Rumah Betawi

16
Rumah Betawi Secara keseluruhan rumah-rumah di Betawi berstruktur rangka kayu, beralas tanah yang diberi lantai tegel atau semen (rumah Depok). Berdasarkan bentuk dan struktur atapnya, rumah tradisional Betawi secara garis besarnya dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu potongan gudang, potongan joglo (limasan) dan potongan bapang atau kebaya. Masing-masing potongan atau bentuk itu berkaitan erat dengan pembagian denahnya. Secara umum rumah Betawi memiliki serambi bagian depan yang terbuka. Serambi bagian depan ini ada yang menyebutnya sebagai 'langkan'. Di serambi, jika tidak berkolong, terdapat bale, semacam balai-balai yang kakinya dipancangkan di tanah. Di bagian kanan dan kiri serambi terdapat jendela tanpa daun dan kadang-kadang di bagian atas jendela melengkung menyerupai kubah masjid. Bahan-bahan yang dipergunakan untuk membangun rumah adalah kayu sawo, kayu kecapi, bambu, ijuk, rumbia, genteng, kapur, pasir, semen, ter, plitur, dan batu untuk pondasi tiang. Dan sebagai pengisi sebagian besar digunakan kayu nangka atau bambu bagi orang-orang yang tinggal di daerah pesisir. Ada juga orang yang sudah menggunakan dinding setengah tembok sebagai pengisi. Penggunaan tembok seperti ini adalah pengaruh dari Belanda. Di wilayah Betawi terdapat rumah tradisional yang berkolong tinggi, seperti rumah Si Pitung di Marunda. Atapnya ada yang berbentuk bapang, joglo, dan lain sebagainya. Di daerah pinggiran seperti di Kalisari, Pasar Rebo, Jakarta Timur masih dapat dijumpai rumah- rumah berkolong, tetapi tidak terlalu tinggi seperti rumah Si Pitung. Rumah-rumah yang merupakan peralihan dari rumah berkolong ke rumah tanpa kolong terdapat di daerah Pondok Rangon, Keranggan, danTipar. Lebar kolong kurang lebih 20-30 cm. Rumah tanpa kolong ada yang berlantai tanah, tembok, ubin dan batu pipih atau semen. Pada rumah yang beralas

description

arsitektur rumah betawi

Transcript of Rumah Betawi

Rumah Betawi Secara keseluruhan rumah-rumah di Betawi berstruktur rangka kayu, beralas tanah yang diberi lantai tegel atau semen (rumah Depok). Berdasarkan bentuk dan struktur atapnya, rumah tradisional Betawi secara garis besarnya dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu potongan gudang, potongan joglo (limasan) dan potongan bapang atau kebaya. Masing-masing potongan atau bentuk itu berkaitan erat dengan pembagian denahnya.Secara umum rumah Betawi memiliki serambi bagian depan yang terbuka. Serambi bagian depan ini ada yang menyebutnya sebagai 'langkan'. Di serambi, jika tidak berkolong, terdapat bale, semacam balai-balai yang kakinya dipancangkan di tanah. Di bagian kanan dan kiri serambi terdapat jendela tanpa daun dan kadang-kadang di bagian atas jendela melengkung menyerupai kubah masjid. Bahan-bahan yang dipergunakan untuk membangun rumah adalah kayu sawo, kayu kecapi, bambu, ijuk, rumbia, genteng, kapur, pasir, semen, ter, plitur, dan batu untuk pondasi tiang. Dan sebagai pengisi sebagian besar digunakan kayu nangka atau bambu bagi orang-orang yang tinggal di daerah pesisir. Ada juga orang yang sudah menggunakan dinding setengah tembok sebagai pengisi. Penggunaan tembok seperti ini adalah pengaruh dari Belanda.Di wilayah Betawi terdapat rumah tradisional yang berkolong tinggi, seperti rumah Si Pitung di Marunda. Atapnya ada yang berbentuk bapang, joglo, dan lain sebagainya. Di daerah pinggiran seperti di Kalisari, Pasar Rebo, Jakarta Timur masih dapat dijumpai rumah-rumah berkolong, tetapi tidak terlalu tinggi seperti rumah Si Pitung. Rumah-rumah yang merupakan peralihan dari rumah berkolong ke rumah tanpa kolong terdapat di daerah Pondok Rangon, Keranggan, danTipar. Lebar kolong kurang lebih 20-30 cm.Rumah tanpa kolong ada yang berlantai tanah, tembok, ubin dan batu pipih atau semen. Pada rumah yang beralas tanah, pengaruh Belanda dapat dilihat dari penggunaan Rorag (terbuat dari bata) sebagai penghubung antara struktur tegak (baik setengah tembok maupun dinding kayu/bambu) dengan lantai. Pada rumah panggung penggunaan alas untuk lantai adalah papan yang dilapisi anyaman kulit bambu. Pada rumah panggung penggunaan alas untuk lantai adalah papan yang dilapisi anyaman kulit bambu. Pada rumah yang bukan panggung dipergunakan tanah sebagai lantai atau menggunakan ubin tembikar (pada orang kaya setempat), kemudian pada perkembangannya dipergunakan ubin semen. Penggunaan ubin tembikar dan semen ini merupakan pengaruh Belanda. Rumah petani yang berkecukupan biasanya terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian inti disebut Paseban atau Belandongan atau dapur.Struktur atap bangunan tradisional Betawi memiliki variasi-variasi yang dipengaruhi oleh unsur-unsur dari luar. Sebagai contoh sekor untuk penahan dak (markis) dan struktur overstek atau penanggap. Untuk sekor penahan dak selain terbuat dari kayu, ada pula yang terbuat dari logam yang menunjukkan pengaruh Eropa. Juga untuk siku penanggap selain kedua variasi dilihat dari aspek penggunaan bahan, kita juga melihat adanya pengaruh Cina seperti adanya konstruksi Tou-Kung, khususnya pada rumah-rumah tradisional Betawi di Angke.Bangunan inti berfungsi sebagai tempat tidur keluarga dan letaknya biasanya berseberangan. Pada rumah tradisional Betawi, di samping jendelanya berdaun biasa, juga diberi bahan yang kuat seperti batang kelapa atau aren yang sudah tua. Jendela yang ada di sebelah kanan dan kiri pintu yang menghadap ke paseban atau langkan ada yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat digeser-geser, membuka, dan menutup. Jendela seperti itu disebut jendela bujang atau jendela intip. Selain berfungsi sebagai ventilasi dan jalan cahaya, jendela juga berfungsi sebagai tempat pertemuan perawan yang punya rumah dengan pemuda yang datang pada malam hari. Si gadis ada di sebelah dalam, sedangkan si pemuda ada di luar, dibatasi jendela berjeruji. Sebelum sampai pada taraf 'ngelancong' yang agak intim, anak perawan yang bersangkutan cukup mengintip dari celah-celahnya.Pada rumah tradisional Betawi tidak dikenal adanya pembagian ruang berdasar jenis kelamin, namun lebih banyak ditentukan berdasar tuntutan praktis. Rumah tradisional Betawi ditinjau dari tata letak dan fungsinya, cenderung bersifat simetris, hal ini dapat dilihat dari letak pintu masuk dan pintu belakang yang sejajar dan membentuk garis lurus.Arsitektur Rumah Betawi: Bentuk tradisional rumah Betawi dengan sifat lebih terbuka dalam menerima pengaruh dari luar. Hal ini bisa dilihat dari pola tapak, pola tata ruang dalam, sistem stuktur dan bentuk serta detail dan ragam hiasnya. Rumah tradisional Betawi tidak memiliki arah mata angin, ke mana rumah harus menghadap dan juga tidak ada bangunan atau ruang tertentu yang menjadi orientasi/pusat perkampungan. Pada pemukiman Betawi, orientasi atau arah mata angin rumah dan pekarangan lebih ditentukan oleh alasan praktis seperti aksesibilitas pekarangan (kemudahan mencapai jalan) juga tergantung pada kebutuhan pemilik rumah. Di atas tapak rumah (pekarangan rumah) selain didirikan beberapa rumah tinggal (karena adanya pewarisan atau dibeli orang untuk dibangun rumah) juga dibangun fungsi-fungsi lain seperti kuburan, lapangan badminton, dsb. Di daerah pesisir, kelampok-kelompok rumah umumnya menghadap ke darat dan membelakangi muara sungai. Namun tidak tampak perencanaan tertentu atau keseragaman dalam mengikuti arah mata angin atau orientasi tertentu.Berdasarkan tata ruang dan bentuk bangunannya, arsitektur rumah tradisional Betawi, khususnya di Jakarta Selatan dan Timur, dapat dikelompokkan ke dalam 3 jenis: (1) Rumah Gudang; (2) Rumah Joglo; (3) Rumah Bapang/Kebaya. Tata letak ketiga rumah itu hampir sama, terdiri dari ruang depan (serambi depan), ruang tengah (ruang dalam), dan ruang belakang. Pada rumah gudang, ruang belakang secara abstrak berbaur dengan ruang tengah dari rumah sehingga terkesan hanya terbagi dalam dua ruang, ruang depan dan tengah. Dahulu ruang depan berisi balai-balai sedang sekarang umumnya diganti kursi dan meja tamu. Ruang tengah merupakan bagian pokok rumah Betawi yang berisi kamar tidur, kamar makan, dan pendaringan (untuk menyimpan barang-barang keluarga, benih padi dan beras). Kamar tidur ada yang berbentuk kamar yang tertutup tetapi juga ada kamar tidur terbuka (tanpa dinding pembatas) yang bercampur fungsi menjadi kamar makan. Kamar tidur terdepan biasanya diperuntukkan anak perempuan si empunya rumah. Sedang anak laki-laki biasanya tidur di balai-balai serambi depan atau di masjid. Sedang ruang belakang digunakan untuk memasak dan menyimpan alat-alat pertanian juga kayu bakar.Organisasi ruang dan aktivitas dalam rumah tradisional Betawi sebenarnya relatif sederhana. Tidak ada definisi fungsi ruang berdasarkan jenis kelamin. Kalaupun rumah dibagi dalam tiga kelompok ruang yang pada rumah Jawa dan Sunda menyimbolkan sifat laki-laki, netral, dan wanita, pada rumah Betawi hal itu terjadi karena tuntutan-tuntutan kepraktisan saja. Tata letak ruang rumah tradisional Betawi cenderung bersifat simetris. Dilihat dari letak pintu masuk ke ruang lain dan letak jendela jendela depan yang membentuk garis sumbu abstrak dari depan ke belakang. Kesan simetris bertambah kuat karena ruang depan dan belakang dimulai dari pinggir kiri ke kanan tanpa pembagian ruang lagi. Selain itu rumah tradisional Betawi juga menganut dua konsep ruang, yang bersifat abstrak dan kongkrit. Konsep ini diterapkan pada jenis kamar tidur yang tertutup dan terbuka.Ragam Hias Rumah Betawi: Ragam hias pada rumah-rumah Betawi berbentuk sederhana dengan motif-motif geometris seperti titik, segi empat, belah ketupat, segi tiga, lengkung, setengah bulatan, bulatan, dsb. Ragam bias biasanya diletakkan pada lubang angin, kusen, daun pintu danjendela, dan tiang yang tidak tertutup dinding seperti tiang langkan, dinding ruang depan, listplank, garde (batas ruang tengah dengan ruang depan), tangan-tangan (skur), dan teras yang dibatasi langkan terbuat dari batu-batu atau jaro, yaitu pagar yang dibuat dari bambu atau kayu yang dibentuk secara ornamentik. Merupakan salah satu ungkapan arsitektural yang paling penting pada arsitektur rumah tinggal Betawi. Ragam hias ditemukan pada unsur-unsur dan hubungan-hubungan stuktur atau konstruksi seperti sekor, siku penanggap, tiang atau hubungan antara tiang dengan batu kosta. Konstruksi tou-kung diadaptasi dari arsitektur Cina dan diterapkan pada siku penanggap. Bukan saja merupakan prinsip konstruksi tetapi juga merupakan sentuhan dekoratif. Tiang-tiang bangunan jarang dibiarkan polos bujur sangkar menurut irisannya tetapi diberi sentuhan akhir pada sudutnya juga detail-detail ujung bawah (berhubungan dengan batu kosta) maupun ujung atas (berhubungan dengan penglari dan pengeret) dari tiang.Dari Belanda dan Eropa dikenalkan skor besi cor yang cenderung mengadaptasi bentuk-bentuk dari Eropa (art-deeo, art-noveau, dsb). Namun ragam hias lebih banyak digunakan pada unsur-unsur bangunan yang bersifat non struktural seperti pada listplank, pintu, langkan (pagar pada rumah), jendela, garde (bentuk relung yang menghubungkan ruangdepan dengan ruang tengah), sisirgantung (bidang yang terbuat dari papan yang menggantung di bagian depan rumah), dsb. Pengerjaan ragam hiasnya lebih teliti dan bervariasi. Khusus pemasangan pada garde dan sisir gantung dilakukan sendiri sehingga sering disebut elemen estetis yang utuh. Berdasarkan pola visual yang ditemukan pada rumah Betawi, ragam hias mempunyai nama-nama: Pucuk Rembung, Cempaka, Swastika, Matahari, Kipas, Jambu Mede, Delima Flora, dan Gigi Balang.Pantangan Dalam Pendirian Rumah: Kepercayaan mengenai larangan dan aturan yang harus dipatuhi saat pembangunan rumah. Bertujuan supaya penghuni rumah mendapatkan keselamatan di tempat tinggalnya dan mendapatkan hal-hal yang baik dalam hidupnya. Beberapa pantangan dan aturan dalam penggunaan bahan bangunan: Kayu nangka tidak boleh dibuat trampa atau drampol, yaitu bagian bawah kusen pintu. Sebab ada kepercayaan bahwa orang yang berani melangkahi kayu nangka bisa terkena penyakit kuning. Kayu cempaka dibuat untuk kusen pintu bagian atas supaya harum. Ada kepercayaan bahwa penggunaan kayu cempaka akan membuat penghuni rumah selalu baik-baik dan disenangi tetangga. Kayu asem tidak boleh dipakai untuk bahan bangunan rumahkarena akan menganggu hubungan dengan tetangga.Ada pula pantangan untuk membuat atap rumah dari tanah karena tanah tempatnya di bawah. Jadi kalau ditempatkan di atas atap berarti penghuni rumah terkubur tanah. Pemilik rumah juga dilarang untuk menempati bangunan yang belum dipasangi jendela dan pintu.Dalam menentukan tempat untuk mendirikan rumah ada beberapa ketentuan yang bersifat umum, yaitu (1) tidak boleh mendirikan rumah di atas tanah yang dikeramatkan; (2) tempat rumah untuk anak yang berkeluarga harus berada di sebelah kiri orang tua karena kalau menantunya mendirikan rumah di sebelah kanan orang tua bakal "tidak kuat", artinya keluarga anak tersebut akan sakit-sakitan atau susah rejeki.

Setu Babakan atau Danau Babakan terletak di Srengseng Sawah, kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan, Indonesia dekat Depok yang berfungsi sebagai pusat Perkampungan Budaya Betawi, suatu area yang dijaga untuk menjaga warisan budaya Jakarta, yaitu budaya asli Betawi. Situ atau setu Babakan merupakan danau buatan dengan area 32 hektar (79 akre) dimana airnya berasal dari Sungai Ciliwung dan saat ini digunakan untuk memancing bagi warga sekitarnya. Danau ini juga merupakan tempat untuk rekreasi air seperti memancing, sepeda air, atau bersepeda mengelilingi tepian setu.Setu Babakan adalah sebuah kawasan perkampungan yang ditetapkan Pemerintah Jakarta sebagai tempat pelestarian dan pengembangan budaya Betawi secara berkesinambungan. Perkampungan yang terletak di selatan Kota Jakarta ini merupakan salah satu objek wisata yang menarik bagi wisatawan yang ingin menikmati suasana khas pedesaan atau menyaksikan budaya Betawi asli secara langsung. Di perkampungan ini, masyarakat Setu Babakan masih mempertahankan budaya dan cara hidup khas Betawi, memancing, bercocok tanam, berdagang, membuat kerajinan tangan, dan membuat makanan khas Betawi. Melalui cara hidup inilah, mereka aktif menjaga lingkungan dan meningkatkan taraf hidupnya.Setu Babakan adalah kawasan hunian yang memiliki nuansa yang masih kuat dan murni baik dari sisi budaya, seni pertunjukan, jajanan, busana,, rutinitas keagamaan, maupun bentuk rumah Betawi. Dari perkampungan yang luasnya 289 Hektar, 65 hektar di antaranya adalah milik pemerintah di mana yang baru dikelola hanya 32 hektar.Perkampungan ini didiami setidaknya 3.000 kepala keluarga. Sebagian besar penduduknya adalah orang asli Betawi yang sudah turun temurun tinggal di daerah tersebut. Sedangkan sebagian kecil lainnya adalah para pendatang, seperti pendatang dari Jawa Barat, jawa tengah, Kalimantan, dll yang sudah tinggal lebih dari 30 tahun di daerah ini.Setu Babakan, sebagai sebuah kawasan Cagar Budaya Betawi, sebenarnya merupakan objek wisata yang terbilang baru. Peresmiannya sebagai kawasan cagar budaya dilakukan pada tahun 2004, yakni bersamaan dengan peringatan HUT DKI Jakarta ke-474. Perkampungan ini dianggap masih mempertahankan dan melestarikan budaya khas Betawi, seperti bangunan, dialek bahasa, seni tari, seni musik, dan seni drama.Dalam sejarahnya, penetapan Setu Babakan sebagai kawasan Cagar Budaya Betawi sebenarnya sudah direncanakan sejak tahun 1996. Sebelum itu, Pemerintah DKI Jakarta juga pernah berencana menetapkan kawasan Condet, Jakarta Timur, sebagai kawasan Cagar Budaya Betawi, namun urung (batal) dilakukan karena seiring perjalanan waktu perkampungan tersebut semakin luntur dari nuansa budaya Betawi-nya. Dari pengalaman ini, Pemerintah DKI Jakarta kemudian merencanakan kawasan baru sebagai pengganti kawasan yang sudah direncanakan tersebut. Melalui SK Gubernur No. 9 tahun 2000 dipilihlah perkampungan Setu Babakan sebagai kawasan Cagar Budaya Betawi. Sejak tahun penetapan ini, pemerintah dan masyarakat mulai berusaha merintis dan mengembangkan perkampungan tersebut sebagai kawasan cagar budaya yang layak didatangi oleh para wisatawan. Setelah persiapan dirasa cukup, pada tahun 2004, Setu Babakan diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso, sebagai kawasan Cagar Budaya Betawi. Sebelum itu, perkampungan Setu Babakan juga merupakan salah satu objek yang dipilih Pacifik Asia Travel Association (PATA) sebagai tempat kunjungan wisata bagi peserta konferensi PATA di Jakarta pada bulan Oktober 2002.B. KeistimewaanPerkampungan Setu Babakan adalah sebuah kawasan pedesaan yang lingkungan alam dan budayanya yang masih terjaga secara baik. Wisatawan yang berkunjung ke kawasan cagar budaya ini akan disuguhi panorama pepohonan rindang yang akan menambah suasana sejuk dan tenang ketika memasukinya. Di kanan kiri jalan utama, pengunjung juga dapat melihat rumah-rumah panggung berarsitektur khas Betawi yang masih dipertahankan keasliannya.Yang tak kalah menarik, di perkampungan ini juga banyak terdapat warung yang banyak menjajakan makanan-makanan khas Betawi, seperti ketoprak, ketupat nyiksa, kerak telor, ketupat sayur, bakso, laksa, arum manis, soto betawi, mie ayam, soto mie, roti buaya, bir pletok, nasi uduk, kue apem, toge goreng, dan tahu gejrot.Wisatawan yang berkunjung ke Setu Babakan juga dapat menyaksikan pagelaran seni budaya Betawi, antara lain tari cokek, tari topeng, kasidah, marawis, seni gambus, lenong, tanjidor, gambang kromong, dan ondel-ondel yang sering dipentaskan di sebuah panggung terbuka berukuran 60 meter persegi setiap hari Sabtu dan Minggu. Selain pagelaran seni, pengunjung juga dapat menyaksikan prosesi-prosesi budaya Betawi, seperti upacara pernikahan, sunat, akikah, khatam Al-Quran, dan nujuh bulan, atau juga sekedar melihat para pemuda dan anak-anak latihan menari dan silat khas Betawi, Beksi.Sebagai sebuah kawasan cagar budaya, Setu Babakan tidak hanya menyajikan pagelaran seni maupun budaya, melainkan juga menawarkan jenis wisata alam yang tak kalah menarik, yakni wisata danau. Dua danau, yakni Mangga Bolong dan Babakan, di perkampungan ini biasanya dimanfaatkan oleh wisatawan untuk memancing atau sekedar bersenda gurau dan menikmati suasana sejuk di pinggir danau. Selain itu, wisatawan juga dapat menyewa perahu untuk menyusuri dan mengelilingi danau.Wisatawan yang berkunjung ke perkampungan ini juga dapat berkeliling ke perkebunan, pertanian, serta melihat tanaman-tanaman khas Betawi di pelataran rumah-rumah penduduk. Apabila berkunjung ke pelataran rumah penduduk, tak jarang pengunjung akan dipetikkan buah sebagai tanda penghormatan. Jika wisatawan tertarik untuk memetik dan berniat membawa pulang buah-buahan tersebut, maka pengunjung dapat membelinya dengan terlebih dulu bernegosiasi harga dengan pemiliknya. Buah-buahan yang tersedia di perkampungan ini antara lain belimbing, rambutan, buni, jambu, dukuh, menteng, gandaria, mengkudu, nam-nam, kecapi, durian, jengkol, kemuning, krendang, dan masih banyak lagi.Yang baru dari Setu Babakan adalah telah dibangunnya dua jembatan gantung, sehingga pengunjung dapat menyinggahi pulau buatan di tengah Setu Babakan. Selain itu Setu babakan adalah salah satu tempat favorit bersepeda santai di Jakarta Selatan.C. LokasiPerkampungan Setu Babakan berlokasi di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan, Propinsi DKI Jakarta, Indonesia. Pintu masuk utama adalah Pintu Si Pitung yang terletak di Jalan RM. Kahfi II.D. AksesAkses menuju lokasi perkampungan Setu Babakan relatif mudah, karena terdapat banyak kendaraan umum yang melewati perkampungan ini. Dari Terminal Pasar Minggu, pengunjung dapat menggunakan Kopaja No. 616 jurusan Blok M menuju Cimpedak. Setelah sekitar 30 menit dan, pengunjung dapat turun di depan pintu gerbang perkampungan Setu Babakan. Selain itu, bagi wisatawan yang berangkat dari Terminal Depok dapat menggunakan taksi menuju perkampungan Setu Babakan.Alternatif lainnya, pengunjung yang berangkat dari Terminal Depok dapat juga menggunakan Metromini 616 jurusan Blok MPasar MingguCimpedak atau menggunakan angkutan umum bernomor 128, kemudian turun di depan pintu gerbang perkampungan Setu Babakan. Apabila menggunakan kendaraan pribadi, pengunjung diminta memarkir kendaraannya di tempat yang telah disediakan, kemudian dipersilakan mengunjungi perkampungan dengan berjalan kaki atau bersepeda mengelilingi Setu Babakan.E. Harga TiketWisatawan yang berkunjung ke perkampungan ini tidak dipungut biaya, namun hanya dikenai biaya parkir kendaraan yang berkisar antara Rp 2.000 hingga Rp 5.000. Untuk wisatawan yang bersepeda di areal Setu Babakan tidak dipungut biaya masuk alias gratis. Wisatawan yang berkunjung ke sini diperbolehkan menikmati suasana perkampungan dari pukul 06.00 hingga pukul 18.00 WIB.F. Akomodasi dan Fasilitas LainnyaSebagai sebuah kawasan cagar budaya, Perkampungan Setu Babakan hingga saat ini telah dilengkapi fasilitas-fasilitas umum, seperti tempat ibadah, panggung pertunjukan seni, tempat bermain anak-anak, teater terbuka, wisma, kantor pengelola, galeri, dan pertokoan suvenir. Dengan fasilitas ini pengunjung dapat berfoto menggunakan busana adat khas Betawi dengan lokasi pemotretan yang disesuaikan dengan keinginan pengunjung. Hal yang tak kalah menarik adalah saat ini (mulai Maret 2011) telah terbentuk suatu komunitas sepeda onthel di Setu Babakan dengan nama OSEBA (onthel Setoe Babakan). Komunitas ini biasa kumpul saban Minggu pagi di depan halaman panggung utama.

Sumber tulisan : http://www.wisatamelayu.com ; http://www.wikipedia.org.idPROFIL PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWISETU BABAKANJAGAKARSA JAKARTA SELATANPerkampungan Budaya Betawi adalah satu kawasan di Jakarta Selatan dengan Komunitas yang ditumbuhkan kembangkan budaya yang meliputi seluruh hasil gagasan dan karya baik fisik maupun non fisik yaitu : Kesenian, adat istiadat, Foklor, Kesastraan dan Kebahasaan, Kesejahteraan serta bangunan yang bercirikan kebetawian.Tujuan Perkampungan Budaya Betawi adalah membina dan melindungi secara sungguh-sungguh dan terus menerus tata kehidupan serta nilai-nilai Budaya Betawi, menciptakan dan menumbuhkembangkan nilai-nilai Budaya Betawi sesuai dengan akar budayanya, menata dan memanfaatkan potensi lingkungan fisik, baik alami maupun buatan yang bernuansa Betawi, mengendalikan pemanfaatan lingkungan fisik dan non fisik sehingga saling bersinergi untuk mempertahankan ciri khas Betawi.Fungsi Perkampungan Budaya Betawi adalah sebagai sarana pemukiman, saran ibadah, sarana informasi, sarana seni budaya, sarana penelitian, sarana pelestarian dan pengembangan, serta saran pariwisata. Kawasan Perkampungan Budaya Betawi terletak di Kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa Kota Administrasi Jakarta Selatan dengan luas 289 Ha. Dengan batas fisik ; sebelah utara Jl. Mochamad Kahfi II sampai dengan Jl. Desa Putra (Jl. H. Pangkat), sebelah timur Jl. Desa Putra (H. Pangkat) Jl. Pratama (Wika, Mangga Bolong Timur) Jl. Lapangan Merah, sebelah selatan batas wilayah Provinsi DKI Jakarta dengan Kota Depok, sebelah barat Jl. Mohammad Kahfi IIDalam kawasan seluas 289 Ha dapat dengan mudah dijumpai aktifitas keseharian masyarakat Betawi seperti Latihan Main Pukul (Silat Betawi), ngederes, akekah, injek tanah, ngarak penganten (dewasa maupun penganten sunat), memancing, menjala, budidaya ikan tawar, bertani, berdagang, sampai pada kegiatan memasak/membuat makanan khas Betawi, seperti (sayur asem, sayur lodeh, soto mie, soto babat, ikan pecak, bir pletok, jus belimbing, kerak telor, laksa, toge goreng, dodol, tape uli, geplak, wajik dan aneka makanan dan minuman Betawi lainnya)Sebagai kawasan wisata budaya, wisata agro dan wisata air, Perkampungan Budaya Betawi, memiliki potensi lingkungan alam yang asri dan sangat menarik, yang sulit ditemukan ditengah hiruk pikuknya kota Jakarta. Dua buah setu alam yakni ; Setu Babakan dan Setu Mangga Bolong yang dikelilingi hijau dan rindangnya pohon-pohon buah khas Betawi (kecapi, Belimbing, Rambutan, sawo, melinjo, pepaya, pisang, jambu, nagka, Namnam) yang tumbuh sehat membumi dihalaman depan samping dan diantara rumah-rumah penduduk Betawi menjadikan Perkampungan Budaya Betawi sebagai obyek wisata yang paling lengkap dan menarik, serta menjadi pilihan utama bagi para wisatawan baik lokal maupun mancanegara.