Rhinitis Atrofi Fix

23
BAB I PENDAHULUAN Infeksi yang mengenai hidung, dapat mengenai hidung bagian luar dan hidung bagian dalam atau rongga hidung. Rinitis atrofi merupakan suatu penyakit yang jarang ditemui pada masa sekarang ini. Meskipun kekerapannya sering dijumpai pada negara-negara berkembang, rinitis atropi juga cukup sering didapatkan sebagai suatu sekuele dari tindakan-tindakan medis. Rinitis atrofi merupakan istilah yang sering dipakai dalam dunia kedokteran. Rinitis atrofi juga dikenal sebagai suatu rinitis kering, rinitis sika atau ozaena. Penyakit ini dikenal dengan cirinya yang khas yaitu bau yang muncul dari rongga hidung. 1,2 Foetor ex nasi yang berarti bau busuk dari dalam hidung. Gejala ini termasuk salah satu penyebab seorang pasien mencari pertolongan pada dokter. Namun, pada rinitis atrofi, foetor ex nasi tidak dirasakan oleh penderita sehingga perasaan tidak nyaman dirasakan oleh orang sekitarnya, bukannya oleh pasien. Terlebih lagi penyakit ini lebih sering menyerang perempuan, sehingga menimbulkan keluhan tersendiri bagi pasien. 1,3 Rinitis atrofi mempunyai etiologi dan patogenesis yang sampai sekarang belum dapat diterangkan dengan memuaskan, sehingga pengobatannya belum ada yang baku. Pengobatan ditujukan untuk menghilangkan faktor penyebab dan untuk menghilangkan gejala. Pengobatan dapat diberikan secara konservatif atau jika tidak 1

Transcript of Rhinitis Atrofi Fix

Page 1: Rhinitis Atrofi Fix

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi yang mengenai hidung, dapat mengenai hidung bagian luar dan

hidung bagian dalam atau rongga hidung. Rinitis atrofi merupakan suatu penyakit

yang jarang ditemui pada masa sekarang ini. Meskipun kekerapannya sering

dijumpai pada negara-negara berkembang, rinitis atropi juga cukup sering

didapatkan sebagai suatu sekuele dari tindakan-tindakan medis. Rinitis atrofi

merupakan istilah yang sering dipakai dalam dunia kedokteran. Rinitis atrofi juga

dikenal sebagai suatu rinitis kering, rinitis sika atau ozaena. Penyakit ini dikenal

dengan cirinya yang khas yaitu bau yang muncul dari rongga hidung. 1,2

Foetor ex nasi yang berarti bau busuk dari dalam hidung. Gejala ini

termasuk salah satu penyebab seorang pasien mencari pertolongan pada dokter.

Namun, pada rinitis atrofi, foetor ex nasi tidak dirasakan oleh penderita sehingga

perasaan tidak nyaman dirasakan oleh orang sekitarnya, bukannya oleh pasien.

Terlebih lagi penyakit ini lebih sering menyerang perempuan, sehingga

menimbulkan keluhan tersendiri bagi pasien.1,3

Rinitis atrofi mempunyai etiologi dan patogenesis yang sampai sekarang

belum dapat diterangkan dengan memuaskan, sehingga pengobatannya belum ada

yang baku. Pengobatan ditujukan untuk menghilangkan faktor penyebab dan

untuk menghilangkan gejala. Pengobatan dapat diberikan secara konservatif atau

jika tidak menolong dilakukan operasi. Meskipun belum banyak pengkajian dan

penatalaksanaan pasti belum berkembang, namun penyakit ini masih sering

ditemui. Oleh karena itu, pada tulisan ini akan dibahas mengenai rinitis atrofi.2

1

Page 2: Rhinitis Atrofi Fix

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Anatomi Hidung

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke

belakang dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya sehingga menjadi

kavum nasi kanan dan kiri. Setiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu

dinding medial, lateral, inferior dan superior.4

Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai ala nasi, tepat dibelakang

nares anterior, disebut sebagai vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang

memiliki banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut yang disebut dengan

vibrise.4

Septum Nasi

Dinding medial rongga hidung adalah septum nasi. Septum dibentuk oleh

tulang rawan, dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium

pada bagian tulang sedangkan diluarnya dilapisi juga oleh mukosa hidung.1,4

Bagian tulang terdiri dari: 4

1. Lamina perpendikularis os etmoid

Lamina perpendikularis os etmoid terletak pada bagian supero-posterior

dari septum nasi dan berlanjut ke atas membentuk lamina kribriformis dan Krista

gali.

2. Os Vomer

Os vormer terletak pada bagian postero-inferior. Tepi belakang os vomer

merupakan ujung bebas dari septum nasi.

3. Krista nasiis os maksila

Tepi bawah os vomer melekat pada krista nasiis os maksila dan os

palatina.

4. Krista nasiis os palatine

2

Page 3: Rhinitis Atrofi Fix

Gambar 1.1 Anatomi Hidung

Bagian tulang rawan terdiri dari 4,5

1. Kartilago septum (kartilago kuadrangularis)

Kartilago septum melekat dengan erat pada os nasi, lamina

perpendikularis os etmoid, os vomer dan krista nasiis os maksila oleh serat

kolagen.

2. Kolumela

Kedua lubang berbentuk elips disebut nares, dipisahkan satu sama lain

oleh sekat tulang rawan dan kulit yang disebut kolumela.

Dinding lateral rongga hidung dibentuk oleh permukaan dalam prosesus

frontsalis os maksila, os lakrimalis, konka inferior dan konka media yang

merupakan bagian dari os etmoid, konka inferior, lamina perpendikularius os

palatum, dan lamina pterigoides medial. Pada dinding lateral terdapat empat buah

konka. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konka inferior, kemudian

yang lebih kecil adalah konka media, yang lebih kecil lagi konka superior,

sedangkan yang terkecil ialah konka suprema dan konka suprema biasanya

rudimenter. Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os

maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior, dan suprema

merupakan bagian dari labirin etmoid. Diantara konka-konka dan dinding lateral

3

Page 4: Rhinitis Atrofi Fix

hidung terdapat rongga sempit yang dinamakan dengan meatus. Tergantung dari

letak meatus, ada tiga meatus yaitu meatus inferior, medius dan superior. Dinding

inferior merupakan dasar hidung yang dibentuk oleh prosesus palatina os maksila

dan prosesus horizontal os palatum.4

Dinding superior atau atap hidung terdiri dari kartilago lateralis superior

dan inferior, os nasi, prosesus frontalis os maksila, korpus os etmoid dan korpus

os sphenoid. Sebagian besar atap hidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang

dilalui filament-filamen n.olfaktorius yang berasal dari permukaan bawah bulbus

olfaktorius berjalan menuju bagian teratas septum nasi dan permukaan kranial

konka superior.4

Perdarahan

Bagian postero-inferior septum nasi diperdarahi oleh arteri sfenopalatina

yang merupakan cabang dari arteri maksilaris (dari arteri karotis eksterna).

Septum bagian antero-inferior diperdarahi oleh arteri palatina mayor (juga cabang

dari arteri maksilaris) yang masuk melalui kanalis insisivus. Arteri labialis

superior (cabang dari arteri fasialis) memperdarahi septum bagian anterior

mengadakan anastomose membentuk pleksus Kiesselbach yang terletak lebih

superfisial pada bagian anterior septum. Daerah ini disebut juga Little’s area yang

merupakan sumber perdarahan pada epistaksis.4,5

Arteri karotis interna memperdarahi septum nasi bagian superior melalui

arteri etmoidalis anterior dan superior. Bagian bawah rongga hidung mendapat

perdarahan dari cabang arteri maksilaris interna, diantaranya ialah ujung arteri

palatina mayor dan arteri sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina

bersama nervus sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung

posterior konka media. Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari cabang-

cabang arteri fasialis.4

Vena sfenopalatina mengalirkan darah balik dari bagian posterior septum

ke pleksus pterigoideus dan dari bagian anterior septum ke vena fasialis. Pada

bagian superior vena etmoidalis mengalirkan darah melalui vena oftalmika yang

berhubungan dengan sinus sagitalis superior.

4

Page 5: Rhinitis Atrofi Fix

Persarafan

Bagian antero-superior septum nasi mendapat persarafan sensori dari

nervus etmoidalis anterior yang merupakan cabang dari nervus nasosiliaris yang

berasal dari nervus oftalmikus (n.V1). Sebagian kecil septum nasi pada

anteroinferior mendapatkan persarafan sensori dari nervus alveolaris cabang

anterosuperior. Sebagian besar septum nasi lainnya mendapatkan persarafan

sensori dari cabang maksilaris nervus trigeminus (n.V2). Nervus nasopalatina

mempersarafi septum bagian tulang, memasuki rongga hidung melalui foramen

sfenopalatina berjalan berjalan ke septum bagian superior, selanjutnya kebagian

antero-inferior dan mencapai palatum durum melalui kanalis insisivus.4

Sistem limfatik

Aliran limfatik hidung berjalan secara paralel dengan aliran vena. Aliran

limfatik yang berjalan di sepanjang vena fasialis anterior berakhir pada limfe

submaksilaris

2.2 Rhinitis Atrofi

5

Page 6: Rhinitis Atrofi Fix

2.2.1 Definisi

Rinitis atrofi adalah penyakit hidung kronik yang ditandai atrofi progresif

mukosa hidung dan tulang penunjangnya disertai pembentukan sekret yang kental

dan tebal yang cepat mengering membentuk krusta, menyebabkan obstruksi

hidung, anosmia, dan mengeluarkan bau busuk.4,5 Rinitis atrofi disebut juga

rinitis sika, rinitis kering, sindrom hidung-terbuka, atau ozaena.1,3,4,9

2.2.2 Insidensi

Rinitis atrofi merupakan penyakit yang umum di negara-negara

berkembang. Penyakit ini muncul sebagai endemi di daerah subtropis dan daerah

yang bersuhu panas seperti Asia Selatan, Afrika, Eropa Timur dan Mediterania.

Pasien biasanya berasal dari kalangan ekonomi rendah dengan status higiene

buruk. Rinitis atrofi kebanyakan terjadi pada wanita, angka kejadian wanita : pria

adalah 3:1. Penyakit ini dikemukakan pertama kali oleh dr.Spencer Watson di

London pada tahun 1875. Penyakit ini paling sering menyerang wanita usia 1

sampai 35 tahun, terutama pada usia pubertas dan hal ini dihubungkan dengan

status estrogen (faktor hormonal).5,6,7,8

2.2.3 Klasifikasi

Rinitis atrofi berdasarkan gejala klinis diklasifikasikan oleh dr. Spencer

Watson (1875) sebagai berikut:

1. Rinitis atrofi ringan, ditandai dengan pembentukan krusta yang tebal dan

mudah ditangani dengan irigasi.

2. Rinitis atrofi sedang, ditandai dengan anosmia dan rongga hidung yang berbau.

3. Rinitis atrofi berat, misalnya rinitis atrofi yang disebabkan oleh sifilis, ditandai

oleh rongga hidung yang sangat berbau disertai destruksi tulang.

Berdasarkan penyebabnya rinitis atrofi dibedakan atas: 6,7,8

6

Page 7: Rhinitis Atrofi Fix

1. Rinitis atrofi primer, merupakan bentuk klasik rinitis atrofi yang didiagnosis

pereksklusionam setelah riwayat bedah sinus, trauma hidung, atau radiasi

disingkirkan. Penyebab primernya merupakan Klebsiella ozenae.

2. Rinitis atrofi sekunder, merupakan bentuk yang palng sering ditemukan di

negara berkembang. Penyebab terbanyak adalah bedah sinus, selanjutnya radiasi,

trauma, serta penyakit granuloma dan infeksi.

2.2.4 Etiologi

Etiologi rinitis atrofi dibagi menjadi primer dan sekunder. Rinitis atrofi

primer adalah rinitis atrofi yang terjadi pada hidung tanpa kelainan sebelumnya,

sedangkan rinitis atorfi sekunder merupakan komplikasi dari suatu tindakan atau

penyakit. Rinitis atrofi primer adalah bentuk klasik dari rinitis atrofi dimana

penyebab pastinya belum diketahui namun pada kebanyakan kasus ditemukan

klebsiella ozaenae.5,6

Rinitis atrofi sekunder kebanyakan disebabkan oleh operasi sinus, radiasi,

trauma, penyakit infeksi, dan penyakit granulomatosa atau. Operasi sinus

merupakan penyebab 90% rinitis atrofi sekunder. Prosedur operasi yang diketahui

berpengaruh adalah turbinektomi parsial dan total (80%), operasi sinus tanpa

turbinektomi (10%), dan maksilektomi (6%). Penyakit granulomatosa yang

mengakibatkan rinitis atrofi diantaranya penyakit sarkoid, lepra, dan

rhinoskleroma. Penyebab infeksi termasuk tuberkulosis dan sifilis. Pada negara

berkembang, infeksi hanya berperan sebanyak 1-2% sebagai penyebab rinitis

atrofi sekunder. Meskipun infeksi bukan faktor kausatif pada rinitis atrofi

sekunder, namun sering ditemukan superinfeksi dan hal ini menjadi penyebab

terbentuknya krusta, sekret, dan bau busuk. Terapi radiasi pada hidung dan sinus

hanya menjadi penyebab pada 2-3% kasus, sedangkan trauma hidung sebanyak

1%. 5

Selain faktor diatas, beberapa keadaan dibawah ini juga diduga sebagai

penyebab rinitis atrofi: 1,5,6

1) Infeksi kronik spesifik oleh kuman lain

7

Page 8: Rhinitis Atrofi Fix

Yakni infeksi oleh. Rinitis atrofi berat, misalnya rinitis atrofi yang

disebabkan oleh sifilis, ditandai oleh rongga hidung yang sangat berbau disertai

destruksi tulang.

Infeksi kronik spesifik oleh kuman lain yakni infeksi oleh Stafilokokus,

Streptokokus dan Pseudomonas aeruginosa, Kokobasilus, Bacillus mucosus,

Diphteroid bacilli, Cocobacillus foetidus ozaena. Telah dilaporkan terjadinya

rinitis atrofi pada seorang anak 7 tahun dari satu keluarga setelah anak dari

tetangga keluarga tersebut yang diketahui menderita rinitis atrofi menginap

bersamanya.

2. Defisiensi FE

3. Defisiensi besi dan vitamin A

Dilaporkan terjadi perbaikan pada 50% pasien yang mendapat terapi besi

dan pada 84% pasien yang diterapi dengan vitamin A mengalami perbaikan

simptomatis. Adanya hiperkolesterolemia pada 50% pasien rinitis atrofi

menunjukkan peran diet pada penyakit ini.

4. Lingkungan

Dilaporkan telah terjadi rinitis atrofi pada pasien yang terpapar fosforit dan

apatida.

5. Sinusitis kronik

6. Ketidakseimbangan hormon estrogen

Dilaporkan adanya perburukan penyakit saat hamil atau menstruasi.

7.Penyakit kolagen yang termasuk penyakit autoimun

8. Teori mekanik dari Zaufal

9. Ketidakseimbangan otonom

10. Variasi dari Reflex Sympathetic Dystrophy Syndrome (RSDS)

11. Herediter

Dilaporkan adanya rinitis atrofi yang diturunkan secara dominan autosom

pada sebuah keluarga dimana ayah serta 8 dari 15 anaknya menderita penyakit ini.

8

Page 9: Rhinitis Atrofi Fix

12. Supurasi di hidung dan sinus paranasal

2.2.5 Patogenesis

Analisis terhadap mukosa hidung menemukan hal yang sama baik pada

rinitis atrofi primer maupun sekunder. Mukosa hidung yang normal terdiri atas

epitel pseudostratifikatum kolumnar, dan glandula mukosa dan serosa. Pada rinitis

atrofi, lapisan epitel mengalami metaplasia squamosa dan kehilangan silia. Hal ini

mengakibatkan hilangnya kemampuan pembersihan hidung dan kemampuan

membersihkan debris. Glandula mukosa mengalami atrofi yang parah atau

menghilang sama sekali sehingga terjadi kekeringan. Selain itu terjadi juga

penyakit pada pembuluh darah kecil, andarteritis obliteran (yang dapat menjadi

penyebab terjadinya rinitis atrofi atau sebagai akibat dari proses penyakit rinitis

atrofi itu sendiri).1,2,4

Secara patologis, rinitis atrofi dapat dibagi menjadi dua, yakni tipe I,

adanya endarteritis dan periarteritis pada arteriola terminal akibat infeksi kronik

yang membaik dengan efek vasodilator dari terapi estrogen; dan tipe II, terdapat

vasodilatasi kapiler yang bertambah jelek dengan terapi estrogen. Sebagian besar

kasus merupakan tipe I. Endarteritis di arteriola akan menyebabkan berkurangnya

aliran darah ke mukosa. Juga akan ditemui infiltrasi sel bulat di submukosa.

Selain itu didapatkan sel endotel bereaksi positif dengan fosfatase alkali yang

menunjukkan adanya absorbsi tulang yang aktif. Atrofi epitel bersilia dan kelenjar

seromusinus menyebabkan pembentukan krusta tebal yang melekat. Atrofi konka

menyebabkan saluran nafas jadi lapang. Ini juga dihubungkan dengan teori proses

autoimun, dimana terdeteksi adanya antibodi yang berlawanan dengan surfaktan

protein A. Defisiensi surfaktan merupakan penyebab utama menurunnya resistensi

hidung terhadap infeksi. Fungsi surfaktan yang abnormal menyebabkan

pengurangan efisiensi klirens mukus dan mempunyai pengaruh kurang baik

terhadap frekuensi gerakan silia. Ini akan menyebabkan bertumpuknya lendir dan

juga diperberat dengan keringnya mukosa hidung dan hilangnya silia. Mukus akan

mengering bersamaan dengan terkelupasnya sel epitel, membentuk krusta yang

merupakan medium yang sangat baik untuk pertumbuhan kuman.1,6

9

Page 10: Rhinitis Atrofi Fix

2.2.6 Gejala Klinis

Pemeriksaan fisik terhadap rinitis atrofi dapat dengan mudah dikenali.

Tanda pertama sering berupa bau (foeter ex nasi) dari pasien. Pada beberapa

kasus, bau ini bisa berat. Hal ini akan menyebabkan ganggguan pada setiap orang

kecuali pasien, karena pasien mengalami anosmia. Beberapa pasien juga

memperlihatkan depresi yang terjadi sebagai implikasi sosial dari penyakit. Pasien

biasanya mengeluh obstruksi hidung (buntu), krusta yang luas, dan perasaan

kering pada hidung.1,6,8,9

Gejala klinis rinitis atrofi secara umum adalah :

Gejala : 1. obstruksi hidung (buntu)

2. sakit kepala

3. epistaksis pada pelepasan krusta

4. bau busuk pada hidung (foeter ex nasi) yang dikeluhkan oleh orang lain

yang ada di sekitarnya. Bau ini tidak diketahui oleh pasien karena atrofi

dari mukosa olfaktoria.

5. Faringitis sikka

6. Penyumbatan yang terjadi karena lepasnya krusta dari nasofaring

masuk ke orofaring.

Tanda : 1. foeter ex nasi

2. krusta dihidung berwarna kuning, hijau, atau hitam

3. pelepasan kusta akan memperlihatkan ulserasi dan perdarahan mukosa

hidung

Mukosa secara umum atrofi, dengan metaplasia epitel skuamosa. Volume

kavum nasi terlihat membesar, yang mungkin terjadi karena adanya laserasi

dinding lateral hidung.

10

Page 11: Rhinitis Atrofi Fix

Gambar 2.1 Rhinitis Atrofi

Sutomo dan Samsudin membagi ozaena secara klinik dalam tiga tingkat : 2

a. Tingkat I : Atrofi mukosa hidung, mukosa tampak kemerahan dan berlendir,

krusta sedikit.

b. Tingkat II : Atrofi mukosa hidung makin jelas, mukosa makin kering, warna

makin pudar, krusta banyak, keluhan anosmia belum jelas.

c. Tingkat III : Atrofi berat mukosa dan tulang sehingga konka tampak sebagai

garis, rongga hidung tampak lebar sekali, dapat ditemukan krusta di nasofaring,

terdapat anosmia yang jelas.

2.2.7 Pemeriksaan Klinis

Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis rinitis

atrofi : 1,6

1. apusan hidung

2. radiologi dan kultur punksi sinus untuk meniyingkirkan sepsis pada sinus.

3. test serologi (VDRL test dan Wasserman test) untuk menyingkirkan sifilis.

4. tes serologi yang lain : − protein Serum.

− pemeriksaan Fe serum

11

Page 12: Rhinitis Atrofi Fix

− pemeriksaan darah rutin

− ANA dan anti-DNA antibodi.

5. scan dianjurkan jika diagnosis meragukan

Pemeriksaan radiologis rinitis atrofi dapat dilakukan pada penyakit primer

maupun sekunder, tapi tidak ada tanda yang dapat membedakan di antara

keduanya. Perubahan kavum hidung bisa ditemukan dengan foto sederhana atau

CT scan. Foto sederhana dapat menunjukkan membusurnya dinding lateral hidung

yang, berkurang atau tidak adanya aliran, atau hipoplastik sinus maksilaris.

Gambar 2.2 CT Scan pada Rhinitis Atrofi

Pada CT scan dapat ditemukan :

• penebalan mukoperiosteum sinus paranasal

• kehilangan ketajaman dari kompleks sekunder osteomeatal untuk meresobsi bula

etmoid dan proses “uncinate”.

• hipoplasia sinus maksilaris

• pelebaran kavum hidung dengan erosi dan membusurnya dinding lateral hidung .

• resopsi tulang dan atrofi mukosa pada konka media dan inferior.

12

Page 13: Rhinitis Atrofi Fix

2.2.8 Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan : anamnesis, dan perubahan yang

terjadi pada hidung seperti adanya pelebaran kavum hidung, atrofi mukosa dan

terdapatnya perlekatan, penebalan dan krusta hijau – kuning, pemeriksaan

mikrobiologi dengan isolasi bakteri seperti K. ozaenae dari kultur hidung . 2,7,8

Diagnosis banding rinitis atrofi sebagai berikut :

1. Rinitis atrofi: sekret bilateral dan berbau dengan krusta berwarna kuning

kehijauan, penderita tidak membau, sedangkan orang lain membau. Lebih banyak

menyerang wanita daripada pria, terutama sekitar usia pubertas.

2. Sinusitis: sekret melimpah dapat bilateral atau unilateral, penderita dan orang

lain disekitarnya membau. Dapat terjadi baik pada anak-anak maupun orang

dewasa. Terkadang ditemukan hiposmia karena adanya obstruksi.

3. Nasofaringitis kronis: sekret post nasal bilateral, penderita membau, sedangkan

orang lain tidak membau. Tidak ada perbedaan frekuensi antara pria dan wanita

2.2.9 Penatalaksanaan

Pada rinitis atrofi terdapat tiga macam teknik penatalaksanaan yaitu secara

topikal, sistemik dan pembedahan. Keseluruhan teknik ini bertujuan untuk

pemulihan hidrasi nasal dan meminimalisir terbentuknya krusta.2,7,8

Terapi Topikal

Salah satu teknik penatalaksanaan yang dipakai secara luas ialah dengan

irigasi nasal. Irigasi nasal lebih tepat disebut sebagai suatu terapi pencegahan atau

sebagai suatu terapi yang bersifat rumatan. Fungsi dari irigasi nasal sendiri ialah

mencegah terbentuknya pengumpulan krusta dalam rongga hidung. Terdapat

beberapa variasi tipe dari bahan irigasi yang dianjurkan namun tak ada literatur

yang menunjukan akan kelebihan bahan yang satu dengan lainnya.

Adapun bahan-bahan itu antara lain:

Betadin solution dalam 100 ml air hangat atau

Campuran : - NaCl

13

Page 14: Rhinitis Atrofi Fix

-NH4Cl

- NaHCO3 aaa9

- Aqua ad 300 cc 1 sendok makan dicampur 9 sendok makan

air hangat

2. Larutan garam dapur

3. Campuran : - Na bikarbonat 28,4

- Na diborat 28,4 g

- NaCl 56,7 g dicampur 280 ml air hangat

4. Larutan antibiotik berupa Gentamisin 80 mg dalam satu liter NaCl

Larutan dihirup ke dalam rongga hidung dan dikeluarkan lagi dengan

menghembuskan kuat-kuat, air yang masuk ke nasofaring dikeluarkan melalui

mulut, dilakukan dua kali sehari. Beberapa literatur juga menyarankan untuk

menambahkan minyak mawar (rose oil) atau mentol untuk menutupi bau yang

terdapat pada rinitis atropi. Perlu diingat bahwa pengobatan topikal rinitis atropi

dengan irigasi nasal tidak berfungsi untuk menghilangkan penyakit, melainkan

sekedar mencegah penyakit hingga harus dilakukan secara berkelanjutan. Ketidak

patuhan dalam melanjutkan terapi biasnya berdampak dengan kambuhnya

penyakit dalam sebagian besar kasus.2,7,9

Terapi Sistemik

Terapi sistemik biasa digunakan secara simultan dengan terapi topikal.

Terapi yang biasa digunakan ialah dengan pemberian antibiotik. Diberikan

antibiotik berspektrum luas atau sesuai dengan uji resistensi kuman, dengan dosis

yang adekuat sampai tanda-tanda infeksi hilang. Penelitian terakhir merujuk

pengobatan akan terjadinya infeksi akut dengan menggunakan antibiotik

aminoglikosida oral atau streptomisin injeksi. Meskipun penggunaannya

seringkali cukup efektif, efek toksisitas dari obat akan muncul setelah kurun

waktu 2 tahun pemakaian.1,2,8

Beberapa terapi sistemik lain juga dianjurkan diantaranya ialah adjuvan

berupa vitamin A yang terbukti berhasil mengalami peningkatan >80% dalam

sebuah penelitian dan adjuvan berupa besi yang juga berhasil mengalami

14

Page 15: Rhinitis Atrofi Fix

peningkatan >50%. Penggunaan kortikosteroid juga pernah diajukan sebagai suatu

adjuvan namun beberapa ahli menyatakan penggunaan kortikosteroid merupakan

kontra indikasi bagi pasien dengan rinitis atropi. Vasokontriksi untuk kongesti

nasal juga merupakan kontra indikasi karena berhubungan dengan berkurangnya

vaskularisasi di mukosa.

Terapi Bedah

Pada kebanyakan kasus meskipun dengan terapi medikamentosa yang

maksimal, pasien akan selalu mengeluhkan krusta yang terbentuk dan bau dari

rongga hidung yang muncul meskipun sudah seringkali melakukan terapi lanjutan.

Dalam rangka mencegah pasien untuk bergantung pada terapi medikamentosa

sepanjang hidupnya perlu dilakukan terapi bedah. Secara umum terapi bedah

terdiri dalam 3 bagian kategori antara lain denervasi, reduksi volume rongga

hidung dan penutupan nasal. 1,6,8

Beberapa teknik operasi yang dilakukan antara lain:

1. Operasi Young

Penutupan total rongga hidung dengan flap. Telah dilaporkan hasil yang

baik dengan penutupan lubang hidung sebagian atau seluruhnya dengan menjahit

salah satu hidung bergantian masing-masing selama periode tiga tahun.

2. Operasi Young yang dimodifikasi

Penutupan lubang hidung dengan meninggalkan 3 mm yang terbuka.

3. Operasi Lautenschlager

Dengan memobilisasi dinding medial antrum dan bagian dari etmoid,

kemudian dipindahkan ke lubang hidung.

4. Implantasi submukosa dengan tulang rawan, tulang, dermofit, bahan sintetis

seperti teflon, campuran triosite dan lem fibrin.

5. Transplantasi duktus parotis ke dalam sinus maksila (operasi Wittmack) dengan

tujuan membasahi mukosa hidung.

15

Page 16: Rhinitis Atrofi Fix

Adapun operasi yang bertujuan sebagai denervasi nasal antara lain:

1. Simpatektomi servikal

2. Blokade ganglion Stellata

3. Blokade atau ekstirpasi ganglion sfenopalatina

Beberapa penelitian melaporkan operasi penutupan koana menggunakan

flafaring pada penderita rinitis atrofi anak berhasil dengan memuaskan. Penutupan

ini juga dapat dilakukan pada nares anterior yang bertujuan untuk

mengistirahatkan mukosa hidung.1,2

2.2.10 Prognosis

Dengan operasi diharapkan perbaikan mukosa dan keadaan penyakitnya.

Pada pasien yang berusia diatas 40 tahun, beberapa kasus menunjukkan

keberhasilan dalam pengobatan.

16

Page 17: Rhinitis Atrofi Fix

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Rinitis atrofi adalah penyakit infeksi hidung kronik, yang ditandai adanya atrofi

progresif mukosa dan tulang konka disertai pembentukan krusta. Etiologi dan patogenesis

rinitis atrofi sampai sekarang belum dapat diterangkan dengan memuaskan. Oleh karena

etiologinya belum pasti, maka pengobatannya belum ada yang baku. Pengobatan

ditujukan untuk menghilangkan faktor penyebab dan untuk menghilangkan gejala.

Pengobatan dapat diberikan secara konservatif atau operatif.

17