Rizqi Fadlilah_tugas 5

26
Rizqi Fadlilah 135090700111013 1 PENDAHULUAN Basin Sumatera Selatan merupakan salah satu basin yang terkenal dengan potensi hidrokarbonnya. Basin ini tersusun atas campuran bahan-bahan vulkanoklastik, terrigeous, dan karbonat. Usia basin Sumatera Selatan ini berkisar antara eosin akhir hingga miosen. Ada 5 play pada basin ini, yaitu fracture-basement dengan usia pre-tersier, formasi Talang Akar bawah dengan usia oligosen sampai miosen awal dengan endapan sandstone deltaic, formasi Batu Raja yang berusia miosen awal dan terdiri atas karbonat, Formasi Gumai yang berumur miosen awal dengan terdiri atas sandstone laut dangkal, serta Formasi Air Benakat pada miosen pertengahan tersusun atas sandstone laut dangkal juga. Analisis data set pada basin yang dilakukan memungkinkan generasi dari peta sequen paleogeografi untuk setiap horizon reservoir yang komersiil pada basin Sumatera Selatan ini. analisis regional daripada source rocks, waktu migrasi, dan distribusi migrasi hidrokarbon akan membantu kita dalam menentukan factor kritis untuk kesuksesan petroleum itu sendiri. Untuk pertama kalinya peninjauan basin secara menyeluruh ditemukan, hal tersebut dapat menunjang pemahaman lebih dalam mengenai petroleum system. Sejarah explorasi dan discovery dari basin dianalisis untuk memperkirakan potensial di masa mendatang.

description

petroleum system di cekungan sumatera selatan

Transcript of Rizqi Fadlilah_tugas 5

  • Rizqi Fadlilah

    135090700111013

    1

    PENDAHULUAN

    Basin Sumatera Selatan merupakan salah satu basin yang terkenal dengan potensi

    hidrokarbonnya. Basin ini tersusun atas campuran bahan-bahan vulkanoklastik, terrigeous,

    dan karbonat. Usia basin Sumatera Selatan ini berkisar antara eosin akhir hingga miosen. Ada

    5 play pada basin ini, yaitu fracture-basement dengan usia pre-tersier, formasi Talang Akar

    bawah dengan usia oligosen sampai miosen awal dengan endapan sandstone deltaic, formasi

    Batu Raja yang berusia miosen awal dan terdiri atas karbonat, Formasi Gumai yang berumur

    miosen awal dengan terdiri atas sandstone laut dangkal, serta Formasi Air Benakat pada

    miosen pertengahan tersusun atas sandstone laut dangkal juga.

    Analisis data set pada basin yang dilakukan memungkinkan generasi dari peta sequen

    paleogeografi untuk setiap horizon reservoir yang komersiil pada basin Sumatera Selatan ini.

    analisis regional daripada source rocks, waktu migrasi, dan distribusi migrasi hidrokarbon

    akan membantu kita dalam menentukan factor kritis untuk kesuksesan petroleum itu sendiri.

    Untuk pertama kalinya peninjauan basin secara menyeluruh ditemukan, hal tersebut dapat

    menunjang pemahaman lebih dalam mengenai petroleum system. Sejarah explorasi dan

    discovery dari basin dianalisis untuk memperkirakan potensial di masa mendatang.

  • Rizqi Fadlilah

    135090700111013

    2

    PEMBAHASAN

    2.1 DATABASE

    Studi dilakukan diantaranya dengan menggunakan seismic 2D dan 3D volume

    sepanjang 18.000 km. Selain itu, sebagai tambahan juga ada data sumur dari kualitas variable

    dari sekitar 250 sumur, memaksa distribusi dari unit-unit statigrafi mayor nya agar sebagus

    paleogeografi dan variasi facies nya. Ada juga data base lapangan dan cadangan, yang

    dihasilkan dari industry dan sumber kepemilikan yang mengkover 275 lapangan. Terakhir,

    data geokimia tentang basin ini yang didapatkan dari paper-paper yang terkait.

    2.2 SEJARAH STRUKTUR

    Sejarah struktur basin dibagi kedalam tiga megasekuen tektonik, seperti diperlihatkan pada

    gambar 1. Elemen struktur yang menjadi kunci nya digambarkan pada gambar 2.

    2.1.1 Megasekuen Syn-Rift

    Akibat aktivitas subduksi dari plate tektonik di sepanjang zona Sumatera Barat menyebabkan

    lempeng benua dari Sumatera Selatan mengalami ekstensi selama masa eosin sampai oligosen awal.

    Ekstensi ini mengakibatkan pembukaan pada lempeng dan menghasilkan half graben yang geometri

    dan orientasi nya sendiri dipengaruhi oleh heterogenitas basement. Sebenarnya, Sumatera Selatan

    sudah berotasi sebanyak 15 derajat searah dengan jarum jam sejak miosen terhadap Hall (1995) yang

    pada saat ini menghasilkan orientasi graben utara-timur laut dan selatan-barat daya.

    2.1.2 Megasekuen Post-Rift

    Rifting sudah berhenti kira-kira pada 29 Ma yang lalu, akan tetapi penipisan kerak benua

    tetap terjadi dibawah Basin Sumatera Selatan yang berlanjut hingga tercapai kesetimbangan

    lithospheric-thermal. Dibagian dalam basin, misalnya Sub-Basin Palembang Tengah, mega sekuen ini

    menghasilkan ketebalan lapisan hingga 13.000 ft. Tingginya tingkat subsiden dan muka air laut

    menyebabkan transgresi yang lama pada basin yang diperkirakan mencapai 16 Ma yang lalu dimana

    pada saat-saat tersebut terjadi banjir/peluapan muka air pada seluruh basin. Pelambatan subsiden

    dan/atau peningkatan input sedimen kedalam basin pada 16 Ma hingga 5Ma yang lalu dihasilkan saat

    fase regresi. Tidak ada bukti bahwa tektonik local merupakan pengaruh yang penting pada regresi ini.

  • Rizqi Fadlilah

    135090700111013

    2.1.3 Syn-Orogenic atau Megasekuen Inversi

    Megasekuen ini terjadi sekitar 5 Ma yang lalu hingga sekarang. Salah satu yang terjadi adalah

    orogenic event dengan hasil berupa bukit Barisan yang melintasi Sumatera Selatan, meskipun ada

    bukti yang menyatakan bahwa daerah tersebut pernah mengalami pengangkatan pada 10 Ma yang

    lalu. Lipatan transpresional berorientasi barat laut-tenggara yang memanjang pada nilai yang

    bervariasi terbentuk melintasi Basin dan memotong banyak syn-rift dasar . Sejumlah jebakan struktur

    yang berhubungan dengan hidrokarbon pada pusat basin terbentuk pada masa ini, meskipun pada

    beberapa area menunjukkan akumulasi petroleum yang bocor dan tersingkap. Selama terjadi

    pemanjangan lipatan transpresional, subsiden basin berlanjut sebagai input sedimen yang pada

    akhirnya tererosi akibat pembentukan pegunungan Bukit Barisan yang baru pada arah selatan dan

    barat.

    Gambar 1.

  • Rizqi Fadlilah

    135090700111013

    Gambar 2.

    2.3 STRATIGRAPHIC OVERVIEW

    Untuk mengatasi masalah perbedaan nomenklatur dari stratigrafi didalam basin Sumatera

    Selatan yang digunakan oleh berbagai perusahaan minyak yang berbeda, digunakanlah

    chronostratigraphic seperti yang diperlihatkan pada gambar 1.

    2.3.1. Basement Pra Tersier dan Tersier Awal

  • Rizqi Fadlilah

    135090700111013

    Kombinasi yang kompleks antara batuan sedimen, metamorf, dan batuan beku yang

    membentuk basement dari cekungan Sumatera Selatan, telah disederhanakan menjadi sejumlah

    potongan basement NW-SE untuk setiap komposisi dan umur (gambar 3). Yang paling tua, yang

    paling lama membentuk basement, merupakan mikroplate malaka yang mendasari bagian utara dan

    timur dari basin. Dibagian selatan merupakan bentukan dari mikroplate Mergui, dan kemungkinan

    merupakan fragment benua yang paling rapuh. Mikroplate Malaka dan Mergui sendiri dipisahkan oleh

    kesatuan Mutus, yang dibentuk dari deformasi fragmen-fragmen material yang selama tumbukan

    tertransportasi kearah utara. Granit yang terdeformasi, batuan vulkanik dan metamorfik dari usia

    cretasius akhir hingga tersier, mendasari sisa-sisa Basin Sumatera Selatan.

    Morfologi basement ini dipercayamemiliki pengaruh terhadap: morfologi rift eo-oligosen,

    lokasi dan batas dari inverse atau strike-slip plio-pleistosen, kandungan karbondiokasida local yang

    tinggi pada gas hidrokarbonnya, dan batas dari fracture pada basement.

    Gambar 3.

  • Rizqi Fadlilah

    135090700111013

    2.3.2 Formasi Lemat/ Lahat (Pada Akhir Eosen hingga Oligosen Awal)

    Deposisi di Cekungan Sumatera Selatan dimulai selama Eosen sampai awal Oligosen

    (De Coster, 1974). Bagian yang dibor terdiri dari tuffaceous, sekuen klastik kasar atau granite

    wash (Kikim Member) yang selaras dan terdapat serpih, batu lanau, batu pasir dan batu bara

    di atasnya, di endapkan di lingkungan pengendapan lacustrine dan marginal lacustrine

    (Benakat Member). Bagian tersebut tipis atau tidak ada sama sekali pada margin graben dan

    pada intra-graben yang tinggi dan ketebalannya mencapai 1000 m di Selatan dan sub

    cekungan Palembang Tengah.

    Gambar 4.

    2.3.3 Formasi Talang Akar (Oligosen Akhir Hingga Miosen)

    Selama akhir sin-rift pada sag evolusi di basin Sumatera Selatan, persebaran

    pengendapan fluviatil dan sedimen terjadi di sepanjang cekungan. Pada saat tersebut marginal

    marine mulai sangat berpengaruh terhadap proses sedimentasi dan subsidence terjadi secara

    terus menerus. Akibatnya, terdapat lapisan yang sangat menebal di pusat-pusat cekungan dan

    melipir ke intra cekungan tertinggi pada pinggir cekungan. Gambar 5 adalah ringkasan

  • Rizqi Fadlilah

    135090700111013

    kondisi pengendapan selama waktu oligosen, sama seperti pada formasi Lower Talang Akar.

    Masuk ke masa miosen awal, pengendapan pada basin ini digantikan oleh lingkungan delta,

    marginal marine, dan laut dangkal hingga dalam. Gambar 6 adalah ringkasan yang

    menunjukkan distribusi facies belt pada masa miosen awal ini, seperti formasi Talang Akar

    Atas.

    Gambar 5.

  • Rizqi Fadlilah

    135090700111013

    Gambar 6.

    2.3.4 Formasi Batu Raja (Miosen Awal)

    Transgresi marine terus terjadi hingga pada Miosen awal pengendapan banyak terdiri

    atas serpih (shale) di sepanjang area graben dan intrabasinal tinggi. Perkembangan dan

    pertumbuhan karbonat pada zaman ini meningkat, hingga banyak gamping terdapat di

    pinggiran cekungan dan akhirnya menjadi reservoir berkualitas baik. Namun karbonat yang

    menjadi reservoir berkualitas baik ini umumnya ditemukan hanya di daerah selatan saja,

    karena pada bagian ini pertumbuhan karbonat lebih terdukung. Di bagian utara (cekungan

    Jambi dan bagian utaranya), input sedimen meningkat sehingga porositas didaerah ini kurang

    baik. gambar 7 menunjukkan distribusi facies selama periode Miosen awal.

  • Rizqi Fadlilah

    135090700111013

    Gambar 7.

    2.3.5. Formasi Gumai (Awal Hingga Pertengahan Miosen)

    Transgresi marine yang terjadi pada akhir oligosen hingga awal miosen menghasilkan

    pengendapan siltstone, shale, dan sandstone. Formasi ini dinamakan formasi Gumai dengan

    pengendapan karbonat yang jarang ditemukan, hanya ada di puncak-puncak tertinggi

    basement. Selama puncak transgresi, pengendapan laut terbuka didominasi oleh serpih

    glauconitic dari formasi Gumai pada daerah yang sangat luas. Luasnya pengendapan serpih

    glauconitic ini menghasilkan daerah seal yang luas. Selanjutnya pada pertengahan Miosen

    terjadi progradasi sedimen yang digantikan oleh open marine-shale. Gambar 8

  • Rizqi Fadlilah

    135090700111013

    mengilustrasikan distribusi facies dimulai dari pertengahan Miosen dan menunjukkan adanya

    regresi memuncak pada awal Miosen. Gambar 9 menunjukkan batas maksimum transgresi.

    Gambar 8.

  • Rizqi Fadlilah

    135090700111013

    Gambar 9.

    2.3.6. Formasi Air Benakat (Pertengahan Miosen)

    Pada akhir periode awal Miosen, sedimentasi laut dalam digantikan oleh laut dangkal

    dan menjadi marginal marine, dengan masukan dari arah pinggiran cekungan. Pada

    pertengahan Miosen, reservoir pada cekungan didominasi oleh sandstone dengan kualitas

    baik yang tersebar luas sepanjang cekungan (kecuali di beberapa bagian di pusat cekungan).

    Selain itu, akibat akivitas vulkanisme dari pegunungan bukit barisan, maka reservoir di dekat

    daerah ini banyak mengandung vulkanoklastik yang signifikan dan mengakibatkan kualitas

  • Rizqi Fadlilah

    135090700111013

    reservoir mengalami penurunan. Gambar 10 menunjukkan kondisi sedimentasi dan facies

    pada periode pertengahan Miosen.

    Gambar 10.

    2.3.7. Formasi Muara Enim (Miosen Akhir)

    Pada masa ini aktivitas vulkanisme terekam meningkat, dimana pada bagian barat

    mulai muncul rangkaian pegunungan barisan, dan memberikan input sedimen pada cekungan.

    Pada sebagian besar sumur, interval Muara Enim mayoritas dibentuk oleh fluvial deltaic dan

    sedimen rawa, dan tidak terlihat adanya perluasan shale dan seal marine secara regional.

  • Rizqi Fadlilah

    135090700111013

    2.3.8 Formasi Kasai (Pliosen-Pleistosen)

    Selama Pliosen, gejala mayor vulkanisme dari pegunungan Bukit Barisan

    menyebabkan sedimentasi didominasi oleh material-material vulkanoklastik, seperti tuff,

    continental claystone, dan vulkanik sandstone. Pada zaman Pleistosen, terjadi pengangkatan

    yang cepat dan sedimentasi terjadi diantara struktur antiklin, sehingga membentuk morfologi

    structural seperti pada saat ini.

    2.4. BATUAN INDUK DAN MIGRASI HIDROKARBON

    2.4.1 Batuan Induk Formasi Talang Akar

    Batuan induk pada formasi Talang Akar dipercaya sebagai batuan induk yang

    menghasilkan hidrokabron yang komersiil. Nilai TOC pada penampang Upper Talang Akar

    bervariasi, tetapi nilai tertingginya adalah 36% dengan nilai Hydrocarbon Index (HI) antara

    200 dan 350 mgHC/g. Di area Benakat Gully shales memiliki nilai TOC sebesar 5% dan nilai

    HI berkisar dari 110 hingga 400 mgHC/g, sedangkan batu bara memiliki nilai HI sebesar

    400-470 mgHC/g. Source rock ini serupa dengan tipe D/E menggunakan klasifikasi Pepper

    dan Corvi (1995).

    2.4.2 Batuan Induk Formasi Lemat/Lahat

    Formasi Lemat/Lahat pada umur Eosen-Oligosen dijelaskan oleh Todd, dkk (1997)

    sebagai lacustrine hingga paralic source rock. Beberapa sumur di lapangan Bentayan

    memiliki penetrasi shale dengan nilai TOC berkisar 1 hingga 3% dan diinterpretasikan

    sebagai kelas C algal oil source rock (Pepper dan Corvi (1995) terendapkan di lingkungan

    shallow lacustrine. Akan tetapi, kebanyakan pengeboran yang dilakukan menemukan bahwa

    pada formasi ini batuan nya tidak terlalu berpotensi untuk menjadi source rock (yang

    menghasilkan minyak).

    2.4.3 Batuan Induk Formasi Gumai

    Batuan pada formasi ini ditemukan dapat berpotensi untuk menjadi source rock

    marine shale, yang terbentuk dekat lingkungan maximum flooding. TOC yang dikandungnya

    mengalami peningkatan menjadi sebesar 8% dan HI nya sebesar 350 mgHC/g. Meskipun

    source rock ini dikatakan immature, tapi dapat menjadi dapur yang efektif apabila terletak

    pada bagian yang paling dalam dari depresi Palembang Tengah dan Lematang Deep.

  • Rizqi Fadlilah

    135090700111013

    2.4.4. Karakteristik dari Minyak yang Bermigrasi

    Minyak yang dianalisis dari cekungan Sumatra Selatan dapat dibagi menjadi tiga tipe

    utama:

    (a) Minyak yang berasal dari terestrial kerogenTipe D/E (sama dengan kelompok (iii) dari

    Schiefelbein dan Cameron (1997) dan Resinitic/Oleanic oil pada Rashid, dkk (1998)

    (b) Minyak yang berasal dari Lacustrine kerogen Tipe C (sama dengan kelompok (i) dari

    Schiefelbein dan Cameron (1997) dan Aquatic oil pada Rashid, dkk (1998)

    (c) Minyak yang berasal dari campuran kerogen Tipe D/E dan Tipe C (sama dengan

    kelompok (ii) dari Schiefelbein dan Cmeron 1997) dan Deltaic oil pada Rashid, dkk

    (1998)

    Gambar 11 adalah plot dari pristane: rasio phytan dengan nC17 yang merupakan rasio

    pristane untuk minyak di cekungan Sumatra Selatan. Terdapat kecenderungan yang jelas dari

    terrestrial sourced oil ke aquatic (Lacustrine) sourced oil. Diketahui bahwa terrestrial oil dari

    cekungan Mahakan dan Ardjuna juga diplot sebagai perbandingan lacustrine oil dari

    cekungan Sunda dan cekungan Sumatra Tengah. Gambar 12 adalah plot pada nilai isotop C13

    untuk minyak yang dsama dengan subdivisi tipe oil yang sama pula.

    Oil group yang berasal dari data geokimia juga memiliki hubungan spasial (Gambar

    13). Minyak yang berasal dari terrigenous source rock ditemukan di utara-timur dan selatan-

    timur, sedangkan lacustrine oil lebih ditemukan di bagian barat dan selatan cekungan.

    Distribusi regional pada tipe oil mungkin dapat dijelaskan melalui referensi peta paleografi

    Formasi Talang Akar dan Lahat (Gambar 4 hingga 6). Selama Oligosen dan awal Miosen

    area dengan input sedimen tertinggi berada pada sistem fluvio-deltaic di bagian utara-timur

    dan selatan-utara dari cekungan, menghasilkan kerogen yang didominasi oleh material yang

    bersumber terrestrial. Antara dua sistem delta, dan sepanjang bagian tengah atau pusat dari

    cekungan, input sedimen yang lebih rendah berada secara lokal pada non-marine dan

    marginal marine lakes dan rawa-rawa sehingga memiliki komposisi kerogen yang bercampur.

    Selanjutnya pada bagian barat, input terrestrial dapat diabaikan, karena lebih didominasi oleh

    kerogen lacustrine.

  • Rizqi Fadlilah

    135090700111013

    Gambar 11.

  • Rizqi Fadlilah

    135090700111013

    Gambar 12.

  • Rizqi Fadlilah

    135090700111013

    Gambar 13.

    2.5. KARBONDIOKSIDA

    Kandungan karbondioksida low hingga moderat didominasi pada reservoir Formasi

    Talang Akar dan data C13 mengidikasikan bahwa umurnya ekuivalen thermal dengan

    immature coal (75-120o). Pada tingkat yang lebih dalam (>150o), karbon dioksida dihasilkan

    oleh metamorfisme karbonat pada suhu rendah dan dimana Formasi Batu Raja terkubur lebih

    dalam, seperti pada lapangan Singa, menjelaskan tentang kandungan karbon dioksida yang

  • Rizqi Fadlilah

    135090700111013

    lebih tinggi. Reaksi mineral metamorfik berlangsung secara terus-menerus pada kadalaman

    yang lebih dalam (350o ke atas) dengan batuan karbonat, granit dan calcareous shales

    menghasilkan karbon dioksida dengan karakteristik C13 ini merupakan major source of

    carbon dioxide pada Sumatra Selatan, terutama di atas cekungan bagian dalam dimana

    terdapat karbonat dengan basement Pra-Tersier (di bawah cekungan Jambi Tengah,

    didiskusikan pula oleh Suklis, dkk 2004.

    2.6 . PEMATANGAN DAN ARAH MIGRASI

    Gambar 14 adalah peta maturity pada basement yang berasal dari well-based burial

    history models dari seluruh cekungan dan berdasarkan pada pemetaan seismik yang

    dimodifikasi sebelumnya oleh Perangkat Kerja Daerah oleh BEICIP (1985) dan Pertamina-

    BPPKA (1997). Gradien panas bumi dihitung dari corrected bottom-hole temperatures

    (BHT). Baik Tipe C lacustrine source rock, Tipe D / E oil-prone coal source atau campuran

    kerogens ini mewakili apa yang diyakini bahwa potensi source rock pada sedimen Talang

    Akar di bagian tertentu dari cekungan yang digunakan dalam pemodelan.

    Gambar 14.

  • Rizqi Fadlilah

    135090700111013

    2.6 RESERVOIR

    2.6.1 Basement Pra-tersier

    Dimana pengeboran ke basement reservoir saat ini terdiri dari fractured granite,

    karbonat, konglomerat dan batupasir dengan porositas rendah (

  • Rizqi Fadlilah

    135090700111013

    2.6.4 Formasi Batu Raja

    Singkapan pada Formasi Batu Raja terdiri dari campuran wackestone, packestones,

    grainstone dan batuan terumbu (Hadi dan Simpolon, 1976). Data sumur memperlihatkan

    porositas Formasi Batu Raja secara umum adalah porositas sekunder, yang merupakan hasil

    dari phreatic exposure setelah deposisi dan selama penimbunan (Clure dan Fiptiani, 2001).

    Porositas rat-rata yang dihasilkan pada lapangan adalah 21%. Ke dalam sekitar 8000 ft tidak

    terdapat hubungan antara porositas dan kedalaman dan laju aliran gas yang komersiil berada

    pada 11.700 ft di lapangan Singa (Crawley dan Ginger, 1988). Di lapangan Pulau Gading,

    laju aliran gas adalah 17,7 mmscfd dan 630 bcpd dihasilkan dari reservoir Batu Raja dengan

    porositas rata-rata 11%. Permeabilitas reservoir yang dihasilkan pada lapangan berkisar 25

    mD hingga 3,8 Darcys.

    2.6.5 Formasi Air Benakat/Gumai

    Reservoir batu pasir terbaik pada pada lingkungan laut dangkal atau coastal deltaic.

    Pada lingkungan tersebut porositasnya tinggi (umumnya > 20%) tetapi permeabilitasnya

    bervariasi (10 mD hingga 3Darcys), dengan 16-18% menunjukkan cutt-off reservoir efektif

    secara kebanyakan (k < 5 mD). High cut-off dikategorikan sebagai komponen volkanoklastik

    dalam batu pasir, dan kandungan clay yang tinggi pada lingkungan pengendapan berenergi

    rendah-sedang. Laju aliran biasanya bernilai sedang (< 3000 BOPD) meskipun secara relatif

    ketebalan net pay sumur memiliki kombinasi energi reservoir yang rendah dan

    permeabilitasnya relatif buruk.

  • Rizqi Fadlilah

    135090700111013

    Gambar 15. Estimasi pengangkatan dan erosi minimum pada 5 Ma hingga sekarang

    sepanjang cekungan Sumatera Selatan

    Gambar 16. Reservoir pada formasi Talang Akar sesuai tipe pengendapan

  • Rizqi Fadlilah

    135090700111013

    2.7 REGIONAL SEAL

    Pada awal hingga pertengahan Miosen shale open marine memberikan kualitas seal

    tertinggi pada skala regional (Formasi Upper Talang Akar, Batu Raja, dan Gumai). Batas

    pengendapan pada fasies sealing selama sejarah transgresi pada awal Miosen (equivalen pada

    setiap umur formasi) ditunjukkan pada Gambar 9. Seal pada Formasi Upper Talang Akar

    lebih efektif pada bagian tengah cekungan dimana terdapat pula pada basement yang lebih

    tinggi dan dibuktikan dengan seal gas column pada 500 m. Hanya area dimana bagian bawah

    Formasi Gumai tidak memiliki seal yang edektif di bagian Barat dekat dengan Pegunungan

    Barisan dimana sedimen tufa kasar terendapkan selama waktu Gumai, dan di lima sumur

    bagian timur terdiri dari imput klastik dari Sunda Shield.

    2.8 SEJARAH EKSPLORASI

    Semenjak discovery minyak pada 1896 di permukaan antiklin Kampung Minyak

    terdapat empat puncak aktivitas eksplorasi pada cekungan (Gambar 17) antara lain:

    1928 - 1940 Kesuksesan pra-perang untuk Shell-

    led BPM consortium menggunakan

    eksplorasi seismik modern dan teknik

    pengeboran untuk pertama kali.

    1968 - 1975 Kesuksesan menghasilkan dari

    pengenalan sistem PSC di Sumatra

    Selatan, dengan perusahaan minyak

    barat aktif di cekungan

    1984 - 1988 Melepaskan cadangan terbaik

    Pertamina beberapa acre kepada

    industri

    1994 - sekarang Kesuksesan terakhir berhubungan

    dengan pertukaran dari eksplorasi

    yang awalnya hanya minyak ke gas

    Gambar 18 memperlihatkan kurva discovery kumulatif untuk cekungan Sumatra

    Selatan oleh tipe hidrokarbon memalui play nya. Batu pasir di Formasi Talang Akar memiliki

    signifikan volumetrik play tertinggi dalam sejarah diikuti oleh basement dan play pada

    Formasi batu Raja.

    Sejarah discovery Formasi Talang Akar (Gambar 19a) memperlihatkan beberapa

    indikasi yang muncul sebelumnya pada gas discoveries (contoh North East Betara dan

    Gemah), yang berlanjut, tetapi untuk minyak pada Talang Akar paly sepenuhnya mature.

    Total cadangan saat ini adalah 1918 MMBO dan 5,8 TCF berupa gas, dengan rasio 66%

  • Rizqi Fadlilah

    135090700111013

    minyak dan 34% gas. Ukuran lapangan rata-rata adalah 41 MMBOE dengan lapangan

    terbesar merupakan Talang Akar itu sendiri mendekati 415 MMBOE recoverable.

    Pra-Tersier fractured basement play hanya dibuktikan melalui volumetrik yang

    signifikan dengan discovery pada lapangan Dayung di tahun 1991 (Gambar 19b). Sejak itu,

    beberapa gas 8,5 TCF telah dikembangkan pada area cekungan yang relatif terbatas.

    Mayoritas sumur eksplorasi berhasil, meskipun beberapa hidrokarbon berupa gas berasosiasi

    dengan karbon dioksida yang cukup tinggi. Play yang telah dieksplorasi dan memiliki

    significant future discoveries dapat dipertimbangkan. Total cadangan saat ini 50 MMBO dan

    8,5 TCF gas (96% gas). Ukuran lapangan rata-rata adalah 62 MMBOE dengan lapangan

    terbesar, juga terbesar di cekungan adalah Suban yang mendekati 5 TCF (850 MMBOE)

    recoverable.

    Eksplorasi Batu Raja di cekungan Sumatra Selatan emilki sejarah yang panjang jika

    dilihat mulai tahun 1930 an. Meskipun demikianm gambar 19c mengilustrasikan bahwa disini

    play nya bersifat immature. Hal ini merupakan kombinasi yang mengejutkan dimana

    dijelaskan melalui pengembangan awal didominasi oleh tutupan struktural yang didominasi

    oleh gas (sedikit atau tidak ada commercial interest pada saat itu), tetapi untuk saat ini bagian

    lebih dalam atau kontrol stratigrafinya diketahui menggunakan akuisisi dan processing

    seismik yang lebih berkembang. Total reserve discoveries saat ini adalah 590 MMBO dan 4,2

    TCF gas dengan rasio 46% minyak dan 54% gas. Ukuran lapangan rata-rata 31 MMBOE

    dengan lapangan terbesar adalah Musi yang memiliki nilai kira-kira 184 MMBOE

    recoverable.

    Sejauh ini, volume discovered di batu pasir Air Benakat dan Gumai, Sumatra Selatan

    kira-kira memiliki nilai 850 MMBOE dan 1,2 TCF (Gambar 19d) dan 19e). Hal ini

    menggambarkan rasio minyak 80% dan gas 20%, sehingga kebanyakan pada play Sumatra

    Selatan adalah oil-prone. Rasio ini mungkin terganggu oleh alokasi pengembangan kecil gas

    di masa lampau sebagai dry holes. Play ini dapat dinilai mature selama rasio gas dan oil

    rendah sehingga dapat mengindikasikan beberapa potensi gas di masa mendatang.

    Ukuran lapanngan berasal dari banyaknya populasi di lapangan Sumatra Selatan yang

    secara relatif lebih kecil daripada 30 MMBOE, meskipun ukuran lapangan minyak pasca

    perang adalah 36 MMBOE, dengan P10 (bagian tinggi) ukuran lapangan adalah 58 MMBO.

    Untuk gas, ukuran lapangan saat ini lebih kecil dari 135 BCF (22,5 MMBOE), dengan ukuran

    lapangan P!) lebih dari 272 BCF (45 MMBOE).

    Gambar 20 mereperesentasikan pengembangan secara grafis yang dibuat di cekungan

    Sumatra Selatan antara 1998 hingga 2005. Kira-kira 2,4 BBOE telah dikembangkan selama

  • Rizqi Fadlilah

    135090700111013

    waktu tersebut dan sekitar 27% dari total perhitungan ultimate recoverable reserves untuk

    semua lapangan pengembangan. Untuk pengembangan ini lebih dari 83% dari cadangan gas

    dan 60% adalah cadangan yang ada di fractured basement.

    Gambar 17. Sejarah explorasi cekungan di Sumatera Selatan

    Gambar 18. Kurva discovery kumulatif untuk cekungan Sumatera Selatan berdasarkan play

    dan tipe hidrokarbon

  • Rizqi Fadlilah

    135090700111013

    Gambar 19. Kurva sejarah discovery untuk : a). Formasi Talang Akar, b). Basement Pre

    Tersier, c).Formasi Batu Raja, d).Formasi Gumai, dan e).Formasi Air Benakat

  • Rizqi Fadlilah

    135090700111013

    Gambar 20. Grafik discovery pada cekungan Sumatera Selatan

    2.8 POTENSI EXPLORASI DI MASA MENDATANG

    Kecenderungan eksplorasi saat ini mengindikasikan bahwa tambahan cadangan

    minyak yang diprediksi akan mencapai range 200 hingga 500 MMBO. Mature oil cekungan

    Sumatra Selatan yang dieksplorasi adalah gas, dan mengandung gas dengan potensial yang

    baik pada play yang baru maupun play yang ada dan terbukti menghasilkan. Ekstrapolasi

    pada tren di dalam basement, sejarah discovery Talang Akar dan Batu Raja mengindikasikan

    jika 6 hingga 10 TCF gas dapat dikembangkan.

    Selama 15 tahun terakhir, terlihat beberapa eksplorasi telah berhasil di dalam sejarah

    eksplorasi cekungan Sumatra Selatan. Potensial di cekungan Sumatra Selatan lebih

    didominasi oleh gas. Tuntutan untuk gas di area ini didokumentasikan sebagai kebutuhan

    Indonesia mengurangi penggunaan minyak fosil untuk penghasil energi dan dukungan

    penolakan produksi oil. Saat ini setidaknya terdapat 4 TCF uncontracted gas di cekungan

    Sumatra Selatan. Ini merupakan hal yang penting untuk mengetahui arus cadangan gas

    sebagai kemungkinan akses pasar Sumatra dan Jawa Barat yang lebih terbuka untuk

    semuanya.