RHD - Copy
-
Upload
adhe-pusparani -
Category
Documents
-
view
54 -
download
7
Transcript of RHD - Copy
BAB I
PENDAHULUAN
Demam reumatik merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik non supuratif
yang digolongkan pada kelainan vaskuler kolagen atau kelainan jaringan ikat. Proses
reumatik ini merupakan reaksi peradangan yang dapat mengenai banyak organ tubuh
terutama jantung, sendi dan system saraf pusat.
Insidensi demam reeumatik telah sangat berkurang di Eropa Barat dan Amerika
Utara selama beberapa decade terakhir, terutama disebabkan oleh perbaikan kondisi
sosio-ekonomi serta pengenalan dan penggunaan antibiotik secara luas. Namun diseluruh
dunia, terdapat 15-20 juta kasus baru demam reumatik per tahun, dan di Negara-negara
berkembang insidensi demam reumatik sekitar 25-50% perawatan penyakit jantung di
rumah sakit.
Suatu faktor penting yang mempengaruhi insidens demam reumatik adalah
ketepatan diagnosis dan pelaporan penyakit. Diagnosis kerja terhadap seorang pasien
demam rematik/penyakit jantung rematik menentukan sekali, apakah benar-benar kita
akan membantu pasien meningkatkan kualitas hidup yang baik atau sebaliknya, yang
membebani pasien yang berat, baik mental, fisik ataupun sosioekonomi untuk seumur
hidup bagi pasien ataupun keluarganya.
Seseorang yang mengalami demam rematik apabila tidak ditangani secara
adekuat, Maka sangat mungkin sekali mengalami serangan penyakit jantung rematik.
Infeksi oleh kuman Streptococcus Beta Hemolyticus group A yang menyebabkan
seseorang mengalami demam rematik dimana diawali terjadinya peradangan pada saluran
tenggorokan, dikarenakan penatalaksanaan dan pengobatannya yang kurang terarah
menyebabkan racun/toxin dari kuman ini menyebar melalui sirkulasi darah dan
mengakibatkan peradangan katup jantung. Akibatnya daun-daun katup mengalami
perlengketan sehingga menyempit, atau menebal dan mengkerut sehingga kalau menutup
tidak sempurna lagi dan terjadi kebocoran.
Sehingga pencegahan sekunder adalah usaha mencegah terjadinya infeksi kuman
Streptococcus Beta Hemolyticus group A pada pasien-pasien yang pernah mengalami
demam rematik dan penyakit jantung rematik. Pencegahan ini dilakukan dalam jangka
1
lama, yang memerlukan kesabaran baik pasien, petugas kesehatan ataupun dokter.
Mengingat demam reumatik dan penyakit jantung rematik menyebabkan cacat seumur
hidup pada jantung. Dan cacat tersebut menyebabkan umur harapan hidup akan
berkurang.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit Jantung Rematik
2.1.1 Definisi
Penyakit jantung rematik adalah kelainan jantung yang terjadi akibat
demam reumatik, atau kelainan karditis reumatik. Sedangkan demam rematik akut
merupakan peradangan sistemik yang merupakan komplikasi lambat nonsupuratif
dari infeksi tenggorokan karena kuman Streptococcus Beta Hemolyticus group A
dengan periode laten 1-5 minggu.
2.1.2 Epidemiologi dan Insiden
Berdasarkan penelitian, insiden demam rematik dan penyakit jantung
rematik di Eropa dan Amerika menurun, sedangkan di Negara tropis dan subtropis
masih terlihat peningkatan yang agresif, seperti kegawatan karditis dan payah
jantung yang meningkat.
Demam rematik akut juga dilaporkan sebagai penyebab utama terjadinya
penyakit jantung untuk usia dibawah 45 tahun, juga dilaporkan bahwa demam
rematik dan penyakit jantung rematik adalah penyebab utama kematian penyakit
jantung untuk usia di bawah 45 tahun, juga dilaporkan 25-40% penyakit jantung
disebabkan oleh penyakit jantung rematik untuk semua umur.
2.1.3 Etiologi
Penyebab dari demam rematik adalah akibat dari respon reaksi antigen-
antibodi yang terjadi dalam jangka waktu antara 1-4 minggu setelah terjadinya
infeksi dengan Streptococcus β Hemoliticus grup A pada saluran nafas bagian
atas.
2.1.4 Faktor Predisposisi
Terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan terjadinya demam
rematik, antara lain ialah usia, genetik, tingkat social ekonomi dan lain-lain ynag
masih diperdebatkan seperti ras, etnik, geografis, jenis kelamin, iklim dan status
gizi.
3
Serangan pertama demam reumatik yang tertinggi adalah pada usia 5-15
tahun. Faktor genetik dianggap mempunyai peranan dalam timbulnya demam
rematik. Demam rematik cenderung mengenai lebih dari satu anggota keluarga
dan lebih sering pada saudara kembar monozigotik walaupun keduanya berada
dalam lingkungan yang sama.
Tingkat kehidupan social ekonomi yang rendah memegang peranan
penting dalam timbulnya demam rematik. Terbukti di negara yang sudah maju
ternyata dnegan perbaikan ekonomi terdapat penurunan angka kejadian dan ini
terjadi sebelum ditemukannya obat-obat antimikroba.
2.1.5 Patogenesis
Meskipun sampai sekarang ada hal-hal yang belum jelas, tetapi ada
penelitian yang mendapatkan bahwa demam rematik yang mengakibatkan
penyakit jantung rematik terjadi akibat sensitisasi dari antigen Streptococcus
sesudah 1-4 minggu infeksi Streptococcus di faring.
Lesi yang patognomonik demam rematik adalah Badan Aschoff sebagai
diagnosis histopatologik. Sering ditemukan juga pada saat tidak adanya tanda-
tanda keaktifan kelainan jantung, dan dapat bertahan lama setelah tanda-tanda
gambaran klinis menghilang, atau masih ada keaktifan laten. Pada penyakit
jantung rematik biasanya terkena ketiga lapisan endokard miokard dan perikard
secara bersamaan atau sendiri-sendiri atau kombinasi.
Pada endokard yang terkena utama adalah katup-katup jantung dan 50%
mengenai katup mitral. Pada keadaan dini demam rematik akut katup-katup yang
terkena ini akan merah, edema dan menebal dengan vegetasi yang disebut sebagai
Verruceae. Setelah agak tenang katup-katup yang terkena menjadi tebal, fibrotic,
pendek dan tumpul yang menimbulkan stenosis.
2.1.6 Diagnosis Penyakit Jantung Rematik
Untuk menegakkan diagnosis penyakit jantung rematik dipakai ktiteria
diagnostic yang diajukan oleh Dr.T. Ducket Jones yang dibagi dalam kriteria
mayor dan kriteria minor.
Kriteria mayor terdiri dari :
1. Karditis
4
Manifestasi karditis bisa berupa perikarditis, miokarditis, endokarditis,
atau ketiganya (pankarditis).
Penampilan perikarditis adalah nyeri prekordial, dan pada auskultasi dapat
terdengar friction rub. Miokarditis ditandai oleh adanya pembesaran jantung
dan tanda-tanda payah jantung. Sedangkan endokarditis yang dapat
menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan pada daun katup menyebabkan
terdengarnya bising yang berubah-ubah. Ini menandakan bahwa kelainan yang
ditimbulkan pada katup belum menetap. Bila bising menetap, maka berarti
sudah terjadi gejala sisa pada katup.
Bising yang umumnya terdengar adalah bising sistolik di daerah apeks
yang menunjukkan adanya regurgitasi mitral. Karakteristik bising sistolik ini
adalah high pitch dan blowing.
2. Poliarthritis migrans
Athralgia dan arthritis pada demam rematik umumnya mengenai lebih dari
satu sendi dan berpindah-pindah sehingga disebut poliarthritis migrans.
3. Khorea
Khorea merupakan gangguan syaraf yang mengakibatkan gerakan bagian
bagian tubuh yang tidak terkendali, lemah otot dan gangguan emosi.
4. Nodul Subkutan
Nodul subkutan ini terlihat sebagai tonjolan-tonjolan yang keras dibawah
kulit tanpa perubahan warna atau rasa nyeri. Biasanya timbul pada minggu
pertama serangan dan menghilang setelah 1-2 minggu.
5. Eritema marginatum
Kelainan ini berupa bercak kulit (rash) dan umumnya ditemukan di tubuh,
kadang-kadang pada bagian proksimal ekstremitas, tetapi tidak di wajah.
Gejala-gejala yang tidak begitu khas atau kriteria minor adalah demam,
artralgia, riwayat demam rematik atau penyakit jantung, rematik sebelumnya,
interval P-R pada EKG yang memanjang, anemia, leukositosis, LED yang
meningkat dan CRP yang positif.
5
Ditambah oleh bukti-bukti adanya suatu infeksi Streptococcus yaitu
hapusan tenggorok yang positif atau kenaikan titer tes serologi ASTO dan anti-
DNA-se B.
Bila terdapat adanya infeksi Streptococcus sebelumnya maka diagnosis
demam reumatik atau penyakit jantung rematik didasarkan atas adanya dua gejala
mayor atau satu gejala mayor dengan dua gejala minor.
2.1.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan demam rematik aktif atau reaktivasi adalah sebagai berikut :
1. Tirah baring
2. Eradikasi dan selanjutnya profilaksis terhadap kuman Streptokokus
dengan pemberian injeksi Benzatin penisilin secara intramuskuler. Bila
berat badan lebih dari 30 kg diberikan 1,2 juta unit dan bila kurang
dari 30 kg diberikan 600.000-900.000 unit.
3. Untuk anti radang dapat diberikan obat salisilat atau prednisone
tergantung keadaan klinisnya.
Kelompok Klinis Tirah Baring
(minggu)
Mobilisasi
Bertahap
(minggu)
Pengobatan
Karditis (-)
Artritis (+)
2 2 Salisilat 100
mg/kg/hari selama 2
minggu dan selanjutnya
75 mg/kg/hari selama
4-6 minggu.
Karditis (+)
Kardiomegali (-)
4 4
Karditis (+)
Kardiomegali (+)
6 6 Prednison 2 mg/kg/hari
selama 2 minggu dan
diturunkan secara
bertahap sampai habis
selama 2 minggu,
selanjutnya salisilat
75mg/kg/hari mulai
minggu ke-3 selama 6
Karditis (+)
Gagal jantung (+)
>6 >12
6
minggu.
2.1.8 Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada Penyakit Jantung Reumatik (PJR)
diantaranya adalah gagal jantung, pankarditis (infeksi dan peradangan di seluruh
bagian jantung), pneumonitis reumatik (infeksi paru), emboli atau sumbatan pada
paru, kelainan katup jantung, dan infark (kematian sel jantung).
Pada gagal jantung, miokard kehilangan fungsinya sehingga terjadi
penurunan cardiac output. Pada keadaan mitral stenosis, darah sedikit dapat
melewati katup yang sempit dari atrium kiri ke ventrikel kiri (restriksi dan obstruksi
pengisian ventrikel), sehingga darah banyak terkumpul di atrium menyebabkan
atrium dilatasi dan hipertrofi.
2.1.9 Prognosis
Prognosis sangat baik bila karditis sembuh pada saat permulaan serangan
akut demam rematik. Selama 5 tahun pertama perjalanan penyakit demam rematik
dan penyakit jantung rematik tidak membaik bila bising organik katup tidak
menghilang.
Prognosis memburuk bila gejala karditisnya lebih berat, dan ternyata
demam reumatik akut dengan payah jantung akan sembuh 30% pada 5 tahun
pertama dan 40% setelah 10 tahun.
Stenosis mitral sangat tergantung pada beratnya karditis, sehingga
kerusakan katup mitral selama 5 tahun pertama sangat mempengaruhi angka
kematian demam rematik ini.
2.2 Stenosis Mitral
2.2.1 Definisi
Stenosis mitral merupakan keadaan dimana terjadi gangguan aliran darah
dari atrium kiri melalui katup mitral oleh karena obstruksi pada level katup mitral.
7
Kelainan struktur mitral ini menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul
gangguan pengisian ventrikel kiri pada saat diastole.
2.2.2 Etiologi
Penyebab stenosis mitral paling sering adalah demam reumatik. Pada
umumnya demam rematik akut terjadi pada masa anak-anak, setelah melalui masa
yang cukup lama (rata-rata 19 tahun) kemudian timbul awal keluhan dari stenosis
mitral pada usia dewasa. Pada stenosis mitral yang disebabkan oleh demam
reumatik terjadi deformitas katup berupa fusi korda tendinea maupun komisura
dengan akibat berkurangnya area katup mitral.
2.2.3 Perubahan Hemodinamik
Obstruksi pada daerah inflow katip mitral maka pengisian ventrikel kiri
saat diastole terganggu. Akibatnya terjadi peningkatan tekanan di dalam ruang
atrium kiri serta pembuluh darah kapiler paru. Apabila peningkatan ini melebihi
30 mmHg maka akan terjadi edema paru. Dengan lamanya perjalanan penyakit
maka akan terjadi pula hipertensi pulmonal sehingga ventrikel kanan menerima
tambahan beban tekanan saat sistolik (pressure overload). Setelah melewati
mekanisme kompensasi berupa hipertrofi ventrikel kanan lama kelamaan akan
terjadi gagal jantung kanan dengan tanda-tanda distensi vena jugularis,
hepatomegali serta edema tungkai.
2.2.4 Diagnosis
1. Anamnesis
- Dispneu saat aktivitas, dapat disertai batuk dan wheezing yang sering
dipresipitasi oleh infeksi saluran nafas sebagai faktor pencetus.
- Pada obstruksi yang kritis, timbul orthopnea dan gejala edema paru.
- Keluhan lain berupa palpitasi karena takikardi atau fibrilasi atrium,
batuk darah, nyeri dada, suara parau serta keluhan akibat kejadian
tromboemboli atau fungsi ventrikel kanan yang terganggu.
2. Pemeriksaan Fisik
- Inspeksi : Facies mitral
- Palpasi : Pulsus perifer kecil bila stroke volume berkurang, gelombang a
yang prominen pada pulsus vena jugular dengan irama sinus sedangkan
8
pada AF tampak gelombang v atau c-v yang prominen, gelombang
presistolik atau pengisian cepat saat awal diastolic yang teraba, bunyi S1
yang teraba, thrill diastolic, terangkatnya ventrikel kanan dan terabanya
bunyi P2 pada hipertensi pulmonal.
- Auskultasi : bunyi S1 keras bila belum terjadi kalsifikasi katup mitral, p2
mengeras, splitting S2 menyempit, S2 akhirnya menjadi tunggal dan
mengeras, bunyi S4 dari ventrikel kanan, opening snap, bising mid
diastolic, bising presistolik, bising sistolik akibat TR atau PR (Graham
Stell).
3. EKG
- P mitral (pembesaran atrium kiri), deviasi aksis ke kanan, hipertrofi
ventrikel kanan, atrial fibrilasi.
4. Foto rontgen dada
- Dilatasi atrium kiri, pembesaran arteri pulmoner, atrium dan ventrikel
kanan pada MS berat, kalsifikasi katup mitral, tanda-tanda bendungan
vena pulmonalis, edema interstitial, edema paru (batwing appearance).
5. Laboratorium
- Pemeriksaan khusus untuk menegakkan ada tidaknya rheuma aktif,
leukositosis, ASTO, CRP.
6. Ekokardiografi :
- Menentukan derajat MS dari area katup mitral.
- Mengukur dimensi atrium kiri dan ventrikel kanan
- Karakteristik katup mitral (dooming), skor katup mitral dan
apparatus.
- Ada tidaknya thrombus terutama di atrium kiri
- Menentukan derajat hipertensi pulmonal
- Kelainan katup lainnya yang menyertai, kontraktilitas ventrikel kiri.
7. Ekokardiografi transesofageal : Dilakukan bila terdapat keraguan
kemungkinan adanya thrombus.
8. Kateterisasi :
- Mengukur beda tekanan antara atrium dan ventrikel kiri.
9
- Menentukan derajat hipertensi pulmonal.
- Angiografi koroner bila usia penderita ≥ 40 tahun.
-Mengevaluasi adanya ketidaksesuaian antara klinis dan
ekokardiografi.
2.2.5 Penatalaksanaan
Prinsip dasar pengelolaan adalah melebarkan lubang katup mitral
yang menyempit tetapi indikasi intervensi ini hanya untuk penderita kelas
fungsional III ke atas.
Intervensi dapat bersifat bedah (valvulotomi, rekonstruksi aparat
subvalver, komisurotomi atau penggantian katup) dan non bedah (valvulotomi
dengan dilatasi balon).
Pengobatan farmakologis hanya diberikan apabila ada tanda-tanda
gagal jantung, aritmia ataupun reaktivasi rheuma.
2.3 Gagal Jantung
2.3.1 Definisi
Gagal jantung adalah keadaan dimana jangtung tidak lagi mampu
memompa darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolism tubuh,
walaupun darah balik masih normal.
2.3.2 Klasifikasi
Klasifikasi Gagal Jantung menurut New York Heart Association (NYHA)
a) NYHA kelas I, para penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam kegiatan
fisik serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung seperti cepat lelah, sesak
nafas atau berdebar-debar, apabila mereka melakukan kegiatan biasa.
b) NYHA kelas II, penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka
tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang biasa
menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti kelelahan, jantung berdebar,
sesak nafas atau nyeri dada.
c) NYHA kelas III, penderita penyakit jantung dengan banyak pembatasan dalam
kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan
10
fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi
jantung seperti yang tersebut di atas.
d) NYHA kelas IV, penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun tanpa
menimbulkan keluhan. Waktu istirahat juga dapat menimbulkan gejala-gejala
insufisiensi jantung, yang bertambah apabila mereka melakukan kegiatan fisik
meskipun sangat ringan.
2.3.3 Patofisiologi
Sindrom gagal jantung dapat dibagi dalam 2 komponen yaitu gagal
miokardium yang ditandai dengan menurunnya kontraktilitas, serta respon sistemik
terhadap menurunnya fungsi miokardium yang ditandai dengan meningkatnya
aktivitas simpatetik, aktivasi system rennin-angiotensin-aldosteron dan stimulasi
pelepasan vasopressin serta vasokonstriksi arteria renalis.
Pada gagal jantung terjadi berbagai penyesuaian kompensatorik yang
bertujuan mempertahankan tekanan darah dan perfusi jaringan. Mekanisme intrinsik
jantung berupa meningkatkan curah jantung dengan cara mekanis, yang
mengakibatkan terjadinya hipertrofi dan bentuk ventrikel. Bila perubahan-perubahan
tersebut efektif, secara klinik tidak akan Nampak adanya sindrom gagal jantung
meskipun ventrikel sudah mengalami perubahan (hipertrofi dan perubahan bentuk)
stadium ini adalah stadium compensated failure.
Bila perubahan-perubahan kompensatorik pada jantung tersebut sering tidak
cukup untuk menunjang sirkulasi, selanjutnya terjadi perubahan-perubahan auto
regulatorik, melalui system neuro-endokrin untuk mempertahankan tekanan
darahdengan vasokonstriksi, retensi cairan dan meningkatnya stimulasi adrenergic.
Terjadi redistribusi aliran darah dari daerah yang mengalami vasokonstriksi,
mengakibatkan edema, kelelahan dan sesak nafas. Stadium ini adalah stadium
decompensated heart failure.
2.3.4 Manifestasi Klinis
Gagal Jantung Kanan Gagal Jantung Kiri Gagal Jantung Kongestif
•Bendungan
vena
jugularis
•Kussmaul
•Dispnea
• saat
beraktivit
as
•Kehilangan berat
badan
progresif /
kakeksia
11
•Hepatomegali
•Nyeri tekan
pada hepar
•Anoreksia,
rasa
penuh /
mual
•Edema
tungkai
•Edema
anasarka
•Asites
•Terangkatnya
sternun saat
sisitolik
• saat
berbaring
• malam
hari
•Batuk non produktif
•Ronkhi basal paru
•Hemoptisis
•Sulit menelan
•Kulit pucat dan dingin
à sianosis
•Demam ringan dan
Keringat
•Kelemahan dan keletihan
•Pulsus alterans
•Ronkhi à gallop/S3
•Hipotensi
sistolik
•Kriteria mayor
• Dispnea
nokturnal
paroksism
al dan
ortopnea
• Peningkata
n vena
jugularis
• Ronchi
basal
• Kardiomeg
ali
• Edema
paru akut
• Irama
derap S3
• Peningkata
n tekanan
vena > 16
cm H2O
•Kriteria minor
• Edema
pergelanga
n kaki
• Batuk
malam hari
• Dyspnea
• Hepatome
gali
12
• Efusi
pleura
• Kapasitas
vital
berkurang
Takikardi
2.3.5 Penatalaksanaan
Tindakan dan pengobatan pada gagal jantung ditujukan pada 5 aspek
yaitu mengurangi beban kerja, memperkuat kontraktilitas miokard, mengurangi
kelebihan cairan dan garam, melakukan tindakan dan pengobatan khusus terhadap
penyebab, faktor-faktor pencetus dan kelainan yang mendasari.
Meningkatkan oksigenasi
– Pemberian oksigen
– Menurunkan konsumsi O2 à istrirahat / pembatasan aktifitas
Memperbaiki kontraktilitas jantung
– b adrenergik
– a adrenergik
– Xantin
– Amiodaron
– Cardiac glycosida (digoxin)
Menurunkan beban jantung
– Menurunkan preload
Diit rendah garam
Diuretik
Vasodilator à ACE inhibitor, ISDN, Nitrogliserin, Nitropusid
– Menurunkan afterload
2.3.6 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada gagal jantung ini adalah efusi
pleura, aritmia, thrombus ventrikel kiri dan hepatomegali.
13
RESPONSI JANTUNG
RSU HAJI SURABAYAFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2012
Pembimbing : dr. Triningsih, SpJP
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. Mudikah
Umur : 52 th
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Jl. Lebak Timur IV/6
Tanggal MRS : 29 Desember 2012
Tgl PMx : 30 Oktober 2012-
2. Keluhan Utama : Dada panas
a.Riwayat Penyakit Sekarang :
Pada hari sabtu (29 Desember 2012) lalu, pasien mengeluh mual, tidak makan
minum , lemas, dada terasa panas dan nyeri. Pasien tidak dapat mengatakan lokasi
nyeri,seluruh dada terasa nyeri. Batuk berdahak sejak 5 hari sebelum MRS. Keringat
dingin, mudah lelah, tidur bantal 1 lebih nyaman bila miring ke kiri.
b. Riwayat Penyakit Dahulu:
PJK 4 tahun lalu
c. Riwayat Penyakit Keluarga :
Asma
14
d. Riwayat Sosial
Senang akan pedas dan asin
3. Pemeriksaan fisik
a. KU : Baik
b. Kesadaran : compos mentis
c. GCS : 456
d. Vital sign
Tekanan Darah : 130/70 mmHg
Nadi : 88x/menit
RR : 26x/menit
Suhu Aksila : 37,50C
e.Kepala/Leher :
A(-)/I(-)/C(-)/D(+)
Mata cowong -/- ; Pernapasan cuping hidung (-) ; Pembesaran KGB (-),
Pembesaran Thyroid (-) ; JVP (-)
f. Thorax :
- Pulmo :
I: normochest, simetris, retraksi (-)
P: simetris, fremitus D-S sama
P: sonor/sonor
A: Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-
- Cor :
I: Ictus cordis tampak
P: Ictus cordis kuat angkat
P: Cardiomegali
A: Diastolik murmur
- Abdomen
I :flat, tumor (-)
15
P : supel, nyeri tekan (-), Hepar/Lien/Ren ttb
P : timpani, meteorismus (-)
A : bising usus normal
g. Ekstremitas :
Akral hangat Edema Cyanosis
4. Laboraturium :
a.Laju Endap Darah I : 20 mm/jam
b. Darah lengkap :
- Hb : 13,9 g/dl
- Leukosit : 12.130 /mm3
- Trombosit : 203.000 /mm3
- Hematokrit : 39,1 %
c.Kimia klinik :
- GDA stick : 106 mg/dl
- BUN : 16 mg/dl
- Creatinin serum : 0,7 mg/dl
- SGOT : 39 U/L
- SGPT :19 U/L
d. K/Na/Cl :
- Kalium : 3,2 mmol/L
- Natrium : 140 mmol/L
- Chloride : 98 mmol/L
e.Widal :
- S. Typhi O : Negatif
- S. Typhi H : Negatif
16
- -
- -
- S. Paratyphi A-H : Negatif
5. Foto Thorax
Interpretasi :
- CTR 78%, karena diatas 55% dapat kita sebut cardiomegaly
- Posisi setengah duduk
- KV cukup
17
- Batas jantung kiri melebar karena melebihi garis mid clavicula sinistra
- Batas jantung kanan melebar melebihi garis para sternal dextra
6. EKG
18
19
S O A P
Hari/Tgl S O A P
Minggu,
30-12-2012
Sesak(+)
Dada
berdebar-
debar (-)
Panas (-)
Nyeri perut
(-)
Mual (-)
Muntah (-)
KU: tampak sakit
sedang
Kesadaran: CM/456
Vital sign:
N: 90x/m
RR: 28x/m
TD: 100/60 mmHg
Tax: 36,80C
K/L: A/I/C/D -/-/-/-
MC-/-; Pch (-);
Pemb. KGB (-) JVP
Thorax:
Pulmo:
I: normochest,
simetris, retraksi (-)
P: simetris, fremitus
sama D-S
P: depan/belakang
Sonor Sonor
Sonor Sonor
A:
vesikuler/vesikuler;
Rh-/-; Wh -/-
Cor:
I: Ictus cordis
tampak
P: Ictus cordis kuat
angkat
P: Cardiomegali
A: S1S2 tunggal,
murmur (+), gallop
RHD MS+AF moderate+DC II-III
-O2 nasal 3l/m-Infus RL 500ml / 24 jam -Mnum max 500ml /24 jam-Dicek urine tampungnya, pasien turun untuk kencing dan ditampung sendiri-Furosemid inj 3x1 ampul-Spironolactone 100mg 1-0-0-Digoxin tab 1-00-Ceftriaxone inj 2x1-Ksr tab 1-1-1-ECG tiap pagi-Cek SE
20
(-)
Abdomen:
I: flat
P: supel, (-), H/L/R
TTB
A: BU (N)
Ekstrimitas:
AH:
+ +
+ +
Edema:
- -
- -
Cyanosis:
- -
- -
CRT<2 detik
Senin,
31-1
2-2012
Sesak(-)
Dada
berdebar-
debar (-)
Panas (-)
Nyeri perut
(-)
Mual (-)
Muntah (-)
KU: tampak sakit
sedang
Kesadaran:
CM/456
Vital sign:
N: 88x/m
RR: 24x/m
TD: 110/70
mmHg
Tax: 36,80C
K/L: A/I/C/D
-/-/-/- MC-/-; Pch
(-); Pemb. KGB
(-) JVP
Thorax:
RHD MS+
AF+DC II-
III
-Infus RL 500ml/24 jam +Kcl 25%-Furosemide tab 1-1-1-EKG ulang-Ukur urine tampung/24 jam
21
Pulmo:
I: normochest,
simetris, retraksi
(-)
P: simetris,
fremitus sama D-
S
P:
depan/belakang
Sonor Sonor
Sonor Sonor
A:
vesikuler/vesikul
er; Rh-/-; Wh -/-
Cor:
I: Ictus cordis
tampak
P: Ictus cordis
kuat angkat
P: Cardiomegali
A: S1S2 tunggal,
murmur (+),
gallop (-)
Abdomen:
I: flat
P: supel, (-),
H/L/R TTB
A: BU :N
Ekstrimitas:
AH:
+ +
22
Selasa
2/01/2013
Batuk (+)
dan
berdahak
Sesak(-)
Dada
berdebar-
debar (-)
Panas (-)
Nyeri perut
(-)
Mual (-)
Muntah (-)
+ +
Edema:
- -
- -
Cyanosis:
- -
- -
CRT<2 detik
KU: tampak sakit
sedang
Kesadaran:
CM/456
Vital sign:
N: 84x/m
RR: 24x/m
TD: 100/60
mmHg
Tax : 36,80C
Urinne : 250
cc/hr
K/L: A/I/C/D
-/-/-/- MC-/-; Pch
(-); Pemb. KGB
(-) JVP
Thorax:
Pulmo:
I: normochest,
simetris, retraksi
(-)
RHD MS+
AF+DC II-
III
-Infus RL 500ml/24 j-Furosemide tab 1-1-1- Digoxin 1 x 1
- simarerz 1 x 1
23
P: simetris,
fremitus sama D-
S
P:
depan/belakang
Sonor Sonor
Sonor Sonor
A:
vesikuler/vesikul
er; Rh-/-; Wh -/-
Cor:
I: Ictus cordis
tampak
P: Ictus cordis
kuat angkat
P: Cardiomegali
A: S1S2 tunggal,
murmur (+),
gallop (-)
Abdomen:
I: flat
P: supel, (-),
H/L/R TTB
A: BU :N
Ekstrimitas:
AH:
+ +
+ +
Edema:
- -
24
Rabu
3/01/2013
Batuk (+)
dan
berdahak
Sesak(-)
Dada
berdebar-
debar (-)
Panas (-)
Nyeri perut
(-)
Mual (-)
Muntah (-)
- -
Cyanosis:
- -
- -
CRT<2 detik
KU: tampak sakit
sedang
Kesadaran:
CM/456
Vital sign:
N: 84x/m
RR: 24x/m
TD: 100/60
mmHg
Tax : 36,80C
Urinne : 250
cc/hr
K/L: A/I/C/D
-/-/-/- MC-/-; Pch
(-); Pemb. KGB
(-) JVP
Thorax:
Pulmo:
I: normochest,
simetris, retraksi
(-)
P: simetris,
RHD MS+
AF+DC II-III
-Infus RL 500ml/24 j-Furosemide tab 1-0-1- Digoxin 1 x 1
- simarerz 1 x 1
- pemeriksaan Echo
25
fremitus sama D-
S
P:
depan/belakang
Sonor Sonor
Sonor Sonor
A:
vesikuler/vesikul
er; Rh-/-; Wh -/-
Cor:
I: Ictus cordis
tampak
P: Ictus cordis
kuat angkat
P: Cardiomegali
A: S1S2 tunggal,
murmur (+),
gallop (-)
Abdomen:
I: flat
P: supel, (-),
H/L/R TTB
A: BU :N
Ekstrimitas:
AH:
+ +
+ +
Edema:
- -
- -
26
Cyanosis:
- -
- -
CRT<2 detik
7. ECHOCARDIOGRAPHY
- Dimensi rung jantung : LA, RA, RV dilatasi
- Fungsi sistolik LV global dan segmental : IVS paradoksal, EF 53 %
- Katup-katup : MS berat (MVA by plaimetri 0,7 cm2, by PHT 0,5 cm2) dgn
wikins score 1-2-2-2, AR ringan, TR ringan
- Hipertensi pulmonal ringan (est PASP 52 mmHg)
- Kontraktilitas RV normal
- PE (-), lasec (+)
27
IV. Resume
Perempuan usia 52 tahun datang mengeluh dada panas, selain itu pasien juga
sesak sejak hari sabtu lalu. Pasien tidak bisa mengatakan lokasi nyeri, pasien
hanya merasakan seluruh dadanya nyeri. Sebelum ini pasien mengeluh batuk
berdahak sejak 5 hari yang lalu sebelum MRS. Pasien juga mengeluh
berkeringat dingin, mudah lelah, dan lebih nyaman tidur dengan satu bantal dan
badan miring ke kiri.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien permah mengalami penyakit jantung koroner ± 4 tahun yang lalu.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Keluarga memiliki penyakit asma.
Riwayat Sosial : (-)
Riwayat Alergi : (-)
Pemeriksaan Fisik :
KU : baik
Kesadaran : CM/456
Vital Sign :
- Tekanan darah : 130/70 mmHg
- Nadi : 88 x/mnt
- Suhu axilla : 37,5 oC
- RR : 26 x/menit
Kepala/Leher :
A(-)/I(-)/C(-)/D(+)
Mata cowong -/- ; Pernapasan cuping hidung (-) ; Pembesaran KGB (-),
Pembesaran Thyroid (-) ; JVP (-)
28
Thorax :
o Pulmo :
I: normochest, simetris, retraksi (-)
P: simetris, fremitus D-S sama
P: Sonor/sonor
A: Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-
o Cor :
I: Ictus cordis tampak
P: Ictus cordis kuat angkat
P: Cardiomegali
A: Diastolik murmur
Abdomen:
I : flat, tumor (-)
P : supel, Hepar/Lien/Ren ttb
P : timpani, meteorismus (-)
A : bising usus (+) normal
Ekstremitas :
Akral hangat Edema Cyanosis
V. DIAGNOSIS
RHD MS + DC grade II-IIIPlanning
Diagnosis:
DL, GDA, Serum Creatinin, Serum elektrolit, CRP, ASTO, Foto Thorax,
EKG, Echocardiography
Terapi:
Medikamentosa
- O2 3l/m- Rl- Ranitidin 2-4 mg/kgbb 1-1-1
29
- -
- -
- Ondancetron 4mg 1-1-1- Ceftriaxone 1-2gr 1-1-1- Antrain 500mg 1-1-1 bila masih nyeri- Obat jantung diteruskan
Operatif
Valvulotomi
VI. Monitoring dan Edukasi
Edukasi :
Penjelasan kepada pasien dan keluarga mengenai diagnosa dan kemungkinan
penyebab terjadinya penyakit. Minum obat dan kontrol teratur, hindari aktivitas
yg tinggi. Kontrol ke dokter jantung apabila pasien masih merasa berdebar-debar,
dan control asupan makanan.
Monitoring :
Vital sign, GDA, lab, EKG, Foto Torax, Gejala klinis yang menyertai.
VIII. Prognosis : Dubia at malam.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Joewono, BS. Ilmu Penyakit Jantung. Surabaya: Airlangga University Press,
2003. Hal 79-89 dan 135-146.
2. Boestan, IN. Pedoman Diagnosis dan Terapi Jntung dan Pembuluh Darah.
Surabaya : RSUD Dr. Soetomo , 2010. Hal. 46-50 dan 82-86.
3. Gray, H dan Dawkins, K. Lecture Notes Kardiologi. Jakarta: Erlangga, 2005. hal
200-216
4. Rilantono, LI & Baraas,F. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Balai penerbit
Universitas Indonesia, 1996. Hal 115-144.
5. Sudoyo, AW. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit Universitas
Indonesia; 2006. hal 1560-1575.
6. Sanif, ME. Penyakit Jantung Rematik. 19 Juni 2010. (online).
(http://www.jantunghipertensi.com/artikel/22-jantung-rematik.html, diakses 1
Januari 2012)
31