Atrofi Papil Non Glaukoma
description
Transcript of Atrofi Papil Non Glaukoma
BAB I
PENDAHULUAN
Atrofi papil nervus optikus adalah degenerasi nervus optik yang tampak sebagai
papil berwarna pucat akibat hilangnya pembuluh darah kapiler serta akson dan selubung
myelin nervus optikus dan digantikan oleh jaringan glia. Atrofi papil bukan merupakan
penyakit akan tetapi merupakan tanda akan kondisi yang berpotensi serius, keadaan ini
merupakan proses akhir dari suatu proses yang terjadi di retina, kerusakan yang sangat
luas dari nervus optikus akan menimbulkan atrofi papil dan dapat menimbulkan mata
menjadi buta, untuk itu diperlukan penegakan diagnosis yang cermat dan tepat
sehingga dapat segera tertangani. Gejala awal berupa keluhan mata kabur disertai
pandangan gelap yang disertai dengan sakit kepala, lemas dan mual. Penegakan diagnosis
atrofi papil memerlukan pemeriksaan mata yang lengkap seperti ; pemeriksaan visus, tes
lapang pandang, penglihatan warna, reflex pupil, pemeriksaan retina dan diskus optikus
dengan menggunakan oftalmoskop. Pemeriksaan penunjang lainnya berdasarkan penyakit
yang menyebabkannya.
Cupping patologis saraf optik paling sering dikaitkan dengan neuropati optik
glaukoma tetapi jenis lain neuropati optik juga telah dilaporkan menyebabkan cupping dari
disk optik; kondisi seperti neuropati iskemik optik, tumor intrakranial, dan optik neuritis.
Secara klinis ditemukan petunjuk seperti optik kepala saraf pucat dapat berguna dalam
membedakan glaukoma dari nonglaucomatous atrofi papil nervus optikus .
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 DEFINISI
Atropi papil merupakan kerusakan pada saraf optik yang mengakibatkan degenerasi
saraf optik yang terjadi sebagai hasil akhir suatu proses patologik yang merusak akson
pada sistem penglihatan anterior.Atropi papil dapat bersifat primer atau sekunder. Atropi
papil merupakan suatu tanda yang penting dari suatu penyakit saraf optik lanjut. Atropi
papil tidak terjadi dengan segera tetapi umumnya terjadi 4-6 minggu setelah terjadinya
kerusakan akson.
II.2 EPIDEMIOLOGI
Di Amerika menurut penelitian Tielsch dkk,prevalensi kebutaan akibat atropi
papil adalah 0,8%. Menurut penelitian Munoz dkk prevalensi gangguan penglihatan
dan kebutaan akibat atropi papil adalah 0,04% dan 0,12%.Atropi papil bukanlah suatu
penyakit,tetapi merupakan suatu tanda dari berbagai proses penyakit,sehingga morbiditas
dan mortalitasnya sangat tergantung pada penyebabnya. Atropi papil lebih banyak
dijumpai pada orang Afrika Amerika (0,3%) dibanding pada kulit putih (0,05%). Atropi
papil dapat terjadi pada wanita dan laki-laki, dan dapat terjadi pada semua umur.
II.3 ANATOMI
Optik nerve terdiri dari lebih dari 1 juta akson yang dimulai dari lapisan sel ganglion
retina dan memanjang ke arah cortex occipital. Saraf optik bervariasi panjangnya dari 35-55
mm dan rata-rata 40 mm.
Gambar optic disc normal pada mata kanan.
2
Optik nerve dibagi ke dalam daerah topografik berikut :
- bagian intraocular
- bagian intraorbital
- bagian intracanalicular
- bagian intracranial
Intraocular
Permukaan anterior optik nerve dapat dilihat secara oftalmoskopik sebagai optic nerve
head atau optic disc. Optic nerve head berbentuk oval dan berukuran kira-kira 1,5 mm secara
horisontal dan 1,75 secara vertikal dengan terdapat bagian depresi berbentuk cup, dimana cup
fisiologik secara umum berlokasi sedikit ke arah temporal terhadap titik pusat geometriknya.
Optic nerve head terbagi menjadi :
- superficial nerve fiber layer
- prelaminar
- laminar
- retrolaminar
Gambar Optic nerve head
Bagian dari optic nerve head yang termasuk ke dalam bagian intra ocular adalah
superficial nerve fiber layer; prelaminar; dan laminar (ketiga bagian inilah yang secara
anatomis sebagai anterior optic nerve) serta diperdarahi oleh arteri siliaris posterior dan
arteriol retinal.
3
A = arachnoid; C = choroid; CRA = central retinal artery; Col. Br. = Collateral branches; CRV = central retinal vein; D = dura; LC = lamina cribrosa; NFL = surface nerve fiber layer of the disc; OD = optic disc; ON = optic nerve; P = pia; PCA = posterior ciliary artery; PR and PLR = prelaminar region; R = retina; RA = retinal arteriole; S = sclera; SAS = subarachnoid space.
Salah satu penyebab utama terjadinya kelainan optic nerve head pada penderita
anterior iskemik optik neuropathy adalah gangguan vaskularisasi pada arteri siliaris posterior
sehingga menimbulkan iskemia pada optic nerve head yang berakibat menimbulkan
gangguan pada penglihatan.
II.4 PATOFISIOLOGI
Degenerasi saraf optik berhubungan dengan kegagalan regenerasi, di mana terjadi
proliferasi astrosit dan jaringan glial. Akson saraf optik ditutupi oleh oligodendrosit, jika
sekali akson ini rusak maka tidak akan dapat beregenerasi (Skuta,2010 ; Gandhi
Rashmin, 2012).
Terdapat 3 teori patogenesis:( Skuta,2010; Kanski,2007)
1. Degenerasi serabut saraf yang berhubungan dengan gliosis
berlebihan.Perubahan ini merupakan tanda patologis dari consecutive optic
atrophy dan postneuritic optic atrophy.
2. Degenerasi serabut saraf dan gliosis dalam keadaan normal,di mana astrosit
berproliferasi dengan sendirinya dan tersusun pada kolum longitudinal
mengganti serabut saraf (columnar gliosis).Keadaan ini terjadi pada atropi papil
primer.
3. Degenerasi serabut saraf yang berhubungan dengan gliosis yang tidak
berfungsi. Hal ini terjadi akibat berkurangnya aliran darah.Perubahan patologi
ini disebut sebagai cavernous optic atrophy dan merupakan ciri dari
glaukoma dan ischaemic optic atrophy.
4
Gambar funduskopi pada atrofi papil
II.5 KLASIFIKASI
Terdapat dua macam atrofi nervus optikus yaitu atrofi optik akuisita dan atrofi
optik heredodegeneratif (kongenital)
II.5.1. ATROFI OPTIK AKUISITA
A. Definisi
Atrofi optik adalah hilangnya akson nervus optikus dan digantikan oleh
jaringan glia.
B. Etiologi
1. oklusi vaskular
2. proses degenerasi
3. pasca papil edema
4. pasca neuritis optik
5. pada adanya tekanan nervus optikus oleh apapun
6. glaukoma
7. gangguan metabolisme misalnya diabetes melitus
8. intoksikasi
9. kelainan kongenital
10. trauma
11. degenerasi retina
5
C. Klasifikasi
1. Papil atrofi primer
• terjadi akibat proses degenerasi di retina atau proses retrobulber
• klinis tampak papil berbatas jelas, ekskavasio yang lebar, tampak lamina
kribosa pada dasar ekskavasio
2. Papil atrofi sekunder
• terjadi akibat peradangan akut saraf optik yang berakhir dengan
prosesdegenerasi.
• Tampak tepi papil agak kabur, warna pucat sedangkan lamina kribrosa tidak
tampak.
Diagnosa banding atrofi primer dan sekunder
6
Atrofi Papil Nervus Optikus Primer Atrofi Papil Nervus Optikus Sekunder
D. Patofisiologi
E. Gejala dan Tanda
Gejala dan tanda atrofi papil tentunya juga tergantung dari penyakit yang
mendasari. Gejala dan tanda umum adalah sebagai berikut:
1. Penurunan visus
2. Gangguan persepsi warna
3. Gangguan lapangan pandang yang beraneka ragam tergantung penyebabnya.
7
Bentuk kelainan pada lapangan pandang dapat berupa membesarnya bintik
buta fisiologik dapat menyebabkan:
- Skotoma Busur (arkuata) : dapat terlihat pada glaucoma, iskemia papil saraf
optik, dan oklusi arteri retina sentral
- Skotoma Sentral : pada retinitis sentral
- Hemianopsia bitemporal : hilangnya setengah lapang pandang temporal
kedua mata, khas pada kelainan kiasma optik, meningitis basal, kelainan
sphenoid dan trauma kiasma.
- Hemianopsia binasal : defek lapang pandang setengah nasal akibat tekanan
bagian temporal kiasma optik kedua mata atau atrofi papil saraf optik
sekunder akibat TIK meninggi.
- Hemianopsia heteronym : bersilang, dapat binasal atau bitemporal
- Hemianopsia homonym : hilang lapang pandang pada sisi yang sama pada kedua
mata, pada lesi temporal
- Hemianopsia altitudinal : hilang lapang pandang sebagian atas atau bawah, dapat
terjadi pada iskemik optik neuropati, kerusakan saraf optik, kiasma dan kelainan
korteks .
F. Diagnosis
Anamnesis
Anamnesis dilakukan untuk menentukan ada tidaknya riwayat kondisi
yang sama dalam keluarga. Selain itu pada anamnesis juga ditanyakan riwayat
penggunaan obat-obatan tertentu dan riwayat keracunan.
Pemeriksaan lintas visual
1. Pemeriksaan visus, baik visus sentral jauh maupun sentral dekat dengan
usaha koreksi sebaik mungkin (Snellen Chart)
2. Pemeriksaan lapangan pandang baik dengan cara yang paling sederhana
atau dengan alat yang canggih misalnya :
a. Uji konfrontasi
• Uji lapang pandang yang paling sederhana
• Lapang pandang pasien dibandingkan dengan lapang pandang
pemeriksa
8
• Pasien dan pemeriksa berdiri berdiri berhadapan dan bertatap muka
dengan jarak 60 cm
• Mata kanan pemeriksan dan mata kiri pasien ditutup, mata kiri
pemeriksa menatap mata kanan pasien
• Pemeriksa menggerakkan jari dari arah temporalnya dengan jarak yang
sama dengan mata pasien kearah sentral
• Bila pemeriksa telah melihat benda atau jari di dalam lapang
pandangannya, maka bila lapang padang pasien juga normal akan
dapat melihat benda tersebut.
• Bila lapang pandang pasien menciut maka ia akan melihat benda atau jari
itu setelah berada lebih ke tengah dalam lapang pandang pemeriksa
• Dengan cara ini dapat dibandingkan lapang pandang pemeriksa dan
pasien pada semua arah
b. Pengujian dengan perimeter Goldmann
• Dengan memakai bidang parabola yang terletak 30 cm di depan
pasien
• Pasien diminta untuk terus menatap titik pusat alat dan kemudian
benda digerakkan dari perifer ke sentral.
• Bila ia melihat benda atau sumber cahaya tersebut, maka dapat
ditentukan setiap batas luar lapang pandangannya
• Dapat pula ditentukan letak bintik buta pada lapang pandang pasien
c. Pemeriksaan persepsi warna, bisa dilakukan dengan uji ishikara
d. Pemeriksaan refleks pupil
e. Penemuan oftalmoskopis juga tergantung dari penyebabnya (papil
pucat bisa
dengan batas tegas atau batas kabur, demikian juga bisa bersifat datar,
cekung, atau menonjol)
II.5.2. ATROFI OPTIK HEREDODEGENERATIF
A. Definisi
Atrofi optik ini merupakan sebagian penyebab dari gangguan visus
sentral bilateral simetris yang berlangsung pelan-pelan.
9
B. Klasifikasi
1. Atrofi Optik Dominan
Atrofi optik dominan mula-mula dilaporkan oleh Kjer, Pewarisannya dominan
autosom
a. Gejala :
• Penurunan penglihatan tidak kentara pada masa kanak-kanak, pada
skrining hanya ditemukan penurunan ketajaman mata yang ringan.
• Mula timbulnya lambat antara umur 4 sampai 8 tahun
• Khasnya terdapat skotoma sentrosekalis dengan gangguan penglihatan
warna.
• Pasien mungin mengalami nistagmus atau tidak
b. Pemeriksaan fisik :
• Pemeriksaan visus : gangguan visusnya sedang antara 20/30 sampai
20/70. Jarang sampai 20/200. (penyakit dominan memang biasanya lebih
ringan daripada penyakit resesif).
• Pemeriksaan lapangan pandang : skotoma sekosentral, lapang pandang
perifernya biasanya normal.
• Pemeriksaan slit lamp akan didapatkan Kepucatan temporal diskus
optikus, ekskavasio sektoral temporal dan penipisan berkas serabut saraf,
sesekali terlihat cupping diskus yang ringan
• Pemeriksaan isikhara : diskromatopsia (buta warna)
c. Diagnosis :
• Mengidentifikasi adanya anggota keluarga yang lain yang terkena.
• Defek genetik pada lengan panjang kromosom 3 • Kelainan ini dapat
berhubungan dengan tuli progresif atau kongenital atau dengan ataksia, tetapi
jarang terjadi.
2. Atrofi Optik Resesif
Atrofi optik resesif kadang-kadang terjadi pada neonatus sehingga disebut
atrofi optik kongenital. Mula timbulnya kebanyakan umur 3-4 tahun. Gangguan
visusnya biasanya berat, kadang-kadang dengan nistagmus. Diskus optikusnya pucat
dan terjadi pengecilan pembuluh darah. Atrofi optik juga bisa merupakan bagian
dari sindroma yang lebih luas. Dapat disertai penurunan pendengaran progresif,
kuadriplegia spastik dan demensia. Sindrom Wolfram (insipidus juvenilis, diabetes
10
melitus, atrofi optik, dan tuli) bisa juga menyertai. Diabetes juvenilis disertai
atrofi optik yang kepucatan diskus optikusnya sebanding dengan beratnya atrofi
optik.
3. Penyakit Leber
Penyakit ini mula-mula ditemukan oleh Leber tahun 1871.Neuropati optik
herediter Leber adalah suatu penyakit yang jarang dan ditandai oleh serentetan
neuropati optik subakut
a. Epidemiologi :
Biasanya terjadi pada pria berusia 11-30 tahun.
b. Etiologi :
Penyakit ini disebabkan kelainan genetik, mutasi yang mengenai suatu titik
(point mutation) pada DNA mitokondria (mtDNA) dengan lebih 90%
keluarga yang terkena mengalami mutasi titik pada posisi 1178, 14484, atau
3460. mtDNA secara ekslusif diturunkan dari ibu dan akibatnya sesuai
dari pola umum pewarisan mitokondria (maternal) mutasinya diteruskan
melalui garis wanita, hal ini disebabkan karena spermatozoa tidak
mengandung mitokondria dan kalaupun ada mitokondria maka
mitokondria ini akan mati saat pembuahan, penyakit ini jarang
bermanifestasi pada wanita karier, diprediksikan akan bermanifestasi pada
keponakan laki-laki sesuai garis ibu.
b. Gejala :
• Penglihatan kabur
• Skotoma sentral tampak pada satu mata, kemudian pada mata
sebelahnya
• Timbul sakit kepala dan tanda meningeal karena terjadi peradangan
arakhnoid
d. Patofisiologi :
• Pada fase akut akan terjadi edema diskus optikus dan retina
peripapilar disertai pelebaran pembuluh-pembuluh darah kecil yang
teleangiektasis di permukaannya; tetapi khasnya tidak ada kebocoran diskus
optikus pada pemeriksaan angiografi fluoresein.
• Kedua nervus optikus akhirnya menjadi atrofi dan penglihatan biasanya
antara 20/200 dan hitung jari.
11
• Hilangnya penglihatan biasanya tidak total dan tidaka da kekambuhan.
• Penyakit ini mungkin disertai dengan penyakit mirip skeloris multipel, defek
konduksi jantung, dan distonia
e. Diagnosis :
• Ditegakkan dengan pemeriksaan titik mutasi mtDNA, berdasarkan
penemuan satu dari tiga titik mutasi DNA
f. Diagnosis Banding :
• Myoclonic epilepsy and ragged red fibers (MERRF)
• Miopati mitokondrial, Asisdosis laktat, Serangan serupa stroke
(mitochondrial myopathy, lactic acidosis, and stroke like episodes –
MELAS)
• Neuropati optik sekunder seperti degenerasi retina (sindrom Kearns-Sayre),
Sindrom Wolfram
4. Penyakit Neurodegeneratif Herediter
Beberapa penyakit neurodegeneratif dengan awitan antara masa kanak-kanan
sampai dewasa muda bermanifestasi sebagai gangguan neurologik progresif
dan atrofi optik dengan keparahan bervariasi, di antaranya:
• Ataksia spinoserebelar herediter ( ataksia Friedreich)
• Neuropati sensorik dan motorik herediter ( penyakit Charchot Marrie-Tooth)
• Lysosomal storage disease
• Sfiongolipiodosis , mengalami atrofi pada akhir perjalanan penyakitnya
• Leukodistropi pada tahap yang lebih dini
• Degenerasi spongiform Canavan
• Distrofi glioneural (penyakit Alper)
• Penyakit Resfum, atrofi optik terjadi sekunder akibat retinopati pigmentasi
• Hidrosefalus dari mukopolisakarida di meningens atau di sel glia nervus
optikus
II.6. SINDROMA FOSTER KENNEDY
Dengan nama lain sindroma Basal-Frontal atau sindroma Gowers-Paton
Kennedy adalah suatu sindroma yang ditimbulkan adanya lesi di intrakranial baik
berupa tumor maupun non tumor, serta ditandai dengan gambaran papil atrofi
pada sisi yang sesuai dengan lesi dan papil edema pada sisi kontralateral lesi. Lesi
12
tersebut umumnya berada di daerah frontal basal atau disekitar sayap sfenoid
dan menyebabkan penekanan pada saraf optik.
Gambaran lain yang bisa dijumpai adalah pada pemeriksaan lapang
pandangan bisa didapatkan adanya skotoma sentral di sisi papil yang mengalami
atrofi serta adanya pelebaran bintik buta dan konstriksi perifer di sisi yang
mengalami papiledema.
Terdapat 2 bentuk sindroma Foster Kennedy yaitu: bentuk lengkap
(complete form), bentuk tidak di lengkapi (incomplete form).
1. Bentuk lengkap (complete form) terdiri dari gambaran papil atrofi pada mata
yang sesisi dengan tumor (yang disebabkan oleh penekanan langsung saraf optik
bagian intrakranial) dan papiledema pada mata jirannya karena peningkatan
tekanan intra kranial.
2. Bentuk tidak lengkap (incomplete form ) dari sindroma ini yaitu
papilledema bilateral dengan gambaran funduskopi yang asimetris dimana
terdapat perbedaan yang sangat nyata antara kedua sisinya. Papil atrofi primer
dengan skotoma sentral atau gambaran papil saraf optik normal namun
terdapat skotoma sentral pada pemeriksaan lapang pandangan pada satu mata
dan gambaran papilledema pada mata yang lain. Atrophic papiledema pada
satu mata dan papiledema pada mata yang lain.
Papil Edema
Papil Edema adalah pembengkakan papil saraf optik akibat dari peningkatan
tekanan intrakranial. Rongga subarakhnoid otak berhubungan dengan selaput saraf
optik. Oleh sebab itu bila terjadi peningkatan tekanan intrakranial maka peningkatan
tersebut akan diteruskan ke saraf optik dimana reaksi selaput saraf optik sebagai
torniquet mengganggu transport aksoplasmik.
Papiledema dapat dikelompokan dalam 4 tipe berdasarkan klasifikasi Walsh
& Hoyt's adalah
A. papiledema awal yaitu hiperemi papil, pembengkakan papil, papil saraf
optik batas kabur, lapisan serabut saraf retina peripapiler kabur, hilangnya
pulsasi vena spontan.
B. perkembangan lengkap dimana elevasi tinggi permukaan papil saraf optik,
tepi papil makin kabur, vena tampak lebih besar dan lebih hitam, perdarahan
pada dan di sekitar papil (peripapillary splinter hemorrhage) dan kadang
13
terdapat lipatan koroid, bercak (cotton wool spot) akibat infark lokal retina,
lipatan retina yang melingkar (Paton's line).
C. papiledema kronik yaitu terjadinya perdarahan lebih jelas, papil saraf optik
terobliterasi sempurna, hiperemi papil saraf optik berkurang, terjadi
eksudat keras pada permukaan papil, shunt vena retina koroidal (“Shunt
optociliar“) mulai terlihat.
D. papiledema atrofi dimana warna papil berubah pucat atau abu-abu kotor dan
kabur, edema pada papil menurun, pembuluh-pembuluh darah retina
menyempit, perubahan pigmentasi dan lipatan-lipatan koroid yang menetap,
shunt vena retina koroidal (“Shunt optociliar”).
Edema papil
Oklusi vena menyebabkan tekanan kapiler dan vena meningkat sehingga
aliran darah menjadi terhambat. Akibatnya terjadi hipoksia pada retina yang
disuplai yang selanjutnya menyebabkan kerusakan sel-sel endothel kapiler dan
ekstravasasi dari darah dan komponennya. Gambaran fundusnya antara lain
pembuluh darah vena yang melebar dan berbelok-belok, perdarahan retina (dot
dan flame shaped), cotton wool spots, edema dan perdarahan makula serta
edema dan perdarahan papil.
14
II.7. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan neuritis optikus dengan kortikosteroid hingga saat ini masih
kontroversial. Sedangkan penatalaksanaan atrofi papil saraf optikus karena penyebab
yang lain tergantung pada penyakit yang mendasari.
II.8. PENCEGAHAN
Atrofi papil saraf optikus dapat dicegah dengan melakukan pemeriksaan mata
teratur, terutama bagi mereka yang mengalami penurunan penglihatan. Deteksi awal adanya
inflamasi atau masalah lain akan memperkecil kemungkinan terjadinya atrofi karena
intervensi yang dapat segera diambil. Sedangkan pada mereka yang secara genetik
berisiko menderita Leber’s hereditary aptic neuropathy, disarankan untuk mengkonsumsi
vitamin C, vitamin E, coenzyme Q 10 , atau anti oksidan lainnya; serta menghindari
konsumsi tembakau dan alkohol. Menghindari paparan terhadap zat beracun dan
mencegah malnutrisi juga dapat menjauhkan kemungkinan terjadinya neuritis optikus
toksik atau nutrisional.
II.9. PROGNOSIS
Banyak pasien dengan neuritis optikus pada akhirnya akan mengalami multipel
sklerosis. Sebagian besar pasien akan pulih penglihatannya secara bertahap setelah satu
episode neuritis optikus, bahkan tanpa pengobatan. Sedangkan kemungkinan perbaikan
penglihatan pada Leber’s hereditary aptic neuropathy sangat kecil. Pada neuropati optikus
toksik atau nutrisional, jika penyebabnya dapat diketahui dan ditangani secara dini,
penglihatan dapat kembali normal setelah beberapa bulan.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan, Daniel G. 2000 Oftalmologi Umum. Edisi ketiga. Widya Medika: Jakarta.
2. Ilyas, Prof. Dr. H. Sidarta. 2006. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta.
3. Yogiantoro, et al. 2006. Papil Atrofi. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit
Mata Edisi III. Surabaya: RSU Dokter Soetomo. Hal: 54-55.
4. Atrofi Papil Nervus Optikus Primer.
http://www.acponline.org/mobile/ophthalmologywaxman2011/oda.html
5. “Optic Atrophy” Lecture by Prof. V. Rajaram at Regional Institute of Ophthalmology,
Chennai. September 16, 2006.
16