[RESENSI] DAMPAK PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA SEMARANG TERHADAP KEMACETAN LALU-LINTAS DI WILAYAH...
-
Upload
galih-alco-pranata -
Category
Documents
-
view
252 -
download
1
Transcript of [RESENSI] DAMPAK PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA SEMARANG TERHADAP KEMACETAN LALU-LINTAS DI WILAYAH...
GALIH ALCO PRANATA | CRITICAL DESKRIPSI ISSUE 1
DESKRIPSI ISSUE
PENDAHULUAN Kota Semarang merupakan pusat dari wilayah sekitarnya baik dari segi perdagangan,
industri, simpul distribusi, permukiman, maupun daerah modal. Hal ini yang menyebabkan laju
pertumbuhan ekonomi Kota Semarang lebih cepat dibanding daerah pinggirannya. Adapun yang
menjadi wilayah pinggiran kota Semarang adalah Kecamatan Mranggen di Kabupaten Demak,
Kecamatan Unggaran di Kabupaten Semarang, serta Kecamatan Kaliwungu di Kabupaten Kendal.
Dampak dari pertumbuhan laju ekonomi di Kota Semarang selain terbukanya kesempatan
kerja, juga terjadi pertambajan jumlah penduduk di daerah pinggirannya. Berdasarkan data yang
diambil dari kecamatan dalam angka tahun 2001 Kecamatan Mranggen memiliki jumlah penduduk
sebesar 123.721 jiwa, Kecamatan Unggara, 110.546 jiwa, dan Kaliwungu 88.156 Jiwa. Dalam kurun
waktu 5 tahun masing-masing Kecamatan mengalami peningkatan jumlah penduduk yakni Kecamtan
Mranggen memiliki jumlah penduduk sebesar 127.131 jiwa, Kecamatan Unggaran 124.872 Jiwa, dan
Kecamatan Kaliwungu sebesar 91.515 jiwa. Dari ketiga kecamatan tersebut yang memiliki kepadatan
tertinggi adalah Kecamatan Mranggen dengan jumlah kepadatan sebesar 1.740 jiwa/km2.
Jalan raya Mranggen adalah jalan yang menghubungkan Kecamatan Mranggen dengan Kota
Semarang. Jalan ini merupakan jalan propinsi yang berfungsi sebagai kolektor primer danpangkal
ruas dari jalan lokal serta pintu masuk sisi timur Kota Semarang. Jalan ini dilalui oleh mobilitas
penduduk yang berasal dari Kabupaten Grobokan dan Kabupaten Blora untuk menuju ke Semaranag.
Perkembangan yang terjadi di Kecamatan Mranggen sebagai dampak dari laju ekonomi Kota
Semarang menyebabkan intensitas pergerakan manusia semakin meningkat sehingga sering terjadi
kemacetan tiap pagi dan sore hari. Macet yang terjadi di jalan raya Mranggen ini akibat dari
penumpukan kendaraan pribadi, sepeda, maupun angkutan umum.
Untuk mewujudkan sistem trasnportasi yang aman, nyaman, lancar dan terintegrasi maka
diperlukan penentuan untuk menyusun alternatif kebijakan yang dapat memecahkan masalah
sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi wilayah sekitar.
LANDASAN TEORI Pengertian Kota
Menurut Permendagri No.2 Tahun 1987 Pasal 1, kota adalah pusat permukiman dan kegiatan
penduduk yang mempunyai batasan administrasi yang diatur dalam perundang-undangan, serta
permukiman yang telah memperlihatkan watak dan ciri perkotaan.
Ciri-Ciri Perkotaan
1. Secara administratif : wilayah keruangan yang dibatasi oleh batas administrasi atas dasar
ketentuan perundang-undangan yang berlaku
2. Secara fungsional : pusat kegiatan fungsional yang didominasi oleh fungsi jasa, distribusi,
dan produksi kegiatan-kegiatan pertanian
3. Secara sosial ekonomi : konsentrasi penduduk yang memiliki kegiatan usaha dengan
dominasi sektor non pertanian
GALIH ALCO PRANATA | CRITICAL DESKRIPSI ISSUE 2
4. Secara sosial budaya : pusat perubahan budaya yang dapat mempengaruhi pola nilai budaya
yang ada
5. Secara fisik: lingkungan tebangun yang didominasi oleh struktur fisik binaan
6. Secara geografis : pemusatan penduduk dan kegiatan usaha yang memiliki nilai strategis
secara ekonomi, sosial, dan fisiografis
7. Secara demografis : tempat dimana terdapat konsentrasi penduduk yang besarnya
ditentukan berdasarkan batasan statistik tertentu.
Daya Sentripetal dan Daya Sentrifugal
Menurut Charles C.Colby dalam Daldjoeni (1992.171) daya sentripetal adalah daya yanng
mendorong gerak ke dalam dari penduduk dan berbagai kegiatan usahanya. Sedangkan daya
sentrifugal adalah daya yang mendorong gerak ke luar dari penduduk dan berbagai usahanya dan
menciptakan disperse kegiatan manusia dan relokasi sektor-sektor dan zona-zona kota.
Faktor Pendorong Gerak Sentripetal:
1. Terdaptanya pusat pelayanan
2. Mudahnya akses transportasi
3. Tersedianya beragam pekerjaan dengan upah lebih tinggi
Faktor pendorong Gerak Sentrifugal:
1. Terjadinya gangguan yang berulang
2. Harga tanah, pajak, dan sewa yang mahal
3. Keinginan untuk bertempat tinggal di luar pusat kota
Interaksi Spasial
Faktor penyebab interaksi spasial menurut Hilman dalam Daldjoeni (1992:189):
1. Adanya wilayah yang berbeda kemampuan sumberdaya sehingga terjadi aliran yang sangat
besar dan membangkitkan interaksi spasial yang tinggi
2. Adanya fungsi jarak yang diukur dalam biaya dan waktu yang nyata, termasuk karakteristik
khusus dari komoditas yang ditransfer
Interaksi spasial terdiri dari:
1. Keterkaitan fisik yang berbentuk integrasi manusia melalui jaringan transportasi
2. Keterkaitan ekonomi yang berkaitan dengan pemasaran sehingga terjadi aliran komoditas
berbagai jenis barang/ jasa serta modal
3. Keterkaitan pergerakan penduduk dengan pola migrasi
4. Keterkaitan teknologi terutama peralatan
5. Keterkaitan sosial yang merupakan dampak dari keterkaitan ekonomi terhadap pola
hubungan sosial penduduk
6. Keterkaitan pelayanan sosial seperti sekolah, rumah sakit, dll.
7. Keterkaitan administrasi, politik, dan kelembagaan misalnya struktur perbatasan
administrasi maupun sistem anggaran
Formulasi Hukum Gravitasi dengan Interaksi
GALIH ALCO PRANATA | CRITICAL DESKRIPSI ISSUE 3
|ij =f(PiPj)
f(Dij)2
Keterangan:
|ij = Interaksi antar tempat i dengan tempat j
Pi = Penduduk i
Pj = Penduduk j
Dij = jarak antara tempat i dan tempat j
Dari hukum gravitasi ini dapat diambil gambaran bahwa semakin besar |ij maka semakin erat
hubungan dari kedua wilayah tersebut, dan semakin tinggi pula pertumbuhan ekonomi yang terjadi.
Budiono dalam Tarigan (2004:44) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi menggambarkan
proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang, dimana persentase pertambahan output itu
haruslah lebih tinggi dari persentase pertumbuhan penduduk. Kondisi seperti ini mengisyaratkan
bahwa perubahan pertumbuhan penduduk perlu dipertimbangkan, karena apabila kenaikan
pendapatan dibarengi dengan pernduduk lebih cepat akan terjadi kemunduruan ekonomi.
Kemacetan
Kemacetan dapat didefinisikan sebagai jumlah kendaraan yang menempati suatu panjang tertentu
dari lajur atau jalan, dirata-rata terhadap waktu, biasanya dinyatakan dalam kendaraan per mil atau
kendaraan perkilometer atau jalan.
Untuk menyamakan satuan masing masing kendaraan, digunakan Satuan Mobil Penumpang (SMP).
Besar SMP yang direkomendasikan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga Jalan Indonesia (MKJI) dapat
dilihat pada Tabel Faktor satuan mobil penumpang
Tabel Faktor satuan mobil penumpang
GALIH ALCO PRANATA | CRITICAL DESKRIPSI ISSUE 4
Kebijakan
Menurut Anderson, Kebijakann adalah langkah tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh seorang
aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan adanya masalah atau persoalan tertentu yang dihadapi
(1986:58)
METODE PENELITIAN - Penelitian bersifat deskriptif kualitatif
- Populasi berupa penduduk Kecamatan Mranggen yang melakukan mobilitas ulang-alik ke
Kota Semarang
- Stake holder yang dilibatkan: Satlantas Polres Demak dan Kepala Kantor Perhubungan
Kabupaten Demak.
- Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive random sampling
Variabel yang diteliti
- Pertumbuhan ekonomi Kota Semarang tahun 2001-2005 (PDRB perkapita)
- Laju kenaikan tingkat kemacetan tahun 2001-2005 (tingkat kepadatan lalu-lintas)
Metode Pengumpulan Data
- Dokumentasi : untuk mencari data PDRB dan data arus lalu-lintas
- Wawancara : untuk menjaring pendapta para menglaju, langkah-langkah dan strategi
yang ditempuh pemda
- Observasi : untuk mendukung data-data kuantitatif seperti kondisi riil transportasi,
sebab-sebab kemacetan, dan titik-titik kemacetan yang terjadi
Teknik Analisis
- Analisi deskriptif persentase : untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi Kota Semarang
dan tingkat kemacetan di Kecamatan Mranggen
- Analisi gravitasi
- Analisis SWOT : untuk merumuskan strategi yang tepat dalam mengatasi
kemacetan tersebut
HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitiannya, peneliti berupaya untuk mengetahui keterkaitan pusat dengan
pinggirannya dengan menggunakan metode gravitasi. Yang dimaksud pusat dalm kasus ini yakni Kota
Semarang dengan kecamatan kecamatan yang ada di sekitarnya antara lain Kecamatan Mranggen,
Kaliwungu, dan Unggaran. Apabila hasil analisi gravatasi memberikan nilai yang tinggi, hal ini
menunjukkan bahwa keterkaian sosial ekonomi dari kedua wilayah tersebut semakin besar pula.
Dari hasil analisis gravitasi yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa Kecamatan
Mranggen memiliki nilai paling tinggu dalam 5 tahun (200-2005). Hal ini menunjukkan bahwa
Kecamatan Mranggen memiliki hubungan sosial ekonomi paling kuat dengan Kota Semarang
dibangdingkan dengan kecamatan lainnya. TABEL Tingkat Gravitasi antara Kecamatan Mranggen,
Kecamatan Kaliwungu dan Kecamatan Ungaran Tahun 2001-2005 menunjukkan hasil analisi
gravitasi.
GALIH ALCO PRANATA | CRITICAL DESKRIPSI ISSUE 5
TABEL Tingkat Gravitasi antara Kecamatan Mranggen, Kecamatan Kaliwungu dan
Kecamatan Ungaran Tahun 2001-2005
Adapun jalan yang menghubungkan Kecamatan Mranggen dengan Kota Semaranga adalah
Jalan Raya Purwodadi-Semarang (Kec. Mranggen). Jalan ini merupakan jalan kolektor primer dengan
menggunakan konstruksi aspal beton. Tata guna lahan yang terdapat di sepanjang jalan ini
didominasi oleh pasar, pertokoan, dan perkantoran. Kegiatan yang paling menonjol dari sepanjang
jalan ini yakni aktivitas dari sektor pasar dimana trotoar juga digunakan sebagai tempat dagang,
parkir, angkutan umum, dan pejalan kaki yang hingga memakan badan jalan. Adanya kegiatan dari
sektor kawasan tersebut menjadikan fungsi lalu lintas dari Jalan Raya Purwodadi-Semarang tidak lagi
efektif. Maksud dari ketidak efektifan di sini adalah kegiatan yang sampai memakan badan jalan
menghalangi kendaran yang melintas sehingga terjadilah penumpukan arus yang menyebabkan
kepadatan hingga kemacetan.
Setelah mengetahui bahwa Kecamatan Mranggen adalah kecamatan yang memiliki
hubungan paling besar dengan Kota Semarang, peneliti kemudian mencari hubungan antara
pertumbuhan ekonomi di Kecamatan Mranggen dengan angka kemacetan khususnya di Jalan Raya
Mranggen. Hasil analisis menunjukkan bahwa peningkatan PDRB sebesar satu satuan mempengaruhi
angka kemacetan sebesar 0,0000173. Jadi dapat diasumsikan bahwa apabila PDRB meningkat
sebesar Rp1000 maka angka kemacetan meningkat sebesar 1,73 smp/jam.
Berdasarkan data yang diperoleh peneliti, kontribusi PDRB perkapita Kota Semarang dalam
kemacetan adalah sebesar 65,4% sedangkan sisanya sebesar 44,6% terdiri dari PKL, parkir, angkutan
umum, penyeberangan jalan, dan simpul tak bersinyal. Dalam hal ini peneliti mengaitkan dengan
pendapat Sukirno dimana pertambahan pendapatan kota bertambah maka jumlah kendaraan
bermotor akan bertambah juga.
Selain menggunakan data sekunder, peneliti juga melakukan wawancara dimana penyebab
kemacetan juga diakibatkan oleh aktivitas pasar Ganefo yang terletak di sebelah timur pasar
Mranggen. Yang menyebabkan kemacetan di pasara Ganefo antara lain becak, dokar, serta angkutan
umum yang ngetem. Terdapatnya beberapa industri di sekitar pasar Ganefo juga diindikasikan
sebagai penyebab kemacetan. Sedangkan sebelah barat Pasar Mranggen traffict light yang terdapat
di persimpangan tidak bekerja secara efektif karena timing yang kurang pas menyebabkan volume
kendaraan yang tidak seimbang.
Menurut pendapat penulis, dalam mengatasi kemacetan ini PU masih belum memiliki
kebijakan yang riil. Namun sebagai instansi di bawah PU, Bappeda dan Satpol PP sudah punya
kebijakan antara yakni menertibkan PKL yang mangkal di tempat parkir. Sedangkan upaya yang
dapat dilakukan oleh Instansi Polisi sebagai instansi vertikal adalah mengatur lalu lintas pada jam-
GALIH ALCO PRANATA | CRITICAL DESKRIPSI ISSUE 6
jam sibuk, memasang pembatas jalan, serta menindak secara tegas pengguna jalan yang melanggar
aturan.
Namun dari sekian kebijakan yang bisa dilaksanakan, penelusin berpendapat bahwa
terdapat kendala yang menjadikan kebijakan tersebut tidak berjalan secara efektif. Kendala tersebut
adalah kesadaran masyarakat yang masih kurang dalam berlalu-lintas, traffict light yang belum
berfungsi, banyaknya becak dan andong yang parkir sembarangan, serta banyaknya truk dan mobil
yang parkir di bahu jalan.
TABEL Hasil Analisis SWOT
Dari permasalahan yang ada, peniliti mencoba merumuskan kebijkaan menggunakan analisis
SWOT. Kebijakan yang dihasilkan dari analisis SWOT dan dapat digunakan oleh Pemerintah
GALIH ALCO PRANATA | CRITICAL DESKRIPSI ISSUE 7
Kabupaten Demak beserta Satlantas Polres Demak adalah kebijakan horizontal. Maksudnya adalah
instansi yang bersifat horizontal seperti Bappeda, kantor PU, dan Satpol PP dapat berkoordinasi
dalam satu bingkai kebijakan dan bekerja sesuai tugasnya, sedangkan Polres Demak bertugas
menertibkan lalu – lintas. Untuk lebih lengkapnya, hasil analisi SWOT dapat dilihat pada TABEL Hasil
Analisis SWOT , sedangkan matriks SWOT dapat dilihat pada TABEL Matriks SWOT
TABEL Matriks SWOT
Penulis berharap melalui kebijakan yang diusulkannya akan tercapai sistem transportasi
yang lancar dan terintegrasi dan mobilitas perkotaan tidak timpang. Maksud dari mobilitas
perkotaan yang timpang adalah migrasi internal yang bersifat daerah dan pedesaan-perkotaan akan
berlangsung sampao kesenjangan pendapatan, kesempatan kerja dan fasilitas sosial yang makin
kurang.
GALIH ALCO PRANATA | CRITICAL PENJELASAN ISSUE 8
PENJELASAN ISSUE
DAMPAK PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP KEMACETAN Kasus yang diulas oleh peneliti diatas membicarakan tentang dampak pertumbuhan
ekonomi yang tidak ditunjang oleh sistem transportasi yang memadai, sehingga transportasi yang
seharusnya memudahkan mobilitas manusia tidak berfungsi secara efektif. Sistem transportasi yang
tidak efektif ini pada akhirnya berujung pada macetnya lalu-lintas.
Dalam pemaparan penelitiannya, terdapat kejanggalan yang dapat ditemui yakni ketika
peneliti membahas mengenai hubungan antara PDRB dengan kemacetan lalu lintas. Pada
penulisannya, peneliti menyatakan statement bahwa kenaikan PDRB diikuti oleh kenaikan lalu-lintas.
Dengan kata lain, peneliti disini berusaha untuk menyatakan bahwa PDRB memiliki hubungan atau
berpengaruh teradap kemacetan. Seharusnya apabila peneliti ingin menyatakan atau membuktikan
bahwa PDRB memang memiliki hubungan dengan kemacetan maka peneliti harus juga memperkuat
dengan menggunakan teknik analisis yang valid.
GAMBAR Statement Peneliti
Selain statement, yang reviewer kritisi dalam penelitian ini yakni kebijakan yang
diusulkan oleh peneliti. Kebijakan yang dikeluarkan oleh peneliti dirasa kurang riil dalam mengatasi
kemacetan, seharusnya melalui analisis SWOT yang telah dilakukan, peneliti dapat mengambil
kebijakan yang lebih riil untuk mengambil kebijkakan.
GALIH ALCO PRANATA | CRITICAL PENJELASAN ISSUE 9
GAMBAR Kebijakan Penulis
Dalam pembahasannya, peneliti juga hanya membicarakan pertumbuhan ekonomi yang
terjadi di dua wilayah sehingga menyebabkan kemacetan namun tidak mengulas pengaruh
kemacetan terhadap ekonomi. Sudah dapat dipastikan bahwa kemacetan sangat memberikan
kerugian baik dari segi waktu, bahan bakar, kenyamanan, bahkan kecelakaan sehingga akan
berdampak pada biaya individu setiap masyarakat seperti kehilangan jam produktif maupun akibat
borosnya bahan bakar.
DAMPAK KEMACETAN TERHADAP EKONOMI Kerugian dari segi ekonomi akibat dari kemacetan telah dibuktikan oleh Imam Basuki dan
Siswadi dalam jurnalnya yang berjudul “Biaya Kemacetan Ruas Jalan Yogyakarta”. Dalam jurnal
tersebut, Imam Basuki dan Siswadi membahas mengenai biaya kemacetan yang terjadi di jalan
Gejayan, hal ini dikarenakan sering terlihat adanya kemacetan yang diakibatkan adanya Pasar
Demangan, lokasi berputar pada daerah yang padat dan juga adanya berbagai pusat-pusat kegiatan.
Biaya Kemacetan adalah biaya perjalanan akibat tundaan lalu lintas maupun tambahan volume
kendaraan yang mendekati atau melebihi kapasitas pelayanan jalan (Nash, 1997, dalam Cahyani,
2000). Biaya kemacetan ini ditinjau dari meningkatnya Biaya Operasional Kendaraan (BOK) akibat
dari melambatnya kecepatan suatu kendaraan ketika terjadi kepadatan pada ruas jalan. Untuk
rincian jumlah kendaraan dan kecepatan dapat dilihat pada TABEL Jumlah Kendaraan dan
Kecepatan, sedangkan untuk rincian BOK sepeda motor dan kendaraan ringan dapat dilihat pada
TABEL BOK Sepeda Motor dan TABEL BOK Kendaraan Ringan
GALIH ALCO PRANATA | CRITICAL PENJELASAN ISSUE 10
TABEL Jumlah Kendaraan dan Kecepatan
GALIH ALCO PRANATA | CRITICAL PENJELASAN ISSUE 11
TABEL BOK Sepeda Motor
GALIH ALCO PRANATA | CRITICAL PENJELASAN ISSUE 12
TABEL BOK Kendaraan Ringan
GALIH ALCO PRANATA | CRITICAL PENJELASAN ISSUE 13
Imam Basuki dan Siswadi membedakan BOK menjadi tiga yaitu sepeda motor, kendaraan
ringan, dan kendaraan berat. Untuk data BOK kendaran berat dianggap sama dengan kendaraan
ringan dikarenakan tidak jauh berbeda serta data kendaraan berat yang terdata hanya sedikit sekali.
Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Imam Basuki dan Siswadi menunjukkan bahwa
terjadinya perlambatan kecepatan seiring meningkatnya jumlah arus lalu-lintas. Dengan kata lain
kecepatan kendaraan yang melintas akan semakin melambat ketika ruas jalan mengalami
peningkatan kepadatan. Hubungan dari kecepatan dengan arus lalu-lintas yang berbanding terbalik
ini dapat dilihat pada GRAFIK Hubungan Antara Arus dengan Kecepatan.
GRAFIK Hubungan Antara Arus dengan Kecepatan
Dari data kelambatan masing-masing tipe kendaraan yang didapatkan, Imam Basuki dan
Siswadi kemudian menghitung jumlah jarak tempuh yang seharusnya dapat dilakukan atau total
kelambatan yang bisa terjadi dalam kilometer. Dengan menggunakan nilai BOK masing-masing tipe
kendaraan maka diperoleh nilai kerugian yang terjadi akibat kelambatan yang terjadi. Rincian nilai
kerugian yang dikarenakan kelambatan memiliki satuan dalam Rp/jam dapat dilihat pada TABEL
Nilai Kerugian Karena Kelambatan (Rp/jam). Sedangkan untuk data pengurangan kecepatan dapat
dilihat pada TABEL Pengurangan Kecepatan/Kelambatan yang Terjadi.
TABEL Nilai kerugian karena kelambatan (Rp/jam)
GALIH ALCO PRANATA | CRITICAL PENJELASAN ISSUE 14
TABEL Pengurangan Kecepatan/Kelambatan yang Terjadi.
Benang merah yang dapat diambil dari penelitian Imam Basuki dan Siswadi adalah bahwa
kecepatan kendaraan berbanding terbalik dengan besarnya arus lalu-lintas. Semakin besar arus
maka akan semakin terjadi kepadatan lalu-lintas yang dapat menimbulkan kemacetan. Kerugian
paling besar dari kemacetan lalu-lintas adalah kerugian waktu tempuh yang menyebabkan
pemborosan bahan bakar sehingga terjadi kenaikan biaya operasi kendaraan. Kerugian akibat
kelambatan arus lalu-lintas yang terjadi di jalan Gejayan adalah sebesar Rp11.282.482,21 per jam.
Kerugian tersebut merupakan bertambahnya biaya opersional kendaraan yang harus dikeluarkan
kerena kecepatan mengalami penurunan dan tidak bisa sesuai dengan kecepatan desain
perencanaan.
Dengan pembuktian yang telah dilakukan oleh Imam Basuki dan Siswadi, dapat diketahui
bahwa kemacetan berpengaruh terhadap perekonomian khususnya dari biaya operasional. Namun
jika ditarik lebih luas, permasalahan kemacetan ini tidak hanya sebatas pada biaya operasional.
Apabila kemacetan tetap dibiarkan maka mobilitas masyarakat akan terhambat dan mempengaruhi
produktivitas sehingga lama kelamaan akan berdampak pada pemerosotan ekonomian yang lebih
luas.
Jika penarikan permasalahan yang lebih luas ini dihubungan kembali dengan permasalahan
yang terjadi di Jalan Mranggen, maka akan diketahui pengaruh kemacetan yang lebih luas lagi
terhadap masyarakat yang menggunakan jalan ini. Penulis mengatakan bahwa Jalan Raya Mranggen
merupakan jalan propinsi yang dilalui oleh mobilitas penduduk Kabupaten Grobokan maupun
Kabupaten Blora untuk menuju Kota Semarang. Berdasarkan Keputusan Bersama No. 30 Tahun
2005, No. 130/ 0975, No. 63 tahun 2005, No. 130.1/A.00016, No. 130.1/4382 tanggal 15 Juni 2005
tentang Kerjasama Program Pembangunan di Wilayah Kedungsepur, Kabupaten Grobogan memiliki
kerjasama antar daerah dengan Kota Semarang beserta kabupaten lainnya antara lain Kabupaten
Kendal, Kabupaten Demak, Unggaran, dan Kota Salatiga. Kemudian kerja sama ini diperbarui dengan
Kesepakatan Bersama No.146/199.c/2011, No.130/07/2011, No.415.4/03.3/KJS/2011, No.MOU-
6/Perj-III/2011, 130/049, 130/1131/I/2011 tentang Kerjasama Bidang Pemerintahan, Pembangunan
dan Kemasyarakatan di Wilayah Kedungsepur.
Dalam Tesis Primasto Ardi Martono yang berjudul KETERKAITAN ANTAR SEKTOR EKONOMI
DAN ANTAR DAERAH DI WILAYAH KEDUNGSEPUR, menurut Kepala BPMD Provinsi Jawa Tengah
menyampaikan peran Kabupaten Grobogan terhadap Kota Semarang sebagai berikut:
GALIH ALCO PRANATA | CRITICAL PENJELASAN ISSUE 15
Banyak sekali para investor yang berminat untuk menanamkan modalnya di wilayah
Kedungsepur, sektor Industri yang paling banyak diminati diantaranya mebel, tekstil dan
produk tekstil, serta komponen elektronik. Sektor pertanian sebenarnya cukup potensial
dikembangkan di wilayah ini terutama di Kabupaten Demak dan Grobogan terutama dalam
mendukung supply bahan baku industri pengolahan makanan yang ada di Kota Semarang.
Kerjasama dalam pengembangan infrastruktur juga sangat potensial dikembangkan di
wilayah Kedungsepur, seperti pengolahan air bersih, peningkatan jalan dan jembatan
serta perencanaan tata ruang.
GAMBAR Peta Kabupaten Grobogan menuju Kota Semarang
Dari pernyataan Kepala BPMD Provinsi Jawa Tengah dapat diambil kesimpulan bahwa
Kabupaten Grobogan ini berpotensi sebagai ponyokong bahan baku industri pengolahan makanan
yang ada di Kota Semarang dari sektor pertanian. Dengan kata lain Kabupaten Grobogan merupakan
penyadia kebutuhan primer Kota Semarang. Dalam pendistribusian kabutuhan primer tersebut,
seperti yang dikatakan oleh peneliti, pendistribusian dari Kabupaten Grobogan ke Kota Semarang
melaui jalan Raya Mranggen. Apabila jalan Raya Mranggen mengalami kemacetan maka,
pendistribusian tersebut akan terhambat hingga terlambat. Keterlambatan pendistribusian tersebut
akan menghambat kinerja dari industri poengolahan makanan di Kota Semarang sehingga
produktivitasnya pun akan menurun. Apabila produktivitas menurun maka perekonomian pun turut
akan turun.
GALIH ALCO PRANATA | CRITICAL PENJELASAN ISSUE 16
GAMBAR Kondisi Macet Jalan Raya Mranggen
Sumber: https://pasangmata.detik.com/contribution/102243
GAMBAR Kondisi Jalan Raya Mranggen arah Kabupaten Grobogan
Sumber: Google Street View, Maret 2016
GAMBAR Kondisi Jalan Raya Mranggen arah Kota Semarang
Sumber: Google Street View, Maret 2016
GALIH ALCO PRANATA | CRITICAL KESIMPULAN DAN SARAN 17
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
Kelebihan
- Dalam memilih lokasi kemacetan yang dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi kota
Semarang, peneliti terlebih dahulu melakukan analisa gravitasi agar mengetahui wilayah
mana yang benar-benar berpengaruh, sehingga kebijakan dapat dirumuskan dengan
keadaan lokasi yang sesuai
Kekurangan
- Dalam menyatakan hubungan kenaikan PDRB dengan tingkat kemacetan, peneliti tidak
menyertakan analisis atau hasil analisi yang dapat mendukung kevalidan pernyataan
tersebut
- Kebijakan yang diusulkan oleh peneliti dirasa kurang, karena kebijakan yang diusulkan bukan
merupakan kebijakan yang riil dalam menanganani kemacetan lali-lintas
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti melalui analisis gravitasi, wilayah yang
paling memiliki hubungan dengan Kota Semarang adalah Kecamtan Mranggen dari Kabupaten
Grobogban. Peneliti juga menyatakan bahwa kenaikan PDRB di Kota Semarang berhubungan dengan
angka kemacetan yang terjadi di Kecamatan Mranggen, khususnya Jalan Raya Mranggen dimana
setiap kenaikan PDRB sebesar RP1000 maka angka kemacetan meningkat sebesar 1,73 smp/jam.
Adapun penyebab kemacetan yang terjadi yang disebabkan oleh PDRB perkapita sebesar 65,4%
sedangkan sisanya sebesar 44,6% disebabkan oleh PKL, parkir, angkutan umum, penyeberangan
jalan, dan simpul tak bersinyal. Penulis menyatakan bahwa dalam mengatasi kemacetan, PU masih
belum memiliki kebijakan yang riil dalam mengatasi kemacetan, sehingga penulis menyusun
kebijakan melalui analisis SWOT, dimana isi kebijakan tersebut yakni Pemerintah Kabupaten Demak
beserta Satlantas Polres harus menerapkan kebijakan horizontal. Artinya instansi yang bersifat
horizontal seperti Bappeda, Kantor PU, dan Satpol PP dapat berkoordinasi dengan satu bingkai
kebijkan dan bekerja sesuai tugasnya, sedangkan Polres Demak bertugas menertibkan lalu-lintas.
Setiap kemacetan yang terjadi dapat menimbulkan dampak balik terhadap ekonomi. Dalam
Jurnalnya yang berjudul “Biaya Kemacetan Ruas Jalan Yogyakarta” Imam Basuki dan Siswadi
membahas dampak kemacetan terhadap biaya kerugian yang terjadi di jalan Gejayan Yogyakarta”.
Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Imam Basuki dan Siswadi menunjukkan bahwa semakin
besar arus maka semakin melambat kecepatan kendaraan. Dari melambatnya kecepatan tersebut
Imam Basuki dan Siswadi mendapatkan nilai kerugian karena kelambatan. Nilai kerugian tersebut
merupakan naiknya biaya operasi suatu kendaraan akibat meningkatnya waktu tempuh ketika
terjadi kelambatan kecepatan. Akibat kelambatan tersebut kerugian yang terjadi di Jalan Kejayan
ketika macet adalah sebesar Rp11.282.482,21 per jam.
GALIH ALCO PRANATA | CRITICAL LESSON LEARNED 18
Jika dampak kemacetan terhadap ekonomi tersebut dikembalikan ke kasus yang terjadi di
Jalan Raya Mranggen maka kerugian akibat kemacetan tidak hanya sebatas biaya operasional
kendaraan saja. Pasalnya Jalan Raya Mranggen merupaka jalan propinsi yang menghubungkan
mobilitas dari Kabupaten Grobogan. Timbal balik dari Kota Semarang, berdasarkan pernyataan
Kepala BPMD Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Grobogan memiliki potensi dalam men-supply bahan
baku industri pengolahan makanan dari sektor pertanian. Apabila mobilitas dalam pendistribusian
bahan baku ini terlambat atau terhambat karena kemacetan maka produktivitas dari industri
pengolahan makanan di Kota Semarang akan menurun, sehingga dampaknya perekonomian juga
akan menurun
Dari perbandingan studi kasus yang telah dipaparkan perekonomian dalam suatu kota dapat
mempengaruhi mobilitas perkotaan tersebut maupun wilayah pinggirannya. Namun seiring
berjalannya waktu apabila mobilitas tersebut tidak dibarengi dengan peningkatan sistem
transportasi maka akan timbul kemacetan. Jika kemacetan tersebut tidak segera diatasi maka
dampakya akan kembali ke perekonomian yang akan merosot.
SARAN Saran yang diberikan oleh reviewer terhadap peneliti perihal jurnalnya yang berjudul
“Dampak Pertumbuhan Ekonomi Kota Semarang Terhadap Kemacetan Lalulintas Di Wilayah
Pinggiran Dan Kebijakn yang Ditempuh” adalah sebagai berikut:
1. Dalam menyatakan hubungan kenaikan PDRB perkapita terhadap kenaikan kemacetan
lalu-lintas akan lebih valid apabila pernyataan tersebut didukung dengan teknik analisis
atau hasil analisis, sehingga statement bisa lebih dipercaya
2. Dalam merumuskan kebijakan akan lebih baik apabila kebijakan yang dirumuskan
memiliki dampak yang riil dalam mengatasi permasalahan sehingga kebijakan dapat
menjadi solutif shingga ketika diimplementasikan dapat berdampak secara efektif
3. Kebijakan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Perhubungan Republik Indonesia
Kebijakan Transportasi Perkotaan dapat digunakan sebagai referensi atau acuan oleh
peneliti pada penelitian selanjutnya supaya kebijakan atau alternatif solusi yang
diusulkan bisa lebih iplementatif
LESSON LEARNED
Dari hasil critical review yang telah dilakukan pada jurnal yang berjudul “Dampak Pertumbuhan
Ekonomi Kota Semarang Terhadap Kemacetan Lalulintas Di Wilayah Pinggiran Dan Kebijakn yang
Ditempuh”, reviewer mendapatkan lesson learned berupa:
1. Dengan dilakukannya analisis terhadap hubungan Kota Semarang denfan Kecamatan
Mranggen, reviewer dapat mengtahui secara riil bahwa mobilitas yang timbul akibat
pertumbuhan ekonomi di suatu kota apabila tidak diimbangi dengan sistem transportasi
yang memadai akan mengakibatkan permasalah terutama kemacetan
2. Setiap kemacetan yang terjadi menimbulkan dampak balik terhadapa kegiatan ekonomi,
dimana dampak paling sempit yang bisa terjadi yakni peningkatan biaya operasiaonal
GALIH ALCO PRANATA | CRITICAL LESSON LEARNED 19
kendaraan yang diakibatkan oleh lamanya waktu tempuh dan melambatnya kecepatan
ketika kemacetan terjadi
3. Apila ditarik lebih luas, kerugian yang timbul akibat kemacetan tidak hanya sebatas biaya
operasional kendaraann. Akibat dari adanya kemacetan yang terjadi di wilayah pinggiran
kota, maka distribusi yang akan masuk ke kota akan terhambat sehingga mempengaruhi
kinerja industri di dalam kota terhambat serta produktivitasnya menurun dan menyebakan
perekonomian merosot
GALIH ALCO PRANATA | CRITICAL DAFTAR PUSTAKA 20
DAFTAR PUSTAKA
Soesilowati, Etty. 2008. Dampak Pertumbuhan Ekonomi Kota Semarang Terhadap Kemacetan
Lalulintas di Wilayah Pinggiran dan Kebijakan yang Ditempuhnya. JEJAK, Volume1, Nomor1,
September, 2008.
Basuki, Imam. 2008. Biaya Kemacetan Ruas Jalan Kota YogyakartaJurnal Teknik Sipil volume 9 No.1,
Oktober 2008: 71-80.
Martono, Primarto. 2008. KETERKAITAN ANTAR SEKTOR EKONOMI DAN ANTAR DAERAH DI WILAYAH
KEDUNGSEPUR. Tesis Magister pada Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota Universitas
Diponegoro: tidak diterbitkan
Keputusan Bersama No. 30 Tahun 2005, No. 130/ 0975, No. 63 tahun 2005, No. 130.1/A.00016, No.
130.1/4382 tanggal 15 Juni 2005 tentang Kerjasama Program Pembangunan di Wilayah
Kedungsepur
Kesepakatan Bersama No.146/199.c/2011, No.130/07/2011, No.415.4/03.3/KJS/2011, No.MOU-
6/Perj-III/2011, 130/049, 130/1131/I/2011 tentang Kerjasama Bidang Pemerintahan,
Pembangunan dan Kemasyarakatan di Wilayah Kedungsepur