Resume Dbd

15
2. Intra Hospital Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dansebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. Perbedaan patofisilogik utama antara DD/DBD/SSD dan penyakit lain adalah adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma dangangguan hemostasis. Gambaran klinis DBD/SSD sangat khas yaitu demam tinggi mendadak, diastesis hemoragik, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Maka keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagian mendeteksi secara dini fase kritis yaitu saat suhu turun (the time of defervescence) yang merupakan ease awal terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Prognosis DBD terletak pada pengenalan awal terjadinya perembesan plasma, yang dapat diketahui dari peningkatan kadar hematokrit (DepKes RI, 2005). Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit. Penurunanjumlah trombosit sampai <100.000/pl atau kurang dari 1-2 trombosit/ Ipb (rata-rata dihitung pada 10 Ipb) terjadi sebelum peningkatan hematokrit dansebelum terjadi penurunan suhu. Peningkatan hematokrit 20% atau lebih mencermikan perembesan plasma dan merupakan indikasi untuk pemberian caiaran. Larutan garam isotonik atau ringer laktat sebagai cairan awal pengganti volume plasma dapat diberikan

Transcript of Resume Dbd

Page 1: Resume Dbd

2. Intra Hospital

Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan

plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dansebagai akibat perdarahan.

Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa.

Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif.

Perbedaan patofisilogik utama antara DD/DBD/SSD dan penyakit lain adalah

adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma

dangangguan hemostasis. Gambaran klinis DBD/SSD sangat khas yaitu demam tinggi

mendadak, diastesis hemoragik, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Maka keberhasilan

tatalaksana DBD terletak pada bagian mendeteksi secara dini fase kritis yaitu saat suhu turun

(the time of defervescence) yang merupakan ease awal terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan

melakukan observasi klinis disertai pemantauan perembesan plasma dan gangguan

hemostasis. Prognosis DBD terletak pada pengenalan awal terjadinya perembesan plasma,

yang dapat diketahui dari peningkatan kadar hematokrit (DepKes RI, 2005).

Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit. Penurunanjumlah

trombosit sampai <100.000/pl atau kurang dari 1-2 trombosit/ Ipb (rata-rata dihitung pada 10

Ipb) terjadi sebelum peningkatan hematokrit dansebelum terjadi penurunan suhu.

Peningkatan hematokrit 20% atau lebih mencermikan perembesan plasma dan merupakan

indikasi untuk pemberian caiaran. Larutan garam isotonik atau ringer laktat sebagai cairan

awal pengganti volume plasma dapat diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit.

Perhatian khusus pada kasus dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus dan

penurunan jumlah trombosit < 50.000/41. Secara umum pasien DBD derajat I danII dapat

dirawat di Puskesmas, rumah sakit kelas D, C dan pada ruang rawat sehari di rumah sakit

kelas B danA (DepKes RI, 2005).

1) Fase Demam

Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat

simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila

cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang

berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-kadang

diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama demam

pada DBD. Parasetamol direkomendasikan untuk pemberian atau dapat di sederhanakan

seperti tertera pada Tabel 1. Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat

Page 2: Resume Dbd

demam tinggi, anoreksia danmuntah. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, air teh

manis, sirup, susu, serta larutan oralit.

Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi. Periode

kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke 3-5 fase demam.

Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang

terbaik untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat

kebocoran plasma danpedoman kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya

terjadi sebelum dijumpai perubahan tekanan darah dantekanan nadi. Hematokrit harus

diperiksa minimal satu kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila sarana

pemeriksaan hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat dipergunakan sebagai

alternatif walaupun tidak terlalu sensitif. Untuk Puskesmas yang tidak ada alat pemeriksaan

Ht, dapat dipertimbangkan dengan menggunakan Hb. Sahli dengan estimasi nilai Ht = 3 x

kadar Hb (DepKes RI, 2005).

a) Penggantian Volume Plasma

Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada fase penurunan

suhu (fase a-febris, fase krisis, fase syok) maka dasar pengobatannya adalah

penggantian volume plasma yang hilang. Walaupun demikian, penggantian cairan

harus diberikan dengan bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung

untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering (setiap 30-

60 menit). Tetesan dalam 24-28 jam berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda

vital, kadar hematokrit, danjumlah volume urin (DepKes RI, 2005).

Penggantian volume cairan harus adekuat, seminimal mungkin mencukupi kebocoran

plasma. Secara umum volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan

ditambah 5-8%. Cairan intravena diperlukan, apabila (1) Anak terus menerus

smuntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum

per oral, ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok. (2)

Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang

diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dankehilangan elektrolit, dianjurkan cairan

glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan natrium

bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan (DepKes RI, 2005).

Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi jenis cairan yang

diberikan harus sama dengan plasma. Volume dankomposisi cairan yang diperlukan

sesuai cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan +

defisit 6% (5 sampai 8%), seperti tertera pada tabel 2 dibawah ini (DepKes RI, 2005).

Page 3: Resume Dbd

Tabel 2

Kebutuhan Cairan pada Dehidrasi Sedang

(defisit cairan 5 – 8 %)

Berat Badan waktu masuk

RS ( kg )

Jumlah cairan Ml/kg berat

badan per hari

< 7 220

7-11 165

12-18 132

>18 88

Pemilihan jenis danvolume cairan yang diperlukan tergantung dari umur dan berat badan

pasien serta derajat kehilangan plasma, yang sesuai dengan derajat hemokonsentrasi. Pada

anak gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan ideal untuk anak umur yang

sama (DepKes RI, 2005).

2) Sindrom Syok Dengue

Syok merupakan Keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah pengobatan yang

utama yang berguna untuk memperbaiki kekurangan volume plasma. Pasien anak akan cepat

mengalami syek dansembuh kembali bila diobati segera dalam 48 jam. Pada penderita SSD

dengan tensi tak terukur dantekanan nadi <20 mm Hg segera berikan cairan kristaloid

sebanyak 20 ml/kg BB/jam seiama 30 menit, bila syok teratasi turunkan menjadi 10 ml/kg

BB (DepKes RI, 2005).

a) Penggantian Volume Plasma Segera

Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat > 20 ml/kg BB. Tetesan

diberikan secepat mungkin maksimal 30 menit. Pada anak dengan berat badan lebih,

diberi cairan sesuai berat BB ideal danumur 10 mm/kg BB/jam, bila tidak ada

perbaikan pemberian cairan kristoloid ditambah cairan koloid. Apabila syok belum

dapat teratasi setelah 60 menit beri cairan kristaloid dengan tetesan 10 ml/kg BB/jam

bila tidak ada perbaikan stop pemberian kristaloid danberi cairan koloid (dekstran 40

atau plasma) 10 ml/kg BB/jam. Pada umumnya pemberian koloid tidak melebihi 30

ml/kg BB. Maksimal pemberian koloid 1500 ml/hari, sebaiknya tidak diberikan pada

saat perdarahan. Setelah pemberian cairan resusitasi kristaloid dankoloid syok masih

menetap sedangkan kadar hematokrit turun, diduga sudah terjadi perdarahan; maka

dianjurkan pemberian transfusi darah segar. Apabila kadar hematokrit tetap > tinggi,

maka berikan darah dalam volume kecil (10 ml/kg BB/jam) dapat diulang sampai 30

Page 4: Resume Dbd

ml/kgBB/ 24 jam. Setelah keadaan klinis membaik, tetesan infuse dikurangi bertahap

sesuai keadaan klinis dankadar hematokrit (DepKes RI, 2005).

b) Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Penggantian Volume Plasma

Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda vital telah membaik dankadar

hematokrit turun. Tetesan cairan segera diturunkan menjadi 10 ml/kg BB/jam

dankemudian disesuaikan tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi selama 24-

48 jam. Pemasangan CVP yang ada kadangkala pada pasien SSD berat, saat ini tidak

dianjurkan lagi. Cairan intravena dapat dihentikan apabila hematokrit telah turun,

dibandingkan nilai Ht sebelumnya. Jumlah urin/ml/kg BB/jam atau lebih merupakan

indikasi bahwa keadaaan sirkulasi membaik (DepKes RI, 2005).

Pada umumnya, cairan tidak perlu diberikan lagi setelah 48 jam syok teratasi. Apabila

cairan tetap diberikan dengan jumlah yang berlebih pada saat terjadi reabsorpsi

plasma dari ekstravaskular (ditandai dengan penurunan kadar hematokrit setelah

pemberian cairan rumatan), maka akan menyebabkan hipervolemia dengan akibat

edema paru dangagal jantung. Penurunan hematokrit pada saat reabsorbsi plasma ini

jangan dianggap sebagai tanda perdarahan, tetapi disebabkan oleh hemodilusi. Nadi

yang kuat, tekanan darah normal, dieresis cukup, tanda vital baik, merupakan tanda

terjadinya fase reabsorbsi (DepKes RI, 2005).

c) Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit

Hiponatremia danasidosis metabolik sering menyertai pasien DBD/SSD, maka

analisis gas darah dankadar elektrolit harus selalu diperiksa pada DBD berat. Apabila

asidosis tidak dikoreksi, akan memacu terjadinya KID, sehingga tatalaksana pasien

menjadi lebih kompleks. Pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma diberikan

secepatnya dan dilakukan koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat, maka

perdarahan sebagai akibat KID, tidak akan tejadi sehingga heparin tidak diperlukan

(DepKes RI, 2005).

d) Pemberian Oksigen

Terapi oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada semua pasien syok.

Dianjurkan pemberian oksigen dengan mempergunakan masker, tetapi harus

diingat pula pada anak seringkali menjadi makin gelisah apabila dipasang masker

oksigen (DepKes RI, 2005).

e) Transfusi Darah

Pemeriksaan golongan darah cross-matching harus dilakukan pada setiap pasien

syok, terutama pada syok yang berkepanjangan (prolonged shock). Pemberian

Page 5: Resume Dbd

transfusi darah diberikan pada keadaan manifestasi perdarahan yang nyata.

Kadangkala sulit untuk mengetahui perdarahan interna (internal haemorrhage)

apabila disertai hemokonsentrasi. Penurunan hematokrit(misalnya dari 50%

me.njadi 40%) tanpa perbaikan klinis walaupun telah diberikan cairan yang

mencukupi, merupakan tanda adanya perdarahan. Pemberian darah segar

dimaksudkan untuk mengatasi pendarahan karena cukup mengandung plasma, sel

darah merah dan faktor pembesar trombosit (DepKes RI, 2005).

Plasma segar dan atau suspensi trombosit berguna untuk pasien dengan KID dan

perdarahan masif. KID biasanya terjadi pada syok berat dan menyebabkan

perdarahan masif sehingga dapat menimbulkan kematian. Pemeriksaan hematologi

seperti waktu tromboplastin parsial, waktu protombin, dan fibrinogen degradation

products harus diperiksa pada pasien syok untuk mendeteksi terjadinya dan berat

ringannya KID. Pemeriksaan hematologis tersebut juga menentukan prognosis

(DepKes RI, 2005).

f) Monitoring

Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur

untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada monitoring

adalah:

Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15-30 menit atau lebih

sering, sampai syok dapat teratasi.

Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai keadaan klinis pasien stabil.

Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis cairan, jumlah, dan

tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah mencukupi.

Jumlah dan frekuensi dieresis

Pada pengobatan syok, kita harus yakin benar bahwa penggantian volume intravaskuler

telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum cukup 1 ml/kg/BB, sedang

jumlah cairan sudah melebihi kebutuhan diperkuat dengan tanda overload antara lain edema,

pernapasan meningkat, maka selanjutnya furasemid 1 mg/kgBB dapat diberikan. Pemantauan

jumlah diuresis, kadar ureum dankreatinin tetap harus dilakukan. Tetapi, apabila diuresis

tetap belum mencukupi, pada umumnya syok belum dapat terkoreksi dengan baik, maka

pemberian dopamia perlu dipertimbangkan (DepKes RI, 2005)

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Page 6: Resume Dbd

Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian yang efektif pada DHF ataupun DSS di ruang IGD didasarkan pada kemampuan analisis

kritis perawat untuk memprediksikan, mengenali dan menentukan dengan cepat pasien dengan DSS atau

potensial DSS sehingga dapat diberikan penanganan yang cepat pula, karena keterlambatan resusitasi dapat

meningkatkan resiko mortalitas. Hal ini sangat didukung oleh pengetahuan perawat tentang hal-hal yang

harus dikaji pada pasien dengan DHF atau DSS, termasuk manifestasi klinis yang mungkin muncul dalam

setiap tahap dari penyakit tersebut. Secara umum munculnya tanda dan gejala nyeri atau tenderness pada

abdomen, muntah terus menerus, akumulasi cairan misalnya efusi pleura atai asites,perdarahan

mukosa,penurunan kesadaran : letargi, gelisah, pembesaran liver (≥2cm),peningkatan hematokrit dengan

penurunan jumlah platelet secara cepat merupakan indikator bahwa diperlukan evaluai medis segera. CDC

(Center Disease Control and Prevention) menjelaskan bahwa fokus pengkajian untuk kegawatan pada DHF

yang dikenal dengan DSS adalah sebagai berikut (CDC, 2010):

a. Riwayat demam

Riwayat demam yang akurat penting untuk ketepatan diagnosis dan membantu prediksi kehilangan cairan,

dan fase penyakit. Terdapat perbedaan karakteristik demam pada :

DF demam akut biasanya 2 hari atau lebih

DHF : 2-7 hari

DSS :penurunan temperatur yang tiba-tiba (>38.0°C menjadi temperatur normal atau subnormal)

b. Tanda-tanda vital

Tanda-tanda kegawatan/kritis adalah ketika didapatkan nadi cepat dan lemah, tekanan nadi yang sempit

(TD sistolik-TD diastolik <20mm Hg) atau hipotensi berdasarkan tekanan darah sesuai usia.

c. Pemeriksaan fisik fokus dan manifestasi perdarahan

Kondisi pasien mulai kritis ketika didapatkan tanda-tanda manifestasi klinis perdarahan atau tes torniquet

positif disertai tanda munculnya asites dan atau efusi pleura, kulitdan ekstremitas teraba dingin, basah,

kesadaran menurun (letargi atau gelisah),CRT>2 detik, oliguria, tanda-tanda shock (Phanmeesuk &

Suksin, 2009).

d. Pemeriksaan laboratorium

Page 7: Resume Dbd

Untuk kewaspadaan ,didapatkannya leukopenia dengan onset baru (WBC <5,000 cells/mm3) limfositosis

danpeningkatan limfosit yang bersifat atypical, mengindikasikan dalam 24 jam berikutnya pasien potensial

akan masuk dalam fase kritis. Sedangkan tanda-tandapasien telah masuk fase kritis adalah ketika tanda

dan gejalapada pengkajian riwayat dan pemeriksaa fisik diatas disertaitemuan onset yang baru dari hasil

lab sebagai berikut (Phanmeesuk & Suksin, 2009):

1) Thrombocytopenia (≤100,000 cells per mm3)

2) Hemokosentrasi ( peningkatan hematocrit ≥20%diatas rata-rata sesuai usia atau penurunan hematocrit

≥20% dari terapi cairan yang diperlukan, hipoproteinemia, hipokolesterolemia

Deteksi dini menjadi sangat penting karena kesalahan dalam mengenali tanda-tanda kritis dapat

menyebabkan keterlambatan reusitasi cepat yang dapat menyebabkan pasien masuk kedalam komplikasi

atau yang ditandai dengan perdarahan masif dan gangguan metabolisme seperti hipokalsemia,

hipoglikemia, hiperglikemia, asidosis laktat, dan hiponatremia (CDC). Sehingga monitor ketat oleh

perawat terhadap volume intravaskular, fungsi organ vital, dan respon pasien terhadap treatment, jenis

cairan yang masuk, serta kemungkinan sumber perdarahan lainnya menjadi sangat penting. Maka, untuk

keperluan tersebut maka perawat sebagai petugas yang 24 jam didekat pasien memiliki peran yang

signifikan dalam efektifitas observasi tersebut (Phanmeesuk & Suksin, 2009).

2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi

a. Diagnosa Keperawatan : Resiko shock hipovolemik (kurangnya volume cairan) berhubungan dengan

peningkatan permeabilitas.

Ditandai dengan:perubahan status mental, penurunan tekanan darah,peningkatan frekuensi nadi nadi,

kulit/membran mukosa kering, hematokrit meningkat, suhu tubuh meningkat, konsentrasi urin meningkat,

kelemahan.

Kriteria hasil : keseimbangan cairan dan elektrolit dan asam basa tercapai, hidrasi adekuat.

Intervensi :

Intervensi prioritas NIC

1) Autotranfusi pengumpulan dan reinfusi darah yang hilang akibat perdarahan

2) Pengelolaan elektrolit peningkatan keseimbangan elektrolit dan pencegahan komplikasi akibat kadar

elektrolit serum yang tidak normal atau tidak diinginkan (misalnya : kalsium, kalium.agnesium, natrium

dan fosfat dalam serum).

3) Pengelolaan cairan : peningkatan dan analisis data paisen untuk mengatur keseimbangan cairan

4) Pengelolaan hipovolemia : expansi volume cairan intravaskular pada pasien yang mengalami penurunan

volume.

5) Terapi intravena : Pemberian dan pemantauan cairan dan obat intravena

Page 8: Resume Dbd

6) Pengelolaan syok , volume : peningkatan keadekuatan perfusi jaringan pada pasien yang mengalami

masalah volume intravaskular yang berat

Aktifitas Keperawatan

1) Pantau warna, jumlah, dan frekuensi kehilangan cairan

2) Observasi khusus terhadap kehilangan cairan dan elektrolit yang tinggi

3) Pantau perdarahan

4) Identifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap bertambah buruknya dehidrasi

5) Tinjau ulang elektrolit terutama natrium, kalium dan klorida.

6) Kaji orientasi terhadap orang, tempat dan waktu.

7) Pengelolaan cairan (NIC) :

a) Pantau status hidrasi

b) Pantau hasil laboratorium yang relevan dengan keseimbangan cairan

c) Pertahankan keakuratan asupan dan keluaran.

Pendidikan untuk pasien dan keluarga

1) Anjurkan pasien untuk melaporakan kepda perawat bila haus

Aktivitas kolaboratif :

1) laporkan dan catat keluaran (Output)

2) laporkan abnormalitas elektrolit

3) berikan terapi IV sesuai dengan anjuran

Aktifitas lain

1) bersihkan mulut secara teratur,

2) tentukan jumlah cairan dalam 24 jam

3) tingkatkan asupan orla, pasang kateter bila perlu

4) berikan cairan sesuai indikasi

b. Diagnosa keperawatan: Peningkatan suhu tubuh lebih dari normal berhubungan dengan terjadinya viremia

Ditandai dengan : suhu tubuh llebih dari normal (36.5- 37 C), kulit memerah (hiperemi), RR meningkat,

kulit hangat, tachikardi

Kriteria Hasil: Suhu tubuh Normal (365-37 C), RR dan nadi Normal, perubhan warna kulit tidak

ada.Keadaan umum cukup

Intervensi :

Intervensi prioritas NIC

Page 9: Resume Dbd

1) Pengobatan demam pengelolaan pasien dengan hipertermia yang disebabkan oleh faktor-faktor yang

bukan dari lingkungan

2) Regulasi suhu mencapai dan atau untuk mempertahankan suhu tubuh dalam rentang normal

3) Pemantauan tanda vital pengumpulan dan analisis data kardiovaskluar, respirasi, suhu tubuh untuk

menentukan serta mencegah komplikasi

Aktivitas Keperawatan

1) Pantau aktivitas kejang

2) Pantau hidrasi

3) Pantau tkanan darah dan, nadi dan pernafasan,e

4) Regulasi suhu (NIC) : pantau suhu tubuh minimal tiap 2 jam sesuai dengan kebutuhan denge pantau

warna kulit dan suhu

Pendidikan untuk pasien dan keluarga

1) Ajarkan indikasi keletihan karena panas dan tindakan kedaruratan ynag diperlukan sesuai dengan

kebutuhan

Aktifitas kolaboratif :

1) Berikan obatantipiretik sesuai dengan kebutuhan

2) Gunakan air jangat untuk mengatasi gangguan suhu tubuh sesuai dengan kebutuhan

Aktifitas lain :

1) Lepaskan pakaian yang yang berlebihn

2) Anjurkan asupan cairan oral

3) Gunakan selimut

4) Gunakna kompres pada aksila, kening, leher dan lipat paha

c. Diagnosa Keperawatan: Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, diet dan perawatan pasien DHF

sehubungan dengan kurangnya informasi.

Tujuan : Pengetahuan klien/keluarga tentang proses penyakit, diet, perawatan meningkat sehingga

klien/keluarga memperlihatkan perilaku yang kooperatif.

Intervensi:

1) Kaji tingkat pengetahuan klien/keluarga tentang penyakit DHF

2) Kaji latar belakang pendidikan klien/ keluarga.

3) Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan obat-obatan pada klien dengan bahasa dan kata-kata

yang mudah dimengerti.

4) Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan dan manfaatnya pada klien.

Page 10: Resume Dbd

5) Berikan kesempatan pada klien/ keluarga untuk menanyakan hal-hal yang ingin diketahui sehubungan

dengan penyakit yang diderita klien.

6) Gunakan leaflet atau gambar-gambar dalam memberikan penjelasan.