ROOT SYNDROME (CRS) TERHADAP AKTIVITAS …eprints.ums.ac.id/46902/15/REVISI NASKAH PUBLIKASI.pdf ·...

17
PENAMBAHAN UPPER LIMB TENSION TEST (ULTT) TERHADAP AKTIVITAS FUNGSIONAL PADA CERVICAL ROOT SYNDROME (CRS) PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Oleh : HARFIKA NOVIANA J120141053 PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016

Transcript of ROOT SYNDROME (CRS) TERHADAP AKTIVITAS …eprints.ums.ac.id/46902/15/REVISI NASKAH PUBLIKASI.pdf ·...

PENAMBAHAN UPPER LIMB TENSION TEST (ULTT)

TERHADAP AKTIVITAS FUNGSIONAL PADA CERVICAL

ROOT SYNDROME (CRS)

PUBLIKASI ILMIAH

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada

Jurusan Fisioterapi

Fakultas Ilmu Kesehatan

Oleh :

HARFIKA NOVIANA

J120141053

PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2016

1

PENAMBAHAN UPPER LIMB TENSION TEST (ULTT) TERHADAP AKTIVITAS FUNGSIONAL PADA CERVICAL

ROOT SYNDROME (CRS)

Abstrak

Cervical Root Syndrome adalah kumpulan gejala karena penekanan pada saraf spinal yang sering diakibatkan oleh proses degenerasi pada vertebra dan diskus intervertebralis pada leher. Upper Limb Tension Test merupakan salah satu cara untuk mengurangi perlengketan yang ada disekitar saraf terhadap saraf itu sendiri sehingga dapat meningkatkan kelenturan saraf. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penambahan upper limb tension test terhadap aktivitas fungsional pada cervical root syndrome. Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimental. Desain penelitian pre and post test with control design dengan rancangan kelompok perlakuan diberikan penambahan neurodynamic mobilization dengan upper limb tension test pada terapi konvensional sedangkan kelompok kontrol diberikan terapi konvensional. Teknik pengambilan sampel dengan consecutive sampling dengan alat ukur neck disability index, penelitan didapatkan sebelum dan sesudah program terapi selesai. Penelitian dilakukan 2 kali dalam seminggu selama 4 minggu. Uji pengaruh pada kelompok kontrol didapatkan nilai p=0,027 (p>0,005) sedangkan kelompok perlakuan didapatkan nilai p=0,026 (p>0,005) dan uji beda pengaruh setelah perlakuan antara dua kelompok didapatkan nilai p=0,626 (p<0,005). Pemberian terapi konvensional dan neurodynamic mobilization pada pasien cervical root syndrome keduanya berpengaruh terhadap aktivitas fungsional tetapi tidak ada perbedaan pengaruh yang signifikan.

Kata Kunci : Upper Limb Tension Test, Aktivitas Fungsional, Cervical Root Syndrome

Abstract

Cervical root syndrome is a collection of symptoms due to an emphasis on the spinal nerves that are often caused by the degeneration of the vertebrae and intervertebral discs in the neck. Upper limb tension test is one of the ways to reduce adhesions that exist around the nerve to nerve itself. So, it can increase the nerve spasticity. This research aims to determine the addition upper limb tension test fot the functional activity in cervical root syndrome. This research uses quasi experimental. The pre and post study design test use control design with the treatment group is given the addition neurodynamic mobilization by upper limb tension test on conventional therapy, while in the control group is given conventional therapy. The sampling technique uses consecutive sampling with neck disability index measuring instrument. This research is obtained before

2

and after the treatment program completed. This research is conducted 2 times in a week for 4 weeks. The result shown that control group gets P value =0.027 (p>0.005) while the treatment group gets P value = 0.026 (p>0.005) and the influence of different test after the treatment between the two group get P value =0.626 (p<0.005). Conventional therapy and neurodynamic mobilization in patients with cervical root syndrome have influence to the functional activity, however there are no significant differences.

Keywords : Upper Limb Tension Test, Functional Activity, Cervical Root Syndrome

1. PENDAHULUAN

Menurut Ridge (2010), CRS merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh

iritasi atau kompresi dari cervical oleh penonjolan diskus intervertebralis yang

frekuensinya tanda gejalanya dapat menyebabkan nyeri leher menjalar kelengan

atas maupun lengan bawah dan gangguan sensoris, motorik sehingga terjadi

anasthesia, hiperesthesia serta parasthesia.

Menurut Henderson et al yang telah diedit oleh Ridge (2010)

mempresentasikan penemuan dari hasil observasi retrospektif dalam penanganan

pada 736 pasien dengan kondisi cervical root syndrome. Pasien tersebut meliputi

gejala seperti nyeri lengan bawah (99.4%), nyeri leher (76.7%), nyeri daerah

scapula (52.5%), nyeri dada bagian anterior (17.8%) dan nyeri kepala (9.7%).

Terdapat 53.9% pasien yang mengalami paresthesia. Sedangkan data dari Klinik

Fisioterapi Murono ”MFC” Yogyakarta prevalensi pasien yang mengalami

cervical root syndrome menduduki peringkat ketiga setelah kasus low back pain

dan stroke pada tahun 2014-2015.

Problematik dari cervical root syndrome antara lain adanya spasme, nyeri

tekan, nyeri gerak serta nyeri menjalar, dan juga adanya kesemutan, tebal pada

tangan serta adanya keterbatasan lingkup gerak sendi sehingga terjadi penurunan

kemampuan aktivitas fungsional. Seperti diketahui bahwa tujuan dari penelitian

ini adalah untuk peningkatan aktivitas fungsional pada pasien cervical root

syndrome.

Berdasarkan hasil survei penelitian yang didapat di Klinik Fisioterapi

Murono ”MFC” Yogyakarta prevalensi pasien yang mengalami cervical root

3

syndrome dilakukan terapi konvensional dengan modalitas Infra Red (IR),

Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS), Ultra Sound (US),

Electrical Stimulation (ES) dan traksi manual tanpa diberikan intervensi seperti

exercise atau manual therapy sehingga didapatkan hasil dari pengobatan yang

tidak terlalu signifikan terhadap keluhan yang diderita pasien selama ini dan

pengobatan yang dilakukan juga secara kontinu dalam jangka waktu sekitar 2

tahun.

Dengan itu penulis mencoba melakukan kajian spesifik pada cervical root

syndrome. Pada penelitian ini penulis ingin mengetahui dan meneliti penanganan

dengan manual therapy. Manual therapy adalah suatu teknik terapi manual

dengan gerakan keahlian tangan yang dimaksud untuk meningkatkan

ektensibilitas jaringan ikat, meningkatkan luas gerak sendi, menimbulkan

relaksasi, memobilisasi atau memanipulasi jaringan lunak dan sendi, memodulasi

sendi dan mengurangi adanya pembengkakan pada jaringan lunak, peradangan

atau keterbatasan (Olson KA, 2009). Manual therapy yang diberikan dengan

Neurodynamic Mobilization. Neurodynamic mobilization merupakan salah satu

cara untuk mengurangi perlengketan yang ada disekitar saraf terhadap saraf itu

sehingga dapat meningkatkan kelenturan saraf (Shacklock, 2005).

Dengan demikian penulis mengajukan judul ”Penambahan Upper Limb

Tension Test (ULTT) terhadap Aktivitas Fungsional Pada Cervical Root

Syndrome (CRS)”.

2. METODE

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi

Eksperimental. Menurut Sugiyono (2009). Desain penelitian yang digunakan yaitu

pre and post test with control group design. Penelitian ini akan dilakukan di

Klinik Fisioterapi Murono ”MFC” Yogyakarta. Adapun waktu penelitian ini akan

dilakukan selama 18 Mei 2016 – 29 Juni 2016.

Sampel dari penelitian ini adalah pasien Cervical Root Syndrome di Klinik

Fisioterapi Murono ”MFC” Yogyakarta. Teknik pengambilan sampel dalam

penelitian ini menggunakan teknik consecutive sampling.

4

Analisis data dalam penelitian ini yaitu uji pengaruh dari masing kelompok

analisis data yang digunakan adalah Wilcoxon test. Sedangkan uji beda pengaruh

dua kelompok menggunakan uji Man-whitney.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

1. Hasil Penelitian

a. Karakteristik responden berdasarkan usia

Tabel 4.1

Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Usia

Usia

( Tahun )

Frekuensi Kelompok

Eksperimen

Kelompok

Kontrol

41 - 45 2 1 1

46 - 50 6 3 3

51 - 55 2 1 1

56 - 60 1 0 1

61 - 65 0 0 0

66 - 70 1 1 0

Jumlah (n) 12 6 6

Tabel 4.2

Analisis Deskripsif Responden Penelitian Berdasarkan Usia

Usia

( Tahun )

Kelompok

Eksperimen

(n=6)

Kelompok Kontrol

(n=6)

Minimum 44 42

Maksimum 56 66

Mean 51 51

Standard Deviation 4 8

Dari tabel 4.2 dapat dilihat karakteristik responden berdasarkan usia,

pada kelompok eksperimen dengan jumlah data (n) sebanyak 6 orang

5

mempunyai rata-rata sebesar 51 dengan batas minimum 44 tahun dan

maksimum 56 serta standard deviasi sebesar 4. Sedangkan pada kelompok

kontrol dengan jumlah data (n) sebanyak 6 orang mempunyai rata-rata 1

dengan batas minimum 42 dan maksimum 66 serta standard deviasi

sebesar 8.

b. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

Tabel 4.3

Karakteristik Responden Penelitan Berdasarkan Jenis Kelamin

Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol

No Klasifikasi Jenis Kelamin Jumlah

(n)

Persentase

(%)

Jumlah

(n)

Persentase

(%)

1. Laki-laki 1 16,7 3 50

2. Perempuan 5 83,3 3 50

Jumlah 6 100 6 100

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin pada tabel diatas

menunjukkan bahwa perempuan menempati jumlah terbanyak sebanyak 5

orang dan laki-laki menempati jumlah terendah sebanyak 1 orang.

c. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan

Tabel 4.4

Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol

No Klasifikasi Pekerjaan Jumlah

(n)

Persentase

(%)

Jumlah

(n)

Persentase

(%)

1. Ibu Rumah Tangga 2 33,3 3 50

2. Wiraswasta 1 16,7 3 50

3. Pegawai 3 50 0 0

Jumlah 6 100 6 100

Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan pada tabel diatas pada

kelompok eksperimen jumlah terbesar yaitu pegawai sebanyak 3 orang

dengan persentase 50% sedangkan yang terendah yaitu wiraswasta dengan

6

jumlah 1 orang memiliki persentase 16,7%. Pada kelompok kontrol

karakteristik pekerjaan pada ibu rumah tangga dan wiraswasta masing-

masing dengan jumlah 3 orang dengan persentase 50%.

d. Karakteristik responden berdasarkan Neck Disability Index

Tabel 4.5

Analisis Deskriptif Responden Berdasarkan Neck Disability Index

Kelompok Eksperimen

(n=6)

Kelompok Kontrol

(n=6)

Pre Post Selisih Pre Post Selisih

Minimum 50 16 34 36 10 26

Maksimum 68 36 32 62 34 28

Mean 57,33 23,67 33,66 46,33 23,67 22,66

SD 6,154 6,861 -0,707 8,892 7,840 1,052

Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa aktivitas fungsional responden

berdasarkan neck disability index pada kelompok eksperimen yaitu dengan

terapi konvensional ditambah upper limb tension test sebanyak 6 orang

sebelum eksperimen memiliki rata-rata 57,33 dan sesudah eksperimen

rata-rata turun menjadi 23,67 demikian selisih rata-rata sebelum dan

sesudah eksperimen 33,66.

Aktivitas fungsional responden berdasarkan pemberian terapi

konvensional termasuk dalam kelompok kontrol dengan jumlah sebanyak

6 orang sebelum eksperimen memiliki rata-rata 46,33 dan sesudah

eksperimen rata-rata turun menjadi 23,67 demikian selisih rata-rata

sebelum dan sesudah eksperimen 22,66.

Dapat dilihat pada gambar penelitian ini memiliki keterbatasan aktivitas

fungsional yang paling banyak terjadi menurut pengukuran neck disability

index yaitu pada sesi tingkat nyeri dengan score nilai 59 kemudian dengan

sesi mengangkat dan tidur dengan score 53 dilanjutkan sesi sakit kepala

yang memiliki score 50 setelah itu pada sesi pekerjaan dengan score 48,

7

sesi mengendarai dengan score 44 dan yang paling sedikit memiliki

keterbatasan yaitu pada sesi konsentrasi yaitu dengan score 31.

Gambar 9

Hasil Pengukuran Aktivitas Fungsional

2. Hasil Analisis Data

a. Uji pengaruh sebelum dan sesudah pada kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol

Tabel 4.6

Data Uji Pengaruh Pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen

Wilcoxon test Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol

Asymp. Sig. (2-tailed) 0,026 0,027

Berdasarkan uji wilcoxon pada kelompok kontrol yang diberikan terapi

konvensional diperoleh hasil p < 0,05 artinya menunjukkan hasil bahwa

ada pengaruh terapi konvensional terhadap aktivitas fungsional pada

cervical root syndrome. Sedangkan pada kelompok eksperimen dengan

penambahan upper limb tension test pada terapi konvensional diperoleh

hasil p = 0,026 ( p < 0,05 ) yang menunjukkan bahwa ada pengaruh

penambahan upper limb tension test pada terapi konvensional terhadap

aktivitas fungsional pada cervical root syndrome.

8

b. Uji beda pengaruh sesudah eksperimen pada kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol

Tabel 4.7

Data Uji Beda Pengaruh Sesudah Eksperimen Pada Kelompok

Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Penambahan Neurodynamic Mobilization dengan Upper Limb Tension

Test Pada Terapi Konvensional terhadap Aktivitas Fungsional Pada

Cervical Root Syndrome

Mann-withney U

Z

Asymp.sig

15,000

-,487

,626

Hasil analisa dengan menggunakan uji mann-withney pada kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol diperoleh nilai p = 0,626 atau p > 0,05

bahwa tidak ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara kelompok

kontrol dan kelompok eksperimen terhadap aktivitas fungsional pada

cervical root syndrome.

3.2 Pembahasan

1. Deskripsi Subjek

a. Usia

Selama penelitian ini rata-rata responden paling banyak yaitu dari

golongan usia 49-55 dimana menurut WHO (2016) merupakan rentang

usia pertengahan untuk mulai terjadinya proses degeneratif.

b. Jenis Kelamin

Berdasarkan karakteristik responden, pada penelitian ini dapat

disimpulkan bahwa lebih banyak terjadi pada perempuan daripada laki-laki

hal ini sejalan dengan yang dikatakan Okada et al (2009) bahwa wanita

lebih cepat memiliki perubahan degeneratif pada tulang belakang lehernya.

c. Pekerjaan

Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan dalam penelitian ini

pada kelompok eksperimen lebih banyak terjadi pada pegawai sedangkan

9

kelompok kontrol terjadi pada ibu rumah tangga dan wiraswasta. Hal ini

didukung oleh Binder (2007) faktor yang mempengaruhi bervariasi jadi

tidak dapat didapat diasumsikan bahwa yang mempengaruhi hanya satu

pekerjaan saja.

2. Analisis Data

a. Pengaruh penambahan upper limb tension test pada terapi konvensional

terhadap aktivitas fungsional pada cervical root syndrome

Hasil uji hipotesis untuk membandingkan nilai aktivitas fungsional

dengan neck disability index sebelum dan sesudah pada kelompok

eksperimen menggunakan wilcoxon test didapatkan p = 0,026 ( p < 0,05 ).

Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh penambahan upper limb tension

test pada terapi konvensional terhadap aktivitas fungsional pada cervical

root syndrome.

Hal ini bisa terjadi bahwa pain-free movement dapat tercapai dengan

pemberian upper limb tension test. Hal ini terjadi karena meningkatkan

kelenturan saraf, pembebasan iritasi saraf yang tidak akut, pelepasan iritasi

saraf seperti entrapment saraf, mobilisasi sendi dan jaringan lunak serta

pemulihan fungsi (Kisner, 2012).

Efektivitas mobilisasi saraf terjadi karena adanya efek flossing yaitu

kemampuan untuk mengembalikan mobilitas dan penguluran, akibatnya

aliran darah dan transportasi aksonal pada jaringan saraf lancar serta

membantu dalam memecah adhesi dan mewujudkan mobilitas, dalam hal

ini upper limb tension test membantu dalam pengurangan gejala

(Shacklock M, 2015).

b. Pengaruh terapi konvensional terhadap aktivitas fungsional pada

cervical root syndrome (kelompok kontrol)

Hasil uji hipotesis untuk membandingkan nilai aktivitas fungsional

dengan neck disability index sebelum dan sesudah pada kelompok kontrol

menggunakan wilcoxon test didapatkan p = 0,027 ( p < 0,05 ). Hal ini

berarti terapi konvensional yang diberikan yaitu infra red, ultrasound,

10

TENS, arus faradik dan traksi manual juga berpengaruh terhadap

peningkatan aktivitas fungsional pada cervical root syndrome.

Secara teori terapi konvensional yang diberikan yaitu infra red akan

terjadi proses metabolisme yang terjadi pada lapisan superficial kulit

meningkat sehingga terjadi vasodilatasi akan mempengaruhi peningkatan

suplai oksigen dan nutrisi kedalam tubuh melalui aliran darah yang akan

membantu relaksasi otot dan dengan adanya efek thermal akan

mengaktifkan pembuangan sisa-sisa metabolisme (Prentice, 2011). Terapi

konvensional pada ultrasound akan menimbulkan efek mekanik yaitu

micro massage dimana bermanfaat untuk normalisasi dari otot sehingga

tekanan dalam jaringan akan berkurang dan juga terjadi vasodilatasi

pembuluh darah sehingga meningkatkan suplai bahan makanan pada

jaringan lunak dan terjadi zat anti body dengan demikian memudahkan

perbaikan pembuluh darah dan fibrilasi untuk perbaikan jaringan (Prentice,

2011).

TENS pada konvensional menghasilkan efek analgesik terutama

melalui mekanisme segmental yaitu dengan jalan mengaktivasi serabut A-

yang selanjutnya akan menginhibisi neuron nosiseptif di kornu posterior

medulla spinalis. Ini mengacu pada teori kontrol gerbang yang

menyatakan bahwa gerbang terdiri dari sel intemunsial yang bersifat

inhibitor yang dikenal sebagai substansia gelatinosa dan sel T yang

merelei informasi dari pusat yang lebih tinggi dan keduanya terletak di

kornu posterior medulla spinalis. Tingkat aktivitas sel T ditentukan oleh

keseimbangan asupan dari serabut berdiameter besar A- dan A- serta

serabut berdiameter kecil A- dan serabut tipe C. Asupan dari serabut

berdiameter kecil akan mengaktivasi sel T yang akan dirasakan sebagai

keluhan nyeri. Jika serabut berdiameter besar teraktivasi, hal ini juga

mengaktifkan sel T namun pada saat yang bersamaan impuls tersebut juga

akan mengaktifkan SG yang berdampak pada penurunan asupan terhadap

sel T yang berasal dari serabut berdiameter kecil dengan kata lain asupan

11

impuls serabut berdiameter besar akan menutup gerbang dan menghambat

transmisi impuls nyeri sehingga nyeri dirasakan berkurang (Parjoto, 2006).

Arus faradik secara teoritis akan menimbulkan rasa sensoris seperti

tertusuk halus dan efek vasodilatasi dangkal serta efek terhadap motorik

yang menimbulkan kontraksi sehingga stimulasi diberikan untuk

menimbulkan gerakan yang normal dan aliran darah dapat diperlancar oleh

adanya pemompaan dari otot yang berkontraksi dan relaksasi. Traksi

konvensional dengan metode penarikan continous bertujuan untuk

immobilisasi dan koreksi yang memberikan efek mekanis terhadap struktur

jaringan yang membentuk sendi-sendi vertebra sehingga terjadi

peregangan dan penambahan gerak terhadap sendi opofiseal pada

proccecus articularis maka diharapkan nyeri berkurang akibat adanya

penguluran jaringan lunak sehingga spasme otot pun akan berkurang,

demikian pula akan terjadi pembebasan tekanan pada akar saraf spinal

sehingga aliran darah akan lancar (Prentice, 2011).

Terapi konvensional dengan infra red, ultrasound, TENS, arus faradik

dan traksi manual memberikan efek terapeutik seperti mengurangi rasa

sakit, relaksasi otot, meningkatkan suplai darah, menghilangkan sisa-sisa

hasil metabolisme, fasilitasi kontraksi otot, membidik kerja otot,

penigkatan kekuatan otot, memperbaiki aliran darah dan limfe,

immobilisasi dan menghilangkan spasme otot sehingga terjadinya

peningkatan aktivitas fungsional.

c. Beda pengaruh kelompok kontrol dan kontrol eksperimen terhadap

peningkatan aktivitas fungsional pada pasien cervical root syndrome

Hasil dari uji beda pengaruh antara kelompok kontrol dan kelompok

eksperimen didapatkan selisih antara nilai sebelum dan sesudah intervensi

kelompok kontrol yaitu 22,66 sedangkan kelompok eksperimen didapatkan

nilai 33,66. Selisih pada kelompok eksperimen menunjukan bahwa

penambahan upper limb tension test memberikan efek positif terhadap

peningkatan aktivitas fungsional pada penderita cervical root syndrome.

Uji beda pengaruh menggunakan Mann Whitney antara kelompok kontrol

12

dan kelompok eksperimen didapatkan hasil nilai p = 0,626 dimana p >

0,05 berarti tidak ada perbedaan signifikan dari peningkatan aktivitas

fungsional antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.

Hal ini dapat terjadi karena kedua latihan tersebut sama-sama memiliki

pengaruh dalam perbaikan aktivitas fungsional, tetapi tidak ada salah satu

yang lebih unggul secara signifikan.

4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil uji statistik dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Ada pengaruh penambahan terapi konvensional terhadap aktivitas

fungsional pada cervical root syndrome (p = 0,027).

2. Ada pengaruh penambahan upper limb tension test pada terapi

konvensional terhadap aktivitas fungsional pada cervical root syndrome (p

= 0,026).

3. Tidak ada perbedaan pengaruh terapi konvensional dan penambahan upper

limb tension test pada terapi konvensional terhadap aktivitas fungsional

pada cervical root syndrome (p = 0,626).

4.2 Saran

1. Bagi Pasien

Pasien hendaknya menjaga pola aktivitas di lingkungan rumah ataupun

tempat kerja serta menjalankan program edukasi yang telah diajarkan agar

tidak menimbulkan keluhan yang berulang.

2. Bagi Institusi Pendidikan dan Teman Sejawat

Dapat digunakan sebagai tambahan informasi dan referensi tentang upper

limb tension test dalam aktivitas fungsional pada cervical root syndrome.

Penambahan suatu exercise sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan

suatu terapi.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Mengingat keterbatasan pada penelitian ini, maka disarankan untuk

melakukan penelitian lebih lanjut dengan memperhatikan (a) mengontrol

variabel pengganggu yang dapat membiaskan hasil penelitian, (b) jangka

13

waktu penelitian yang lebih lama, (c) perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan variabel lain yang diteliti untuk

penelitian yang lebih baik sehingga dapat diraih hasil yang luas dan lebih

bervariatif.

DAFTAR PUSTAKABinder AI. 2007. Cervical Spondylosis And Neck Pain. Clinical Review. Volume

334. 10 March 2007 : 525 - 531

Henderson Cm, Hennessy RG, Shuey HM, Jr., and Shackelford EG. 1983.

Posterior-lateral Foraminotomy as an exclusive operative technique for

Cervical Radiculopathy : A Review of 846 Consecutively Operated Cases.

Ridge (ed). Diagnosis and Treatment of Cervical Radiculopathy from

Degenerative Disorders. America : North American Spine Society.

Okada E, Matsumoto M, Ichihara D, et al. 2009. Aging Of The Cervical Spine In

Healthy Volunteers : A 10-Years Longitudinal Magnetic Resonance

Imaging Study. Spine Phila Pa. 2009 Apr 1 ; 34 (7) : 706 – 12.

Parjoto S. 2006. Terapi Listrik Untuk Modulasi Nyeri. Semarang

Prentice W. 2011. Therapeutic Modalities in Rehabilitation. US : McGraw Hill

Ridge B. 2010. Diagnosis and Treatment of Cervical Radiculopathy from

Degenerative Disorders. America : North American Spine Society.

Shacklock M. 2005. Clinical neurodynamics. Australia : Elsevier Butte Rworth

Heinemann.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung :

Alfabeta.

World Health Organization. 2016. Definition Of An Older Or Elderly Person.

Health Statistics and Information Systems : WHO.