RHINITIS OZAENA

16
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rinitis ozaena adalah penyakit infeksi hidung kronik, yang ditandai adanya atrofi progresif pada mukosa dan tulang konka dan pembentukan krusta. Secara klinis, mukosa hidung menghasilkan sekret yang kental dan cepat mengering, sehingga terbentuk krusta yang berbau busuk. Etiologi dan patogenesis rinitis ozaena sampai sekarang belum dapat diterangkan dengan memuaskan. Oleh karena etiologinya belum pasti, maka pengobatannya belum ada yang baku. Pengobatan ditujukan untuk menghilangkan faktor penyebab dan untuk menghilangkan gejala. Pengobatan dapat diberikan secara konservatif atau jika tidak menolong, dilakukan operasi. Menurut pengalaman, untuk kepentingan klinis perlu ditetapkan derajat ozaena sebelum diobati, yaitu ringan, sedang atau berat, oleh karena ini sangat menentukan terapi dan prognosisnya. Biasanya diagnosis ozaena secara klinis tidak sulit. Biasanya discharge berbau, bilateral, terdapat crustae kuning kehijau-hijauan. Keluhan subjektif yang sering ditemukan pada pasien biasanya napas berbau (sementara pasien sendiri menderita anosmia).

description

REFERAT RHINITIS OZAENA

Transcript of RHINITIS OZAENA

Page 1: RHINITIS OZAENA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rinitis ozaena adalah penyakit infeksi hidung kronik, yang ditandai adanya

atrofi progresif pada mukosa dan tulang konka dan pembentukan krusta. Secara

klinis, mukosa hidung menghasilkan sekret yang kental dan cepat mengering,

sehingga terbentuk krusta yang berbau busuk.

Etiologi dan patogenesis rinitis ozaena sampai sekarang belum dapat

diterangkan dengan memuaskan. Oleh karena etiologinya belum pasti, maka

pengobatannya belum ada yang baku. Pengobatan ditujukan untuk menghilangkan

faktor penyebab dan untuk menghilangkan gejala. Pengobatan dapat diberikan secara

konservatif atau jika tidak menolong, dilakukan operasi. Menurut pengalaman, untuk

kepentingan klinis perlu ditetapkan derajat ozaena sebelum diobati, yaitu ringan,

sedang atau berat, oleh karena ini sangat menentukan terapi dan prognosisnya.

Biasanya diagnosis ozaena secara klinis tidak sulit. Biasanya discharge berbau,

bilateral, terdapat crustae kuning kehijau-hijauan. Keluhan subjektif yang sering

ditemukan pada pasien biasanya napas berbau (sementara pasien sendiri menderita

anosmia).

Menurut Boies, frekwensi penderita rhinitis atrofi wanita : laki adalah 3 : 1.

Penyakit ini lebih sering mengenai wanita, usia 1-35 tahun terutama pada usia

pubertas. Sering ditemukan pada masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi rendah

dan di lingkungan yang buruk dan di negara sedang berkembang.

Ozaena lebih umum di negara-negara sekitar Laut Tengah daripada di

Amerika Serikat. Menurunnya insidens campak, scarlet fever, dan difteria di Eropa

Selatan sejak perang dunia ke II tampaknya timbul bersaman dengan suatu penurunan

tajam dalam insidens ozaena.

Page 2: RHINITIS OZAENA

1.2. Rumusan Masalah

1. Apakah definisi rinitis ozaena?

2. Apa saja etiologi rinitis ozaena?

3. Bagaimana patofisiologi rinitis ozaena?

4. Bagaimana klasifikasi rinitis ozaena?

5. Bagaimana penegakan diagnosis rinitis ozaena?

6. Bagaimana penanganan rinitis ozaena?

7. Apa saja komplikasi rinitis ozaena?

8. Bagaimana prognosis rinitis ozaena?

1.3. Tujuan

1. Mengetahui definisi rinitis ozaena.

2. Mengetahui etiologi rinitis ozaena.

3. Mengetahui patofisiologi rinitis ozaena.

4. Mengetahui klasifikasi rinitis ozaena.

5. Mengetahui penegakan diagnosis rinitis ozaena.

6. Mengetahui penanganan rinitis ozaena.

7. Mengetahui komplikasi rinitis ozaena.

8. Mengetahui prognosis rinitis ozaena.

1.4. Manfaat

1. Manfaat keilmuan : Sebagai landasan ilmiah mengenai penyakit rinitis ozaena.

2. Manfaat praktis : Memberi dasar bagi penanganan rinitis ozaena bagi dokter

umum maupun spesialis di tempat pelayanan kesehatan.

Page 3: RHINITIS OZAENA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi

Rhinitis ozaena atau rhinitis atrofi adalah suatu penyakit infeksi hidung

dengan tanda adanya atrofi progresif tulang dan mukosa konka. Secara klinis mukosa

hidung menghasilkan sekret kental dan cepat mengering sehingga terbentuk krusta

berbau busuk.

Lebih sering mengenai wanita pada usia antara 1-35 tahun, terbanyak pada

usia pubertas. Secara histopatologik tampak mukosa hidung menjadi tipis, silia

menghilang. Metaplasia epitel torak bersilia menjadi epitel kubik atau gepeng

berlapis, kelenjar-kelenjar bergenerasi dan atrofi serta jumlahnya berkurang dan

berbentuk menjadi kecil.

2.2 Epidemiologi

Beberapa kepustakaan menuliskan bahwa rinitis atrofi lebih sering mengenai

wanita, terutama pada usia pubertas. Baser dkk mendapatkan 10 wanita dan 5 pria,

dan Jiang dkk mendapatkan 15 wanita dan 12 pria. Samiadi mendapatkan 4 penderita

wanita dan 3 pria. Menurut Boies frekwensi penderita rhinitis atrofi wanita : laki

adalah 3 : 1. Tetapi dari segi umur, beberapa penulis mendapatkan hasil yang

berbeda. Baser dkk mendapatkan umur antara 26-50 tahun, Jiang dkk berkisar 13-68

tahun, Samiadi mendapatkan umur antara 15-49 tahun. Penyakit ini sering ditemukan

di kalangan masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi rendah dan lingkungan yang

buruk dan di negara sedang berkembang.

Ozaena lebih umum di negara-negara sekitar Laut Tengah daripada di

Amerika Serikat. Menurunnya insidens campak, scarlet fever, dan difteria di Eropa

Selatan sejak perang dunia ke II tampaknya timbul bersaman dengan suatu penurunan

tajam dalam insidens ozaena

Page 4: RHINITIS OZAENA

2.3 Etiologi

Teori mengenai etiologi dan patogenesis rhinitis ozaena sampai sekarang

belum dapat diterangkan dengan memuaskan, ada beberapa hal yang dianggap

sebagai penyebabnya, antara lain :

1. Infeksi kuman spesifik, yang tersering ditemukan adalah spesies Klebsiela,

terutama Klebsiela ozaena. Kuman lainnya antara lain Staphylokokus,

Streptokokus dan Pseudomonas aeruginosa.

2. Beberapa faktor yang mungkin menimbulkan penyakit ini adalah sinusitis

kronis, trauma yang luas pada mukosa, sifilis.

3. Oleh karena penyakit ini mulai timbul pada usia remaja (pubertas) dan lebih

banyak ditemukan pada wanita, maka diduga ketidakseimbangan endokrin

juga berperan sebagai penyebab penyakit ini.

4. Gizi buruk, biasanya karena defisiensi vitamin A, vitamin C dan zat besi.

5. Penyakit kolagen, yang termasuk penyakit autoimun.

6. Herediter.

7. Berhubungan dengan trauma atau terapi radiasi. Trauma dapat terjadi karena

kecelakaan ataupun iatrogenik, yaitu efek lanjut pembedahan, sedangkan

terapi radiasi pada hidung segera merusak pembuluh darah dan kelenjar

penghasil mukus.

2.4 Patologi dan Patogenesis

Adanya metaplasi epitel kolumnar bersilia menjadi epitel skuamous atau

atrofik dan fibrosis dari tunika propria. Terdapat pengurangan kelenjar alveolar baik

dalam jumlah dan ukuran dan adanya endarteritis dan periarteritis pada arteriole

terminal. Oleh karena itu secara patologi, rinitis ozaena bisa dibagi menjadi dua:

1) Tipe I : adanya endarteritis dan periarteritis pada arteriole terminal akibat

infeksi kronik; membaik dengan efek vasodilator dari terapi estrogen.

2) Tipe II : terdapat vasodilatasi kapiler, yang bertambah jelek dengan terapi

estrogen.

Sebagian besar kasus merupakan tipe I. Endarteritis di arteriole akan

menyebabkan berkurangnya aliran darah ke mukosa. Juga akan ditemui infiltrasi sel

Page 5: RHINITIS OZAENA

bulat di submukosa. Taylor dan Young mendapatkan sel endotel berreaksi positif

dengan fosfatase alkali yang menunjukkan adanya absorbsi tulang yang aktif.

Atrofi epitel bersilia dan kelenjar seromusinus menyebabkan pembentukan

krusta tebal yang melekat. Atrofi konka menyebabkan saluran nafas jadi lapang. Ini

juga dihubungkan dengan teori proses autoimun; Dobbie mendeteksi adanya antibodi

yang berlawanan dengan surfaktan protein A. Defisiensi surfaktan merupakan

penyebab utama menurunnya resistensi hidung terhadap infeksi

Fungsi surfaktan yang abnormal menyebabkan pengurangan efisiensi mucus

clearance dan mempunyai pengaruh kurang baik terhadap frekuensi gerakan silia. Ini

akan menyebabkan bertumpuknya lendir dan juga diperberat dengan keringnya

mukosa hidung dan hilangnya silia. Mukus akan mengering bersamaan dengan

terkelupasnya sel epitel, membentuk krusta yang merupakan medium yang sangat

baik untuk pertumbuhan kuman

Perubahan histopatologi dalam hidung pada rinitis atrofi (Ozaena), yaitu :

Mukosa hidung. Berubah menjadi lebih tipis.

Silia hidung. Silia akan menghilang.

Epitel hidung. Terjadi perubahan metaplasia dari epitel torak bersilia menjadi

epitel kubik atau epitel gepeng berlapis.

Kelenjar hidung. Mengalami degenerasi, atrofi (bentuknya mengecil), atau

jumlahnya berkurang.

2.5 Klasifikasi

Klasifikasi berdasarkan penyebabnya rhinitis atrofi dibedakan menjadi : Rhinitis

atrofi primer dan sekunder. Rhinitis atrofi primer merupakan bentuk klasik rhinitis

atrofi. Terjadi pada hidung tanpa kelainan sebelumnya. Penyebabnya adalah

mikroorganisme Klebsiella Ozaena. Sedangkan rhinitis atrofi sekunder merupakan

komplikasi dari suatu tindakan atau penyakit. Penyebabnya bisa karena bedah sinus,

radiasi, trauma, serta penyebaran infeksi lokal setempat.

Sutomo dan Samsudin membagi ozaena secara klinik dalam tiga tingkat :

Page 6: RHINITIS OZAENA

a) Tingkat I : Atrofi mukosa hidung, mukosa tampak kemerahan dan berlendir,

krusta sedikit.

b) Tingkat II : Atrofi mukosa hidung makin jelas, mukosa makin kering, warna

makin pudar, krusta banyak, keluhan anosmia belum jelas.

c) Tingkat III : Atrofi berat mukosa dan tulang sehingga konka tampak sebagai

garis, rongga hidung tampak lebar sekali, dapat ditemukan krusta di nasofaring,

terdapat anosmia yang jelas.

2.6 Diagnosis

Untuk mendiagnosis rhinitis atrofi dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan penunjang.

2.6.1 Anamnesa :

Keluhan yang biasa timbul adalah : Foetor ex nasi atau bau busuk dari dalam

hidung. Gejala ini termasuk salah satu penyebab seorang pasien mencari pertolongan

pada dokter. Namun pada rhinitis atrofi, foetor ex nasi tidak dirasakan oleh penderita,

melainkan dirasakan oleh orang sekitarnya sehingga menimbulkan perasaan tidak

nyaman bagi semua orang. Terlebih lagi penyakit ini lebih sering menyerang

perempuan sehingga menimbulkan keluhan tersendiri bagi pasien. Adanya krusta

(pembentukan sekret kehijauan yang kental dan tebal yang cepat mengering). Hidung

tersumbat, Gangguan Penghidu, Sakit kepala dan epistaksis.

2.6.2 Pemeriksaan Fisik :

Hidung didapatkan rongga hidung sangat lapang, konkha inferior dan media

menjadi atrofi, ada sekret purulen dan krusta berwarna hijau.

2.6.3 Pemeriksaan Penunjang :

Pemeriksaan histopatologik yang berasal dari biopsy konkha media,

Pemeriksaan mikrobiologi untuk menentukan kuman penyebab, Pemeriksaan

Radiologi sinus paranasalis. Dan juga CT-Scan, dimana pada pemeriksaan ini

ditemukan : Penebalan mukoperiostium sinus paranasal, Kehilangan ketajaman dan

kompleks sekuder osteomeatal untuk meresorbsi bula etmoid dan proses “uncinate”,

Hipoplasia sinus maxillaries, Pelebaran kavum hidung dengan erosi dan

Page 7: RHINITIS OZAENA

membusurnya dinding lateral hidung, Resorpsi tulang dan atrofi mukosa pada konkha

media dan inferior.

2.7 Diagnosis Banding

Diagnosis banding rinitis ozaena antara lain :

1. Rinitis kronik TBC

Secara klinis rinitis aropi dan rhinitis kronik TBC sama,dapat dibedakan

dengan pemeriksaan Foto Rontgen Thorak.

2. Rinitis kronik lepra

penderita rinitis kronik lepra mempunyai riwayat atau sedang menderita

penyakit Lepra

3. Rinitis kronik sifilis

Rinitis kronik sifilis terjadi pada penderita yang sedang atau sudah pernah

menderita penyakit sifilis sebelumnya

4. Rinitis sika

2.9 Komplikasi

Komplikasi rinitis ozaena dapat berupa :

1. Perforasi septum

2. Faringitis

3. Sinusitis

4. Miasis hidung

5. Hidung pelana

2.10 Penatalaksanaan

Hingga kini pengobatan medis terbaik rinitis atrofik hanya bersifat paliatif.

Termasuk dengan irigasi dan membersihkan krusta yang terbentuk, terapi sistemik

dan lokal dengan endokrin; steroid; dan antibiotik; vasodilator; pemakaian iritan

jaringan lokal ringan seperti alkohol; dan salep pelumas. Penekanan terapi utama

adalah pembedahan, yaitu usaha-usaha langsung mengecilkan rongga hidung, dan

dengan demikian juga memperbaiki suplai darah mukosa hidung. Tujuan pengobatan

adalah menghilangkan faktor etiologi/ penyebab dan menghilangkan gejala.

Page 8: RHINITIS OZAENA

Pengobatan dapat diberikan secara konservatif atau kalau tidak menolong dilakukan

operasi.

2.10.1 Terapi Konservatif

Pengobatan konservatif ozaena meliputi pemberian antibiotik, obat cuci

hidung, dan simptomatik

1) Antibiotik spektrum luas sesuai uji resistensi kuman, dengan dosis adekuat

sampai tanda-tanda infeksi hilang. Qizilbash dan Darf melaporkan hasil yang baik

pada pengobatan dengan Rifampicin oral 600 mg 1 x sehari selama 12 minggu.

2) Obat cuci hidung, untuk membersihkan rongga hidung dari krusta dan sekret dan

menghilangkan bau. Antara lain :

a. Betadin solution dalam 100 ml air hangat atau

b. Campuran :

NaCl

NH4Cl

NaHCO3 aaa 9

Aqua ad 300 cc 1 sendok makan dicampur 9 sendok makan air hangat

c. Larutan garam dapur

d. Campuran :

Na bikarbonat 28,4 g

Na diborat 28,4 g

NaCl 56,7 g dicampur 280 ml air hangat

Larutan dihirup ke dalam rongga hidung dan dikeluarkan lagi dengan

menghembuskan kuat-kuat, air yang masuk ke nasofaring dikeluarkan melalui mulut,

dilakukan dua kali sehari. Pemberian obat simptomatik pada rinitis atrofi (Ozaena)

biasanya dengan pemberian preparat Fe.

3) Obat tetes hidung , setelah krusta diangkat, diberi antara lain : glukosa 25% dalam

gliserin untuk membasahi mukosa, oestradiol dalam minyak Arachis 10.000 U /

ml, kemisetin anti ozaena solution dan streptomisin 1 g + NaCl 30 ml. diberikan

tiga kali sehari masing-masing tiga tetes.

Page 9: RHINITIS OZAENA

4) Vitamin A 3 x 10.000 U selama 2 minggu.

5) Preparat Fe.

6) Selain itu bila ada sinusitis, diobati sampai tuntas. Sinha, Sardana dan Rjvanski

melaporkan ekstrak plasenta manusia secara sistemik memberikan 80% perbaikan

dalam 2 tahun dan injeksi ekstrak plasenta submukosa intranasal memberikan

93,3% perbaikan pada periode waktu yang sama. Ini membantu regenerasi epitel

dan jaringan kelenjar. Samiadi dalam laporannya memberikan : trisulfa 3 x 2

tablet sehari selama 2 minggu, natrium bikarbonat, cuci hidung dengan Na Cl

fisiologis 3 x sehari, kontrol darah dan urine seminggu sekali untuk melihat efek

samping obat, pembersihan hidung di klinik tiap 2 minggu sekali, cuci hidung

diteruskan sampai 2-3 bulan kemudian dan didapatkan hasil yang memuaskan

pada 6 dari 7 penderita.

2.10.2 Terapi Operatif

Tujuan operasi pada rhinitis ozaena antara lain untuk : menyempitkan rongga

hidung yang lapang, mengurangi pengeringan dan pembentukan krusta dan

mengistirahatkan mukosa sehingga memungkinkan terjadinya regenerasi. Teknik

bedah dibedakan menjadi dua kategori utama :

1) Implan dengan pendekatan intra atau ekstra nasal dan

2) Operasi, seperti penyempitan lobulus hidung atau fraktur tulang hidung ke arah

dalam.

Bila pengobatan konsevatif adekuat yang cukup lama tidak menunjukkan

perbaikan, pasien dirujuk untuk dilakukan operasi penutupan lubang hidung.

Prinsipnya mengistirahatkan mukosa hidung pada nares anterior atau koana sehingga

menjadi normal kembali selama 2 tahun. Atau dapat dilakukan implantasi untuk

menyempitkan rongga hidung.

BAB III

PENUTUP

Page 10: RHINITIS OZAENA

3.1 Kesimpulan

1. Rhinitis ozaena adalah penyakit infeksi hidung kronik dengan tanda adanya

atrofi progresif tulang dan mukosa konka.

2. Etiologi penyakit ini belum jelas. Beberapa hal dianggap sebagai penyebab

seperti infeksi oleh kuman spesifik, yaitu sepsis klebsiela, yang sering

klebsiela ozaena, kemudian staphylokokus, dan pseudomonas aeruginosa,

defisiensi Fe, defisiensi vitamin A, sinusitis kronik, kelainan hormonal dan

penyakit kolagen. Mungkin berhubungan dengan trauma atau terapi radiasi.

3. Gejala klinis adalah berupa keluhan subyektif yang sering ditemukan pada

pasien biasanya nafas berbau (sementara pasien sendiri menderita anosmia),

ingus kental hijau, krusta hijau, gangguan penciuman, sakit kepala dan hidung

tersumbat. Pada pemeriksaan THT ditentukan rongga hidung sangat lapang,

konka inferior dan media hipotrofi atau atrofi, sekret purulen hijau, dan krusta

berwarna hijau.

4. Terapi belum ada yang baku, ditujukan untuk menghilangkan etiologi dan

gejala dapat dilakukan secara konservatif ataupun operatif.

Page 11: RHINITIS OZAENA

DAFTAR PUSTAKA

1. Prof. Dr. H. Nurbaiti Iskandar, Sp.THT, Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga

Hidung Tenggorokan, Edisi III, editor : H. Dr. Efianty Arsyad Soepardi,

Sp.THT, Fak. Kedokteran UI, Jakarta, 1997, Hal : 89-95 ; 113-115.

2. Adams, Boeis higler, Buku Ajar Penyakit THT, Edisi VI, Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Hal : 221-222.

3. A. Mansyoer, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid Satu, FK UI,

Jakarta, Hal : 100-101.

4. Asnir, A. R. 2004. Rinitis Atrofi. Available from : http://www.kalbe.co.id.

Accessed : 2008, April 12. Sumber : Cermin Dunia Kedokteran No. 144,

2004. Hal 5-7.