rheumatoid arthritis
-
Upload
yudis-pramana -
Category
Documents
-
view
116 -
download
0
description
Transcript of rheumatoid arthritis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Arthritis rheumatoid adalah suatu penyakit peradangan kronik yang
menyebabkan degenerasi jaringan ikat, peradangan (inflamasi) yang terjadi secara
terus-menerus terutama pada organ sinovium dan menyebar ke struktur sendi di
sekitarnya, seperti tulang rawan, ligamen dan tendon.
Prevalensi AR lebih banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan
dengan laki-laki dengan rasio 3:1 dan dapat terjadi pada semua kelompok umur,
dengan angka kejadian tertinggi didapatkan pada dekade keempat dan kelima.
Inflamasi ditandai dengan penimbunan sel darah putih, pengaktifan
komplemen, fagositosis dan pembentukan jaringan granular. Inflamasi kronik
menyebabkan hipertropi dan penebalan membran pada sinovium, terjadi
hambatan aliran darah dan nekrosis sel dan inflamasi berlanjut.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. apakah definisi dari Arthritis rheumatoid?
2. bagaimana etiologi dari Arthritis rheumatoid?
3. bagaimana patogenesis dari Arthritis rheumatoid?
4. apa saja gejala klinis dari Arthritis rheumatoid?
5. Bagaimana prevalensi dari Arthritis rheumatoid?
1
1.3 Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan dari pembahan makalah ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana definisi dari Arthritis rheumatoid
2. Untuk mengetahui bagaimana etiologi dari Arthritis rheumatoid
3. Untuk mengetahui bagaimana pathogenesis dari Arthritis rheumatoid
4. Untuk mengetahui bagaimana gejala klinis dari Arthritis rheumatoid
5. Untuk mengetahui penyebaran penyakit melalu angka prevalensi dari
Arthritis rheumatoid
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Meupakan penyakit autoimun yang mengakibatkan peradangan dari
lapisan selaput sendi (sinovium) yang mana menyebabkan nyeri. Merupakan salah
satu dari penyakit hipersensitifitas tipe 4. Menyebabkan kerusakan pada tulang
dan kartilago. Terdapat lesi ekstra artikular, seperti di kulit, jantung, paru-paru
dan hepar. Biasanya menyerang sendi kecil seperti tangan, kaki, dan pergelangan
tangan secara simetris. Efek sistemiknya seperti vaskulitis dan visceral nodul.
Insidennya tiga kali lebih sering kepada perempuan dari pada laki-laki. Insidensi
meningkat dengan bertambahnya usia dengan puncak antara usia 35 - 60 tahun.
2.2 Epidemiologi
Pada kebanyakan populasi di dunia, prevalensi AR relatif konstan yaitu
berkisar antara 0,5-1%. Prevalensi yang tinggi didapatkan di Pima Indian dan
Chippewa Indian masing-masing sebesar 5,3% dan 6,8%. Prevalensi AR di India
dan di negara barat kurang lebih sama yaitu sekitar 0,75%. Sedangkan di China,
Indonesia, dan Philipina prevalensinya kurang dari 0,4% baik di daerah urban
maupun rural. Hasil survey yang dilakukan di Jawa Tengah mendapatkan
prevalensi AR sebesar 0,2% di daerah rural dan 0,3% di daerah urban. Sedangkan
penelitian yang dilakukan di Malang pada penduduk berusia diatas 40 tahun
mendapatkan prevalensi sebesar 0,5% di daerah Kotamadya dan 0,6% di daerah
kabupaten. Di klinik Reumatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, kasus
baru AR merupakan 4,1% dari seluruh kasus baru tahun 2000 dan pada periode
Januari sampai dengan Juni 2007 didapatkan sebanyak 203 kasus AR dari jumlah
seluruh kunjungan sebanyak 2.346 orang (15,1%). Prevalensi AR lebih banyak
ditemukan pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki dengan rasio 3:1 dan
dapat terjadi pada semua kelompok umur, dengan angka kejadian tertinggi
didapatkan pada dekade keempat dan kelima.
3
2.3 Etiologi
Penyebab pasti reumatod arthritis tidak diketahui. Biasanya merupakan
kombinasi dari faktor genetic, lingkungan, hormonal dan faktor system
reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri,
mikoplasma dan virus
Penyebab utama kelainan ini tidak diketahui. Ada beberapa teori yang
dikemukakan mengenai penyebab artritis reumatoid, yaitu :
1. Infeksi streptokokus hemolitikus dan streptokokus non-hemolitikus
2. Endokrin
3. Autoimun
4. Metabolik
5. Faktor genetik serta faktor pemicu lainnya.
Pada saat ini, artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun
dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi
mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme mikoplasma atau grup
difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi
penderit
Beberapa virus dan bakteri diduga sebagai agen penyebab penyakit AR.
Organisme ini diduga menginfeksi sel induk semang (host) dan merubah
reaktivitas atau respon sel T sehingga mencetuskan timbulnya penyakit.
Walaupun belum ditemukan antigen infeksi yang secara nyata terbukti sebagai
penyebab penyakit.
Tabel: Agen Infeksi yang Diduga sebagai Penyebab Artritis Reumatoid
Agen Infeksi Mekanisme patogenik
Mycoplasma Infeksi sinovial langsung, superantigen
4
Parvovirud B19 Infeksi sinovial langsung
Retrovirus Infeksi sinovial langsung
Enteric bacteria Kemiripan molekul
Mycobacteria Kemiripan molekul
Epstein-Barr Virus Kemiripan molekul
Bacterial cell walls Aktifasi makrofag
Protein Heat Shock (HSP)
HSP adalah keluarga protein yang diproduksi oleh sel pada semua spesies
sebagai respon terhadap stres. Protein ini mengandung untaian (sequence) asam
amino homolog. HSP tertentu manusia dan HSP mikrobakterium tuberkulosis
mempunyai 65% untaian yang homolog. Hipotesisnya adalah antibodi dan sel T
mengenali epitop HSP pada agen infeksi dan sel host. Hal ini memfasilitasi reaksi
silang limfosit dengan sel host sehingga mencetuskan reaksi imunologis. Dan
mekanisme ini dikenal sebagai kemiripan molekul (molecular mimicry).
2.4 Faktor Resiko
Faktor resiko yang berhubungan dengan peningkatan terjadinya AR antara
lain jenis kelamin perempuan, ada riwayat keluarga yang menderita AR, umur
lebih tua, paparan salisilat dan merokok. Konsumsi kopi lebih dari tiga cangkir
sehari, khususnya kopi decaffeinated mungkin juga beresiko. Makanan tinggi
vitamin D, konsumsi teh dan penggunaan kontrasepsi oral berhubungan dengan
penurunan resiko. Tiga dari perempat perempuan dengan AR mengalami
perbaikan gejala yang bermakna selama kehamilan dan biasanya kambuh kembali
setelah melahirkan.
2.5 Patogenesis
Arthritis rheumatoid adalah penyakit peradangan kronik yang
menyebabkan degenerasi jaringan ikat. Peradangan (inflamasi) pada AR terjadi
secara terus-menerus terutama pada organ sinovium dan menyebar ke struktur
5
sendi di sekitarnya seperti tulang rawan, kapsul fibrosa sendi, ligamen dan tendon.
Inflamasi ditandai dengan penimbunan sel darah putih, pengaktifan komplemen,
fagositosis ekstensif dan pembentukan jaringan granular. Inflamasi kronik
menyebabkan hipertropi dan penebalan pada membran sinovium, terjadi hambatan
aliran darah dan nekrosis sel dan inflamasi berlanjut.
Inflamasi menyebabkan pelepasan berbagai protein sitokin. Sitokin
memiliki fungsi antara lain memelihara keseimbangan tubuh selama terjadi respon
imun, infeksi, kerusakan, perbaikan jaringan, membersihkan jaringan mati, darah
yang membeku dan proses penyembuhan. Jika produksi sitokin meningkat,
kelebihan sitokin dapat menyebabkan kerusakan yang serius pada sendi saat
inflamasi AR. Sitokin yang berperan penting pada AR antara lain adalah IL-1, IL-
6, TNF-α dan NO. Nitrit oksida, diketahui dapat menyebabkan kerusakan sendi
dan berbagai manifestasi sistemik.
Leukosit adalah bagian sistem imun tubuh yang secara normal dibawa ke
sinovium dan menyebabkan reaksi inflamasi atau sinoviositis saat antigen
berkenalan dengan sistem imun. Elemen-elemen sistem imun (gambar 1) dibawa
ke tempat antigen, melalui peningkatan suplai darah (hiperemi) dan permeabilias
kapiler endotel, sehingga aliran darah yang menuju ke lokasi antigen lebih banyak
membawa makrofag dan sel imun lain.
Saat inflamasi leukosit berfungsi
menstimulasi produksi molekul
leukotriens, prostaglandin (membuka
pembuluh darah dan meningkatkan
aliran darah) dan NO (gas yang
berperan dalam fleksibilitas dan
dilatasi pembuluh darah, dalam
jumlah yang tinggi merupakan
substansi yang berperan besar pada
berbagai kerusakan AR).
6
Peningkatan permeabilitas vaskular lokal menyebabkan anafilatoksin (C3,
C5). Local vascular pada endotel melepas NO dengan vasodilatasi, meningkatkan
permeabilitas vaskular, ekspresi molekul adhesi pada endothel, pembuluh darah,
ekspresi molekul MHC kelas II dan infiltrasi sel neutrofil dan makrofag .
Gambar 1. Mekanisme inflamasi yang terlibat dalam proses AR
Inflamasi sinovial dapat terjadi pada pembuluh darah, yang menyebabkan
hiperplasia sel endotel pembuluh darah kecil, fibrin, platelet dan inflamasi sel
yang dapat menurunkan aktivitas vaskuler pada jaringan sinovial. Hal ini
menyebabkan gangguan sirkulasi darah dan berakibat pada peningkatan
metabolisme yang memacu terjadinya hipertropi (bengkak) dan hiperplasia
(membesar) dan sel dalam keadaan hipoksia (gambar 2). Sel yang hipoksia dalam
sinovium berkembang menjadi edema dan menyebabkan multiplikasi sel sinovial.
Sel pada sinovium tumbuh dan membelah secara abnormal, membuat lapisan
sinovium menebal, sehingga sendi membesar dan bengkak.
7
Gambar 2.
Perbandingan sel
normal dan kondisi
hipoksia
Berkembangnya fase penyakit, ditunjukkan dengan penebalan synovial
membentuk jaringan yang disebut panus. Panus adalah lembaran/lapisan yang
menebal membentuk granulasi. Panus dapat menyebar ke dalam sinovium sendi
dan bersifat destrukstif terhadap elemen sendi.
Interaksi antara antibodi dan antigen menyebabkan perubahan komposisi
cairan sinovial, cairan sinovial kurang mampu mempertahankan fungsi normal
dan bersifat agresif-destruktif. Respons dari perubahan dalam sinovium dan cairan
sinovial, menyebabkan kerusakan sejumlah besar sendi dan jaringan lunak secara
bertahap berdasarkan fase perkembangan penyakit (tabel 1).
8
Destruksi yang terjadi pada tulang menyebabkan kelemahan tendon dan
ligamen, perubahan struktur tulang dan deformitas sendi sehingga mempengaruhi
aktivitas harian dan menghilangkan fungsi normal sendi. Destruksi dapat terjadi
oleh serangan panus (proliferasi sel pada lining sinovial) ke subkodral tulang.
Destruksi tulang menyebabkan area hialin kartilago dan lining synovial tidak
dapat menutupi tulang, sendi dan jaringan lunak.
Tahap lebih lanjut, terjadi kehilangan struktur artikular kartilago dan
menghasilkan instabilitas terhadap fungsi penekanan sendi, menyebabkan
aktivitas otot tertekan oleh destruksi tulang, lebih jauh menyebabkan perubahan
struktur dan fungsi sendi yang bersifat ireversibel dan dapat terjadi perubahan
degeneratif terutama pada densitas sendi. Destruksi dapat menyebabkan
terbatasnya pergerakan sendi secara signifikan, ditandai dengan ketidak stabilan
sendi (Hellman 2004 & Ackerman 2004).
9
Rheumatoid Factor
Adalah suatu autoantibodi yang dapat diukur dalam darah. Rheumatoid
Factor sebenarnya merupakan antibodi yang dapat mengikat antibodi lainnya.
Secara molekular Rheumatoid Factor adalah auto antibodi yang mempunyai
karakteristik bahwa antibodi IgM akan melawan IgG. Pada 70% penderita RA
menstimulasi sel B untuk memproduksi autoantibodi tersebut. Akan tetapi
penyebab masalah sendi pada RA bukan karena disebabkan oleh Rheumatoid
Factor tersebut, akan tetapi dari mekanisme sel T untuk berdiferensiasi menjadi
sel TH1 dengan stimulus IFN-γ dan IL-12. Kemudian TH1 akan mengeluarkan
IFN-γ ke makrofag untuk merangsang makrofag mengeluarkan TNF-α, IL-1 dan
IL-6 yang akan menuju sel-sel makrofag pada persendian, seperti
osteoclast,fibroblast,kondrosit. Kemudian sel tersebut akan aktif, menyebabkan
erosi pada tulang di daerah persendian. Sehingga tidak ada keterkaitan antara
rheumatoid factor dengan masalah persendian. Karena sel B tidak berperan dan
merusak sendi.
Rheumatoid Factor, bukan merupakan suatu dignostic test untuk RA
karena pada pasien penderita RA dapat menunjukan hasil RF(-) pada 30%
penderita AR stadium dini. Selain itu, pemeriksaan rheumatoid factor bisa
memberikan hasil positif pada beberapa penyakit seperti SLE,
10
sklerodema,penyakit keganasan, atau penyakit infeksi (seperti
TB,hepatitis,siphilis,dll). Maka pemeriksaan rheumatoid factor bukan
pemeriksaan yang spesifik untuk RA.5
Pada kasus AR TNF-α memiliki peranan penting. TNF-α adalah sitokin
sentral pada patogenesis AR. Sitokin ini merupakan sitokin yang poten yang
memiliki berbagai macam efek melalui stimulasi berbagai jenis sel. Peran TNF-α
pada patogenesis AR yang banyak diketahui adalah tentang kemampuannya
memicu inflamasi. TNF-α memiliki kemampuan sebagai autokrin stimulator dan
stimulator yang poten, pada sintesis sitokin proinflamasi lainnya seperti IL-1, IL-
6, IL-8 dan granulosit makrofag colony stimulating factor (GMCSF). Selain itu
TNF-α juga meginduksi sel endotel untuk mengekspresikan molekul adhesi yang
akan menarik sel leukosit ke dalam sendi. Semua ini akan mengakibatkan
terjadinya dan berlanjutnya inflamasi yang terus-menerus pada AR. TNF-α
mengaktifkan fibroblas sinovial, makrofag sinovialdan kondrosit, mengsekresi
enzym degradai yaitu MMP yang dapat mendegradasi jaringan lunak dan
pembentukan pannus. Serta menekan sintesis proteoglikan rawan sendi.
Selain itu TNF-α dapat berfungsi sebagai faktor angiogenesis dengan
membentuk pembuluh darah baru(neovaskularisasi) didaerah perivaskular
sinovial. Serta dapat berfungsi sebagai faktor pembentukan fibroblas yang
mengakibatkan pembentukan pannus. Jika produksi TNF-α berlanjut, jaringan
TNF tersebut dapat merupakan jaringan limfoid baru tempat jaringan sintesis
protein matriks. Godring mengemukakan bahwa terdapat dua mekanisme utama
yang menerangkan bagaimana peran jaringan sinovium terhadap terjadinya
kerusakan rawan sendi. Mekanisme pertama secara tidak langsung melalui
pengaruh sitokin dan mediator lainnya yang dilepaskan sinovium menyebabkan
disregulasi kondrosit IL-1 dan TNF-α adalah dua sitokin utama yang memegang
peranan penting dalam meanisme tersebut. Kedua adalah jaringan sinovium AR
mempengaruhi remodelling tulang rawan sendi secara langsung dan dipengaruhi
factor yang dihasilkan oleh sinovium AR yang mampu menghancurkn ,atriks
rawan sendi.
11
AR dapat diperbaiki dan akan mengalami remisi apabila memenuhi 5 atau
lebih dari kriteria dan berlangsung paling sedikit selama 2 bulan berturut-turut.
Adapun ciri-cirinya adalah : kaku pagi hari berlangsung tidak lebih dari 15menit,
tidak ada kelelahan, tidak ada nyeri sendi(melalui anamnesis), tidak ada nyeri
tekan atau nyeri gerak pada sendi, tidak ada pembengkakan jaringan lunak atau
sarung tendon, dan LED < 30mm/jam untuk perempuan atau <20mm/jam untuk
laki-laki
12
BAB III
KESIMPULAN
Arthritis rheumatoid adalah penyakit inflamasi non-bakterial yang bersifat
sistemik, progresif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi
secara simetris. Biasa menyerang persendian kecil. Tangan, kaki, pergelangan
tangan. Penyebab pasti reumatod arthritis tidak diketahui. Biasanya merupakan
kombinasi dari faktor genetic, lingkungan, hormonal dan faktor system
reproduksi. AR menyebabkan inflamasi kronik yang menyebabkan degenerasi
jaringan ikat. Inflamasi menyebabkan pelepasan berbagai protein sitokin. Jika
produksi sitokin meningkat, kelebihan sitokin dapat menyebabkan kerusakan yang
serius pada sendi saat inflamasi AR.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Newsmedical. 2011. Atritis Reumatoid. Available at:
http://www.news-medical.net/health/What-is-Rheumatoid-
Athritisaspx. Accessed on March 24, 2012.
2. Price SA, Wilson LM. Atritis Reumatoid. In: Patofisiologi: Konsep
Klinis Penyakit. 6th ed. Jakarta: EGC; 2006; p. 1385-7.
3. Suarjana I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Artritis Reumatoid. Jilid
3. Ed 5. Jakarta: Interna Publishing. 2009. p. 2495-500.
4. Caesar Laine Anggi. 2010. Atritis Reumatoid. Available at:
http://caesar-anggi.blogspot.com/ Accessed on March 24, 2012.
5. Akhtyo. 2010. Atritis Reumatoid. Available at:
http://akhtyo.blogspot.com/2009/04/rheumatoid-artritis.html .Accessed
on March 24, 2012.
14