Ruang Terbuka Hijau

23
ABSTRAK Kian hari kedaan kota-kota semakin memburuk. Keadaan yang memburuk tersebut ditandai dengan adanya degrdasi ekologis yang dialami oleh hampir semua kota. Degradasi eklogis kota menyebabkan perubahan iklim, kondisi air tanah yang buruk dan volume udara tercemar yang semakin mendominasi. Penuruan lingkungan yang memprihatinkan memerlukan sebuah penanganan intensif. Adapun penanganan tersbut dapat dilakukan dengan pemaksimalan RTH. Pada dasarnya RTH memiliki berbagai manfaat, selain sebagai sebuah alat untuk memperbaiki iklim yang berubah, RTH juga memiliki manfaat di bidang kesehatan dan ekonomi. Manfaat RTH di berbagai bidang tersebut mendukung kegiatan pemaksimalan RTH untuk mewujudkan kota yang berkelanjutan. Pemaksimalan RTH yang menjadi hal pokok dalam memperbaiki degradasi ekologis tersebut ditunjang dengan beberapa referensi bentuk RTH yang dapat digunakan untuk kegiatan perealisasian RTH. Bentuk- bentuk RTH tersebut dapat diaplikasikan dalam sebuah kota, sehingga degradsi ekologis dapat ditangani. Kata Kunci : ruang terbuka hijau, lingkungan, penurunan, keberlanjutan, pemaksimalan. 1

Transcript of Ruang Terbuka Hijau

ABSTRAK

Kian hari kedaan kota-kota semakin memburuk. Keadaan yang memburuk tersebut ditandai dengan adanya degrdasi ekologis yang dialami oleh hampir semua kota. Degradasi eklogis kota menyebabkan perubahan iklim, kondisi air tanah yang buruk dan volume udara tercemar yang semakin mendominasi. Penuruan lingkungan yang memprihatinkan memerlukan sebuah penanganan intensif. Adapun penanganan tersbut dapat dilakukan dengan pemaksimalan RTH. Pada dasarnya RTH memiliki berbagai manfaat, selain sebagai sebuah alat untuk memperbaiki iklim yang berubah, RTH juga memiliki manfaat di bidang kesehatan dan ekonomi. Manfaat RTH di berbagai bidang tersebut mendukung kegiatan pemaksimalan RTH untuk mewujudkan kota yang berkelanjutan. Pemaksimalan RTH yang menjadi hal pokok dalam memperbaiki degradasi ekologis tersebut ditunjang dengan beberapa referensi bentuk RTH yang dapat digunakan untuk kegiatan perealisasian RTH. Bentuk-bentuk RTH tersebut dapat diaplikasikan dalam sebuah kota, sehingga degradsi ekologis dapat ditangani.

Kata Kunci: ruang terbuka hijau, lingkungan, penurunan, keberlanjutan, pemaksimalan.

Pemaksimalan Ruang Terbuka Hijau, Sebuah Hal Yang Penting Bagi Keberlanjutan Setiap KotaDewasa ini kota mengalami penurunan ekologis,lingkungan kota mengalami perubahan ke arah yang lebih buruk. Salah satu hal nyata dari perubahan kota yang memburuk adalah banjir yang belum dapat diatasi dan bahkan semakin merajalela kian tahun di kota-kota besar di Indonesia. Keadaan kota yang semakin buruk tersebut disebabkan oleh ketidakseimbangan lingkungan yang ada didalamnya. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah elemen yang memiliki peranan untuk menjaga lingkungan kota. Menurut Purnomohadi ( 1995) dalam (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2006) pengertian Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah : (1) suatu lapangan yang ditumbuhi berbagai tetumbuhan, pada berbagai strata, mulai dari penutup tanah, semak, perdu dan pohon ( tanaman tinggi berkayu) ; (2) Sebentang lahan terbuka tanpa bangunan yang mempunyai ukuran, bentuk dan batas geografis tertentu dengan status penguasaan apapun, yang didalamnya terdapat tetumbuhan hijau berkayu dan tahunan ( perennial woody plants), dengan pepohonan sebagai penciri utama dan tumbuhan lainnya ( perdu, semak, rerumputan, dan , dan tumbuhan penutup tanah lainnya), sebagai tumbuhan , serta benda-benda lain yang juga sebagai pelengkap dan penunjang fungsi RTH yang bersangkutan. Keadaan lingkungan kota yang mengalami perubahan ke arah yang lebih buruk harus segera diatasi, karena jika penanganan tidak segera dilakukan, kota tidak dapat berlanjut dalam menjalankan fungsi untuk mengayomi setiap penduduknyaOleh karena itu, penulis melakukan studi tentang Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai solusi atas memburuknya keadaan ekologis kota. Metode penulisan yang digunakan penulis dalam karya tulis ilmiah ini adalah studi literatur atau kajian pustaka. Berdasarakan kajian pustaka yang telah dirujuk, penulis dapat menyimpulkan bahwa RTH memiliki peran yang penting bagi keberlanjutan kota, tanpa adanya RTH kota akan mengalami degradasi ekologis.Karya tulis ilmiah ini membahas keefektifan RTH untuk kebanyakan kota yang sedang mengalami keadaan yang memburuk. Bagian pertama dari karya ilmiah ini membahas tentang kota masa kini yang sedang mengalami degradasi ekologis. Adapun degrdasi ekologis dipaparkan dalam tiga bagian, yaitu perubahan iklim yang dialami oleh kota , kondisi air tanah yang buruk dan udara tercemar yang semakin mendominasi kota. Bagian kedua membahas manfaat dari RTH yang seharusnya diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat. Manfaat RTH akan dijelaskan dalam tiga aspek yaitu, manfaat RTH dalam memperbaiki iklim yang berubah, manfaat RTH di bidang kesehatan, dan manfaat RTH di bidang ekonomi. Adapun bagian ketiga berisikan pemaksimalan RTH untuk mewujudkan kota yang berkelanjutan. Pemaksimalan RTH tersebut merupakan suatu solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi degradasi ekologis kota dengan memberikan bentuk-bentuk RTH yang dapat diwujudkan.1. Kota Yang Mengalami Degradasi Ekologis 1.1 Perubahan iklim yang dialami oleh kotaIklim kota yang berubah merupakan bentuk nyata dari degradasi ekologis. Perubahan iklim kini tengah dialami beberapa kota seperti Jakarta, Semarang dan Malang. Perubahan iklim telah memberikan beberapa dampak bagi kota seperti perubahan temperatur udara harian, permukaan air laut yang naik, dan meningkatnya kejadian-kejadian alam yang ekstrim. Perubahan temperatur harian merupakan indikator yang menjelaskan bahwa iklim benar-benar telah berubah. Menurut Kompas (2013) data historis menunjukkan bahwa temperatur linear wilayah kota Malang naik berkisar 2,60 C per seratus tahun, hal tersebut didapat dari analisis data selama 25 tahun terakhir ( KLH, 2012). Perubahan iklim juga dirasakan secara jelas dengan terjadinya curah hujan yang semakin tinggi. pada tahun 2010 curah hujan di Kota Jakarta mencapai 300 sampai 500 hujan per bulannya, sedangkan batas normal curah hujan adalah 200 sampai 400 hujan per bulan, hal tersebut mengindikasikan bahwa curah hujan di kota Jakarta telah melebihi batas normalnya (Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, 2013). Perubahan curah hujan pada kota sebagai akibat dari perubahan iklim pada akhirnya menimbulkan banjir. Kurangnya wilayah resapan sebagai akibat minimnya RTH menyebabkan banjir semakin tidak terelakkan yang berakibat fatal baik bagi masyarakat maupun infrastruktrur kota. Salah satu akibat dari perubahan iklim yang lain adalah naiknya permukaan air laut. Permukaan air laut yang naik adalah dampak dari mencairnya es di kutub yang merupakan hasil pemanasan global. Kurangnya RTH atau lahan hijau merupakan salah satu penyebab dari pemanasan global tersebut. Adapun dampak dari kenaikan permukaan air laut salah satunya ialah rob yang khususnya terjadi di wilayah pesisir seperti kota Semarang, kabupaten Pekalongan dan lain-lain. Rob yang merupakan akibat dari kenaikan air laut menjadi permasalahan yang serius di wilayah pesisir Semarang. Kerugian dialami oleh masyarakat di sekitar pesisir maupun dari luar pesisir. Bagi masyarakat pesisir, rob yang melanda tempat di mana mereka tinggal memberikan kerugian yang besar. Aktivitas secara normal bahkan sulit untuk dilakukan. Hunian dan lahan terendam oleh air, dan dapat dipastikan mereka mengalami kerugian ekonomi. Bagi masyarakat di luar pesisir pun rob juga memberi kerugian, jalan dan infrastruktur umum yang terendam banjir menjadi kendala untuk melaksanakan aktvitas mereka sehari-hari. Rob memberikan masalah kompleks bagi masyarakat pada umumnya. Perubahan iklim yang mengakibatkan meningkatnya suhu udara di kota, perubahan curah hujan dan kenaikan air laut dapat memicu kejadian-kejadian ekstrim. Curah hujan yang semakin meningkat dapat mengakibatkan banjir yang besar. Banjir yang besar merupakan sedikit dari banyak contoh kejadian-kejadian ekstrim yang ada.1.2 Kondisi Air Tanah Kota Yang MemburukDegradasi ekologis di kota memberikan berbagai dampak yang salah satunya ialah memburuknya kondisi air tanah . Kondisi air tanah yang memburuk merupakan hal yang sangat mengancam keberlanjutan kota karena air merupakan hal yang vital bagi suatu kehidupan, sedangkan sebuah kota sendiri tidak akan pernah terlepas dari suatu kehidupan. Tanpa kehidupan di dalamnya, kota akan mati, hal tersebut yang membuat air menjadi hal yang pokok bagi sebuah kota. Penurunan lingkungan atau degradasi ekologis yang ditandai dengan memburuknya keadaan air tanah terjadi karena banyaknya kegiatan manusia baik dari kegiatan sosial maupun kegiatan ekonomi. Memburuknya lingkungan akibat kegiatan itu berpengaruh terhadap bumi secara keseluruhan baik pada masa sekarang maupun pada masa yang akan datang. Peningkatan emisi CO2 yang menyertai konsumsi bahan bakar fosil dan pemanasan global berakibat pada memburuknya kualitas air, meningkatnya limbah akibat perubahan gaya hidup, dan lain-lain (Ensikolopedi Teknologi Nuklir, n.d.).1.3 Volume Udara Tercemar Yang semakin Meningkat di KotaUdara merupakan hal yang pokok bagi makhluk hidup. Sebuah kota yang merupakan wadah bagi makhluk hidup seharusnya dapat memberikan udara yang bersih untuk menunjang berlangsungnya tonggak kehidupan di dalamnya. Pada kenyataanya kian waktu kota justru tidak dapat memberikan secara cukup pasokan udara yang bersih. Berdasarkan perhitungan metode LEAP ( long- range energy alternative planning) dan laju pertumbuhan sektor transportasi dengan mempertimbangkan traffic-demand, tingkat emisi CO2 DKI Jakarta pada tahun 2010 mencapai 32.754,57 ton per hari, dan diperkirakan pada tahun 2015 dapat mencapai 38.322,46 ton per hari, hal tersebut dilansir dari PPE-ITB tahun 2000 (Joga & Ismaun, 2011), hal tersebut mengindikasikan bahwa udara tercemar diperkirakan akan semakin meningkat dan dapat dipastikan hal tersebut dapat membahayakan Jakarta. Udara tercemar merupakan hasil dari berbagai kendaraan di kota-kota besar seperti Jakarta. Kendaraan- kendaraan tersebut bahkan menghasilkan gas CO yang berbahaya untuk kesehatan. Gas-gas tersebut menyebabkan udara di kota tercemar dan sudah seharusnya penanganan akan masalah tersebut segera dilakukan.2. Manfaat Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang seharusnya diketahui oleh seluruh lapisan masyarakatRTH memiliki kemampuan memulihkan penurunan lingkungan kota. Manfaat RTH belum diketahui oleh sebagian besar masyarakat, padahal kesadaran akan betapa bermanfaatnya RTH dapat mempermudah kegiatan pemaksimalan RTH yang menunjang keberlanjutan kota.2.1 Manfaat RTH untuk memperbaiki iklim yang berubah Ruang Terbuka Hijau (RTH) memiliki kekuatan dalam kegiatan penekanan perbaikan iklim. Perubahan temperatur kota yang merupakan akibat dari iklim yang berubah merupakan objek dari manfaat RTH. Kota yang mengalami perubahan temperatur udara harian merupakan salah satu akibat dari perubahan iklim yang terjadi. Perubahan temperatur di kota pada dasarnya juga dikarenakan kurangnya RTH di kota tersebut. Adanya lahan hijau yang dalam hal ini diwujudkan dalam bentuk RTH dapat memberikan temperatur yang sejuk dan memperbaiki temperatur yang telah berubah, yang kian hari kian meningkat. Menurut Purnomohadi (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2006) kemampuan RTH dalam memberikan udara yang sejuk dibuktikan oleh penelitian di Jakarta yang membuktikan bahwa suhu di sekitar kawasan RTH ( di bawah pohon teduh), dibanding dengan suhu di luarnya dapat mencapai perbedaan angka sampai 2-4 derajat celcius. Apabila dalam suatu kota mempunya titik-titik hijau yang banyak, dapat dipastikan temperatur sejuk kota dapat dicapai.Selain memberikan udara yang sejuk bagi masyarakat, temperatur kota yang menurun juga akan mengurangi intensitas kegiatan pemanasan global yang disumbangkan oleh kebanyakan kota. Menurunnya kegiatan pemanasan global juga memiliki arti penurunan peluang kejadian-kejadian ekstrim, karena pemanasan global pada dasarnya merupakan sumber dari berbagai penyebab terjadinya kejadian-kejadian ekstrim seperti badai dan hujan. Badai dan hujan merupakan akibat dari peningkatan suhu udara yang menghasilkan energi panas dan uap yang berlebih di atmosfer. Selain itu, menghangatnya air laut akibat pemanasan global juga mengakibatkan terumbu karang dan habitat ikan laut rusak (Joga & Ismaun, 2011).2.2 Manfaat RTH di bidang kesehatanPada dasarnya, suatu Ruang Terbuka (RT) memilik peran dalam menjaga lingkungan kesehatan. Hal tersebut diungkapkan oleh Departemen Geografi UCL, London WC1E 6BT, United Kingdom (Paquet et al., 2013) bahwasanya kesehatan kardiometabolik dipengaruhi oleh tingkat keluasan, kehijauan dan fungsi aktif atau pasif nya Ruang Terbuka. Adanya peran tingkat kehijauan dalam hal tersebut menunjukkan bahwa RTH memiliki fungsi dalam pemeliharaan lingkungan sehat bagi masyarakat kota.(Richardson, Pearce, Mitchell, & Kingham, 2013) tingkat kehijuan suatu lingkungan dapat mempengaruhi kesehatan mental seseorang. RTH juga memiliki peran dalam pemeliharaan udara. Pemeliharaan udara yang dimaksudkan adalah kegiatan tanaman yang khususnya pada siang hari di mana tanaman tersebut menghasilkan oksigen (O2) dalam jumlah besar dan menyerap karbon dioksida ( CO2) dan zat pencemar lain seperti karbon monoksida (CO) yang dapat membahayakan kesehatan pernafasan. (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2006). Pembuktian kemampuan tumbuhan dalam membentuk udara bersih dapat diketahui dari hasil studi penelitian Bernatzky yang terdapat dalam (1978 : 21-24) yang menunjukkan bahwa setiap satu ha RTH yang ditanam pepohonan, perdu, semak dan penutup tanah, dengan jumlah permukaan daun seluas lima ha, maka sekitar 900 Kg CO2 akan dihisap dari udara dan melepaskan sekitar 600 Kg O2 dalam waktu 12 jam (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2006)2.3 Manfaat RTH di bidang ekonomiSelain perannya sebagai pemelihara fungsi ekologis, RTH juga memiliki peran sebagai penunjang dalam fungsi ekonomi. Peran RTH dalam bidang ekonomi tersebut terletak pada kemampuan tumbuhan (komponen utama RTH) dalam memproduksi sebagian besar kebutuhan hayati manusia. Tumbuhan memiliki kemampuan menghasilkan kebutuhan hayati manusia seperti: beras; buah, sayur; tanaman obat dan lain-lain yang keseluruhannya menjadi hal yang penting bagi manusia. Tumbuhan juga dapat memberikan manfaat bagi manusia dengan tanpa memberikan pencemaran namun justru memiliki kemampuan mengurangi pencemaran yang ada. Kemampuan tersebut menjadi nilai tambah bagi RTH. Tumbuhan merupakan produser yang multifungsi (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2006). Perwujudan tumbuhan sebagai produsen multifungsi sebenarnya dapat diwujudkan dalam bentuk RTH. Adanya RTH yang berisikan tumbuhan produsen akan memberikan hasil yang nyata bagi perekonomian suatu kota, di mana hasil dari tumbuhan tersebut dapat dijadikan sumber kebutuhan manusia yang pada akhirnya juga memberi manfaat dalam bidang ekonomi.

3. Pemaksimalan RTH untuk mewujudkan kota yang berkelanjutanPerwujudan kota yang berkelanjutan tidak akan terlepas dari peran ruang terbuka hijau (RTH). Kota yang berkelanjutan merupakan kota yang memelihara keadaan baik nya dari masa kini dan untuk di masa mendatang. Klasifikasi aspek dari keadaan baik tersebut antara lain adalah aspek ketersediaan air bersih, udara sehat, iklim yang normal dan perekonomian yang sehat. Pemaksimalan RTH merupakan titik temu dari permasalahan dalam mewujudkan kota yang berkelanjutan. Pemerintah bahkan memberikan amanat bagi setiap kota untuk memiliki 30 persen RTH dari keseluruhan wilayahnya. Amanat tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Pengadaan batasan minimal 30 persen RTH dalam kota merupakan salah satu upaya pemerintah dalam menciptakan kota yang berkelanjutan. Pemaksimalan RTH dengan batasan minimal 30 persen tersebut bukan merupakan hal yang mudah untuk dicapai, akan tetapi bukan juga hal yang tidak mungkin untuk dicapai. Beragam usaha yang dilakukan secara berlanjut dan tertib tentunya akan membuahkan hasil yang nyata.3.1 Bentuk RTH yang dapat diwujudkan di kotaMenurut Direktorat Jenderal Penataan Ruang (2006) bentuk-bentuk dari RTH antara lain adalah model Taman Kota dan Taman Lingkungan, Taman Rukun Warga, Taman Kelurahan, Taman Kecamatan, Taman Kota, RTH Pemakaman, RTH Lingkungan Perumahan Kecil, RTH Pada Jalan Sempit, RTH Pada Sempadan Sungai, dan Hutan Kota. 3.1.1 Model Taman Kota dan Taman LingkunganModel Taman Kota dan Taman Lingkungan merupakan taman yang melayani penduduk untuk satu Rukun Tetangga khusunya untuk balita, ibu rumah tangga dan manula. 3.1.2 Model Taman Rukun Warga Taman Rukun Warga merupakan taman yang melayani penduduk satu Rukun Warga dengan standar luas taman adalah 0,5 meter per penduduk dan dalam radius 200 sampai 300 meter. 3.1.3Model Taman KelurahanTaman Kelurahan mencakup seluruh penduduk dalam satu kelurahan dengan kisaran sebanyak 3000 penduduk. Taman Kelurahan tersebut juga memiliki fungsi lain yaitu sebagai pusat kegiatan masyarakat seperti pertunjukan seni, pameran pembangunan, perayaan hari besar nasional, kegiatan olahraga dan lain-lain. Luas taman kelurahan sesuai dengan standar adalah 0,3 meter per penduduk.3.1.4Model Taman KecamatanAdapun Taman Kecamatan memiliki fungsi untuk melayani penduduk dalam satu kecamatan dengan jumlah dengan kisaran 120.000 penduduk dengan fungsi yang sama seperti Taman kelurahan. 3.1.5 Model Taman KotaFungsi dari taman kota adalah untuk melayani penduduk kota dalam bidang penyelenggaraan kegiatan baik yang aktif maupun pasif. Taman kota biasanya terletak di pusat kota dan dilengkapi dengan beberapa fasilitas olahraga.3.1.6RTH PemakamanRTH Pemakaman merupakan sebuah inovasi yang dikeluarkan dikarenakan keprihatinan kurangnya RTH di kota. Pada umumnya pemakaman di kota lebih didominasi oleh elemen perkerasan dan hampir membutuhkan banyak tempat. Adanya dominasi elemen hijau dalam bentuk RTH Pemakaman merupakan inovasi untuk memperbanyak jumlah RTH selain itu, RTH Pemakaman dapat memberi kesan yang teduh untuk pemakaman.3.1.7RTH Lingkungan Perumahan KecilKompleks perumahan yang cenderung kecil bukanlah sebuah alasan untuk meniadakan RTH di dalamnya. RTH dapat diwujudkan dengan taman yang minimalis namun tidak menghilangkan fungsi ekologisnya.3.1.8RTH Pada Jalan Lingkungan SempitJalanan sempit yang biasanya berada di perkampungan dapat dihijaukan dengan pemberian vegetasi atau tumbuhan di sepanjang jalan tersebut. Tumbuhan tersebut biasanya berupa tanaman pot yang dapat diletakkan di sepanjang jalan yang sempit tersebut. Meski tidak berukuran besar, tumbuhan pot tersebut dapat memiliki peran untuk menjaga udara di lingkungan tersebut.3.1.9RTH Pada Sempadan SungaiPembuatan RTH Sempadan Sungai merupakan langkah dalam mewujudkan jalur hijau. Selain untuk mewujudkan jalur hijau, RTH pada sempadan sungai juga bermanfaat untuk memperkokoh tanah di pinggir sungai, adanya pepohonan di sepanjang sungai dapat mengurangi erosi.3.1.10Hutan KotaHutan Kota merupakan suatu miniatur hutan yang ada di kota. Hutan kota secara ideal memiliki luas minimal 2500 meter dengan berbentuk jalur, mengelompok atau menyebar. Hutan Kota secara struktural dibagi menjadi dua, yaitu hutan kota berstrata dua dan hutan kota berstrata banyak. Hutan Kota berstrata dua adalah hutan kota yang memiliki dua tingkat tanaman, yaitu pohon dan rumput, sedangkan Hutan Kota berstrata banyak adalah hutan kota yang memiliki beragam tingkat tanaman, mulai dari pohon, perdu semak, liana, dan penutup tanah. Hutan Kota berstrata banyak memiliki kemampuan yang baik dalam melindungi tanah dari erosi serta berperan aktif dalam menurunkan suhu perkotaan.Selain bentuk-bentuk tersebut, perwujudan RTH secara inovatif juga dapat dilaksanakan untuk memenuhi 30 persen RTH dalam kota. Salah satu bentuk inovatif tersebut ialah membentuk RTH yang merupakan hasil pengembangan fungsi infrastruktur kota yang dihijaukan. Bentuk nyata dari pengembangan infrastruktur hijau adalah usaha pemerintah Yogyakarta dalam menambahkan fungsi RTH di Terminal Giwangan. Lahan yang sempit di Yogyakarta bukan menjadi alasan untuk tidak merealisasikan wilayah 30 persen RTH. Terminal Giwangan yang terletak di Yogyakarta dikembangkan fungsinya menjadi RTH dengan memberi taman lalu lintas dan berbagai fasilitas yang dapat digunakan untuk publik. Selain sebagai sarana penghijauan, taman lalu lintas di kawasan terminal Giwangan juga menjadi sarana edukasi keselamatan lalu lintas bagi siswa yang khusunya masih duduk di taman kanak-kanak atau sekolah dasar (Kuala et al., 2013). Hal tersebut merupakan langkah nyata dan inovatif dalam rangka pemaksimalan RTH untuk mewujudkan kota yang berkelanjutan.Pada dasarnya RTH merupakan solusi untuk memperbaiki kota yang mengalami degradasi ekologis. Ruang Terbuka Hijau (RTH) memiliki peran yang vital bagi keberlanjutan sebuah kota, oleh karena itu pemaksimalan RTH untuk mewujudkan kota yang berkelanjutan sangat diperlukan.

Daftar PustakaDirektorat Jenderal Penataan Ruang. (2006). Ruang Terbuka Hijau Sebagai Unsur Utama Tata Ruang Kota. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.Ensikolopedi Teknologi Nuklir. (n.d.). PENGARUH MASALAH LINGKUNGAN GLOBAL. Retrieved January 02, 2014, from w w w .batan.go.id/ensik lopedi/01/01/02/03/01-01-02-03.htmJoga, N., & Ismaun, I. (2011). RTH 30%! Resolusi (Kota) Hijau. Jakarta: Gramedia Utama.Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. (2013). Masuki Musim Hujan , Curah Hujan Kian Tinggi. Retrieved January 03, 2014, from w w w .menk ok esra.go.id/content/masuk i-musim-hujan-curah-hujan-k ian-tinggiKompas. (2013). Perubahan Iklim di Indonesia. Retrieved January 02, 2014, from ttp://sains.kompas.com/read/2013/04/01/11290330/Perubahan.Iklim.di.IndonesiaKuala, H. I., Indonesia, T., Indonesia, M. O., Seasons, G., Kuala, H., Lumpur, V. K., Terkait, B. (2013). Ruang terbuka hijau Giwangan dibuka awal 2014. Retrieved January 02, 2014, from w w w .antaray ogy a.com/berita/318137/ruang-terbuk a-hijau-giw angan-dibuk a-aw al-2014Paquet, C., Orschulok, T. P., Coffee, N. T., Howard, N. J., Hugo, G., Taylor, a W., Daniel, M. (2013). Are accessibility and characteristics of public open spaces associated with a better cardiometabolic health? Landscape and Urban Planning, 118, 7078. doi:10.1016/j.landurbplan.2012.11.011Richardson, E. a, Pearce, J., Mitchell, R., & Kingham, S. (2013). Role of physical activity in the relationship between urban green space and health. Public health, 127(4), 31824. doi:10.1016/j.puhe.2013.01.004

2