Resus Anak Dwi
-
Upload
dwipujiprabowo -
Category
Documents
-
view
214 -
download
1
Transcript of Resus Anak Dwi
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2012
REFLEKSI KASUS
REFLEKSI KASUS
I. KASUS
Seorang anak perempuan berumur 11 tahun dengan keluhan lemas, yang mana didapatkan
heteroanamnesis yaitu terlihat lemas dan pucat 2 hari SMRS. Anak tersebut rutin mendapatkan
transfusi darah 1 bulan sekali. Os terdiagnosis thalassemia 5 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan
fisik didapat keadaan anak umum tersebut tampak anemis dan lemah. Tanda vital :frekuensi
nadi 130 kali/menit (isi dan tegangan cukup), respirasi 24 kali/menit (regular), suhu badan
36,3oC (axilla), teraba splenomegali shuffner I-II dan hepatomegali sebesar 2 jari di bawah
arcus costarum. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil : Hb 6 g/dl, AL 10.900/μl, AT
278.000/μl dan hematokrit 18%.
Pemeriksaan jasmani:
KU: CM
C/S: anemis +/+
C/P: t..a.k
H/L: teraba splenomegali shuffner I-II dan hepatomegali sebesar 2 jari di bawah arcus
costarum.
Abd: t.a.k
Ekt: akral hangat, nadi kuat
Diagnosis: Thalassemia
Terapi: Transfusi PRC (packed red cell) sampai hb ≥11 g/dl
II. PERMASALAHAN
Bagaimaana manajemen yang tepat pada thalasemia ?
RM.01.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2012
REFLEKSI KASUS
III. PEMBAHASAN
Kunci utama manajemen thalassemia-β mayor adalah transfusi rutin, khususnya pada
dekade pertama kehidupan. Transfusi rutin akan memperbaiki hepatosplenomegali,
abnormalitas skeletal, dan mencegah dilatasi jantung. Resiko infeksi melalui transfusi saat
ini sangat kecil. Walaupun demikian, dengan melakukan transfusi rutin maka seorang
memiliki resiko terinfeksi hepatitis C dan HIV semakin besar (12).
IV. Indikasi umum melakukan splenektomi adalah peningkatan > 50% kebutuhan transfusi
eritrosit selama lebih dari 1 tahun. Hasil studi menunjukkan, pasien thalassemi
postsplenektomi memiliki kerentanan terhadap penyakit infeksi dan yang paling sering oleh
S. Pneumoniae, N. Meningitidis, Klebsiella, E. Coli, dan S. Aureus. Penggunaan antibiotik
profilaksis seperti ampicillin, penicillin, dan eritromisin direkomendasikan untuk penderita
thalassemia > 16 tahun (12).
V. Akumulasi besi pada penderita thalassemi disebabkan oleh peningkatan absorpsi besi dan
transfusi rutin. Besi merupakan mineral yang hanya sebagian kecil diekskresikan, sehingga
berpotensi untuk terakumulasi pada organ-organ dengan respetor transferrin yang
melimpah. Standar baku pengukuran kadar besi di hati adalahh dengan melakukan biopsi
hati, lalu pengukuran besi melalui absorpsi spektrofotometri atomik. MRI juga dapat
digunakan untuk mengukur kadar besi dalam hati. Penumpukan besi pada organ terkait
berhubungan dengan gangguan multiorgan. Untuk meminimalisir penumpukan besi dalam
tubuh, dapat dilakukan dengan flebotomi dan penggunaan kelator besi. Pada penderita
thalassemia, flebotomi tidak direkomendasikan. Sehingga, untuk menurunkan kadar besi
tubuh penderita menggunakan agen kelator besi. Deferiprone (Ferriprox) merupakan agen
RM.02.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2012
REFLEKSI KASUS
kelator besi pertama dalam sediaan oral. Obat ini diberikan sebanyak 3 kali sehari
(75mg/Kg/hari). Studi menunjukkan Ferriprox memiliki efektifitas yang sama dengan
deferoxamine (agen kelator perenteral) dalam mereduksi akumulasi besi (12).
VI. Meskipun rutin melakukan transfusi dan menggunakan kalsium, vitamin D, serta kelasi besi,
penderita thalassemia-β mayor akan tetap mengalami reduksi densitas tulang. Hingga saat
ini belum ada manajemen yang efektif yang dapat menekan laju resorbsi tulang (12).
VII. Transplantasi sel hematopoiesis merupakan satu-satunya terapi kuratif untuk penyakit
hemoglobinopati. Sebelum mendapat terapi ini, pasien diklasifikasikan berdasarkan
kepatuhan menggunakan kelasi besi, ada-tidaknya hepatomegali, dan ada-tidaknya fibrosis
portal. Pasien yang patuh terhadap kelasi besi, serta tidak ditemukan adanya fibrosis dan
hepatomegali memiliki peluan kesembuhan hingga 90% (12).
VIII. Induksi HbH secara farmakologis telah diusulkan sejak dulu sebagai agen terapi
thalassemia. Dengan meningkatnya rantai-γ, maka ketidakseimbangan antara rantai-α dan –
β dapat teratasi melalui pembentukan kompleks antara kelebihan rantai-α dan –γ menjadi
HbH. Meskipun demikian, hingga saat ini belum ditemukan agen yang secara efektif
meningkatkan kadar HbH pada penderita Thalassemia (12).
IX. Kerusakan oksidatif diyakini menjadi penyebab kerusakan jaringan. Saat ini peneliti tertarik
untuk menginvestigasi peran antioxidant pada pasien thalassemia. Ascorbate, vit. E, N-
acetylsisteine, flavonoid, dan indicaxanthin digunakan untuk mengetahui efek antioxidant
terhapad severitas anemia penderita thalassemia. Namun, tidak satupun dari antioxidant
tersebut dapat memperbaiki anemia penderita thalassemia (12).
RM.03.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2012
REFLEKSI KASUS
X. Penderita thalassemia-α 1 maupun -2 biasanya tidak membutuhkan terapi khusus karena
klinisnya yang minimal. Lain halnya dengan penderita HbH yang membutuhkan terapi
selayaknya thalassemia-β (12).
XI. KESIMPULAN
Pengisian informasi data admission yang lengkap dapat membantu mendiagnosis dan
mengetahui keadaan pasien secara menyeluruh.
RM.04.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2012
REFLEKSI KASUS
XII. DAFTAR PUSTAKA
Matondang, Corry S. Prof.Dr. dkk. (2009). Diagnosis Fisis Pada Anak Edisi ke-2. C.V Sagung Seto: Jakarta
World Health Organization. (2009). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota.
RM.05.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2012
REFLEKSI KASUS
Yogyakarta, 13 November 2012
dr. Sri Aminah, Sp.A
RM.06.