Rhinitis Vaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

48
BAGIAN ILMU THT REFERAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN RINITIS VASOMOTOR Disusun oleh: Lili Widianto 1010015034 Pembimbing: dr. Selvianti, Sp.THT-KL PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

description

aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

Transcript of Rhinitis Vaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

Page 1: Rhinitis Vaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

BAGIAN ILMU THT REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MULAWARMAN

RINITIS VASOMOTOR

Disusun oleh:

Lili Widianto

1010015034

Pembimbing:

dr. Selvianti, Sp.THT-KL

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MULAWARMANSAMARINDAAGUSTUS 2015

Page 2: Rhinitis Vaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

BAGIAN ILMU THT REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MULAWARMAN

RINITIS VASOMOTOR

Disusun oleh:

Lili Widianto

1010015034

Sebagai salah satu syarat ujian Stase THT

Pembimbing:

dr. Selvianti, Sp.THT-KL

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MULAWARMANSAMARINDAAGUSTUS 2015

Page 3: Rhinitis Vaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ iDAFTAR ISI............................................................................................................ iiDAFTAR GAMBAR............................................................................................... iiiDAFTAR TABEL.................................................................................................... ivKATA PENGANTAR.............................................................................................. v1. PENDAHULUAN.............................................................................................. 12. TINJAUAN PUSATAKA.................................................................................. 22.1 Anatomi dan Fisiologi Hidung........................................................................... 22.1.1 Anatomi Hidung.............................................................................................. 22.1.2 Fisiologi Hidung.............................................................................................. 62.2 Rinitis Vasomotor............................................................................................... 82.2.1 Epidemiologi................................................................................................... 82.2.2 Etiopatogenesis................................................................................................ 92.2.3 Patofisiologi..................................................................................................... 142.2.4 Manifestasi Klinis............................................................................................ 142.2.5 Diagnosis......................................................................................................... 162.2.6 Penatalaksanaan............................................................................................... 172.2.7 Komplikasi...................................................................................................... 242.2.8 Prognosis......................................................................................................... 243. KESIMPULAN.................................................................................................. 25DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 26

Page 4: Rhinitis Vaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Anatomi Hidung Eksterna................................................................ 2Gambar 2.2. Anatomi Hidung Interna (1)............................................................. 3Gambar 2.3. Anatomi Hidung Interna (2)............................................................. 4Gambar 2.4. Membran Hidung Interna................................................................. 5Gambar 2.5. Fungsi Inspirasi dan Ekspirasi Hidung............................................. 6Gambar 2.6. Mekanisme Mukosiliar..................................................................... 8Gambar 2.7. Patogenesis Rhinitis Vasomotor....................................................... 12Gambar 2.8. Ketidakseimbangan Sistem Otonom pada Rinitis Vasomotor (1).... 13Gambar 2.9. Ketidakseimbangan Sistem Otonom pada Rinitis Vasomotor (2).... 14Gambar 2.10. Alur Tatalaksana Rinitis Vasomotor.............................................. 23

Page 5: Rhinitis Vaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Perbedaan Rinitis Alergika dan Non Alergika..................................... 17Tabel 2.2. Daftar Obat Rinitis Vasomotor............................................................ 20Tabel 2.3. Pilihan Terapi Rinitis Vasomotor Berdasarkan Manifestasi Klinis..... 22

Page 6: Rhinitis Vaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatn kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

rahmat, hidayat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat yang

berjudul “Rinitis Vasomotor”.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan Referat ini tidak lepas dari

bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan

penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :

1. dr. Selvianti, Sp. THT-KL selaku pembimbing dalam penulisan referat ini.

2. Rekan dokter muda angkatan 2014 yang telah membantu proses penulisan referat

ini.

Akhir kata, ” Tiada gading yang tak retak”. Oleh karena itu, penulis membuka

diri untuk berbagai saran dan kritik yang membangun guna perbaikan yang lebih

baik. Semoga Referat ini dapat bermanfaat bagi semuanya.

"Jangan percaya pada sesuatu hanya karena anda telah mendengarnya. Jangan

percaya pada sesuatu hanya karena diucapkan dan dikabarkan oleh banyak orang.

Jangan percaya pada sesuatu hanya karena ditemukan tertulis dalam buku-buku

agama Anda. Jangan percaya pada apapun hanya berdasarkan otoritas guru dan

orang tua. Jangan percaya pada tradisi karena mereka telah diwariskan selama

beberapa generasi. Tapi setelah observasi dan analisis, ketika Anda menemukan

yang sejalan dengan alasan dan kondisi untuk kebaikan dan ada mafaat, maka

terimalah dan hiduplah dengan itu."

-Siddharta Gautama

Agustus, 2015

Penulis

Page 7: Rhinitis Vaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

BAB 1

PENDAHULUAN

Rinitis adalah inflamasi pada membran mukosa nasal yang ditandai dengan

hidung gatal, rinorhea, dan kongesti nasal.1,2 Keluhan kronik yang bukan disebabkan

oleh reaksi alergi dikenal sebagai rinitis non alergika1. Sekitar 10% populasi

mengalami rinitis non alergika dan 71% diantaranya merupakan rinitis vasomotor.3,4

Studi lain menunjukkan 25% populasi mengalami rinitis non alergika dan sekitar

50% berusaha mencari pengobatan.5

Pengaruh rinitis non alergika terhadap kualitas hidup tenyata lebih besar

dibandingkan pada pasien dengan asma.3 Beberapa studi menyebutkan pengaruh

negatif berupa gangguan tidur, perasaan mengantuk selama aktivitas, gangguan

konsentrasi, dan gangguan emosional.5 Selain penurunan kualitas hidup, biaya

medikasi dan pengurangan pendapatan selama sakit juga menjadi permasalahan.6

Menurut Standar Kompetensi Dokter Indonesia, rinitis vasomotor merupakan

kompetensi kategori 4A. Seorang dokter umum diharapkan memiliki kemampuan dan

keterampilan dalam mendiagnosa hingga menatalaksana rinitis vasomotor secara

mandiri.7 Diagnosa rinitis vasomotor bersifat eksklusional. Sehingga sebelum

diagnosa ditegakkan, diperlukan anamnesa lengkap untuk mengekslusi kemungkinan

alergi, infeksi, dan penggunaan obat-obatan yang dapat mencetuskan manifestasi

yang menyerupai rinitis vasomotor.3,6

Oleh karena itu, penulis akan membahas definisi hingga tatalaksana rinitis

vasomotor dalam referat ini.

Page 8: Rhinitis Vaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Hidung

2.1.1 Anatomi Hidung

Dari luar hidung berbentuk seperti pyramid yang terdiri dari kerangka

osteokartilago yang lapisi oleh otot dan kulit. Sepertiga atas dibentuk oleh osteoid dan

dua pertiga bawahnya berupa kartilago. Bagian osteoid terdiri dari dua buah os. nasal

yang saling bertemu di garis tengah dengan tepi atas melekat pada prosesus frontal.

Sedangkan bagian kartilago terdiri atas kartilago superolateral, inferolateral,

sesamoid, dan septum.8

Gambar 2.1. Anatomi Hidung Eksterna 8

Otot-otot yang melapisi kerangka nasal yaitu: m.procerus, m.nasalis, m.

levator labii superior alaeque nasi, m. dilator nares anterioir et posterior, m. depressor

septi. Lapisan terluar berupa kulit yang memiliki banyak kelenjar sebasea. 8,9

Page 9: Rhinitis Vaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

Hidung bagian dalam dibagi menjadi dua kavitas oleh septum nasi. Masing-

masing kavitas berhubungan dengan dunia luar melalui naris atau nostril dan

berhubungan dengan nasofaring melalui koana. Bagian vestibulum dilapisi oleh kulit

sedangkan bagian kavum nasi dilapisi oleh mukosa.8,9

Vestibulum nasi yang dilapisi oleh kulit memiliki kelenjar sebasea, folikel

rambut, dan rambut yang disebut vibrisae. Bagian paling atas vestibulum ditandai

oleh limen nasi yang terbentuk oleh tepi bawah kartilago superolateral. Bagian

medialnya dibentuk oleh kolumela dan bagian bawah septum nasi.8,9

Kavum nasi terbentuk oleh dinding lateral, medial, atap, dan dasar. Bagian

dinding lateral nasal terdiri dari tiga atau empat konka (turbinate). Konka ini

merupakan proyeksi dari osteoid yang dilapisi oleh membran mukosa. Daerah

dibawah konka disebut meatus. Dinding medial dari kavum nasi dibatasi oleh septum

nasi. Atap dari kavum nasi berupa os. nasal os. sphenoid, dan cribiform plate.

Sedangkan dasarnya dibentuk oleh prosesus palatine dari os. maksila pada tiga

perempat anterior dan os. palatine pada seperempat posterior.8,9

Gambar 2.2. Anatomi Hidung Interna 8

Page 10: Rhinitis Vaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

Gambar 2.3 Anatomi Hidung Interna 8

Bagian kavum nasi dibagi menjadi tiga yaitu vestibulum, daerah olfaktori, dan

daerah respiratori. Daerah vestibulum seperti yang telah dijelaskan sebelumnya terdiri

dari rambut, folikel rambut, dan kelenjar sebasea. Bagian olfaktori yang terletak

sepertiga superior dari dinding lateral, sebagian septum nsai, dan atap kavum nasi.

Bagian ini dilapisi oleh membran mukus yang berwarna lebih pucat. Sedangkan

daerah duapertiga bawah kavum nasi merupakan daerah respiratori. Mengandung

membran mukus dengan berbagai ketebalan. Pada bagian konka mukus yang melapisi

tebal, sedangkan pada bagian meatus tipis.8 Daerah ini memiliki vaskularisasi yang

banyak dan memiliki jaringan erektil.9,10 Permukaannya dilapisi oleh epitel kolumner

bersilia yang mengandung banyak sel goblet.8,10

Hidung dipersarafi oleh n.olfaktrius untuk pembau. Nervus ini keluar melalui

cribiform plate dan berakhir membentuk bulbus olfaktorius. Sedangkan untuk

persarafan sensorik, hidung dipersarafi oleh n. etmoidalis anterior, percabangan dari

ganglion slenopalatina, dan percabangan dari n. infraorbitalis. Selain itu hidung juga

dipersarafi oleh persarafan otonom yang terdiri dari saraf parasimpatik yang

Page 11: Rhinitis Vaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

mensuplai kelenjar hidung, mengontrol sekresi, serta berperan dalam vasodilatasi

pembuluh darah hidung. Persarafan ini berasal dari n.petrosal superior yang berubah

menjadi n.viridan pada saat menembus kanal pterygoid dan menjadi ganglion

spenoalatina saat mencapai kavum nasi. Sedangkan saraf simpatis berasal dari

segment medulla spinalis torakal 2 yang masuk melalui ganglion servikal superior,

berubah menjadi n.petrosal profunda dan bergabung bersama persarafan parasimpatis

melewati kanal pterigoid untuk masuk ke kavum nasi. Persarafan ini berperan untuk

vasokonstriktor.8,9,10

Hidung diperdarahi oleh lima arteri pada bagian dinding medial dan lateral

kavum nasi, yaitu : a. etmoidalis anterior, a. etmoidalis posterior, a. sphenopalatina, a.

palatine mayor, dan a. labialis superior. Kelima arteri ini membentuk Kiesselbach

area pada bagian septum nasi anterior.8,9,10

Aliran limfatik hidung eksterna dan bagian anterior kavum nasi disalurkan

menuju lymph node submandibular, lalu menuju lymph node jugulare atau

retropharyngeal. Sedangkan aliran limfatik kavum nasi superioir berhubungan dengan

ruang subaraknoid sepanjang n. olfaktorius.8

Gambar 2.4. Membran Hidung Interna 8

Page 12: Rhinitis Vaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

2.1.2. Fisiologi Hidung

Hidung memiliki fungsi berupa fungsi respirasi, air conditioning, protektif,

resonansi, reflek nasal, dan pembau. Fungsi pernapasan normal manusia adalah

melalui hidung. Dalam fungsi respirasi ini dikenal siklus nasal dimana terjadi

kongesti dan dekongesti konka media dan inferior untuk mengatur aliran udara yang

melewati kavum nasi. Siklus nasal ini diatur oleh persarafan otonom.8,10,11 Selama

inspirasi aliran udara yang masuk kedalam vestibulum nasi berupa aliran laminar.

Pada saat melewati limen nasi aliran udara berubah menjadi aliran turbulen .

Perubahan aliran udara ini memperpanjang waktu kontak udara dengan mukosa nasal

yang berperan dalam fungsi pembauan, penyaringan, pengaturan kelembapan, dan

penghangatan udara.10

Gambar 2.5. Fungsi Inspirasi dan Ekspirasi Hidung 8

Fungsi selanjutnya yaitu fungsi air conditioning. Fungsi ini mencakup filtrasi

dan purifikasi partikel debu, polen, dan bakteri menggunakan vibrissae dan membran

mukus. Lalu fungsi pengaturan suhu menggunakan veneous cavernous8. Suhu

didalam kavum nasi bagian anterior lebih rendah dibanding bagian posterior. Proses

Page 13: Rhinitis Vaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

penghangatan udara melalui hidung ini berjalan bertahap menjadikan suhu udara

yang masuk mencapai 370C saat memasuki nasofaring. Fungsi humidifikasi dengan

sekresi dan transudasi kelenjar nasal, sel goblet, serta pembuluh darah pada lamina

propia. Kelembapan udara yang dicapai pada saat memasuki nasopharing adalah

90%. Ketika ekspirasi, kelembapan dan panas akan kembali ke mukosa hidung

melalui proses kondensasi.10

Selanjutnya fungsi proteksi melalui pertahanan nonspesifik dan spesifik.

Pertahanan nonspesifik terbagi lagi menjadi pertahanan mekanik dan seluler non

spesifik. Pertahanan mekanis mukosa nasal diperankan oleh sistem mukosiliar.

System ini terdiri dari silia epitel saluran pernapasan dan mucous blanket yang terdiri

dari lapisan dalam berupa serosa dan lapisan luar yang mukoid.10 Mekanisme

mukosiliar bekerja dengan kecepatan 5-10 mm permenit menggerakan benda asing

kearah nasofaring lalu tertelan.8 Pertahanan seluler nonspesifik dilakukan oleh fagosit

berupa granulosit, monosit, dan makrofag. Fagosit ini akan dibantu oleh natural

killer sel melawan infeksi virus pada mukosa nasi. Selain itu juga terdapat faktor

proteksi nonspesifik didalam sekret hidung berupa interferon, protease, lisozim, dan

antioksidan.10

Mekanisme pertahanan spesifik terbagi menjadi dua, yaitu humoral dan

seluler. Respon humoral melibatkan immunoglobulin yang dihasilkan sel plasma

paraglandular. Immunoglobulin utama pada saluran pernapasan adalah IgA. Namun

juga terdapat IgM dan IgG. Sedangkan untuk respon seluler spesifik melibatkan

limfosit T dan B, neutrophil, basophil, eosinophil,dan sel langerhan. Sel T memiliki

kemampuan memori sedangkan sel B berperan dalam menghasilkan antibody.10

Fungsi lain hidung yaitu dalam produksi suara dan berbicara.10 Fonasi untuk

menyebutkan abjad M, N, dan NG melibatkan antara nasofaring dan kavum nasi.12

Fungsi ini akan lebih terlihat pada saat terjadi proses patologis. Produksi suara

berkurang pada saat terjadi obstruksi pada nasal secara parsial atau komplit.9,10

Page 14: Rhinitis Vaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

Gambar 2.6. Mekanisme Mukosiliar 8

2.2 Rinitis Vasomotor

2.2.1 Epidemiologi

Rinitis vasomotor disebut juga sebagai rinitis non alergika atau rinitis

idiopatik, yang menggambarkan suatu disfungsi kronik nasal dengan karakteristik

hiperaktivitas nasal (rinorhea, hidung tersumbat, dan bersin) sebagai respon terhadap

stimulus non alergika seperti yang telah disebutkan.13 Rinitis vasomotor merupakan

suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi, eosinophilia,

perubahan hormonal (kehamilan, hipertiroid), dan pajanan obat (kontrasepsi

oral,antihipertensi, B-bloker, aspirin, klorpromazin dan obat topikal hidung

dekongestan).11

Rinitis secara epidemiologi dibagi menjadi rinitis alergika, non alergika, dan

campuran. Menurut data epidemiologis di Amerika, kejadian rinitis alergika

mencakup 43%, non alergika 23%, dan campuran 34%. Studi lain di Eropa

menunjukkan bahwa satu dari empat orang yang menderita rinitis merupakan rinitis

tipe non alergika. Studi tersebut memperkirakan 50 juta orang Eropa menderita rinitis

non alergika dengan perkiraan 200 juta orang diseluruh dunia. Di Amerika sendiri

angka kejadian rinitis non alergika mencapai sekitar 30 juta orang.3,4,13

Onset rinitis non alergika ini cenderung pada orang dewasa dengan perkiraan

umur 30-60 tahun. Onset muncul pada usia diatas 20 tahun, sedangkan pada tipe

Page 15: Rhinitis Vaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

alergika lebih banyak sebelum usia 20 tahun. Apabila keluhan muncul pada saat usia

anak, maka kemungkinan penyebabnya dalah adenoid atau konka hipertropi. Sekitar

58% - 71% rinitis non alergika terjadi pada wanita. Pada penelitian lain ditemukan

perbedaan bermakna berdasarkan jenis kelamin dimana wanita dua kali lipat lebih

rentan.1,4,13

2.2.2 Etiopatogenesis

Rinitis vasomotor berbeda dengan rinitis medikamentosa maupun rinitis jenis

lainnya. Rinitis vasomotor memiliki etiologi yang bersifat idiopatik dan diagnosisnya

secara eksklusional. 3,5,6,8

Patogenesis yang pasti belum diketahui. Beberapa hipotesa telah dikemukakan

untuk menerangkan patogenesis rinitis vasomotor sebagai berikut.3,5,11

1. Neurogenik

Serabut simpatis hidug berasal dari korda spinalis segmen Th 1-2,

menginervasi terutama pembuluh darah mukosa dan sebagian kelenjar. Serabut

simpatis melepaskan ko-transmiter noradrenalin dan neuropeptide Y yang

menyebabkan vasokonstriksi dan penurunan sekresi hidung. Tonus simpatis ini

berfluktuasi sepanjang hari yang menyebabkan adanya peningkatan tahanan rongga

hidung yang bergantian setiap 2-4 jam. Keadaan ini disebut sebagai siklus nasi.

Dengan adanya siklus ini, seseorang akan mampu untuk bernapas dengan tetap

normal melalui rongga hidung yang berubah-ubah luasnya.

Serabut saraf parasimpatis berasal dari nucleus salivatori superior menuju

ganglion sfenopalatina dan membentuk n. vidianus, kemudian menginervasi

pembuluh darah dan terutama kelenjar eksokrin. Pada perangsangan akan terjadi

pelepasan ko-transmiter asetilkolin dan vasoaktif intestinal peptide yang

menyebabkan peningkatan sekresi hidung dan vasodilatasi, sehingga terjadi kongesti

hidung.

Page 16: Rhinitis Vaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

Bagaimana tepatnya saraf otonom ini bekerja belumlah diketahui dengan

pasti, tetapi diduga hipotalamus bertindak sebagai pusat penerima impuls aferen,

termasuk rangsang emosional dari pusat yang lebih tinggi. Dalam keadaan hidung

normal, persarafan simpatis lebih dominan. Rinitis vasomotor diduga sebagai akibat

dari ketidakseimbangan impuls saraf otonom dimukosa hidung yang berupa

bertambahnya aktivitas system parasimpatis.

2. Neuropeptida

Pada mekanisme ini terjadi disfungsi hidung yang diakibatkan oleh

meningkatnya rangsangan terhadap saraf sensorik serabut C di hidung. Adanya

rangsangan abnormal saraf sensorik ini akan diikuti dengan peningkatan pelepasan

neuropeptide seperti substansi P dan kalsitonin gene related protein yang

menyebabkan peningkatan permeabilitas vascular dan sekresi kelenjar. Keadaan ini

menerangkan terjadinya peningkatan respon pada hiper-reaktivitas hidung.

3. Nitrit Oksida

Kadar nitrit oksida (NO) yang tinggi dan persisten dilapisan epitel hidung

dapat menyebabkan terjadinya kerusakan atau nekrosis epitel, sehingga rangsangan

non-spesifik berinteraksi langsung ke lapisan sub-epitel. Akibatnya terjadi

peningkatan reaktivitas serabut trigeminal dan rekrutmen refleks vascular dan

kelenjar mukosa hidung.

4. Trauma

Rinitis vasomotor dapat disebabkan komplikasi jangka panjang dari trauma

hidung melalui mekanisme neurogenic dan/atau neuropeptide.

Page 17: Rhinitis Vaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

Sumber lain menjelaskan mekanisme rinitis diakibatkan oleh peningkatan

permeabilitas epitel nasal, respon inflamasi non-IgE, serta respon neurogenik.

Diketahui bahwa peningkatan permeabilitas epitel nasal diakibatkan oleh kerusakan

epitel akibat terpapar oleh zat iritan, infeksi, atau karena respon system pertahanan

seluler seperti eosinophil. Hal ini mencetuskan stimulus ke saraf sensorik dan

memicu terjadinya manifestasi klinis dari penyakit ini.5,14

Penjelasan lain menggunakan teori neurogenik. Menjelaskan bahwa dalam

kondisi normal, persarafan simpatis didalam kavum nasi bekerja lebih dominan

dibandingkan dengan persarafan parasimpatis. Meskipun demikian, persarafan

parasimpatis memiliki peran dalam mekanisme proteksi berupa bersin, sekresi,

kongesti apabila terdapat benda asing. Namun dalam penelitian lebih lanjut diketahui

bahwa pada rinitis vasomotor, terjadi hiporeaktifitas persarafan simpatik yang disertai

dengan hiperreaktifitas persarafan parasimpatik. Ketidakseimbangan inilah yang

menyebabkan terganggunya fungsi normal nasal seperti rinorhea. 3,5,6,14

Page 18: Rhinitis Vaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

Gambar 2.7. Patogenesis Rinitis Vasomotor 14

Page 19: Rhinitis Vaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

Gambar 2.8. Ketidakseimbangan Sistem Otonom pada Rinitis Vasomotor 3

Page 20: Rhinitis Vaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

Gambar 2.9. Ketidakseimbangan Sistem Otonom pada Rinitis Vasomotor 3

2.2.3 Patofisiologi

Seperti yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya bahwa rinitis

vasomotor diduga dikarenakan hiperaktivitas parasimpatis atau hipoaktivitas

simpatik.3,5,6,14 Persarafan parasimpatis pada daerah nasal berperan dalam vasodilatasi

vascular dan stimulasi sekresi kelenjar mukus. Sedangkan persarafan simpatis

berperan dalam vasokonstriksi dan inhibisi sekresi kelenjar mukus. Hipersekresi

kelenjar akan menimbulkan manifestasi berupa rinorhea. Vasodilatasi vaskular akan

menyebabkan edema mukosa dan konka sehingga muncul sensasi hidung tersumbat. 8,10

2.2.4 Manifestasi Klinis

Page 21: Rhinitis Vaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

Pada rinitis vasomotor, gejala sering dicetuskan oleh berbagai rangsangan non

spesifik seperti asap rokok, bau yang menyengat, parfum, minuman beralkohol,

makanan pedas, udara dingin, pendingin dan pemanas ruangan, perubahan

kelembapan, perubahan suhu luar, kelainan stress/emosi. Pada keadaan normal

faktor-faktor tadi tidak dirasakan sebagai gangguan oleh individu tersebut.5,6,11,14

Kelainan ini mempunyai gejala yang menyerupai rinitis alergika, namun

gejala yang dominan adalah hidung tersumbat, bergantian kiri dan kanan, tergantung

dari posisi pasien. Selain itu terdapat rinorhea yang mukoid atau serosa. Keluhan ini

jarang disertai dengan gejala mata. Gejala dapat memburuk pada pagi hari waktu

bangun tidur oleh karena adanya perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab, juga

oleh karena asap rokok dan sebagainya.11

Berdasarkan gejala yang menonjol, kelainan ini dibedakan dalam 3 golongan,

yaitu 1. Golongan bersin (sneezers), gejala biasanya memberikan respon yang baik

denga terapi antihistamin dan glukokortikosteorid topikal; 2. Golongan rinorhea

(runners), gejala dapat diatasi dengan pemberian anti kolinergik topikal; dan 3.

Golongan tersumbat (blockers), kongesti umumnya memberikan respon yang baik

dengan terapi glukokortikosteroid topikal dan vasokonstriktor oral.6,11,14

Faktor Predisposisi15:

1. Obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis antara lain:

ergotamine, chlorpromazine, obat anti hipertensi dan obat vasokonstriktor topikal.

2. Faktor fisik seperti iritasi oleh asap rokok, udara dingin, kelembaban udara yang

tinggi, serta bau yang menyengat (misalnya parfum) dan makanan yang pedas,

panas, serta dingin (misalnya es krim).

3. Faktor endokrin, seperti kehamilan, masa pubertas, pemakaian kontrasepsi oral,

dan hipotiroidisme.

4. Faktor psikis, seperti rasa cemas, tegang dan stress.

Gejala8 :

Page 22: Rhinitis Vaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

1. Paroxysmal sneezing, sering muncul pagi hari saat bangun tidur.

2. Excessive rhinorrhea

3. Nasal obstruction, terjadi bergantian sisi mengikuti dan paling dominan pada

malam hari.

4. Postnasal drip

Tanda8 :

Mukosa nasi didaerah konka mengalami kongesti dan hipertropi. Namun pada

beberapa kasus dapat normal.

2.2.5 Diagnosis

Diagnosis umumnya ditegakan dengan cara eksklusi yaitu menyingkirkan

adaya rinitis infeksi, alergi, okupasi, hormonal dan akibat obat. Dalam anamnesis

dicari faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala.5,6,11,14.

Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak gambaran yang khas berupa

edema mukosa hidung, konka berwarna merah gelap atau merah tua, tetapi dapat pula

pucat. Hal ini perlu dibedakan dengan rinitis alergika. Permukaan konka dapat licin

atau berbenjol-benjol (hipertropi). Pada rongga hidung terdapat secret mukoid,

biasanya sedikit. Akan tetapi pada golongan rinorhea secret yang ditemukan ialah

serosa dan banyak jumlahnya.11,15

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan

rinitis alergika. Kadang ditemukan juga eosinophil pada secret hidung, akan tetapi

dengan jumlah sedikit. Tes cukit kulit biasanya negative. Kadar IgE spesifik tidak

meningkat.3,11

Page 23: Rhinitis Vaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

Tabel 2.1.Perbedaan Rinitis Alergika dan Non Alergika16

2.2.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada rinitis vasomotor bervariasi, tergantung pada faktor

penyebab dan gejala yang menonjol. Secara garis besar dibagi dalam1,8,11. :

1. Menghindari stimulus/ faktor pencetus.

2. Pengobatan simptomatis, dengan obat-obatan dekongestan oral, cuci hidung

dengan larutan garam fisiologis, kauterisasi konka hipertropi dengan larutan

AgNO3 25% atau triklor-asetat pekat. Dapat juga diberikan kortikosteroid topikal

100-200 mikrogram. Dosis dapat ditingkatkan sampai 400 mikrogram sehari.

Page 24: Rhinitis Vaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

Hasilnya akan terlihat setelah pemakaian paling sedikit selama 2 minggu. Saat ini

terdapat kortikosteroid topikal baru dalam larutan akua seperti flutikason

propionate dan mometason furoat dengan pemakaian cukup satu kali sehari

dengan dosis 200 mcg. Pada kasus dengan rinorhea yang berat, dapat

ditambahkan antikolinergik topikal (ipratropium bromide). Saat ini sedang dalam

penelitian adalah terapi desensitisasi dengan obat capsaicin topikal yang

mengandung lada.

3. Operasi dengan cara bedah-beku, eletrokauter, atau konkototmi parsial konka

inferior.

4. Neurektomi n. vidianus yaitu dengan melakukan pemotongan pada n. vidianus,

bila dengan cara diatas tidak memberikan hasil optimal. Operasi ini tidaklah

mudah, dapat menimbulkan komlikasi seperti sinusitis, diplopia, buta, gangguan

lakrimasi, neuralgia, atau anastesis infraorbita dan palatum. Dapat juga dilakukan

tindakan blocking ganglion sfenopalatina.

Pilihan penatalaksanaan rinitis vasomotor tidaklah spesifik. Umumnya

tatalaksana ditujukan untuk mengatasi symptom. Tatalaksana yang tidak spesifik ini

memberikan keuntungan dikarenakan manifestasi dari rinitis vasomotor yang

bervariasi. Salah satu tatalaksana yang dilakukan yaitu dengan antihistamin topikal

dan steroid topikal1.

Pengobatan utama untuk rinitis non alergika adalah steroid topikal intranasal.

Obat ini bekerja pada mukosa kavum nasi dengan mereduksi aktivasi dan

menginduksi apoptosis limfosit T dan eosinophil, mereduksi jumlah sel mast,

neutrophil, basophil, dan makrofag didalam kavum nasi, memblok produksi metabolit

asam arakidonat, mereduksi aliran darah dan permeabilitas vascular, regulasi

degradasi neuropeptide dan inhibisi neurogenic ekstravasasi.2,17 Sediaan aerosol

budesonide, beklometason atau flutikason diindikasikan untuk tatalaksana rinitis

vasomotor oleh FDA. Obat ini mengatasi respon inflamasi tanpa membedakan

etiologi inflamasi yang terjadi. Keuntungan penggunaan steroid topikal nasal adalah

mampu mengatasi simptom secara terlokalisir. Efek samping berupa epistaksis dapat

Page 25: Rhinitis Vaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

dikurangi dengan penggunaan spray dengan arah menjauhi septum nasi. Sediaan baru

seperti mometason dan flutikason memiliki efek samping sistemik yang lebih sedikit

dibandingkan steroid oral. Obat golongan steroid digunakan sebagai terapi lini

pertama pada rinitis non alergika.1,2,13,17

Golongan antihistamin juga merupakan salah satu pilihan terapi rinitis

vasomotor. Obat ini bekerja melalui antagonis reseptor H1 dan H2, dan diduga H3

juga terlibat. Reseptor H1 dalam kavum nasi berperan dalam respon bersin, rinorhea,

kongesti vascular, akibat vasodilatasi dan penngkatan permeabilitas. Sedangkan

reseptor H2 menstimulasi sekresi mukus saluran pernapasan dan vasodilatasi

vascular.18 Azelastine nasal spray sebagai golongan antihitasmin memiliki efektifitas

cukup tinggi pada pasien dengan keluhan bersin dan rinorhea. Meskipun obat ini

termasuk golongan antihistamin, namun diduga efektivitas obat ini bukan karena

antihistamin melainkan melalui kerja antiinflamasi dan antineuroinflamasi. Kerja obat

ini adalah sebagai antiinflamasi melalui reduksi efek neurokinin seperti substansi P,

leukotriene, dan vasointestinal neuropeptide, mencegah release histamine secara in

vitro dan in vivo, mengurangi aktivasi eosinophil, sel mast, dan sintesis nitrit oksida,

serta reduksi permeabilitas vascular.1,5,13,18,19 Golongan antihistamin sendiri dibagi

menjadi generasi satu dan generasi dua. Obat generasi satu mereduksi rinorhea

melalui jalur anti kolinergik, sedangkan generasi dua memiliki aktivitas

antikolinergik yang minimal. Kombinasi azelastine dengan flutikason memberikan

efektivitas yang jauh lebih baik dibandingkan penggunaan monoterapi azelastine

meskipun belum ada penelitian pada pasien rinitis vasomotor. Monoterapi maupun

kombinasi yang disebutkan ini merupakan salah satu pilihan pertama dalam terapi

rinitis vasomotor.17,19

Obat golongan lain yaitu antikolinergik. Obat antikolinergik efektif memblok

rillis asetilkolin oleh persarafan parasimpatik yang berperan dalam rinorhea pada

rinitis. Ipratropium bromide intranasal merupakan salah satu jenis obat antikolinergik

poten yang digunakan baik pada rinitis alergika maupun nonalergika.1,20 Studi

menunjukkan obat ini dapat mengatasi rinorhea yang predominan pada rinitis akibat

Page 26: Rhinitis Vaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

perubahan temperature, aroma menyengat, dan penuanan. Efektifitas obat ini lebih

rendah apabila dibandingkan dengan beklometason monoterapi. Namun efektifitas

obat ini akan meningkat apabila dikombinasi dengan beklometason.1 Efek samping

penggunaan obat ini berupa hidung kering dan epistaksis. Tidak ada studi yang

melaporkan efek rebound setelah penghentian penggunaan. Efek sistemik yang

sangat jarang terjadi berupa mulut kering, iritasi mata, penglihatan kabur pernah

dilaporkan.20

Dekongestan baik oral maupun topikal juga dapat digunakan untuk mengatasi

kongesti nasal. Golongan dekongestan terbagi menjadi dua, yaitu fenilamin dan

imidazolin. Fenilamin merupakan golongan dekongestan oral seperti efedrin,

pseudoefedrin, feniefrin, dan fenilpropanolami. Sedangkan golongan imidazolin

bersifat topikal seperti xylometazolin, oxymetazolin, dan nafazolin. Golongan

fenilamin bekerja dengan mengagonis reseptor α-adrenergik sehingga memberikan

efek dekongestan. Golongan ini memberikan efek takikardi, iritabilitas, retensi urine

seiring dengan meningkatnya dosis terapi sehingga dikontraindikasikan pada pasien

dengan hipertensi, penyakit jantung koroner, dan pada penggunaan penghambat

monoamine oksidase. Golongan imidazolin topikal mengurangi aliran darah nasal

melalui reseptor α1 dan α2 adrenergik.2 Namun hingga saat ini belum ada studi

mengenai efektifitas obat ini secara spesifik terhadap rinitis vasomotor. Efek samping

dari obat ini juga perlu diperhatikan pada penggunaan jangka panjang seperti

stimulasi kordis, palpitasi, dan insomnia. Selain itu penggunaan obat lebih dari 3-10

hari, dalam sumber lain menyebut 5 hari, dapat mencetuskan rinitis medikamentosa.

Oleh karena itu obat golonga ini disarankan hanya sebagai pelega yang digunakan

dalam jangan waktu pendek.1,2

Tabel 2.2.Daftar Obat Rinitis Vasomotor16

Golongan Nama Dagang Efek Efek Samping

Antihistamin Azelastin Mengatasi Tidak ada efek

Page 27: Rhinitis Vaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

Topikal (Astelin) rinorhea, bersin,

postnasal drip, dan

kongesti nasal.

serius, rasa pahit.

Kortikosteroid

Topikal

Mometason Furoat

(Nasonex)

Mengatasi hidung

tersumbat dan

kongesti nasal.

Iritasi hidung dan

epistaksis.

Budesonid

(Rhinocort),

beclometason

(Beclovent),

Tiamnisolon

asetonid (Kenalog)

Mengatasi hidung

tersumbat dan

kongesti nasal.

Epistaksis,

sefalgia, kongesti

nasal.

Kromoglikat

Topikal

Kromolin Sodium

(Intal)

Mengurani bersin

dan kongesti nasal.

Iritasi hisung,

sefalgia, kongesti

nasal.

Antikolinergik

Topikal

Ipratropium

Bromida

(Atrovent)

Mengatasi

rinorhea.

Iritasi hidung,

sensasi kering.

Antihistamin Oral Sedasi dan

Nonsedasi

Somnolen,

sefalgia, mulut

kering.

Dekongestan

Topikal

Oksimetazolin

(Nezeril, Afrin,

Dristan)

Mengatasi

kongesti nasal.

Dekongestan Oral Pseudoefedrin Mengatasi

Kongesti nasal.

Page 28: Rhinitis Vaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

Tabel 2.3.Pilihan Terapi Rinitis Vasomotor Berdasarkan Manifestasi Klinis13

Page 29: Rhinitis Vaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

Gambar 2.10. Alur Tatalaksana Rinitis Vasomotor16

2.2.7 Komplikasi

Page 30: Rhinitis Vaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

Komplikasi yang terjadi akibat perjalan penyakit ini adalah polip nasi, rinitis

hipertropi, dan sinusitis 14.

2.2.8 Prognosis

Prognosis pengobatan golongan onstruksi lebih baik daripada golongan

rinorhea. Oleh karena golongan rinorhea sangat mirip dengan rinitis alergika, perlu

anamnesis dan pemeriksaan yang teliti untuk memastikan diagnosisnya.11 Prognosis

umumnya tidak mengancam jiwa, namun fungsi dan berulangnya kejadian dapat

dubia ad bonam jika pasien menghindari faktor pencetus.15

BAB 3

Page 31: Rhinitis Vaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

KESIMPULAN

Hidung memiliki fungsi berupa fungsi respirasi, air conditioning, protektif,

resonansi, reflek nasal, dan pembau.8,9 Gangguan pada fungsi fisiologis hidung akan

menyebabkan munculnya manifestasi yang beragam. Salah satunya berupa hidung

gatal, rinorhea, dan hidung tersumbat pada rinitis.2,8,10

Rinitis vasomotor disebut juga sebagai rinitis non alergika atau rinitis

idiopatik, yang menggambarkan suatu disfungsi kronik nasal dengan karakteristik

hiperaktivitas nasal (rinorhea, hidung tersumbat, dan bersin) sebagai respon terhadap

stimulus non alergika seperti yang telah disebutkan.13 Onset rinitis non alergika ini

cenderung pada orang dewasa dengan perkiraan umur 30-60 tahun. Wanita lebih

berisiko mengalami rinitis vasomotor.1,4,13

Rinitis vasomotor memiliki etiologi yang bersifat idiopatik dan diagnosisnya

secara eksklusional. 3,5,6,8 Patogenesis yang pasti belum diketahui. Banyak yang

berpendapat bahwa ketidakseimbangan antara persarafan simpatis dan parasimpatis

memicu munculnya manifestasi pada penyakit ini.3,5,6,11,14 Berdasarkan gejala yang

menonjol, kelainan ini dibedakan menjadi sneezers, runners, dan blockers. 6,11,14

Diagnosis umumnya ditegakan dengan cara eksklusi yaitu menyingkirkan

adaya rinitis infeksi, alergi, okupasi, hormonal dan akibat obat. Dalam anamnesis

dicari faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala.5,6,11,14 Penatalaksanaan dapat

dilakukan dengan menghindari stimulus, medikamentosa (steroid topikal,

antihistamin topikal, dekongestan topikal, antikolinergik topikal), dan tatalaksana

bedah.1,8,11,16

Komplikasi yang terjadi akibat perjalan penyakit ini adalah polip nasi, rinitis

hipertropi, dan sinusitis 14. Prognosis umumnya tidak mengancam jiwa, namun fungsi

dan berulangnya kejadian dapat dubia ad bonam jika pasien menghindari faktor

pencetus.15

Page 32: Rhinitis Vaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

DAFTAR PUSTAKA

1. Settipane, R. A. & Lieberman, P. Update on Nonallergic Rinitis. Annals of

Allergy, Asthma, & Immunology 2001; 86, 494-508.

2. Lalwani, A. K. Current Diagnosis & Treatment Otolaringology, Head and

Neck Surgery. New York: Mc GrawHill, 2007.

3. Blom, H. M. Nonallergic Noninfectious Perennial Rinitis, 1998.

4. Settipane, R. A. Epidemiology of Vasomotor Rinitis. World Allergy Organ

Journal 2009; 2(6), 115-118.

5. Ramakroshnan, V. R. Pharmacotherapy for Nonallergic Rhinits 2013; diakses

dari http://emedicine.medscape.com/article/874171-overview pada tanggal

12/08/2015.

6. Wheeler, P. W. & Wheeler, S. F. Vasomotor Rinitis. American Family

Physician 2005; 72(6), 1057-1062.

7. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia Edisi

Kedua , 2012.

8. Dhingra PL. Disease of Ear Nose and Throat. 5thEd. New Delhi, India :

Elsevier, 2010.

9. Moore, K. L. Clinically Oriented Anatomy. 4th Ed. USA : Lippincott &

Wilkins, 2009.

10. Probst, R., Grevers, G., Iro, H. Basic Otorhinolaryngology. Jerman : Thieme,

2006.

Page 33: Rhinitis Vaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

11. Irawati, N., Poerbonegoro, N. L., Kasakeyan, E. Rinitis Vasomotor dalam

Soepardi, E. A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R. D., Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher Edisi Keenam. (135-

138). Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2007.

12. Jeremiah, A., Noam, C. Nasal Physiology 2015; diunduh dari

http://care.american-rhinologic.org pada tanggal 12/08/2015.

13. Scarupa, M. D., Kaliner, M. A. Nonallergic Rinitis, With a Focus on

Vasomotor Rinitis. WAO Jurnal 2009; 2, 20-25.

14. Garay, R. Mechanisms of Vasomotor Rinitis. Allergy 2004; 59 (76), Hal 4-10.

15. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014

Tentang Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.

16. Quillen, D. M., Feller, D. B. Diagnosing Rinitis Allergic vs. Nonallergic.

American Family Physician 2006;, 73, 1583-1590.

17. Meltzer, E. O. The Treatment of Vasomotor Rhinitis With Intranasl

Corticosteroids. WAO Journal 2009; 2, 166-179.

18. Lieberman, P. The Role of Antihistamine in the Treatment of Vasomotr

Rhinits. WAO Journal 2009; 2, 156-161.

19. Nozad, C.H., Michael, L. M., Lew, D. B., Michcaseael, C.F. Non-allergic

rinitis: a case report and review. Clinical and Molecular Allergy 2010; 8(1).

20. Naclerio, R. Anticholinergic Drugs in Nonallergic Rhinitis. WAO Journal

2009; 2, 162-165.