Resume Akhlak Tasawuf - Maqam Taubat
Click here to load reader
-
Upload
aryo-damar-djati -
Category
Documents
-
view
102 -
download
0
Transcript of Resume Akhlak Tasawuf - Maqam Taubat
Resume Akhlak Tasawuf
Dosen Pembimbing:
Ahmad Rusdi, MA
Disusun oleh:
Risyad Adam
NIM: 109082000110
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
Macam-macam Maqam
1. Maqam Taubat
Dalam ajaran tasawuf konsep taubat di kembangkan dan mendapat berbagai macam
pengertian. Namun yang membedakan antara taubat dalam syariat biasa dengan maqam
taubat dalam tasawuf diperdalam dan dibedakan antara taubatnya orang awam dengan orang
khawas. Dalam hal ini dzu al-Nun an-Mishri mengatakan “Taubatnya orang-orang awam
taubat dari dosa-dosa, taubatnya orang khawas taubat dari ghoflah (lalai mengingat tuhan)”.
Bagi golongan khowas atau orang yang telah sufi, yang di pandang dosa adalah ghoflah (lalai
mengingat tuhan). Ghoflah itulah dosa yang mematikan. Ghoflah adalah sumber munculnya
segala dosa. Dengan demikian taubat adalah merupakan pangkal tolak peralihan dari hidup
lama (ghoflah) ke kehidupan baru secara sufi. Yakni hidup selalu ingat tuhan sepanjang
masa, karena taubat menurut sufi terutama taubat dari ghoflah, maka kesempurnaan taubat
menurut ajaran tasawuf adalah apabila telah tercapai maqam “attaubatu min taubatihii” yakni
mentaubati terhadap kesadaran keberadaan dirinya dan keasadaran akan taubatnya itu sendiri.
2. Maqam Wara
Wara’ adalah meninggalkan hal yang syubhat: tarku syubhat yakni menjauhi atau
meninggalkan segala hal yang belum jelas haram dan halalnya. Dalam tasawuf wara’
merupakan langkah kedua sesudah taubat, dan disamping merupakan pembinaan mentalitas
(akhlak) juga merukan tangga awal untuk membersihkan hati dari ikatan keduniaan.
Wara’ itu ada dua tingkat, wara’ segi lahir yaitu hendaklah kamu tidak bergerak
terkecuali untuk ibadah kepada Allah. Dan wara’ batin, yakni agar tidak masuk dalam
hatimu terkecuali Allah ta’ala. Wara’ adalah meninggalkan setiap yang berbau syubhat dan
meninggalkan apa yang tidak perlu, yaitu meninggalkan apa yang tidak perlu, yaitu
meninggalkan berbagai macam kesenangan.
3. Maqam Zuhud
Sesudah maqam wara’ di kuasai mereka baru berusaha mengapai maqam (station) di
atasnya, yakni maqam zuhud. Berbeda dengan wara’ yang pada dasarnya merupakan laku
menjahui yang syubhat dan setiap yang haram, maka zuhud pada dasarnya adalah tidak
tamak atau tidak ingin dan tidak mengutamakan kesenangan duniawi. Dalam tasawuf zuhud
dijadikan maqam dalam upaya melatih diri dan menyucikan hati untuk melepas ikatan hati
dengan dunia. Maka di dalam tasawuf diberi pengertian dan diamalkan secara bertingkat.
Pada dasarnya dibedakan zuhud pada tingkat awal (biasa) dan zuhud bagi ajaran sufi.
Misalnya Abu Sulaiman aal-Darani mengatakan “sufi itu suatu ilmu dari ilmu-ilmu
tentang zuhud. Maka tidak pantas mengenakan kain suf dengan uang tiga dirham di
tanganya kok dalam hatinya menginginkan lima dirham”.
Pada tempat lain Abu Sulaiman al-Darani mengatakan “zuhud adalah meninggalkan
segala yang melalaikan hati dari Allah”. Ruwaim mengatakan “zuhud adalah memandang
kecil arti dunia dan menghapus pengaruhnya dari hati”.
4. Maqam Fakir
Mengenai maqam fakir, R.A.Nicholson mengatakan: Fakir dan dervish adalah nama-
nama di mana para sufi bangga untuk disebutnya, karena kedua itu bahwa dialah golongan
yang telah memalingkan setiap pikiran dan harapan yang akan memisahkan pikiranyan
daripada tuhan. Kosongnya seluruh pikiran dan harapan dari kehidupan masa kini dan
kehidupan yang akan dating, dan tidak menghendaki apapun kecuali tuhan penguasa
kehidupan masa kini dan masa yang akan dating-itulah fakir yang sesungguhnya. Fakir yang
sedemikian itu adalah orang yang lenyap kesadaran keberadaan dirinya, sehingga dirinya
tidak mendaku punya kemampuan, perasaan, dan perbuatan.
5. Maqam Sabar
Dalam islam mengendalikan diri untuk laku sabar merupakan tiang bagi akhlak mulia.
Dalam al-Qur’an dinyatakan sabar merukan laku yang terpuji dan merupakan perintah suci
agama. Jadi penguasaan diri dan bersabar dalam waktu mengalami kesempitan, susah,
penderitaan, tantangan dan perang, adalah mentalitas Islam. Sikap sabar di tinggikan sebagai
mentalitas sikap seorang mukmin dan muttqin, seperti di jelaskan dalam surat Al-Baqarah,
ayat 153 yang artinya “hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan sholat sebagai
penolongmu, sesungguhnya AllAh bersama orang-orang yang sabar”.
Dalam tasawuf sabar dijadikan satu maqam sesudah maqam fakir. Karena persyaratan
untuk bisa konsentrasi dalam zikir orang harus mencapai maqam fakir. Tentu hidupnya akan
dilanda berbagai macam penderitaan dan kepincangan. Oleh karena itu harus melangkah ke
maqam sabar. Sebagai satu maqam dalam tasawuf direnungkan dan dikembangkan menjadi
konsep yang diungkapkan dalam berbagai pengertian.
Jadi dengan maqam sabar para sufi memang telah mempersiapkan diri dengan seribu satu
kesulitan dan derita dalam hiduonya dengan sikap sabar, tanpa ada kesulitan. Itulah laku
maqam sabar di dalam tasawuf.
6. Maqam Ridlo
Maqam ridlo adalah ajaran menanggapi dan mengubah segala bentuk penderitaan,
kesengsaraan, dan kesusahan, menjadi kegembiraan dan kenikmatan. Yakni sebagaimana di
katakana imam ghozali, rela menerima apa saja. Dalam risalah al-Qusyairiyah misalnya
diceritakan ada seorang sufi yang selama hidupnya selalu bermuram hati dan tidak pernah
tertawa terkecuali setelah kematian anak satu-satunya. Tertawa lantaran syukur diberi
cobaan yang paling akbar di dunia bisa diatasinya (kuat), dan bahkan cobaan itu bisa di
tanggapinya sebagai nikmat. Masih diperhatikan Tuhan, yakni masih mau menegurnya
melalui cobaan tadi.
Maqam Taubat Menurut Hamka
Secara bahasa, kata taubat berakar dari kata tâba. Disebut bertaubat; mengampuni;
menyesal; bertaubat; meminta agar bertaubat. Menurut istilah, taubat adalah kembali dari apa
yang dibenci Allah, baik lahir maupun batin, kepada apa yang dicintaiNya, baik lahir maupun
batin. Taubat ialah membersihkan hati. Mandi atau berwudhuk ialah membersihkan badan.
Taubat ialah kembali dari sesuatu yang dicela dalam syari'at menuju sesuatu yang dipuji
dalam syari'at. Datang atau kembali kepada-Nya dengan perasaan menyesal atas perbuatan
atau sikap diri yang tidak benar di masa lalu dan dengan tekad untuk taat kepada-Nya;
dengan kata lain ia mengandung arti kembali kepada sikap, perbuatan, atau pendirian yang
lebih baik dan benar (Hamka, 1989: 389).
Cara Bertobat Menurut Hamka
Ciri khas cara bertaubat Hamka yaitu;
1. taubat dengan didahulukan beramal yang baik,
2. setelah mampu beramal yang baik, maka dapat dimulai taubat yang sebenarnya
Cara bertaubat yaitu;
1. Ingat keburukan dosa;
2. ingat sakitnya siksa Allah bagi orang yang berdosa, yang tentu tidak tertahankan
oleh anda;
3. ingat akan kelemahan diri anda dan sedikitnya daya upaya anda dalam
menghadapi siksa Allah.
Syarat Bertobat Menurut Hamka
Pertama, ia harus menghentikan perbuatan maksiat itu;
Kedua, ia pun harus menyesali karena pernah melakukannya;
Ketiga, ia harus bertekad untuk tidak mengulangi lagi untuk selama-lamanya;
Keempat mengembalikan barang hak milik kepada pemiliknya (Apabila maksiat atau
pelanggaran itu berkaitan dengan hak orang lain, maka syaratnya terdiri dari empat
perkara)