulkan

sebagai berikut :

Kesimpulan

1. Akibat hukum kepemilikan satuan

rumah susun oleh WNA dapat

disimpulkan bahwa WNA dapat

memiliki hak atas satuan rumah

susun (HMSRS) hanya apabila tanah

tempat bangunan rumah susun itu

berdiri berstatus sebagai hak pakai

atas tanah negara sebagaimana yang

diatur dalam PP 103/2015

2. Upaya hukum yang dapat dilakukan

dalam hal terjadinya sengketa

terhadap kepemilikan sarusun adalah

diselesaikan melalui jalur non litigasi

dan melalui jalur litigasi. Dalam

jalur non litigasi, upaya hukum yang

ditempuh adalah penyelesaian secara

musyawarah mufakat guna

tercapainya win-win solution

sehingga diantara para pihak yang

terlibat dalam perjanjian tersebut

tidak ada yang merasa dirugikan baik

secara materiil maupun secara

immateriil. Sebaliknya penyelesaian

melalui jalur litigasi dilakukan

dengan cara melakukan gugatan ke

Pengadilan Negeri.

Berdasarkan pada permasalahan yang

diangkat oleh penulis yaitu kepemilikan

Page 15: karyailmiah.narotama.ac.idkaryailmiah.narotama.ac.id/files/KEPEMILIKAN RUMAH TEMPAT... · Web viewAturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri ATR / Kepala BPN Nomor 13 tahun

rumah susun oleh WNA, maka dari itu

penulis memberikan saran sebagai berikut:

Saran

1. Sebaiknya pemerintah juga mengatur

secara jelas terhadap pengaturan

wilayah pemukiman rumah susun

bagi WNA dan pembatasan

kepemilikan properti oleh WNA agar

tidak terjadinya pergeseran

kepentingan WNI sendiri .

2. Hendaknya peraturan yang terkait

dengan satuan rumah susun yang

memberikan perlindungan terhadap

konsumen, hendaknya lebih baik

dalam hal memberikan kepastian

hukum untuk meminimalisir

kerugian yang akan diderita

konsumen dari para pengembang

yang melakukan pelanggaran hukum.

DAFTAR PUSTAKA

Ketetapan-Ketetapan MPR Republik

Indonesia 1983, Ketetapan MPR-RI no.

11/MPR/1988 tentang Garis-garis Besar

Haluan Negara, Bina Pustaka Tama,

Surabaya, 1988

Marmudji Sri, Soerjono Soekanto, 1987,

Penelitian Hukum Normatif,Suatu Pegantar,

Citra Aditya Bakti

Marzuki, Peter, 2005, Penelitian Hukum,

Prenada Media, Jakarta

www.wikipedia.org/wiki/kepemilikan

R. Subekti, Tjitrosoedibio. 2012. Kamus

Hukum. Jakarta: Pradnya Paramita

(Persero).