Resistensi Sultan Agung Dan Mataram Islam Atas Kolonialisme Belanda

6
Resistensi Sultan Agung dan Mataram Islam Atas Kolonialisme Belanda Oleh : Ilham Dary Athallah XI A 3/ 11 SMAN 1 Pati Dibuat untuk memenuhi Tugas Portofolio Mata Pelajaran Sejarah Syariat tanpa hakikat adalah kosong. Dan sebaliknya hakikat tanpa syariat adalah batal. -Sultan Agung- -------------------------- Kompleks Imogiri di Jogjakarta memiliki cerita unik. Imogiri berasal dari kata Imo yang berarti mendung dan Giri yang yang berarti gunung. Jadi Imogiri diartikan sebagai Gunung yang bermendung atau Gunung yang sejuk. Sejak abad ke-17 bukit ini dijadikan astana (makam raja-raja) Kerajaan Mataram oleh Sultan Agung. Beliau sendiri merupakan orang pertama yang dimakamkan di Astana ini. Konon jenazah Gubernur Jenderal VOC yang pertama, Jan Pieterszoon Coen juga dimakamkan di Imogiri sebagai kesed alias alas pembersih kaki. Ada yang berpendapat bahwa makam J.P. Coen itu di Imogiri disebut sebagai makam Indranata, sebab dalam buku makam Imogiri disebutkan bahwa Indranata adalah musuh negara. Badannya dibagi tiga. Kaki dan tangan ditanam di dekat anak-tangga-teratas, dekat pohon-pohon, kurang terawat, tubuhnya (gembung, dada, dan perut) ditanam di tengah anak- tangga-terbawah dari Gapura Supiturang, dan kepalanga ditanam di alas Gapura Situpirang itu.Kebenaran cerita di atas memang tidak bisa dipastikan. Namun hal ini biasa digunakan sebagai bumbu-bumbu untuk menarik rasa penasaran para pengunjung. Panembahan Senapati selaku pendiri Kerajaan Mataram tidak dimakamkan di Imogiri melainkan di Kota Gede pada tahun 1601. Tampuk kepemimpinan Mataram diteruskan kepada keturunannya, Raden Mas Jolang, yang berhasil melenyapkan eksistensi Kerajaan Demak saingannya. Di saat yang sama, VOC mulai mengarungi lautan Jawa untuk urusan perdagangan Malaka di barat dan Maluku di timur. Seorang pelayar Belanda mencatatkan kesannya mengenai orang Jawa dalam bukunya sebagai berikut : Orang Jawa memelihara rambut gondrong, kulitnya coklat kemerah-merahan seperti kulit orang Brazilia, memelihara kuku-tangan panjang-panjang, badannya kekar-kokoh, otot2nya kuat, wajahnya persegi dan lebar dengan pipi yang tinggi (ciri-ciri orang Mongol), kelopak matanya tebal, tetapi matanya kecil (ciri2 orang pemberani), memelihara janggut sedikit. Sikapnya teliti, berdisiplin keras, patuh pada atasan, dan seolah-olah siap pertaruhkan nyawa setiap saat, demi tugasnya.R.M. Jolang wafat sebelum berusia tinggi. Ia mengalami kecelakaan ketika berburu di hutan Krapyak pada tahun 1612., dengan bekas hutan Krapyak diyakini terletak 1 km di selatan alun-alun selatan Jogjakarta, berupa Desa Krapyak. R.M. Jolang digantikan kakak sulungnya yang bernama R.M. Rangsang. Ialah yang nantinya bergelar Sultan Agung. Bagaikan buku biografi umumnya, sang penulis memaparkan

description

sfdfg

Transcript of Resistensi Sultan Agung Dan Mataram Islam Atas Kolonialisme Belanda

  • Resistensi Sultan Agung dan Mataram Islam Atas Kolonialisme Belanda

    Oleh : Ilham Dary Athallah XI A 3/ 11 SMAN 1 Pati

    Dibuat untuk memenuhi Tugas Portofolio Mata Pelajaran Sejarah

    Syariat tanpa hakikat adalah kosong. Dan sebaliknya hakikat tanpa syariat adalah batal.

    -Sultan Agung-

    --------------------------

    Kompleks Imogiri di Jogjakarta memiliki cerita unik. Imogiri berasal dari kata Imo

    yang berarti mendung dan Giri yang yang berarti gunung. Jadi Imogiri diartikan sebagai

    Gunung yang bermendung atau Gunung yang sejuk. Sejak abad ke-17 bukit ini dijadikan astana

    (makam raja-raja) Kerajaan Mataram oleh Sultan Agung. Beliau sendiri merupakan orang

    pertama yang dimakamkan di Astana ini.

    Konon jenazah Gubernur Jenderal VOC yang pertama, Jan Pieterszoon Coen juga

    dimakamkan di Imogiri sebagai kesed alias alas pembersih kaki. Ada yang berpendapat bahwa

    makam J.P. Coen itu di Imogiri disebut sebagai makam Indranata, sebab dalam buku makam

    Imogiri disebutkan bahwa Indranata adalah musuh negara.

    Badannya dibagi tiga. Kaki dan tangan ditanam di dekat anak-tangga-teratas, dekat

    pohon-pohon, kurang terawat, tubuhnya (gembung, dada, dan perut) ditanam di tengah anak-

    tangga-terbawah dari Gapura Supiturang, dan kepalanga ditanam di alas Gapura Situpirang

    itu.

    Kebenaran cerita di atas memang tidak bisa dipastikan. Namun hal ini biasa digunakan

    sebagai bumbu-bumbu untuk menarik rasa penasaran para pengunjung.

    Panembahan Senapati selaku pendiri Kerajaan Mataram tidak dimakamkan di Imogiri

    melainkan di Kota Gede pada tahun 1601. Tampuk kepemimpinan Mataram diteruskan kepada

    keturunannya, Raden Mas Jolang, yang berhasil melenyapkan eksistensi Kerajaan Demak

    saingannya. Di saat yang sama, VOC mulai mengarungi lautan Jawa untuk urusan perdagangan

    Malaka di barat dan Maluku di timur. Seorang pelayar Belanda mencatatkan kesannya

    mengenai orang Jawa dalam bukunya sebagai berikut :

    Orang Jawa memelihara rambut gondrong, kulitnya coklat kemerah-merahan seperti

    kulit orang Brazilia, memelihara kuku-tangan panjang-panjang, badannya kekar-kokoh,

    otot2nya kuat, wajahnya persegi dan lebar dengan pipi yang tinggi (ciri-ciri orang Mongol),

    kelopak matanya tebal, tetapi matanya kecil (ciri2 orang pemberani), memelihara janggut

    sedikit. Sikapnya teliti, berdisiplin keras, patuh pada atasan, dan seolah-olah siap pertaruhkan

    nyawa setiap saat, demi tugasnya.

    R.M. Jolang wafat sebelum berusia tinggi. Ia mengalami kecelakaan ketika berburu di

    hutan Krapyak pada tahun 1612., dengan bekas hutan Krapyak diyakini terletak 1 km di selatan

    alun-alun selatan Jogjakarta, berupa Desa Krapyak.

    R.M. Jolang digantikan kakak sulungnya yang bernama R.M. Rangsang. Ialah yang

    nantinya bergelar Sultan Agung. Bagaikan buku biografi umumnya, sang penulis memaparkan

  • keunggulan-keunggulan Sultan Agung yang dilebih-lebihkan sehingga tidak perlu

    mendapatkan perhatian khusus. Bagian paling penting yang perlu mendapat sorotan adalah

    peristiwa pertentangan Sultan Agung dengan Jan Peterszoon Coen.

    Sejak tahun 1614 VOC telah mengirimkan dubesnya yang bernama Van Zurck ke

    Mataram, dilanjutkan oleh Cornelis van Maseijk pada tahun 1618 dan De Haan tahun 1623.

    Sambil membicarakan masalah dagang, mereka tentunya bertujuan untuk mengamati kondisi

    Kerta, ibukota Mataram saat itu. Salah satu laporan menyebutkan :

    Kota Kerta memang kota yang makmur. Penduduk kota Kerta sangat padat. Untuk

    memenuhi kebutuhan daging, maka tiap hari dipotonglah 4000 ekor ternak.

    Pasar kota Kerta sangat ramai. Kesibukan hampir tak pernah putus setiap hari.

    Sampai-sampai pedagang dari kota-kota yang jauh datang ke Kerta, dari kota-kota di Jawa

    Timur, kota-kota di Jawa Tengah, bahkan juga dari Jawa Barat. Pada zaman itu pedagang-

    pedagang dari Sumedang, dengan jalan kaki ataupun bergerobak dan berkuda datang ke

    Kerta. Waktu itu perjalanan lewat daratan dari Sumedang ke Kerta makan waktu dua bulan

    kurang sedikit

    Mataram yang mencium niat buruk VOC pada awalnya bersikap sangat hati-hati. Pada

    tahun 1610 Bahureksa sang penguasa Kendal dan Pantai Utara berusaha menghambat

    pembangunan gudang VOC di Jepara dengan cara mempersulit VOC dalam mencari bahan

    bangunan seperti bata merah dan kayu jati. VOC merasa sangat jengkel, apalagi pada tahun

    1618 Mataram mengizinkan Inggris mendirikan kantor di samping gudang VOC itu.

    VOC melampiaskan kekesalannya dengan merampas kapal-kapal dagang Mataram

    yang berlabuh di Jepara. Tindakan ini dibalas Bahureksa dengan merampok kantor VOC di

    Jepara. 17 anggota VOC kulit putih ditawan dan dikirim ke ibukota Kerta sesuai hukum yang

    berlaku. Mendengar hal itu, J.P. Coen mengirim angkatan lautnya dari Sunda Kelapa untuk

    menyerang balik Jepara. Mereka tiba di Jepara pada tanggal 30 Desember 1618 dan langsung

    meluluhlantakkan kota pelabuhan tersebut tanpa ampun.

    Setelah melakukan serangan tersebut, armada VOC meneruskan perjalanan ke Maluku

    untuk mengambil bala bantuan dan lima bulan kemudian, tepatnya pada tanggal 30 Mei 1619

    armada VOC yang lebih besar datang dari Maluku untuk menyerang Sunda Kelapa dan

    mendudukinya. Dalam perjalanan tersebut mereka mampir ke Jepara untuk sekali lagi

    meratakannya. Pada tahun 1621 kota Jayakarta alias Sunda Kelapa resmi diduduki oleh VOC

    dengan nama barunya, Batavia. Sejak itu Sultan Agung resmi menjadikan VOC sebagai musuh

    utama.

    Setelah berusaha mengkonsolidasikan kekuatan yang sempat tercerai berai, Sultan

    Agung menetapkan kebijakan Monopoli Beras untuk menghambat kekuasaan VOC. Penduduk

    Jayakarta dan VOC menjadi kelabakan. Pada tahun 1623 VOC mengirimkan duta besarnya, de

    Haan ke Kerta untuk berunding soal itu dengan Sultan Agung. Pada pertemuan tersebut, Sultan

    Agung menetapkan syarat yaitu :

    Mataram menjamin keamanan dan kegiatan ekonomi VOC di Pulau Jawa selama

    mereka mengakui Sultan Agung sebagai Penguasa Tunggal di Pulau Jawa, termasuk Banten.

    J.P. Coen menolak mentah-mentah syarat tersebut sambil melakukan serangan balik

    terhadap armada laut Mataram. Di saat yang sama, Mataram tidak bisa membalas karena

  • dihadapkan pada pemadaman berbagai pemberontakan di daerah Jawa Timur. Barulah pada

    tahun 1628 Sultan Agung menyiapkan Divisi Kaladuta yang dipimpin Bahureksa untuk

    menyerang Batavia.

    Setelah mengamati keadaan, Armada laut Mataram diberangkatkan dari Jepara dan

    Tegal, terdiri dari 3000 perahu perang yang memuat sekitar 100.000 pasukan lengkap

    bersenjata. Serangan terhadap benteng Batavia berlangsung tanggal 26 Agustus 1628 setelah

    sebelumnya sempat digempur terlebih dahulu oleh Pasukan Galuh dan Ukur . Dalam

    pertempuran tanggal 12 September 1628 pasukan Bahureksa berhasil membobol benteng

    Batavia, namun sayangnya mendapatkan perlawanan sengit sehingga Bahureksa gugur. VOC

    memanfaatkan keadaan tersebut dengan menyerang balik pasukan Mataram yang mundur

    teratur.

    Tak lama kemudian tibalah gelombang serangan kedua yang dipimpin Jenderal Sura

    Agulagul, Pangeran Mandurareja, dan Adipati Tepasenta. Pasukan kedua ini mengadakan

    strategi pengepungan benteng Batavia dengan tujuan melemahkan penghuni benteng secara

    perlahan. Sayangnya strategi ini tidak berhasil karena satu fenomena yang menjadi momok

    hingga saat ini, yaitu banjir.

    Bulan Desember sudah tiba. Musim hujan makin penuh dengan hujan deras. Air

    membanjir. Rawa-rawa di sekitar kota Batavia penuh air. Kemah-kemah prajurit menjadi

    kurang sehat. Makanan ternyata kurang baik persediaannya. Wabah penyakit mulai menyerang

    kemah2 prajurit Divisi Kaladuta gelombang kedua ini. Lama kelamaan seluruh pasukan ini tak

    tahan berada di sekitar kota dalam musim hujan itu.

    Pasukan Mataram dikalahkan alam. Tapi Sultan Agung tidak menyerah, ia tetap

    mengadakan perang gerilya, salah satunya dengan membendung kali Ciliwung dan

    menghanyutkan bangkai-bangkai binatang yang terbawa hingga tengah kota. Akibatnya wabah

    kolera mendera kota, salah satunya memakan korban J.P. Coen yang wafat tahun 1629.

    Paska serangan tersebut Sultan Agung lebih banyak memusatkan perhatian pada

    penguasaan wilayah Jawa dan Madura. sehingga pada akhir hidupnya, Mataram telah

    menguasai sebagian besar Jawa dan Madura (kecuali Banten dan Batavia), serta beberapa

    wilayah Sumatera dan Kalimantan.

    Wafatnya Sultan Agung menandai berakhirnya masa keemasan Mataram dan

    membesarnya pengaruh VOC. Angkatan laut Mataram yang terus menerus diserang VOC

    menjadi sangat lemah, menyebabkan terisolasinya Jawa oleh VOC. Selain itu penerus Sultan

    Agung yang bernama R.M. Jebus atau Amangkurat I berperan sebagai pemimpin yang sifatnya

    berkebalikan dengan Sultan Agung ayahnya, akhirnya Mataram Islam pun melemah dan

    Perjanjian Giyanti adalah bukti nyata keberhasilan politik divide et impera Belanda,

    Kehidupan Sultan Agung mewakili masa keemasan Mataram. Kekalahannya dalam

    menghadapi VOC mengakibatkan jatuhnya Nusantara ke tangan jajahan Belanda selama

    ratusan tahun. Dari peristiwa ini kita bisa mengambil pelajaran bahwa ada beberapa hal yang

    setidaknya menyebabkan kegagalan tersebut dan bisa direfleksikan hingga saat ini. Pertama

    adalah tidak adanya persatuan dari kerajaan-kerajaan Islam Nusantara untuk sama-sama

    menghadapi VOC. Andaikata Banten saat itu bersedia mendukung serangan Mataram, sejarah

    tentu akan sangat berbeda. Ternyata sejak saat dulu kekuatan Islam tidak mudah untuk

    disatukan, bahkan untuk menghadapi kekuatan yang diyakini oeh Kerajaan Islam sebagai pihak

  • kafir sekalipun, atas dasar perebutan kekuasaan dan keengganan Banten untuk ditempatkan

    dibawah kekuasaan Mataram.

    Kedua, ternyata banjir merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kekalahan

    pasukan Mataram. Banjir yang rutin melanda kawasan Jayakarta ternyata telah terjadi sejak

    berabad-abad yang lalu dan gagal diprediksi oleh Mataram. Andai peperangan diadakan di luar

    musim hujan, mungkin sejarah juga akan berbeda.

    Ketiga, kekuatan armada laut menjadi kunci bagi siapapun yang ingin menguasai

    nusantara. Mataram hancur ketika seluruh pelabuhan dan armada lautannya dilumpuhkan

    VOC. Sejak itu Mataram mengisolasi diri dan menjauh ke pedalaman, bertahan hidup dengan

    susah payah.

    Bukan kewenangan kita untuk berandai-andai, tapi sejarah menyediakan pembelajaran

    yang luar biasa berharga. Dengan demikian sebagai penutup, apabila negara Indonesia yang

    didaulat sebagai Negara maritim ini mau bangkit, tiga hal yang harus dilakukan adalah

    mempersatukan umat Islam, mengantisipasi fenomena alam dengan baik, dan menguasai

    lautan. Pemerintah saat ini pun menyatakan dukungan penuh untuk menjadikan Indonesia

    sebagai poros maritim dunia, mengingat seluruh kerajaan dalam sejarah kita sukses

    membangun kerajaan yang disegani di dunia karena penguasaannya terhadap laut, kuatnya

    armada perang laut, dan dijadikannya Indonesia sebagai jujugan pelabuhan. Kedepan, dengan

    belajar dari sejarah, kita bisa mengulangi kesuksesan pendahulu kita. Mengutip slogan

    Angkatan Laut Tentara Nasional Indonesia Jalesviva Jayamahe. ( Di laut kita jaya!)

  • LAMPIRAN

    Kompleks Imogiri

    (http://www.jogjapages.com)

    Lukisan menggambarkan Sultan Agung

    menyaksikan pertunjukan Harimau

    Serangan Mataram ke Batavia

    Kapal Perang Mataram

  • DAFTAR PUSTAKA

    Sultan Agung Pranata S.P, 1977 : P.T. Yudha Gama Corp. Jakarta,

    Pogadaev, V. A. Sultan Agung (1591 - 1645). The Ruler of the Javanese Kingdom; Kris the

    sacred weapon of Java; On the Pirates Ship. Istorichesky Leksikon. XVII vek (Historical

    Lexicon. XVII Century). oscow: Znanie, 1998, p. 20 - 26.