RESENSIBUKUMODULPENANGANANTPPU_20120.pdf

3
1| Modul Penanganan TPPU dan APA MODUL PENANGANAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DAN TINDAK PIDANA ASAL Tim Penyusun Muhammad Yusuf R. Narendra Jatna KBP Sundari KBP Agung Setya, SIK AKBP Muh. Anwar R AKBP Hady Poerwanto Syarief Nahdi Eko Setiawan Dado Achmad Ekroni Ineke Indraswati Fadjar Donny Tjahjadi Winarko Dian Subagyo Agus Waluyo Sulaiman Theo Erbinar P. Sinurat Wahono Saputro Zeini Aswin AKBP Sri Anna Rudyono Ian Florindo Robert D. Deo Arinta Luthri Handini Riono Budisantoso Ivan Yustiavandana Rizki Addwiansyah Agus Mulyana Fathan Luthfi Rachmawati Muhammad Novian Marina Ayu Harsuci Nadia Safitri Ni Komang Wiska Ati Afra Azzahra RESENSI Modul ini telah dijadikan sebagai materi dasar dalam pelatihan terpadu (workshop) bagi berbagai elemen dari rezim anti pencucian uang di Indonesia, seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), para penyidik TPPU (Polri, KPK, BNN, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Direktorat Jenderal Pajak), penuntut umum (Kejaksaan RI), dan hakim. Modul yang berbentuk buku ini diharapkan dapat dijadikan manual bagi para peserta workshop dalam memahami penanganan TPPU dan tindak pidana asalnya serta penelusuran dan pengembalian aset hasil tindak pidana dari perspektif lembagalembaga penegak hukum sesuai kewenangan masingmasing. Modul sejenis pernah dibuat setahun sebelumnya (2011). Sejak awal penyusunannya, modul ini telah dilakukan perbaikan terus menerus, baik dari segi teknik penulisan maupun penambahan dan penyempurnaan materi dari lembagalembaga penegak hukum di bidang penyidikan dan penuntutan yang terlibat dalam penanganan tindak pidana asal maupun TPPU. Beberapa materi penyempurnaan antara lain penegasan kembali mengenai perlunya menggabungkan tindak pidana asal dengan TPPU sejak dari penyidikan dalam rangka asset recovery, pelaksanaan fungsi pemeriksaan yang dilakukan oleh PPATK, tipologi, serta penyidikan maupun penuntutan tindak pidana asal dan TPPU. Modul yang telah direvisi ini dirubah judulnya menjadi “Modul Penanganan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Asal”. Modul ini terdiri atas sepuluh bagian. Bagian Kesatu adalah silabus workshop terpadu yang memuat latar belakang perlunya penyusunan modul ini, sasaran umum dan khusus, dan lain sebagainya. Disain & Tata Letak Perpustakaan PPATK Cetakan pertama, Juni 2012 vi + 315 hlm + indeks Penerbit Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Jl. Juanda No. 35 Jakarta 10120 Indonesia Telephone: +62213850455, Facsimili: +62213856009 Website: www.ppatk.go.id , Email: contact[email protected]

Transcript of RESENSIBUKUMODULPENANGANANTPPU_20120.pdf

Page 1: RESENSIBUKUMODULPENANGANANTPPU_20120.pdf

1 | Modul Penanganan TPPU dan APA  

MODUL PENANGANAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DAN 

TINDAK PIDANA ASAL  Tim Penyusun Muhammad Yusuf R. Narendra Jatna KBP Sundari KBP Agung Setya, SIK AKBP Muh. Anwar R AKBP Hady Poerwanto Syarief Nahdi Eko Setiawan Dado Achmad Ekroni Ineke Indraswati Fadjar Donny Tjahjadi Winarko Dian Subagyo Agus Waluyo Sulaiman Theo Erbinar P. Sinurat Wahono Saputro Zeini Aswin AKBP Sri Anna Rudyono Ian Florindo Robert D. Deo Arinta Luthri Handini Riono Budisantoso Ivan Yustiavandana Rizki Addwiansyah Agus Mulyana Fathan Luthfi Rachmawati Muhammad Novian Marina Ayu Harsuci Nadia Safitri Ni Komang Wiska Ati Afra Azzahra  

 

RESENSI 

Modul ini telah dijadikan sebagai materi dasar dalam pelatihan terpadu (workshop) bagi berbagai elemen dari  rezim  anti  pencucian  uang  di  Indonesia,  seperti  Pusat  Pelaporan  dan  Analisis  Transaksi  Keuangan (PPATK), para penyidik TPPU (Polri, KPK, BNN, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Direktorat Jenderal Pajak), penuntut  umum  (Kejaksaan  RI),  dan  hakim. Modul  yang  berbentuk  buku  ini  diharapkan  dapat  dijadikan manual bagi para peserta workshop dalam memahami penanganan TPPU dan  tindak pidana asalnya  serta penelusuran dan pengembalian  aset hasil  tindak pidana dari perspektif  lembaga‐lembaga penegak hukum sesuai kewenangan masing‐masing.  

Modul  sejenis pernah dibuat  setahun  sebelumnya  (2011).  Sejak  awal penyusunannya, modul  ini  telah dilakukan  perbaikan  terus  menerus,  baik  dari  segi  teknik  penulisan  maupun  penambahan  dan penyempurnaan materi dari  lembaga‐lembaga penegak hukum di bidang penyidikan dan penuntutan yang terlibat dalam penanganan tindak pidana asal maupun TPPU. Beberapa materi penyempurnaan antara  lain penegasan  kembali  mengenai  perlunya  menggabungkan  tindak  pidana  asal  dengan  TPPU  sejak  dari penyidikan  dalam  rangka  asset  recovery,  pelaksanaan  fungsi  pemeriksaan  yang  dilakukan  oleh  PPATK, tipologi,  serta penyidikan maupun penuntutan  tindak pidana  asal dan TPPU. Modul  yang  telah direvisi  ini dirubah judulnya menjadi “Modul Penanganan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Asal”. 

Modul ini terdiri atas sepuluh bagian. Bagian Kesatu adalah silabus workshop terpadu yang memuat latar belakang perlunya penyusunan modul ini, sasaran umum dan khusus, dan lain sebagainya.  

Disain & Tata LetakPerpustakaan PPATK  Cetakan pertama, Juni 2012 vi + 315 hlm + indeks  Penerbit Pusat Pelaporan dan Analisis  Transaksi Keuangan (PPATK) Jl. Juanda No. 35 Jakarta 10120 Indonesia Telephone: +6221‐3850455,  Facsimili: +6221‐3856009 Website: www.ppatk.go.id,  Email: contact‐[email protected] 

Page 2: RESENSIBUKUMODULPENANGANANTPPU_20120.pdf

2 | Modul Penanganan TPPU dan APA  

Bagian Kedua adalah berupa pengantar untuk memahami pola penanganan TPPU secara terpadu. Di sini dijelaskan bahwa pola penanganan suatu perkara apabila mengikuti pola penanganan suatu perkara apabila mengikuti pola sistem kompartemen sebagaimana tergambar dalam KUHAP maka seolah penanganan suatu kasus/perkara  terkotak‐kotak  dalam  tahap  penyidikan,  persidangan,  dan  eksekusi.  Kompartementalisasi (pengotak‐kotakan) penanganan  suatu perkara  akan membawa  akibat  terutama dalam  konteks pelacakan dan pengembalian  aset hasil  tindak pidana,  khususnya dalam  tahapan eksekusi. Kegagalan eksekusi  suatu aset hasil tindak pidana dapat terjadi akibat dari pola penanganan dari penyidikan yang tidak tepat. 

Bagian Ketiga merupakan uraian ringkas mengenai rezim anti pencucian uang di Indonesia. Pada bagian ini dijelaskan bahwa   dalam penyelidikan dan penyidikan financial crime, atau tindak pidana yang dilakukan dengan tujuan mencari uang atau kekayaan menggunakan pendekatan follow the money dan juga follow the suspect. Pendekatan  follow  the money merupakan  istilah  lain bagi pendekatan Rezim Anti Pencucian Uang (AML Regime). Pendekatan follow the money mendahulukan mencari uang atau harta kekayaan hasil tindak pidana  dibandingkan  dengan  mencari  pelaku  kejahatan.  Setelah  hasil  tindak  pidana  diperoleh  melalui pendekatan analisis transaksi keuangan (financial analysis) kemudian baru dicari pelakunya dan tindak pidana yang dilakukan. Dalam melacak terjadinya transaksi keuangan yang mencurigakan, pelacakan dapat dilakukan ke belakang untuk mengetahui sumber dananya. Demikian juga pelacakan ke depan untuk mengetahui siapa lawan  transaksi,  yang  menerima  atau  menikmati  hasil  transaksi  tersebut.  Pelacakan  dapat  dilakukan semaksimal mungkin,  sesuai  kebutuhan untuk mencari  adanya  indikasi  tindak pidana  yang dilakukan oleh seseorang. Hasil  financial  analysis  ini dapat memberikan petunjuk  atau  indikasi mengenai dugaan  adanya suatu  tindak  pidana  telah  dilakukan  oleh  seseorang.  Namun  demikian,  financial  analysis  belum  dapat memastikan  terjadinya  suatu  tindak  pidana  dan  bukan  merupakan  alat  bukti  terjadinya  tindak  pidana tersebut. Kedua hal  terakhir  ini merupakan  tugas penyidik yang menerima hasil  financial analysis  tersebut dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). 

Bagian Keempat adalah deskripsi mengenai peran dan fungsi PPATK sebagai national vocal point dalam upaya  pencegahan  dan  pemberantasan  TPPU  di  Indonesia.  Dalam  hal  ini,  PPATK  merupakan  financial intelligence  unit  (FIU)  yang  bertugas melakukan  proses  intelijen    dan menyampaikan  informasi  intelijen keuangan kepada pihak penyidik untuk digunakan oleh aparat penegak hukum dalam menindaklanjuti suatu dugaan  tindak  pidana.  Informasi  intelijen  keuangan  tersebut  dihasilkan  oleh  PPATK  setelah  sebelumnya melakukan analisis terhadap Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM), Laporan Transaksi Keuangan Tunai  (LTKT),  Laporan Transfer Dana  yang dikirimkan oleh PJK  (bank dan non bank),  Laporan Pembawaan Uang  Tunai  (LPUT)  dari Dirjen Bea  dan Cukai,  dan  Laporan  Transaksi  dari  Penyedia  Jasa  dan/atau Barang (PJB). 

Bagian  Kelima  adalah  uraian  penyelidikan  dan  penyidikan  TPPU  oleh  Polri.  Bagian  ini  menjelaskan bagaimana Polri menindaklanjuti Hasil Analisis  (HA) yang  telah disampaikan oleh PPATK. Penanganan Hasil Analisis  (HA) yang disampaikan oleh PPATK  tersebut  lebih kepada  tata cara dan proses  tahap penyelidikan dan penyidikan TPPU, serta hal‐hal lain yang secara spesifikasi harus dilakukan pada penanganan TPPU. 

Bagian Keenam adalah penanganan  tindak pidana korupsi oleh KPK dan kaitannya dengan TPPU. Pada bagian  ini  diuraikan  bahwa  pelaku  tindak  pidana  korupsi  umumnya menyamarkan  dan menyembunyikan harta  kekayaaan  yang  diperolehnya  sebelum  dinikmati  atau  digunakan,  yang masuk  dalam  ruang  lingkup TPPU. Pemahaman terhadap proses penyidikan tindak pidana korupsi sebagai tindak pidana asal (predicate crime) dari  TPPU  akan menjadi  kunci  keberhasilan dalam upaya menelusuri dan mengembalikan  kerugian negara (asset recovery) yang timbul akibat tindak pidana korupsi, serta memperberat hukuman bagi pelaku tindak pidana korupsi dan TPPU. Untuk itu perlu peningkatan kompetensi penegak hukum dalam penanganan TPPU  dan  tindak  pidana  korupsi  secara  berkesinambungan melalui  berbagai  kegiatan  pelatihan,  diskusi, kerjasama dan koordinasi antar lembaga. 

Bagian  Ketujuh  adalah  penyidikan  TPPU  dan  narkotika  oleh  Badan  Narkotika  Nasional  (BNN).  Dalam rangka penyelamatan aset hasil tindak pidana  (proceed of crimes), sesuai dengan Pasal 80 Undang‐Undang 

Page 3: RESENSIBUKUMODULPENANGANANTPPU_20120.pdf

3 | Modul Penanganan TPPU dan APA  

Narkotika, penyidik BNN memiliki peran penting. Dalam hubungan  ini, penyidik BNN diberikan kewenangan memerintahkan  kepada  pihak  bank  atau  lembaga  keuangan  lainnya  untuk memblokir  rekening  simpanan yang  diduga  dari  hasil  penyalahgunaan  dan  peredaran  gelap  narkotika  dan  prekursor  narkotika  milik tersangka atau pihak  lain yang  terkait, kemudian memblokir harta kekayaan  tersangka baik berupa benda bergerak tidak bergerak, baik yang berwujud maupun tidak berwujud, menghentikan sementara untuk suatu transaksi  keuangan,  perdagangan,  dan  perjanjian  lainnya  berdasarkan  bukti  permulaan  yang  cukup  ada hubungan dengan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika, untuk meminta keterangan dari pihak bank atau  lembaga keuangan  lainnya tentang keadaan keuangan tersangka yang sedang diperiksa penyidik BNN dapat meminta langsung kepada bank atau penyedia jasa keuangan (PJK) lainnya . 

Bagian Kedelapan adalah uraian tentang penyidikan tindak pidana di bidang kepabeanan dan cukai oleh Direktorat  Jenderal Bea dan Cukai. Peran direktorat  ini  juga  cukup penting dan  strategis dalam  rezim anti pencucian uang di Indonesia alam hal pengawasan pembawaan uang tunai keluar‐masuk wilayah NKRI, yang telah menjadi isu penting yang harus dicermati oleh semua negara. Dalam hubungan ini, Pasal 34 dan Pasal 35 UU TPPU telah menetapkan suatu kewajiban bagi setiap orang untuk melaporkan pembawaan uang tunai baik dalam  rupiah maupun mata uang  asing dan/atau  instrumen pembayaran  lain dalam bentuk  cek,  cek perjalanan, surat sanggup bayar, atau bilyet giro paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus  juta rupiah) atau yang nilainya setara dengan  itu ke dalam atau ke  luar daerah pabean  Indonesia wajib memberitahukannya kepada DJBC berikut dengan  sanksi  administrasi berupa denda  yang dikenakan  kepada  setiap orang  yang tidak benar dalam melaporkan pembawaan uang  tunai  atau  instrument pembayaran  lainnya.  Selanjutnya, oleh DJBC laporan tersebut diteruskan ke PPATK untuk dijadikan bahan analisis. 

Bagian Kesembilan mengurai penyidikan pajak dan TPPU oleh Direktorat Jenderal Pajak. Pada bagian ini ada  dikemukakan  bahwa  “pajak merupakan  sumber  penerimaan  negara  yang  utama  bagi  sebagian  besar negara  termasuk  Indonesia.  Di  Indonesia  sendiri  sesuai  dengan  APBN  tahun  2011,  dari  total  anggaran pendapatan  negara  sebesar  Rp  1.104  triliun,  kurang  lebih  69%  atau  Rp  764  triliun  anggaran  pendapatan negara  dibiayai  dengan  penerimaan  pajak. Mengingat  pentingnya  peranan  pajak, maka  segala  perbuatan dalam bidang perpajakan yang dapat merugikan pendapatan negara harus dicegah”. Meskipun PPNS pada Direktorat Jenderal Pajak termasuk penyidik TPPU berdasarkan UU TPPU, namun berdasarkan Pasal 44B UU KUP  penyidikan  tindak  pidana  di  bidang  perpajakan  dapat  dihentikan  oleh  Jaksa  Agung  atas  permintaan Menteri  Keuangan  untuk  kepentingan  penerimaan  Negara.  Dalam  hal  ini,  PPNS  lebih  mengutamakan penyidikan  tindak  pidana  di  bidang  perpajakan  karena  sesuai  dengan  asas  ultimum  remedium  dan  sifat perpajakan yaitu administrative penal. 

Bagian Kesepuluh sebagai bagian yang terakhir adalah uraian mengenai penututan perkara tindak pidana asal  dan  TPPU  oleh  Kejaksaan  RI.  Pada  bagian  ini  ditegaskan  perlunya  pemahaman  yang  benar  dalam penyidikan TPPU dengan tindak pidana lainnya sebagai tindak pidana asal, dimana feit TPPU harus dipandang sebagai  feit  yang  berbeda. Untuk  itu,  dalam  tim  penyidik  harus  dibagi  tugas  antara  tim  yang mendalami tindak  pidana  asal  dan  tim  yang mendalami  TPPU.  Dasar  pemikirannya  adalah  karena  penyidikan  tindak pidana  asal  seperti  korupsi  lebih  kepada pendekatan  in‐personam  (against person),  sedangkan penyidikan TPPU  lebih menggunakan  pendekatan  in  rem  (against  asset)  yang menggunakan  pendekatan  follow  the money.  

 Jakarta, 7 Juni 2012 

Edi Nasution