Riset Okt Des 2012 FA

31
http://balitbang.pu.go.id Pembangunan Berkelanjutan: Oase Kehidupan Masa Depan www.imagemaking.us Public Relations As A Pilar Belajar dari Hammarby Sjöstad, Swedia Berhentilah Mengeluh, Jadilah Agen Perubahan Volume X No. 4, Oktober - Desember 2012 ISSN : 1829-9059 Melanie Subono

Transcript of Riset Okt Des 2012 FA

Page 1: Riset Okt Des 2012 FA

http

://ba

litba

ng.p

u.go

.id

Pembangunan Berkelanjutan: Oase Kehidupan Masa Depan

www.

imag

emak

ing.us

Public RelationsAs A Pilar

Belajar dari Hammarby Sjöstad, Swedia

Berhentilah Mengeluh, Jadilah Agen Perubahan

Volume X No. 4, Oktober - Desember 2012ISSN : 1829-9059

Melanie Subono

Page 2: Riset Okt Des 2012 FA

FokusMenepis Harapan Utopis: Pembangunan BerkelanjutanUntuk Dunia yang Lebih Baik h7PU Seriusi Program Pembangunan Berkelanjutan h11Implementasi Pembangunan Berkelanjutan h13

InfostandAHSP, Pedoman Harga SatuanDalam Proyek Pekerjaan Umum h16Metode Menghitung CepatEstimasi Nilai Tanah h19

LitbangPeranserta Masyarakat dalam Pemeliharaan Lingkungan Permukiman Di Kota Yogyakarta h25 Meneropong Kawasan PermukimanPaloh dan Sajingan Besar (PALSA) h32Belajar dari Hammarby Sjöstad, Swedia h35

Scholar3R Rencana Hijau Dibalik Sebuah Pilihan h28

Forum dan Album h30

EVENTSelebrasi “Hijau” Ala Badan Litbang h38Agenda Panjang Membangun Kawasan Perbatasan h40Pemanfaatan E-Government dalam Mendukung Penyelenggaraan Litbang h42

OpiniTerampil Merancang Kontrak Di Ranah Birokrasi h44

ManajemenUji Coba Penerapan Kelembagaan OP Irigasi Lahan Kering h49

Profil BalaiBalai Lingkungan Keairan, Puslitbang SDA h54

Intermezzo Melanie Subono h56

KEMENTERIAN PEKERjAAN UMUMBadan Penelitian dan Pengembangan

PENANGGUNG JAWABGraita Sutadi

PEMBINABambang Hargono

Jawali MarbunAnita Firmanti

Lolly Martina Martief

PEMIMPIN UMUM Budiprastiyo Doelrachman

DEWAN REDAKSI F. Mulyantari

IGW. Samsi GunartaJohny F. Subrata

Mokhamad Wahabi

PEMIMPIN REDAKSIHeny Prasetyawati

WAKIL PEMIMPIN REDAKSIM. Mulya Permana

REDAKTUR PELAKSANARahmat Lubis

Hindun HasanahJohni Rakhman

Andri HakimR.J. Catherine Sihombing

Fika Laily Rakhmawti

EDITORNanda Ika Dewi Kumalasari

FOTOGRAFERRizki Akbar Maulana

SETTING/LAYOUTEvie Marlina

SEKRETARIAT/DISTRIBUSIDyah Sulistyowati

AryantoAhdian Sultoni

Asep Budi SetiadiSukhani

Alamat Redaksi Jl. Pattimura No.20 Gedung B.1.a Lt. 3

Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110Telp. 021-7226307 Fax. 021-7395062

E-mail : [email protected]

R E dA K s I editorial

Litbang 22Menyikapi ketiadaan instrumen pengelolaan situ yang efektif, Pus-litbang Sosekling telah mengem-bangkan suatu model dengan metode Multicriteria Decision Making Analysis (MCDA). Pengem-bangan metode ini telah dilakukan selama dua tahun terakhir, dengan mengambil lokasi penelitian di Situ Citayam dan Situ Pengasinan.

Studi Kasus Situ Pengasinandan Situ Citayam

47 MANAJEMEN

Public Relations As A Pilar

Peran humas menurut Reynald Kasali adalah menanamkan bahasa dan pikiran di hati publiknya dengan nilai positif. Humas harus mampu memberikan rekomendasi pada pimpinan organisasi berdasarkan fakta, bukan menghapus fakta demimenyenangkan hati pimpinan.

Tokoh 52Namanya sudah cukup meng-gaung ke seluruh penjuru dunia. Pemikirannya tajam dan lugas. Suaranya lantang menyuarakan t e n t a n g b a h aya ke r u s a k a n lingkungan. Emil Salim banyak melakukan kegiatan yang berkaitan langsung dengan isu mengenai pembangunan berkelanjutan.

4 Fokus

Membangun Untuk Masa Depan

Pelaksanaan pembangunan ber-kelanjutan memiliki empat ruang lingkup, yaitu dimensi ekologis, sosial-ekonomi-budaya, sosialpolitik,dan hukum-kelembagaan. Dari sisi dimensi ekologis, faktor penting yang menunjang adalah keharmonisan spasial, kapasitas asimilasi, dan pemanfaatan berkelanjutan.

Prof. Emil Salim

Desember menjadi bulan-bulan sibuk bagi setiap kementerian dan lembaga, tak terkecuali Kementerian Pekerjaan Umum. Hampir semua pekerja dipaksa untuk menjadi lebih produktif menjelang akhir tahun. Target yang sudah dipasang di awal tahun harus dikoreksi kembali, apakah benar target sudah tercapai? Berapa tingkat ketercapaiannya? Berapakah deviasinya?

Hingga kini ukuran keberhasilan pencapaian target kinerja kementerian dan lembaga masih dilihat dari besarnya penyerapan anggaran. Oleh karena itu, setiap unit kerja berlomba untuk mencapai tingkat penyerapan anggaran semaksimal mungkin, syukur-syukur bisa mencapai angka 100 persen.

Ditengah hiruk pikuk suasana “kejar setoran” akhir tahun, Dinamika Riset tetap hadir untuk menyajikan wacana penting seputar pembangunan berkelanjutan. Konsep pembangunan berkelanjutan adalah solusi pembangunan bagi masa depan manusia dan lingkungan.

Tak ketinggalan pula pada edisi ini redaksi menyertakan produk unggulan dari Badan Litbang PU yang telah resmi diluncurkan pada peringatan Hari Bakti PU 2012. Produk tersebut adalah Analisis Harga Satuan Pekerjaan di bidang ke-PU-an dan juga Model Perhitungan Cepat Ganti Rugi Tanah Untuk Pembangunan Waduk. Anda dapat menyimak detailnya di rubrik infostand. Informasi menarik lainnya dapat Anda temukan pada Dinamika Riset edisi tutup tahun. Semoga informasi yang kami hadirkan dapat menambah jendela wacana para pembaca sekalian. Selamat membaca dan berdialektika.

Salam HangatRedaksi

http

://ba

litba

ng.p

u.go

.id

Pembangunan Berkelanjutan: Oase Kehidupan Masa Depan

www.

imag

emak

ing.us

Public RelationsAs A Pilar

Belajar dari Hammarby Sjöstad, Swedia

Berhentilah Mengeluh, Jadilah Agen Perubahan

Volume X No. 4, Oktober - Desember 2012ISSN : 1829-9059

Melanie Subono

Page 3: Riset Okt Des 2012 FA

I t u l a h p e m b a n g u n a n a l a Soekarno, pembangunan a la menara gading dan penuh dengan simbol-simbol. Soekarno menyadari bahwa umur Indonesia yang masih begitu muda belum mampu untuk mebiayai pembangunan-pembangunan infra-struktur fisik. Namun, lihatlah kini, bila Soekarno masih hidup tentu akan sangat terperangah dengan derap pembangunan Indonesia yang sudah sebegitu dasyatnya, terlebih kota impiannya, Jakarta.

Benarkah pembangunan fisik yang sudah dilakukan pemerintah hingga kini adalah yang diimpikan oleh pendiri bangsa? Benarkah merebaknya pusat perbelanjaan bak cendawan di musim hujan adalah penanda bahwa Indonesia sudah sejajar dengan kota-kota destinasi belanja, seperti Tokyo, London, dan New York? Benarkah pola yang diterapkan, demi terbangunnya jalan-jalan mulus beraspal harus mengorbankan ratusan, bahkan ribuan hektar lahan persawahan? Benarkah atas nama menjaga degup jantung perekonomian lantas melegalkan pembangunan pusat perbelanjaan (lagi) di atas daerah resapan air?

Solusi Pembangunan Masa Depan

Kecenderungan pola pem-bangunan di Indonesia adalah bertumpu pada sektor ekonomi. B a h k a n t i d a k j a ra n g t u j u a n pembangunan tersebut hanya

untuk jangka pendek saja. Kesan yang timbul adalah pembangunan di Indonesia t idak terencana dengan cukup matang. Belum banyak pembangunan yang dengan sadar memperhitungkan faktor keberlanjutan, contohnya adalah

Selama rentang waktu 1945-1966, di masa pemerintahan duo proklamator Soekarno dan

Mohamad Hatta, Indonesia memulai langkahnya untuk bertumbuh menjadi sebuah negara. Banyak faktor yang harus dipersiapkan agar proses pertumbuhan sebagai negara baru tetap berlangsung sebagaimana mestinya. Pembangunan adalah salah satu faktor yang menjadi sorotan pada masa pemerintahan para pendiri negara tersebut.

Soekarno memiliki cita-cita untuk membangun Indonesia menjadi negara superior di mata warga dunia. Hal ini tergambar jelas dalam kutipan pidatonya yang dilaksanakan pada peringatan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia di tahun 1963. Berikut kutipannya:“Kita mau menjadi satu bangsa yang bebas merdeka, berdaulat penuh,

bermasayarakat adil dan makmur, satu bangsa besar yang hanyakrawati, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kartrahardja, otot kawat balung wesi, ora tedas tapak palune pande, ora tedas gurindo.” (Dikutip dari www.akirahydekinato.wordpress.com)

Untuk mencapai tujuan yang d i c i t a - c i t a k a n nya , S o e k a r n o merancang pola pembangunan yang cukup massif. Kita mengenal Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA). Meski akhirnya pembangunan di masa Soekarno tak berjalan mulus karena perang dan konfrontasi, namun kenyataannya Soekarno memiliki asa yang cukup kuat untuk menjadikan Indonesia sejajar dengan negara-negara di maju lainnya.

Fokus yang pertama adalah memoles Jakarta selaku ibukota negara. Pada pelantikan Ali Sadikin

Nanda IkaSekretariat Badan Litbang

serangan pembangunan pusat perbelanjaan di kota-kota besar Indonesia.

Pembangunan yang dilakukan secara serampangan jelas akan b e r d a m p a k p a d a e k s i s t e n s i lingkungan. Daya dukung lingkungan

“Kita mau menjadi satu bangsa yang bebas merdeka, berdaulat penuh, bermasayarakat adil dan makmur, satu bangsa besar yang hanyakrawati, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kartrahardja, otot kawat balung wesi, ora tedas tapak palune pande, ora tedas gurindo.”

sebagai gubernur Jakarta, Soekarno mengungkapkan keinginannya agar Jakarta setara dengan Tokyo, London, dan New York. Maka, mulailah Soekarno menorehkan kuas di atas kanvas besar bernama Jakarta.

Soekarno terobsesi dengan simbol dan landmark. Yang paling tersohor tentu saja adalah Monumen Nasional (Monas). Tugu setinggi 132 meter dengan lidah api berlapis emas yang menyala-nyala menggambarkan semangat perjuangan Indonesia yang senantiasa berkobar, jauh dari padam. Soekarno berharap semangat berjuang yang dilambangkan dalam lidah api monas dapat bertahan hingga waktu yang tak terbatas. Harapannya yang lain adalah agar monumen ini dapat menyaingi kedigdayaan Menara Eiffel di Perancis dan berbagai landmark lain yang tersebar di seluruh dunia.

Sustainable Development

Tugu Monas dengan lidah api berlapis emas menggambarkan semangat perjuangan Indonesia yang senantiasa berkobar.

indon

esiat

rave

l.biz

tesd.cesie.org

aviev

net.b

logsp

ot.co

m

4 dinamika RISET 5Oktober - Desember 2012

f o k u s f o k u s

Page 4: Riset Okt Des 2012 FA

lambat laun akan menurun dengan eksploitasi berkedok pembangunan. Udara bersih, air berkualitas baik, dan l ingkungan permukiman yang sehat perlahan-lahan akan menjadi barang langka. Hal yang lebih menakutkan adalah apa yang tersisa untuk generasi mendatang? Akankah dua atau tiga generasi setelah kita masih bisa dengan mudah mendapatkan makanan untuk dikonsumsi mengingat lahan pertanian sudah semakin tergerus oleh bangunan?

Indonesia jelas membutuhkan pola pembangunan yang lebih bijak dan terencana. Solusinya a d a l a h m e n e r a p k a n p o l a pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah pembangunan yang berguna untuk memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan (Brundtland, 1987).

Pada dasarnya konsep ini

adalah strategi pembangunan yang membatasi laju pemanfaatan ekosistem alamiah dan sember daya yang terkandung di dalamnya. Tu j u a n nya te n t u s a j a u n t u k memastikan agar pembangunan yang dilaksanakan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia t idak menambah tingkat kerusakan yang sudah ditanggung oleh lingkungan.

Pelaksanaan pembangunan berkelanjutan memiliki empat ruang lingkup, yaitu dimensi ekologis, sosial-ekonomi-budaya, sosial-politik, dan hukum-kelembagaan. D a r i s i s i d i m e n s i e ko l o g i s , terdapat tiga faktor penting yang dapat menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan. Faktor-faktor tersebut adalah keharmonisan spasial, kapasitas a s i m i l a s i , d a n p e m a n fa a t a n berkelanjutan.

Keharmonisan spasial adalah hal yang mutlak dibutuhkan. Dalam setiap pemanfaatan ruang kota, tidak seluruhnya diperuntukkan sebagai

zona pemanfaatan, namun harus ada ruang-ruang kota yang digunakan sebagai kawasan konservasi , maupun preservasi. Keberadaan ruang khusus konservasi sangat b e r g u n a u n t u k m e n d u k u n g tersedianya berbagai proses penunjang kehidupan, contohnya adalah siklus daur ulang limbah secara alami, siklus air tanah, dan berbagai hal penting lainnya.

Secara sosial-ekonomi, konsep pembangunan berkelanjutan mensyaratkan bahwa manfaat yang diperoleh dari kegiatan pembangunan suatu daerah harus diprioritaskan untuk kesejahteraan penduduk. Dimensi yang tak kalah penting adalah hukum-kelembagaan. Dimensi ini menjamin secara sah pelaksanaan pembangunan b e r ke l a n j u t a n d a n m e n j a g a derapnya agar tetap konsisten. Demi kelestarian lingkungan dan kehidupan generasi mendatang.Sumber : www.dokter-kota.blogspot.com

antaranews.com).Optimisme tergambar jelas

dalam pidato yang disampaikan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yu d h o y o n o k a l a m e n e r i m a penghargaan “Valuing Nature Awards for Leadership in the Coral

“Anehnya, masih ada orang yang bertanya, apakah mungkin untuk mencapai keseimbangan antara pertumbuhan dengan keadilan dan pembangunan berkelanjutan? Saya mengatakan itu tidak hanya mungkin. Ini adalah suatu keharusan. Ya, kita

Kawasan permukiman padat penduduk

geog

rafiu

pi201

0.blog

spot

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan konsep pembangunan berkelanjutan yang berkeadilan yang meyeimbangkan antara pemerataan pembangunan dan pelestarian lingkungan bukanlah utopia (khayalan) semata.

Presiden Yudhoyono saat terima penghargaan dari USABC

setk

ab.g

o.id

Nanda Ika Dewi, Sekretariat Badan Litbang

dapat menemukan keseimbangan itu,” kata Presiden Yudhoyono dalam sambutannya saat menerima dua penghargaan di bidang ekonomi dan pelestarian lingkungan di New York, Senin malam waktu setempat atau Selasa WIB (Dikutip dari www.

6 dinamika RISET 7Oktober - Desember 2012

f o k u s f o k u s

Page 5: Riset Okt Des 2012 FA

Triangle Initiative” dan “USABC 21st Century Economic Achievement” yang diselenggarakan di salah satu kota tersibuk di dunia, New York. Penghargaan yang diterima oleh Presiden Yudhoyono di bidang l ingkungan berasal dari The Nature Conservacy, WRI dan WWF, sedangkan penghargaan di bidang ekonomi merupakan prakarsa dari US-ASEAN Business Council.

Dua penghargaan yang telah diterima oleh Presiden Yudhoyono adalah prestasi bangsa Indonesia sebagai tim yang solid. Untuk mencapai prestasi ini dibutuhkan ke r j a s a m a ya n g a p i k a n t a ra pemerintah, swasta, dan masyarakat. Trinitas inilah yang menjadi pilar penting bagi kemajuan bangsa.

Di samping gegap gempita atas penerimaan anugerah yang diberikan oleh organisasi kelas dunia tersebut kepada Indonesia, poin penting yang harus digarisbawahi adalah komitmen Indonesia dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan. Dan poin inilah yang

mendapatkan apresiasi lebih di mata dunia internasional.

Pembangunan berkelanjutan menjadi pil pengurang rasa sakit bagi Planet Bumi yang semakin menderita oleh berbagai penyakit. Sebut saja menipisnya lapisan ozon, munculnya krisis pangan sebagai akibat dari berkurangnya lahan pertanian, dan berbagai penyakit kronis la innya. Sebagai obat penawar bagi permasalahan ini, sudah seharusnya pembangunan berkelanjutan mendapatkan porsi sosialisasi yang jauh lebih besar daripada promosi bidang properti yang durasinya melebihi dua jam per hari di televisi nasional Indonesia.

Sebuah fakta penting yang patut dicatat adalah ternyata tidak semua orang tahu apakah pembangunan berkelanjutan itu? Apa manfaatnya? Bagaimana caranya berpartisipasi dalam program ini? Jangankan masyarakat awam, sektor swasta, bahkan, mungkin, terdapat beberapa lembaga pemerintah yang juga kurang paham dengan pembangunan

berkelanjutan itu sendiri. Pembangunan berkelanjutan

sejatinya adalah konsep pem-bangunan yang cukup kompleks. Untuk memahaminya dibutuhkan kaca mata multi-dimensi dan kemampuan berpikir multi-tafsir. Oleh karenanya, hingga saat ini para pakar di bidang pembangunan masih bersepakat untuk mengadopsi pemahaman yang ditelurkan oleh Komisi Brundtland. Oleh komisi ini pembangunan berkelanjutan diartikan sebagai “pembangunan y a n g m e m e n u h i k e b u t u h a n generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang u n t u k memen u hi keb u t u ha n mereka” (Fauzi, 2004).

Untuk memastikan apakah program-program yang telah disusun oleh pemerintah sudah berjalan sesuai dengan koridor pembangunan berkelanjutan, oleh karenanya dibutuhkan prinsip-prinsip yang dapat digunakan sebagai pedoman. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:• Prinsip 1: Manusia menjadi pusat

perhatian dari pembangunan berkelanjutan. Mereka hidup secara sehat dan produktif, selaras dengan alam.

• Prinsip 2: Negara mempunyai, dalam hubungannya dengan the Charter of the United Nations dan prinsip hukum internasional, hak penguasa utnuk mengeksploitasi sumberdaya mereka yang sesuai dengan kebijakan lingkungan dan pembangunan mereka.

• Prinsip 3: Hak untuk melakukan p e m b a n g u n a n h a r u s d i i s i guna memenuhi kebutuhan pembangunan dan lingkungan yang sama dari generasi sekarang dan yang akan datang.

• P r i n s i p 4 : D a l a m r a n g k a p e n c a p a i a n p e m b a n g u n a n berkelanjutan, perlindungan

lingkungan seharusnya menjadi bagian yang integral dari proses pembangunan dan tidak dapat dianggap sebagai bagian terpisah dari proses tersebut.

• Prinsip 5: Semua negara dan masyarakat harus bekerjasama memerangi kemiskinan yang merupakan hambatan mencapai pembangunan berkelanjut.

• Prinsip 8: Untuk mencapai pembangunan berkelanjutan dan kualitas kehidupan masyarakat yang lebih baik, negara harus menurunkan atau mengurangi pola konsumsi dan produksi, serta mempromosikan kebijakan demografi yang sesuai.

• Prinsip 9: Negara harus mem-perkuat kapasitas yang dimiliki untuk pembangunan berlanjut melalui peningkatan pemahaman secara keilmuan dengan per-t u ka ra n i l m u p en g et a hu a n dan teknologi, serta dengan meningkatkan pembangunan, adapatasi, alih teknologi, termasuk teknologi baru dan inovasi teknologi.

• Prinsip 10: Penanganan terbaik isu-isu lingkungan adalah dengan partisipasi seluruh masyarakat yang tanggap terhadap lingkungan dari berbagai t ingkatan. Di tingkat nasional, masing-masing individu harus mempunyai akses terhadap informasi tentang lingkungan, termasuk informasi tentang material dan kegiatan berbahaya dalam lingkungan masyarakat, serta kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Negara harus memfasilitasi dan mendorong masyarakat untuk tanggap dan partisipasi melalui pembuatan informasi yang dapat diketahui secara luas.

• P r i n s i p 1 1 : D a l a m ra n g k a mempertahankan lingkungan,

pendekatan pencegahan harus diterapkan secara menyeluruh oleh negara sesuai dengan kemampuannya. Apabila terdapat ancaman serius atau kerusakan yang tak dapat dipulihkan, kekurangan ilmu pengetahuan seharusnya tidak dipakai sebagai alasan penundaan pengukuran biaya untuk mencegah penurunan kualitas lingkungan.

• Prinsip 12: Penilaian dampak lingkungan sebagai instrumen nasional harus dilakukan untuk kegiatan-kegiatan yang diusulkan, yang mungkin mempunyai dampak

Potret kerusakan lingkungan

langsung terhadap lingkungan yang memerlukan keputusan di tingkat nasional.

• Prinsip 13: Wanita mempunyai peran penting dalam pengelolaan dan pembangunan lingkungan. Partisipasi penuh mereka perlu untuk mencapai pembangunan berlanjut.

• Prinsip 14: Penduduk asli dan setempat mempunyai peran penting dalam pengelolaan dan pembangunan lingkungan karena pemahaman dan pengetahuan tradisional mereka. Negara harus mengenal dan mendorong

world

-fres

hfull

day.b

logsp

ot

Jakarta sesak

edor

usya

nto.b

logsp

ot

8 dinamika RISET 9Oktober - Desember 2012

f o k u s f o k u s

Page 6: Riset Okt Des 2012 FA

sepenuhnya identitas, budaya dan keinginan mereka serta menguatkan partisipasi mereka secara efektif dalam mencapai pembangunan berkelanjutan.

Prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan tersebut merupakan hasil dari Deklarasi Rio yang dilaksanakan pada tahun 1992 di Kota Rio De Janeiro, Brazil. Prinsip-prinsip ini penting untuk tetap dipegang agar derap langkah pembangunan berkelanjutan dapat terjaga. Akan tetapi, prinsip-prinsip ini tidaklah kaku, setiap negara dituntut untuk mengembangkan pola pendekatan sesuai dengan kondisi yang terjadi di negara masing-masing.

Wujud Nyata Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan telah menjelma menjadi agenda bersama bagi masyarakat dunia. Tak hanya dilakukan oleh negara-negara maju , namun konsep pembangunan berkelanjutan juga sebaiknya diterapkan oleh negara-negara berkembang. Permasalahan mendasar yang dihadapi oleh hampir semua negara adalah dilematisme

d a l a m m e n j a l a n k a n r o d a pembangunan, apakah hanya akan bertumpu pada upaya menaikkan kesejahteraan ekonomi semata ataukah turut mempertimbangkan faktor ekologi?

Dengan semakin rusaknya kondisi ekologi dan semakin sedikitnya cadangan sumber daya untuk mendukung kehidupan generasi selanjutnya, maka jawab-annya menjadi sangat jelas, tiap negara harus mengimplentasikan pola pembangunan yang mem-pertimbangkan faktor ekonomi dan ekologi.

Apakah Indonesia sudah me-laksanakan prinsip pembangunan berkelanjutan dengan benar? Mari kita lihat jawabannya. Pada dasarnya sangat mudah untuk melihat gejala apakah sebuah negara sudah menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan. Pertama, konversi l a h a n ya n g m e m p e r h a t i k a n faktor daya dukung lingkungan, kesejahteraan masyarakat setempat dan pihak-pihak lain yang terkait (stakeholders).

Di Indonesia proses konversi lahan pertanian atau hutan menjadi wilayah permukiman modern

ataupun industri skala besar sering abai terhadap persoalan lingkungan. Sebuah contoh yang paling dekat adalah menjamurnya pembangunan kompleks perumahan mewah di tengah sesaknya Kota Jakarta. Pembangunan perumahan mewah di penjuru Jakarta menyebabkan berkurangnya daerah resapan air. Imbasnya adalah banjir yang tak pernah berhenti menyambangi Jakarta kala musim hujan tiba.

Indikator kedua yang me-nunjukkan apakah sebuah negara telah menerapkan pola pem-bangunan berkelanjutan adalah tingkat kepedulian masyarakat terhadap lingkungan yang cukup t i n g g i . M e n ga p a ke p e d u l i a n masyarkat menjadi faktor penting? Kepedulian masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungan adalah modal yang paling mendasar untuk memastikan program yang sudah dirancang oleh pemerintah benar-benar mendapatkan dukung-an masyarakat di level akar rumput.

Kenyataan yang terjadi adalah tak semua masyrakat sadar dan mau untuk ikut dalam menjaga kelestarian lingkungan. Hal yang paling sederhana yang dapat di lakukan oleh awam adalah membuang sampah di tempatnya. Sudahkah habitus sederhana seperti membuang sampah di tempatnya benar-benar dilaksanakan oleh masyarakat?

Dari poin inilah kita wajib ber-tanya, sudah pantaskah Indonesia mendapatkan penghargaan di bidang ekonomi dan lingkungan? Baiknya kita berkaca pada semakin berkurangnya lahan pertanian di Indonesia, naiknya jumlah impor kedelai dari Amerika, dan semakin berkurangnya luas hutan hujan tropis di Kal imantan. Sudah pantaskah kita dihargai setinggi itu?

Konversi lahan pertanian

anta

rajat

im

Pendekatan pro-lingkungan sendiri merupakan bentuk kesadaran a k a n p e n t i n g nya m e n j a ga

kelestarian lingkungan sebagai bagian dari pembagunan ekonomi. ”Hal ini untuk menjamin pertumbuhan ekonomi dapat berjalan secara berkelanjutan untuk masa depan yang lebih baik”, ujar Djoko (dikutip dari www.pu.go.id)

Kementerian PU telah menetapkan garis dukungan yang jelas dalam m e l a k s a n a k a n p e m b a n g u n a n i n f ra s t r u k t u r d i I n d o n e s i a . P U

l a n g s u n g a k a n b e r d a m p a k pada pertumbuhan ekonomi , kesejahteraan rakyat, pem-bangunan lintas sektor, dan pengembangan wilayah. Kementerian PU juga m e m i l i k i t a n g g u n g j a w a b melaksanakan pembangunan infrastruktur yang mendukung ketahanan pangan, penanggulangan kemiskinan dan pencapaian target MDGs, peningkatan konektivitas nasional dan kelancaran arus orang dan barang, untuk mendukung pelaksanaan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) serta dalam rangka memperkuat daya saing ekonomi domestik (nasional).

Berdasarkan data terakhir yang dikeluarkan oleh World Economic Forum (WEF), Indonesia mengalami penurunan peringkat dalam The Global Competitiveness Report 2012-2013. Pada daftar yang dikeluarkan oleh WEF sebelumnya, Indonesia berada di peringkat 46, namun kali ini merosot ke peringkat 50.

Indeks daya saing menurut WEF dibentuk oleh tiga unsur utama, yaitu persyaratan dasar, penopang efisiensi, faktor inovasi, dan kecanggihan. Dari ke tiga unsur utama ini, selama tahun 2011-2012 hanya unsur terakhir yang mengalami kenaikan peringkat, walau hanya satu tingkat. Sedangkan dua unsur lain mengalami penurunan peringkat, yang terburuk adalah unsur pertama yaitu persyaratan dasar. Berikut kami sajikan data mengenai indeks daya saing Indonesia menurut Pilar Daya Saing 2011-2012.

s e b a ga i p e nye d i a l aya n a n infrastruktur berkomitmen u n t u k m e l a ks a n a ka n p o l a pembangunan berkelanjutan. Setidaknya memang kesan itulah yang berhasil ditangkap dalam pidato yang disampaikan oleh Menteri PU Djoko Kirmanto dalam Rapat Kerja Terbatas Wilayah Timur yang dilaksanakan di Bali.

Pe m b a n g u n a n ya n g d i -laksanakan oleh PU secara

PU Seriusi Program Pembangunan Berkelanjutan

Contoh tata ruang yang mempertimbangkan pembangunan berkelanjutan

Nanda Ika Dewi, Sekretariat Badan Litbang

Kementerian Pekerjaan Umum (PU) mendorong pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan melalui pendekatan yang pro pertumbuhan, pro lapangan kerja, pro pengurangan kemiskinan dan pro lingkungan. Djoko Kirmanto, Menteri Pekerjaan Umum, menyampaikan hal tersebut dalam arahannya mengawali Rapat Kerja Terbatas (Rakertas) Kementerian PU Wilayah Timur di Werdhapura, Jumat (2/11).

tata

ruan

gindo

nesia

.com

10 dinamika RISET 11Oktober - Desember 2012

f o k u s f o k u s

Page 7: Riset Okt Des 2012 FA

I n f ra s t r u k t u r m e n d u d u k i posisi ke-tujuh sebagai faktor yang mempengaruhi penilaian pemeringkatan daya saing global. Pentingnya faktor infrastruktur memang tidak dapat dinafikkan lagi. Namun begitu, faktor inilah yang justru menimbulkan dilema. Mengapa dilema?

Pemerintah dihadapkan pada persimpangan pilihan yang sulit. A p a ka h a ka n m e n d a h u l u ka n pembangunan demi meningkatnya daya saing nasional di mata dunia

ataukah mendahulukan program penyelamatan lingkungan? Mau t idak mau pemerintah harus melaksanakan keduanya. Oleh karena itulah formulasi pembangunan berkelanjutan adalah pola yang paling tepat untuk diterapkan.

Ke m e n t e r i a n P U p u n t a k ketinggalan untuk menerapkan pola ini sebagai bagian dari kebijakan nasional. Tertulis dengan jelas dalam visi Kementerian PU, yaitu tersedianya infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman yang

handal untuk mendukung Indonesia sejahtera 2025.

D a l a m m e n c a p a i v i s i tersebut, maka Kementerian PU mengerucutkannya menjadi salah satu misi, yaitu “mewujudkan penataan ruang sebagai acuan matra spasial dari pembangunan nasional dan daerah serta keterpaduan p e m b a n g u n a n i n f ra s t r u k t u r pekerjaan umum dan permukiman berbasis penataan ruang dalam rangka pembangunan berkelanjutan”.

Misi pertama tersebut secara t e g a s m e n y e b u t k a n b a h w a p e m b a n g u n a n i n f ra s t r u k t u r pekerjaan umum dan permukiman dibangun berdasarkan perencanaan penataan ruang yang komprehensif dan juga mempertimbangkan faktor lingkungan (berkelanjutan). Perlu diketahui lebih lanjut bahwa pembangunan berkelanjutan yang dimaksud disini bukan semata-mata pembangunan yang berwawasan lingkungan saja, melainkan juga “merangkul” sektor budaya dan juga sektor ekonomi.

Sektor budaya juga termasuk dalam program pembangunan berkelanjutan karena diharapkan rencana pembangunan yang disusun mempertimbangkan faktor budaya lokal. Pengetahuan lokal yang sudah tumbuh dalam masyarakat sejak lama harusnya dipertimbangkan sebagai “modal” pembangunan. Contohnya adalah budaya gotong royong dan musyawarah.

M e n te r i P U s e n d i r i te l a h melakukan langkah cerdas dengan memintta setiap kontraktor proyek konstruksi untuk mengadopsi prinsip-prinsip pembangunan berkelanjuta. Semoga kiprah dari Kementerian PU dapat memberikan sumbangan bagi terlaksananya p e m b a n g u n a n b e rke l a n j u t a n nasioonal.

mengenai peran dan kontribusi apa saja yang bisa diberikan untuk mendukung tercapainya target pembangunan tersebut.

Menggusur sektor swasta dari rel pelaksanaan pembangunan berkelanjutan adalah hal yang tidak tepat. Sektor swasta memiliki p e r a n y a n g b e g i t u p e n t i n g dalam mendukung tercapainya kesejahteraan ekonomi sebuah

Komitmen pemerintah dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan membutuhkan

dukungan dari berbagai pihak. Hal ini disebutkan dalam salah satu pilar yang mendukung terlaksananya pembangunan berkelanjutan, yaitu komunikasi yang intens antar pemangku kepentingan. Pemerintah, swasta, masyarakat wajib berkomunikasi secara intens

Implementasi Pembangunan Berkelanjutan

Proyek pengembangan kota

Infrastruktur perkotaan

Nanda Ika Dewi, Sekretariat Badan Litbang

n e ga ra . K i n i , s e k to r s wa s t a berada di barisan terdepan untuk mendukung program pembangunan berkelanjutan dengan cara yang kreatif dan inovatif.

Dalam Konferensi Tingkat Tinggi Rio +20 yang dihadiri oleh para pelaku bisnis dunia disimpulkan bahwa pendekatan inovatif dipilih sektor swasta sebagai bentuk dukungan terhadap pelaksanaan pembangunan

Pemerintah harus segera menyiapkan standar pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dengan tujuan mendorong pelaku bisnis melaksanakan hal tersebut. “Standarisasi menjadi hal penting mengingat saat ini banyak pelaku usaha yang mengklaim sudah melaksanakan `sustainable development`, tetapi tidak ada ukuran yang jelas,” kata Presiden Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD), Shinta Widjaja Kamdani di Jakarta, Selasa.(dikutip dari antaranews.com)

ecof

riend

.com

usa.s

iemen

s.com na

tiona

lgeog

raph

ic.co

.id

12 dinamika RISET 13Oktober - Desember 2012

f o k u s f o k u s

Page 8: Riset Okt Des 2012 FA

berkelanjutan. “Kalangan bisnis mengambilalih posisi terdepan dan kini mulai meningkatkan upaya dalam berkolaborasi, tidak hanya berkompetisi. Kita harus menggerakkan komitmen dengan menggunakan teknologi inovatif dalam model bisnis baru,” papar wakil KADIN dalam konferensi tersebut (dikutip dari beritasatu.com).

Kesiapan pihak swasta dalam mendukung program pembangunan berkelanjutan harus didukung oleh pemerintah dengan menyediakan instrumen-instrumen yang dapat dipakai sebagai acuan dalam proses pelaksanaan usaha. “Kami berharap pemerintah lebih siap menempatkan kerangka kebijakan yang akan memungkinkan dunia usaha untuk meningkatkan metode terbaik dan teknologi inovatif untuk mencapai tujuan keberlanjutan,” dituturkan oleh Ketua Umum KADIN Suryo Bambang Sulistio (dikutip dari beritasatu.com).

P e m e r i n t a h d i h a r a p k a n u n t u k m e n g e l u a r ka n a t u ra n yang jelas, misalnya setiap usaha yang bersinggungan langsung dengan faktor lingkungan, seperti perusahaan tambang atau pulp, diwajibkan untuk menerapkan program meminimalisasi gas karbon. Target jangka panjangnya adalah setiap perusahaan harus sudah menerapkan zero karbon. Akan tetapi, target seperti ini memang tidak mudah untuk direalisasikan. O l e h ka re n a nya , d i b u t u h ka n komitmen yang kuat oleh berbagai pihak.

Beberapa waktu lalu sempat terlontar usulan dari Kementerian Lingkungan Hidup untuk membentuk Dewan Nasional Pembangunan Berkelanjutan. Namun, usulan ini ditanggapi dengan bijak oleh Prof. Emil Salim selaku menteri l ingkungan hidup pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. Menurut Emil Salim tidak perlu

dibentuk dewan khusus yang membidangi isu pembangunan berkelanjutan. Masih menurut Prof. Emil Salim yang dibutuhkan saat ini justru mengoptimalkan koordinasi dari semua lembaga yang sudah ada (sumber : www.greenradio.com).

Kontribusi Kementerian PUKementerian PU memberikan

kontribusi nyata dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, yaitu dengan dikeluarkannya Rencana Ta t a Ru a n g W i l aya h . RT RW harus dijadikan sebagai acuan pembangunan, baik oleh pemerintah pusat, maupun daerah. Dan untuk selanjutnya dieksekusi oleh pihak swasta selaku kontraktor.

Pada peringatan Hari Tata Ruang 2011, sebanyak 60 pemimpin daerah telah bersepakat untuk menandatangani piagam komitmen kota hijau. Piagam ini menuntut agar setiap kepala daerah berkomitmen untuk menyediakan 30 persen dari keseluruhan lahan sebagai wilayah hijau.

Kota yang hendak menerapkan prinsip hijau diwajibkan untuk memanfaatkan secara efektif dan efesien sumberdaya air dan mineral, mengurangi limbah, menerapkan transportasi terpadu, menjamin kesehatan lingkungan alami,dan buatan berdasarkan perencanaan dan perancangan kota yang berpihak pada prinsip pembangunan yang

berkelanjutan.Sebelum berpartisipasi dalam

program kota hijau ini, setiap kota telah diseleksi dengan beberapa kriteria, yaitu memiliki peraturan daerah (Perda) RTRW yang sesuai dengan UUPR nomor 26/2007 dan mendapat persetujuan substansi RTRW dari Menteri PU. Sebagai langkah lanjutan setiap kota dituntut untuk menyiapkan rencana dan desain yang berkorelasi dengan wawasan lingkungan. Faktor lain yang tidak kalah penting adalah melibatkan masyarakat secara aktif dalam pengembangan dan perwujudan kota.

Penerapan konsep kota hijau merupakan wujud yang paling nyata dalam mendukung terlaksananya

pembangunan berkelanjutan. Badan Litbang PU sebagai institusi yang memproduksi teknologi bidang ke-PU-an sudah merespon kebutuhan ini dengan menghasilkan teknologi yang mendukung pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Beberapa contoh teknologi yang sudah dikenal baik oleh publik adalah taman ekoteknologi (ecotech garden) dan tungku sanira (tungku pembakaran sampah nir racun).

Taman ekoteknologi merupakan cara pengelolaan limbah rumah t a n g ga ( g re y wa te r ) d e n ga n memanfaatkan tanaman-tanaman air untuk sebagai filter penyaring racun. Se la in memanfaatkan tanaman air untuk menyaring racun, teknologi ini juga memanfaatkan

kontur kemiringan tanah. Taman ekoteknologi mampu mengurangi unsur pencemar yang ada di dalam air.

Tungku sanira adalah tungku pembakaran sampah nir racun atau non-toxic waste furnace yang menggunakan sistem pembakaran tanpa bahan bakar minyak yang melalui proses filter asap serta sistem water spray untuk meredam asap gas C02. Karena tak menggunakan bahan bakar minyak, tungku Sanira tidak mengeluarkan polutan yang mencemari lingkungan.

Sampah yang diolah dalam tungku Sanira meliputi sampah organik dan sampah nonorganik dengan jenis sampah yang di-utamakan adalah sampah yang tidak bisa didaur ulang seperti plastik. Tungku Sanira membakar sampah yang berukuran 10 hingga 20 cm hingga habis tak bersisa dengan memanfaatkan panas yang berasal dari bata api dan perputaran udara. Suhu pembakaran dalam tungku Sanira bisa mencapai suhu 800 derajat celsius. Teknologi-teknologi yang telah dihasilkan oleh Badan Litbang dapat diterapkan di skala komunal. Teknologi tersebut dapat berperan dalam menjaga kelestarian lingkungan.

Ruang terbuka hijau

Taman ekoteknologi

Koordinasi pihak terkait pembangunan kota hijau

Air hasil filtrasi taman ekoteknologi

shne

ws.co

m

14 dinamika RISET 15Oktober - Desember 2012

f o k u s f o k u s

Page 9: Riset Okt Des 2012 FA

Jika ingin membangun rumah, kita pasti membuat RAB atau Rencana Anggaran Biaya. Dalam

RAB tersebut, dicantumkan ber-bagai estimasi biaya yang akan dike-luarkan, seperti anggaran untuk material, upah pekerja hingga per-alatan. RAB merupakan gambaran mengenai estimasi total anggar-an (cost) yang bakal dikeluarkan. Nah, bagaimana dengan proyek pembangunan dengan beban pe-kerjaan yang cukup berat, seperti

membangun proyek jalan tol atau waduk, misalnya?

AHSP atau Analisis Harga Satuan Pekerjaan fungsinya mirip dengan RAB. Pada AHSP, harga satuan tiap pekerjaan dihitung berdasarkan harga satuan bahan, upah kerja, dan nilai koefisien tiap pekerjaan. AHSP juga dapat memberikan gambaran mengenai biaya yang kira-kira diperlukan dalam sebuah proyek pekerjaan umum. Sebenarnya secara prinsip baik RAB maupun

AHSP memiliki kemiripan. Baik proyek pekerjaan ringan maupun berat sama-sama membutuhkan rincian biaya.

Pada pekerjaan berat, AHSP penting sebagai pedoman dalam melaksanakan pekerjaan kon-struksi. Pedoman ini menjelas-kan prinsip dasar menganalisis harga satuan dasar upah pekerja, alat dan bahan, serta dasar untuk AHSP. Kementerian Pekerjaan Umum pada Nopember yang lalu

AHSP, Pedoman Harga Satuan Dalam Proyek Pekerjaan Umum

Prihanggani Yayi, Sekretariat Badan Litbang

Pemantauan pembangunan saluran air Sei Pulaukh

aeru

lji.wo

rdpr

ess

dengan spesifikasi teknis yang digunakan, asumsi-asumsi, yang secara teknis mendukung proses analisis, penggunaan alat mekanis atau manual, peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang berlaku, serta pertimbangan teknis (engineering judment) terhadap situasi dan kondisi setempat.

Berikut HSD dideskripsikan secara umum:

Harga Satuan Dasar Tenaga Kerja

Faktor yang memperngaruhi HSD tenaga kerja antara lain jumlah tenaga kerja dan tingkat keahlian tenaga kerja. Biaya tenaga kerja standar dapat dibayardalam sistem hari orang standar atau jam orang standar. Besarnya dipengaruhi oleh jenis pekerjaan dan lokasi di mana proyek berlangsung. Secara lebih rinci, faktor-faktor tersebut antara lain:• Keahlian tenaga kerja• Jumlah tenaga kerja• Faktor kesulitan pekerjaan• Ketersediaan peralatan• Lamanya pekerjaan• Persaingan tenaga kerja

meluncurkan AHSP terbaru yang merupakan pengembangan dari Panduan Analisis Harga Satuan (AHS) yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum No. 008-1/BM/2012 edisi Desember 2010, Analisa Biaya Konstruksi (ABK) oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) Tahun 2008, dan Pedoman Analisa Harga Satuan (PAHS) oleh Puslitbang Sumber Daya Air. Dalam pedoman ini sudah termasuk panduan AHSP bidang pekerjaan Cipta Karya, Bina Marga dan Sumber Daya Air.

Pedoman yang diperbaruiPedoman ini terdiri atas

beberapa pasal, yaitu : Pasal 1 sampai dengan Pasal 5 mengurai-kan hal-hal yang bersifat umum dan persyaratan untuk proses menganalisis harga satuan. Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8, masing-masing menguraikan lingkup pekerjaan dan langkah-langkah proses untuk :• Analisis Harga Satuan Pekerjaan

(AHSP) Sumber Daya Air• Analisis Harga Satuan Pekerjaan

(AHSP) Bina Marga• Analisis Harga Satuan Pekerjaan

(AHSP) Cipta KaryaPedoman yang dipersiapkan

oleh Panitia Teknis 91-01 Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil ini, telah dibahas dalam forum rapat konsensus yang di-selenggarakan pada tanggal 13 Nopember 2012 di Bandung, dengan melibatkan para narasumber, pakar, dan lembaga terkait. Pedoman AHSP ini merupakan pedoman yang diperbarui setelah sebelumnya belum pernah diperbarui sejak dibuat pada zaman kolonial Belanda tahun 1928 dan disempurnakan tahun 1941. Selama ini para kontraktor menggunakan analisis upah dan bahan (BOW Analytic)

temuan Belanda pada 1941 lalu tersebut untuk menghitung biaya konstruksi.

Dalam pedoman ini dijabarkan langkah-langkah menghitung Harga Satuan Dasar (HSD) upah tenaga kerja, HSD alat dan HSD material. Selain itu juga untuk menghitung harga satuan pekerjaan (HSP), harga perkiraan sendiri (HPS) atau owners estimate (OE) bagi pekerjaan konstruksi, dan harga perkiraan perencana (HPP) atau engineering estimate (EE) bagi para penyedia jasa untuk pekerjaan bidang ke-PU-an. Bukan hanya untuk menghitung, pedoman ini juga dapat dijadikan panduan untuk membantu menganalisis harga satuan dasar komponen pekerjaan.

Perhitungan yang Detail dan Spesifik

Harga Satuan Pekerjaan (HSP) terdiri atas biaya langsung dan tidak langsung. Biaya langsung terdiri atas upah, alat dan bahan. Sementara biaya tidak langsung merupakan biaya umum serta keuntungan. Dalam penerapannya, perhitungan HSP harus disesuaikan

Bendungan Aporo Sultra

pu.g

o.id

16 dinamika RISET 17Oktober - Desember 2012

I N f o s T A N D I N f o s T A N D

Page 10: Riset Okt Des 2012 FA

Klasifikasi tenaga kerja yang ada pada suatu proyek pekerjaan umum juga menjadi salah satu contoh keahlian tenaga kerja yang berpengaruh pada upah tenaga kerja yang akan dibayarkan. Upah seharusnya sesuai dengan standar Upah Miminum Regional yang berlaku. Komponen dasar upah tenaga kerja adalah upah yang sesuai UMR di samping tunjangan-tunjangan seperti uang makan, transport, pengobatan dan pengamanan, tempat tinggal sementara, serta perlengkapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) konstruksi.

Selain tenaga kerja yang telah tetap (misalnya, mandor, tukang, sopir), ada juga pekerja standar yang bisa mengerjakan satu jenis pekerjaan seperti tukang gali, tukang aspal, dan lain-lain. pekerja standar ini disebut juga orang harian dan sistem pengupaahannya perhari dengan spesifikasi I hari dengan delapan jam kerja termasuk satu jam istirahat.

Harga Satuan Dasar AlatKomponen alat yang menjadi dasar dalam mata pembayaran sebuah proyek pekerjaan umum antara lain: jenis peralatan, efisiensi kerja, kondisi cuaca, kondisi medan, dan jenis material yang dikerjakan.

Untuk pekerjaan bangunan gedung, kecuali alat-alat manual yang biasa digunakan (seperti cangkul, sendok tembok, dan sebagainya), peralatan berat disediakan dengan cara sistem sewa. Adapun banyak hal yang menjadi pertimbangan dalam menghitung biaya berdasarkan alat, termasuk seberapa tinggi fungsi nilai sebuah alat dalam proyek pekerjaan umum.

Cara menghitung biaya per-alatan berdasarkan satauan waktu pun membutuhkan beberapa hal sebagai determinan. Hal-hal tersebut memerlukan perhitungan cermat dan spesifik mengingat nilai sebuah alat tidak sama satu dengan yang lainnya. Jika ingin menghitung berdasarkan satuan waktu, maka yang harus dilihat antara lain faktor jenis alat yang digunakan, tenaga mesin, kapasitas alat, umur ekonomi alat, jam kerja alat pertahun, harga pokok alat, nilai sisa alat, tingkat suku bunga, faktor angsuran modal, dan biaya pengembalian modal, upah tenaga, harga bahan bakar, serta asuransi dan pajak.

Harga Satuan Dasar BahanFaktor yang mempengaruhi HSD bahan antara lain kualitas, kuantitas serta lokasi asal bahan. HSD bahan dibedakan menjadi tiga, yakni:

• HSD bahan baku, seperti batu, pasir, semen dan lain-lain.

• HSD bahan olahan, seperti agregat kasar dan agregat halus, campuran beton semen, dan lain-lain.

• HSD bahan jadi, seperti tiang pan-cang beton pracetak, geosintetik dan lain-lain.

Untuk pekerjaan umum jalan, jembatan dan bangunan air, biasa-nya menggunakan alat mekanis dan hanya sebagian kecil peker-jaan yang menggunakan teknik manual. Sementara untuk peker-jaan bangunan gedung, biasanya material diterima di lokasi kerja dalam keadaan siap campur, siap dirakit atau siap dipasang. Oleh karena itu, tidak ada tahap pengerjaan pengolahan sehingga HSD bahan baku tidak diperlukan.

Semua HSD (baik upah, alat dan bahan) berpengaruh pada Harga Satuan Pekerjaan. Tiap-tiap pekerjaan memiliki mekanisme pekerjaannya masing-masing yang tidak sama satu dengan lainnya. Misalnya pekerjaan jembatan yang membutuhkan sedikit tenaga manual atau pekerjaan bangunan air yang membutuhkan base camp material yang cukup dekat dengan lokasi di mana bangunan air akan dibangun. Beberapa hal yang berpengaruh terhadap HSP antara lain: asumsi, urutan pe-kerjaan, faktor yang mempenga-ruhi analisis produktivitas, serta koefisien bahan, alat dan tenaga kerja. Untuk langkah-langkah penghitungannya ada rumusnya tersendiri. Semua yang diperlukan untuk membuat rincian harga satuan pekerjaan, bisa didapat dalam pedoman ini. Kemudian tinggal mengaplikasikannya dalam template tertentu, maka rincian biaya siap dibuat.

Pembangunan jembatan

onec

hand

.blog

spot

Apapun aktivitas pembangun-an - terutama yang membu-tuhkan tanah dengan luasan

tertentu - kadang harus terbentur oleh beberapa masalah, misalnya dalam proses pengalihan lahan yang awalnya dimiliki masyarakat untuk digunakan negara untuk kepentingan pembangunan. Seperti misalnya dalam hal pembangunan waduk. Meski pembangunan waduk dimaksudkan dengan beberapa tujuan penting dan umum, seperti sebagai pembangkit tenaga listrik, pada kenyataannya prosesnya tidaklah mudah. Proses pengalihan tanah tidaklah mudah dan cepat.

Pada Undang-Undang No. 5

Tahun 1960 mengenai Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria serta pada Undang Undang No. 2 Tahun 2012 yang berisi tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepenting-an Umum, negara sebetulnya berusaha menjamin ketersediaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Namun di sisi lain juga tetap mengakui dan melindungi hak kepemilikan tanah oleh warga negara. Oleh karena itu, dalam pengalihan hak tersebut diperlukan adanya mekanisme yang selain menjamin pemenuhan kebutuhan akan tanah, juga dapat menjamin terpenuhinya hak-hak

warga negara terutama hak sosial ekonomi atas tanah.

Pengaturan semacam ini penting mengingat pada pembangunan infrastruktur seperti pembangun-an waduk, menjadi tertunda karena pengalihan lahan yang belum selesai. Proses pengalihan lahan yang memakan waktu ini biasanya disertai dengan pemberian kom-pensasi atau ganti-rugi berupa uang, relokasi, dan/atau pemukiman kembali penduduk. Hambatan dapat muncul ketika pemilik tanah menghitung nilai tanahnya jauh lebih tinggi dibanding pihak yang membutuhkan tanah, atau pemilik tanah tidak menyetujui relokasi,

Metode Menghitung Cepat

Estimasi Nilai TanahPrihanggani Yayi, Sekretariat Badan Litbang

Ganti rugi tanah untuk pembangunan jalan tol

solop

os.co

m

18 dinamika RISET 19Oktober - Desember 2012

I N f o s T A N D I N f o s T A N D

Page 11: Riset Okt Des 2012 FA

atau pemilik tanah yang menolak program pemukiman kembali dengan berbagai alasan. Belum lagi, persepsi pemilik tanah yang kadang tidak sepemikiran dengan pihak yang membutuhkan tanah. Hal ini sebetulnya merupakan pemantik munculnya konflik di antara agenda pengalihan tanah untuk kepentingan pembangunan.

Guna mengurangi persoalan sekaligus mempercepat proses pengalihan lahan, dibutuhkan sebuah panduan guna melakukan perhitungan cepat estimasi nilai tanah pada level perencanaan. Pusat Penelitian dan pengembangan sosial ekonomi dan Lingkungan, Kementerian Pekerjaan Umum, pada bulan Nopember yang lalu meluncurkan sebuah Panduan Cepat Perhitungan Estimasi Nilai tanah. Langkah-langkah pada panduan ini antara lain: tahap observasi lapangan, identifikasi variabel yang berpengaruh & pembuatan model persamaan, pengambilan data, kompilasi data, analisis data secara statistik hingga diperoleh estimasi nilai tanah.

Panduan ini menetapkan tata cara melakukan perhitungan cepat estimasi nilai tanah, baik yang memiliki nilai pasar maupun yang belum memiliki nilai pasar. Adapun lingkup tata cara tersebut meliputi:1. Observasi lapangan;2. Identifikasi variabel yang ber-

pengaruh & pembuatan model persamaan linier atau non linier;

3. Pengambilan data variabel dengan metode sampling;

4. Kompilasi data; dan5. Analisis regresi dan pengecekan

model.

Observasi lapanganTujuan observasi lapangan selain

untuk mengetahui karakteristik atau kondisi fisik maupun sosial ekonomi di wilayah terkena proyek pembangunan waduk, juga diperlukan untuk memahami variabel tanah apa saja yang akan menjadi dasar pertimbangan dalam melakukan pengambilan data variabel Warga Terkena Dampak (WTD) dengan metode sampling secara statistik. Mengacu kepada Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun

2010, tentang Bendungan, dalam hal ini pembangunan bendungan tepatnya pada Pasal 26 & 27 dinyatakan bahwa pada saat studi pengadaan tanah yang dituangkan dalam dokumen studi pengadaan tanah, paling sedikit harus memuat:• lokasi tanah yang diperlukan;• peta dan luasan tanah;• status dan kondisi tanah; dan• rencana pembiayaan.

Identifikasi Variabel yang Berpengaruh dan Penyusunan Model

Berdasarkan hasil observasi lapangan, maka dapat dilakukan identifikasi variabel-variabel ta-nah yang terkena proyek pem-bangunan waduk yaitu dengan melakukan penyeleksian variabel yang dianggap memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai tanah/tanah itu sendiri. Penentuan variabel yang berpengaruh tersebut tergantung pada kondisi geografis/topografi lokasi maupun kondisi sosial ekonomi WTD hasil observasi lokasi. Berikut ini merupakan beberapa contoh variabel yang

Proyek jembatan yg dihentikan karena terganjal masalah ganti rugi

med

anbis

nisda

ily

diperoleh dari observasi lapangan di wilayah pembangunan waduk X. Adapun variabel-variabel yang “dianggap” berpengaruh terhadap nilai tanah antara lain: variabel jarak (dari jalan utama atau kota), variabel nilai pajak bumi dan bangunan, variabel kegunaan lahan, variabel kemiringan lahan, variabel kondisi lahan, variabel nilai emosional, serta variabel nilai religius magis.

Pengambilan Data Variabel WTD dengan Metode Sampling

Berdasarkan model yang telah dibuat, maka disusun instrumen pengambilan data dalam bentuk kuesioner sebagai data primer. Data variabel WTD sebaiknya juga didukung dengan data sekunder. Data sekunder diperoleh dengan cara mencari data yang berasal dari antara lain: monografi desa; BPS; dan hasil-hasil kajian. Sedangkan data primer dapat diperoleh dengan cara melakukan wawancara; penyebaran kuesioner maupun Focus Groups Discussion/FGD (jika diperlukan) kepada WTD.

CVM (Contingen Valuation Method) merupakan metode pengambilan data dengan cara menanyakan langsung kepada WTD tentang nilai/harga tanah mereka atau nilai/harga jika mereka ingin membeli kembali lahannya. Tujuan CVM yaitu untuk menghitung nilai/harga atau penawaran yang mendekati keadaan yang sebenarnya jika harga pasar tanah tersebut benar-benar ada.

Dalam melakukan pengambilan data WTD, dilakukan metode sampling secara statistik untuk mempercepat proses pengambilan data. Pengambilan sampel diperlu-kan ketika jumlah populasi (warga terkena dampak) jumlahnya cukup besar. Namun, jika jumlah

populasi relatif sedikit, maka dapat dilakukan total sampling (sensus). Pengambilan sampel pada jumlah populasi yang besar dapat dilakukan secara random (acak). Untuk lebih memastikan keterwakilan populasi, dapat dilakukan pengambilan sam-pel secara proporsional. Jika popu-lasinya heterogen, pengambilan sampel dapat dilakukan multis- tages stratified random sampling.

Kompilasi DataBerdasarkan hasil pengambilan

data variabel WTD dengan metode sampling yang dilakukan dalam melakukan entry data adalah

menginput data ke dalam aplikasi spread sheet seperti Microsoft Excel sesuai dengan kuesioner yang telah diisi oleh WTD.

Analisis regresi dengan software statistik dan pengecekan performance model statistik

Langkah ini merupakan salah satu contoh analisis menggunakan program aplikasi minitabs (masih banyak software lainnya yang dapat digunakan seperti SPSS, excell,

e-views, Strata, dan sebagainya). Setelah kompilasi data dilakukan, kemudian dilakukan analisis model regresi model dengan bantuan program aplikasi minitab sebagai salah satu program aplikasi statistik yang dapat diakses secara bebas untuk tujuan akademik.

Panduan ini dapat mengetahui estimasi nilai tanah sekalipun belum ada harga pasar yang terjadi karena belum adanya transaksi jual beli. Melalui panduan perhitungan cepat ini diharapkan dapat me-ngetahui estimasi nilai tanah ter-tinggi dan terendah dalam suatu rencana wilayah pembangunan waduk serta dapat diterapkan di berbagai karakteristik wilayah pembangunan waduk, dengan

menambahkan maupun me-ngurangi variabel yang

mempengaruhi nilai tanah. Selain itu, dalam metode perhitungan cepat ini telah memasukkan atribut nilai intangible yang melekat pada nilai tanah.

Adanya panduan ini, diharapkan dapat

menjadi bahan rujukan sekaligus tuntunan bagi

pihak yang membutuhkan tanah dalam melakukan

perhitungan cepat nilai tanah sehingga diperoleh nilai estimasi

guna pengalokasian anggaran. Selain itu, panduan ini juga diharapkan dapat digunakan oleh para stakeholder terutama pemer-intah pusat maupun peme-rintah daerah dalam melakukan perhi-tungan estimasi nilai tanah. Dengan demikian, proses pembangunan waduk nantinya dapat selalu berjalan sesuai dengan jadwal dan anggaran yang ditetapkan, dan di sisi lain masyarakat yang terkena dampak dapat memperoleh kompensasi secara lebih objektif dan terukur.

20 dinamika RISET 21Oktober - Desember 2012

I N f o s T A N D I N f o s T A N D

Page 12: Riset Okt Des 2012 FA

Studi Kasus Situ Pengasinan dan Situ CitayamKeberadaan situ di wilayah

urban seperti Jabodetabek memiliki fungsi penting se-

bagai wadah tampungan limpasan air yang membantu mencegah mun-culnya banjir. Namun, sayangnya pengelolaan situ di Jabodetabek saat ini masih menemui banyak kendala. Salah satu faktor yang mendorong meningkatnya kerusakan kondisi situ di antaranya adalah lemahnya instrumen pengelolaan yang ada, kalau bisa dikatakan ada.

Ketiadaan instrumen pengelo-

laan yang efektif telah menyulitkan pelaksana dalam mengurus dan menjaga agar situ dapat berfungsi secara optimal. Untuk menyikapi keadaan ini, Puslitbang Sosekling telah mencoba mengembangkan suatu model pengelolaan situ yang partisipatif dan berkelanjutan. Dalam model tersebut, dirancang suatu mekanisme penentuan kebijakan pengelolaan situ meng-gunakan metode Multicriteria Decision Making Analysis (MCDA). Pengembangan metode ini di-

dasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan secara seksama selama dua tahun terakhir, dengan mengambil lokasi penelitian di Situ Citayam dan Situ Pengasinan.

Metode MCDA - WSMMCDA berkaitan dengan pena-

taan dan pemecahan masalah yang melibatkan serangkaian kriteria yang dihadapkan dengan beberapa alternatif kebijakan yang akan di-pilih. Metodenya adalah dengan memilih alternatif yang terbaik

L I T B A N G

22 dinamika RISET

Bangkit A. WiryawanPusat Litbang Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan

Situ Citayam depok-expose.blogspot

dari serangkaian alternatif yang tersedia. Dalam metode MCDA, harus ada kriteria-kriteria (multi-criteria) yang dapat dipertentang-kan dengan tujuan untuk tercapai-nya pengambilan keputusan. Solusi optimal seringkali sulit tercapai, oleh sebab itu dicarilah alternatif berupa solusi non-dominasi. Maksudnya dalam pengambilan keputusan, salah satu atau lebih kri-teria harus dikorbankan, sehingga didapat hanya beberapa kriteria yang utama saja.

Tools MCDA yang digunakan dalam pengembangan instrumen pengelolaan situ ini memanfaatkan metode yang paling sederhana, yaitu MCDA dengan data cardinal, yaitu Weighted Sum Model (WSM). Metode WSM memiliki persamaan sebagai berikut:

Aplikasi MCDASurvey untuk baseline data MCDA

dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang didisain ber-dasarkan pilihan kebijakan yang bisa diimplementasikan untuk pengelolaan situ yang berkelanjutan. Adapun pilihan alternatif kebijakan disusun melalui diskusi delphi yang telah diselenggarakan sebelumnya. Terdapat empat pilihan kebijakan, yaitu konservasi, ecotourism, pe-

ngembangan ekonomi lokal, serta Status Quo (tidak ada kebijakan, hanya sebagai pembanding).

Pilihan kebijakan ini kemudian diujikan pada berbagai aspek/kriteria pengelolaan situ yang juga diperoleh dalam diskusi delphi sebelumnya (lihat tabel 1) yang tergolong ke dalam 4 dimensi; lingkungan, ekonomi, sosial, dan institusional. Langkah berikutnya adalah menentukan arah optimisasi dan skor untuk masing-masing aspek/kriteria sebagaimana juga diperlihatkan pada tabel 1.

Setelah didapat skor untuk masing-masing variabel, kemudian dilakukan pembobotan untuk masing-masing kriteria, dilakukan oleh instansi dan pengelola situ Citayam dan situ Pengasinan sebagai lokasi ujicoba, dengan hasil

L I T B A N G

23Juli - September 2012

Tabel 1. Skoring dan Arah Optimisasi Aspek/Kriteria

22 dinamika RISET 23Oktober - Desember 2012

L I T B A N G L I T B A N G

Page 13: Riset Okt Des 2012 FA

ditunjukkan pada tabel 2.Dari Tabel 2. dapat dilihat bahwa

hasil pembobotan dari kedua situ berbeda. Pada situ pengasinan bobot kriteria terbesar adalah lingkungan dan ekonomi kemudian kelembagaan dan terakhir sosial. Sedangkan untuk Situ Citayam kriteria lingkungan menjadi prio-ritas tertinggi kemudian diikuti oleh ekonomi, kelembagaan dan

sosial.Selanjutnya untuk menentukan

pilihan kebijakan yang akan diambil, dilakukan penyebaran kuesioner ke instansi pemerintah di Kota Depok (BLH, BAPPEDA, Dinas Pariwisata, Dinas PU) dan pengelola situ (Pokja pengelola situ pengasinan dan situ Citayam). Hasilnya dapat dilihat Pada Tabel 3 dan 4. Pada kedua tabel tersebut dapat dilihat

total nilai dari 4 dimensi kriteria (lingkungan, ekonomi, sosial dan kelembagaan) dari masing-masing alternatif pengelolaan situ yang diajukan.

Pada Tabel 3 yaitu skor untuk situ pengasinan, untuk kriteria lingkungan nilai terbaik adalah jumlah yang paling sedikit, sehingga urutan alternatif kebijakan yang terbaik adalah ekoturisme, diikuti konservasi, pengembangan eko-nomi lokal dan terakhir status quo. Pada kriteria ekonomi yang paling baik adalah alternatif dengan skor paling tinggi, sehingga jika diurutkan dari yang baik adalah ekoturisme, pengembangan eko-nomi lokal, konservasi dan status quo.

Sedangkan untuk kriteria sosial, alternatif kebijakan yang terbaik adalah dengan nilai paling kecil jika diurutkan dari kebijakan paling baik adalah ekoturisme, Pengembangan ekonomi lokal, konservasi dan status quo. Alternatif kebijakan untuk kriteria kelembagaan terbaik adalah yang mempunyai skor paling besar yaitu urutan pertama adalah ekoturisme, pengembangan ekonomi lokal, konservasi dan status quo.

Sedangkan skor berdasarkan kriteria di situ Citayam untuk kriteria lingkungan, alternatif kebijakan diurutkan dari terbaik yaitu Ekoturisme, Konservasi, pe-ngembangan ekonomi lokal dan status quo. Urutan kebijakan dari yang terbaik untuk kriteria ekonomi adalah ekoturisme, pengembangan ekonomi lokal, konservasi dan status quo. Sedangkan untuk kriteria sosial uutan kebijakan dari yang terbaik dan terendah adalah pertama konservasi, kedua ekoturisme dan pengembangan ekonomi lokal dan terakhir adalah status quo, dan kriteria

Tabel 2. Pembobotan berdasarkan nilai yang diberikan oleh masing-masing instansi dan pengelola situ

Poin

4,5

4,5

3,0

3,3

Bobot

0,2951

0,2951

0,1967

0,2313

Kriteria

Lingkungan

Ekonomi

Sosial

Kelembagaan

Poin

4,5

4,5

3,0

3,3

Bobot

0,2951

0,2951

0,1967

0,2313

Pengasinan Citayam

Tabel 3.Total Skor berdasarkan Kriteria di Situ Pengasinan

Lingkungan

35

21

13

28

Ekonomi

10

12

27

19

Alternatif Pengelolaan

Status Quo

Konservasi

Ekoturisme/ Ekowisata

Pengembangan Ekonomi Lokal

Sosial

23

19

14

17

Kelembagaan

14

15

23

17

Kriteria

Tabel 4.Total Skor berdasarkan Kriteria di Situ Citayam

Lingkungan

32

20

15

23

Ekonomi

10

14

23

18

Alternatif Pengelolaan

Status Quo

Konservasi

Ekoturisme/ Ekowisata

Pengembangan Ekonomi Lokal

Sosial

23

15

16

16

Kelembagaan

19

25

25

24

Kriteria

terakhir adalah kelembagaan, urutan kebijakan dari yang terbaik adalah pertama konservasi dan ekoturisme, kedua pengembangan ekonomi lokal dan ketiga status quo.

HasilSetelah melakukan analisis

MCDA berdasarkan nilai-nilai yang tertera pada tabel 3 dan 4 yang

dihitung dengan memasukkan hasil pembobotan (Tabel 2), maka didapat hasil berupa ranking alternatif kebijakan pengelolaan situ.

Pada tabel 5 dapat dilihat ranking pengelolaan pada masing masing Situ. Baik Situ Pengasinan maupun Situ Citayam pengelolaan paling utama atau ranking satu adalah kebijakan ekowisata atau

Tabel 5. Ranking Kebijakan Pengelolaan Situ

Situ Pengasinan

Ekowisata

Pengembangan Ekonomi Lokal

Konservasi

Status Quo

Ranking

1

2

3

4

Kebijakan

Situ Citayam

Ekowisata

Konservasi

Pengembangan Ekonomi Lokal

Status Quo

ekoturisme, sedangkan alternatif kedua dari kedua Situ berbeda, untuk situ pengasinan alternatif kebijakan di ranking kedua adalah Pengembangan Ekonomi Lokal sedangkan untuk Situ Citayam adalah Kebijakan konservasi, dan juga ranking ke tiga dari kedua Situ juga berbeda yaitu untuk situ Pengasinan alternatif kebijakan yang bisa diambil adalah konservasi dan untuk Situ Citayam adalah pengembangan ekonomi lokal.

Perbedaan pada opsi kebijakan ranking kedua dari kedua situ, berdasarkan pengamatan lapangan terjadi karena kondisi eksisting kedua situ yang berbeda. Situ Pengasinan saat ini memang pengelolaannya relatif baik, kondisi perairan dan pengaturan situ cukup baik dan tertata. Sehingga alternatif kedua yang dihasilkan adalah pengembangan ekonomi lokal yang

Tabel 6. Analisis Sensitivitas Situ Pengasinan

Sosial

0,17

0,17

0,5

0,17

Status Quo

4

4

4

4

Kelembagaan

0,17

0,17

0,17

0,5

Konservasi

2

3

3

3

Kriteria Rangking

Lingkungan

0,5

0,17

0,17

0,17

Ekonomi

0,17

0,5

0,17

0,17

Bob

ot

Ekoturisme/ Ekowisata

1

1

1

1

Pengembangan Ekonomi Lokal

3

2

2

2

Tabel 6. Analisis Sensitivitas Situ Pengasinan

Sosial

0,17

0,17

0,5

0,17

Status Quo

4

4

4

4

Kelembagaan

0,17

0,17

0,17

0,5

Konservasi

2

3

3

3

Kriteria Rangking

Lingkungan

0,5

0,17

0,17

0,17

Ekonomi

0,17

0,5

0,17

0,17

Bob

ot

Ekoturisme/ Ekowisata

1

1

1

1

Pengembangan Ekonomi Lokal

3

2

2

2

24 dinamika RISET 25Oktober - Desember 2012

L I T B A N G L I T B A N G

Page 14: Riset Okt Des 2012 FA

ekstraktif seperti penangkapan ikan, budidaya ikan dan lain sebagainya.

Namun ada beberapa masukan dari instansi bahwa kebijakan pengembangan ekonomi lokal ini sebaiknya diubah, yaitu dengan kebijakan ekonomi lokal yang bertanggung jawab. Sehingga kegiatan ekstraktif tersebut tidak akan mengganggu fungsi utama situ. Dan kegiatan tambahan yang diusulkan adalah berupa pendayagunaan lahan di sekitar situ seperti penanaman tanaman buah yang nantinya dikelola oleh masyarakat dan hasilnya untuk masyarakat.

Sedangkan opsi yang kedua di Situ Citayam adalah kebijakan konservasi. Berdasarkan peng-amatan lapangan, kondisi di Situ Citayam ini sangat mengkhawa-tirkan, lingkungan situ yang tidak tertata, banyaknya sampah-sampah

yang ada di dalam dan diluar situ bangunan-bangunan rumah yang ada berada sangat dekat atau beresebelahan dengan situ juga cukup mengganggu, belum lagi bau amonia yang dikeluarkan oleh situ tersebut, sehingga kebijakan konservasi merupakan opsi kedua terbaik setelah ekowisata.

Untuk mengetahui tingkat stabilitas/kemantapan dari kebi-jakan yang terpilih, tim peneliti melakukan analisis sensitivitas, yaitu dengan memberikan bobot yang besar pada satu kriteria (sebesar 0,5) dan sisanya (Sebesar 0,17) dibagi untuk ketiga kriteria yang lain. Hasil analisis sensitivitas dari kedua Situ dapat dilihat pada tabel 6 dan 7.

Hasil analisis sensitivitas untuk kedua situ memperlihatkan bah-wa alternatif kebijakan ekowisata sangat stabil dengan selalu menem-pati peringkat satu pada setiap as-

pek uji. Adapun perubahan terjadi pada alternatif kebijakan kedua, yaitu pengembangan ekonomi lokal (Situ Pengasinan) dan konservasi (Situ Citayam).

Metode MCDA dapat dikembang-kan untuk pengambilan alternatif kebijakan pengelolaan situ. Adanya tools ini akan sangat memudahkan pengelola dalam menentukan kebi-jakan pengelolaan apa yang sesuai untuk diaplikasikan di sebuah situ. Hasil ujicoba penerapan metode ini di dua lokasi (Situ Pengasinan dan Situ Citayam) menunjukkan bahwa kebijakan ekowisata merupakan alternatif pilihan teratas dari sejumlah alternatif kebijakan yang ada. Adapun untuk pengaplikasian tools ini lebih luas, perlu dilakukan ujicoba di situ-situ lain yang memiliki kondisi dan permasalahan serupa.

Situ Pengasinan

cata

tans

ipem

impi.

blogs

pot

Karakteristik Kota Yogyakarta

Kota Yogyakarta Secara historis berdiri pada tanggal 7 Oktober 1756, seiring berdirinya Keraton Ngayog-yakarta Hadiningrat. Memiliki luas wilayah tersempit dibandingkan dengan daerah tingkat II lainnya, yaitu 32,5 Km² yang berarti 1,025% dari luas wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), terbagi menjadi 14 Kecamatan, 45 Kelurahan, 617 RW, dan 2.531 RT. Yogya berada pada kemiringan lereng antara 15-40% serta dengan kemiringan

lebih dari 40%. Luas wilayah Yogya adalah 10,94 hektare dan dihuni oleh 498.881 jiwa (data BPS tahun 2010) dengan kepadatan rata-rata 17.528 jiwa per km2.

Wilayah Kota Yogyakarta seba-gian besar terletak dikemiringan antara 0-2% sedangkan sisanya ter-letak diketinggian yang bervariasi. Dengan ketinggian antara 2-15%, secara geografis terletak di kaki Gunung Merapi yang sangat subur dan cocok untuk pengembangan sektor pertanian. Akan tetapi, disisi lain menjadi kota yang rawan akan

bencana alam khususnya bencana gempa, baik gempa tektonik maupun gempa vulkanik.

Potret Peranserta Masyarakat

Pendekatan konsep peranserta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan permukiman di Kota Yogyakarta dapat dilakukan melalui daya manusia, daya usaha dan daya lingkungan (Tridaya) sebagaimana tercantum pada gambar berikut:

Pendekatan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan permukim-

Peranserta Masyarakat dalam Pemeliharaan Lingkungan Permukiman

Di Kota Yogyakarta

Lia Yulia Iriani & Tibyn Ruby PrayudiPeneliti Pusat Litbang Permukiman

26 dinamika RISET 27Oktober - Desember 2012

L I T B A N G L I T B A N G

Page 15: Riset Okt Des 2012 FA

an di Kota Yogyakarta diarahkan pada pembangunan perkotaan yang merupakan kegiatan berbasis pada kebutuhan masyarakat. Pelaksanaannya sebagai prakarsa masyarakat memuat beberapa unsur, yaitu ada tujuan bersama yang hendak diwujudkan, bersifat sosial, budaya ekonomi, keamanan, ada mobilisasi sumber daya bersama di dalam masyarakat, terlembaganya sistem dan aturan main bersama untuk memelihara dan membuat kegiatan tetap berlanjut.

Dalam perkembangannya sum-

ber daya, terutama finansial yang tersedia di masyarakat terbatas untuk dapat membangun sarana prasarana lingkungan yang layak dan sehat. Karena itu, dukungan pemerintah dan swasta dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan ter-sebut. Dukungan pihak luar harus diposisikan sebagai stimulus dalam pemeliharaan prakarsa, keswada-yaan, dan kreativitas masyarakat. Intervensi atau dukungan yang merusak sistem sosial masyarakat tidak termasuk dalam strategi dan orientasi dasar pendekatan ini.

Alasan utama yang mendasari

digunakannya pendekatan ini, yaitu sampai tingkat pembangunan saat ini prakarsa dan keswadayaan masyarakat merupakan sumber daya yang dominan dalam pem-bangunan lingkungan permukim-an, sebagaimana tercantum pada gambar 1.

Pada dasarnya secara umum pengelolaan perumahan dipe-ngaruhi oleh bagaimana masya-rakat memelihara kebersihan lingkungan permukiman dalam kehidupan sehari-hari, karena hal ini akan mempengaruhi kesehatan, keindahan kota dan keterpaduan

Penataan RuangPersebaran penduduk yang

tidak merata menimbulkan perma-salahan lain, yaitu kecenderungan peruntukan lahan dari daerah re-sapan air di Sleman menjadi pe-rumahan, fasilitas pendidikan, dan perdagangan. Keadaan ini menye-babkan kurangnya daerah resapan air, sehingga sumber air di bawah lokasi tersebut menjadi berkurang, yaitu Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta, dan kemungkinan terjadinya banjir pada musim hujan. Berdasarkan hal tersebut Pemerintah Propinsi DIY berupaya mengadakan pola kerjasama antarkabupaten dan kota di tiga wilayah, yaitu Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul, dan dikenal dengan konsep pengembangan wilayah KARTAMANTUL.

Aspek Kebijakan Pembangunan

Visi pembangunan Prop.DIY sebagai landasan pembangunan yang sedang dan akan dilakukan adalah terwujudnya pembangunan nasional sebagai wahana menuju pada kondisi Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2020 sebagai pusat pendidikan, budaya dan daeah tujuan wisata terkemuka

•keswadayaan•kemandirian•keberlanjutan

Pengakaran(akseptasi)

Penumbuhaninisiatifdanprakarsa

Pengorganisasiandanmobilisasisumberdaya

SiklusPengembanganMasyarakat

dalam lingkungan masyarakat yang maju mandiri dan sejahtera , lahir dan bathin didukung oleh nilai-nilai perjuangan, serta pemerintahan yang bersih dan baik dengan mengembangkan ketahanan sosial, budaya dan sumber daya berkelanjutan.

Berdasarkan Rencana Tara Ruang Wilayah (RTRW), Kota Yogyakarta memiliki potensi prospek dan peluang kuat untuk menjadi kawasan perkotaan dalam skala yang besar. Daya dukung potensi ini berupa :

1. Lokasi yang strategisSecara geografis, lokasi Kota

Yogyakarta berada pada Koridor Pengembangan Pantai Selatan Pulau Jawa bersama dengan kota-kota di Pantai Selatan Pulau Jawa. Kedudukan Kota Yogyakarta pada posisi yang strategis ini didukung pula oleh aksesibilitas yang cukup baik. Yogya dilalui oleh Jalan Lintas Cabang yang menghubungkan antar Utara-Selatan Pulau Jawa (Semarang-Surakarta-Yogyakarta). Dilalui oleh Rencana Pengembangan Jalan Tol Yogyakarta - Surakarta - Ngawi. Dilalui juga oleh Jalur Rel KA Lintas Utama di Selatan Pulau Jawa yang menghubungkan Bandung-Yogyakarta-Surakarta-Surabaya, memiliki bandara dengan hierarki Pusat Penyebaran Primer yang akan diumpan oleh hierarki bandara dibawahnya.

2. Status Kota Yogyakarta sebagai Pusat Kegiatan NasionalStatus Kota berada di dalam

Kawasan Andalan KARTAMANTUL dan menjadi pusat orientasi bagi kawasan wilayah sekitarnya (Sleman dan Bantul). Kebijakan sektor perhubungan nasional juga menempatkan kota Yogyakarta pada posisi dan peran yang sangat strategis terutama dengan penetapan Bandara Nasional.

3.Ketersediaan lahanPengembangan kawasan per-

kotaan perlu didukung oleh daya dukung lahan secara khusus untuk menampung kegiatan perkotaan. Secara umum ditinjau dari per-timbangan geologi, daya dukung lahan untuk Kota Yogyakarta dianalisis berdasarkan faktor pendukung dan faktor kendala.

Penggunaan lahan di Kota Yogyakarta secara umum meliputi: Kawasan Terbangun (Perumahan, Jasa, Perusahaan, Industri) dan Non Terbangun Ruang Terbuka Hijau (RTH),. diantara penggunaan lahan tersebut, perumahan dan permukiman memiliki luas yang paling besar, yaitu seluas 2.103,273 Ha atau 64,72 % dari luas penggunaan lahan keseluruhan. Sementara penggunaan lahan yang paling kecil adalah lahan kosong yaitu sebesar 24,781 Ha atau 0,76 % dari luas penggunaan lahan keseluruhan

RTH di Kota Yogyakarta pada tahun 2009, dikelompokkan ke dalam lahan kosong dimana prosentasenya kurang dari 1 % dari luas wilayah administratif Kota Yogyakarta,dengan demikian

ditinjau dari keersediaan lahan, pengembangan secara ekstensif masih dapat teralokasi dalam Kota Yogyakarta.

4. Potensi AlamBerdasarkan luas indikatif hasil

interpretasi citra satelit, kawasan terbangun di Kota Yogyakarta 82,82 % untuk berbagai aktivitas perkotaan. Selain wilayah yang luas, Kota Yogyakarta dan wilayah sekitarnya memliki potensi alam yang sangat indah dan bernilai ekonomis, baik sumber daya kelautan dan pesisisr, maupun sumber daya daratan.

5.Potensi PariwisataPotensi alam, baik pantai

maupun daratan menjadikan Kota Yogyakarta sebagai Kota prospektif sebagai daerah tujuan wisata.

Potensi besar yang dimiliki oleh Kota Yogyakarta harus dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk kesejahteraan masyarakat. Dengan metode pengembangan yang melibatkan peran aktif masyarakat, maka “sejahtera” tidak akan berakhir sebagai khayalan semata.

Permukiman di Banguntapan, Bantul

bang

unta

pan.

co.id

28 dinamika RISET 29Oktober - Desember 2012

L I T B A N G

Pembiayaanpemerintah & swasta

kebijakan

peraturan

pengembangan

kelembagaan

SDM

Lembaga keuangan

mikro

kebijakan

peraturan

pengembangan

kelembagaan

SDM

pembiayaaan

perumahan

kelembagaan

infrastruktur

Tridaya

strategi pengembangankomunitas

infrastruktur

Pengembangan ekonomi

Pengembangan masyarakat

Skema konsep pendekatan Tridaya dalam pemeliharaan lingkungan permukiman

L I T B A N G

Page 16: Riset Okt Des 2012 FA

30 dinamika RISET 31Oktober - Desember 2012

Launching dan Pameran Hari Bakti Pu

Dalam rangka memperingati Hari Bakti PU 2012, Badan Litbang memprakarsai sebuah kegiatan akbar di lingkungan kampus Kementerian PU, yaitu acara peluncuran teknologi terbaru dan pameran hasil litbang. Acara yang dilaksanakan pada tanggal 20-21 November ini dibuka langsung oleh Menteri PU Djoko Kirmanto.

F o R u m & A L B u m

30 dinamika RISET

Gelar Teknologi Tepat Guna tahun 2012 dilaksanakan di Harbour Bay, Batam dari tanggal 10-14 September. Di tahun ini tema pameran yang dipilih adalah “Dengan Teknologi Tepat Guna, Kita Tingkatkan Kreativitas dan Produktivitas Menuju Kemandirian dan Kesejahteraan Masyarakat.”

Pameran Teknologi Tepat Guna

F o R u m & A L B u m

31Juli - September 2012

Outbond Sekretariat Badan Litbang dilaksanakan sebagai bentuk penyegaran bagi SDM yang berada di bawah naungan institusi ini. Acara yang digelar di Kampung Sampireun, Garut pada tanggal 12-14 Desember 2012 ini dibuka langsung oleh Kepala badan Litbang PU Graita Sutadi. Acara ini juga dimeriahkan dengan sajian musik akustik dan pembagian hadiah kejutan yang menarik.

Badan Litbang PU menambah lagi jumlah profesor riset. Pada kesempatan terdapat tiga orang peneliti yang berhasil mengukuhkan diri sebagai profesor, yaitu Prof. DR. Ir. Anita Firmanti (Kepala Puslitbang Permukiman), Prof. DR.Ing. Andreas Wibowo (peneliti Puslitbang Permukiman)., dan Prof. Simon Sembiring (peneliti Pusat Litbang SDA). Acara ini dilaksanakan pada tanggal 19 Desember 2012 disaksikan oleh Menteri PU Djoko Kirmanto.

Outbond Trainning Sekretariat Badan Litbang

Pengukuhan Profesor Riset

Page 17: Riset Okt Des 2012 FA

Paloh dan Sajingan Besar (PALSA) adalah salah satu Kawasan Perbatasan Antar

Negara (Katastara) di Kalimantan Barat. Sebagai sebuah kawasan Permukiman, Status PALSA dikate-gorikan sebagai kawasan terting-gal (terisolir, miskin, terbelakang). Masih separah itukah?.

Arti dan fungsi, serta baik buruknya kawasan permukiman

Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, dan berupa kawasan perkotaan maupun per-desaan. Kedua kawasan tersebut berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal dan tempat ke-

giatan. Kedua fungsi lingkungan tersebut harus mampu mendukung perikehidupan dan penghidupan masyarakat yang tinggal dan hidup didalamnya.

Sebagai sebuah sistem tem-pat tinggal, di dalam kawasan permukiman harus terdapat rumah atau kelompok rumah (perumahan) yang layak huni. Karena itu harus memiliki jalan lingkungan, fasilitas air bersih, sanitasi, dan pembuangan sampah, serta jaringan listrik yang memadai. Sebagai sebuah sistem tempat kegiatan, di dalam kawasan permukiman harus terdapat fasilitas pendidikan, kesehatan, perdagangan, dan perkantoran serta fasilitas lain yang mampu menunjang kegiatan di kawasan

perkotaan, maupun perdesaan seperti jalan-jalan penghubung antar kawasan, jaringan telepon, jaringan televisi, dll.

Baik buruknya kawasan permu-kiman seringkali dinilai dari kepa-datan penduduk atau kepadatan rumah pada luasan areal kawasan. Selain itu, sering pula dinilai dari tingkat kemudahan (akses) penduduk dalam memperoleh pelayanan air minum dan sanitasi yang bersih, sehat, serta ramah lingkungan. Apabila kedalam penilaian tersebut unsur pela-yanan kesehatan, dan pendidik-an, maka diperoleh angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang mencerminkan tingkat kemiski-nan penduduk suatu kawasan

Meneropong Kawasan Permukiman Paloh dan Sajingan Besar (PALSA)

R. Pamekas

Fasilitas perekonomian

Gambar 1. Rencana Peruntukan Lahan Kawasan Pembangunan Ekonomi (KPE) Temajuk-Arok

permukiman.Kemiskinan penduduk suatu

kawasan permukiman, tentunya berkaitan dengan ketersediaan sumber daya alam, ketersediaan prasarana dan sarana serta ke-mampuan sumber daya manusia yang mengelola kedua sumber daya tersebut. Karena itu, ditinjau dari aspek perekonomian wilayah, potensi sumber daya kawasan, produktivitas tenaga kerja, dan potensi SDM sering digunakan untuk menilai tingkat ketertinggalan suatu kawasan permukiman.

Perekonomian suatu wilayah, juga berkaitan dengan baik buruknya prasawana wilayah seperti jalan dan jembatan, sarana transportasi, prasarana penyediaan sumber air baku, komunikasi dan informasi. Karena itu, menilai baik buruknya kawasan permukiman tidak cukup dengan hanya melihat satu sektor saja, melainkan harus multisektor dan menyeluruh.

Analisis kesenjangan (dis-paritas) antar kawasan disuatu wilayah administratif pemerin-tahan, misalnya pada tingkat desa, kecamatan, kabupaten, dan bahkan propinsi, akhir-akhir ini sering dipakai sebagai acuan menilai baik buruknya kawasan permukiman. Melalui analisis ini dapat dikenali seberapa tertinggal suatu kawasan permukiman bila dibandingkan dengan kawasan lainnya. Kemudian dapat dikenali pula aspek apa yang masih tertinggal.

Masa Depan dan PALSA Saat SekarangLokasi dan Masa Depan PALSA

Paloh dan Sajingan Besar (PALSA) adalah dua kecamatan di bagian utara Kabupaten Sambas, Propinsi Kalimantan Barat yang ber-batasan langsung dengan Serawak (Malaysia Timur). Kawasan Permu-kiman Paloh adalah kawasan pantai

timur Kabupaten Sambas dengan wilayah administrasi kecamatan seluas 1.697,30 Ha atau 17,96% dari luas administratif Kabupaten Sambas.

Kawasan Permukiman Sajingan Besar adalah kawasan daratan bagian utara Kabupaten Sambas dengan wilayah administrasi kecamatan seluas 1.404,94 km² atau sekitar 21,75% dari luas wilayah Kabupaten Sambas. Jumlah penduduk Paloh dan Sajingan Besar tercatat sebanyak 33.726 jiwa, sehingga dengan luas wilayah 1829,09 Km2, maka kepadatan rata-rata wilayah PALSA adalah 18,42 orang/km2.

Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Kawasan Permukiman PALSA termasuk kedalam Kawasan Pembangunan Ekonomi (KPE) Temajuk Arok. Masa depan KPE ini adalah menjadi kawasan industri, perdagangan, dan pariwisata. Guna menunjang cita cita tersebut, rencana peruntukan lahan KPE Temajuk Arok adalah sebagaimana tertera

pada Gambar-1. Kawasan Pemba-ngunan Ekonomi (KPE) Temajuk-Arok menca-kup empat kecamatan, yaitu Paloh, Sajingan Besar, Sejang-kung, dan Galing.

Peruntukan lahan KPE Temajuk-Arok sebagian besar untuk pertanian, yaitu pertanian lahan kering, pertanian pasang surut (intensif dan non Intensif), pertanian lahan pantai, pertanian lahan basah, dan hutan produksi.

Selain itu, KPE Temajok-Aruk memiliki banyak lokasi wisata alam pantai, maupun pegunungan. Karena itu, objek wisata yang dijual adalah keindahan alam yang dimiliki. Hal itu berarti bahwa industri yang dicita-citakan adalah industri berbasis pertanian, dan pariwisata. Komoditas hasil industri yang diperdagangkan adalah produk-produk pertanian dan perkebunan serta produk industri pariwisata.

Guna mendukung cita-cita tersebut, diperlukan program-program pembangunan seperti peningkatan jalan dan jembatan,

32 dinamika RISET 33Oktober - Desember 2012

L I T B A N G L I T B A N G

Page 18: Riset Okt Des 2012 FA

Gambar 2. Indikasi Kebutuhan Program Pembangunan untuk Menunjang Kawasan Pembangunan Ekonomi (KPE) Temajuk-Arok

pembangkit listrik, telekomunikasi, bandara perintis, reboisasi hutan, Pos Pengawasan Lintas Batas (PPLB) beserta fasilitas Imigrasinya, peningkatan pelabuhan laut, pangkalan TNI Angkatan Laut, dan fasilitas pertambangan pasis bertitanium, intan dan tembaga (Gambar-2).

Prasarana jalan dan jembatan adalah penunjang perekonomian wilayah. Karena itu, jalan yang menghubungkan ibukota Paloh dengan Pos Temajuk, dan dengan Aruk menjadi kebutuhan utama. Selain kebutuhan ekonomi, pra-sarana jalan juga memperkuat basis pertahanan keamanan.

Prasarana pelabuhan laut, bandara perintis, telekomunikasi, pembangkit listrik, dan pos pelayanan imigrasi juga menjadi prasyarat dapat berlangsungan perdagangan lintas batas yang terkendali. Selain itu, prasarana perhubungan dan komunikasi tersebut merupakan prasarana dasar untuk penunjang kehidupan dan penghidupan suatu kawasan permukiman.

Pelayanan Prasarana, Sarana, dan Utilitas PALSA Saat ini

Pada tingkat kabupaten, pe-layanan prasarana, sarana, dan utilitas kawasan permukiman PALSA dapat dinilai dari dua sisi, yaitu produktivitas kawasan dan fasilitas sosial ekonomi. Fasilitas sosial ekonomi kawasan permukiman yang dimaksud adalah sarana bangunan sekolah, kesehatan, peribadatan, pasar, air minum, sanitasi, persampahan, jalan, angkutan umum, listrik, telekomunikasi, televisi, pasar, dll. Produktivitas pertanian dan perkebunan mencerminkan potensi dan kinerja kawasan. Penduduk kawasan yang lebih produktif tentunya harus menerima fasilitas sosial ekonomi yang lebih baik.

Dengan menggunakan data tahun 2011, produktifitas kawasan kecamatan Paloh menempati peringkat 8 (delapan) dari 19 (Sembilan belas) kecamatan di Kabupaten Sambas. Tetapi, fasilitas social ekonomi yang diterima masyarakat Paloh menempati pe-ringkat 12 (dua belas). Sebaliknya,

masyarakat Sajingan Besar yang produktifitasnya lebih rendah dari Paloh (peringkat ke-11), memperoleh fasilitas social ekonomi yang lebih baik dari Paloh yaitu peringkat ke-7. Kecamatan Paloh juga lebih baik (peringkat ke-5) dari masyarakat Sajingan Besar (peringkat ke-6) dalam mengendalikan masalah-masalah kependudukan diwilayahnya. Pe-ngendalian masalah kependudukan tersebut meliputi pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk, dan para penyandang masalah social ekonomi. Ditinjau dari aspek pemanfaatan dan pengendalian lahan, kecamatan Paloh menempati peringkat ke-19 sedangkan Sajingan Besar menempati peringkat ke-18 dari 19 kecamatan di kabupaten Sambas. Namun, peringkat rata rata kelima aspek penelisikan kondisi kawasan permukiman dikedua kecamatan PALSA relatif sama yaitu masing-masing menempati peringkat ke-11 (Paloh), dan ke-10,5 (Sajingan Besar) dari 19 kecamatan di kabupaten Sambas. Peringkat dua kecamatan lainnya yang termasuk KPE Temajuk-Arok adalah Gading (peringkat 9,3), dan Sejangkung (peringkat 10,5) juga relative tidak terlalu berbeda dengan PALSA.

Pada tingkat kecamatan, pe-layanan prasarana, sarana, dan utilitas kawasan permukiman PALSA dapat dinilai dari dua sisi pula yaitu ekonomi masyarakat, dan fasilitas sosial ekonomi yang meliputi fasilitas pendidikan, kesehatan, perdagangan, dan in-frastruktur. Masyarakat yang eko-nominya lebih maju mencerminkan kinerjanya lebih baik sehingga harus menerima fasilitas sosial ekonomi yang lebih baik.

Desa Temajuk berada di ujung utara kecamatan Paloh yang ber-batasan langsung dengan Serawak (Malaysia Timur). Demikian pula halnya dengan Arok berada di ujung

Permukiman di Temajuk

paling utara Kecamatan Sajingan Besar yang berbatasan langsung dengan Serawak (Malaysia Timur). Kondisi ekonomi masyarakat dan fasilitas social ekonomi yang diterimanya mencerminkan baik buruknya kawasan permukiman di kedua desa tersebut.

Ekonomi masyarakat Temajuk kecamatan Paloh menempati peringkat ke-5 (lima) dari 13 (tiga belas) desa yang terletak di Kecamatan Paloh dan Sajingan Besar (PALSA). Sementara itu, ekonomi masyarakat Arok kecamat-an Sajingan Besar menempati peringkat ke-3 (tiga) dari 13 desa di PALSA. Hal itu berarti bahwa ekonomi masyarakat Arok, Sajingan Besar dua tingkat lebih baik dari masyarakat Temajok, Paloh.

Peringkat pelayanan prasarana dan sarana serta utilitas kawasan Temajok, Paloh berturut turut adalah akses infrastruktur (peringkat-6), fasilitas pendidikan (peringkat-8), fasilitas kesehatan (peringkat-1), dan fasilitas ekonomi (peringkat-7). Sementara itu, per-ingkat desa Arok, sajingan Besar

berturut turut adalah akses infra-struktur (peringkat-12), fasilitas pendidikan (peringkat-3), fasilitas kesehatan (peringkat-6), dan fasili-tas ekonomi (peringkat-5). Secara rata rata, peringkat pelayanan prasarana dan sarana kawasan permukiman Temajok (Paloh) sedikit lebih baik (0,4 point) dari masyarakat Arok (Sajingan Besar).

Ekonomi masyarakat desa Arok (Sajingan Besar) lebih baik dari Temajuk (Paloh). Demikian pula halnya dengan fasilitas pendidikan dan fasilitas ekonomi. Hal ini dapat dimengerti karena lokasi Arok (Sajingan Besar) lebih dekat dengan kota Kuching di Serawak. Kawasan Permukiman Temajuk (Paloh) menerima fasilitas lebih baik dari Arok (Sajingan Besar) pada unsur unsur akses ke infrastruktur, dan fasilitas kesehatan. Namun, kondisi ekonomi masyarakat di kedua lokasi kajian, lebih rendah dari rata rata. Demikian pula halnya dengan akses ke infrastruktur komunikasi, transportasi, dan air bersih dan sanitasi serta persampahan. Hal itu memberi indikasi bahwa kurang

baiknya akses infrastruktur telah berpengaruh pada kondisi ekonomi masyarakatnya.

Kawasan Temajuk (Paloh) dan Arok (Sajingan Besar) merupakan “beranda terdepan Republik Indo-nesia”. Karena itu, pelayanan kawasan permukiman di kedua lokasi tersebut menempati peringkat pertama. Hal itu berarti harus ada upaya percepatan untuk meningkatkan peringkat pelayanan kaeasan permukiman dari peringkat ke-5 menjadi peringkat ke-1 atau 4 (empat) tingkat. Sementara itu, Kawasan Paloh dan Sajingan Besar (PALSA) telah ditetapkan sebagai Kawasan “Pembangunan Ekonomi (KPE) Temajok-Arok” bersama sama dengan dua kecamatan lainnya yaitu kecamatan Gading, dan kecamatan Sejangkung. Karena itu, pelayanan kawasan permukiman di keempat kecamatan dalam wilayah KPE Temajuk Arok harus ditingkatkan minimal sampai mendekati peringkat ke-1.

34 dinamika RISET 35Oktober - Desember 2012

L I T B A N G L I T B A N G

Page 19: Riset Okt Des 2012 FA

Dikenal di seluruh dunia kare-na komitmen yang kuat dalam pengembangan infrastruktur

berkelanjutan,, pengembangan ka-wasan Hammarby Sjöstad sekaligus menyajikan model pengembangan kawasan yang komprehensif. Mod-el tersebut dilandasi pemantapan implementasi regulasi dan standar lingkungan. Perencanaan kawasan sebagai bagian dari learning process, aplikasi ekstensif terhadap teknologi ramah lingkungan dan pengawasan pembangunan kawasan secara kon-tinu. Unsur infrastruktur hijau yang menjadi kunci adalah energi, sampah, dan air (termasuk limbah). Dalam suatu waktu, penulis berkesempatan me-ngunjungi kawasan ini untuk me-nyimak proses pembangunan yang tengah berlangsung.

Pembangunan Kembali Kawasan (Urban Redevelopment)

Hammarby Sjöstad adalah kawasan industri yang dibangun se-bagai penunjang pertumbuhan Kota

Stockholm sebagai kota inti. Kawasan di berada di sebelah tenggara pusat kota. Kawasan dibangun tahun 1940 yang sampai dengan tahun 1980 menjadi kawasan penting yang me-nyediakan lapangan kerja bagi warga kota. Jaringan transportasi yang ter-koneksi dengan pusat kota dikem-bangkan untuk mengakomodasi pergerakan pekerja ke luar maupun ke dalam kota.

Seiring dengan berjalannya wak-tu, sejak tahun 1990-an perhatian terhadap kawasan meningkat yang disebabkan oleh timbulnya keru-sakan lingkung-an akibat proses in-dustrialisasi yang tidak terkendali. Lingkungan dengan tingkat polusi yang tinggi serta kondisi permukiman yang kumuh mendorong inisiasi program pembangunan kembali (redevelopment) dengan menekankan kepada pemulihan kondisi lingkungan alamiah.

Dengan letak berada di dekat perairan terbuka, maka aktivitas industri memberikan pengaruh

terhadap tingginya kandungan zat pencemar yang mengurangi potensi pemanfaatannya sebagai air bersih. Lahan yang digunakan sebagai lokasi pabrik mengalami pencemaran tanah yang mem-butuhkan waktu yang lama bagi pemulihannya. Atas kondisi ini, pemerintah kota berkomitmen untuk mengubah kawasan industri tua dan pelabuhan ini menjadi kawasan kota modern.

Rencana pembangunan ulang ka-wasan ini bertujuan untuk menye-diakan sarana dan prasarana bagi pemukim. Kawasan direncanakan untuk dilengkapi dengan sarana dan prasarana (termasuk tempat ting-gal berkepadatan tinggi) bagi lebih 26.000 jiwa penduduk, serta sarana dan prasarana bagi lebih 36.000 jiwa penduduk yang tinggal dan bekerja di dalam kawasan. Seluruh konstruksi direncanakan akan dapat diselesaikan sampai dengan tahun 2018.

Saat ini, dalam proses penyelesai-annya, Hammarby Sjöstad telah men-jadi sebuah model internasional dalam pembangunan kawasan perkotaan secara berkelanjutan (Poldermans, 2006). Dalam pengembangannya, ka-wasan menawarkan ekspansi lingkun-gan alamiah terhadap Kota Stockholm yang mendorong penataan ulang terhadap struktur ruang, jaringan infrastruktur, dan desain konstruksi secara menyeluruh. Pembangunan infrastruktur mem-berikan kombi-nasi unik pada keseluruhan pengem-bangan wajah kota melalui peng-gabungan pola permukiman modern dan tampilannya yang tradisional. Model integrasi yang dikembangkan berupa penataan terhadap dimensi jalan, ukuran blok permukiman, tinggi bangunan, kepadatan, dan campuran fungsi, yang disesuaikan

Belajar dari Hammarby Sjöstad, SwediaModel Pengembangan Kawasan berbasis Infrastruktur Hijau:

Gede Budi Suprayoga, Puslitbang Jalan dan Jembatan

Layout Pengembangan Kawasan Hammarby Sjöstad

dengan kebutuhan penyediaan ruang terbuka, keleluasaan pemandangan pada area sekitar waterfront, dan pembangunan taman.

Kawasan direncanakan akan dihuni oleh penduduk berjumlah 25.000 jiwa pada area seluas 250 Ha. Sampai dengan saat ini, kawasan masih berproses untuk melengkapi diri dengan infrastruktur hijau. Melalui riset yang terencana, disertai dengan regulasi/ standar yang ketat dan dukungan komitmen warga, dan pemerintah dalam implementasi rencana.

Sebuah Model Pengembangan Infrastruktur Hijau

Kota Stockholm memiliki re-gulasi lingkungan dan bangunan yang sangat ketat dan diadopsi seluruh kawasan di dalam kota. Program lingkungan

khusus pun ditetapkan untuk menge-lola kawasan Hammarby Sjöstad oleh Pemerintah Kota Stockholm dengan tujuan untuk mengurangi footprint lingkungan sebesar setengah dibandingkan dengan area terbangun pada awal 1990-an. Adanya ketentuan ini dipandang sebagai solusi dan memungkingkan pengembang untuk menerapkan metode baru, sehingga instansi-instansi berwenang dapat terlibat bersama dalam tim. Program pengembangan ini melibatkan berbagai disiplin ilmu.

Proses perencanaan kawasan ter-golong unik dan berupaya mendorong kreasi atas solusi lingkungan baru secara terintegrasi. Partisipasi masya-rakat dijalankan secara konsisten dengan menampung aspirasi dan berbagai perspek-tif atas perubahan yang diinginkan. Sejak tahap peren-

canaan, berbagai usulan teknologi coba diakomodasi untuk mendukung model pengembangan kawasan yang bertumpu kepada pembangunan infrastruktur hijau. Model ini yang dikenal dengan Hammarby Model.

Hammarby Model memiliki prinsip pembangunan berkelan-jutan dengan proses cradle to cradle dalam pengolahan sumber daya yang digunakan. Dalam hal ini, pembangunan bertujuan untuk menggunakan material dan energi seefisien mungkin, serta meminimalkan sampah maupun material yang dihasilkan dari proses aktivitas perkotaan. Penerapan prinsip ini dilakukan terhadap unsur kunci infrastruktur, yaitu energi, sampah, dan air (termasuk lim-bah) yang memperlihatkan karak-ter konstruksi hijau (McDonough

Layout Pengembangan Kawasan Hammarby Sjöstad

36 dinamika RISET 37Oktober - Desember 2012

L I T B A N G L I T B A N G

Page 20: Riset Okt Des 2012 FA

dan Braungart, 2003). Dalam perkembangannya, model ini di-adopasi oleh The Swedish Trade Council menjadi model bagi kota berkelanjutan yang dikenal dengan Simbiocity (Ranhagen, dkk., 2010).

Infrastruktur EnergiSebagai negara dengan iklim

subtropis dan dengan musim panas yang singkat pemanfaatan energi sangat penting untuk penghangat ruangan di dalam gedung. Hammarby Sjöstad menerapkan pola produksi energi yang bertumpu kepada pemanfaatan sampah dan pengembangan teknologi terbarukan.

Sampai dengan berakhirnya pro-gram, kawasan diharapkan dapat memproduksi 50% bahan bakarnya sendiri untuk membangkitkan energi bagi berbagai kebutuhan. Oleh kare-na itu, pabrik pembangkit panas dibangun di kawasan Högdalen un-tuk memproduksi district heating dan listrik. Pembangkit energi listrik di Hammarby turut memanfaatkan panas dari limbah yang diproses untuk menghasilkan panas bagi gedung-gedung. Selanjutnya, air limbah yang sudah mendingin disirkulasikan ke dalam jaringan pendingin di dalam

kawasan.Kawasan menerapkan inovasi

dalam pemanfaatan material organik sisa dari sampah dan slug limbah. Sampah dan slug limbah ini dimanfaatkan untuk memproduksi biogas yang digunakan untuk bahan bakar bus kota. Selain itu, sampah dedaunan dijadikan pupuk melalui proses komposting.

Dengan jumlah energi yang tidak melimpah, pemerintah tetap berkomitmen agar energi materi dapat dikonversi menjadi energi listrik melalui panel surya. Panel surya dibangun pada beberapa lokasi fasade dan atap. Terdapat gedung yang digunakan secara khusus untuk mmenyediakan energi listrik untuk komunitas. Sampai saat ini, seluas 390 m2 panel surya telah diinstal pada atap gedung, dengan penggunaannya terutama untuk listrik bagi pemanas air (meskipun hanya 50% dari kebutuhan).

Pengelolaan Sampah

Pengelolaan sampah didasari paradigma bahwa sampah meru-pakan sumber daya yang dapat dimanfaatkan. Produk baru dapat dikembangkan melalui daur ulang

sampah yang memungkinkan ling-kungan alamiah dapat diselamat-kan.

Terdapat tiga tingkatan penge-lolaan sampah, yaitu rumah tangga, blok, dan kawasan. Dilihat dari volume yang dihasilkan rumah tangga, termasuk di dalamnya sampah makanan dan kertas yang terbesar. Pada skala rumah tangga tersebut dipilah dan ditempatkan pada berbagai kotak sampah yang diperuntukan di sekitarnya. Pada tingkatan blok, sampah didaur ulang dengan menyediakan ruangan khusus pada tiap blok bagi sampah berupa paket makanan, sampah elektronik, dan sampah dengan ukuran besar. Pada tingkat kawasan, sampah yang dikumpulkan meliputi sampah B3, seperti cat, lem, baterai, dan bahan kimia lainnya yang dipilah dan ditangani secara khusus di pusat pengumpulnya.

Pada beberapa lokasi, dibangun sistem koleksi sampah otomatis yang berupa pipa saluran terkoneksi di bawah tanah yang membawa sampah, khususnya sampah rumah tangga melalui penyedot vacuum. Sistem pengendali canggih mengirimkan bagian-bagian sampah menuju wadah yang sesuai dengan kategori sampah. Dengan demikian, truk pengumpul sampah dapat mengumpulkan wadah tanpa menuju area, yang dapat menghemat energi.

Pengelolaan Air dan LimbahSalah satu tujuan lingkungan

kawasan adalah mengurangi kon-sumsi air sampai dengan setengah kondisi saat ini. Penduduk Stockholm menggunakan air sebanyak rata-rata 200 L/orang/air. Saat ini konsumsi air di kawasan mencapai 150 L. Pemanfaatan teknologi secara meluas didorong untuk mencapai target yang ditetapkan.

Pemerintah menempatkan tek-nologi baru bagi soluasi pengelolaan air dan limbah. Sjöstadsverket, se-buah pusat pengolahan limbah yang

Pemanfaatan Panel Surya untuk Penerangan Jalan yang Secara Luas Digunakan

masih dalam tahap uji coba dibangun untuk melayani 600 orang. Jaringan limbah diperiksa keandalannya dalam menangani proses kimia, fisis, dan biologis. Limbah yang mencapai pusat pengolahan bersumber dari permukiman dan industri, dengan harapan kontaminan di dalamnya menjadi minimal. Sludge limbah dialirkan dari pusat pengolahan limbah setelah mengalami proses biodigested dan ekstrasi biogas. Saat ini, biogas dimanfaatkan untuk bus dan sekitar 1,000 kompor gas rumah tangga. Sludge yang tersisa digunakan sebagai pupuk.

Dalam penanganan air permukaan, kawasan menerapkan proses lokal. Air permukaan akibat hujan dan es yang mencair diinfiltrasikan ke dalam tanah dan sebagian diarahkan ke Sickla Kanal, Hammarby Kanal. Air yang bersumber dari jalan diolahan melalui pengolahan terbuka maupun tertutup sebelum dialirkan ke perairan terbuka.

Inovasi lainnya adalah pema-san-gan atap hijau (green roof) pada be-berapa bangunan. Atap ini didesain untuk mengumpulkan air hujan, menahan, dan mengalirkannya. Tanaman juga menolong untuk menyediakan insulasi panas, yang secara bersamaan menciptakan lingkungan hijau di kawasan.

Sebuah Pembelajaran bagi Pengembangan Kawasan berbasis Infrastruktur Hijau

Model pengembangan kawasan yang ditunjukkan oleh Hammarby Sjöstad merupakan proses perencanaan jangka panjang yang dilakukan secara partisipatif. Proses ini sekaligus merupakan sarana belajar bersama antara perencana dan warga. Komitmen awal warga yang melihat adanya kebutuhan bagi perubahan lingkungan yang lebih baik memainkan peran sentral. Komunikasi yang dijalin dengan perencana sejak awal menjadi upaya

menyatukan visi dan persepsi publik atas kondisi pada masa mendatang yang diharapkan. Secara teknis, target lingkungan ditetapkan dengan melihat regulasi pada tingkat lokal sampai dengan Uni Eropa untuk menghasilkan dampak lingkungan yang sedikit mungkin, yang disepakati bersama.

Sejak awal, kawasan ini dimantap-kan sebagai area yang dibangun dengan konsepsi pembangunan berkelanjutan. Hal ini nampak dari perencanaan yang menempatkan harmonisasi dengan alam, serta per-timbangan daya dukung lingkungan yang matang, serta transisi produksi ekonomi yang mulus yang didukung dengan tenaga kerja berkualitas. Daya dukung lingkungan memperlihatkan bagian dari perencanaan yang mem-perhatikan kelangsungan hidup bagi generasi berikutnya dalam mem-peroleh akses memadai terhadap sumber energi, dan air bersih.

Dengan pemanfaatan teknologi yang ekstensif, biaya program pengembangan kawasan ini memang terasa "mahal", yaitu berkisar 3 milyar dollar Amerika. Pengembang dan pemerintah tidak segan untuk menerapkan teknologi baru yang masih dalam tahap uji coba. Sebagai

contoh adalah pengadaan pusat pengolahan limbah yang sangat sentral dalam mendukung pola pemanfaatan sumber daya secara cradle to cradle, sehingga material dan energi sisa secara maksimal dapat dimanfaatkan. Contoh lainnya adalah penerapan secara meluas panel dan sel surya untuk menangkap sinar matahari dengan tingkat efisien sekitar 10% dan terus menerus ditingkatkan. Pemanfaatan teknologi ini memainkan peran sentral dalam mencapai target lingkungan yang ambisius, yang salah satunya memanfaatkan biogas bagi kebutuhan pasokan bahan bakar bus kota Stockholm.

Manfaat yang besar tentu saja dinikmati oleh masyarakat. Dengan kondisi lingkungan yang terjaga, serta pengembangan kawasan secara berkelanjutan, kesejahteraan masyarakat meningkat yang salah satunya ditunjukkan oleh tingkat harapan hidup yang lebih tinggi dari semula. Sampai dengan saat ini, kawasan Hammarby Sjöstad menjadi sekaligus daerah wisata yang dikunjungi oleh hampir 13.000 wisatawan dari seluruh dunia.

38 dinamika RISET 39Oktober - Desember 2012

L I T B A N G L I T B A N G

Page 21: Riset Okt Des 2012 FA

-

Gaya hidup hijau (green living) merupakan prinsip hidup kekinian yang berorientasi

pada upaya penyelamatan lingkung-an. Green living mulai dikenal ketika orang-orang yang merasa peduli pada lingkungan mulai mendapati fakta-fakta rusaknya lingkungan karena eksplorasi oleh manusia selama ini. Bumi mulai memper-lihatkan gejala perubahan dalam skala kecil yang nantinya akan menjadi semakin besar dan mem-bahayakan. Karena itu, harus ada usaha-usaha untuk mulai memper-baiki atau setidaknya mengurangi kerusakan agar tidak menjadi lebih

parah. Salah satu yang dapat di-coba adalah dengan mengubah gaya hidup green living.

Prinsip hidup ini dapat di mulai dari berbagai hal-hal kecil dari diri sendiri, lalu berlanjut ke tahap keluarga serta lingkungan sekitar. Seperti misalnya mulai menjalankan program 3R, yakni re-duce, reuse dan recycle dalam skala rumahan. Sebetulnya prinsip hidup ramah lingkungan ini dapat diterap-kan pada hal-hal sepele setiap hari-nya. Sebagai contoh, untuk men-gurangi sampah plastik, kita dapat membawa tempat minum kemana pun daripada selalu membeli air

mineral dalam kemasan botol (re-duce). Hal-hal seperti itu mungkin tidak selalu ada dalam daftar ke-wajiban semua orang, mengingat belum banyak orang menganggap hal ini penting. Namun, tentu itu bukanlah alasan untuk membiarkan kondisi lingkungan kita semakin memburuk.

Ketika fakta dan data menge-nai kerusakan lingkungan sudah ada di depan mata, terkadang kita tetap kesulitan untuk menjalankan program ini. Sebab, selain mem-butuhkan komitmen yang kuat, halang-an justru datang dari ling-kungan sendiri. Tidak mudah

Pengolahan sampah plastik

wikim

edia.

org

memang, ketika menjadi pioneer yang menjalankan program ini, terutama ketika lingkungan sekitar sama sekali belum memulainya. Se-bagian orang yang memilih melaku-kan program ini tak pelak menda-pat stigma sebagai orang yang aneh dan rumit karena harus repot-repot mengubah cara hidupnya “hanya” atas nama keselamatan bumi serta lingkungan yang sehat. Padahal, pe-rubahan dapat terjadi dari hal-hal kecil yang dilakukan setiap hari. Pemeliharaan lingkungan yang dilakukan secara kontinyu dapat menjadi sebuah pemeliharaan ling-kungan yang berkelanjutan.

Sebagian kecil orang yang peduli ini tentu memiliki alasan menga-pa memilih prinsip hidup ini dan menerapkannya pada tiap aktivi-tas setiap hari. Studi ini mencoba untuk mengungkap korelasi antara perilaku individu dan partisipasi mereka dalam menerapkan aktivi-tas 3R. Cakupan studi dilakukan di wilayah Jakarta Selatan, antara lain Jagakarsa, Cilandak dan Mampang. Lalu, apa saja faktor determinan yang mempengaruhi?

Mengapa 3R?Jumlah buangan sampah rumah

tangga yang dihasilkan tiap tahun-nya pasti mengalami peningkatan. Sampah-sampah ini bakal menjadi timbunan yang semakin menggu-nung dan membutuhkan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang se-makin luas juga. Pemerintah Daerah DKI Jakarta sempat kesulitan ketika TPA Bantar Gebang mulai muncul masalah dan harus mencari wilayah lain sebagai TPA atau TPS (Tempat Pembuangan Sementara). Alih-alih mencari cara untuk mengurangi sampah, Pemda DKI Jakarta justru ingin mencari lahan lain untuk me-nampung sampah-sampah tersebut. Padahal apabila program 3R telah

diterapkan pada tiap rumah tangga, kuantitas sampah yang dihasilkan akan jauh berkurang dan area yang dibutuhkan untuk TPA tidak akan sebesar sekarang.

Studi ini menggunakan dua ukuran perilaku, yakni kesa-daran akan isu lingkungan serta rasa oprimisme program 3R pada publik. Selain dua variabel ini, hal lain yang turut memperngaruhi pilihan untuk berpartisipasi pada aktivitas 3R adalah gender, usia, pendidikan serta akses pada media. Pada studi ini dipilah antara definisi 3R serta faktor yang mempengaruhi di dalamnya.

Hasil studiReduce secara definitif berarti

meminimalisir jumlah serta besar-an (volume) sampah atau men-gurangi pengunaan sesuatu seperti mempertimbangkan penggunaan pembungkus yang bakal menjadi sampah. Dari hasil survey, 139 dari 200 responden menyatakan bahwa mereka mengelola limbah rumah tangga dengan metode 3R. sebanyak 37 orang melakukan reduce dengan mengolah limbah organik sebagai penyubur (pupuk) dengan metode

kompos. Sebagian besar dari mere-ka menyebutkan bahwa mereka termotivasi oleh kesadaran akan isu lingkungan. Selain itu mereka lebih memilih untuk menggunakan sendiri limbah organik untuk me-nyuburkan tanaman mereka dari-pada menjualnya.

Dua variabel yang muncul, antara lain kesadaran akan isu lingkungan dan munculnya peran perempuan menjadi faktor yang signifikan pada program reduce ini. Dua hal ini berpengaruh dalam probabilitas melakukan pengurangan sampah dengan cara kompos. Meskipun, ada orang-orang yang optimis pada hal ini, namun harus dilihat juga adanya beberapa hal yang menjadi tantang-an, seperti orang-orang yang tidak sempat memilah-milah sampah, langkah-langkah yang cukup rumit dalam proses mengkompos, waktu yang relatif panjang hingga tempat yang cukup luas. Walau demikian, kampanye untuk mensosialisasikan pentingnya kesadaran akan ling-kungan akan mejadi cara yang efek-tif dan mudah untuk dilakukan.

Sementara faktor lain seperti usia, pendidikan, media (internet, televisi, radio) dan rasa optimis

40 dinamika RISET 41Oktober - Desember 2012

S C H o L A R S C H o L A R

Page 22: Riset Okt Des 2012 FA

terhadap pemerintah justru bu-kan menjadi faktor penentu. Pada aspek pendidkan, kajian mengenai lingkungan tidak ditemui dalam kurikulum terutama pada jenjang SLTP dan SLTA. Justru pada jen-jang yang lebih tinggi seperti per-guruan tinggi, kajian lingkungan mulai ditawarkan dan menjadi pi-lihan. Lebih jauh lagi, kemunculan media online dan cara berbelanja online memberikan kecenderungan bebasnya pertimbangan mengenai metode membungkus yang tidak bisa dihindari. Faktor gender yang ditemukan pada proses mengkom-pos adalah komposisi yang lebih banyak dilakukan oleh laki-laki (suami) dibandingkan perempuan (isteri). Partisipasi perempuan hanya memilah sampah ketika membersihkan rumah atau mema-sak, sementara laki-laki melakukan seluruh proses kompos.

Reuse dapat dimaknai sebagai penggunaan kembali sesuatu

barang yang masih dapat dipakai daripada membuangnya. Ada ban-yak barang-barang yang bisa digu-nakan kembali (reuseable) dengan berbagai macam cara. Dari survey yang didapat, ada sebanyak 78 kepala keluarga yang lebih memilih untuk melakukan reuse jika barang-barang masih bisa dipakai atau diisi ulang. Biasanya mereka termoti-vasi karena situasi tertentu, sep-erti pertimbangan barang-barang yang masih bagus dan masih dapat dipakai, atau lebih murah dan mu-dah jika membeli isi ulangnya, atau bahkan menurut mereka melaku-kan reuse lebih sederhana diband-ing mengkompos atau mendaur ulang.

Pada hal ini, faktor usia, media, gender, kesadaran isu lingkungan serta optimisme pada program pemerintah menjadi faktor pe-nentu. Seperti pada faktor usia, semakin bertambah usia, orang akan cenderung lebih sibuk den-

gan berbagai macam urusan. Ini membuat mereka tidak lagi per-hatian terhadap hal-hal seperti ini. Mereka merasa menggunakan barang lama membutuhkan perha-tian serta perawatan yang cukup rumit, sehingga membeli barang yang baru lebih mudah dan meng-hemat waktu.

Sementara itu pada aspek gender, perempuan memiliki peran yang besar dalam melaksanakan aktivitas reuse ini, karena perem-puan memiliki lebih banyak waktu dan kerap bersentuhan dengan produk rumah tangga, seperti tas plastik belanjaan. Korelasi antara kesadaran isu lingkungan dan aktivitas reuse terjadi antara lain karena orang-orang yang ramah lingkungan membatasi diri mereka untuk tidak mengkonsumsi atau membeli barang-barang agar tidak berlebihan barang. Karena itu, alih-alih mengaplikasikan reuse, orang-orang itu lebih senang melakukan

reduce.Recycle adalah mengolah barang

bekas untuk dipakai kembali walau berbeda fungsi, misalnya limbah produk kemasan diolah menjadi dompet atau tas serbaguna. Dari data yang didapat hanya 31 res-ponden yang melakukan daur ulang untuk mengatasi persoalan limbah rumah tangga. Dalam hal ini, orang-orang yang kreatif dan berorien-tasi enterpreneur yang biasanya melakukan daur ulang. Bagaimana pun, ini tidak berarti seseorang yang tidak memiliki karakteris-tik tersebut kemudian tidak dapat melakukan daur ulang. Ada banyak kesempatan untuk mengumpulkan barang-barang bekas yang bisa di-daur ulang dan dijual pada peng-rajin yang biasa memakai barang bekas.

Berbeda dengan program sebe-lumnya, pada recycle hanya ada variabel gender dan rasa percaya pada pemerintah saja. Bahkan ke-sadaran akan isu lingkungan lebih sedikit ditemukan dibandingkan dengan motivasi bisnis,. Produk yang dibuat dari bahan-bahan daur

ulang biasanya memiliki harga tinggi karena cukup sulit untuk mengolah barang-barang daur ulang. Selain itu, dari aspek gender, perempuan lebih banyak berpar-tisipasi dalam aktivitas ini. Banyak produk-produk hasil barang daur ulang yang merupakan inisiatif serta hasil produksi para ibu rumah tangga. Sementara mengenai rasa percaya terhadap pemerintah, mereka yang melakukan daur ulang merasa optimis program ini dapat sukses dan berhasil menyela-matkan lingkungan dibandingkan dengan mereka yang tidak.

Perlunya Komitmen dari Pemerintah

Persoalan mengenai isu ling-kungan menjadi semakin serius. Karena itu dibutuhkan pemecahan masalah yang komprehensif dan ter-integrasi agar dapat terus berkem-bang dan diaplikasikan dengan baik. Pemerintah daerah dalam hal ini memiliki peran penting di mana mereka harus menyusun strategi yang tepat. Misalnya jika mayoritas penduduk merupakan perempuan

atau ibu rumah tangga, akan lebih baik jika peme-rintah melakukan pendekatan kepada mereka (per-empuan) untuk tidak hanya men-gurangi sampah dan membuat kompos, tetapi juga melakukan re-use dan recycle.

Pemerintah pun sebaiknya men-coba menggandeng media karena akan lebih efektif dan efisien dalam mengkampanyekan pesan-pesan program. Substansi pesan seharus-nya disusun secara sederhana agar dapat mengajak masyarakat untuk menjadi bagian dalam proses. Pada aspek pendidikan, kajian atau materi mengenai isu lingkungan seharusnya mulai dimasukkan dalam kurikulum di sekolah dasar. Bagaimana pun, ini semacam in-vestasi bagi generasi muda. Selain di sekolah, para pelajar ini pun harus menyesuaikan atau meng-aplikasikan metode manajemen sampah buangan ini di rumah masing-masing.

Masyarakat sebetulnya percaya bahwa pemerintah dapat menye-diakan hal terbaik bagi kebutuhan sayarakat, yakni kondisi kualitas hidup tanpa permasalahan limbah yang serius. Selain perencanaan yang matang serta aksi yang nyata, pemerintah pun perlu memelihara, memonitor serta mengevaluasi program 3R. Yang paling penting adalah adanya rekomendasi yang tepat untuk mengenalkan pemi-lahan sampah organik dan non organik pada masyarakat. Pemerin-tah harus menambah jumlah tem-pat sampah di mana-mana serta truk sampah untuk memfasilitasi pengambilan sampah yang sudah dipilah-pilah. Dengan melakukan aksi sederhana ini diharapkan dapat semakin mempermudah langkah selanjutnya untuk pengo-lahan sampah. Sehingga perbaikan kondisi lingkungan menjadi sebuah langkah yang berkelanjutan.

42 dinamika RISET 43Oktober - Desember 2012

S C H o L A R S C H o L A R

Page 23: Riset Okt Des 2012 FA

Dahulu, muncul stigma bagi PNS dengan latar belakang ilmu hukum yang

bekerja di kementerian teknis, seperti Kementerian PU. Orang hukum sering dianggap sebagai “orang rumit” dengan bidang keahlian yang sangat spesifik. Akan tetapi, persepsi ini lambat laun bergeser seiring dengan meningkatnya kebutuhan terhadap para ahli hukum guna membantu menyelesaikan persoalan hukum di ranah pekerjaan umum.

Kiprah para ahli hukum semakin terlihat manakala PU mengadakan perjanjian kerjasama, baik nasional, maupun internasional, dengan pihak lain. Para ahli hukumlah yang berperan besar dalam menyusun dokumen kerjasama. Dan mereka pula yang bertugas untuk memeriksa berbagai kemungkinan implikasi hukum yang terjadi di masa mendatang pasca perjanjian kerjasama ditandatangani oleh kedua pbelah pihak.

Ilmu merancang kontrak (contract drafting) tidaklah sama dengan hukum perjanjian (law of contract). Kontrak merupakan kesepakatan antara subyek hukum perdata yang mempunyai hak dan kewajiban (prestasi), sedangkan perjanjian adalah bagian dari konrak yang harus ada persetujuan diantara kedua belah pihak atau lebih berkenaan dengan suatu perkara yang sifatnya masih umum. Artinya, hanya perjanjian yang bercirikan kontrak saja yang mempunyai implikasi hukum, sedangkan perjanjian apabila tidak berdampak hukum hanyalah sebatas berjanji saja.

Perancangan kontrak sangat memerlukan keterampilan khusus. Bidang inilah yang menjadi keahlian dari para ahli hukum. Untuk menyusun sebuah kontrak dibutuhkan kejelian karena kontrak tidak hanya sebatas kesepakatan antara subyek hukum perdata. Akan tetapi, pembuatan kontrak juga

harus memperhatikan hukum yang berlaku, memiliki keberpihakan, dan yang terpenting merupakan terjemahan bahasa sehari-hari dengan "bahasa hukum".

Kalimat atau bahasa hukum adalah bahasa yang harus bisa di-pertanggungjawabkan di pengadil-an. Sangat berbeda dengan bahasa tutur atau tulis sehari-hari yang ti-dak dapat dipertanggungjawabkan di pengadilan karena tidak memi-liki dampak hukum. Bahasa hukum sifatnya bersayap, sehingga apabila ada persepsi yang berbeda, harus merujuk kembali ke kamus Bahasa Indonesia yang baik dan benar agar deskripsinya menjadi jelas.

Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, menulis perjanjian kerjasama membutuhkan keahlian khusus. Si pembuat kontrak kerja-sama harus paham betul menge-nai anatomi kontrak. Pemahaman anatomi kontrak sangat dibutuh-kan agar dokumen kontrak yang di-maksud menjadi sistematis, logis,

Terampil Merancang Kontrak

Di Ranah Birokrasi

Kerjasama Balitbang PU dengan Pemkab Butondan runut.

Secara umum, anatomi terdiri dari bagian pendahuluan, bagian isi, bagian penutup disertai dengan lampiran jika diperlukan. Sebenarnya anatomi ini cukup sederhana, namun tidak bagi yang belum terbiasa merancangnya.

Sebetulnya sudah ada pedoman praktis penulisan dokumen per-janjian, baik dengan pihak dalam ataupun luar negari. Namun, hasil penulisannya seringkali tetap saja tidak seragam. Hal ini disebabkan oleh perbedaaan persepsi dan pandangan dalam memahami dan menalar pola pikir. Seorang perancang kontrak harus membekali diri dengan alur pemikiran multi-dimensional dalam merancang dokumen kontrak. Ditambah juga dengan penguasaan analogi dalam menyelesaikan masalah hukum (kasus).

Itulah sebabnya sangat di-perlukan seorang ahli di bidang hukum yang bisa memberikan "legal reasoning" atau sebut saja

argumentasi hukum. Pengertian sederhananya adalah membantu melakukan penalaran tentang hukum atau pencarian dasar tentang bagaimana berargumentasi, melatih ketrampilan ilmiah untuk mendapatkan pola pikir yang logis termasuk menggunakan analogi dalam menyelesaikan masalah dan memberikan solusi. Tujuannya agar memiliki prinsip yang logis, sistematis, dan terstruktur dengan didasari oleh budaya, lingkungan, pola pikir, dan ilmu yang diperolehnya.

Kontrak (Perjanjian) yang biasa dibuat di lingkungan Kementerian/ Lembaga ternyata sangat lemah. Hal ini disebabkan petugas yang bersentuhan dengan pembuatan perjanjian sangat minim dibekali pendidikan atau keterampilan tekait dengan ilmu hukum khususnya perancangan kontrak atau perjanjian. Banyak orang membuat perjanjian karena sudah ada contoh sebelumnya, sehingga hanya dengan bekal copy paste atau

copy edit semata tanpa didampingi oleh seorang yang ahli di bidangnya.

Seharusnya setiap pembuatan perjanjian apapun itu, harus dikonsultasikan terlebih dahulu ke Biro Hukum sebagai kuasa hukum Kementerian. Apabila di masa mendatang perjanjian yang dibuat tersebut berimplikasi hukum atau bermasalah di kemudian hari.

Diantara semua jenis perjanjian yang dilakukan oleh pihak Kementerian PU, tipe perjanjian yang paling sering menimbulkan friksi adalah perjanjian dengan pihak ketiga.

Banyak pekerjaan infrastruktur yang melibatkan pihak ketiga disebabkan oleh sumberdaya yang ada kurang maksimal. Oleh karena itu, Kementerian PU harus lebih waspada dalam menyikapi masalah perihal pembuatan perjanjian atau kontrak.

Masalah sangat krusial yang harus segera dibenahi yaitu, penu-lisan perjanjian yang mengandal-kan "template" yang sudah ada. Hal

44 dinamika RISET 45Oktober - Desember 2012

o P I N I

Heni Prasetyawati, SH., M.Si., Sekretariat Badan Litbang

o P I N I

Page 24: Riset Okt Des 2012 FA

tersebut akan sangat merugikan pejabat yang hanya disodorkan untuk menandatanganinya tanpa mengkoreksi implikasi hukum atas rancangan perjanjian yang hanya menggunakan pola lama tersebut. Dari beberapa ulasan tersebut, hendaknya segera dicarikan solusi supaya kita semua terhindar dari masalah hukum apalagi sampai ranah pengadilan.

Membuat perjanjian tidak sesederhana seperti yang selama ini kita lakukan, tetapi kata per kata, kalimat per kalimat sangat berimplikasi hukum, sehingga harus dikonsultasikan kepada seorang yang ahli hukum.

Pedoman Praktis Perancangan MoU (Nota Kesepahaman) dan Perjanjian Kerjasama

Sepanjang perjalanan pelak-sanaan Renstra, Balitbang telah banyak menelorkan MoU dan Perjanjian Kerjasama. Bahkan, Balitbang telah menetapkan pe-doman penyusunan dokumen per-janjian sebagai bahan referensi bagi petugas yang menangani masalah tersebut. Tujuannya agar tidak ter-jadi atau untuk mengantisipasi ma-salah yang akan timbul dikemudian hari.

Pedoman penulisan perjanjian

terkait dengan perjanjian dalam negeri telah dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum cq. Biro Hukum. Sedangkan untuk perjanjian internasional telah dikeluarkan pedoman oleh Kementerian Luar Negeri cq. Direktorat Perjanjian Ekonomi dan Sosial Budaya. Walaupun masih terdapat beberapa kelemaham, namun setidaknya pedoman ini dapat meminimalkan implikasi hukum di kemudian hari.

Ada beberapa catatan bagi petugas yang bertugas menangani parancangan perjanjian ataupun MoU, selain berpedoman kepada peraturan yang telah ditetapkan, hendaknya juga tetap berkonsultasi ke instansi yang membidangi peraturan perundang-undangan. Walaupun seringkali banyak kendala waktu karena belum optimalnya reformasi birokrasi, hendaknya tetap diupayakan berkonsultasi kepada orang yang ahli dibidang hukum agar untuk mendapatkan "legal reasoning" terkait dengan rancangan perjanjian yang telah dibuat.

Badan Litbang juga telah mengeluarkan pedoman pembuat-an perjanjian baik dalam negeri, maupun luar negeri yang sudah dipedomani oleh Pusat-pusat

Litbang dan mitra kerjanya. Namun, di tahun mendatang, pedoman tersebut akan segera direvisi terakit dengan beberapa peraturan perundang-undangan yang baru, sehingga perlu disesuaikan agar tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku.

Sepanjang perjalanan Renstra 5 (lima) tahun ini, MoU yang telah kita hasilkan sebanyak sebelas buah dan Perjanjian Kerjasama yang dulunya dikenal dengan SPK telah berhasil ditetapkan sebanyak enam buah dengan para stakeholders atau mitra kerja Badan Litbang PU. Akan tetapi, harus terus-menerus ditingkatkan dan dievaluasi per tahunnya, apakah perjanjian yang dibuat semata-mata menghasilkan manfaat ataukah hanya sekedar membuat saja yang kemudian hanya sebagai monumen ke-banggaan dengan kuantitas yang cukup banyak tetapi kualitasnya tidak signifikan.

Hal ini menjadi pekerjaan rumah kita bersama, agar kedepannya perjanjian yang sudah dibuat ber-manfaat bagi masyarakat pengguna dan pemerintah daerah sebagai perpanjangan tangan kementerian di daerah dalam memanfaatkan teknologi yang tepat guna dan tepat sasaran, khususnya untuk teknologi sederhana. Disamping itu, perlunya keseriusan dalam menangani teknologi tinggi, agar mitra kerja swasta dapat ikut berpartisipasi dalam memassalkan produk teknologi Balitbang. Sehingga outcome dari anggaran yang dibelanjakan dapat bermanfaat bagi kemajuan teknologi di masa yang akan datang. "Tanpa RISET pembangunan tidak bisa berjalan", jadi mari terus bermitra dengan Balitbang PU yang siap memberikan inovasi teknologi yang beragam.

Ungkapan ini dinyatakan Reynald Kasali saat menjadi pembicara pada Forum

Bakohumas Indonesia di Makasar 06-07 Nopember 2012. Kalimat di atas tentu menjadi sebuah tanda tanya bagi para pekerja di bidang kehumasan, terutama di kalangan birokrasi. Meski dalam ‘kontrak kerja’ dinyatakan untuk melayani publik, selama ini keterampilan yang dimiliki pekerja di bidang kehumasan adalah melayani atasan. Bias pemahaman ini membuat konsep kerja para humas dalam mengelola informasi menjadi seolah-olah kabur. Sehingga komunikasi yang dibangun dengan publik hanya satu arah.

Sebagaimana yang terjadi di sebuah negara di Eropa, di mana terjadi kebosanan publik terhadap perilaku birokrat yang akhirnya

membuat mereka menyampaikan pendapat melalui media internet. Pendapat publikini terjadi akibat a ku mu l a s i kekesa l a n ka rena infrastruktur jalan yang tidak kunjung diperbaiki dan dibiarkan berlubang. Klimaksnya publik menggambar wajah Presiden tepat dijalan berlubang tersebut. Ketika mereka melakukan itu, yang dilakukan oleh petugas humas adalah menutupi dan menghilangkan gambar tersebut. Akhirnya publik kembali protes dan menggambarnya kembali perilaku birokrat tersebut saat menghilangkan gambar dan mempublikasikannya lewat dunia maya. Setelah di lakukan dua kali, barulah jalan berlubang itu diperbaiki.

Peran humas pada cerita di atas bukanlah cerminan humas yang baik. Peran humas menurut Reynald

Kasali adalah menanamkan bahasa dan pikiran di hati publiknya dengan nilai positif. Humas harus mampu memberikan rekomendasi pada pimpinan organisasi berdasarkan fakta, bukan menghapus fakta demi menyenangkan hati pimpinan.

Merujuk pada Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Komunikasi dan Informatika di Kabupaten/Kota yang diterbitkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika, disebutkan bahwa Sumber Daya Manusia (SDM) Pe l a ks a n a a n D i s e m i n a s i d a n Informasi merupakan pegawai yang memiliki kompetensi atau kehalian di bidang jurnalistik media radio serta bidang komunikasi dan informasi pada umumnya. Artinya, pelaku humas adalah orang yang mempunyai kemampuan komunikasi dan mengolah informasi dengan baik. Hal ini dikarenakan humas adalah orang yang bekerja menggunakan kemampuan berbahasa, baik itu menulis atau lisan. Oleh Bloomberg ini d isebut sebagai symbol ic interaction di mana bahasa menjadi moda dalam menyampaikan pola pikir manusia.

Humas Mengubah NilaiSalah satu tugas humas adalah

mengubah nilai (cracking values), yang art inya mengubah ni lai menggunakan media, baik melalui media interpersonal ataupun intrapersonal. Proses ini dilakukan melalui komunikasi secara langsung (antar pribadi) atau melalui media massa, seperti media eletronik, cetak dan intenet. Contoh peran humas yang bisa dikatakan sukses adalah

Public Relations As A Pilar

46 dinamika RISET 47Oktober - Desember 2012

o P I N I m A N A j E m E N

Catherine Sihombing, Sekretariat Badan Litbang

Page 25: Riset Okt Des 2012 FA

Kompetensi PROKompetensi Public Relations

Officer (PRO) harus mampu menjadi p e ra n t a ra b a g i ke p e n t i n g a n organisasi dan publik. Di era persaingan saat ini bukan publik yang butuh perusahaan, melainkan perusahaan yang membutuhkan publ ik . Untuk memenangkan kompetisi itu, perusahaan atau organisasi memerlukan strategi kehumasan yang prima. Salah satu definisi menyebutkan humas a d a l a h m e t o d e k o m u n i k a s i untuk menciptakan citra positif dari mitra organisasi atas dasar menghormati kepentingan bersama (Sukatendel,1990).

Kemampuan berkomunikasi yang seharusnya dikuasai bagi seorang humas antara lain dalam bentuk lisan maupun tulisan. Seorang hums harus dapat berbicara d i d e p a n u m u m , m e l a k u k a n presentasi,mewawancarai dalam upaya mengumpulkan fakta dan data, diwawancarai pers atau wartawan sebagai sumber berita serta kemampuan berkomunikasi lisan lainnya. Sementara pada kemampuan komunikasi tulisan, humas pun harus bisa membuat press release untuk dikirim ke media massa, membuat artikel dan feature untuk house jurnal yang akan diterbitkan perusahaan, menulis

saat kampanye calon gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) dan Basuki beberapa waktu silam. Faktor determinan seperti misalnya keterbukaan hingga penyajian f a k t a m e n g g u n a k a n b a h a s a yang mudah menjadi gambaran kesuksesan peran humas. Memang tak dipungkiri peran penyampai informasi (komunikator) tim sukses Jokowi dan Basuki yang memang mempunyai nilai tinggi, namun kemasan informasi dan pemilihan media yang digunakanmencitrakan kedua tokoh ini merupakan pilihan tepat bagi warga Jakarta.

Efek berantai dari informasi yang dimunculkan oleh multimedia (web) juga perlu dicermati oleh para humas. Dunia yang semakin dinamis juga berdampak kepada perilaku media. Menurut Edward Bernays, terdapat tiga elemen utama dalam humas, yakni memberi informasi kepada masyarakat, membujuk masyarakat, dan menghubungkan orang yang satu dengan yang lainnya. Para praktisi humas pun dalam melakukan berbagai kegiatan yang mencakup tiga elemennya tadi menggunakan berbagai macam alat dan teknologi, mulai dari yang konvensional seperti pensil dan kertas sampai dengan yang modern, seperti PDA dan internet.

D i t a h u n 1 9 9 0 - a n m e d i a yang banyak digunakan adalah news release, pitch letters dan press kits yang tujuan umumnya menyampaikan informasi pada khalayak luas terutama klien. P e r k e m b a n g a n m e d i a y a n g digunakan para humas dimasa kini membuat pekerjaan praktisi humas menjadi lebih atraktif dan efektif. Target yang dituju menentukan media yang digunakan. Bahkan saat ini, dikembangkan media hologram untuk menyampaikan pesan pada publik secara tiga dimensi (3D).

laporan, membuat naskah pidato untuk manajemen,menulis konsep iklan layanan masyarakat, menulis brosur dan selebaran serta bentuk komunikasi tulisan lainnnya.

Intinya setidaknya ada lima persyaratan mendasar bagi profesi humas, yakni : • ability to communicate

(kemampuan berkomunikasi);• ability to organize (kemampuan

manajerial atau kepemimpinan);• ability on get the with people

(kemampuan bergaul atau membina relasi);

• personality integrity (memiliki kepribadian yang utuh dan jujur); dan

• imagination (banyak ide dan kreatif).

Masih menurut Reynald Kasali, humas harus mampu jujur dan akuntable pada publik, sebab publik saat ini menekankan tidak menginginkan adanya kebohongan. Oleh karenanya, pengelolaan humas setidaknya melalui kantor layaknya redaksi, tujuannya agar dapat selalu upadate informasi. Sebab salah satu peran penting humas adalah sebagai jembatan informasi. Kita pun sebagai penerima informasi mesti bijak dalam mengelola informasi. So, do you (still) believe communication is important?

Se b a g a i n e g a ra a g ra r i s , sektor pertanian merupakan p e n g g e ra k u t a m a p e r -

ekonomian Indonesia, namun potensi lahan kering di luar Jawa mencapai 90,41% dari total lahan pertanian. Sumber air permukaan di daerah kering sangat terbatas terutama pada saat musim kemarau, sehingga air tanah menjadi alternatif terbaik. Salah satu program prioritas Balai Wilayah Sungai (BWS) melalui Proyek Pengembangan Air Tanah ( P 2 AT ) a d a l a h m e m b a n g u n atau merehabilitasi sumur bor. Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) sedang mengembangkan kawasan agropolitan di daerah lahan kering, salah satunya di Kecamatan Modoinding, Kabupaten Minahasa Selatan.

Untuk mendukung kegiatan tersebut, sejak tahun 2009, BWS Sulawesi I telah membangun sumur bor dan jaringan irigasi sprinkle, namun belum dioperasikan dikarenakan belum terbentuk k e l o m p o k t a n i y a n g a k a n mengoperasikanya. Demikian pula dengan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) juga akan menjadikan Kecamatan Kupang Timur sebagai kawa s a n a g ro p o l i t a n n a m u n belum ada kelembagaan yang akan melakukan OP irigasi. Masalah pada operasi dan pemeliharaan (OP), BWS tidak mungkin terus-menerus melakukan pemeliharaan jaringan sehingga direncanakan akan dilakukan oleh pemerintah dan petani setempat sehingga harus diketahui terlebih dahulu kesiapan pemda dan masyarakat.

Lahan Kering, Pengembangan Teknologi, Operasionalisasi dan Pemeliharaan Irigasi Lahan Kering

Berbeda dari lahan basah, pada lahan kering, pemanfaatan lahan pertanian tidak terlayani irigasi dan hanya mengandalkan curah hujan. Hal ini berpengaruh pada pola tanam yang umumnya musiman, yaitu saat musim hujan. Pola tanam musiman memiliki teknik yang berbeda, yaitu petani tidak menggenangi lahan melainkan hanya menyiram atau disebut dryland farming.

P e r m a s a l a h a n u t a m a d i lahan kering adalah minimnya ketersediaan a ir. Ada empat alternatif pengembangan pertanian di lahan kering, yaitu: (1) konservasi terpadu; (2) pengembangan embung dan pemanenan air; (3) amoliorasi dan pemupukan; (4) pengembangan irigasi bertekanan dan pompanisasi.

Teknologi irigasi bertekanan lebih tepat diterapkan pada daerah-daerah yang relatif kering dan sumber airnya berasal dari air tanah dan air permukaan. Pemberian air dengan cara penyiraman (sprinkle) sangat efisien. (Kurnia, 2004).

Terdapat tiga aspek yang harus diperhatikan dalam kelembagaan OP irigasi, yaitu batas yuridiksi; hak kepemilikan; dan aturan representasi. Kelembagaan OP mempunyai fungsi teknis dalam alokasi air dan OP. Jika tidak ada keterpaduan antara aspek kelembagaan dan aspek teknis, maka akan terjadi konflik manajemen sumber daya air dan

(Sulawesi Utara dan Nusa Tenggara Timur)

Retta Ida Lumongga, Sekretariat Badan LitbangAndreas Christiawan, Pusat Litbang Sosekling

Musim kemarau di Minahasa

bisnis

-kti.

com

48 dinamika RISET 49Oktober - Desember 2012

m A N A j E m E N

Irigasi Lahan Kering

m A N A j E m E Nm A N A j E m E N

Page 26: Riset Okt Des 2012 FA

akan berpengaruh pada hasil, efisiensi dan pengalokasian sumber daya air. (Benny Rachman & Ketut Kariyasa,2011).

Ke l e m b a g a a n P 3 AT p a d a prinsipnya hampir sama dengan P3A air permukaan, bedanya hanya pada ketergantungan pasokan airnya mengandalkan pada bekerjanya mesin pompa, disamping itu luas areal siramannya relatif terbatas. Biaya OP untuk usaha tani sumur pompa (P3AT) relatif tinggi dibandingkan usaha tani air permukaan. Oleh kaena itu, pengembangan usaha tani P3AT memerlukan jenis usaha tani yang bernilai ekonomis tinggi agar hasilnya minimal dapat menutupi biaya produksi.

Agar lebih efektif, pengelolaan kelembagaan P3AT sebaiknya difokuskan pada tingkat gabungan P3AT (rata-rata luas lahan +200 Ha). Pada beberapa organisasi P3AT yang telah terbentuk dan beroperasi umumnya tingkat p e r k e m b a n g a n n y a b e l u m memuaskan. Permasalahannya a d a l a h ke t i d a k s i a p a n S D M , insentif pengurus P3AT relatif kecil, pola tanam masih tradisional dan seragam belum mengikuti permintaan pasar (bila kelebihan

produksi harga rentan jatuh), mutu produksi rendah, dan terbatasnya modal kerja. Hambatan teknis lainnya adalah karena kerusakan pada pompa.

Faktor pendukung pengem-bangan GP3AT antara lain, semangat petani untuk maju karena mata pencaharian utama mereka di bidang pertanian, minat pengurus P3AT untuk membentuk koperasi dalam upaya mengatasi modal kerja, investor swasta, dukungan yang kuat dari Pemda setempat dalam pembinaan teknis usaha tani serta pemasaran hasil produksi.

Pedoman P3A Air dalam OP Jaringan Springkler

Kelembagaan OP springkler tidak harus merupakan bentukan baru namun dapat memanfaatkan kelembagaan yang sudah ada di masyarakat. Bila memang belum a d a k e l o m p o k , m a k a d a p a t dibentuk kelembagaan baru yang khusus menangani OP. Sedangkan apabila sudah ada kelembagaan di masyarakat, maka dapat dilakukan perkuatan kelembagaan yaitu dengan menambah tugas dan fungsi lembaga tersebut.

Tahapan pembentukan kelom-p o k , s e b a g a i m a n a t e r d a p a t

April - Juni 2012 50

dalam Pedoman Pemberdayaan Perkumpulan Petani Pemakai Air dalam Operasi dan Pemeliharaan J a r i n g a n S p r i n g k l e r, a d a l a h pembentukan struktur organisasi kelompok kerja , penyusunan aturan kelompok (AD/ART), dan perencanaan iuran dan kegiatan OP.

Setelah terbentuk kelembagaan, l a n g k a h s e l a n j u t nya a d a l a h perkuatan. Kegiatan yang dilakukan dalam perkuatan kelembagaan, antara lain: pelatihan (teknis OP, manajemen kelompok, budidaya pertanian) dan pendampingan (membuat demplot / percontohan). Setelah perkuatan kelembagaan, t a h a p a n b e r i k u t n y a a d a l a h penyusunan rencana aksi dan l e g a l i s a s i l e m b a g a . H a l i n i ditujukan agar lembaga OP tersebut mempunyai akses ke pemda (selaku pembina).

Hasil Uji Coba Pedoman Pemberdayaan P3A dalam OP Jaringan Irigasi Sprinkler

B e b e ra p a ya n g h a r u s d i -perhatikan dalam penerapan pedoman bahwa pelaksanaan OP partisipatif dilakukan berbasis sumber daya yang tersedia di sekitar lokasi, diantaranya sumber daya alam, sumber daya manusia, termasuk potensi kelembagaan yang telah ada. Seluruh stakeholders meliputi pemerintah, swasta dan masyarakat terlibat dalam pemberdayaan P3A.

Peran pemerintah/pemerintah provinsi/pemerintah kabupaten/kot a m el a ku ka n p em b i n a a n , menyediakan perlindungan terhadap kegiatan masyarakat, menjembatani penyelesaian persoalan yang timbul antar pihak yang berhubungan, dan melakukan pemberdayaan perkumpulan petani pemakai air. Tahapan pada pedoman yang diujikan adalah tahap identifikasi

Lahan pertanian di Minahasa

berit

aman

ado.c

om

potensi & permasalahan, sosialisasi, pembentukan kelembagaan, dan perkuatan kelembagaan.

Tahap pertama adalah sejak dimulai hingga identifikasi potensi dan permasalahan sosial ekonomi pada irigasi dengan daerah uji coba di Sulawesi Utara dan NTT. Pada bagian kedua, sosialisasi program, dilakukan pada bulan maret di NTT dan juni di Sulawesi Utara. Pada tahap ketiga, dilakukan pengecekan akan kelembagaan setempat, jika belum terbentuk, maka dilanjutkan pada melakukan pembentukan kelembagaan baru masuk ke tahap selanjutnya, sedangkan jika memang sudah ada terbentuk, maka dilanjutkan langsung pada tahap selanjutnya.

Pada tahapan keempat dilakukan pelatihan, demo plot sosial ekonomi, dan penyusunan rencana aksi. Selanjutnya dalam diagram alur adalah melakukan uji tanam yang diulang-ulang hingga berhasil, namun untuk penelitian ini uji tanam tidak dilakukan.

Pematangan Konsep Kelembagaan

Pembentukan kelembagaan dilakukan bila belum ada lembaga yang terkait dengan pertanian atau irigasi. Bila sudah ada lembaga tersebut, hanya perlu memperkuat dan menambah tugas/fungsinya. Seluruh stakeholders meliputi pemerintah, swasta dan masyarakat terlibat dalam pemberdayaan P3A sesuai dengan peran masing-masing.

Pada tahapan sosialisasi, baik sosialisasi pada aparat kecamatan dan desa, maupun sosialisasi pada tokoh/wakil masyarakat, sosialisasi masih dilakukan secara informal tanpa pembedaan. Penerapan PRA pada sosialisasi juga kurang tepat, dikarenakan penempatan sebaikanya pada saat melakukan

pemetaan sosial. Pada tahap pembentukan ke-

lembagaan, secara umum tidak ada metoda khusus untuk membentuk p o k j a . P e r t e m u a n i n f o r m a l dirasakan lebih efektif, namun perlu pokja setingkat kabupaten untuk memberikan pendampingan pada pokja tingkat desa. Pada tahap perkuatan kelembagaan, model pelatihan pada prinsipnya dapat diterapkan sesuai pedoman, tetapi ditemukan adanya faktor lain yang berpengaruh yang membedakan hasil dari dua lokasi dipilih, yaitu antusiasme masyarakat.

Masyarakat NTT lebih antusias daripada masyarakat Sulawesi Utara, sehingga tingkat kebutuhan masyarakat NTT akan pelatihan ternyata lebih tinggi. Sedangkan untuk demoplot, belum dilakukan dikarenakan terkendala jaringan i r i g a s i y a n g b e l u m s e l e s a i pengerjaannya. Untuk AD/ART, pedoman dapat diterapkan, hanya saja disini pengesahan lebih dominan dilakukan oleh camat.

Dalam rangka keberlanjutan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi air tanah, kelembagaan adalah sangat diperlukan. Bentuk kelembagaan yang paling sederhana adalah kelompok kerja (pokja) tingkat desa. Struktur pokja terdiri dari penasehat, ketua, sekretaris,

bendahara, operator, dan anggota. Jika dalam satu desa terdapat lebih daripada satu pokja, maka kehadiran juru pungut iuran diperlukan untuk membantu tugas bendahara.

Terdapat perbedaan metode pertemuan, dengan masyarakat lebih digunakan cara informal, sedangkan untuk berdiskusi dengan aparat pemerintah digunakan cara formal. Pembentukan kelembagaan dilakukan apabila dilokasi belum terdapat kelompok masyarakat. Setelah kelembagaan terbentuk, dilakukan perkuatan kelembagaan yang meliputi pelatihan demplot, rencana aksi, uji coba dan legalisasi k e l e m b a g a a n , y a n g s e c a r a umum dapat dikatakan bahwa pelaksanaannya tidak berbeda dengan pedoman yang ada. Namun, perlu disesuaikan secara fleksibel dengan kondisi setempat.

Pe d o m a n ya n g a d a d a p a t diaplikasikan, dengan beberapa saran, yaitu perlu dijelaskan me-ngenai pembedaan peruntukan pertemuan formal dan informal. yaitu untuk formal adalah lebih ditujukan untuk hubungan dengan pemerintah atau swasta, sedangkan informal adalah saat berhubungan dengan masyarakat. Selain itu, penempatan PRA bukan bagian dari sosialisasi, melainkan proses pemetaan sosial.

Lahan pertanian di NTT

berit

adae

rah.

com

50 dinamika RISET 51Oktober - Desember 2012

m A N A j E m E Nm A N A j E m E N

Page 27: Riset Okt Des 2012 FA

Namanya sudah cukup menggaung ke seluruh penjuru dunia. Pemikirannya tajam dan lugas. Suaranya lantang menyuarakan

tentang bahaya kerusakan lingkungan. Dialah Profesor Emil Salim, Menteri Negara Lingkungan Hidup pada masa Kabinet Pembangunan III dari tahun 1978-1983.Tulisan singkat ini merupakan bentuk apresiasi dan kekaguman atas segala jerih payah Sang Profesor dalam mewujudkan Indonesia yang jauh lebih baik dan sehat. Disamping itu, rekam jejak karir beliau sebagai salah satu pemrakarsa pembangunan berkelanjutan di Indonesia sangat sesuai dengan tema edisi kali ini

mengenai sustainable development.Bagaimanakah awal persinggungan karir Sang

Profesor dengan bidang lingkungan hidup adalah sebuah serendipity. Kala itu, suatu pagi di tahun 1978, Emil mendapatkan telepon dari ajudan Presiden Soeharto. Pembicaraan di telpon inilah yang mengantarnya menemui Presiden Soeharto di Pelabuhan Tanjung Priok. Di tengah riuh-rendahnya aktivitas pelabuhan, Emil Salim dibawa ke sebuah kapal motor. Soeharto tengah berada di dalam kapal tersebut.

Singkat kata dalam perjalanannya di kapal motor tersebut Soeharto meminta Emil Salim untuk menerima tugas baru sebagai Menteri Lingkungan Hidup. Dengan latar belakang pendidikan di bidang ekonomi tentu saja perintah ini membuat Emil geragapan. Selain karena prosesnya yang mengejutkan, bidang lingkungan bukanlah hal yang dikuasai olehnya. Akan tetapi, haram baginya untuk menolak tugas, maka jadilah Ia menjabat sebagai Menteri Urusan Kependudukan dan Lingkungan Hidup.

Tugas pertama yang diterimanya adalah sebagai Ketua Delegasi Indonesia dalam Konferensi Lingkungan Hidup Sedunia (UNCHE). Konferensi ini baru pertama kali diselenggarakan di Stockholm, Swedia pada bulan Juni 1972. Dalam konferensi dari tiap negara mempresentasikan program-progam “hijau”. Emil Salim dibuat gamang. Indonesia belum siap dengan program-program yang tergolong futuristik seperti itu.

Indonesia, pada masa itu, masih terus berjuang menghadapi masalah perekonomian negara yang sedang dilanda sengkarut. Indonesia pada tahun 1960-an masih sangat sibuk mengurusi laju inflasi yang belum dapat dijinakkan, merundingkan penghapusan dan penjadwalan ulang utang luar negeri yang luar biasa besar, membenahi penurunan

Mengenal Lebih Dekat

green.kompasiana.com

Nanda Ika Dewi, Sekretariat Badan Litbang

“Mr. Sustainable Development”

ekspor, serta mengen-dalikan nilai tukar rupiah agar tidak terjun bebas.

P e s a n d a r i S o e h a r t o s e b e l u m Emil Salim berangkat k e S w e d i a a d a l a h untuk “merencanakan pembangunan tanpa merusak lingkungan”. Jelas hal ini sangat berat u n t u k d i l a k s a n a k a n apabila berkaca pada kondisi Indonesia kala

itu. Momen di UNCHE Swedia menjadi sebuah wake up call bahwa Indonesia harus menjadi bagian dari dunia dalam menjaga kelestarian lingkungan. Tentu saja hal ini menjadi pekerjaan rumah yang amat berat. Pembangunan suatu negara berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi rakyat. Dalam proses itu moda sarana teknologi pembangunan sering mengorbankan sisi ekologi dan kelestarian alam.

Pembagunan berkelanjutan memang sebuah model

pembangunan yang susah untuk dilaksanakan. Akan tetapi, Indonesia sudah tidak bisa menolak lagi dari kewajiban untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan.

Emil Salim banyak melakukan kegiatan yang berkaitan langsung dengan isu mengenai pembangunan berkelanjutan. Salah satunya adalah melalui acara penganugerahan Emil Salim Awards. Penghargaan ini diberikan kepada anak-anak muda yang mendedikasikan diri untuk menemukan teknologi-teknologi ramah lingkungan yang berguna bagi kehidupan di masa mendatang. Emil Salam ternyata menyasar gol jangka panjang yang jauh lebih penting dari sekadar memberi award, yaitu menciptakan generasi penerus yang akan melanjutkan estafet untuk menyelamatkan bumi. Dengan demikian, “Bapak Pembangunan Berkelanjutan Indonesia” adalah julukan yang paling pantas disandang oleh sosok mengagumkan seperti Emil Salim. (Sumber : www.perpustakaan.menlh.go.id; www.wikipedia.org/emilsalim; www.tokohindonesia.com).

April - Juni 2012 53

celot

ehan

riza.b

logsp

ot.co

m

52 dinamika RISET 53Oktober - Desember 2012

T o k o H T o k o H

Page 28: Riset Okt Des 2012 FA

Eko Winar Irianto, Kepala Balai Lingkungan Keairan, menyambut dengan ramah

kedatangan Dinamika RIset di kampusnya. Meski masih pukul 08.00, kantor ini sudah terlihat ramai dengan kehadiran para pegawainya. Pak Eko, sapaannya, mempersilakan Dinamika Riset untuk berkeliling di seputar ruangannya yang terletak di lantai dua.

Setelah mempersilakan duduk, Pak Eko memulai perbincangan dengan menyodorkan satu bundel makalah. Makalah tersebut merupa-kan hasil karyanya yang berhasil masuk ke jurnal internasional. “Saya malah baru mengetahui

kalau makalah saya masuk dalam terbitan jurnal kali ini. Saya baru saja mengunduhnya dari web”, tuturnya.

Para peneliti yang berada di bawah naungan Balai Lingkungan Keairan memang sudah lama merin-tis karir di dunia internasional. Sudah banyak karya yang berhasil masuk jurnal internasional. Tak sedikit pula peneliti yang memiliki kesempatan untuk mempresentasikan makalahn-ya di forum tingkat dunia. Prestasi yang membanggakan bukan?

Dengan jumlah personel yang tidak banyak, Balai Lingkungan Keairan dapat membuktikan bahwa kekurangan tidak lantas membatasi kinerja. Di balai ini, komposisi

SDM dapat dikatakan masuk dalam golongan kritis. Mengapa? Karena sebagian personel sudah hampir memasuki masa pensiun, sedangkan para generasi penerusnya jumlahnya tidak terlalu banyak. “Di balai kami PNS yang tergolong muda kira-kira hanya berjumlah sepuluh orang. Selebihnya merupakan pegawai kontrak. Kondisinya sudah cukup mengkhawatirkan”, tutur Pak Eko.

“Kami, di jajaran manajemen berusaha untuk menciptakan formulasi transfer of knowledge yang efektif dari senior kepada junior”, imbuh Pak Eko. “Untuk dapat melaksanakan transfer of knowledge dengan baik kedua belah harus ikhlas melakukannya. Senior harusnya merasa senang berbagi ilmu. Dan junior merasa ikhlas untuk belajar dan menerima ilmu. Dengan demikian ilmu yang akan diajarkan juga dapat terserap maksimal”, Pak Eko melengkapi informasi sebelumnya.

Selain masalah pengembangan dan manajemen SDM, Pak Eko juga membagi informasi mengenai tugas dan fungsi Balai Lingkungan Keairan. Balai ini telah didirikan sejak tahun 1968. Dari rentang waktu yang cukup lama, balai ini memiliki tugas dan fungsi sebagaimana telah ditetapkan dalam peraturan Menteri PU Nomor 21/PRT/M/2012. Tugas dan fungsi tersebut adalah sebagai berikut:1. Penelitian dan pengembangan pe-

ngelolaan kualitas air.2. Penyiapan SPM pengelolaan kuali-

Profil Singkat Balai Lingkungan Keairan, Puslitbang SDA

Optimisme Mengatasi Keterbatasan SDM

Gedung Balai Lingkungan Keairantas air.

3. Penyelenggaraan laboratorium kua-litas air.

4. Sertifikasi pengelolaan kualiatas air.Disamping tugas dan fungsi yang

sudah disebutkan sebelemnya, Balai Lingkungan Keairan juga memiliki beberapa jenis layanan, diantaranya adalah sebagai berikut:1. pemberian dukungan ilmiah atau

lebih dikenal dengan sebutan advis teknis di bidang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air,

2. Pelayanan pengujian kualitas air, air limbah, sedimen/lumpur/tanah, bio-assay, dan pengolahan air atau air limbah,

3. Pelayanan jasa konsultasi teknis, 4. Memberikan pembinaan teknis,

5. Memberikan sertifikasi pemantau-an kualitas air, teknologi pengo-lahan air atau limbah, strategi pengendalian pencemaran air.

Balai Lingkungan Keairan telah berhasil mendapatkan sertifikasi akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN) sebagai laboratorium pengujian dalam bidang kualitas sumber-sumber air dan air limbah. Akreditasi ini telah diterima oleh Balai Lingkungan Keairan sejak bulan Juni 2004.

Untuk target di masa mendatang Balai Lingkungan Keairan telah menyusun program dan target hingga tahun 2015. Target utama dari program Balai Lingkungan Keairan adalah menjadi pusat pengetahuan pengelolaan kualitas bagi BBWS dan BWS di seluruh Indonesia.

Hingga saat ini Balai Lingkungan Keairan telah mengembangbangkan berbagai macam teknologi yang berkaitan dengan pengelolaan kualitas air. Teknologi yang sudah cukup dikenal oleh khalayak antara lain adalah Taman Ekoteknologi (ecotech garden). Teknologi seder-hana ini mampu menurunkan kadar

pencemaran dan bau pada grey water hasil dari rumah tangga. Teknologi ini kemudian dikembangkan lebih lanjut dengan menggabungkannya dengan Bak Satira (Bak Saringan bertingkat dan beraerasi), maka jadilah teknologi hibrida bernama EGA-SATIRA (Ecotech Garden- Saringan Bertingkat dan Beraerasi). Kombinasi teknologi ini mampu mengurangi pencemaran air akibat limbah rumah tangga. Baiknya diterapkan secara komunal.

Balai Lingkungan Keairan juga memiliki ambisi lain dalam mengem-bangkan kualitas layanan-nya, yaitu menambah jumlah sub-laborato-rium. Hingga saat ini sudah terdapat tiga sub-laboratorium, yaitu sub-lab-oratorium hidrokimia, hidrobiologi, dan kualitas sedimen.

“Laboran-laboran yang kini bekerja di lab kami kebanyakan adalah mahasiswa yang dahulu pernah mendapatkan tugas dari universitasnya untuk magang di balai kami. Kami harus menelan pil pahit bahwa balai kami tidak mendapat porsi pembagian SDM baru yang mencukupi. AKan tetapi, daripada meratapi nasib alangkah lebih baik kalau kita memanfaatkan SDM yang ada secara optimal”, pungkas Pak Eko mengakhiri diskusi dengan Dinamika Riset.

April - Juni 2012 55

Penyimpanan sampel air sungai

Laboran

EGA SATRIA

Kepala Balai Lingkungan Keairan

54 dinamika RISET 55Oktober - Desember 2012

P R o f I L B A L A I P R o f I L B A L A I

Page 29: Riset Okt Des 2012 FA

Beralih ke isu pembangunan, menurut Mel sebagai pemakai infrastruktur (jalan,jembatan dll) apakah pembangunan yang di lakukan selama in i sudah memerhatikan lingkungan?

Entahlah, saya kurang familiar dengan isu-isu mengenai pembangunan. Karena saya merasa tidak terlibat langsung.

Seberapa penting isu pembangunan berkelanjutan diketahui oleh masyarakat?

Sebenernya penting. Akan tetapi, p e n y e b a r a n i n f o r m a s i m e n g e n a i pembangunan berkelanjutan masih sangat minim. Masyarakat sudah seharusnya dilibatkan secara aktif, bukan sebagai pihak yang pasif. Yang dibutuhkan tidak hanya penyebaran informasi, akan tetapi juga proses edukasi.

Menurut Mel peran apa yang bisa dilakukan oleh masyarakat umum untuk mendukung pembangunan berkelanjutan?

Sederhana saja, disiplin diri adalah kunci yang sangat penting. Berhentilah berpikir bahwa menjaga lingkungan adalah tugas orang lain atau pihak lain. Kalau tidak mau ikut terlibat dalam menjaga lingkungan jangan pernah protes kalau “rumah” kita atau isinya diakuisisi oleh pihak lain. Cukup sederhana kan?

Ru b r i k i n t e r m e z z o k a l i i n i menghadirkan profil seorang multi-bakat. Karirnya sebagai

musisi sudah dikenal luas oleh masyarakat. Namun, belum banyak yang tahu bahwa musisi ini juga aktif dalam kegiatan-kegiatan pelestarian lingkungan. Dialah Melanie Subono, perempuan rendah hati dengan segudang bakat dan kesibukan. Dinamika Riset berkesempatan untuk melakukan tanya jawab dengan Mel, sapaannya. Meskipun proses wawancara dilakukan melalui surat elektronik, namun tak menyurutkan semangat Dinamika Riset untuk mencuri ilmu darinya. Berikut petikan wawancaranya:

Apakah Mel secara khusus menaruh p e r h a t i a n k h u s u s p a d a k o n d i s i lingkungan sekitar?

Secara umum iya. Karena bagi saya Indonesia itu bukan negara, melainkan rumah. Siapa sih yang tidak menaruh perhatian terhadap rumahnya sendiri.

Apabila iya, seperti apakah wujud-nya?S e w aj ar ny a s e pe r t i s aat k i t a

meninggal i sebuah rumah. Saya bersihkan rumah yang saya tinggali. Saya merawatnya. Saya menjaganya supaya tetap bersih dari sampah.

Menurut pengalaman Mel tur keliling Indonesia, apakah Mel melihat orang Indonesia masih memiliki kepedulian lingkungan yang cukup?

Sebagian iya, sebagian lagi lebih suka menyalahkan pihak lain, termasuk pemerintah, saat sudah terjadi bencana, contohnya saat terjadi banjir atau macet. Mungkin mereka-mereka yang ikut mengumpat tidak menyadari bahwa penyebab bencana tersebut salah

satunya juga karena kita tidak memiliki disiplin diri yang cukup. Sekadar contoh sederhananya adalah membuang sampah sembarangan. Sudahkah kita secara sadar untuk berdisiplin untuk membuang sampah ditempatnya?

Melihat derajat kerusakan lingkungan yang semakin tinggi, langkah seperti apa yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, maupun swasta?

Ini yang saya perlu tanyakan lagi, mengapa harus selalu pemerintah yang harus bertanggung jawab? Menjaga lingkungan itu tanggung jawab semua orang tanpa harus dilihat dia berasal dari golongan apa, pemerintahkah, swastakah, dan lain sebagainya.

Apakah Mel pernah menyampaikan pesan pesan peduli lingkungan saat konser?

Saat saya manggung saya selalu menyampaikan pesan-pesan untuk agar penikmat musik saya memiliki kepedulian sosial. Bahkan, dari album musik saya yang pertama hingga yang terakhir selalu menyuarakan isu-isu mengenai lingkungan, kesehatan masyarakat, dan lain sebagainya. Itulah alasannya mengapa musik saya tidak terlalu komersil.

Bagaimana tanggapan penonton kala itu?Jangan salah. Penonton seperti

Slanker (penggemar band Slank) dan penggemar band lain yang lebih militan dan membumi biasanya memil ik i kepedulian lebih terhadap isu-isu lingkungan. Mereka mengaplikasikannya langsung dalam kehidupan sehari-hari tanpa perlu banyak teori.

Melanie Subono

(Nanda Ika Dewi, Sekretariat Badan Litbang)

Para pembaca, redaksi dinamika RISET menerima masukan dan tulisan demi kemajuan dan perkembangan teknologi bidang ke-PU an. Redaksi juga menerima keluhan dan masukan untuk bidang infrastruktur.

Tulisan dan saran dapat dikirimkan melalui email [email protected], fax. 021-7395062 atau via pos ke Balitbang PU, Jalan Pattimura No. 20 Gedung B1-A, Lantai 3, Kebayoran Baru - Jakarta Selatan.

Redaksi memberikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada para pihak yang telah memberikan tanggapan berupa kritik dan saran melalui berbagai media, seperti surat konvensional, maupun elektronik. Semoga kehadiran Dinamika Riset senantiasa menambah khazanah pengetahuan di ranah ke-litbangan pekerjaan umum.

Salam hangat,Redaksi

Mengejar Target MDGs

Volume X No. 1, Januari - Maret 2012

ISSN : 1829-9059

PULSA Dalam Reformasi Birokrasi

Alih Teknologi Dari Litbang Ke Masyarakat

Mayong Suryo Laksono

Mengusir “Sepi” Dunia Penelitian Indonesia

http

://ba

litba

ng.p

u.go

.id

www.mdg2015.carita

s.org

Volume X No. 3, Juli - September 2012ISSN : 1829-9059

http

://ba

litba

ng.p

u.go

.id

Solid Waste Management, Kerjasama untuk Lingkungan Hijau

Sludge, Siasat Hijau Bidang Permukiman

Maudy Koesnaedi Internet, Media Pilihan Saya

Selamat Datang Di Era Banjir Informasi

Cover Majalah Riset dalam tiga edisi terakhir

Ralat edisi sebelumnya:1. Pada halaman 40 tertulis “Sekretariat Badan Lit-

bang Jalan dan Jembatan”, seharusnya “Sekretariat Badan Litbang”.

2. Dalam rubrik Tokoh belum mencantumkan sumber informasi berita dan foto.

Redaksi memohon maaf atas kekeliruan yang muncul dalam cetakan sebelumnya.

RALAT

56 dinamika RISET 57Oktober - Desember 2012

I N T E R m E z z o

Page 30: Riset Okt Des 2012 FA

Suatu kegiatan pembangunan yang melibatkan masyarakat (baca:pemberdayaan) di benak

sebagian orang mungkin hanya berkutat pada kegiatan sosialisasi konsultasi publik. Pemahaman tersebut bisa dimaklumi mengingat suatu kegiatan pemberdayaan baru dipandang sebagai jargon atau pemanis dari suatu program. Belakangan, kesadaran untuk membangun masyarakat dalam pembangunan atau yang lebih dikenal dengan nama pembangunan partisipatif mengalami kebangkitan k e m b a l i . P r o g r a m b e r t e m a p em b erdaya a n den ga n ska l a nasional di tingkatan kota dan desa lazim didengar.

Tren kebangkitan kembali pemberdayaan masyarakat di tingkat kebijakan negara membutuhkan ‘alat’ evaluasi yang mampu untuk mendeteksi permasalahan yang terjadi sekaligus memberi masukan bagi program/kegiatan yang dilakukan. di sinilah letak strategis buku Dale yang berjudul Evaluating Development Programmes and Projects.

Walaupun buku ini cukup tebal (220 halaman), namun isi yang terkandung di dalamnya sangat menyeluruh untuk memberikan gambaran mengenai evaluasi pemberdayaan dalam suatu program pembangunan. Bagian awal buku menjelaskan secara gamblang tentang pengertian dan jenis evaluasi dalam kegiatan pembangunan.

Menurut Dale, evaluasi dalam kegiatan pembangunan diartikan sebagai suatu kegiatan penyelidikan yang lebih menyeluruh dibandingkan kegiatan pemantauan (monitoring) pada waktu tertentu dalam suatu periode, terhadap program/proyek atau pencapaian suatu organisasi; dengan penekanan khususnya pada dampak terhadap masyarakat serta pada aspek-aspek relevansi, efektivitas, efisiensi, keberlanjutan dan kemungkinan diterapkannya di lokasi lain.

Pengertian Dale mengenai evaluasi tersebut menyuratkan bahwa evaluasi merupakan proses menilai suatu kegiatan secara komprehensif mulai dari awal hingga akhir. Hal menarik dari pengertian evaluasi Dale ini adalah konsep kemungkinan keberterapan suatu kegiatan pemberdayaan di lokasi lain (replicability).

Dalam fase awal evaluasi Dale menyarankan untuk mengkritisi keterkaitan antara tujuan yang ingin dicapai dari suatu program dengan cara yang dipakai. Hal yang Dale sebut sebagai konsep mean-ends analysis ini penting untuk menilai sejauh mana hubungan penggunaan sumber daya (input) dan pencapaian keluaran yang dihasilkan dari suatu kegiatan.

Konsep pent ing la in yang ada di buku ini adalah kategori analisis utama yang memuat enam hal, yaitu: relevansi, efektivitas, dampak, efisiensi, kebelanjutan,

dan keberulangan. Enam konsep tersebut dieksplorasi secara panjang lebar oleh Dale. Sepertinya konsep kategori analisis utama merupakan fokus dari buku ini karena mengisi banyak halaman.

B u k u k a ra n g a n a s s o c i a t e professor dari Asian Institute of Technology ini secara ilmiah dan akademis sangat cocok bagi peneliti dan akademisi yang menggeluti m a s a l a h p e m b a n g u n a n d a n pemberdayaan masyarakat. Konsep-konsep yang ditawarkan cukup segar untuk melengkapi literatur, maupun kajian serupa. Namun, sifat buku ini cenderung teoritikal akan membuat sebagian pembaca yang tidak bergelut dalam dunia penelitian akan mengeryitkan dahi. Kekurang-praktisan beberapa konsep dalam buku ini menjadi tantangan untuk Pusat-pusat penelitian dan kalangan Universitas untuk membumikannya.

Kemanfaatan buku ini yang cukup penting adalah pemunculan perspekt i f yang re lat i f baru dalam kegiatan evaluasi kegiatan pemberdayaan masyarakat, yakni instrospeksi. Dale tidak alergi dengan evaluasi internal yang dilakukan oleh pelaksana/pemrakarsa program. Dia justru melihat hal tersebut sebagai peluang untuk pelaksana program untuk jujur dalam menilai program yang dilakukan dengan mengindahkan konsep-konsep analisis yang ditawarkan olehnya.

Judul : Evaluating Development Programmes and ProjectsPengarang : Reidar DalePenerbit : Sage Publication Pvt. Ltd.Tahun Terbit : 2005ISBN : 9780761933106Halaman : 220

MEMERIKSA KEMBALI PROYEK PEMBANGUNAN

58 dinamika RISET

R E s E N s I

Page 31: Riset Okt Des 2012 FA