Riwayat Penerimaan Wahyu Ajaran Kerohanian Sapta Darma

16
Riwayat Penerimaan Wahyu Ajaran Kerohanian Sapta Darma Jumat, 03 Juni 2011 Diposkan oleh ando Riwayat penerimaan wahyu ajaran krohanian Sapta Darma, berlangsung secara terus-menerus berupa wejangan tulis tanpa papan (Sastra Jendra Hayuningrat) melalui sarana Sujud, selama 12 tahun sampai wafatnya BAPAK PANUNTUN AGUNG SRI GUTAMA [penerima wahyu ajaran] tanggal 16 Desember 1964. Istilah yang ada di dalam Kerohanian Sapta Darma adalah istilah asli, dalam arti istilah-istilah tersebut didapat dari hasil penerimaan yang datangnya dengan tiba-tiba/sekonyong- konyong dalam keadaan yang luar biasa, dengan saksi-saksi yang berganti-ganti. Tanggal 27 Desember1952, jam 01.00 sampai dengan jam 05.00 diterimanya wahyu SUJUD, sekonyong-konyong si penerima wahyu, Bapak Hardjosapuro, seluruh tubuhnya bergerak dengan sendirinya untuk melaksanakan sujud kepada Allah Hyang Maha Kuasa, secara otomatis diluar kemauannya (tidak dapat ditahan dengan kekuatan hatinya). Tanggal 13 Februari 1953, jam 10.00 diterimanya Wahyu RACUT, artinya mati didalam hidup (mati sakjeroning urip), pikiran seolah-olah mati namun inderanya masih hidup, keadaan rohani/Hyang Maha Suci saat Racut adalah sowan Hyang Maha Kuasa. Tanggal 12 Juli 1954, jam 11.00 diterimanya wahyu SIMBOL PRIBADI MANUSIA, dengan tulisan huruf Jawa SAPTA DARMA, selanjutnya diterima pula WEWARAH TUJUH dan SESANTI anehnya tulisan Wewarah tujuh dan Sesanti memakai huruf Latin. Oleh sebab itu sejak 12 Juli 1954, ajaran sujud tersebut baru mempunyai nama yaitu 'SAPTA DARMA'. Tanggal 15 Oktober 1954 diterimanya istilah TUNTUNAN, TUNTUNAN SANGGAR dan SANGGAR. Tuntunan adalah orang yang bertanggung jawab atas perkembangan ajaran dan kemurnian ajaran serta kemajuan dan ketentraman warga Sapta Darma. Tuntunan Sanggar adalah tuntunan yang kewenangannya di tingkat Sanggar. Sanggar adalah tempat melaksanakan Sujud menembah kepada Allah Hyang Maha Kuasa menurut keyakinan Ajaran Kerohanian Sapta Darma. Sanggar Candi Busono adalah sanggar yang ada di daerah-daerah. Sanggar Agung Candi Busono adalah sanggar tempat diterimanya wahyu ajaran Sapta Darma di Pare, Kediri, Jawa Timur. Sanggar Candi Sapta Rengga

description

Kejawen

Transcript of Riwayat Penerimaan Wahyu Ajaran Kerohanian Sapta Darma

Page 1: Riwayat Penerimaan Wahyu Ajaran Kerohanian Sapta Darma

Riwayat Penerimaan Wahyu Ajaran Kerohanian Sapta Darma

Jumat, 03 Juni 2011

Diposkan oleh ando Riwayat penerimaan wahyu ajaran krohanian Sapta Darma, berlangsung secara terus-menerus berupa wejangan tulis tanpa papan (Sastra Jendra Hayuningrat) melalui sarana Sujud, selama 12 tahun sampai wafatnya BAPAK PANUNTUN AGUNG SRI GUTAMA [penerima wahyu ajaran] tanggal 16 Desember 1964. 

Istilah yang ada di dalam Kerohanian Sapta Darma adalah istilah asli, dalam arti istilah-istilah tersebut didapat dari hasil penerimaan yang datangnya dengan tiba-tiba/sekonyong-konyong dalam keadaan yang luar biasa, dengan saksi-saksi yang berganti-ganti.

Tanggal 27 Desember1952, jam 01.00 sampai dengan jam 05.00 diterimanya wahyu SUJUD, sekonyong-konyong si penerima wahyu, Bapak Hardjosapuro, seluruh tubuhnya bergerak dengan sendirinya untuk melaksanakan sujud kepada Allah Hyang Maha Kuasa, secara otomatis diluar kemauannya (tidak dapat ditahan dengan kekuatan hatinya).

Tanggal 13 Februari 1953, jam 10.00 diterimanya Wahyu RACUT, artinya mati didalam hidup (mati sakjeroning urip), pikiran seolah-olah mati namun inderanya masih hidup, keadaan rohani/Hyang Maha Suci saat Racut adalah sowan Hyang Maha Kuasa.

Tanggal 12 Juli 1954, jam 11.00 diterimanya wahyu SIMBOL PRIBADI MANUSIA, dengan tulisan huruf Jawa SAPTA DARMA, selanjutnya diterima pula WEWARAH TUJUH dan SESANTI anehnya tulisan Wewarah tujuh dan Sesanti memakai huruf Latin. Oleh sebab itu sejak 12 Juli 1954, ajaran sujud tersebut baru mempunyai nama yaitu 'SAPTA DARMA'.

Tanggal 15 Oktober 1954 diterimanya istilah TUNTUNAN, TUNTUNAN SANGGAR dan SANGGAR. Tuntunan adalah orang yang bertanggung jawab atas perkembangan ajaran dan kemurnian ajaran serta kemajuan dan ketentraman warga Sapta Darma. Tuntunan Sanggar adalah tuntunan yang kewenangannya di tingkat Sanggar. Sanggar adalah tempat melaksanakan Sujud menembah kepada Allah Hyang Maha Kuasa menurut keyakinan Ajaran Kerohanian Sapta Darma.

Sanggar Candi Busono adalah sanggar yang ada di daerah-daerah. Sanggar Agung Candi Busono adalah sanggar tempat diterimanya wahyu ajaran Sapta Darma di Pare, Kediri, Jawa Timur. Sanggar Candi Sapta Rengga adalah Sanggar Pusat, tempat kedudukan Panuntun Agung Sri Gutomo, Tuntunan Agung Sri Pawenang, di Yogyakarta, di Jl. Surokarsan Mg.II/472.

Tanggal 27 Desember 1955, diterimanya wahyu sebutan SRI GUTAMA yang ditandai hujan lebat semalam suntuk.

Tanggal 19 Agustus 1956, diterimanya wahyu sebutan Panuntun Agung, sehingga lengkapnya menjadi Panuntun Agung Sri Gutama, yang artinya Pelopor Budi Luhur, dan saat itu pula diterima perintah dari Allah Hyang Maha Kuasa untuk menyebarkan Budi Luhur kepada seluruh umat manusia.

Ajaran ini aslinya SAPTA DARMA namun, dengan adanya hasil Seminar Nasional Penghayat Kepercayaan bahwa aliran kepercayaan dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu; Kerohanian, Kebatinan, Kejiwaan, maka Sapta Darma berubah menjadi Kerohanian

Page 2: Riwayat Penerimaan Wahyu Ajaran Kerohanian Sapta Darma

Sapta Darma, dan satu-satunya aliran Teologi Tradisional yang menggunakan istilah Kerohanian.

Ajaran Keroranian Sapta Darma ini dianut di seluruh Propinsi di Indonesia bahkan sampai ke luar negeri.

Materi Ajaran Kerohanian Sapta Darma

Jumat, 03 Juni 2011

Diposkan oleh ando

Inti dan pengertian Ajaran Kerohanian Sapta Darma didapat melalui Penelitian Sujud.

Sujud Asal Mula Manusia sebagai sarana untuk menghayati dan mendalami seluk beluk kehidupan jagad pribadi dan jagad raya/alam semesta.

Penguasaan dan pengertian Getaran meliputi ; Getaran Kasar, Getaran Halus , Getaran Hyang Maha Suci dan Getaran Hyang Maha Kuasa.

Sapta Rengga. Babahan Hawa Sanga. Pudak Sinumpet. Pernafasan Tiga. Racut, yaitu Hyang Maha Suci kita sowan kepada Hyang Maha Kuasa untuk

menerima wejangan-wejangan yang bermanfaat bagi ajaran , diri sendiri, keluarga,masyarakat, bangsa dan negara.

Wejangan Duabelas : o Wejangan 1 adalah; Penundukan saudara 12, di Kerohanian Sapta Darma

dikenal dengan saudara 12 yang menemani hidup kita sejak lahir sampai mati, 12 saudara tersebut mempunyai sifat, watak/karakter yang berbeda-beda.

o Wejangan 2; Wasiat tiga puluh tiga.o Wejangan 3; Pesta.o Wejangan 4; Naik kuda sembrani.o Wejangan 5; Perbintangan.o Wejangan 6; Tesing Dumadi Manusia.o Wejangan 7; Tali Rasa.o Wejangan 8; Saudara 12 jejer sama.o Wejangan 9; Manusia mati dikubur dalam tanah.o Wejangan 10; Manusia mati/melihat peralatan yang rusak.o Wejangan 11; Manusia mati sampai ke alam baka (kehidupan manusia setelah

mati)o Wejangan 12; Tutug Jejer Satrio Utomo.

Wewarah Tujuh ; adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap Warga Sapta Darma, dalam bermasyarakat, berbangsa, bernegara sebagai misi ajaran yang harus diamalkan tanpa pamerih.

Sesanti sebagai Visi Warga Kerohanian Sapta Darma, yang isinya; '' ING NGENDI BAE MARANG SOPO BAE WARGO SAPTO DARMO KUDU SUMUNAR PINDO

Page 3: Riwayat Penerimaan Wahyu Ajaran Kerohanian Sapta Darma

BASKORO ''. (DIMANA SAJA, KEPADA SIAPA SAJA,WARGA SAPTA DARMA HARUS BERSINAR LAKSANA SURYA)

Simbul Pribadi Manusia , sebagai sarana untuk mengenal diri pribadi.

Simbol Pribadi Manusia

Jumat, 03 Juni 2011

Diposkan oleh ando

Gambar disamping adalah gambar Simbol Pribadi Manusia yang melambangkan asal, sifat dari pribadi manusia yang wahyunya diterima tgl. 12 Juli 1954, jam 11 siang, dimana pada saat itu ada bayangan sinar berwujud gambar (seperti tersebut diatas) yang bergerak-gerak diatas meja, sedang gambar yang lain menempel di dinding rumah Bapak Panuntun Agung Sri Gutama dan sempat disaksikan pula oleh tetangga dan masyarakat yang kebetulan melewati rumahnya. Begitu berhasil digambar oleh pengikut Sri Gutama maka gambar tersebut menghilang.

Maksud dan makna simbol tersebut adalah :

Bentuk segi empat belah ketupat menggambarkan asal mula terjadinya manusia, yaitu: a. Sudut puncak : Sinar Cahaya Allah. b. Sudut bawah : sari-sari bumi. c. Sudut kanan dan kiri : perantaranya ayah dan ibu.

Tepi belah ketupat yang berwarna hijau tua, menggambarkan wadag (raga) manusia. Dasar warna hijau muda (maya), merupakan gambar Sinar Cahaya Tuhan. Berarti

bahwa didalam wadag/raga manusia diliputi Sinar cahaya Allah. Segi tiga sama sisi yang berwarna putih dengan tepi kuning emas menunjukkan asal

terjadinya (=dumadi) manusia dari tri tunggal, ialah : a. Sudut atas : sinar Cahaya Allah (nur Cahaya), b. Sudut kanan bawah : Air sarinya Bapak (Nur Rasa), c. Sudut kiri bawah : air sarinya Ibu (Nur Buat). Warna putih menunjukkan bahwa asal manusia dari barang yang suci/bersih baik luar maupun dalamnya. Sedangkan garis kuning emas yang ada ditepi segitiga mempunyai arti bahwa ketiganya asal manusia tersebut mengandung Sinar Cahaya Allah.

Page 4: Riwayat Penerimaan Wahyu Ajaran Kerohanian Sapta Darma

Segi tiga sama sisi yang tertutup lingkaran warna hitam, merah, kuning, putih, tersebut membentuk tiga buah segitiga sama sisi pula yang masing-masing segi tiga mempunyai 3 sudut sehingga 3 segitiga jumlahnya ada 9 sudut ini melambangkan bahwa manusia memiliki 9 lobang (babahan hawa sanga) yang terdiri dari mata ada 2 lubang, hidung 2 lubang, telinga 2 lubang, mulut 1 lubang, kemaluan 1 lubang, pembuangan/pelepasan 1 lubang.

Lingkaran melambangan keadaan manusia yang selalu berubah-ubah (anyakra manggilingan) dimana manusia akan kembali ke asalnya, rohani kembali kepada Hyang Maha Kuasa untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya di dunia, sedang jasmaninya kembali ke bumi.

Lingkaran hitam melambangkan, bahwa manusia memiliki nafsu angkara, nafsu ini berasal dari hawa hitam, karena mempunyai getaran yang beku, wujudnya antara lain berupa kata-kata yang kotor, pikiran, dan kemauan yang jelek dan seterusnya.

Lingkaran merah melambangkan bahwa manusia memiliki nafsu amarah. Lingkaran Kuning melambangkan nafsu keinginan yang timbul karena indera

penglihatan. Lingkaran putih melambangkan nafsu kesucian/perbuatan yang suci. Besar kecilnya lingkaran melambangkan besar kecilnya 4 sifat tersebut. Lingkaran putih ditutup gambar Semar, ini melambangkan lubang ke 10 yang

tertutup (Pudak Sinumpet) yang letaknya di ubun-ubun. Warna putih pada gambar Semar melambangkan Nur Cahaya atau Nur Putih, Nur

Petak ialah Hawa Suci (Hyang Maha Suci) dimana hanya Hyang Maha Sucilah yang mampu berhubungan dengan Hyang Maha Kuasa, caranya dengan menyatukan rasa di ubun-ubun hingga terwujud Nur Putih. Gambar Semar juga melambangkan Budi Luhur.

Gambar Semar menunjuk dengan jari telunjuk, melambangkan memberikan petunjuk pada manusia bahwa hanya ada satu sesembahan yaitu Allah Hyang Maha Kuasa.

Semar menggenggam tangan kirinya mengkiaskan bahwa ia telah memiliki keluhuran. Semar pakai kelintingan suatu tanda agar orang mendengar bila telah dibunyikan. Semar memakai pusaka menunjukkan bahwa tutur katanya (sabdanya) selalu suci. Lipatan kainnya 5 menunjukkan bahwa Semar telah memiliki dan dapat menjalani lima sifat Allah : Agung, Rokhim, Adil, Wasesa, dan Langgeng.

Tulisan dengan huruf Jawa : Nafsu, Budi, Pakerti, pada dasar hijau maya. Artinya memberi petunjuk bahwa manusia memiliki nafsu budi dan pakerti baik yang luhur maupun rendah/asor atau yang baik maupun yang buruk.

Tulisan Sapta Darma berarti : Sapta berarti tujuh, Darma berarti amal kewajiban suci, maka dari itu warga Sapta Darma wajib menjalankan isi wewarah tujuh seperti yang dikehendaki Hyang Maha Kuasa.

Dengan mengetahui asal manusia dan isi yang ada didalam tubuh manusia yang harus dimengerti serta harus diusahakan oleh manusia demi tercapainya keluhuran budi pakerti sesuai dengan Wewarah Ajaran Kerohanian Sapta Darma.

Sujud Dan Dua Belas Saudara

Minggu, 05 Juni 2011

Diposkan oleh ando

Page 5: Riwayat Penerimaan Wahyu Ajaran Kerohanian Sapta Darma

Dalam sujud manembah yang telah diuraikan turunnya getaran dari kepala benar dirasakan terutama sewaktu melintasi jalur di dada tempat adanya bentuk tiga belah ketupat Satu di atas, satu di tengah, dan satu di bawah Yaitu yang disebut dengan istilah radar.

Maka pada tiap belah ketupat itu terdapat getaran-getaran perwujudan dari sifat khusus kedua-belas saudara getaran berwarna hitam adalah aluwamah yang merah amarah, kuning suwiyah, putih mutmainah.

Adapun letak dan sifat dua belas saudara itu demikian Hyang Maha Suci di ubun-ubun, sarana untuk menghadap Hyang Maha Kuasa dalam sujud dan dalam hening Premana di dahi di antara kedua mata, untuk melihat segala hal yang tak tampak oleh mata biasa.

Jatingarang atau Suksmajati di bahu kiri tempatnya, Gandarwaraja di bahu kanan dan bersifat kejam sering bertengkar serta tamak, Brama di tengah, senang marah sifatnya,  Bayu di dada kanan, cirinya adalah keteguhan.

Endra di dada kiri dan berpembawaan malas, Mayangkara di pusar, seperti kera suka mencuri, merampas, mengejek, dan menghina ,Sukma rasa di pinggang kiri dan kanan, Suksmarasa di pinggang kiri dan kanan memiliki sifat halus perasaan.

Suksmakencana di tulang tungging pengaruhnya pada gairah kebirahian, Nagatahun atau Suksmanaga di tulang belakang seperti ular sifatnya berbelit-belit dan berbisa,  Baginda Kilir atau Nur Rasa bergerak sifatnya letaknya di ujung jari dan dapat digunakan oleh warga untuk menyembuhkan penyakit.

Maka dalam sujud Sapta Darma segala sifat saudara yang baik itu dikembangkan kepada kesempurnaan dan sifat saudara yang buruk diruwat agar menjadi tawar .

Sujud dan Penjelasannya

Jumat, 03 Juni 2011

Diposkan oleh ando Warga Sapta Darma diwajibkan sujud dalam sehari semalam (24 jam) sedikitnya sekali. Lebih dari itu lebih baik, dengan pengertian bahwa yang penting bukan banyak kalinya ia melakukan sujud tetapi kesungguhan sujudnya (emating sujud).Bila sujud dilakukan di Sanggar, dapat dilakukan bersama-sama dengan Tuntunan dan dapat sewaktu-waktu. Namun lebih baik waktu ditentukan.

Sikap duduk

Duduk tegak menghadap ke timur (timur/kawitan/asal), artinya diwaktu sujud manusia harus menyadari/mengetahui asalnya. Bagi pria duduk bersila kaki kanan didepan kaki kiri. Bagi wanita bertimpuh. Namun diperkenankan mengambil sikap duduk seenaknya asal tidak meninggalkan kesusilaan dan tidak mengganggu jalannya getaran rasa.Tangan bersidakep, yang kanan diluar dan yang kiri didalam.

(Lihatlah gambar no. 1 dan no. 2.)

Page 6: Riwayat Penerimaan Wahyu Ajaran Kerohanian Sapta Darma

Selanjutnya menentramkan badan dan pikiran, mata melihat ke depan ke satu titik pada ujung kain sanggar (mori) yang terletak + satu meter dari posisi duduk. Kepala dan punggung (tulang belakang) segaris lurus.

Setelah merasa tenang dan tentram, serta adanya getaran (hawa) dalam tubuh yang berjalan merambat dari bawah ke atas, selanjutnya getaran rasa tersebut merambat ke atas sampai di kepala, karenanya lalu mata terpejam dengan sendirinya. Kemudian setelah ada tanda pada ujung lidah terasa dingin seperti kena angin (jawa = pating trecep) dan keluar air liurnya terus ditelan, lalu mengucap dalam batin :

ALLAH HYANG MAHA AGUNG

ALLAH HYANG MAHA ROKHIM

ALLAH HYANG MAHA ADIL

Bila Kepala sudah terasa berat, tanda bahwa rasa telah terkumpul di kepala. Hal ini menjadikan badan tergoyang dengan sendirinya. Kemudian di mulai dengan merasakan jalannya air suci (sari) yang ada ditulang ekor (jawa = brutu atau silit kodok). Jalannya air sari merambat halus sekali, naik seolah-olah mendorong tubuh membungkuk ke muka. Membungkuknya badan diikuti terus (bukan karena kemauan tapi karena rasa), sampai dahi menyentuh kain sanggar, setelah dahi menyentuh lantai dalam batin mengucap :

HYANG MAHA SUCI SUJUD HYANG MAHA KUASA (3 kali)

(Lihatlah gambar no. 3 dan no. 4)

Setelah mengucapkan, kepala diangkat perlahan-lahan, hingga badan dalam sikap duduk tegak lagi seperti semula.Mengulang lagi merasakan di tulang ekor seperti tersebut diatas, sehingga dahi menyentuh kain sanggar lagi. Setelah dahi menyentuh kain sanggar di dalam batin mengucap :

Page 7: Riwayat Penerimaan Wahyu Ajaran Kerohanian Sapta Darma

KESALAHANNYA HYANG MAHA SUCI MOHON AMPUN HYANG MAHA KUASA (3 kali)

Dengan perlahan-lahan tegak kembali, lalu mengulang, merasakan lagi di tulang ekor seperti tersebut diatas sampai dahi menyentuh kain sanggar yang ke-3 kalinya.Kemudian dalam batin mengucap :

HYANG MAHA SUCI BERTOBAT HYANG MAHA KUASA (3 kali).

Akhirnya duduk tegak kembali, masih tetap dalam sikap tersebut hingga beberapa menit lagi, baru kemudian sujud selesai.

Keterangan :

Allah Hyang Maha : Agung, Rokhim, Adil maksudnya ; mengagungkan dan meluhurkan nama Allah serta mengingat akan sifat keluhuran Allah.

Hyang Maha Suci Sujud Hyang Maha Kuasa. Hyang Maha Suci ialah sebutan bagi roh suci seorang manusia yang berasal dari Sinar Cahaya Allah yang meliputi seluruh tubuh manusia.

Hyang Maha Kuasa adalah sebutan Allah yang menguasai alam semesta termasuk segala isinya baik rohaniah maupun jasmaniahnya.

SUJUD berarti penyerahan diri pada Hyang Maha Kuasa atau menyembah Hyang Maha Kuasa. Berarti Roh Suci kita menyerahkan purbawasesa pada Hyang Maha Kuasa.

Kesalahannya Hyang Maha Suci mohon ampun Hyang Maha Kuasa maksudnya ; setelah meneliti dan menyadari kesalahan-kesalahan ( dosa-dosa ) setiap harinya, maka selalu Roh Suci mohon ampun padaNya akan segala dosa-dosa tersebut.

Hyang Maha Suci Bertobat Hyang Maha Kuasa artinya; penelitian pada kesadaran akan dosa setiap harinya, maka setelah mohon ampun lalu bertobat berusaha untuk tidak berbuat kesalahan/dosa lagi.

Wejangan Ibu Sri Pawenang di Sanggar Agung Candi Sapta Rengga

Jumat, 03 Juni 2011

Diposkan oleh ando Yogyakarta, 28 Desember 1967, jam 11 siang

Kita sekalian betul-betul telah berdosa, karena mestinya pada kesempatan ini kita sekalian telah dapat membawa bekal untuk melaksanakan tugas Allah yang telah ditugaskan kepada kita.

Pancasila Allah meresap di dalam hidup umat manusia. Abdikanlah dirimu kepada Hyang Maha Kuasa. Jangankanlah kau selalu merasa khawatir.

Dunia ini persediaan untukmu anak-anakku, pergunakanlah sebaik-baiknya. Kamu tiada kekurangan apa-apa, bila kamu betul-betul mengabdi kepada Tuhan.

Waspadalah-waspadalah, umat manusia mengalami kehancuran. Tugas Tuntunan jangan kau abaikan.

Page 8: Riwayat Penerimaan Wahyu Ajaran Kerohanian Sapta Darma

Anak-anakku ingatlah, Sri Gutama meninggalkanmu tanggal 16 Desember, tanggal 17 Desember Sri Pawenang lahir ditugaskan melanjutkan perjuangan Sri Gutama.

Tanggal 27 Desember 1914, Sri Gutama dilahirkan di dunia. Tanggal 27 Desember 1952, Sri Gutama diberikan Wahyu Sujud, karena Sri Gutama

belum mempunyai cara-cara Sujud kepada Hyang Maha Kuasa. Sri Gutama dilahirkan untuk memberikan pepadang kepada umat, untuk

mengembalikan ajaran Tuhan yang telah dirusak oleh pemeluk-pemeluknya. Maka Sri Gutama laksana sinar yang menyinar laksana surya, menyinari manusia dan makluk-makluk lainnya.

Asal mula manusia dari lima keagungan yang dipunyai Tuhan. Apabila manusia bisa melaksanakan kehendak Tuhan, maka menjadi manusia yang mengerti, berbudi luhur, dapat mengabdi nusa dan bangsa, menghayu-hayu buana. Namun manusia selalu lupa kepada pemberian Tuhan. Maka bila manusia melupakan pemberian Tuhan, manusia akan mengalami kehancuran.

Tanggal 27 Desember 1967 Roh Sri Pawenang naik dipertemukan dengan Sri Gutama. Kami diberi tugas menyampaikan, karena banyak banyak Tuntunan yang masih belum tahu akan tugas-tugasnya. Pesan kami, marilah kita bersama-sama berjuang melaksanakan tugas suci. Pertajamlah senjatamu.

Tahun 1968 Sapta Darma mulai memancarkan cahayanya, dan Tuntunan akan diuji yang gawat, diuji oleh alam sekelilingnya. Memang ini kehendak Tuhan. Maka jagalah jangan warga-warga menjadi korban. Maka apabila ada rintangan simpangilah, hindarilah, memang ini kehendak Tuhan, untuk menilai darmamu. Namun apabila para Tuntunan melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya akan terhindar dari bahaya. Maka para Tuntunan sampaikanlah kepada para warga dan Tuntunan yang belum menerima ini.

Tugas jasmani akan terpenuhi jika tugas rokhani kamu dahulukan. Maka bila sebaliknya akan kesukaran dalam hidupnya. Tugas rokhani melaksanakan tugas dari Hyang Maha Kuasa.

Gambar Panuntun Agung & Tuntunan Agung

Sabtu, 04 Juni 2011 Diposkan oleh ando

Gambar Panuntun Agung Sri Gutomo

Page 9: Riwayat Penerimaan Wahyu Ajaran Kerohanian Sapta Darma

                                                     

                       Gambar Tuntunan Agung Sri Pawenang

Pengertian Adanya Tiga Alam

Sabtu, 04 Juni 2011

Diposkan oleh ando Dalam Kerohanian Sapta Darma dikenal adanya tiga alam,yaitu:

1. Alam wajar, ialah alam dimana manusia hidup bermasyarakat di dunia ini.2. Alam halus, ialah alam tempatnya roh-roh penasaran, jim setan peri perayangan,

rao-roh manusia dilumpur dosa yang tidak dapt kembali ke alam langgeng akibat perbuatan sewaktu hidupnya di alam wajar berbuat maksiyat, melanggar perintah-perintah Tuhan.

3. Alam langgeng atau alam sorga atau alam nirwana,ialah alam dimana roh-roh manusia setelah meninggalkan alam wajar dapat kembali ke sisi Hyang Maha Kuasa. Karena asalnya Hyang Maha Kuasa, maka manusia wajib berusaha agar rohaninya dapat kembali kepada Hyang Maha Kuasa.

Untuk dapat kembali kepada Hyang Maha Kuasa, maka manusia sewaktu hidupnya harus senantiasa berbuat kebajikan kepada sesama agar apabila rohani sudah meninggalkan jasmaninya dapat kembali ke alam langgeng, alam sorga atau alam nirwana

Sejarah Penerimaan Ajaran dan Ilham-ilham oleh Bapak Panuntun Agung Sri Gutama serta Perkembangan/Penyebarannya

Jumat, 03 Juni 2011

Page 10: Riwayat Penerimaan Wahyu Ajaran Kerohanian Sapta Darma

Diposkan oleh ando Di kota Pare, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, berdiamlah seorang bumi putra bangsa Indonesia yang bernama Bapak HARDJOSAPURO. Pada tanggal 26 Desember 1952, Bp. HARDJOSAPURO seharian ada di rumah. Pada malam harinya beliau pergi berkunjung ke rumah temannya. Setelah beliau pulang, selagi mau tidur, tepat pada jam 01.00 malam, sekonyong-konyong seluruh badan beliau tergerak dengan sendirinya, untuk sujud kehadapan Hyang Maha Kuasa secara otomatis diluar kemauannya dengan ucapan-ucapan sujud seperti dilakukan oleh warga Sapta Darma sekarang ini.

Gerak sujud yang luar biasa yang berlangsung dari jam 01.00 malam hingga jam 05.00 pagi. Begitulah timbul rasa takut yang meliputi beliau, karena selama hidupnya belum pernah mengalaminya. Sehingga mendorong beliau untuk datang pada temannya/sahabat kharibnya bernama Bp. Djojojaimun (tukang kulit). Pada jam 07.00 pagi sampailah Bp. Hardjosapuro di rumah kawannya dan diceritakannlah pengalaman yang aneh semalam, yang kelihatannya tidak dipercayai oleh Bapak Djojojaimun.

Keadaan yang demikian itu sendiri yang memberikan bukti kepadanya dengan secara tiba-tiba seluruh badannya tergerak dengan sendirinya seperti yang dialami oleh Bp. Hardjosapuro. Maka setelah Bp. Djojojaimun selesai mengalami sujud diluar kemauan tadi, keduanya mempunyai niat untuk datang kepada sahabatnya yaitu Sdr. KEMI seorang sopir yang tinggal di kampung Gedang Sewu (Pare) dengan pengharapan akan mendapatkan penjelasan-penjelasan serta nasehat-nasehat dari padanya. Tangga 28 Desember 1952 jam 17.00 mereka berdua telah melangkahkan kakinya ke rumah Sdr. Kemi dan dengan segera diceritakan pengalaman mereka.

Belum sampai kesudahan ceritanya, ketiga orang tersebut digerakkan semacam yang keadaannya sama. Dengan tiba-tiba Bp. Hardjosapuro melihat dengan terang gambar-gambar tumbal ditempat-tempat tertentu yang tertanam di rumah Sdr. KEMI. Setelah gerakan berhenti diceritakannlah kepada Sdr. KEMI, mereka semakin bertambah keheran-heranan setelah mendengar cerita Bp. Hardjosapuro, karena tidak satupun yang tidak cocok dengan keadaan yang sebenarnya. Mereka bertiga dengan sepakat menemui sahabatnya yang bernama SOMOGIMAN yang mengerti akan kebatinan, dengan harapan akan mendapatkan penjelasan dari padanya. Sdr. SOMOGIMAN adalah seorang pengusaha pengangkutan di kampung Plongko (Pare). Pengalaman gaib segera dipaparkan kepada saudara Somogiman yang banyak dikerumuni oleh kawan-kawannya. Sambutannya dingin dan kelihatannya tidak dipercaya. Tetapi apa dikata, secara tiba-tiba Sdr. Somogiman mendapat gerakan yang otomatis diluar kemauannya juga seperti apa yang diceritrakan teman-temannya tadi. Semenjak itu tersiarlah kabar dari mulut kemulut kegaiban di kota Pare yang dialami oleh Bp. Hardjosapuro dan kawan-kawannya. Hingga terdengar pula oleh Sdr. DARMO seorang sopir dan seorang lagi bernama Sdr. REKSOKASIRIN juragan batik. Kedua orang tersebut belum sampai mendengarkan cerita kawan-kawannya itu tiba-tiba mengalami gerakan sedemikian juga.

Pada saat kedua orang itu mengalami gerakan yang sama, semuanya juga bergerak bersama-sama sujud yang serupa. Kini jumlahnya 6 orang. Kemudian mereka kembali kerumahnya masing-masing. Kecuali Bp. HARDJOSAPURO yang tidak mau kembali kerumahnya karena takut mendapat gerakan-gerakan sendirian dirumahnya. Sampai dua bulan lamanya beliau tidak mau dirumahnya sendiri tetapi berganti-ganti dirumah temannya. Karena orang-orang tersebut seolah-olah sama niatnya untuk berkumpul setiap malam hingga dua bulan lamanya.

Page 11: Riwayat Penerimaan Wahyu Ajaran Kerohanian Sapta Darma

Pada suatu malam setelah ke enam orang tersebut berkumpul, oleh mereka diterima suatu penerimaan supaya kembali ke rumah Bp. HARDJOSAPURO karena nantinya akan menerima pelajaran-pelajaran dari Hyang Maha Kuasa yang lebih tinggi lagi. Begitulah keesokan harinya pada tanggal 13 Pebruari 1953 jam 10.00 pagi mereka sudah berkumpul dirumah Bp. Hardjosapuro kemudian sedang asyik-asyiknya bercakap-cakap diterima perintah langsung kepada Bp. HARDJOSAPURO dan berkatalah beliau dengan tiba-tiba, ’’Kawan-kawan lihatlah saya mau mati dan amat-amatilah saya ”. Maka berdebar-debarlah hati kawan-kawannya dengan mengamat-amati Bp. Hardjosapuro yang berbaring membujur ke timur sambil bersidakep itu. ”Inilah yang dikatakan RACUT ialah mati didalam hidu”. Pikiran yang seolah-olah mati akan tetapi rasanya masih hidup. Masih mendengar segala yang diceritakan orang akan tetapi tak mendengarkan segala yang diceritakan.

Dalam keadaan racut tersebut Bp. Hardjosapuro merasa badannya keluar dari wadagnya, dan naik ke atas melalui alam yang enak sekali dan masuk ke dalam rumah yang besar dan indah sekali dan beliau sujud didalamnya. Kemudian dilihatnya ada orang bersinar sekali, hingga badannya tak terlihat nyata karena sinar yang berkilauan itu. Setelah selesai sujud maka orang yang bersinar tadi terus memegang Bp. Hardjosapuro dan dibopong dan diayun-ayunkan setelah itu beliau dituntun ke sebuah sumur yang penuh airnya, disuruhnya membukanya dan setelah dubuka dijelaskan bahwa itu yang dinamakan sumur gumuling dan sumur jalatunda. Setelah selesai diberikan oleh sang raja yang bersinar tadi dua bilah keris yang diberi nama Nogososro dan benda Sugada. Setelah itu beliau disuruhnya kembali pulang. Setelah beliau pada waktu pulang beliau merasa diikuti oleh sebuah bintang yang amat besar dibelakangnya. Tidak lama kemudian Bp. Hardjosapuro terbangun, diceritakanlah pengalamannya kepada kawan-kawannya. Setelah itu kawan-kawannya disuruh berbuat sama . Lalu berkatalah beliau Bp. Hardjosapuro sekonyong-konyong bahwa itu adalah RACUT.

Racut selalu dikerjakan oleh Bp. HARDJOSAPURO untuk menerima pelajaran-pelajaran dari Hyang Maha Kuasa. Pada suatu ketika sedang beliau racut menerima sebuah buku besar dari Hyang Maha Kuasa.Riwayat penerimaan ajaran Kerohanian Sapta Darma ini berlangsung terus tiap-tiap hari tidak henti-hentinya, selama 12 tahun sampai dengan wafatnya Panuntun Agung Sri Gutama, maka riwayat penerimaan ini kami sajikan yang penting-penting saja.

Pada tanggal 12 Juli 1954 jam 11.00 siang, datanglah dirumah Bp. Hardjosapuro ialah : 1. Sdr. Sersan DIMAN, 2. Sdr. DJOJOSADJI, 3. Sdr. DANUMIHARDJO (Mantri guru Taman Siswa Pare). Mereka sedang asyiknya bercakap-cakap, tiba-tiba kelihatan dengan perlahan-lahan pemandangan sebuah gambar di meja tamu yang kelihatan dengan jelas sekali, tetapi kejadian ini tidak tetap, sebentar kelihatan sebentar lagi hilang. Tiba-tiba Sdr. Sersan Diman berdiri dengan sekonyong-konyong sambil menuding-nuding gambar tersebut dengan berkata keras : ”Ini harus digambar, ini harus digambar”, berkali-kali berkata demikian. Kemudian kawan-kawannya segera pergi ke toko mencari/membeli alat-alat gambar berupa mori putih, cat, kwas (alat-alat gambar tersebut). Setelah mendapatkannya terus segeralah digambar pemandangan gambar simbul itu sampai selesai. Setelah selesai digambar, maka hilanglah gambar pemandangan simbul itu dari pandangan mata, yang selanjutnya dinamakan SIMBUL PRIBADI MANUSIA. Pada gambar tersebut ada tulisan huruf Jawa : SAPTA DARMA, yang selanjutnya disempurnakan dengan penerimaan peribadatannya yang disebut SUJUD SAPTA DARMA /SUJUD ASAL MULA MANUSIA.

Sebelum 12 Juli 1954 peribadatan itu belum diketahui namanya. Selanjutnya menyusul penerimaan ”WEWARAH TUJUH’’. Kejadian ini sama halnya dengan gambar simbul

Page 12: Riwayat Penerimaan Wahyu Ajaran Kerohanian Sapta Darma

pribadi manusia, hanya bedanya dalam penerimaan yaitu kelihatan tulisan tanpa papan (Sastra Jendra Hayuningrat). Sedangkan bahasanya memakai bahasa daerah.

Pada bulan Oktober 1954, dalam suatu persujudan pada malam harinya diterima lagi suatu penerimaan yang memerintahkan agar Sdr. SARPAN ditunjuk sebagai TUNTUNAN SANGGAR di PARE, KEDIRI. Ini suatu penerimaan baru lagi yaitu istilah SANGGAR. Yang dimaksud istilah Sanggar adalah tempat peribadatan (Pasujudan bersama) dan istilah TUNTUNAN adalah orang yang menuntuni sujud.

Pada tanggal 27 Desember 1955, selagi para warga mengadakan pasujudan bersama di Pare, diterimalah nama SRIGUTAMA. Bersamaan dengan diterimanya nama tersebut jatuhlah hujan lebat semalam suntuk, seterusnya dari tanggal 19 Agustus 1956 Bp. HARDJOSAPURO disebut menjadi PANUNTUN AGUNG SRI GUTAMA (Pelopor Budi Luhur). Kemudian tugas untuk menyiarkan ajaran ini diterima terus menerus dari Hyang Maha Kuasa oleh Panuntun Agung Sri Gutama, akan tetapi selalu ditolaknya dan ditentangnya. Karena perintah itu tidak dapat dielakkan dan apabila ditolaknya dan ditentangnya hukuman dari Tuhan dengan kontan diterimanya.

Maka pada akhirnya diterimanya oleh Panuntun Agung Sri Gutama pula ditawarkan kepada para pengikutnya, beliau berkata : ”Siapa yang mau bertugas menyiarkan budi luhur dan menyampaikan kasih sayangnya kepada sekalian umat yang sedang menderita kegelapan, terutama yang menderita sengsara sakit”. Tawaran itu diterima dengan senang hati oleh para warga. Selanjutnya berkatalah Panuntun Agung Sri Gutama : ’’Kalau kamu sekalian mau/sanggup menjalankan budi luhur, janganlah saudara mempunyai pamerih apapun”. Maka untuk bekal saudara sekalian saya beri bekal ”SABDA WARAS’’ untuk menyembuhkan penderita penyakit dengan ”Sabda Waras”, tidak hanya kepada manusia saja, tetapi apabila perlu kepada khewan-khewan yang sakit. Jadi sekali-kali tidak boleh menerima upah dan memakai syarat apapun. Apabila ada orang yang menginginkan sujud, tuntunilah sujud kehadapan Hyang Maha Kuasa/Tuhan Yang Maha Esa seperti yang saya ajarkan.

Demikianlah pesan-pesan Panuntun kepada warga yang akan keluar kota Pare. Kemudian para petugas keluar kota Pare bersama-sama Panuntun Agung Sri Gutama keliling Tanah Air. Para petugas tadi ditempatkan di kota-kota dan di desa-desa diseluruh wilayah Tanah Air, di Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Barat, D. K. I. Jakarta, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Bali dan banyak dibawa oleh warga ABRI. Sekarang ini para petugas sudah pulang kedaerahnya masing-masing.Sejak itulah Ajaran Kerohanian Sapta Darma mulai berkembang biak.

Yogyakarta, 10 Nopember 1985