RPR KELOMPOK (2).docx

15
MAKALAH IMMUNOSEROLOGI “Pemeriksaan RPR” Oleh: Ni Luh Arnitasari (P07134011011) Putu Murnitha Sari Rahayu (P07134011013) Kadek Ayu Candra Duhita (P07134011015) A.A. Putu Sintya Darmayani (P07134011017) Komang Bayu Hendrawan (P07134011019) 1

Transcript of RPR KELOMPOK (2).docx

Page 1: RPR KELOMPOK (2).docx

MAKALAH IMMUNOSEROLOGI

“Pemeriksaan RPR”

Oleh:

Ni Luh Arnitasari (P07134011011)

Putu Murnitha Sari Rahayu (P07134011013)

Kadek Ayu Candra Duhita (P07134011015)

A.A. Putu Sintya Darmayani (P07134011017)

Komang Bayu Hendrawan (P07134011019)

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN DIII ANALIS KESEHATAN

2013

1

Page 2: RPR KELOMPOK (2).docx

RPR TEST

PEMERIKSAAN RAPID PLASMA REAGIN (RPR)

I. TUJUAN

1.1 Untuk mendeteksi adanya antibodi non-treponema (reagin) dalam serum atau

plasma pasien secara kualitatif dan semi-kuantitatif.

II. METODE

Metode yang digunakan dalam pemeriksaan RPR ini adalah metode flokulasi

secara kualitatif dan semi-kuantitatif.

III. PRINSIP

Reaksi flokulasi secara imunologis yang terjadi antara antibodi-non treponemal

(reagin) yang terdapat dalam serum/plasma pasien dengan antigen lipoid yang terdapat

pada reagen RPR. Antigen RPR yang digunakan merupakan modifikasi dari antigen

VDRL yang mengandung mikro partikel karbon.

IV. DASAR TEORI

A. SIFILIS

Sifilis adalah salah satu penyakit menular seksual yang disebabkan oleh

Treponema pallidum. Penyakit tersebut ditularkan melalui hubungan seksual, penyakit

ini bersifat laten atau dapat kambuh lagi sewaktu-waktu selain itu bisa bersifat akut dan

kronis. Penyakit ini dapat cepat diobati bila sudah dapat dideteksi sejak dini. Kuman

yang dapat menyebabkan penyakit sifilis dapat memasuki tubuh dengan menembus

selaput lendir yang normal dan mampu menembus plasenta sehingga dapat menginfeksi

janin ( Soedarto, 1990 ).

Treponema dapat melewati selaput lendir yang normal atau luka pada kulit. 10-90

hari sesudah Treponema memasuki tubuh, terjadilah luka pada kulit primer (chancre atau

ulkus durum). Chancre ini kelihatan selama 1-5 minggu dan kemudian sembuh secara

spontan. Tes serologik untuk sifilis biasanya nonreaktif pada waktu mulai timbulnya

chancre, tetapi kemudian menjadi reaktif sesudah 1-4 minggu atau 2-6 minggu sesudah

tampak luka primer, maka dengan penyebaran Treponema pallidum diseluruh badan

melalui jalan darah, timbulah erupsi kulit sebagai gejala sifilis sekunder.

2

Page 3: RPR KELOMPOK (2).docx

Erupsi pada kulit dapat terjadi spontan dalam waktu 2-6 minggu. Pada daerah

anogenital ditemukan kondilomata lata. Tes serologik hampir seluruh positif selama fase

sekunder ini, sesudah fase sekunder, dapat terjadi sifilis laten yang dapat berlangsung

seumur hidup, atau dapat menjadi sifilis tersier. Pada sepertiga kasus yang tidak diobati,

tampak manifestasi yang nyata dari sifilis tersier.

B. IMUNOASSAY UNTUK PENYAKIT SIFILIS

Immunoassay untuk sifilis memegang peranan yang penting dalam diagnosis

laboratorium dari penyakit sifilis, sebab perjalanan penyakit lama dan sampai dewasa ini

T. pallidum belum berhasil untuk dibenihkan pada suatu media perbenihan. Sedangkan

pemeriksaan secara langsung (mikroskopis) hanya dapat dikerjakan pada bahan yang

diambil dari lesi lues (ulcus durum, condylomata lata, dan reseola) yang seringkali hanya

muncul dalam waktu yang relatif singkat dan sering memberi hasil yang negatif semu

(Ihwan, 2013).

Suatu infeksi dengan suatu kuman, umumnya akan membangkitkan pembentukan

antibodi pada tubuh penderita. Demikian juga halnya pada infeksi dengan T.pallidum.

Pembentukan antibodi pada penderita sifilis baru terjadi setelah agak lama penderita

menderita penyakit tersebut, yaitu dimulai pada akhir stadium pertama atau permulaan

stadium kedua. Hal ini terutama disebabkan oleh karena kuman ini diliputi oleh suatu

selaput mucoid yang menyebabkan kuman ini menjadi kebal terhadap fagositosis (Ihwan,

2013).

Dari segi immunoassay, suatu infeksi dengan T.pallidum yang dikenal sebagai

penyebab dari sifilis akan menimbulkan 2 jenis antibodi sebagai berikut (Ihwan, 2013):

1. Antibodi non-treponema atau reagin

Antibodi non-treponema atau reagin adalah antibodi yang terbentuk akibat

reaksi bahan-bahan yang dilepaskan karena kerusakan sel yang disebabkan oleh

penyakit sifilis atau penyakit infeksi yang lain. Antibodi ini baru terbentuk setelah

penyakit menyebar ke kelenjar limfe regional dan menyebabkan kerusakan jaringan.

Antibodi ini memberikan reaksi silang dengan beberapa antigen dari jaringan lain

seperti misalnya dengan antigen lipoid dari ekstrak otot jantung.

Reagin adalah campuran antibodi IgG, IgM dan IgA terhadap beberapa antigen

yang banyak terdapat pada jaringan rusak. Reagin ditemukan dalam serum penderita

setelah 2-3 minggu infeksi sifilis yang tidak diobati dan dalam cairan spinal setelah

4-8 minggu infeksi.

3

Page 4: RPR KELOMPOK (2).docx

2. Antibodi treponema

Antibodi treponema yaitu antibodi yang bereaksi dengan antigen Treponema

dan closely related strains. Uji treponema bertujuan untuk mendeteksi adanya

antibodi terhadap antigen treponema dan sebagai konfirmasi dari hasil positif tes

skrining nontreponema atau konfirmasi adanya proses infeksi pada hasil negatif tes

nontreponema pada fase laten (laten disease). Dalam golongan antibodi ini dapat

dibedakan 2 jenis antibodi, yaitu:

Group treponema antibodi, yaitu antibodi terhadap antigen somatik yang

dimiliki oleh semua Treponema.

Antibodi treponema yang spesifik, yaitu antibodi terhadap antigen spesifik dari

T.pallidum.

Macam Immunoassay untuk Sifilis

Berdasarkan kenyataan tersebut di atas maka immunoassay untuk sifilis dapat

dibagi menjadi 3 golongan besar, yaitu (Ihwan, 2013) :

1. TSS (Tes Serologik Sifilis) yang menggunakan reagin sebagai antibodi dan lipoid

sebagai antigen. Termasuk di sini yaitu:

a) VDRL (Veneral Disease Research Laboratory); merupakan uji presipitasi.

b) RPR (Rapid Plasma Reagin); merupakan uji flokulasi.

c) CWR (Cardiolipin Wassermann); merupakan uji faksasi komplemen.

2. Immunoassay yang mempergunakan beberapa strain saprofitik dari treponema.

a) Reiter Protein Complement Fixation (RPCF); merupakan uji fiksasi

complement.

3. Immunoassay yang menggunakan T.pallidum sebagai antigen. Termasuk disini

adalah:

a) Treponema pallidum Complement Fixation

b) Treponema Wasserman (T-WR)

c) Treponama pallidum immobilization (TPI)

d) Treponema pallidum immobilization Lyzozym (TPIL)

e) Treponema pallidum immobilization-Symplification

f) Flurorescence Troponemal antibodi-5 (FTA-5)

g) FTA-200

h) FTA-absorption

i) FTA-inhibitori

4

Page 5: RPR KELOMPOK (2).docx

j) Treponema pallidum Hamagglutination (TPHA);merupakan uji aglutinasi

k) Treponema pallidum immunoaneadhrence (TPIA)

l) ELISA-Treponema pallidum

Sensitivitas dari immunoassay untuk sifilis tidaklah sama dalam setiap stadium

dari sifilis. Sensitivitas dari berbagai imumunoassay pada beberapa stadium sifilis yaitu

(Olansky,1971) :

Stadium

penyakit

Uji serologis non

Treponema

Uji serelogi

Treponema

VDRL CWR TPI FTA-Abs ELISA

Lues I 76% 65% 53% 86% 1005

Lues II 100% 100% 98% 100% 100%

Laten dini 95% 95% 94% 99% 100%

Laten lanjut 72% 65% 89% 96% 100%

Lanjut (tertiary) 70% 60% 93% 92% 98-100%

C. PEMERIKSAAN RPR (Rapid Plasma Reagin) dan VDRL (Veneral Disease

Research Laboratories)

Uji non-treponema adalah uji yang mendeteksi antibodi-nontreponema atau

antibodi antikardiolipin (IgG, IgA dan IgM) atau reagin di dalam serum seseorang.

Antigen yang digunakan adalah lipoid yang diekstrak dari jaringan mamalia normal,

biasanya menggunakan kardiolipin jantung sapi. Zat ini memerlukan tambahan lesitin

dan kolesterol lainnya untuk bereaksi dengan “reagin” sifilis. Tes ini didasarkan bahwa

lipoid tetap tersebar dalam serum normal tetapi terlihat menggumpal bila bergabung

dengan reagin. Karena uji ini tidak langsung mendeteksi terhadap

keberadaan Treponema pallidum itu sendiri, maka uji ini bersifat non-spesifik. Yang

termasuk uji non-treponema diantaranya adalah RPR (Rapid Plasma Reagin) dan VDRL

(Veneral Disease Research Laboratories). Tes VDRL selain digunakan untuk skrining

penyakit sifilis juga dapat digunakan untuk monitoring respon terapi, deteksi kelainan

saraf dan membantu diagnosis pada sifilis kongenital.

5

Page 6: RPR KELOMPOK (2).docx

Ada sedikit perbedaan mengenai antigen pada reagen VDRL dan RPR. Antigen

pada tes VDRL terdiri atas campuran kardiolipin, fosfatidil kolin dan kolesterol. Tes

RPR memakai antigen kardiolipin yang disertai mikro-partikel karbon.

Pemeriksaan RPR merupakan suatu pemeriksaan skrining cepat terhadap sifilis.

sebagai suatu pemeriksaan antibodi non-treponema serupa dengan VDRL. Pemeriksaan

RPR mendeteksi reagin antibodi dalam serum dan lebih sensitif tetapi kurang spesifik

daripada VDRL. Seringkali digunakan pada darah donor untuk mendeteksi sifilis.

Sebaiknya hasil RPR positif dikonfirmasikan dengan pemeriksaan VDRL dan atau FTA-

ABS. Pemeriksaan VDRL juga merupakan pemeriksaan penyaring atau skrining test,

dimana apabila VDRL positif maka akan dilanjutkan dengan pemeriksaan TPHA

(Treponema  Phalidum Heamaglutinasi). Hasil uji serologi tergantung pada stadium

penyakit misalnya pada infeksi primer hasil pemeriksaan serologi biasanya menunjukkan

hasil non reaktif. Treponema palidum dapat ditemukan pada chancre. Hasil serologi akan

menunjukan positif 1-4 minggu setelah timbulnya chancre. Dan pada infeksi sekunder

hasil serologi akan selalu positif dengan titer yang terus meningkat. Tes VDRL atau RPR

yang positif akan menjadi negatif dalam 6-18 bulan setelah pengobatan sifilis yang

efektif.

Dalam tes non-treponema dapat ditemukan hasil tes positif palsu maupun negatif

palsu. Hasil positif palsu yang diakibatkan oleh adanya reagin pada berbagai macam

penyakit manusia, diantaranya malaria, lepra, campak, mononukleosis infeksiosa,

penyakit kolagen vaskuler dan keadaan-keadaan akut seperti hepatitis, infeksi virus,

kehamilan atau proses kronik seperti kerusakan pada jaringan penyambung. Tingginya

titer antibodi (prozone phenomenon) yang sering ditemukan pada sifilis sekunder.

V. ALAT DAN BAHAN

A. ALAT

1. Slide test berlatar belakang putih

2. Mikropipet 50 μl

3. Yellow tip

4. Rotator (jika diperlukan)

5. Timer (Stopwatch)

6. Pipet pengaduk disposible

7. Needle

6

Page 7: RPR KELOMPOK (2).docx

B. BAHAN

1. Sampel serum

2. RPR test kit (merck α SHIELD, e.d : Desember 2013, suhu penyimpanan 2-

8o C) yang terdiri atas :

- Kontrol serum positif

- Kontrol serum negatif

- Reagen RPR

3. Buffer saline (NaCl 0,85 %)

VI. CARA KERJA

A. Uji Kualitatif

1. Alat dan bahan yang diperlukan disiapkan terlebih dahulu.

2. Test kit dan sampel serum dikondisikan pada suhu kamar sebelum digunakan.

3. Kontrol serum positif, kontrol serum negatif dan sampel serum dihomogenkan,

kemudian masing-masing diteteskan sebanyak satu tetes (50 μl) ke dalam tiga

buah lingkaran pada slide test secara berurutan.

4. Reagen RPR Carbon dipindahkan dari botol reagen ke botol plastic yang ada

dalam RPR Test Kit merk Shield Diagnostic.

5. Needle dipasangkan pada ujung botol plastic yang telah berisi reagen RPR

Carbon.

6. Reagen RPR dihomogenkan kemudian diteteskan sebanyak 1 tetes pada

masing-masing lingkaran tersebut dengan menggunakan pipet yang tersedia.

7. Kontrol serum positif, kontrol serum negatif, sampel serum dan reagen RPR

pada masing-masing lingkaran dihomogenkan ke seluruh area lingkaran

menggunakan pipet pengaduk disposible yang berbeda untuk setiap lingkaran.

8. Slide test dimiringkan dan digoyang-goyangkan ke depan dan ke belakang

secara perlahan-lahan atau diputar menggunakan rotator selama delapan menit.

9. Flokulasi yang terbentuk diamati segera setelah slide digoyangkan selama

delapan menit.

10. Interpretasi hasil :

7

Page 8: RPR KELOMPOK (2).docx

a.  REAKTIF  KUAT      :  Bila tampak gumpalan sedang atau besar di tengah

dan di pinggir lingkaran.

b.  REAKTIF LEMAH :  Bila tampak gumpalan kecil-kecil halus pada pinggir

lingkaran.

c.  NON REAKTIF     :  Bila tidak tampak flokulasi/gumpalan

11. Hasil pemeriksaan positif ( reaktif kuat dan reaktif lemah) pada pemeriksaan

kualitatif dilanjutkan pada pemeriksaan semi-kuantitatif.

B. Uji Semi Kuantitatif

1. Alat dan bahan yang diperlukan dipersiapkan terlebih dahulu.

2. Test kit dan sampel serum dikondisikan pada suhu kamar sebelum digunakan.

3. Slide test berwarna putih disiapkan.

4. Larutan NaCl 0,85% diteteskan sebanyak 1 tetes (±50 μl) pada lingkaran

pertama sampai kelima pada slide test.

5. Sampel serum dipipet sebanyak 50 μl lalu diteteskan pada lingkaran pertama.

6. Larutan NaCl 0,85 % dan sampel serum pada lingkaran pertama dihomogenkan.

Kemudian campuran yang telah homogen tersebut dipipet sebanyak 50 μl dan

pindahkan ke lingkaran kedua. Langkah tersebut diulangi sampai lingkaran

kelima.

7. Campuran dari lingkaran kelima dipipet 50 μl kemudian dibuang.

8. Sebanyak satu tetes reagen RPR diteteskan pada lingkaran pertama sampai

kelima. Reagen dan sampel dihomogenkan.

9. Slide test dimiringkan dan digoyang-goyangkan ke depan dan ke belakang

secara perlahan-lahan atau diputar dengan menggunakan rotator selama delapan

menit.

10. Pembacaan hasil dilakukan segera setelah slide digoyang-goyangkan / diputar

selama delapan menit.

11. Flokulasi yang terbentuk diamati dan diinterpretasikan.

Interpretasi hasil :

Pembacaan hasil yaitu lingkaran terakhir yang memberikan hasil pemeriksaan

positif (terjadi flokulasi)

Lingkaran Pengenceran

8

Page 9: RPR KELOMPOK (2).docx

1 ½

2 ¼

3 1/8

4 1/16

5 1/32

H.     INTERPRETASI HASIL

1.   Kualitatif

Laporan hasil dengan menyebutkan non-reaktif, reaktif lemah atau reaktif

a.      REAKTIF               :  Bila tampak gumpalan sedang atau besar di tengah dan

di pinggir lingkaran.

b.      REAKTIF LEMAH: Bila tampak gumpalan kecil-kecil halus pada pinggir

lingkaran.

c.     NON REAKTIF     :  Bila tidak tampak flokulasi/gumpalan

2.   Semi-Kuantitatif

Laporan hasil pada pemeriksaan semi-kuantitatif yaitu dengan menentukan

lingkaran paling akhir yang menunjukkan terjadinya flokulasi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim a. 2009. ”Syphilis” . diakses di: http://www. mass.gov/ Eeohhs2/docs /dph/cdc/

facts heets/syphilis.pdf. diakses tanggal 19 April 2013

9

Page 10: RPR KELOMPOK (2).docx

Anonim b. 2011. ”Tes VDRL” . diakses di http://andesvacorp-jumbox. blogspot.com

/2011/10/test-vdrl-tpha-mengetahui-penularan.html. diakses tanggal 19 April

2013

Aprianti, S dan Pakasi R, Hardjoeno. 2003. Tes Sifilis dan Gonorrhoe dalam

Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik. Makassar : LEPHAS Unhas.

Fahmi, Sjaiful D. 2003. Penyakit Menular Seksual. Jakarta : FKUI.

Faramitha, Renny. “Protap Pemeriksaan VDRL”. diakses di : http://ciputgv07. blogspot.

com/2009/11/protap-pemeriksaan-vdrl.html. diakses tanggal 19 April 2013

Handojo I. 2004. Imunoasai Untuk Penyakit Sifilis dalam Imunoasai Terapan pada

Beberapa Penyakit Infeksi. Surabaya : Airlangga University Press.

Ihwan, Ahmad. 2013. ”Sifilis dan Penanganannya” . diakses di : http://ahmad ihwan.

blogspot.com/ diakses tanggal 19 April 2013

Maulana, Imam. 2012. “Sifilis”. diakses di : http:// kojautara. blogspot.com/ 2012/11/

sifillis-oh-sifillis.html. diakses tanggal 19 April 2013

Satrio, Danny. 2013. “Sifilis”. diakses di : http:// danny satriyo. blogspot .

com/2013/01/sifilis.html. diakses tanggal 19 April 2013

10