Ringkasan Novel Azab Dan Sengsara

27
2 Ketika mulai menginjak usia 10 tahun, ia membantu ayahnya bekerja di sawah atau di kebun. Jarang sekali ia hanya diam ataupun bermain. Bahkan kadang ia membantu mencangkul sawah ibu Mariamin. Mariamin mulai bersekolah ketika berumur 7 tahun. Sekarang Mariamin duduk di kelas 2 sedangkan Aminu’ddin di kelas 4. Jika sekolah telah usai, keduanya pulang ke rumah bersama-sama. Saat pukul 7 pagi Mariamin sudah di depan rumah Aminu’ddin supaya dapat pergi ke sekolah bersama-sama. Kedua anak itu benar-benar sangat kuat tali persaudaraannya. Pada suatu petang, ketika mereka sedang di sawah, Mariamin yang sedang menyiangi sawah padinya dipanggil oleh Aminu’ddin dari atas sawah. Karena hari sudah semakin gelap dan hujan akan turun, ia berusaha membujuk Mariamin untuk pulang. Namun, Mariamin ingin menyelesaikan pekerjaannya terlebih dahulu. Aminu’ddin pun menurutinya. Bahkan, ia membantunya menyiangi sawah tersebut.

description

Ringkasan Novel Azab Dan Sengsara

Transcript of Ringkasan Novel Azab Dan Sengsara

Page 1: Ringkasan Novel Azab Dan Sengsara

2

Ketika mulai menginjak usia 10 tahun, ia membantu ayahnya bekerja di

sawah atau di kebun. Jarang sekali ia hanya diam ataupun bermain. Bahkan

kadang ia membantu mencangkul sawah ibu Mariamin.

Mariamin mulai bersekolah ketika berumur 7 tahun. Sekarang Mariamin

duduk di kelas 2 sedangkan Aminu’ddin di kelas 4. Jika sekolah telah usai,

keduanya pulang ke rumah bersama-sama. Saat pukul 7 pagi Mariamin sudah di

depan rumah Aminu’ddin supaya dapat pergi ke sekolah bersama-sama. Kedua

anak itu benar-benar sangat kuat tali persaudaraannya.

Pada suatu petang, ketika mereka sedang di sawah, Mariamin yang sedang

menyiangi sawah padinya dipanggil oleh Aminu’ddin dari atas sawah. Karena

hari sudah semakin gelap dan hujan akan turun, ia berusaha membujuk Mariamin

untuk pulang. Namun, Mariamin ingin menyelesaikan pekerjaannya terlebih

dahulu. Aminu’ddin pun menurutinya. Bahkan, ia membantunya menyiangi

sawah tersebut.

Langit pun makin lama makin gelap karena tertutup awan yang tebal. Hari

yang terang itu pun menjadi kelam. Suara guruh terdengar perlahan. Tetapi kedua

anak itu masih asyik bekerja.

Mereka sudah berada di sebuah pondok kecil ketika huja turun dengan

lebat dengan diiringi kilat dan suara guruh yang menderu-deru. Dengan sabar

kedua anak itu duduk menunggu hujan reda. Selama mereka duduk, sudah

beberapa kali Mariamin memandang wajah Aminu’ddin dan merasa heran melihat

Page 2: Ringkasan Novel Azab Dan Sengsara

3

Aminu’ddin hanya diam saja dan terlihat bimbang. Karena penasaran Mariamin

pun menanyakan hal tersebut. Setelah dibujuk ia pun mengatakannya bahwa

Aminu’ddin merasa merinding dan hatinya berdebar, mungkin akan ada bahaya

yang datang. Mendengar itu, Mariamin ketakutan. Tetapi, ditenangkan kembali

oleh Aminu’ddin agar jangan takut. Ia juga menghiburnya dengan menceritakan

beberapa kisah.

Selesai bercerita, mereka pun pulang ke rumah meskipun hujan belum

benar-benar berhenti. Tidak lama, mereka pun sampai di tepi sungai yang akan

mereka seberangi. Mariamin terkejut melihat sungai itu banjir. Air yang penuh

dengan buih itu mengalir dengan deras dan menghanyutkan batu dan kayu-

kayuan. Meskipun begitu, karena hari sudah gelap ia harus tetap

menyeberanginya.

Aminu’ddin menyeberang duluan, jika sudah sampai seberang barulah

Mariamin yang menyeberang. Akan tetapi, ketika baru pertengahan Aminu’ddin

menyeberang Mariamin sudah mengikuti dari belakang. Tiba-tiba terdengar suara

Mariamin menjerit. Ia meminta tolong. Dengan sekejap, dilihatnya Mariamin

jatuh ke air. Cangkul dibahunya pun dilemparkannya setelah bajunya dilepaskan.

Lalu, Aminu’ddin melompat ke dalam air hendak menyusul Mariamin yang telah

hanyut oleh derasnya banjir. Aminu’ddin berenang sekuat-kuatnya berusaha

menolong gadis malang tersebut.

Makin lama suara Mariamin makin tidak terdengar, dengan sedih dan

hampir putus asa ia tetap berenang mencarinya. Meskipun ia mati, ia tidak akan

Page 3: Ringkasan Novel Azab Dan Sengsara

4

keluar dari sungai itu sebelum menemukan Mariamin, begitulah pikirnya. Sekilas

terlihat Mariamin mengapung sebentar. Dengan cepat ia pun menangkap gadis itu,

lalu didekapnya dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya berenang.

Meskipun ia sudah kepayahan, kedinginan dan tenaganya hampir habis, ia

berenang perlahan-lahan. Lalu, membawa Mariamin ke sebuah pondok terdekat.

Kemudian, ia berlari ke rumah untuk memberitahukan orang tua Mariamin

tentang hal tersebut. Semua orang terkejut mendengar kabar tersebut lalu berlari

ke pondok. Dengan pertolongan orang-orang kampung, gadis kecil itu pun

akhirnya sadar.

Empat belas hari lamanya Mariamin baru sembuh dan dapat bersekolah

kembali. Sejak kecelakaan itu, persahabatan Mariamin dan Aminu’ddin lebih kuat

lagi. Mariamin pun selalu merasa bahwa ia berutang nyawa kepada Aminu’ddin

yang telah mengorbankan nyawanya sendiri untuk menyelamatkannya.

Kisah sedih Mariamin bermula setelah kematian ayahnya, Sutan Barigin.

Sebelum ayahnya meninggal, kehidupan mereka serba berkecukupan, tak kurang

suatu apa pun. Rumah bagus, sawah yang luas, binatang ternak juga banyak.

Semua harta yang banyak itu akhirnya lenyap habis. Harta yang habis itu

diakibatkan oleh perilaku Sutan Barigin itu sendiri. Sutan barigin memiliki sifat

tamak, rakus, keras kepala, tidak peduli pada istri serta mudah terkena hasutan

orang lain. Ini semua karena cara didik yang salah oleh orang tua Sutan Baringin.

Orang tua Sutan Baringin termasuk golongan orang berada dan Sutan Baringin

merupakan anak tunggal Karenanya, setiap Sutan Baringin meminta sesuatu pasti

Page 4: Ringkasan Novel Azab Dan Sengsara

5

dituruti oleh orang tuanya. Meskipun ia salah ataupun kelakuannya tidak baik,

namun sangat jarang dimarahi. Jika ayahnya marah kepadanya, ibunya akan

datang dan membela anaknya, jadilah ia anak yang manja dan buruk tabiatnya.

Ketika anak itu semakin besar, tabiat yang buruk semakin menjalar di hatinya.

Ketika Sutan Baringin tumbuh semakin besar, ibunya mulai

berpikiran untuk memperistrikannya dengan seorang wanita. Wanita itu bernama

Nuria, adalah seorang perempuan yang mempunyai perilaku yang baik. Ia adalah

seseorang yang penyabar dan tutur bahasanya lemah lembut, pengiba ramah, serta

menghormati orang. Sangat berkebalikan dengan Sutan Baringin yang sifatnya

pemarah dan perkataannya tidak menyenangkan hati bagi orang yang

mendengarnya, bengis, angkuh, dan sangat tinggi hati, tidak hormat kepada orang

lain. Meskipun Sutan Baringin kurang menyayangi istrinya itu, namun Nuria tidak

akan meminta talak kepada suaminya tersebut. Justru malah menyembunyikan hal

tersebut dari orang lain. Hal ini membuktikan adat Batak bahwa perkawinan

disana sangat kukuh. Sangat jarang orang yang berumah tangga mengalami

perceraian. Selain itu, bagi perempuan yang bercerai hal tersebut akan mencoreng

namanya dan tidak akan ada yang mau menikahinya lagi. Karena apa yang

dipikirkan orang tentang perempuan yang seperti itu adalah seorang perempuan

yang tidak setia kepada suaminya.

Sudah sepuluh tahun lamanya Sutan Baringin dan istrinya bersama-sama,

mereka pun memiliki anak. Yang sulung adalah seorang perempuan bernama

Mariamin. Sedangkan yang bungsu adalah seorang laki-laki. Dari luar terlihat

Page 5: Ringkasan Novel Azab Dan Sengsara

6

kehidupan Sutan Baringin dan keluarganya benar-benar terlihat bahagia. Namun,

itu semua sangat berbeda dengan yang terjadi sesungguhnya. Apalagi setelah ibu

Sutan Baringin meninggal, Sutan Baringin semakin bebas melakukan hal yang

diinginkannya karena tidak ada lagi yang akan menasihatinya.

Awal mulanya, Sutan Baringin sering keluar malam. Dan kebiasaan itu

semakin sering terjadi semenjak ibunya meninggal. Pernah pada suatu malam, ia

tidak pulang sama sekali.

Malam itu sangat dingin. Angin berhembus kencang bercampur dengan

hujan dan petir yang menggelegar. Sutan baringin belum pulang ke rumah. Nuria,

istrinya sudah memejamkan matanya dan membulatkan pikirannya untuk tidur,

namun ia tidak bisa tertidur juga. Jika ia sudah mulai tertidur, tiba-tiba ia

terperanjat dan bangun kembali. Ia duduk sebentar untuk memikirkan sebabnya.

Pada akhirnya karena lelah, ia pun tertidur juga. Lalu ia pun bermimpi. Di dalam

mimpinya itu ada matahari sedang bersinar cerah, tiba-tiba ditutupi awan yang

sangat hitam dan tebal. Puncak-puncak gunung yang tinggi itu sudah tidak terlihat

lagi dan seluruh Sipirok tertutup kabut. Perlahan-lahan terdengar suara guruh

yang semakin dekat dan keras, sedang gunung Sibualbuali mengeluarkan asap

yang bergumpal. Tanah pun bergetar karena gempa. Banyak orang berlarian

karena merasa akan ada bahaya besar yang datang. Begitu pula dengan Nuria,

seraya membawa kedua anaknya ia berlari keluar rumah. Lalu terlihat olehnya

tanah dibawah rumahnya merekah dan terbentuk lubang. Rumah mereka pun jatuh

ke dalam lubang tersebut. Ia terkejut dan menangis karena suaminya, Sutan

Page 6: Ringkasan Novel Azab Dan Sengsara

7

Baringin masih di dalam rumah tersebut. Lalu, tanah itu pun kembali tertutup dan

rumah mereka terkubur di dalamnya. Pada saat itu juga terdengar suara yang

sangat keras yang berasal dari gunung Sibualbuali yang meletus. Asap dan

belerang cair yang mengalir membinasakan semua yang dilaluinya, termasuk

sawah dan ladang Nuria. Akan tetapi, ia dan anaknya sempat melarikan diri.

Tiba-tiba ia terbangun dari tidurnya. Hatinya gundah gulana, karena ia

tidak mengerti akan takwil mimpinya itu.

Ibu mariamin menunggu suaminya datang, supaya dapat sarapan bersama-

sama. Sutan Baringin baru datang dari kantor pos, membawa sebuah bungkusan

kiriman dari Deli. Itulah sebabnya ia datang terlambat. Kiriman itu adalah sebuah

kain yang diiringi sepucuk surat dari Baginda Mulia bahwa ia akan pindah ke

Sipirok. Dalam sepuluh hari ia akan berangkat dari Binjai dan akan tiba dalam

sebulan.

Meskipun Sutan Baringin termasuk orang yang kaya di seantero penduduk

Sipirok, namun ia sangat suka mencari perkara. Harta warisan yang seharusnya

dibagikan kepada saudara yang berbeda nenek yaitu Baginda Mulia, tetapi Sutan

Barigin tidak mau membaginya. Bukannya malah senang akan berita tersebut,

Sutan Baringin justru berpikir lain. Ia berpikir bahwa kedatangan adiknya tersebut

untuk meminta sawah bagiannya tersebut untuk meminta sawah bagiannya

tersebut serta menagih utangnya. Begitulah pikirnya, kain yang mahal dan bagus

itu tidak dipedulikannya. Pikiran yang buruk itu timbul dalam hatinya. Padahal

Baginda Mulia memandang Sutan Baringin sebagai saudara yang sangat

Page 7: Ringkasan Novel Azab Dan Sengsara

8

dicintainya, akan tetapi ia dipandang Sutan Baringin sebagai orang yang

menyusahkannya.

Hati cemburu, loba, tamak, dan dengki, yang sudah tertanam dalam

dirinya itulah yang akan merusak dirinya.

Ketika ayah Baginda Mulia masih muda, ia pergi merantau ke Deli, karena

pada zaman itu pekerjaan sangat mudah di Sumatra Timur. Orang yang pandai

menulis tidak sulit mendapat gaji yang besar dan sangat mudah dicari. Banyak

jalan menjadi orang kaya, karena pada waktu itu Deli masih baru, kebun banyak

dibuka dan pencarian pekerja sangat banyak. Sedang masih banyak anak yang

belum bersekolah. Baginda Mulia juga mengikuti jejak ayahnya. Setelah berusia

15 tahun, ia merantau ke Deli. Ia lebih beruntung dari ayahnya. Berkat usahanya,

ia dapat bekerja menjadi guru di sebuah sekolah Desa. Kemudian ia ditempatkan

di sekolah Gubernemen. Namun, setelah sekian lama merantau ia merasa jemu

dan ingin pulang ke kampung halamannya. Ia tidak mempunyai kakak atau adik

kandung. Oleh sebab itu, ia menganggap Sutan Baringin sebagai kakak

kandungnya. Saat kesulitan maupun kesedihan, mereka selalu berkirim surat.

Baginda Mulia berbuat demikian karena cinta akan saudara, sedangkan Sutan

Baringin karena tipu muslihat.

Surat yang dikirim oleh Baginda Mulia kepada Sutan Baringin dengan hati

yang tulus justru menimbulkan efek yang buruk pada Sutan Baringin. Ekspresi

wajahnya masam, dahinya berkerut, seperti sedang berpikir. Hanya suara iblis

yang berbisik di dalam hatinya saja yang didengarnya. Istrinya datang dan

Page 8: Ringkasan Novel Azab Dan Sengsara

9

membaca surat tersebut. Ia pun senang akan berita tersebut. Ia juga memuji kain

kiriman Baginda Mulia. Pujian itu tidak diindahkan oleh Sutan Baringin karena ia

sedang sibuk berpikir. Kemudian ia pun berkata bahwa Baginda Mulia tidak dapat

dipercayai. Karena tutur katanya manis, sehingga tidak ada yang tahu maksud

jahat di dalamnya. Istrinya pun heran akan perkataan suaminya tersebut. Ia tidak

menyangka suaminya memiliki prasangka seburuk itu terhadap saudaranya

sendiri. Istrinya pun menasihatinya. Akan tetapi, malah menyebabkan

pertengkaran diantara mereka.

Sutan Baringin pun pergi menemui Marah Sait, sahabatnya. Lalu, ia

menceritakan tentang rencana kedatangan Baginda Mulia ke Sipirok. Marah Sait

pun memberikan saran kepada Sutan Baringin. Ia pun menurutinya. Sayangnya,

itu bukanlah saran yang baik. Marah Sait hanyalah seseorang yang hanya

memanfaatkan uang Sutan Baringin dan berkata tanpa alasan.

Sesampainya Baginda Mulia dari Deli. Sutan Baringin sungguh-sungguh

mengacuhkannya, menyapa dengan sepatah kata pun tidak. Baginda Mulia pun

memikirkan jalan untuk menyadarkan Sutan Baringin.

Ditengah hujan rintik-rintik, malam itu pun Baginda Mulia pergi ke rumah

kakaknya tersebut. Ia ingin mengajak Sutan Baringin bermusyawarah. Dengan

tutur kata yang halus dan perlahan-lahan ia membujuknya. Tetapi apa daya, iblis

telah tumbuh dan berkembang dalam hati Sutan Baringin. Ia menjawab perkataan

adiknya tersebut dengan kata-kata yang penuh prasangka buruk.

Page 9: Ringkasan Novel Azab Dan Sengsara

10

Setelah satu bulan lamanya, perkara itu pun sampai ke tangan pengadilan

di Padangsidempuan. Pada masa itu asisten residenlah yang menjadi kepala

pengadilan tersebut. Pada hari yang ditentukan, dibukalah perkara Sutan Baringin

dan Baginda Mulia. Pertama-tama kepala pengadilan memberi nasihat supaya

mereka berdua berdamai saja. Akan tetapi, Sutan Baringin tetap tidak ingin

berdamai.

Setelah tiga hari, keputusan pun dikeluarkan. Tentu saja Sutan Barigin

kalah, Karena Baginda Mulia adalah saudaranya dan berhak mendapatkan separuh

dari warisan neneknya.

Sutan Baringin meminta saran dari Marah Sait lagi. Ia pun minta banding

lagi ke Pengadilan Tinggi di Padang. Berapa ratus kerugian sudah tidak

dipedulikannya. Bujukan Marah Sait amat manis. Ibu Mariamin di rumah

melakukan apa yang diperintah suaminya, menjual sawah lalu mengirimkan

uangnya segera.

Ia kalah di Pengadilan Tinggi di Padang lalu minta banding lagi ke

Pengadilan tertinggi di Jakarta.

Ia kalah lagi dan baru mengerti sekarang perkataan istrinya yang baik hati

itu, kebenaran nasihat kaunya, dan kebenaran kepala pengadilan Sipirok.

Sekarang tidak terhingga rasa menyesalnya, karena ia menolak permintaan

saudaranya dan mengusirnya malam itu. Sekarang ia pulang ke kampungnya

seorang diri, Karena Marah Sait mengambil jalan yang lain untuk meninggalkan

Page 10: Ringkasan Novel Azab Dan Sengsara

11

Sutan Baringin. Habis manis sepah dibuang, itulah perbuatan Marah Sait pada

dirinya.

Dengan hati yang tidak pasti istrinya menunggu kedatangan suaminya.

Sekarang harta benda mereka sudah habis terjual ke pembayar hutang. Dulu

mereka tinggal di sebuah rumah besar, sekarang mereka hanya tinggal di sebuah

rumah bambu kecil di pinggir sungai.

Sutan Baringin tidur di atas sebuah tikar pandan. Bantal hanya ada sebuah

dan hanya diselimuti selimut tua yang sudah terkoyak. Kurus dan pucat orang

tersebut, seperti halnya orang yang sedang sakit. Matanya dipejamkan, tetapi ia

tidak tertidur. Napasnya kencang. Peluhnya mengalir di wajahnya, sebentar-

sebentar dihapus oleh istrinya. Dengan suara yang mengeluh orang tersebut

meminta air untuk memuaskan dahaganya.

Sutan Baringin yang sedang sakit itu merasa kesal serta sedih, melihat

wajah yang muram serta air mata yang berlinang-linang, hancurlah hati laki-laki

yang keras kepala itu. Matanya dipejamkannya kembali sambil mengenang

perbuatannya yang telah berlalu.

Asal mula penyakit Sutan Baringin itu adalah karena kesedihan yang

sangat mendalam. Ia lebih baik mati daripada menanggung malu dan kemelaratan

yang besar tersebut.

Ia merasa ajalnya semakin mendekat, ia pun memanggil istrinya dan anak-

anaknya untuk mendekat dan mendengarkan perkataannya untuk yang terakhir.

Page 11: Ringkasan Novel Azab Dan Sengsara

12

Dia menyampaikan rasa penyesalannya yang sangat besar di dalam kata-katanya.

Selesai berkata-kata, ia menyuruh istrinya mendekatkan telinganya ke mulutnya.

Sutan Baringin mengucapkan selamat tinggal untuk yang terakhir kali. Setelah itu,

ia menarik napas yang panjang. Kaki dan tangannya sudah tidak bergerak lagi,

dadanya tidak naik turun lagi. Namun, ia sempat dapat membuka mata sesaat.

Setelah itu, matanya kembali terpejam. Saat itulah, nyawanya sudah benar-benar

pergi dari tubuhnya.

Senja itu, seorang perempuan muda sedang duduk di sebelah rusuk rumah

yang beratap ijuk dekat sungai yang mengalir di tengah-tengah kota Sipirok. Ia

sedang memandangi pohon beringin di tepi sungai tersebut. Meskipun ia sedang

memandangi pohon tersebut namun, pikirannya melayang entah kemana. Ia

sedang menunggu kehadiran seseorang dan bertanya-tanya keberadaan orang

tersebut di benaknya.

Seorang pemuda menghampiri gadis itu. Ia bertanya pada gadis itu sambil

memanggil namanya. Perempuan itu terkejut seraya memandang pemuda itu.

Rupanya pemuda itu adalah Aminu’ddin, orang yang sedang ditunggu oleh gadis

itu, Mariamin. Terpancar kesedihan pada raut wajah pemuda itu. Mariamin pun

bertanya adakah masalah yang menimpa Aminu’ddin. Setelah dibujuk oleh

Mariamin, Aminu’ddin pun mengatakan masalahnya. Aminu’ddin akan pergi ke

Deli untuk mencari pekerjaan agar dapat menikahi Mariamin. Mendengar hal

tersebut, Mariamin pun sangat sedih mendengarnya. Ia tidak pernah menyangka

Page 12: Ringkasan Novel Azab Dan Sengsara

13

bahwa ia akan berpisah dengan orang yang paling dikasihinya tersebut. Sampai-

sampai ia menangis karenya.

Hari semakin gelap, suara adzan isya mulai bergema. Aminu’ddin pun

pergi setelah menanyakan keadaan ibu Mariamin. Kemudian, Mariamin masuk ke

dalam rumahnya. Ia menemui ibunya yang sakit dan melihat keadaanya. Ketika

mereka makan, ibunya melihat ada masalah yang sedang menimpa Mariamin.

Ketika ditanya oleh ibunya, Mariamin hanya tersenyum.

Ketika di kamar, Mariamin tidak kuasa menahan kesedihannya. Tangisnya

pun pecah. Setelah air matanya surut, ia mulai memikirkan makna dari kata-kata

Aminu’ddin. Tiba-tiba terdengar suara ibunya dari pintu. Rupanya si ibu terjaga

dari tidurnya dan melihat cahaya lampu yang datang dari pintu bilik Mariamin. Ia

mendengar suara Mariamin sedang berkeluh kesah. Mariamin pun menceritakan

hal yang sebenarnya tentang Aminu’ddin kepada ibunya.

Sepeninggalnya Aminu’ddin ke Deli, Mariamin tetap menjalani kehidupan

sehari-harinya dengan membantu ibunya. Meskipun umurnya sudah cukup untuk

berkeluarga, ia belum mau menikah karena ia masih menunggu kembalinya

Aminu’ddin. Bahkan beberapa orang pemuda yang datang melamarnya pun ia

tolak. Jika Mariamin dan ibunya sedang bercakap-cakap tentang Aminu’ddi, maka

akan menimbulkan rasa rindu yang mendalam pada dirinya. Perkataan

Aminu’ddin ketika akan berpisah seolah-olah terbayang lagi olehnya. Apalagi

mereka juga berjabat tangan dengan air mata yang bercucuran dan berjanji tidak

saling melupakan.

Page 13: Ringkasan Novel Azab Dan Sengsara

14

Meskipun berada dalam jarak yang jauh, Aminu’ddim dan Mariamin

sering surat-menyurat dan saling mengabarkan keadaan satu sama lain.

Aminu’ddin juga menulis surat kepada ayahnya, kepala kampung dusun A. Dalam

surat itu, ia meminta orang tuanya untuk mencarikannya perempuan untuk

menjadi istrinya. Dan perempuan yang dimaksud adalah Mariamin. Karena hanya

gadis itu saja yang diinginkannya. Ia menulis pula sepucuk surat untuk Mariamin

yang isinya bahwa mereka akan bertemu dalam waktu dekat. Selambat-lambatnya

dua bulan lagi mereka akan bersama-sama seperti dulu. Surat itu pun sampai di

tangan Mariamin. Ia menerimanya dengan gembira. Terlihat sukacita dalam

dirinya terkenang akan kekasihnya.

Orang tua Aminu’ddin dengan besar hati menerima kabar yang baik itu.

Anaknya sudah mendapatkan pekerjaan dan memiliki gaji yang cukup. Dulu ia

tidak ingin menikah tapi, sekarang ia sendiri yang memintanya. Ibu Aminu’ddin

sangat riang mendengar surat yang dibacakan suaminya itu. Mereka pun sepakat

untuk mencarikannya seorang istri. Tapi sayangnya sang ayah tidak setuju untuk

menikahkan anaknya dengan Mariamin. Menurutnya, karena mereka adalah orang

yang kaya, apalagi ia adalah seorang kepala kampung yang disegani. Sementara,

Mariamin hanyalah orang miskin dan tidak pantas untuk menjadi istri

Aminu’ddin. Istrinya sudah mencoba membujuknya supaya menuruti keinginan

anaknya. Kalau Mariamin telah menjadi menantunya, tentu akan ada perubahan

pada status kemiskinan Mariamin, begitulah pikir ibu Aminu’ddin. Akan tetapi,

suaminya tetap saja tidak setuju dengan istrinya tersebut. Namun, ia tidak dapat

menolaknya. Setelah seminggu berlalu, ayah Aminu’ddin mengusulkan agar

Page 14: Ringkasan Novel Azab Dan Sengsara

15

meminta saran ke dukun Naserdung. Keesokan harinya, mereka pun pergi ke

tempat dukun tersebut. Dukun itu mengatakan nasib yang buruk jika Aminu’ddin

menikah dengan Mariamin. Karena perkataan dukun tersebut, ibu Aminu’ddin

akhirnya menuruti suaminya.

Sementara itu di rumahnya, Mariamin sedang menanti-nanti kedatangan

ayah Aminu’ddin. Sejak menerima surat Aminu’ddin, ia mulai menyiapkan hal

yang diperlukan. Seperti pakaian, seprai, maupun mengayam tikar. Ia hanya

menunggu dan menunggu tetapi yang ditunggu tidak kunjung datang.

Orang tua Aminu’ddin yang telah bermusyawarah tentang calon istri

Aminu’ddin pun sepakat bahwa mereka akan menikahkan anknya dengan seorang

gadis bermarga Siregar. Gadis itu adalah seorang anak kepala kampung yang tidak

jauh dari Sipirok. Setelah ditentukan harinya, anak gadis itu pun dijemput dan

dibawa ke rumah ayah Aminu’ddin, supaya esok atau lusa dapat langsung

berangkat ke Deli. Hal ini dilakukan secara rahasia agar tidak ketahuan oleh

Mariamin dan ibunya. Baginda Mulia dan gadis itu pergi ke Deli dan akan sampai

disana lima hari kemudian. Baginda Mulia juga mengirim surat kepada

Aminu’ddin bahwa ia membawa calon istrinya dan memintanya untuk menjemput

mereka di stasiun.

Hari yang telah dinantikan pun tiba. Sehabis mandi dan berpakaian,

Aminu’ddin pun pergi ke stasiun terdekat, yaitu satsiun Pulau Berayan dengan

menggunakan sado. Ia juga ditemani oleh kerabatnya, sepasang suami istri. Pada

pukul sepuluh pagi, kereta api yang ditunggu-tunggu pun akhirnya datang.

Page 15: Ringkasan Novel Azab Dan Sengsara

16

Seketika terlihat ayahnya turun dari kereta. Ia langsung berlari menghampirinya.

Ayahnya membawa seorang gadis yang cantik. Tapi, itu bukan Mariamin. Sedih

dan pilu, kesal dan kecewa yang didapat oleh hati pemuda itu dari pertemuan

tersebut. Pada akhirnya, Aminu’ddin terpaksa mengikuti perkataan ayahnya. Ia

tidak bisa menolaknya karena akan mempermalukan keluarganya jika seorang

gadis yang telah dijemput ayahnya itu dikembalikan lagi kepada orang tuanya.

Aminu’ddin lalu menulis surat kepada Mariamin untuk memberi tahukan hal

tersebut sekaligus menyampaikan rasa menyesal yang amat dalam.

Surat itu pun sampai di tangan Mariamin. Belum habis membaca surat

tersebut, wajah Mariamin berubah pucat dan peluhnya mengalir di seluruh

tubuhnya. Lalu, ia pun pingsan. Bahkan gadis itu sempat sakit karena surat

tersebut. Wajahnya yang gembul sekarang berubah kurus dan pucat. Cahaya di

matanya juga sudah redup.

Setelah Mariamin sembuh, Baginda Mulia datang bersama istrinya dengan

membawa nasi bungkus ke rumah Mariamin. Dengan wajah yang ramah,

Mariamin melayani tamunya tersebut. Ada rasa menyesal dalam diri ayah

Aminu’ddin melihat budi pekerti gadis miskin tersebut. Ia menyesal karena

merasa telah merenggut kebahagiaan Aminu’ddin dan Mariamin. Maksud

kedatangan Baginda Mulia adalah untuk meminta maaf dan berjanji bahwa tali

persaudaraan diantara kedua keluarga tersebut akan bertambah erat. Setelah itu,

para tamu itu pun mohon diri untuk pergi.

Page 16: Ringkasan Novel Azab Dan Sengsara

17

Sudah berlalu lamanya semenjak kabar perjodohan Aminu’ddin. Mariamin

lebih sibuk bekerja daripada yang biasanya, seolah-olah melakukan persediaan

untuk perjalanan. Hanya saja ia tidak dengan senang hati melakukan

pekerjaannya, ada kebimbangan di hatinya karena ia akan dinikahkan dengan

seorang pemuda dari Padangsidempuan. Meskipun Mariamin telah merasakan

nasib buruk yang akan menimpanya dalam perkawinan tersebut namun, ia tidak

kuasa menolaknya karena itu adalah permintaan ibunya.

Orang yang menjadi suami Mariamin itu pekerjaanya kerani yang bernama

Kasibun. Raut wajahnya panjang, sedikit kurus, hidungnya pendek dan bibirnya

tebal, cahaya matanya tajam dan berkilat-kilat yang menyatakan bahwa ia pintar

dan cerdik, tetapi pintar dan cerdik dalam tipu daya. Setelah tinggal dengan

bersama Kasibun, Mariamin mengetahui kalau Kasibun mengidap penyakit

berbahaya dan bisa menular. Oleh sebab itu, Mariamin berusaha melindungi

dirinya sekuat mungkin agar tidak terkena penyakit tersebut.

Suatu hari, Aminu’ddin datang ke rumah Mariamin. Mariamin yang

teringat kembali akan lukanya itu tidak kuasa menahan pedih di hatinya dan

akhirnya jatuh pingsan. Setelah sadar, Mariamin melihat Aminu’ddin menangis

yang akhirnya membuatnya ikut menangis juga. Mereka pun bercakap-cakap

sebentar. Pukul setengah dua belas, Aminu’ddin pergi dari rumah tersebut.

Matanya basah oleh air mata karena pertemuan itu adalah pertemuan yang terakhir

kalinya bagi mereka.

Page 17: Ringkasan Novel Azab Dan Sengsara

18

Sementara itu, pikiran jahat mulai timbul dalam benak Kasibun, terlebih

setelah ia mendengar bahwa Aminu’ddin datang ke rumahnya tatkala ia sedang

berada di kantor. Sejak saat itu, ia sangat membenci Mariamin. Pertengkaran pun

kerap terjadi, bahkan Kasibun tidak segan-segan menganiaya Mariamin.

Pada suatu pagi, Mariamin pergi dari rumah tersebut. Ia berlari ke jalan

besar, lalu naik kereta yang ada di sana dan menuju kantor polisi. Sesampainya

disana, ia dibawa ke hadapan menteri polisi dan menceritakan semua perbuatan

buruk suaminya padanya.

Setelah diperkarakan, Kasibun yang jahat itu hanya didenda 25 rupiah dan

pernikahan mereka pun diceraikan. Setelahnya, Mariamin terpaksa pulang ke

kampung halamannya dengan membawa nama yang tercemar, rasa malu,

menambah azab dan sengsara bagi dirinya dan ibunya sampai akhir hayatnya.