Resensi Novel Kidung Shalawat Zaki dan Zulfa
-
Upload
fairuz-arifia -
Category
Documents
-
view
435 -
download
20
description
Transcript of Resensi Novel Kidung Shalawat Zaki dan Zulfa
Perjalanan Cinta sang Putra Pecinta Ahlul Bait
Judul Buku : Kidung Shalawat Zaki & Zulfa
Pengarang : Taufiqurrahman al-Azizy
Penerbit : DIVA Press
Tahun Terbit : 2010
Tebal buku : 403 Halaman
Harga buku : Rp 50.000
Ukuran : 14 × 20 cm
Cetakan : II, Maret 2011
Taufiqurrahman al Azizy hadir kembali dengan kisahnya yang berbeda dalam novel
kedelapannya kini, Kidung Shalawat Zaki & Zulfa. Taufiq, panggilan akrabnya, lahir pada 9
Desember 1975. Asli orang Indonesia, tepatnya Jawa Tengah. Pernah nyantri di Pesantren
Ilmu al-Qur’an Hidayatul Qur’an yang diasuh oleh KH. Drs. Ahsin Wijaya al-Hafidz, M.A.
Pernah pula kuliah di Universitas Sains al-Qur’an dan di Institut Ilmu al-Qur’an (IIQ) Jawa
Tengah. Namanya melejit setelah meluncurkan trilogi spiritual Makrifat Cinta, yang terdiri
dari Syahadat Cinta (DIVA Press, 2006), Musafir Cinta (DIVA Press, 2007), dan Makrifat
Cinta (DIVA Press, 2007). Novelnya setelah trilogi tersebut adalah Kitab Cinta Yusuf
Zulaikha (DIVA Press, 2007), Munajat Cinta (DIVA Press, 2009), Jangan Biarkan Surau Ini
Roboh (DIVE Press, 2009), dan Sahara Nainawa (DIVA Press, 2009).
Dalam novel Kidung Shalawat Zaki & Zulfa, Taufiq membawa kita untuk memahami
kedudukan seorang hamba dihadapan Allah SWT dan memahami segala kompleksitas
kehidupan sosial kemasyarakatan agar menginspirasi kepada setiap muslim/muslimah dalam
mengelola kehidupan yang lebih baik.
Novel ini menuturkan dengan sangat kuat perjuangan seorang putra pecinta ahlul bait
yang telah menunggu pertemuannya dengan sang bidadari setelah hampir 22 tahun lamanya.
Sebuah novel yang demikian menggetarkan hati, penuh dengan intrik, kemelut, tegangan,
kasih sayang, sekaligus air mata.
Dialah Zaki Ahmad Rayhan, sang putra pecinta ahlul bait. Ia adalah seorang pemuda
tampan yang taat dalam ajaran agamanya. Dia sejak kecil terbiasa hidup di lingkungan
pesantren yang dikelola ayahnya dalam suasana kesederhanaan dan jauh dari kesan manja.
Sejak kecil dia tumbuh dan belajar semua ilmu bersama para santri ayahnya yang berasal dari
keluarga kurang mampu yang berada di sekitar lingkungan pesantrennya. Maka tak heran jika
Zaki dalam hidupnya sangat bersahaja dan memiliki budi pekerti yang sangat halus dan jiwa
welas asih. Status sebagai anak kiai Masduqi, pemilik pesantren sederhana, membuat Zaki
harus menurut pada kehendak sang ayah. Termasuk masalah jodohnya yang telah diatur sejak
usianya tujuh bulan dalam kandungan. Kepatuhan Zaki pada keputusan orang tuanya, karena
beranggapan pilihan dari ayahnya tentu yang terbaik bagi dirinya.
Ayahnya menjodohkan Zaki dengan anak perempuan sahabat karibnya, Kiai Ahmad
Naqib, yang kiranya mendapat anak perempuan bernama Zulfa Khawra Zahra. Sementara
Zulfa Khawra Zahra yang akrab dipanggil Zulfa merupakan putri tunggal dari kiai Ahmad
dan Nyai Nilam seorang pengasuh pondok pesantren besar yang sangat berpengaruh di
kotanya. Dalam perjalanan hidupnya gadis cantik ini banyak belajar di pesantren ayahnya
yang seringkali dikunjungi oleh pejabat dan pengusaha serta politikus dari Jakarta. Karena
kedekatan orang tuanyalah, maka perkembangan pesantren kiai Ahmad sangat pesat terutama
dengan adanya bantuan dari pejabat dan pengusaha yang sering meminta bantuan do’a Kiai
Ahmad. Hal ini juga sangat mempengaruhi kehidupan Zulfa dalam bergaul. Karena dia
terbiasa bergaul dengan para santri ayahnya yang berasal dari kalangan berada.
Baik Kiai Masduqi dan Kiai Ahmad adalah pendiri pesantren yang saling bersahabat.
Kedekatan kedua kiai pemiliki pesantren ini membuat keduanya saling menganggap satu
sama lain sebagai saudara, dan untuk mempererat persaudaraan mereka, maka sebelum Zaki
dan Zulfa dilahirkan, kedua kiai ini sudah menjodohkan mereka. Pesantren keduanya begitu
berbeda. Pesantren Kiai Masduqi sangatlah sederhana dan diisi kalangan sederhana pula.
Pesantren Kiai Ahmad sangat mewah dan santrinya dari kalangan pejabat.
Karena kecantikan wajahnya, Zulfa sangat disayangi oleh Kiai Ahmad dan para santri
pesantrennya. Salah seorang dari santri Kiai Ahmad yang bernama Dimas jatuh hati kepada
Zulfa, meski dia tahu kalau sedari kecil orang tua Zulfa telah terikat janji mau menjodohkan
anaknya dengan putra Kiai Masduqi. Berlatar belakang sebagai putra seorang pengusaha kaya
asal Jakarta yang sangat berpengaruh, membuat Dimas tak patah arang untuk mendapatkan
cinta Zulfa. Meski dia tahu hari pertunangan Zaki-Zulfa sudah dekat.
Hingga saat pertemuan untuk merekatkan hubungan kedua keluarga tiba, di kala Zaki
berumur 22 tahun. Ia akan segera melihat Zulfa anak Kiai Ahmad pemilik pesantren besar
dan modern, yang menurut keterangan santri lainnya berwajah layaknya bidadari. Mereka
adalah pasangan yang serasi. Zaki tampan dan Zulfa berparas ayu.
Sayangnya di tengah perjalanan, rombongan Kiai Masduqi yang berjalan kaki
terhalang dengan usaha menolong warga yang sedang dihajar rentenir. Ayah Zaki terpaksa
pulang bersama rentenir, untuk melunasi hutang warga yang teraniaya tersebut.
Baru saja hendak berangkat kembali ke rumah Kiai Ahmad, datang pula rombongan
keluarga di sekitar pesantren yang mengadukan nasib bahwa rumah mereka hendak digusur
aparat, karena menempati tanah negara.
Alhasil dua utusan Kiai Masduqi, Juned dan Bisri untuk Kyai Ahmad pulang dengan
membawa kekecewaan dari tuan rumah. Kiai Ahmad dan keluarganya sangat merasa kecewa
dengan keputusan keluarga Zaki yang membatalkan kedatangan mereka hanya karena mereka
terhalang oleh kedatangan beberapa warga ke rumah Kiai Masduqi untuk menyampaikan
permasalahan mereka. Yang oleh Kiai Ahmad dianggap sebagai alasan yang mengecewakan.
Karena kecewanya Kiai Ahmad, maka dia mengatakan kepada Zaki untuk bersabar saja bila
kiranya nanti Zulfa tak lagi ingin menerima perjodohan dengan Zaki, karena sesungguhnya
ada orang lain yang juga menaruh hati pada Zulfa dan begitu dekat dengan keluarga Zulfa.
Perjodohan kedua anak kiai itu terancam gagal, karena Zulfa juga disukai Dimas, seorang
anak pejabat rekan Kiai Ahmad. Ketidakhadiran kelurga Zaki membuat Kiai Ahmad
menyerahkan segala keputusan di tangan Zulfa.
Esoknya, Zaki mencoba mendatangi Kiai Ahmad untuk meminta maaf. Ia pun
bertemu Mubarok, salah seorang santri Kiai Ahmad. Dari keterangan Mubarok, Zaki
menjadi panas hatinya, karena Dimas diberi hak khusus berdua-dua dengan Zulfa oleh sang
kiai.
Ancaman pembatalan perjodohan itu disampaikan Zaki pada ayahnya. Namun
ayahnya tidak terlalu memberi tanggapan, karena prioritas mencarikan jalan keluar untuk
warga adalah lebih utama.
Di sisi lain, Zaki mendapat adik angkat bernama Salma, seorang mantan pelacur yang
memilih mondok di pesantren ayahnya. Salmalah yang membuka mata hati Zaki, kalau Zulfa
tidak termasuk wanita shalehah. Status seorang foto model, menunjukan siapa Zulfa
sebenarnya.
Sementara rasa penasaran Zaki untuk melihat wajah Zulfa tercapai, saat ada
pertemuan remaja masjid. Meski dalam kondisi belum sehat, Zaki puas karena melihat wajah
Zulfa yang memang cantik jelita. Di sisi lain, pertemuan remaja masjid telah menggali masa
lalu Salma yang sudah lama terkubur di pesantren Kiai Masduqi.
Bunga-bunga cinta bermekaran dalam hati Zaki, sampai mereka bertemu kembali di
bawah sebuah jembatan. Lagi-lagi Zulfa datang bersama Dimas. Zaki cemburu dan itu
membuatnya kecewa pada Zulfa yang sifatnya lumayan egois. Demikian dengan Zulfa yang
salah paham, ia pun cemburu melihat kedekatan Zaki dengan Salma.
Singkat kata, kedua keluarga kembali bertemu. Zulfa langsung mengatakan setuju dan
mau menjadi istri Zaki. Tapi apa yang terjadi di dalam rumah, Kiai Ahmad ternyata memiliki
agenda lain untuk Kiai Masduqi.
Saat acara pertunangan Zaki-Zulfa diadakan, Dimas dengan pandainya bersandiwara
seolah-olah mendukung pertunangan tersebut. Meski dalam hati kecilnya Dimas tak rela jika
Zulfa nantinya berjodoh dengan Zaki. Dimas merupakan orang yang memperkenalkan Zulfa
pada dunia modelling dan sering menemani Zulfa saat ada sesi pemotretan di Jakarta.
Ayah Dimas, Handoko, rekan Kiai Ahmad, ingin membeli tanah pesantren ayah Zaki.
Disitulah Kiai Masduqi tahu, kalau yang menggusur warga ada kaitannya dengan Handoko.
Kontan Kiai Masduqi menolak, walau dibayar dua kali lipat. Namun Handoko tidak
patah arang, dengan cara mendekati warga yang kini bermukim dalam pesantren. Mereka
diberi uang dan disuruh pindah dengan membawa serta anak-anak mereka yang nyantri di
pesantren kiai Masduqi.
Setelah acara pertunangan Zaki-Zulfa diadakan, Dimas merencanakan suatu
perbuatan keji untuk menyingkirkan Zaki dari kehidupan Zulfa. Selain dengan caranya
sendiri, Dimas juga mendapat bantuan dari ayahnya yang terus menteror keluarga Kiai
Masduqi dan para santrinya agar mau menjual pesantren mereka untuk dijadikan proyek
pertokoan mewah.
Zaki sendiri terjebak skenario jahat Dimas dengan mengajaknya ke kota. Ia diberi
obat perangsang, dan difoto-foto bugil bersama Ivone, salah seorang santri Kiai Ahmad.
Berita pun menyebar luas dan Kiai Masduqi mendapat umpatan warga, kiai Ahmad juga.
Zaki pun dijebloskan dalam penjara. Sementara warga sekitar pondoknya tak luput jadi
korban pula, karena ternyata ayah Dimas yang bernama Handoko menggunakan koneksinya
di kekuasaan untuk menggusur rumah warga sekitar pesantren termasuk juga pesantren Kiai
Masduqi.
Zulfa yang parasnya secantik bidadari ternyata tak mampu untuk menahan amarah
dan kebenciannya terhadap Zaki, akhirnya ia memutuskan tali pertunangannya dengan Zaki
dan menerima pinangan Dimas. Salma yang tak terima dengan perlakuan Zulfa kepada Zaki
mendatangi acara pertungan Zulfa dengan Dimas dan memaki-maki Zulfa. Ia pun
mengabarkan bahwa Kiai Masduqi telah meninggal.
Diceritakan bahwa sampai dengan akhir cerita Zaki tak juga dapat membuktikan
bahwa dirinya tak bersalah, dia dikeluarkan dari penjara karena telah mendapat jaminan dari
santri-santri yang lain setelah kiai Masduqi meninggal dunia karena tertabrak mobil. Kidung
Shalawat Zaki dan Zulfa ternyata tak cukup kuat dalam hati Zulfa dan membuatnya tak
menjadi bidadari dalam hati dan dalam kehidupan Zaki. Zaki akhirnya diminta ibundanya
untuk menikah dengan Salma, seorang pelacur yang telah bertaubat dan diangkat anak oleh
Kiai Masduqi dan Nyai Halimah.
Kisah diakhiri dengan fakta mengejutkan, dengan tidak bersatunya Zaki dan Zulfa.
Semuanya kembali pada hukum Allah, bahwa lelaki baik untuk wanita baik, pezina akan
berpasangan dengan pezina pula. Wallahu’alam.
Novel ini menggunakan dialog-dialog yang sangat enak untuk dinikmati dan juga
alurnya yang mengalir begitu runtut dan jelas membuat pembaca sangat mudah mencerna
pesan yang terkandung dalam detail alur ceritanya. Dilengkapi pula dengan catatan kaki yang
memudahkan pemahaman pembaca tentang berbagai istilah yang terdapat pada novel, tidak
ketinggalan beberapa komentar tokoh terkemuka mengenai novel ini sehingga lebih
meyakinkan para pembacanya bahwa novel ini patut dibaca. Tidak ditemukan adanya
kesalahan cetak. Didalamnya juga terdapat potongan beberapa kalimat yang sengaja
dibingkai yang bertujuan memberikan penekanan. Bahasa yang digunakan mudah dipahami
dan begitu menyejukkan hati sebab diserati dengan gaya bahasa yang indah. Kelebihannya
yang lain adalah novel ini penuh dengan ilmu dan syair-syair shalawat yang indah, serta
cerita yang disajikan mengandung nilai-nilai kehidupan yang amat menginspirasi batin
pembaca untuk menyadari betapa lemah dan tak berdayanya kita dihadapan Yang Maha
Pencipta.
Terlepas dari hal-hal diatas, novel ini juga mempunyai sedikit kekurangan. Akhir
cerita yang disajikan terlihat menggantung, sebab tidak diceritakan bagaimana kelanjutan
kehidupan tokoh-tokoh lain yang terlibat konflik dengan tokoh utamanya. Novel ini
dilengkapi dengan pengantar penulis, namun tidak disertai daftar isi yang sebenarnya
memudahkan pembaca untuk melihat isi novel secara sekilas.
Novel berjudul “Kidung Shalawat Zaki & Zulfa” ini, mengalir lancar seperti air.
Masalah perjodohan klasik, berhasil dibawa Taufiqurrahman al-Azizy di zaman modern
seperti ini. Karya-karyanya selalu menjadi best seller untuk para penulis dalam negeri.
Semoga resensi novel tersebut bisa menjadikan kita untuk menoleh ke karya-karya penulis
dalam negeri yang ternyata juga tak kalah bagusnya dengan penulis luar negeri.