Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi...

80
REPUBLIK ISLAM IRAN Studi atas Theo-Demokrasi Pascarevolusi 1979-2005 Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos.) Disusun Oleh: IRNANINGSIH NIM: 103033227788 PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H./2008 M.

Transcript of Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi...

Page 1: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

REPUBLIK ISLAM IRAN Studi atas Theo-Demokrasi Pascarevolusi 1979-2005

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos.)

Disusun Oleh: IRNANINGSIH

NIM: 103033227788

PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1429 H./2008 M.

Page 2: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

REPUBLIK ISLAM IRAN Studi atas Theo-Demokrasi Pascarevolusi 1979-2005

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos.)

Oleh:

Irnaningsih NIM: 103033227788

Di Bawah Bimbingan

Drs. Agus Nugraha, MA

NIP. 150 299478

PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1429 H./2008 M.

Page 3: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi

Pascarevolusi 1979-2005” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari kamis, tanggal

27 Maret 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos.) pada Program Studi Pemikiran Politik

Islam.

Jakarta, 27 Maret 2008

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Drs. Agus Darmaji, M.Fils. Dra. Wiwi Siti Sajaroh, MA.

NIP. 150 262447 NIP. 150 270808

Anggota

Penguji I Penguji II

Nawiruddin, MA. Dr. Sirajuddin Aly, MA. NIP. 150 317965 NIP. 150 318684

Pembimbing

Drs. Agus Nugraha, MA.

NIP. 150 299478

Page 4: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

KATA PENGANTAR

Puji syukur yang tidak terhingga penulis haturkan kehadirat Allah swt,

yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Salawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada

Nabi Muhammad saw, segenap keluarganya dan para sahabatnya yang telah

membawa umat kepada Islam.

Selama proses penyusunan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan

hambatan yang dilalui penulis. Namun berkat doa dan motivasi serta

kesungguhan, maka semua kesulitan dan hambatan tersebut dapat diatasi dengan

baik. Penulis menyadari sepenuhnya atas dukungan dan bimbingan berbagai

pihak, baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. M Amin Nurdin, MA. sebagai dekan Fakultas Ushuluddin dan

Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Drs. Agus Darmaji M.Fils. dan Ibu Dra. Wiwi Siti Sajaroh, M.Ag.

selaku ketua dan sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Drs. Agus Nugraha, MA selaku Pembimbing Akademik yang telah

memberikan nutrisi intelektual dan motivasi untuk segera menyelesaikan skripsi.

4. Bapak dan Ibu dosen di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, yang telah banyak

memberikan ilmu pengetahuan bagi penulis.

5. Kepala pimpinan dan staf perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, perpustakaan Ushuluddin dan Filafat, perpustakaan Iranian Corner,

perpustakaan Syariah, perpustakaan utama dan Fakultas Ilmu Ekonomi dan Sosial

Page 5: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

Universitas Indonesia, perpustakaan CSIS, dan perpustakaan Islamic Culture

Center (khususnya ka Fatimah) yang telah memberikan kemudahan bagi penulis

dalam meminjam dan mengakses referensi.

6. Penghargaan yang tulus dan ikhlas kepada orang tua tercinta (I love u), dengan

kesabarannya memberikan dukungan moril dan materil yang sangat berharga.

Serta kakakku Wandy yang memotivasi agar cepat selesai dan adikku Isna

(pemanis keluarga) yang membantu menerjemahkan artikel.

7. Teman-teman PPI A dan PPI B angkatan 2003; khususnya Lynda (akhirnya

selesai juga); Khilda, Rizki, mba Muti (yang lulus terlebih dahulu); Baiti

(semangat terus ya!) dan semuanya yang tidak bisa disebutkan satu per satu, telah

membuat hidup jadi penuh warna dalam pemikiran politik Islam.

8. Terakhir tetapi yang utama, Adi Gunawan yang telah membelikan komputer

untuk memudahkan penulis dalam membuat skripsi. Sekali lagi, thank’s your

support and trust me.

Penulis berdoa, semoga bantuan dari berbagai pihak tersebut diterima

Allah swt sebagai amal saleh dan mendapat balasan dari-Nya, Amin.

Bogor, 29 Februari 2008

Penulis

Page 6: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………..... i

DAFTAR ISI……………………………………………………………….... iii

TRANSLITERASI.......................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ………………………………........... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...…………………......... 7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .………………………........... 7

D. Metode Penelitian ………………………………………......... 8

E. Studi Kepustakaan……………………………………............ 8

F. Sistematika Penulisan ................................................................ 9

BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL TENTANG DEMOKRASI... 11

A. Makna dan Batasan Demokrasi …............................................. 11

B. Demokrasi dalam Perspektif Barat .…....................................... 15

C. Demokrasi dalam Perspektif Islam ..……………….................. 19

BAB III LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA MENURUT KONSTITUSI

REPUBLIK ISLAM IRAN........................................................... 28

A. Wil

âyah al-Faqih ………………………………...................... 28

B. Leg

islatif………………………………………….................... 35

C. Eks

ekutif………………………………………….................... 37

D. Yu

dikatif………………………………………………............ 40

BAB IV IMPLEMENTASI DEMOKRASI DI IRAN.............................. 43

Page 7: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

A. Partisipasi Masyarakat …………………………………........... 44

B. Pemilihan Umum …………………………....………................ 49

C. Hak Wanita dan Minoritas ……………………………............. 56

D. Kebebasan pers………………………………………............. 61

BAB V PENUTUP...................................................................................... 65

Kesimpulan…………………………………….........…………..... 65

DAFTAR PUSTAKA……………………………………..........………......... 67

LAMPIRAN

Page 8: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

PEDOMAN TRANSLITERASI

Arab Latin Arab Latin Arab Latin

d = ض = ا

al = ال t = ط b = ب

z = ظ t = ت = a

‘ = ع ts = ث = i

gh = غ j = ج = u

f = ف h = ح

q Vokal Panjang = ق kh = خ

â = ــــا k = ك d = د

î = ـــي l = ل dz = ذ

û = ــــو m = م r = ر

n Diftong = ن z = ز

aw = ــــو w = و s = س

ay = ــــي h = هـ sy = ش

’ = ء

y = ي s = ص

Page 9: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebelum terjadinya revolusi Islam di Iran, ada empat dinasti besar yang

berkuasa, yaitu Dinasti Safawi (1501-1750), Dinasti Zand (1750-1779), Dinasti

Qajar (1785-1925), dan Dinasti Pahlevi (1925-1979). Dinasti Safawi merupakan

peletak dasar bagi suatu negara Persia modern dengan salah satu rajanya yang

termasyur yaitu Raja Ismail Safawi. Pada masa ini pula untuk pertama kalinya

mazhab Syi’ah Itsna ‘Asyariyah (Syi’ah Duabelas Imam) menjadi dasar resmi

negara. Kekuasaan dinasti ini berakhir pada 1722 dan digantikan dengan Dinasti

Zand yang berakhir 1779. Kemudian digantikan lagi oleh Dinasti Qajar, dan

terjadi revolusi konstitusional oleh aliansi para pedagang, ulama, dan intelektual

yang menuntut dibentuknya suatu parlemen (majelis) untuk menghubungkan

rakyat dengan raja. Dinasti Qajar ini pun runtuh pada 1925 yang disebabkan

beberapa faktor seperti lemahnya pemerintahan pusat, terjadinya pemberontakan

lokal, terjadinya Perang Dunia I dan menguatnya pengaruh Inggris di Iran. Setelah

Dinasti Qajar runtuh berdirilah Dinasti Pahlevi, yang disinyalir merupakan

rekayasa Amerika serikat dan Inggris. Reza Syah sebagai rajanya merebut

kekuasaan dari perdana menteri pada waktu itu yaitu Zia ed-Din Tatabai. Pada 17

Desember 1941, Mohammad Reza Pahlevi (anak Reza Syah) naik tahta dan

menjadi shah Iran terakhir.1

1 Riza M Sihbudi, Biografi Politik Imam Khomeini (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

dan ISMES, 1996), h. 4-8. 1

Page 10: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

Hilangnya kekuasaan Reza Pahlevi karena kebijakan-kebijakan yang

diambil olehnya seringkali mendapat kecaman dari masyarakat dan tokoh ulama

Iran termasuk Khomeini (seorang ulama yang sangat populer dan berkharisma di

Iran). Pada 1963-1964 Ayatullah Khomeini dan beberapa tokoh agama lainnya

memimpin demonstrasi menentang kebijakan Revolusi Putih yang digulirkan oleh

Reza Pahlevi. Awal kejatuhan Syah Pahlevi adalah ketika ayatullah Khomeini

difitnah oleh Menteri Penerangan Darius Hamayan melalui surat kabar Ettla'at

pada Januari 1978 yang menyatakan bahwa Khomeini dibayar oleh dinas rahasia

Inggris untuk melawan Rezim Syah. Pernyataan tersebut menyulut demonstrasi

besar-besaran di Teheran selama dua hari. Kemudian tanggal 8 September Syah

memaklumatkan Undang-Undang Darurat perang selama 6 bulan yang ditentang

oleh pihak oposisi dengan menewaskan 4000 orang. Keadaan Iran yang semakin

memburuk memaksa Syah Pahlevi untuk meninggalkan Iran pada Januari 1979.

Pada 1 Februari 1979 Khomeini kembali ke Iran dari tempat pembuangannya,

Perancis.2 Kenyataan itu membuat ulama-ulama Iran dan generasi-generasi

mudanya ingin merubah kearah masyarakat yang lebih baik, maka dibentuklah

Republik Islam Iran berdasarkan referendum. Dari para pemilih, 98,2 % memilih

Republik Islam.3

Menurut Michael Adams, pascarevolusi 1979, Iran secara bertahap mampu

mengembangkan demokrasi, perubahan politik secara radikal yang terjadi pada

tahun tersebut menandai berakhirnya sebuah rezim otoriter sekuler. Sedangkan

menurut John L Esposito, demokrasi yang berkembang di Iran bukanlah berdasar

2 Imam Khomeini,” dalam John L Esposito, ed., Ensiklopedi Oxford, Vol.I (Bandung:

Mizan, 2001), h. 340. 3 Humas Kedutaan Besar Republik Islam Iran di Jakarta, Undang-Undang Dasar Republik

Islam Iran, h. 15.

Page 11: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

pada kedaulatan rakyat secara penuh, melainkan kedaulatan rakyat yang tunduk

pada hukum Tuhan melalui fuqahâ (para ahli hukum Islam). Kedaulatan rakyat

yang dibimbing dan diarahkan para ahli agama.4

Republik Islam Iran buatan Ayatullah Khomeini yang berdiri sampai

sekarang merupakan penggabungan antara demokrasi dan teokrasi. Hal ini tidak

terlepas dari peran Syi’ah yang merupakan mazhab resmi negara khususnya

Syi’ah Imam Duabelas. Doktrin Syi’ah mengajarkan; jika tidak ada penguasa

yang adil (Imam ke Duabelas) maka masyarakat muslim dibimbing oleh hukum

Islam.

Sebagian besar literatur tentang demokrasi menegaskan beragamnya

konsep dan praktik demokrasi. Ini untuk mengatakan bahwa konsep dan praktik

demokrasi sebenarnya tidak tunggal. Unsur-unsur dasar itu dipengaruhi, dibentuk,

dan diperkaya oleh kultur dan struktur yang ada. Dengan kata lain, konsep dan

praktik demokrasi digerakkan oleh konstruk sosiologis dan budaya masyarakat

setempat. Dalam setiap negara manapun, nilai-nilai demokrasi akan berkembang

sesuai dengan bangunan sosial-budaya masyarakatnya.

Demokrasi di Iran merupakan demokrasi "Islam". Karena uniknya

menggabungkan kedaulatan masyarakat di tangan presiden dan kedaulatan Tuhan

di tangan faqih5. Seperti yang telah disebutkan di atas, kita harus mengakui bahwa

setiap demokrasi akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan kultur dan kondisi

negara yang bersangkutan.

4 John L Esposito dan John O Voll, Demokrasi di Negara-Negara Muslim: Problem dan

Prospek, terj Rahmani Astuti (Bandung: Mizan, 1999), h. 81. 5Faqih adalah seorang muslim yang sudah mencapai tingkat tertentu dalam ilmu dan

kesalehan.

Page 12: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

Ciri-ciri demokrasi seperti yang dipraktikkan di Inggris dan Amerika yang

menekankan pemilu multipartai, pasar bebas dan hak-hak individu, sering

diperlakukan sebagai sesuatu yang universal. Sehingga negara yang tidak

mempraktikkannya sama sekali atau mempraktikkannya tetapi dengan cara yang

lain dari Amerika, misalnya, dianggap sebagai negara yang “tidak demokratis”.

Yang menjadi permasalahan adalah apakah demokrasi ala Inggris dan Amerika

bisa diterapkan secara universal atau tidak? Bagi mereka yang tidak percaya pada

gagasan model universal berpendapat bahwa negara-negara lain dapat juga

menerapkan gaya pemerintahan yang berbeda, dengan penekanan-penekanan yang

berbeda pula tanpa dicap sebagai yang “tidak demokratis”. Mereka mengatakan

bahwa demokrasi yang berkembang di Barat lahir melalui suatu proses tertentu

dan dalam konteks masyarakat yang khas Barat. Sehingga tidak adil rasanya jika

masyarakat atau bangsa lain yang berbeda, dan mengalami kesejarahan yang

berbeda pula, dipaksa untuk menerima dan menerapkan demokrasi ala Barat. Dari

sinilah muncul persepsi demokrasi yang berbeda mengikuti perbedaan alur pikiran

manusianya berdasarkan geografis dan kondisi pluralitas masyarakatnya.6

Demokrasi yang terjadi di negara-negara penganutnya, memang berbeda.

Seperti antara Amerika dan Inggris yang merupakan negara ‘dekat’, mempunyai

demokrasi yang berbeda. Apakah Amerika dapat menjalankan standar

demokrasinya di negara-negara kawasan Timur? Iran sebelum Revolusi 1979 di

bawah kekuasaan dan pengaruh Amerika tidak lebih baik dibandingkan sekarang.

Salah satu indikasi sebuah negara dapat dikatakan demokratis adalah

dengan adanya pemilu. Bahkan, pengertian demokrasi untuk saat ini lebih dilihat

6 Ahmad Sukardja dan Ahmad Sudirman Abbas. Demokrasi Dalam Perspektif Islam

(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2005), h. 43-44.

Page 13: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

secara prosedural, yakni adanya pemilu tersebut. Di Iran terdapat pemilu, yakni

memilih presiden, parlemen, dewan faqih (Dewan Ahli), Dewan Kota dan

sebagainya. Bukan hanya itu, pembentukan konstitusi dan negara setelah

terjadinya Revolusi 1979 ditentukan dengan referendum, mengajak masyarakat

untuk berpartisipasi dalam politik. Namun, bagaimana demokrasi yang berkaitan

dengan hak wanita, kaum minoritas serta kebebasan pers. Apakah demokratis?

Partisipasi ulama atau peran mullah (sebutan untuk ulama) di Iran bisa

terbilang besar karena otoritas tinggi berada pada Pemimpin (rahbar)7. Ini tidak

terlepas dari paham Syi’ah karena doktrinnya (Imâmah) menganggap sebelum

datangnya Imam Mahdi maka harus ada pemimpin (adil, mengerti agama dan

berwawasan luas) yaitu mullah tersebut. Hal inilah yang terdapat dalam konsep

wilâyah al-faqih (pemerintahan ulama) di Iran.

Konstitusi Republik Islam Iran, mempunyai pranata-pranata demokrasi.

Konstitusi melengkapi sistem pemerintahan dengan badan eksekutif, legislatif,

dan yudikatif; melakukan pembagian kekuasaan dan membentuk sistem

pengawasan dan perimbangan; dan menetapkan pemilihan presiden dengan suara

mayoritas mutlak (pada 1989 konstitusi dirubah, kedudukan presiden

menggantikan perdana menteri). Dalam mukadimahnya konstitusi itu menjamin

dengan tegas “menolak segala bentuk tirani intelektual dan sosial serta monopoli

ekonomi, dan mempercayakan nasib rakyat ke tangan rakyat itu sendiri.” Dan

dalam pasal-pasal tertentu, konstitusi menegaskan pentingnya opini rakyat dan

pemilihan umum.8 Seperti yang terdapat pada pasal 6, pasal 27, pasal 59, pasal 62,

pasal 64, dan sebagainya.

7 Artinya pemimpin tertinggi di Iran. Rahbar dalam bahasa Persia berarti Pemimpin Besar. 8 John L Esposito, Demokrasi di Negara-Negara Muslim, h.82.

Page 14: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

Republik Islam Iran tetap menjadi lambang penting bagi Islam

revolusioner, dan menjelang pertengahan 1990-an, setelah berlangsung lebih dari

satu setengah dasawarsa, pengalaman dan contoh darinya dapat dijadikan studi

kasus mengenai Islam politis moderen dalam praktiknya. Jelas bahwa Iran

mewakili eksperimen penting dalam upaya menciptakan negara agama yang

modern. Struktur yang dibangunnya tidak sama dengan pola-pola praktik

demokrasi sebagaimana dikembangkan dalam masyarakat Barat. Sistem politik

Iran merupakan perpaduan antara aturan Islam dan partisipasi politik rakyat yang

penuh perdebatan dengan cara yang mencerminkan isu penting menyangkut

hubungan Islam dan demokrasi.9

Pemerintahan di Iran, diwarnai dengan naik dan turunnya kekuasaan

antarfaksi atau kelompok. Pemilu yang berkala pascarevolusi 1979 sampai

sekarang, adanya pembagian kekuasaan, partisipasi wanita dalam politik yang

semakin luas, kebebasan pers yang lebih baik dibandingkan dengan sebelum

revolusi 1979, partisipasi masyarakat serta perubahan-perubahan kearah yang

lebih baik. Apakah dapat dijadikan bukti bahwa Iran mampu menghidupkan

demokrasi.

Persoalan Islam dan demokrasi merupakan salah satu permasalahan utama

yang sedang berlaku dirata-rata negara Islam. Demokrasi yang dianggap satu

produk Barat yang paling laris di dunia, kini menjadi pilihan utama “pembeli-

pembeli” termasuk umat Islam. Penerimaan umat Islam terhadap demokrasi telah

9 Ibid., h.67.

Page 15: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

menimbulkan satu fenomena besar dunia sekaligus telah memperkenalkan wacana

tentang Islam dan demokrasi.10

Dengan adanya fenomena demokrasi di Iran, penulis ingin melihat sejauh

mana demokrasi yang ada di sana. Untuk itulah penulis bermaksud

menuangkannya dalam sebuah karya tulis ilmiah (skripsi) dengan judul “Republik

Islam Iran, Studi atas Demokrasi Pascarevolusi 1979-2005”, karena demokrasi

merupakan bagian yang penting untuk membangun sebuah negara.

Bagi sebagian orang, pengalaman Iran merupakan penegasan

kemungkinan untuk menciptakan suatu demokrasi Islam. Bagi sebagian yang lain,

hanya menegaskan watak otoriter pranata-pranata dan praktik politik muslim.11

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dalam penelitian ini penulis membatasi hanya pada studi yang berkaitan

dengan demokrasi Iran pascarevolusi 1979-2005. Dari batasan masalah tersebut

dirumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana model demokrasi di Iran

pascarevolusi 1979-2005?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Konsep permerintahan Iran merupakan Republik Islam. Konsep ketuhanan

yang terwujud ke dalam wilâyah al-faqih serta masuknya nilai demokrasi yang

disesuaikan, merupakan hal yang menarik. Sehingga, dalam penelitian ini penulis

mempunyai tujuan untuk memahami sejauhmana model demokrasi di Republik

Islam Iran pascarevolusi 1979-2005.

10 MJ Ali Larijani, mantan menteri Luar Negeri Iran, dalam seminar “Islam and Modern Society,” Ciputat, Selasa 30 Oktober 2007.

11 Mun’im A Sirry, Dilema Islam Dilema Demokrasi (Bekasi: Gugus Press,2002), h. 67

Page 16: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

D. Metode Penelitian

Dalam penyusunan penulisan ini, penulis menggunakan metode penelitian

kualitatif, yaitu penelitian yang cenderung dan banyak digunakan dalam ilmu-

ilmu sosial yang berhubungan dengan perilaku sosial atau manusia dengan

berbagai argumen, yang bersifat deskriptif atau memaparkan gejala-gejala yang

diamati, yang tidak harus selalu berbentuk angka-angka atau koevisien antar

variabel dan penelitian lebih sering berbentuk studi kasus.

Teknik pengumpulan data yang digunakan, dilakukan dengan

mengumpulkan bahan pustaka, yaitu; buku, koran, artikel, jurnal, dan lainnya

yang berhubungan dengan tema bahasan penelitian ini.

Sedangkan pembahasan analisis penelitian ini menggunakan sistem

deskriptif analitik, yaitu memaparkan dan menggambarkan serta menganalisis

data-data yang diperoleh.

Kemudian untuk metode penulisan penelitian ini menggunakan buku

“Pedoman Penulisan karya ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)” yang diterbitkan

oleh Center for Quality Development Assurance (CEQDA) UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2007 sebagai referensi.

E. Studi Kepustakaan

Pembahasan-pembahasan tentang Iran memang banyak, namun belum ada

yang membahas demokrasi Iran secara lebih khusus. Hanya saja terdapat tesis di

Universitas Indonesia oleh Nurohman yang berjudul, “Sistem Pemerintahan

Republik Islam Iran: Studi Kasus Perpaduan Sistem Teokrasi dan Demokrasi

Page 17: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

dalam Pemerintahan Iran Pasca Revolusi 1979-2005.” Namun, demokrasi yang

dibahasnya lebih prosedural dan mendalami perpaduan teokrasi dan demokrasi di

Iran. Kajian teorinya tentang sejarah dan perkembangan teokrasi dan demokrasi.

Nurohman tidak membahas hak wanita, kaum minoritas dan kebebasan pers

dalam implementasi demokrasi di Iran.

Sedangkan skripsi yang penulis buat merupakan kajian demokrasi secara

keseluruhan dengan menggunakan teori demokrasi perspektif Islam dan Barat.

Pembahasannya tidak hanya demokrasi prosedural atau sering disebut pemilu.

Dalam skripsi ini, batasan demokrasinya juga melihat demokrasi perspektif Barat

seperti; kebebasan pers, hak minoritas dan peran wanita.

Untuk itu, skripsi yang penulis buat belum pernah ada. Data primer yang

digunakan adalah Undang-Undang Dasar Republik Islam Iran, buku Sistem

Pemerintahan Islam tulisan Khomeini (terjemahan), dan wawancara.

F. Sistematika Penulisan

Guna memudahkan pembahasan dan penulisan lebih sistematis, maka

penulis menyusun kedalam lima bab, yaitu:

Pertama; Pendahuluan yang merupakan gambaran umum tentang hal yang

berkaitan dengan demokrasi di Iran, yang terdiri atas latar belakang masalah,

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metode

penelitian, studi kepustakaan, dan sistematika penulisan.

Kedua; Menjelaskan pendekatan konseptual tentang demokrasi, baik itu perspektif

Barat maupun Islam.

Page 18: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

Ketiga; Membahas lembaga-lembaga negara menurut konstitusi Iran. Terdiri dari,

wilâyah al-faqih, legislatif, eksekutif, dan yudikatif.

Keempat; Memahami implementasi demokrasi di Iran pascarevolusi 1979-2005,

melalui partisipasi masyarakat, pemilihan umum, hak wanita dan kaum minoritas,

serta kebebasan pers.

Kelima; Penutup yang di dalamnya mencakup kesimpulan.

Page 19: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

BAB II

PENDEKATAN KONSEPTUAL TENTANG DEMOKRASI

A. Makna dan Batasan Demokrasi

Pertumbuhan dan perkembangan demokrasi dilihat dari sejarahnya,

melalui proses-proses historis yang sangat panjang dan komplek. Konsep

demokrasi yang belum disepakati dan tidak mudah dipahami, menjadikannya

memiliki konotasi makna yang beragam dan dinamis.

Secara etimologis demokrasi berasal dari bahasa Yunani kuno yang terdiri

dari kata demos yang berarti rakyat dan kratos atau kratein berarti kekuasaan atau

berkuasa. Jadi demokrasi menurut asal kata berarti "rakyat berkuasa" atau

"government or rule by the people".12 Dengan kata lain demokrasi adalah

pemerintahan oleh rakyat; atau kedaulatan rakyat, kekuasaan tertinggi berada

dalam keputusan rakyat.13

Sedangkan secara terminologis, menurut Joseph A. Schmeter, demokrasi

merupakan suatu perencanaan institusional untuk menyampaikan keputusan

politik di mana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan

dengan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat. Sydney Hook berpendapat

bahwa demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang mana keputusan-keputusan

pemerintah yang penting secara langsung ataupun tidak langsung didasarkan pada

kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat yang sudah

dewasa. Philippe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl menegaskan bahwa

12 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1998),

h. 50. 13 Moh. Kusnardi dan Bintang R. saragih, Ilmu Negara (Jakarta: Gaya Media Pratama,

1995), h. 165. 11

Page 20: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

demokrasi merupakan suatu sistem pemerintahan di mana pemerintah dimintai

tanggung jawab atas tindakan-tindakan mereka di wilayah publik oleh warga

negara, yang bertindak secara tidak langsung melalui kompetisi dan kerjasama

dengan para wakil mereka yang terpilih. Menurut Hendry B. Mayo, demokrasi

merupakan sistem politik yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan

atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil rakyat yang diawasi secara efektif oleh

rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan

politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.14

Sekalipun terminologi demokrasi memiliki banyak pengertian dan ragam,

namun batasan yang dikemukakan para pemikir politik tersebut tampak

menemukan titik temu yang sama. Yaitu, demokrasi memiliki doktrin dasar yang

tak pernah berubah. Doktrin tersebut adalah adanya keikutsertaan anggota

masyarakat (rakyat) dalam menyusun agenda-agenda politik (pemerintahan) yang

dapat dijadikan landasan pengambilan keputusan,15 adanya pemilihan yang

dilakukan secara umum dan berkala, serta adanya pembatasan kekuasaan politik.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, demokrasi adalah bentuk atau

sistem pemerintahan yang segenap rakyat turut serta memerintah dengan perantara

wakilnya (pemerintahan rakyat), yang berarti gagasan atau pandangan hidup yang

mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi

warga negara.16

14 Tim ICCE UIN Jakarta, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani (Jakarta: ICCE UIN,

2003), h.110-111. 15 Idris Thaha, Demokrasi Religius Pemikiran Politik Nurcholish Madjid dan M Amin Rais

(Jakarta: TERAJU, 2005) h. 29. 16 Ahmad Sukardja dan Ahmad Sudirman Abbas, Demokrasi Dalam Persperktif Islam,

(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2005), h.75.

Page 21: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

Demokrasi bukan hanya sebuah metode kekuasaan mayoritas melalui

peran rakyat dan kompetisi yang bebas, akan tetapi mengandung nilai-nilai

persamaan, kebebasan dan sebagainya. Kendatipun konsep pelaksanaannya

beraneka ragam sesuai dengan kondisi budaya pada suatu negara. Eksistensi

demokrasi berkaitan erat dengan eksistensi hak manusia. Demokrasi tidak hanya

berhubungan dengan institusi formal tetapi juga dengan eksistensi hak nilai-

nilainya.17

Demokrasi sebagai suatu sistem telah dijadikan alternatif dalam berbagai

tatanan aktivitas bermasyarakat dan bernegara dibeberapa negara. Seperti diakui

oleh Moh. Mahfud MD, ada dua alasan dipilihnya demokrasi sebagai sistem

bermasyarakat dan bernegara. Pertama, hampir semua negara di dunia ini telah

menjadikan demokrasi sebagai asas yang fundamental; kedua, demokrasi sebagai

asas kenegaraan secara essensial telah memberikan arah bagi peranan masyarakat

untuk menyelenggarakan negara sebagai organisasi tertingginya. Karena itu,

diperlukan pengetahuan dan pemahaman yang benar pada warga masyarakat

tentang demokrasi.18

Dalam studi tentang demokrasi, dikenal dua macam pemahaman. Yaitu,

pemahaman secara normatif dan secara empirik. Pemahaman normatif berkenaan

dengan demokrasi sebagai tujuan, mengajarkan tentang nilai-nilai ideal bagaimana

seharusnya demokrasi diwujudkan. Sedangkan pemahaman empirik atau

demokrasi prosedural adalah rumusan demokrasi yang telah dilaksanakan.19

17 Masykuri Abdillah, Demokrasi di Persimpangan Makna Respons Intelektual Muslim

Indonesia Terhadap Konsep Demokrasi (1966-1993), (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1999), h. 74.

18 Tim ICCE, Demokrasi, h.109. 19 Idris Thaha, Demokrasi, h. 29. Lihat juga Anas Urbaningrum, Islamo-Demokrasi

Pemikiran Nurcholish Madjid (Jakarta: Penerbit Republika, 2004), h. 159.

Page 22: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

Berdasarkan pengertian demokrasi yang sifatnya prosedural, terdapat

unsur-unsur pokok; yaitu proses rekrutmen elit melalui pemilihan yang jujur dan

bebas; serta hak masyarakat untuk memilih. Pelaksanaan dari konsep demokrasi

prosedural ini akan menjamin kebebasan untuk berpendapat dan berserikat. Lebih

dari itu, dengan menganggap pemilihan umum sebagai cara untuk merekrut elit

pemerintahan, sistem ini mengisyaratkan bahwa pimpinan bertanggung jawab

kepada yang memberi mandat (warga negara), khususnya ketika mereka tengah

berkuasa.20 Negara yang menyatakan diri menganut demokrasi harus mengadakan

pemilihan umum. Apakah pemilihan umum tersebut hanya merupakan ritual saja

atau secara substansial mencerminkan demokrasi, adalah persoalan lain.

Demokrasi paling sering digunakan, namun juga paling problematik.

Problematik, karena para pakar politik masih belum sepakat, apakah demokrasi

sekedar alat untuk mencapai tujuan atau tujuan itu sendiri.21 Namun, Willy Eichler

berpendapat, bahwa demokrasi bukanlah suatu nilai statis yang terletak disuatu

tempat di depan kita, lalu kita bergerak menuju ke sana untuk mencapainya. Bagi

Eichler demokrasi adalah suatu nilai dinamis, karena nilai essensialnya adalah

proses ke arah yang lebih maju dan lebih baik.22 Karena pengertian demokrasi

sebagai cara dan proses, tidak mengherankan bahwa pelaksanaan prinsip-prinsip

demokrasi sangat beragam dari satu negara dengan negara lainnya. Meskipun

begitu, perlu disadari bahwa demokrasi sebagai cara atau jalan akan menentukan

kualitas tujuan yang dicapai oleh suatu masyarakat. Seperti dikatakan Albert

20 Bahtiar Effendy, “Islam dan Demokrasi,” dalam M Nasir Tamana dan Elza Peldi Taher

(ed.), Agama dan Dialog Antar Peradaban (Jakarta: Paramadina, 1996), h. 90. 21 Idris Thaha, Demokrasi Religius, h. 2. 22 Nurcholish Madjid, “Demokrasi dan Demokratisasi di Indonesia,” dalam Elza Peldi

Taher (ed.), Demokratisasi Politik, Budaya dan Ekonomi (Jakarta: Paramadina, 1994), h. 203.

Page 23: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

Camus, tidak boleh ada pertentangan antara cara dan tujuan; jika tujuan

membenarkan cara yang digunakan, maka cara yang digunakan itu sendiri ikut

membenarkan tujuan yang dicapai. Inilah salah satu sendi pandangan

demokratis.23 Terlepas dari tujuan atau cara, demokrasi merupakan sistem

pemerintahan yang saat ini sangat populer.

B. Demokrasi dalam Perspektif Barat

Konsep demokrasi semula lahir dari pemikiran mengenai hubungan negara

dan hukum di Yunani Kuno dan dipraktikkan dalam hidup bernegara antara abad

ke-6 SM sampai abad ke-4 M. Demokrasi yang dipraktikkan pada saat itu

berbentuk demokrasi langsung, artinya hak rakyat untuk membuat keputusan

politik dijalankan langsung oleh seluruh warga negara berdasarkan prosedur

mayoritas.24 Namun demokrasi yang melibatkan partisipasi politik pada saat itu,

tidak mengikutsertakan perempuan dan budak.

Gagasan demokrasi Yunani Kuno berakhir pada abad pertengahan.

Masyarakat abad pertengahan dicirikan oleh struktur masyarakat yang feodal,

kehidupan spiritual dikuasai oleh Paus dan pejabat agama. Sedangkan kehidupan

politiknya ditandai oleh perebutan kekuasaan di antara para bangsawan. Tetapi,

menjelang akhir abad pertengahan, tumbuh kembali keinginan menghidupkan

demokrasi dengan munculnya renaissance dan reformasi.25 Demokrasi

mempunyai tempat di masyarakat, dan semakin berkembang dalam konsep

maupun secara empiris.

23 Nurcholish Madjid, “Demokrasi dan Demokratisasi, h. 204. 24 Tim ICCE, Demokrasi, HAM, h.125. 25 Ibid., h.125-126.

Page 24: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

Dua filusuf besar yaitu John Locke dari Inggris dan Montesquieu dari

Perancis telah memberikan sumbangan yang besar bagi gagasan pemerintahan

demokrasi. John Locke mengemukakan bahwa hak-hak politik rakyat mencakup

hak atas hidup, kebebasan dan hak memiliki; sedangkan Montesquieu

mengungkapkan sistem pokok yang menurutnya dapat menjamin hak-hak politik

tersebut melalui “trias politica”-nya, yakni suatu sistem pemisahan kekuasaan

dalam negara menjadi tiga bentuk kekuasaan yaitu legislatif, eksekutif, dan

yudikatif.26 Kebanyakan negara demokrasi menggunakan pembagian kekuasaan

seperti ini, karena efektif untuk check and balance dalam pemerintahan.

Menurut Robert A. Dahl dalam bukunya Democracy and Its Critics,

seperti dikutip Syamsudin Haris, demokrasi merupakan sarana, bukan tujuan

utama, untuk mencapai persamaan (equality) politik yang mencakup tiga hal:

kebebasan manusia (baik secara individu maupun kolektif), perlindungan terhadap

nilai (harkat dan martabat) kemanusiaan, dan perkembangan diri manusia.27

Menurutnya nilai-nilai demokrasi itu adalah: Pertama, persamaan hak pilih dalam

menentukan keputusan kolektif yang mengikat. Kedua, partisipasi efektif, yaitu

kesepakatan yang sama bagi semua warga negara dalam proses pembuatan

keputusan secara kolektif. Ketiga, pembeberan kebenaran, yaitu adanya peluang

yang sama bagi setiap orang memberikan penilaian terhadap jalannya proses

politik pemerintahan secara logis. Keempat kontrol terakhir terhadap agenda, yaitu

adanya kekuasaan eksekutif bagi masyarakat yang menentukan agenda mana yang

harus dan tidak harus diputuskan melalui proses pemerintahan yang mewakili

26 Ibid., h.127. 27 Syamsudin Haris, Demokrasi di Indonesia (Jakarta: LP3ES, 1995), h. 5.

Page 25: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

masyarakat. Kelima pencakupan yaitu, terliputinya masyarakat mencakup semua

orang dewasa dalam kaitannya dengan hukum.28

Sedangkan Gwendolen M. Carter, John H Hery dan Henry B. Mayo

merumuskan nilai-nilai demokrasi sebagai berikut: Pertama, pembatasan terhadap

tindakan pemerintah yang memberikan perlindungan bagi individu dan kelompok

dengan jalan menyusun pergantian pimpinan secara berkala, tertib dan damai dan

juga melalui alat-alat perwakilan rakyat yang efektif. Kedua, adanya sikap

toleransi terhadap pendapat yang berlawanan. Ketiga, persamaan di depan hukum

yang diwujudkan dengan sikap tunduk rule of law tanpa membedakan kedudukan

politik. Keempat, adanya pemilihan yang bebas dengan disertai adanya model

perwakilan yang efektif. Kelima, didirikannya kebebasan berpartisipasi dan

beroposisi bagi partai politik, organisasi masyarakat, perseorangan serta pers dan

media masa. Keenam, dikembangkannya sikap menghargai hak-hak minoritas dan

perorangan dengan lebih mengutamakan diskusi dari pada redresi.29

Secara umum nilai demokrasi yang disebutkan oleh para tokoh di atas,

menunjukkan beragamnya nilai demokrasi khususnya perspektif barat. Namun

terdapat nilai-nilai universal yaitu keterlibatan atau partisipasi masyarakat dalam

proses formulasi kebijakan, pengawasan terhadap kekuasaan dan perlakuan yang

sama terhadap semua warga negara.

Suatu pemerintahan dikatakan demokratis bila dalam mekanisme

pemerintahan mewujudkan prinsip-prinsip demokrasi. Menurut Robert Dahl ada

unsur-unsur dasar yang membuat sebuah sistem disebut demokratis. (1)

28 Eep Saifullah Fattah, Masalah dan Prospek Demokrasi di Indonesia (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1994), h. 6. Lihat juga Anas Urbaningrum, Islamo-Demokrasi Pemikiran Nurcholish Madjid (Jakarta: Penerbit Republika, 2004), h.20.

29 Eep Saifullah Fattah, Masalah dan Prospek, h. 7.

Page 26: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

menyelenggarakan pemilihan yang terbuka dan bebas; (2) mengembangkan pola

kehidupan politik yang kompetitif; (3) dan memberi perlindungan terhadap

kebebasan masyarakat.30

Sedangkan menurut G. Bingham Powell Jr., kriteria negara demokrasi

adalah: pemerintah mengklaim mewakili hasrat para warganya, adanya pemilihan

secara berkala, partisipasi orang dewasa sebagai pemilih dan dipilih, pemilihan

bebas, warga negara memiliki kebebasan-kebebasan dasar (kebebasan berbicara,

kebebasan pers, dan kebebasan berkumpul).31 Menurut Franz Magnes Suseno,

kriteria negara demokrasi adalah: (1) negara terikat pada hukum; (2) kontrol

efektif terhadap pemerintah oleh rakyat; (3) pemilu yang bebas; (4) prinsip

mayoritas; (5) adanya jaminan terhadap hak-hak demokratis.32

Demokrasi bukanlah sebuah sistem yang terbebas dari kritik, seperti diakui

Robert Dahl.

“Para pengkritik demokrasi, katanya, pada umumnya justru datang dari mereka yang mendukung gagasan demokrasi itu sendiri. Bahkan menurut Dahl, “kehancuran demokrasi lebih banyak disebabkan oleh para pendukungnya yang utopis daripada oleh musuh-musuhnya.” Dahl membagi para pengkritik demokrasi menjadi tiga golongan. Pertama, mereka yang, seperti Plato, percaya bahwa meskipun demokrasi itu mungkin diciptakan, tetapi tidak diinginkan; kedua, mereka yang, seperti Robert Michels, percaya bahwa meskipun demokrasi itu disenangi bila diciptakan, namun pada dasarnya tidak bisa diciptakan; dan ketiga, mereka yang bersimpati pada demokrasi dan ingin mempertahankannya, namun mengritiknya dipandang dari beberapa segi penting.”33

Terlepas dari dukungan dan kritikan terhadapnya, sampai saat ini

demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang menjadi alternatif di berbagai

negara. Karena demokrasi dapat mewakili aspirasi orang banyak.

30 Bahtiar Effendy, Islam dan Demokrasi, h. 89. 31 Tim ICCE, Demokrasi, HAM, h.124. 32 Ibid., h.125. 33 Riza M Sihbudi, Menyandera Timur Tengah (Jakarta: Mizan, 2007), h. 5-6.

Page 27: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

Pengertian demokrasi, nilai-nilainya, dan kriteria negara demokrasi

perspektif Barat telah disebutkan di atas. Berdasarkan hal tersebut, untuk

mengetahui sejauhmana negara dianggap demokratis, harus memiliki prinsip

sebagai berikut:

- Adanya pemilu yang bebas, berkala, kompetitif, yang didasarkan pada

persamaan hak pilih serta terjaminnya kebebasan berpolitik yang tertuju

pada kesepakatan/suara mayoritas.

- Adanya pembagian kekuasaan dan tanggung jawab terhadap warga negara.

- Negara terikat oleh hukum yang adil termasuk menghargai minoritas dan

perempuan.

C. Demokrasi dalam Perspektif Islam

Pemahaman tentang ajaran Islam sendiri, diwarnai oleh perbedaan-

perbedaan. Munculnya berbagai perbedaan mazhab fiqh, teologi, dan filsafat

Islam merupakan contoh terbaik dari kenyataan bahwa ajaran Islam itu multitafsir.

Ini berarti, pemahaman orang-orang Islam terhadap agamanya, meminjam istilah

Syafii Maarif, yang menyejarah dan empiris –karena perbedaan konteks sosial,

ekonomi, dan politik mereka– akan berbeda antara satu sama lainnya. Dengan

kata lain, Islam akan dipahami dan digunakan secara berbeda. Meletakkan

perspektif ini dalam konteks kehidupan politik Islam –kendatipun dasar-dasar

teologisnya masih merupakan sesuatu yang bisa diperdebatkan– bisa dipahami

secara berbeda oleh masyarakat Islam. Akibatnya untuk menyebut satu contoh

yang sangat ekstrim dan kontroversial, apa yang dianggap sebagai negara Islam

bagi orang-orang Islam Iran telah dilihat secara lain oleh saudara-saudaranya di

Page 28: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

Arab Saudi. Bahkan masing-masing pernah berusaha untuk saling menolak apa

yang mereka persepsikan sebagai negara Islam.34

Kalau diruntut sejarahnya, demokrasi baru masuk dalam khazanah

pemikiran Islam dan dianggap sebagai nilai baik, baru pada pertengahan abad ke-

19. Saat negara-negara Islam ketika itu di seluruh belahan bumi kondisinya nyaris

serupa: bergumul dengan kolonialisme, ditindas, dan diperintah oleh penguasa

atau raja yang tiran. Dalam kondisi demikian, mereka mendengar gagasan

demokrasi yang berasal dari Barat, yang menaruh penghargaan terhadap hak-hak

asasi manusia, menekankan kebebasan pendapat dan partisipasi rakyat dalam

mengambil keputusan. Mulailah mereka berbicara mengenai demokrasi sambil

mengatakan bahwa sesungguhnya Islam itu demokratis, karena Islam mengakui

hak-hak asasi manusia.35

Berbicara tentang demokrasi, memang membutuhkan waktu lama, karena

masing-masing orang mempunyai pandangan yang berbeda terhadapnya.

Sehingga praktik-praktik yang kita jumpai di berbagai negara terdapat perbedaan

sesuai dengan kondisi. Akan tetapi, nilai substansialnya tentu sama, yaitu

tercapainya kedaulatan rakyat. Kedaulatan yang menurut pandangan Barat adalah

mutlak di tangan rakyat.36

Secara literal, demokrasi berarti kekuasaan oleh rakyat, yang dalam

doktrin Islam berbeda. Islam justru menganut doktrin kedaulatan di tangan Tuhan.

Meski demikian, tidak otomatis demokrasi bertentangan dengan Islam atau

sebaliknya demokrasi bukanlah konsep yang secara keseluruhan Islami. Akan

tetapi, dalam Islam terkandung prinsip-prinsip yang sejalan dengan demokrasi.

34 Bahtiar Effendy, Islam dan Demokrasi, h.94 35 Yamani, Filsafat Politik, h.19. 36 Ahmad Sukardja, Demokrasi Dalam, h. 47.

Page 29: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

Oleh karena itu, perkembangan paham dan konsep demokrasi lazim dikaitkan

dengan pola perkembangan pandangan sekularisme Barat. Untuk pemikiran

demokrasi liberal yang berkembang bersama liberalisme-kapitalisme-

individualisme, tampaknya benar bila ia dikategorikan kurang sesuai dengan

prinsip-prinsip ajaran Islam, namun bukan berarti tak ada “demokrasi Islam”.37

Dalam konsep Barat, kedaulatan rakyat diterjemahkan dengan

diwujudkannya hak-hak politik dan kebebasan sipil, serta dalam skala yang

bervariasi, dan dikuranginya campur tangan pemerintah dalam kehidupan pribadi

warganya. Hal-hal yang membatasi kebebasan hanyalah apabila kebebasan

tersebut dikhawatirkan melanggar hak dan kebebasan orang lain. Sedangkan

konsep Islam lebih menekankan pada aspek spiritual, sehingga menurut Hasbi

ash-Shiddieqy harus ada “tata aturan Islam”. Dan kalau perlu memakai lafaz

demokrasi dengan mengingat terdapat perbedaan konsep Barat dan Islam. Seperti

demokrasi yang berprikemanusiaan, keakhlakiyahan, kerohanian atau sebut saja

demokrasi Islam.38

Secara prinsipil, doktrin Islam yang berkenaan demokrasi adalah doktrin

politik (Islam) yang universal dan holistik, seperti keadilan, kebebasan,

persamaan, dan musyawarah. Pada dataran ini, Islam tidak berbicara tentang

sistem yang prosedural melainkan muatan substansial dari spirit dan arah

demokrasi.39

Berdasarkan prinsip-prinsip dasar sebuah sistem demokrasi, dapat

dikatakan bahwa pada tataran normatif, prinsip-prinsip politik Islam sesuai

dengan nilai-nilai demokrasi. Huntington (terlepas dari pandangannya yang

37Khamami Zada dan Arif R Arofah, Diskursus Politik Islam (Jakarta: LSIP, 2004), h. 38. 38 Ahmad Sukardja, Demokrasi Dalam, h. 48. 39 Khamami Zada, Diskursus Politik, h. 42-43.

Page 30: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

negatif tentang hubungan Islam dan demokrasi) sebenarnya percaya bahwa nilai-

nilai Islam “pada umumnya sesuai dengan persyaratan-persyaratan demokrasi.”40

Seperti, asas persamaan dihadapan undang-undang, kebebasan berpikir dan

berkeyakinan, realisasi keadilan sosial, atau memberikan jaminan hak-hak dasar

(hak untuk hidup).41

Operasionalisasi prinsip demokrasi di negara Islam, akan mengikuti

kondisi negara tersebut yaitu sejauh manakah pemahaman para pemegang tampuk

kepemimpinan pemerintahan terhadap demokrasi itu sendiri, dan sejauh manakah

nilai-nilai demokrasi yang terikat oleh aturan Barat selaras dan bersesuaian

dengan syariat Islam yang mereka yakini.42 Demokrasi di Amerika dengan di

Inggris saja berbeda. Sudah sewajarnya demokrasi di negara muslim juga berbeda,

walau mengandung nilai-nilai yang sama.

Nilai-nilai demokrasi seperti persamaan di depan hukum, persamaan

dimuka publik dan kebebasan terdapat dalam Islam. Akan tetapi, nilai-nilai itu

pun tidak mutlak dan tanpa batas. Sebagaimana kebebasan yang ada di Perancis

misalnya, kebebasan ditegakkan dengan syarat tidak mengganggu hak-hak orang

lain. Kebebasan bekerja atau melakukan sesuatu perbuatan dalam Islam dibatasi

dengan tidak melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama. Hal-hal yang dilarang

agama pada dasarnya adalah untuk kebaikan manusia sendiri.

Pemikiran politik Islam kontemporer telah begitu dalam dipengaruhi oleh

upaya-upaya rekonsiliasi antara Islam dan demokrasi. Para pemikir muslim yang

terlibat dalam perdebatan politik tidak dapat mengabaikan signifikasi dari sistem

demokrasi, yang merupakan tema yang masih terus di perbincangkan.

40 Bahtiar Effendy, Islam dan Demokrasi, h. 98. 41 Khamami Zada, Diskursus Politik, h. 44. 42 Ahmad Sukardja, Demokrasi Dalam, h. 52.

Page 31: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

Terdapat tiga model hubungan Islam dan demokrasi;43 pertama, Islam

bertentangan dengan demokrasi atau yang disebut blok kontra. Mereka secara

terang-terangan menolak adanya hubungan apalagi perpaduan antara Islam dan

demokrasi. Tokohnya antara lain, Sayyid Quthb yang menolak gagasan demokrasi

yang berarti kedaulatan ditangan rakyat. Menurutnya hal ini bertentangan dengan

kekuasaan Tuhan karena Tuhanlah yang telah menetapkan seluruh sistem

kehidupan. Selain itu, tolak ukur kebenaran demokrasi ditentukan oleh pendapat

mayoritas, padahal kebenaran haruslah mengikuti kaidah dan prinsip Islam.44

Pendapat mayoritas tidak selalu menjamin kebenaran. Kedua, tidak ada pemisahan

antara Islam dengan demokrasi dan bisa disebut blok pro. Mereka menerima

demokrasi sebagai sesuatu yang universal, yang bisa hidup dan berkembang di

negara-negara muslim. Salah satu tokohnya, Yusuf Qardhawy, seorang ulama

terkenal dari Mesir, menurutnya demokrasi sejalan dengan Islam. Karena Islam

dan demokrasi sama-sama menolak diktatorisme. Ia membenarkan pandangan

pendukung demokrasi, yang menyatakan bahwa demokrasi ditegakkan

berdasarkan pendapat mayoritas. Jika terjadi perselisihan, pihak yang harus

didukung adalah suara mayoritas, karena pendapat dua orang lebih dekat kepada

kebenaran ketimbang pendapat satu orang.45 Ketiga, menerima Islam dengan

demokrasi sekaligus memberi catatan kritis. Mereka berusaha berdiri ditengah-

tengah, dengan mencari titik temu pendapat antara blok pro dan kontra dengan

mengemukakan adanya persamaan dan perbedaan antara Islam dengan demokrasi.

Menurut kelompok ini, agama secara teologis maupun sosiologis, sangat

mendukung proses demokratisasi politik. Semua agama, terlebih lagi yang berasal

43 Idris Thaha, Demokrasi Religius, h. 7-9. 44 Ibid., h. 41-42. 45 Ibid., h. 45.

Page 32: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

dari tradisi Ibrahim, muncul dan berkembang dengan misi untuk melindungi dan

menjunjung tinggi harkat manusia. Aktualisasi dari nilai kemanusiaan yang amat

substansial dan universal selalu mengasumsikan terwujudnya keadilan dan

kemerdekaan yang diyakini sebagai hak asasinya. Dalam konteks ini maka

demokrasi dan prosesnya merupakan kondisi niscaya terwujudnya keadilan dan

hak kemerdekaan seseorang.46

Tokohnya antara lain, Imam Khomeini dan Abdul Karim Soroush yang

merupakan orang Iran. Mereka menegaskan bahwa demokrasi liberal yang

diterapkan di dunia Barat hanya mengejar kebahagiaan rakyat dengan

mengabaikan restu Tuhan. Khomeini sendiri mengakui otoritas rakyat dan

menganggap pemerintahan sebagai perwujudan kehendak rakyat. Namun, rakyat

harus memutuskan wewenang mereka dengan suatu cara tertentu. Kehendak

rakyat (mayoritas) harus diikat oleh kehendak Ilahiah –ikatan ini dimanifestasikan

dengan pengendalian vilayat-i faqih. Dalam demokrasi Barat, kekuasaan rakyat

bersifat mutklak. Sedangkan dalam Islam kekuasaan rakyat tidak mutlak, tetapi

terikat oleh ketentuan syariah. Khomeini menyebutnya dengan model “demokrasi

Islam atau demokrasi sejati”, sedangkan Soroush menamakannya dengan

“demokrasi agama”..47 Selain itu, Abu A'lal al Maududi pendiri Jamaah Islami

Pakistan, juga berusaha merekonsiliasikan antara kedaulatan rakyat yang disebut

dengan demokrasi dan kedaulatan Tuhan, yang disebut Theokrasi. Maududi tidak

menolak demokrasi tetapi berusaha menggabungkan istilah tersebut yaitu, Theo-

Demokrasi yang artinya sebuah pemerintahan demokratis yang bersifat ketuhanan.

Theo-Demokrasi merupakan sistem yang menerapkan kedaulatan rakyat yang

46 Komarudin Hidayat, Tiga Model Hubungan Agama dan Demokrasi, dalam Elza Peldi Taher (ed.), Demokrasi Politik, Budaya dan Ekonomi (Jakarta: Paramadina 1994), h. 194.

47 Idris Thaha, Demokrasi Religius, h. 49-50.

Page 33: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

dibatasi kedaulatan Tuhan48 Ini bisa dilihat pada masa sekarang dengan melihat

Republik Islam Iran. Prinsip Undang-Undang Republik Islam Iran menyebutkan

bahwa Tuhan memiliki kekuasaan yang tertinggi untuk memerintah, namun juga

suara mayoritas diperlukan untuk menjalankannya, seperti adanya lembaga-

lembaga yang dipilih dengan melibatkan partisipasi masyarakat lewat pemilihan

umum.

Berkaitan dengan Islam menurut Husain Haikal, tidak terdapat sistem

pemerintahan yang baku untuk pembentukan negara. Islam hanya meletakkan tata

nilai etika yang dapat dijadikan sebagai pedoman dasar bagi pengaturan tingkah

laku manusia dalam kehidupan dan pergaulan dengan sesamanya. Pedoman

dasarnya yaitu; prinsip Tauhid, sunatullah dan persamaan sesama manusia.

Pedoman dasar tersebut menjadi pijakan bagi perumusan prinsip-prinsip dasar

negara yang Islam.49 Dalam hal ini, karena demokrasi dijadikan suatu standar

sebuah pemerintahan (negara), maka Iran yang merupakan penduduknya

mayoritas beragama Islam (syi’ah), telah mampu bereksperimen dan

mempraktikkan hubungan demokrasi dengan Islam. Demokrasi secara prosedural,

dalam arti pemilu, telah dilaksanakan pascarevolusi 1979 sampai saat ini.

Menurut Imam Khomeini, tokoh revolusi Iran, ciri khas demokrasi adalah

bahwa ia mewujudkan suatu nilai atau tujuan melalui pemerintahan rakyat. Dan

pemerintahan yang demokratis adalah pemerintahan yang paling optimal dalam

menjamin kesejahteraan umum. Intinya menurut Khomeini, demokrasi ialah

pemerintahan yang membawa kepada kebebasan, keadilan dan kesejahteraan

umum. Seperti pernyataan Imam Khomeini sebagai berikut:

48 Masykuri Abdillah, Demokrasi di Persimpangan Makna, h. 8. 49 Musdah Mulia, Negara Islam Pemikiran Politik Husain Haikal (Jakarta: Paramadina,

2001), h. 203.

Page 34: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

"Dengan rahmat Allah swt., kita tidak akan berhenti berjuang hingga kita dapat menjatuhkan pemerintahan imperialistik yang reaksioner ini dan menegakkan pemerintahan Islam yang adil. Kita akan meneruskan perjuangan ini hingga suatu pemerintahan demokratis –dalam makna yang sebenarnya– berhasil menggantikan rezim yang despotik".50

Ketika orang-orang Islam mencoba merumuskan bentuk pemerintahan dan

merujuk pada ajaran-ajaran Islam, mereka menemukan bahwa pandangan mereka

bergerak dalam sebuah spectrum, mulai dari yang paling populis (berorientasi

pada rakyat), sampai yang paling statis (berorientasi pada negara). Diantaranya

adalah konsep wilâyah al-faqih yang dikembangkan oleh kalangan Syi’ah.

Wilâyah al-faqih oleh sebagian orang dianggap sangat otoriter. Sehingga menarik

kalau ternyata di dalam konsep tersebut ada spectrum yang bergerak dari popular

sovereignty (kedaulatan rakyat) sampai state sovereignty (kedaulatan negara).

Memakai istilah politik dapat dikatakan, mulai dari yang demokratis sampai yang

otoriter.51

Dari pemaparan di atas setidaknya terdapat ciri negara demokrasi menurut

Islam. Antara lain; kekuasaannya merupakan pemerintahan rakyat yang tunduk di

bawah hukum Tuhan atau kedaulatan tidak mutlak ditangan rakyat, serta tidak

adanya diktatorisme karena semua orang dimata hukum adalah sama.

Apabila mengkaitkan Islam dengan demokrasi, hal ini lebih menekankan

pada pengertian demokrasi secara normatif, seperti keadilan, kebebasan,

persamaan, dan musyawarah.

Proses demokratisasi berlangsung lambat di mana pun. Demokrasi tidak

dapat dibangun dalam semalam. Demokrasi tidak dapat diimpor atau diekspor,

50 Yamani, Filsafat Politik Islam (Bandung: Mizan, 2002), h. 139. 51 Ahmad Sukardja, Demokrasi Dalam, h. 54. Lihat jugaYamani, Filsafat Politik, h. 22.

Page 35: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

juga tidak dapat dipaksakan oleh kekuatan militer. Demokrasi harus dibangun

secara bertahap.

Setelah melihat pendekatan konseptual tentang demokrasi perspektif Barat

maupun Islam, setidaknya kita mengetahui beragam pandangan tentang

demokrasi. Apakah Republik Islam Iran merupakan negara demokratis? Untuk

lebih jelasnya, kita harus mengetahui lembaga-lembaga negara menurut konstitusi

Iran terlebih dahulu.

Page 36: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

BAB III

LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA MENURUT KONSTITUSI

REPUBLIK ISLAM IRAN

Walaupun sruktur negara Iran dilandaskan pada ajaran Islam Syi’ah yang

cenderung bersifat teokratis, dalam praktiknya lembaga-lembaga politik “modern”

mendapatkan tempat yang cukup penting. Di antaranya, presiden dan parlemen

yang dipilih secara langsung melalui pemilihan umum. Juga, anggota kabinet

yang diangkat presiden terpilih pun harus mendapatkan persetujuan dari mayoritas

anggota parlemen.52 Jika dibandingkan negara berkembang di kawasan Timur

Tengah, Iran termasuk negara yang menjalankan demokrasi prosedural dengan

adanya pemilu secara berkala.

Setelah membahas konsep demokrasi di bab dua, selanjutnya akan dibahas

tentang lembaga-lembaga negara menurut konstitusi Republik Islam Iran.

Konstitusi Iran terdiri dari 14 bab dan 177 pasal. Konsep lembaga-lembaga negara

yang terdapat dalam konstitusi antara lain; wilâyah al-faqih53, legislatif, eksekutif

dan yudikatif. Untuk lebih jelasnya, akan dibahas sebagai berikut:

A. Wilâyah al-Faqih

Prinsip politik umat Islam Syi’ah adalah Imâmah. Oleh karena itu tidak

mengherankan bila hal ini menjadi salah satu akidah umat Islam Syi’ah. Tidak

52 Riza M Sihbudi, Menyandera Timur Tengah (Jakarta: Mizan, 2007), h. 245.

53 Faqih adalah seorang muslim yang sudah mencapai tingkat tertentu dalam ilmu dan kesalehan.

Page 37: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

akan sempurna iman54 seseorang bila tidak meyakini Imâmah, demikian menurut

pandangan Syi’ah, khususnya Syi’ah Itsna ‘Asyariyah (Imam Duabelas).

Imâmah berarti kepemimpinan. Sedangkan Imâmah dalam pandangan

Syi’ah diartikan kepemimpinan atau pemerintahan yang berada pada diri Nabi

Muhammad, dan pada para imam setelah nabi. Dalam Syi’ah, kepemimpinan

didasarkan pada empat falsafi55; pertama, Allah pemegang kedaulatan. Hakim

mutlak seluruh alam semesta dan segala isinya. Kedua, kepemimpinan manusia

yang mewujudkan hakimiyah Allah di bumi yakni nabi/kenabian. Ketiga, garis

Imâmah melanjutkan garis kenabian dalam memimpin umat. Setelah zaman para

nabi berakhir dengan wafatnya Rasulullah, kepemimpinan umat dilanjutkan oleh

para imam yang diwasiatkan rasulullah dan ahl al-bait-nya. Para imam ini terdiri

dari dua belas orang. Keempat, kepemimpinan umat yang dipegang oleh faqih.

Setelah imam tiada, kepemimpinan dipegang oleh faqih yang memenuhi syarat

tertentu. Syarat tersebut terdapat dalam pasal 109.

Persyaratan dan kualifikasi utama Pemimpin: a. keilmuan, sebagaimana yang dituntut bagi tugas-tugas mufti (pemberi

fatwa) dalam berbagai bidang fiqih. b. Adil, taqwa, sebagaimana yang dituntut bagi kepemimpinan Umat

islam. c. Berwawasan politik dan social, bijaksana, berani, mampu dalam

pemerintahan, dan cakap dalam kepemimpinan.

Bila tidak seorang faqih pun memenuhi syarat, harus dibentuk majelis

fuqahâ (para ahli hukum Islam). Prinsip ini juga terdapat dalam pasal 5 konstitusi

Iran, yang terwujud dalam bentuk Majelis Ahli.

54 Lima Rukun Iman; beriman kepada Allah, Nabi, Hari kebangkitan, Keadilan Allah, dan

Imamah. 55 Yamani, Filsafat Politik Islam (Bandung: Mizan, 2002), h. 14-16.

Page 38: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

Menurut doktrin Syi’ah, pemerintahan hanyalah milik imam saja. Karena

ia berhak atas kepemimpinaan politik dan otoritas keagamaan. Umat Islam Syi’ah

meyakini bahwa yang berhak dan memiliki otoritas spiritual politik setelah Nabi

Muhammad adalah Ali bin Abi Thalib dan keturunannya. Berdasarkan landasan

Imâmah kemudian muncul konsep pemerintahan yang disebut wilâyah al-faqih

(vilayat-i faqih), melalui perjalanan historis dalam bidang teologis maupun yuridis

dikalangan para cendikiawan Syi’ah.

Dalam konsep pemerintahan Syi’ah, wilâyah al-faqih merupakan jawaban

atas permasalahan dalam doktrin politik Syi’ah pada saat memasuki periode

kegaiban besar, yaitu masa sesudah meninggalnya empat wakil imam sampai

kedatangan kembali Muhammad ibn al-Hasan al-Mahdi al-Muntazhar (Imam

Mahdi) yang ditunggu pada akhir zaman.56 Sebelumnya ada masa kegaiban yang

dikenal dengan kegaiban kecil dimana empat orang wakil khusus imam tersebut

secara berturut-turut menjawab pertanyaan-pertanyaan kaum Syi’ah dan

menyelesaikannya. Dengan terjadinya kegaiban besar, yaitu masa kevakuman

sesudah meninggalnya empat wakil imam tersebut, praktis siklus Imâmah

berakhir dan dalam situasi seperti ini sangatlah sulit mencari figur faqih yang

representatif. Para faqih tidaklah memiliki ismah (terbebas dari kesalahan).

Karena itu, terdapat kecenderungan menurut Syi’ah, masalah yang menyangkut

pandangan politik tentang seorang pemimpin atau faqih kemudian bukan

dipahami sebagai wakil imam melainkan sebagai wakil rakyat.57

56 M Riza Sihbudi, “Tinjauan Teoritis dan Praktis atas Konsep Wilayat Faqih: Sebuah

Studi Pengantar,” Jurnal Ulumul Quran No. 4 (1993), h. 74. 57 Ibid.

Page 39: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

Al Quran dan sunah merupakan bahan mentah bagi sumber ijtihâd, suatu

metode yang digunakan oleh para faqih dengan landasan akal ketika ada sebuah

persoalan yang tidak ada jalan pemecahannya dalam syariah. Para faqih tersebut

juga merupakan sumber lain dalam menghadapi persoalan-persoalan. Karena

faqih diakui sebagai kelompok orang-orang saleh yang mengkhususkan diri pada

hal-hal hukum dan moralitas yang dapat menasehati umat tentang tingkah laku

Islam yang benar. Kelompok orang-orang saleh inilah yang menjadi panutan suatu

tatanan sosial politik serta menjadi pelopor reaksi terhadap tingkah laku korup

golongan yang berkuasa yang mereka anggap sebagai para perusak penciptaan

tatanan sosial.

Konsep pemerintahan wilâyah al-faqih merupakan pemerintahan yang

dipegang oleh faqih atau ahli hukum Islam, yang merupakan pemuka agama,

pengawas mekanisme kenegaraan Islam. Teori wilâyah al-faqih adalah kelanjutan

dari doktrin Imâmah dalam ajaran Islam Syi’ah. Dalam pemahaman kaum Syi’ah,

konsep wilâyah atau pemerintahan merupakan pandangan mengenai

kepemimpinan atas umat dengan dalil surat al-Maidah ayat 55. Menurut para

mufassir Syi’ah ayat ini berkaitan dengan konsep beriman melalui penunjukan

oleh Nabi. Walaupun menurut kalangan Ahlussunnah, ayat tersebut hanyalah

pujian keutamaan akhlak seorang sahabat, Ali bin Abi Thalib.

Wilâyah memiliki beberapa arti. Secara bahasa, ia berasal dari bahasa

Arab wilâyah, yang artinya dekat dan memiliki kekuasaan atas sesuatu. Secara

teknis, wilâyah berarti pemerintahan (rule), supremasi, atau kedaulatan. Dalam

pengertian lain wilâyah berarti persahabatan, kesucian, kesetiaan atau perwalian.

Sedangkan faqih ialah seorang yang tinggi ilmu keagamaannya.

Page 40: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

Perkembangan para faqih Syi’ah sebagai imam-imam fungsional kaum

Syi’ah sambil menanti kembalinya imam terakhir sebagai al-Mahdi inilah yang

merupakan fokus teori wilâyah al-faqih, untuk mengisi “kekosongan politik”

selama kegaiban besar.

Sejak Revolusi 1979, konsep wilâyah al-faqih tercantum dalam konstitusi

Republik Islam Iran. Dalam pasal 5 disebutkan selama ketidakhadiran imam yang

keduabelas dalam Republik Islam Iran, wilayah dan kepemimpinan umat

merupakan tanggung jawab dari seorang faqih yang adil dan taqwa mengenal

zaman, pemberani, giat, dan berkemampuan memerintah yang akan memegang

tanggung jawab jabatan ini.58

Dalam pemerintahan Iran, terdapat tiga pemilu nasional. Salah satunya

adalah pemilu untuk memilih Dewan Ahli (Majlis-i Khubregan) yang bertugas

untuk mengangkat rahbar59. Pemilihan Dewan Ahli (terdiri dari para faqih –ahli

hukum Islam) beranggotakan 83 orang, berdasarkan sistem distrik yang dipilih

oleh rakyat dan menjabat selama delapan tahun. Sesuai dengan pasal 107, setelah

wafatnya Imam Khomeini, maka kepemimpinan menjadi tanggung jawab sebuah

Dewan Ahli yang dipilih oleh rakyat. Diantara mereka harus dipilih sebagai

pemimpin sesuai dengan persyaratan yang terdapat pada pasal 109 (keilmuan

tinggi dalam berbagai bidang fiqih, adil dan taqwa, serta berwawasan luas). Maka

orang inilah yang akan memegang jabatan pemimpin atau walî faqih (rahbar).

Sesuai dengan pasal 107, di mata hukum rahbar dengan rakyat sama

kedudukannya. Dan dalam pasal 111, jika rahbar tidak mampu melaksanakan

58 Humas Kedutaan Besar Republik Islam Iran Jakarta. Undang-Undang Dasar Republik

Islam Iran, h. 4. 59 Artinya pemimpin tertinggi di Iran. Rahbar dalam bahasa Persia berarti Pemimpin Besar.

Page 41: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

tugas resminya, maka akan dilepas dari jabatannya oleh Dewan Ahli. Karena

rahbar dipilih oleh Dewan Ahli. Secara struktural, jabatan rahbar berada di

bawah Dewan Ahli. Hanya saja yang perlu dikritik ialah masa jabatan yang tidak

dibatasi waktu, hanya terbatas jika sudah tidak mampu.

Sedangkan wewenang rahbar terdapat pada pasal 110, diantaranya;

menggariskan kebijaksanaan umum Republik Islam Iran setelah bermusyawarah

dengan Dewan Kemaslahatan Nasional, mengawasi pelaksanaan kebijakan umum

dari sistem itu, menunjuk enam fuqaha pada dewan perwalian, mengeluarkan

perintah untuk referendum, menyetujui kelayakan calon-calon presiden,

menyatakan perang dan damai, dan sebagainya.60

Setelah Ayatullah Khomeini meninggal dan digantikan oleh Ayatullah Ali

Khamenei, kekuasaan rahbar dalam praktiknya cenderung menurun. Imam

Khomeini menjadi rahbar secara aklamasi, karena ia sebagai seorang marja’ al-

taqlîd61 (bisa memberi fatwa) serta Pemimpin Revolusi Islam yang wawasannya

sangat luas dan sangat populer. Beliau menjadi rahbar sampai akhir masa

hidupnya. Namun gagasan wilâyah al-faqih Ayatullah Khomeini bukannya tidak

mengandung segi-segi kelemahan dan kekurangan. Seperti dalam soal kriteria

faqih yang bisa diangkat sebagai rahbar. Jelas tidak mudah menemukan seorang

faqih yang bisa memenuhi kriteria dalam pasal 109.

Pemilihan Sayyid Ali Khamenei –yang mendapat dukungan Imam

Khomeini ketika masih hidup– sebagai rahbar, berjalan mulus. Namun banyak

kalangan menganggap “kelas” Ali Khamenei masih “jauh di bawah” Ayatullah

60 Humas Kedutaan, Undang-Undang Dasar, h. 62-64.

61 Rujukan yang akan diikuti, karena sudah mencapai ilmu keagamaan yang tinggi.

Page 42: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

Khomeini yang merupakan marja’ al-taqlîd.62 Dalam hal ini, Khamenei hanyalah

seorang hujjah al-Islâm.63

Sebelum Khomeini meninggal, peraturan bahwa seorang rahbar harus

marja’ al-taqlîd dihapus. Sehingga Ali Khamenei yang bukan marja’ al-taqlîd

bisa terpilih. Terlepas dari kontroversi pemilihan khamenei sebagai rahbar ketika

itu, sampai saat ini kekuasaan Khamenei yang bergelar ayatullah masih diterima.

Pada tahun 1984, ulama Syiah, Ayatullah Ni’matullah Salihi-Najafabadi,

menerbitkan sebuah buku yang berjudul Vilayat-i Faqih: Hukumat-i Salihan

(Perwalian Faqih: Pemerintahan orang-orang saleh). Buku ini berisi interpretasi

baru terhadap teori wilâyah al-faqih Khomeini. Menurut Salihi, sifat yuridis

vilayat—merupakan suatu “kontrak sosial” antara rakyat dan faqih yang

dipercaya. Dalam rangka mendekatkan kepentingan dan peranan rakyat dengan

lembaga pemegang kekuasaan hukum, ia mencoba memadukan konsep-konsep

“moderen” seperti “pemerintahan mayoritas”, “kontrak sosial” dan “perwakilan”

dengan prinsip-prinsip pemerintahan Islam. Salah satu perwujudan dari “kontrak

sosial” itu adalah melalui baiat antara rakyat dan pemimpin. Baiat ditafsirkan “dua

arah”: bukan hanya rakyat yang wajib menaati pemimpin, tapi juga sebaliknya.

Sehingga mengandung kewajiban yang sama, baik bagi rakyat maupun pemimpin.

Dalam hal konsep perwakilan, Salihi berpendapat bahwa pemimpin dalam

komunitas Islam merupakan wakil rakyat. Oleh sebab itu, pemimpin yang terpilih

62 Riza Sihbudi, Tinjauan Teoritis h. 173.

63 Pada abad ke-19, dibentuk hirarki internal di dalam keulamaan, diratifikasi bersama, ujjathtu adalah Di antara hirarki i. disesuaikan dengan tingkat dan prestise diploma seorang ulama

al-Islâm (bukti Islam), ayat Allâh (tanda tuhan), ayat Allâh al-‘uzhmâ (ayatullah agung). Yang terakhirlah yang boleh menjadi marja’ al-taqlîd karena menguasai ilmu-ilmu agama secara mendalam dan dianggap mampu untuk mengambil keputusan hukum. Dalam Olivier Roy,

Gagalnya Islam Politik, Jakarta: Serambi, 2002.

Page 43: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

dapat dicopot kekuasaannya oleh rakyat yang memilihnya jika ia kehilangan

kualitasnya sebagaimana diisyaratkan bagi seorang Imam dalam Islam.

Munculnya interpretasi seperti ini, merupakan salah satu bukti bahwa wilâyah al-

faqih pada hakikatnya memang sebuah gagasan besar. Dan bagi sebuah gagasan

besar, interpretasi baru selalu dibutuhkan sesuai dengan perkembangan zaman.64

Konsep demokrasi dengan Islam yang digabungkan oleh Khomeini bukan hanya

sebuah pemikiran tetapi sudah terealisasi. Interpretasi Salihi secara tidak langsung

merupakan suatu dukungan terhadap pemerintahan Iran yang ada saat ini.

B. Legislatif

Legislatif di Iran terdiri dari tiga lembaga. Majelis Syura Islami

(parlemen), Dewan Perwalian (Dewan Wali), dan Dewan Ahli. Penjelasannya

sebagai berikut:

Pertama, Majelis Syura Islami yang biasa disebut parlemen, terdiri dari

wakil-wakil rakyat yang dipilih secara langsung melalui pemungutan suara secara

rahasia, sesuai dengan pasal 62. Tugasnya tidak membuat undang-undang,

melainkan mengusulkan rancangan undang-undang. Sumber legislasinya menurut

penafsiran pemimpin revolusi adalah jiwa syariat. Selain itu, parlemen

mempunyai hak untuk mengesahkan menteri-menteri dan membahas hal yang

berkaitan dengan masalah internasional, serta meminta tanggung jawab presiden.

Parlemen dipilih untuk masa jabatan selama empat tahun. Lembaga ini

bertanggung jawab langsung kepada rakyat karena hanya terikat pada aspirasi

rakyat. Saat ini anggotanya sebanyak 290 orang, dengan jumlah penduduk yang

64 Riza Sihbudi, Tinjauan Teoritis, h.174-175.

Page 44: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

semakin bertambah, maka setiap bertambah 150.000 orang akan bertambah satu

wakil di parlemen.

Sistem politik di Iran dilengkapi dengan mekanisme referendum dalam hal

tertentu. Misalnya, jika ada anggota parlemen yang meninggal atau gugur

keanggotannya karena suatu hal, maka diadakanlah pemilihan lagi di distrik yang

bersangkutan. Termasuk masalah-masalah mengenai masa depan negara atau

masalah perekonomian yang sangat penting, keputusan dapat dilakukan dengan

referendum. Boleh tidaknya referendum, ditentukan oleh dua pertiga dari seluruh

jumlah anggota legislatif (pasal 59 Undang-Undang Dasar).

Kedua, Dewan Perwalian65 (Shura-ye Negahban): yang terdiri dari 12

anggota –enam orang dipilih oleh rahbar dan enam ahli hukum lainnya ditunjuk

oleh kepala yudikatif dengan persetujuan Majelis Syura Islami. Masa jabatannya

enam tahun, tetapi setelah tiga tahun pertama, setengah dari setiap kelompok

diganti oleh anggota yang baru (pasal 92).

Dewan ini bertanggung jawab dalam pengesahan rancangan undang-

undang yang diusulkan parlemen. Apakah usulan rancangan undang-undang

tersebut sesuai dengan jiwa syariah. Jika sesuai dengan syariah, maka RUU akan

disahkan. Bila terjadi deadlock antara parlemen dengan Dewan Perwalian, maka

RUU akan diserahkan kepada Dewan Kemaslahatan Nasional, yang terdiri dari;

rahbar, ketua parlemen serta beberapa anggotanya, presiden, menteri serta banyak

ahli hukum yang berkaitan dengan hal tersebut. Kemudian masalah ini akan di

65 Dewan Perwalian ini, sama sekali bukan merupakan inovasi para pemimpin Iran. Dewan Perwalian yang sama juga ditemui dalam banyak sistem di negara lain. Seperti Perancis dengan Dewan Konstitusinya ataupun dalam bentuk lain seperti Republik Federal Jerman dengan Mahkamah Perwalian Konstitusi, ataupun diberikannya wewenang sejenis pada Mahkamah Agung

di Amerika (lihat Yamani, Filsafat Politik Islam, h. 129).

Page 45: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

buka ke publik. Selain itu, dewan ini mempunyai tugas menyeleksi para kandidat

presiden dan bertanggung jawab atas pemilihan-pemilihan umum atau

referendum.

Ketiga, Dewan Ahli: dalam struktur negara Iran (terlampir), rahbar berada

di bawah Dewan Ahli (Majlis-i Khubregan). Karena ia dipilih oleh Dewan Ahli

sesuai dengan syarat dan ketentuan yang ada di dalam Undang-Undang Dasar

Republik Islam Iran (pasal 107 dan pasal 109). Lembaga ini terdiri dari 83 ulama

yang dipilih secara langsung melalui sistem distrik. Tugas rahbar adalah

mengawasi jalannya pemerintahan di bawah undang-undang. Sebelum datangnya

Imam Mahdi, rahbar merupakan perwakilan rakyat bukan perwakilan Tuhan.

Sisi demokratisnya terlihat bahwa yang menunjuk rahbar secara tidak

langsung adalah rakyat, bukan berdasarkan keturunan. Selain itu, wewenang

rahbar berada di bawah undang-undang, sehingga bila ia tidak sesuai dengan

undang-undang, Dewan Ahli dapat memberhentikannya. Dengan begitu, wilâyah

al-faqih66 merupakan pilihan rakyat namun pilihan tersebut harus memenuhi

standar spiritualitas yang tinggi agar tercapai manusia yang sejahtera dan selamat

tidak hanya di dunia tetapi juga di akhirat.

C. Eksekutif

Awal berdirinya Republik Islam Iran, jabatan eksekutif dipegang oleh

perdana menteri dan presiden. Namun dengan berjalannya waktu, tugas keduanya 66 Kenyataannya, walî faqîh RII yang sekarang –Sayyid Ali Khamenei yang jelas murid Ayatullah Khomeini—telah mengeluarkan fatwa-fatwa yang tidak sepenuhnya sama dengan pendahulunya. Bahkan, dalam Konstitusi RII sekarang, walî faqîh telah meminta agar wewenang seorang walî faqîh untuk membubarkan parlemen dicabut. Dengan demikian, berarti membatasi

kekuasaannya sendiri.(Yamani, Filsafat Politik Islam, h. 132).

Page 46: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

tumpang tindih. Sehingga saran Presiden Rafsanjani untuk menghapus jabatan

perdana menteri diterima oleh rahbar dan parlemen.

Presiden merupakan jabatan tertinggi kedua setelah rahbar. Presiden

dipilih secara langsung oleh rakyat untuk masa jabatan empat tahun dan tidak

boleh menjabat lebih dari dua kali secara berurutan sesuai dengan Undang-

Undang Dasar pasal 114.

Pemilihan presiden, sama seperti di negara demokrasi lainnya, langsung

dipilih oleh rakyat. Sesuai dengan pasal 117 konstitusi Iran, presiden harus

terpilih melalui mayoritas suara yang diberikan oleh para pemilih. Bila tidak

terdapat suara mayoritas maka dua calon presiden dengan jumlah tertinggi harus

mengikuti pemilihan selanjutnya.

Siapa saja boleh mencalonkan diri sebagai presiden. Namun, calon-calon

presiden yang akan masuk pemilihan harus mendapat legitimasi melalui Dewan

Perwalian. Karena, di Iran, membangun legitimasi berdasarkan prinsip wilayah

faqih (interpretasi terhadap imâmah). Legitimasi dibangun dari kualifikasi

ketuhanan bukan dari pemilihan. Sehingga bila kualifikasi dipenuhi (legitimate),

untuk bisa memimpin harus acceptable dengan mekanisme pemilu.67 Sehingga

yang akan dipilih adalah orang-orang yang berkualitas, bukan hanya orang yang

populer.

Setelah terpilih, presiden memilih Dewan Menteri dengan persetujuan

(terkadang terjadi perdebatan yang panjang) Majelis Syura Islami dengan menguji

calon-calon yang diajukan. Presiden berkuasa membuat keputusan mengenai

administrasi negara. Terdapat delapan wakil presiden dan dua puluh satu menteri

67 Wawancara pribadi dengan Muhsin Labib.

Page 47: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

yang ikut serta membantu presiden dalam administrasi, dan mereka semua mesti

mendapat persetujuan parlemen. Setiap menteri mempertanggungjawabkan

tugasnya kepada presiden dan majelis.68

Presiden bertanggung jawab atas perencanaan dan anggaran nasional,

berwenang menandatangani perjanjian, protokol, kontrak, dan persetujuan dengan

pemerintah-pemerintah lain.69 Pada akhir masa jabatannya presiden bertanggung

jawab kepada parlemen (rakyat) dan rahbar.

Pascarevolusi 1979, sudah ada enam orang yang menjadi presiden di Iran.

Pertama, Abolhasan Banisadr yang terpilih dalam pemilu Januari 1980, namun

dipaksa mundur oleh Majelis setahun berikutnya. Sedangkan presiden kedua, Ali

Rajai yang terpilih dalam pemilu Juli 1981 hanya menjabat selama sebulan,

kemudian terbunuh 30 Agustus 1981 ketika kantor kepresidenan diledakkan yang

diduga oleh Mujahiddin Khalq (organisasi sosialis Islam yang mendukung Bani

Sadr).70 Ia terbunuh bersama Ayatullah Behesti pendiri Partai Republik Islam dan

Perdana Menteri Javad Bahonar.

Presiden ketiga ialah Ayatullah Ali Khamenei, dengan dua kali masa

jabatan (sejak 1981-1985 dan 1985-1989). Sedangkan Hasemi Rafsanjani menjadi

presiden keempat, sejak tahun 1989-1993 dan 1993-1997. Kemudian Muhammad

Khatami yang dianggap sebagai tokoh reformis, diangkat menjadi presiden kelima

sejak 1997-2001 dan 2001-2005. Presiden keenam ialah Mahmod Ahmad

Dinejad, yang masa jabatannya akan berakhir pada tahun 2009 mendatang.

68 http://id.wikipedia.org/wiki/iran

69 Humas Kedutaan, Undang-Undang Dasar, pasal 125 dan pasal 137. 70 Kedutaan Besar Republik Indoneia di Teheran, Laporan Tahunan 1989-1990 h.26.

Page 48: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

Apakah ia akan terpilih kembali? Seperti pendahulunya dengan dua kali menjabat.

Semua bergantung pada kebijakan dan perubahan yang dilakukannya.

D. Yudikatif

Sumber hukum dari sistem pengadilan Iran telah mengalami berbagai

perubahan dengan beragam pengaruh, seperti etnik, agama, dan hukum. Sejak

Arab menginvasi Iran pada abad ke-7, aturan dan sumber Islam Syi’ah telah

menjadi dasar dari hukum Iran. Negara ini telah, masih, dan hanya satu-satunya

negara di dunia yang menjadikan Islam Syi’ah sebagai agama resmi. Inilah alasan

kenapa prinsip umum dari sistem hukumnya berbeda dari negara lain yang secara

resmi mengadopsi hukum Islam.71

Sejarah modern pengadilan Iran dimulai pada revolusi konstitusional 1906

pada Dinasti Qajar, yang memiliki undang-undang (konstitusi) pertama dan

perjanjian hak asasi manusia. Kemudian tahun 1920 ketika Dinasti Pahlevi

memerintah, pengadilan modern menjadi salah satu dari tantangan terbesar Iran.

Meskipun sejarah sistem pengadilan Iran melalui berbagai dinasti, namun yang

paling berarti adalah abad ke-20 ketika sistem pengadilan Iran telah

dimodernisasi. Modernisasi yang dipengaruhi revolusi 1979 dan menghasilkan

perubahan hingga saat ini.72 Dalam sejarah Iran, hukum yang diterapkan semakin

baik dan dinamis. Perubahan-perubahan hukum ke arah yang lebih baik memang

diperlukan sehingga masyarakat dapat marasakan keadilan.

Pengadilan merupakan kekuasaan independen yang mempunyai kekuatan

dan tanggung jawab terhadap administrasi serta implementasi keadilan,

71 http://id.wikipedia.org/wiki/iran 72 http://id.wikipedia.org/wiki/iran

Page 49: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

pengawasan dalam penyelenggaraan hukum, perlindungan hak individu dan

masyarakat, serta pemeriksaan dan penuntutan hukuman kriminal yang sesuai

dengan hukum pidana Islam. Pengadilan ini juga berkewajiban untuk mencegah

dan mengurangi kriminalitas.73

Sistem politik Iran berasaskan Undang-Undang Dasar Republik Islam Iran

1979, yang telah diamandemen pada tahun 1989. Dalam konstitusi disebutkan

bahwa rahbar akan melantik kepala pengadilan Iran dan melantik Mahkamah

Agung serta Jaksa Agung untuk masa jabatan lima tahun.

Kepala pengadilan berkewajiban membentuk badan-badan pengadilan

untuk memenuhi tuntutan pada pasal 156, menyusun rancangan undang-undang

kehakiman yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, serta merekrut hakim-hakim

yang berkompeten dan takwa dan urusan administratif lainnya.74

Kekuasaan pengadilan yang tertinggi dijabat oleh seorang yang memiliki

pengalaman dalam urusan kehakiman dan kecakapan administratif. Pengadilan ini

ditugaskan oleh rahbar untuk masa lima tahun. Kekuasaan tertinggi yudikatif saat

ini diketuai oleh Mahmoud Shahroudi.

Mahkamah Agung dibentuk dengan tugas mengawasi implementasi

hukum oleh pengadilan dan memastikan keseragaman prosedur pengadilan.

Terdapat dua jenis mahkamah di Iran; Mahkamah Umum yang bertanggung jawab

atas kasus-kasus umum dan kejahatan; dan Mahkamah Revolusi yang mengadili

beberapa kasus tertentu termasuk isu mengenai keselamatan negara seperti,

kejahatan melawan keamanan nasional, dan penyelundupan narkotika.75

73 Humas Kedutaan, Undang-Undang, pasal 156, h. 82.

74 Humas Kedutaan, Undang-Undang, h.83. 75 http://id.wikipedia.org/wiki/iran.

Page 50: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

Terdapat empat pengadilan sipil di Iran, yaitu tingkat pengadilan sipil

pertama, tingkat pengadilan sipil kedua, pengadilan sipil bebas, dan pengadilan

sipil khusus. Pengadilan kriminal ada dua kategori; pengadilan tingkat pertama

yang mempunyai hak hukum atas penuntutan untuk kejahatan besar, dan

pengadilan tingkat kedua yang meliputi kasus dengan hukuman ringan.76

Menteri kehakiman bertanggung jawab atas administrasi dan

pengkoordinasian hubungan antara yudikatif dengan legislatif dan eksekutif.

Menteri kehakiman diusulkan oleh ketua yudikatif kepada presiden. Sedangkan

Pengadilan Administratif dibawah pengawasan presiden diberi hak menyelidiki

beberapa keluhan atau keberatan dari rakyat yang dilakukan pejabat dan

organisasi pemerintah.77

Kekuasaan Republik Islam Iran terbagi menjadi tiga; legislatif (diatur

dalam Bab enam UUD RII), eksekutif (diatur dalam Bab sembilan UUD RII), dan

yudikatif (diatur dalam Bab sebelas UUD RII). Ketiga kekuasaan ini independen

satu sama lainnya. Namun pelaksanaannya di bawah pengawasan pemimpin atau

rahbar (diatur dalam Bab delapan UUD RII). Rahbar sendiri tidak bisa seenaknya

dalam mengawasi pemerintahan, karena ia tetap berada di bawah undang-undang

serta tidak kebal hukum. Karena, yang memilih rahbar merupakan orang-orang

yang dipilih lewat pemilu secara langsung.

76 http://id.wikipedia.org/wiki/iran. 77 Humas Kedutaan, Undang-Undang, h. 88.

Page 51: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

BAB IV

IMPLEMENTASI DEMOKRASI DI IRAN

Partisipasi dalam politik merupakan salah satu masalah krusial dan penting

di dalam kajian-kajian dan analisis politik modern. Secara umum, partisipasi

politik dapat diartikan sebagai keterlibatan setiap warga negara yang dilakukan

secara sukarela dalam mengambil bagian dalam proses penentuan pilihan dan

perbuatan untuk mempengaruhi pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang

dilakukan pemerintah, baik langsung maupun tidak langsung, atau aktif maupun

tidak aktif. Menurut Samuel P Huntington dan Joan M Nelson, seperti dikutip

Miriam Budiardjo, partisipasi itu bisa bersifat pribadi atau kolektif, terorganisasi

atau spontan, mantap atau sporadis, damai atau kekerasan, efektif atau tidak

efektif, legal atau ilegal.78

Sejak awal para pengamat Barat menempatkan Iran pada negara-negara

antidemokrasi. Stereotype negara Islam pasti antidemokrasi, apalagi Iran yang

dipimpin oleh para ulama. Membuat, apa yang dilakukan Iran sekalipun

demokratis, tidak dilihat demokratis. Ketika terjadi perdebatan keras antara

golongan yang dianggap liberal dengan konservatif, dianggap perpecahan. Seolah

melupakan kenyataan bahwa dalam setiap negara yang menerapkan demokrasi

selalu terjadi perbedaan-perbedaan tajam. Barat (khususnya media) tidak memakai

istilah oposisi untuk Iran, tetapi menggunakan istilah pertentangan, perpecahan

yang lebih condong bermakna negatif.79

78 Idris Thaha, Demokrasi Religius Pemikiran Politik Nurcholish Madjid dan M Amin Rais,

(Jakarta: TERAJU, 2005), h. 225. 79 Yamani, Filsafat Politik, h. 25.

Page 52: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

Partisipasi Masyarakat

Iran pada abad ke-20 dikenang karena gerakan politik rakyatnya –gerakan

konstitusi1906-1911, gerakan nasionalis awal 1950-an, dan Revolusi Islam 1979–

yang bertujuan menciptakan sistem politik partisipasitoris, tempat masyarakat

dapat menentukan nasibnya sendiri.80 Tingkat partisipai politik sangat tinggi

selama gerakan revolusi yang dimulai pada 1977 dan berakhir Januari 1979.

Masyarakat ambil bagian dari unjuk rasa, membentuk partai-partai politik,

menerbitkan surat kabar dan berpuncak pada pemogokan kerja yang

melumpuhkan ekonomi.

Pascarevolusi 1979, partisipasi masyarakat Iran dapat dikatakan sangat

besar. Seperti pada 29-30 Maret 1979, masyarakat Iran menyumbangkan suaranya

untuk menentukan sistem pemerintahan. Bahkan pada saat awal-awal revolusi

banyak masyarakat Iran yang berpartisipasi untuk berjuang melawan hegemoni

Barat pada masa Syah Pahlevi. Presentasi partisipasi politik masyarakat lebih

tinggi bila dibandingkan dengan di bawah kekuasaan Reza Syah (1941-1979).

Revolusi Islam telah melibatkan penduduk dalam jumlah lebih banyak ke dalam

proses politik dan berhasil melembagakan basis dukungan rakyatnya. Fenomena

ini menjelaskan kelenturan Republik Islam terhadap tekanan dari dalam dan luar

negeri. Dua faktor utama yang mempengaruhi tingginya tingkat partisipasi politik

ialah dimasukkannya kedaulatan rakyat yang terbatas dalam konstitusi Islam, dan

persaingan faksional yang masih berlangsung.81 Persaingan antarfaksi

memberikan ruang yang lebih luas untuk melakukan manuver dan

80 Mohsen M Milani, Partisipasi Politik di Iran Pasca Revolusi, dalam John L Esposito

(ed.), Langkah Barat Menghadapi Islam (Yogyakarta: Penerbit Jendela, 2004), h. 111. 81 Mohsen M Milani, Partisipasi Politik h. 113.

Page 53: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

mengungkapkan pandangan mereka daripada ruang yang dimiliki elit yang

memerintah pada masa prarevolusi. Faksi yang mengendalikan majelis dapat

menunjukkan pengaruh kuat terhadap politik. Sejak 1979, berbagai faksi

mengendalikan majelis.82

Pada 1983, semua partai politik –kecuali Partai Republik Islam yang

kemudian juga dibubarkan pada tahun 1987 oleh Khomeini– dilarang melakukan

aktivitas politik. Pada saat yang sama, semakin banyak anggota masyarakat yang

bergabung dengan pemerintahan Khomeini serta membuat yayasan. Partisipasi

politik pun berubah bentuk menjadi keterlibatan dalam politik faksional.83 Pada

tahun-tahun ini, terlihat indikasi kekuasaan rahbar84 yang besar. Alasan Khomeini

menjaga stabilitas pemerintah dari pengaruh buruk –internal maupun eksternal–,

keluar dari garis-garis revolusi. Berbeda pada masa Khamenei menjabat sebagai

rahbar yang lebih lentur dalam hal kekuasaan, namun tetap sama menjaga nilai-

nilai revolusi yang telah diperjuangkan.

Ada dua fase partisipasi politik dalam revolusi Iran. Dalam fase pertama

yang meliputi dua tahun pertama revolusi Islam, tingkat partisipasi politik warga

Iran adalah yang tertinggi. Masyarakat mendirikan ratusan partai politik dan

asosiasi profesi serta menerbitkan ratusan surat kabar baru. Apa yang

memungkinkan partisipasi tersebut adalah pergulatan sengit antara kelompok-

kelompok yang bersaing untuk menguasai kontrol atas negara. Pada fase kedua

yang mencakup 15 tahun terakhir (sampai 1997), semua penentang Republik

Islam dilarang melakukan aktivitas politik, dan aktivitas politik organisasi

82 Ibid., h. 131. 83 Ibid., h. 126.

84 Artinya pemimpin tertinggi di Iran. Rahbar dalam bahasa Persia berarti Pemimpin Besar.

Page 54: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

terbatasi pada mereka yang tidak mempersoalkan legitimasi Republik Islam dan

persaingan faksional di antara elit pemerintahan.85 Tahun 1997-2005 partisipasi

politik pada dasarnya tetap tidak boleh menentang revolusi Islam, namun

politiknya lebih berwarna. Dengan adanya pelabelan konservatif86 (baca:

kelompok kanan) dan reformis (baca: kelompok kiri), serta naik turunnya

popularitas mereka. Terbukti dengan naiknya Rafsanjani (jalan tengah dari

berbagai faksi) dan tokoh baru seperti Khatami dari kelompok kiri, kemudian

disusul Ahmadinejad yang dianggap kelompok kanan, sebagai presiden.

Contoh partisipasi yang terdapat dalam konstitusi dapat dilihat dalam pasal

1 Undang-Undang Dasar Republik Islam Iran yang menyebutkan Republik Islam

Iran terpilih berdasarkan referendum tanggal 29-30 Maret 1979 dengan 98,2%

dari jumlah suara orang-orang yang berhak memilih memberikan suara

persetujuannya.87 Sedangkan pasal 6 menyebutkan bahwa urusan negara

dijalankan melalui pandangan rakyat, yang diungkapkan melalui sarana

pemilihan, yaitu pemilihan presiden, anggota majelis dan sebagainya, atau melalui

referendum. Di sini pemerintah Iran menekankan pentingnya partisipasi aktif

masyarakatnya.

85 Ibid., h. 122.

86 Konservatif di sini disebut kelompok kanan dan kelompok yang dianggap reformis oleh media, penulis sebut kelompok kiri. Penggunaan terminologi reformis dan konservatif dalam konteks pertarungan politik di tingkat elite Iran seringkali agak menyesatkan dan sangat bias ke kiri (apalagi jika kemudian diembel-embeli dengan sebutan-sebutan ultra, neo, tradisional, dll). Khatami misalnya, kendati sering disebut sebagai tokoh reformis, visi ekonominya justru cenderung sosialistik (mendukung campur tangan pemerintah dan menolak privatisasi). Bagi mereka, privatisasi hanya akan menggilas sektor ekonomi rakyat kecil. Sebaliknya, kaum konservatif seperti Nateq-Nouri (rival Khatami di pilpres 1997) justru mendukung gagasan privatisasi dan menolak campur tangan pemerintah di sektor ekonomi. Bagi kubu kanan (konservatif), campur tangan pemerintah di sektor ekonomi justru membuka peluang munculnya praktik-praktik korupsi. Ahmadinejad termasuk yang paling lantang mengecam korupsi yang menggerogoti keuangan negara. (Sihbudi, Riza. “Iran, AS, dan Demokrasi.” Artikel diakses pada 5

dari 2007 Juli id.co.republika.www://http) 87 Humas Kedutaan, Undang-Undang Dasar, h. I.

Page 55: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

Selama ini pemilu-pemilu yang diselenggarakan di Iran mengindikasikan

diterapkannya asas adil, jujur, bebas, dan rahasia. Majalah TEMPO, yang

melakukan liputan pemilu 1989, yaitu pemilu pertama setelah meninggalnya

Khomeini, melaporkan bahwa orang-orang Iran tidak bersedia diwawancara di

tempat pengambilan suara (TPS). Agak jauh dari TPS, barulah mereka berani

berbicara. Hal ini terjadi karena undang-undang di Iran melarang seseorang

menanyakan atau membicarakan pilihan orang lain untuk menghindarkannya dari

intimidasi. Dari laporan tersebut terkesan bahwa warga Iran sangat dijamin

kerahasiaannya dalam memilih calon kepemimpinannya.88

Para kandidat –baik sebagai calon presiden, calon anggota parlemen,

maupun calon anggota Dewan Ahli– tidak mewakili partai politik tertentu, maka

pencalonan berlangung terbuka. Asal memenuhi kriteria yang ditentukan, siapa

saja boleh mendaftarkan diri sebagai kandidat. Karena itu, setiap pemilihan dari

presiden muncul kandidat yang berjumlah ratusan. Setelah melalui proses

wawancara dan testing yang diselenggarakan oleh lembaga yang berwenang, yaitu

Dewan Perwalian.89 Maka, jumlah calon presiden yang akan dipilih akan

berkurang menjadi beberapa saja.

Di Iran tidak terdapat partai sebagai alat politik. Sebagai gantinya banyak

didirikan perkumpulan atau asosiasi-asosiasi yang dijamin dalam pasal 26. Iran

merupakan negara demokrasi tanpa partai. Menurut penyusun, ini lebih efektif

dari pada partai politik. Karena tanggung jawab orang yang terpilih benar-benar

kepada rakyat dan moral, bukan tanggung jawab ke partai yang terkadang

merugikan masyarakat luas (rakyat). Seperti Ahmadinejad yang terpilih karena

88 Hamid Nasuhi, “Demokrasi Tanpa Partai,” Politik Islam I, no.2 (2006): h. 6. 89 Ibid., h. 10.

Page 56: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

kualitas diri (kinerjanya yang bagus), diajukan oleh asosiasi Dewan Pusat

Himpunan Insinyur Muslim, dapat menjadi presiden.

Setote Intikhobot Milli (Semacam KPU) mengumumkan bahwa 32 juta

lebih rakyat Iran berpartisipasi dalam pemilu presiden 2005, dari sekitar 46 juta

yang mempunyai hak suara. Dengan perhitungan kasar maka lebih dari 69 persen

tingkat partisipasi rakyat Iran dalam pemilu, melebihi dari target pemerintah 60

persen. Kesuksesan ini mendapatkan sambutan yang besar dari Masyarakat dan

TV Iran dan diyakini sebagai sebuah kemenangan Republik Islam Iran dan

kemenangan mardum solorie dini (Demokrasi Agama).90

Dalam Harian Republika juga disebutkan, Pilpres Iran kali ini juga

menunjukkan cukup tingginya tingkat partisipasi politik rakyat Iran, karena diikuti

oleh sekitar 65 persen dari mereka yang memiliki hak pilih, atau lebih tinggi

dibanding pilpres di Amerika Serikat, November tahun lalu (2004) yang hanya

diikuti sekitar 50 persen pemilik hak suara.91 Sejak revolusi Islam, rata-rata 50

persen penduduk Iran berpartisipasi dalam pemilihan umum.

Tingginya tingkat partisipasi politik rakyat dalam pilpres ke-9 putaran

pertama 17 Juni lalu (2005), membuktikan bahwa demokrasi masih hidup di Iran.

Bukti lain bahwa suara rakyat sama sekali tidak diabaikan adalah ketika

Pemimpin Tertinggi Ayatullah Ali Khamenei membatalkan keputusan Dewan

Garda yang semula mencoret nama Mostafa Moin dari daftar para capres.

Pencoretan Moin sempat menimbulkan kecurigaan akan adanya rekayasa politik

untuk memenangkan kandidat tertentu, dan sempat mencuatkan ancaman

90 Hashem, Mujtahid. “Rafsanjani Memimpin Perolehan sementara.” Artikel diakses pada 9

Februari 2008 dari www.tempointeraktif.com 91 Sihbudi, Riza. “Iran, AS, dan Demokrasi.” Artikel diakses pada 5 Juli 2007 dari

http://www.republika.co.id

Page 57: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

pemboikotan oleh para pendukung kubu kiri. Karenanya, Ayatullah Ali Khamenei

dengan sigap menggunakan hak prerogatifnya untuk menganulir keputusan

Dewan Garda itu. ''Biarkan semua kubu terwakili dalam pemilu, agar dunia

menyaksikan demokrasi yang kita praktikkan,'' kata Ayatullah.92

Partisipasi sebagai bagian dari demokrasi memang ada di Iran. Sejak 1979-

2005, lebih dari lima puluh persen masyarakat Iran ikut berpartisipasi dalam

pemilihan umum (lihat tabel dalam lampiran).

Pemilihan Umum

Pasal 6 menyebutkan bahwa urusan negara dijalankan melalui pandangan

rakyat, yang diungkapkan melalui sarana pemilihan, yaitu pemilihan presiden,

anggota majelis, Dewan Ahli dan dewan lainnya, atau melalui referendum.

Pascarevolusi Islam 1979-2005, Iran telah melakukan 25 kali pemilihan umum

(lihat tabel dalam lampiran).

Iran telah melaksanakan referendum sebanyak tiga kali, yaitu; referendum

bentuk pemerintahan, konstitusi pada awal revolusi Islam, dan revisi konstitusi

tahun 1989. Semua referendum dihadiri masyarakat Iran diatas lima puluh persen

dari jumlah orang yang berhak memilih. Partisipasi masyarakat yang cukup besar.

Pemerintah Iran telah menyelenggarakan pemilu legislatif/majelis

sebanyak tujuh kali. Para anggota majelis dipilih untuk masa jabatan empat tahun.

Pemilu tersebut dilaksanakan pada tahun 1980, 1984, 1988, 1992, 1996, 2000 dan

2004. Sejak Revolusi 1979 anggotanya 270 orang, sekarang telah bertambah

92 Ibid.

Page 58: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

menjadi 290 orang. Setiap minoritas memiliki satu perwakilan, dan setiap

bertambah 150.000 orang maka akan bertambah satu perwakilan.

Pada pemilu 1980, pemilihan dibagi dalam dua tahap (putaran). Putaran

pertama pemilu anggota majelis berlangsung (Maret 1980) di tengah

memuncaknya krisis sandera, sehingga hanya memilih 96 dari seluruh 270 kursi.

Putaran kedua berlangsung pada Mei 1980, untuk mengisi 120 kursi. Sisanya 54

kursi, masih dibiarkan kosong sampai jatuhnya Presiden Bani sadr (Juni 1981).

Ke-54 kursi tersebut merupakan jatah distrik-distrik yang waktu itu masih rawan

seperti Azerbaijan dan propinsi-propinsi Kaspia. Pada masa ini, anggota majelis

mewakili partainya karena masih banyak partai berdiri.93

Berbeda dengan pemilu 1980, pemilu untuk memilih anggota majelis

periode 1984-1988 yang diadakan pada April-Mei 1984, hanya diikuti dua partai.

Partai Republik Islam (HJI) dan Gerakan Pembebasan Iran (LMI). Namun banyak

organisasi yang ikut dalam pemilu dan berafiliasi pada HJI.94 Pemilu Majelis I

dan II diketuai oleh Rafsanjani.

Pemilu Majelis yang ketiga, pada bulan April 1988 merupakan awal menurunnya kelompok kanan. Walau bukan mayoritas, banyak anggota parlemen yang mewakili kelompok kiri. 95

Menghadapi pemilu majelis/parlemen pertama setelah meninggalnya Imam Khomeini, pada 10 April 1992. Pemimpin Republik, Ali Khamenei pada 4 April menyerukan kepada seluruh rakyat Iran yang berhak memilih agar menggunakan haknya sebagai cerminan pelakasanaan demokrasi. Pada 10 April 1992, rakyat Iran memilih 270 kursi. Berdasarkan perhitungan suara, 133 anggota majelis dikuasai kelompok kiri. Menurut Rafsanjani pemilu tersebut paling sukses, sejak berdirinya Republik Islam.96 Pemilu parlemen 2000 diketuai Mahdi Karrubi orang terdekat Khatami. Pada Pemilu parlemen 2004 kubu kanan kembali menguasai parlemen, dengan ketuanya Gholam-Ali Haddad-Adel.

93 M Riza Sihbudi, Biografi Politik Imam Khomeini (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

dan ISMES, 1996), h. 85. 94 Ibid., h. 86.

95 Kedutaan Besar Republik Indonesia di Teheran, Laporan Tahunan 1989-1990, h. 43 96 Kedutaan Besar Republik Indonesia di Teheran, Laporan Tahunan 1992-1993, h. 10-11

Page 59: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

Selain parlemen, terdapat pemilihan umum Dewan Ahli. Pada Agustus

1979, melalui pemilu dibentuklah Dewan ahli yang bertugas mengangkat

pemimpin/rahbar. Pemilu ini, telah dilaksanakan sebanyak tiga kali sampai tahun

2005. Anggotanya sebanyak 83 ulama yang dipilih melalui sistem distrik. Mereka

dipilih langsung oleh rakyat, dengan masa jabatan selama delapan tahun.

Sedangkan pemilihan umum untuk eksekutif/presiden sudah berlangsung

sebanyak sembilan kali. Sesuai dengan pasal 114, presiden dipilih untuk masa

jabatan empat tahun. Sejak revolusi Islam, sudah enam orang yang menjabat

sebagai presiden. Banisadr, Ali Rajai, Ali Khamenei, Rafsanjani, Khatami, dan

Ahmadinejad.

Presiden pertama ialah Abolhassan Banisadr yang terpilih dalam pemilu

Januari 1980, namun dipaksa mundur oleh Majelis setahun berikutnya. Sedangkan

presiden kedua, Ali Rajai yang terpilih dalam pemilu Juli 1981 hanya menjabat

selama sebulan, kemudian terbunuh 30 Agustus 1981 ketika kantor kepresidenan

diledakkan yang diduga oleh Mujahiddin Khalq (organisasi sosialis Islam yang

mendukung Bani Sadr).97 Ia terbunuh bersama Ayatullah Behesti pendiri Partai

Republik Islam dan Perdana Menteri Javad Bahonar. Persaingan pada awal-awal

tahun revolusi begitu terasa.

Presiden ketiga dan keempat adalah Ali Khamenei. Ia dipilih melalui

pemilu Oktober 1981 dan pemilu Agustus 1985, dua kali masa jabatan secara

berurutan. Kemudian akhirnya menjadi rahbar sampai sekarang.

Pemilu presiden ke-5 dan ke-6 dimenangkan oleh Rafsanjani. Pemilihan umum presiden yang dijadwalkan bulan Oktober 1989 (sesuai dengan akhir masa jabatan Khamenei sebagai presiden), ternyata dimajukan pelaksanaannya pada 28

97 Kedutaan Besar Republik Indoneia di Teheran, Laporan Tahunan 1989-1990 h.26.

Page 60: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

Juli 1989. Hal ini dilakukan karena pada 4 Juli 1989 presiden Khamenei dipilih menjadi rahbar.

Calon presiden yang layak dipilih hanya dua orang. Ali Akbar Hashemi

Rafsanjani yang menjabat sebagai ketua Majelis dan Dr. Abbas Sheibani yang

seorang anggota majelis dan mewakili kelompok kiri. Beberapa tokoh yang

menurut pengamat politik mencalonkan diri, ternyata tidak. Seperti Ahmad

Khomeini, anak Imam Khomeini; mantan Perdana Menteri Hussein Mussavi; dan

Mendagri Mohtashami yang dianggap sebagai perwakilan kelompok kanan.98

Dengan demikian,, dukungan terhadap Rafsanjani dari berbagai kalangan muncul.

Karena, selain terkenal Rafsanjani merupakan tokoh yang dapat diterima oleh

golongan kanan ataupun golongan kiri.

Rafsanjani dengan mudah berhasil meraih sekitar 15,54 juta suara

dukungan dari 16,44 juta pemilih yang menggunakan haknya. Sementara Sheibani

hanya meraih suara dukungan 632 ribu.99 Kemudian pada pemilu presiden Juni

1993, Rafsanjani terpilih kembali.

Berdasarkan konstitusi, seorang presiden hanya dapat menjabat dua kali

secara berurutan. Rafsanjani sudah dua kali terpilih menjadi presiden sehingga ia

tidak bisa dipilih kembali. Pelaksanaan permilu presiden yang ke-7 akan

diselenggarakan pada 23 Mei 1997. Isu-isu politik memanas karena memberi

kesempatan untuk presiden baru. Apakah dimenangkan kelompok kanan atau

kelompok kiri.

Pada 8 Mei 1997 Dewan Perwalian mengumumkan calon presiden yang

akan dipilih. Kelompok kiri mengambil kesepakatan mencalonkan mantan

Menteri Kebudayaan dan Bimbingan Islam Mohammad Khatami sebagai

98 Kedutaan Besar Republik Indoneia di Teheran, Laporan Tahunan 1989-1990, h. 25.

99 Ibid., h.26.

Page 61: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

presiden. Sedangkan dari kelompok kanan mencalonkan Nateq-Nouri yang

banyak didukung kaum mullah.

Nateq-Nouri yang diprediksi akan menang karena dukungan dari

Ayatullah Khamenei, ternyata kalah. Ini mengindikasikan, ucapan rahbar

Khamenei tidak selalu di-amini. Berbeda dengan Ayatullah Khomeini, setiap

ucapannya menjadi pengaruh yang besar bagi masyarakat. Pemilu tersebut diikuti

oleh 78% pemilih dari jumlah masyarakat yang berhak memilih.

Pemilu presiden Mei 1997 dimenangkan Khatami. Kampanyenya menarik

masyarakat Iran yang menginginkan perubahan, terutama kaum mudanya.

“Pemilihan presiden Iran tahun 1997 menarik perhatian, diantaranya, karena pertama, dalam usianya yang waktu itu baru 18 tahun, pemerintahan kaum mullah (ulama) ternyata cukup berhasil dalam memantapkan sistem politik yang cukup demokratis. Betapa tidak, di Iran, jabatan presiden dibatasi hanya dua kali empat tahun. Pasal 114 Konstitusi Iran, misalnya, menyebutkan: “the president is elected for a four-year term by the direct vote of the people. His re-election for a successive term is permissible only once.” Berdasarkan ketentuan ini, Hojjatulislam Ali Akbar Hashemi Rafsanjani, yang sudah dua periode (1989-1993; 1993-1997) menjadi presiden, secara otomatis tidak bisa dipilih kembali. Artinya, Rafsanjani harus turun panggung untuk digantikan dengan tokoh lain. Inilah salah satu daya tarik pemilu 1997–yang oleh majalah The Middle East, disebut sebagai “the most important presidential election since 1979”–di Iran.”100

Kemudian pada pemilu presiden Juni 2001, Khatami terpilih untuk yang

kedua kalinya.

“Dalam pemilihan presiden 2001 secara langsung yang dinilai–terutama oleh pers dan pemantau asing–berlangsung secara bebas dan jujur itu, Khatami meraih sekkitar 79% suara, meningkat dari 69% suara yang diperolehnya pasca pemilu 1997, ketika ia pertama kali berhasil merebut kursi kepresidenan di Republik Islam Iran. Ini merupakan rekor tersendiri bagi Khatami, karena dalam 22 tahun sejarah Republik Islam Iran belum pernah terjadi di mana seorang presiden berhasil memperoleh suara lebih besar pada periode keduanya.”101

100 M Riza Sihbudi, Menyandera Timur Tengah (Jakarta: Mizan, 2007), h. 250.

101 Ibid., h. 265.

Page 62: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

Selanjutnya pemilihan umum presiden ke-9, untuk pertama kalinya pemilu ini barlangsung dalam dua putaran. Berdasarkan keputusan Dewan Garda calon presiden 2005-2009 ialah Mohammad Baqer Qalibaf, Ali Larijani, dan Ahmadinejad dari kelompok kanan; Mostafa Moin, Mohsen Mehralizadeh, dan Mahdi Karroubi dari kelompok kiri; serta Rafsanjani yang pragmatis.

Pilpres Iran kali ini juga menunjukkan cukup tingginya tingkat partisipasi politik rakyat Iran, karena diikuti oleh sekitar 65 persen dari mereka yang memiliki hak pilih, atau lebih tinggi dibanding pilpres di Amerika Serikat, November tahun lalu (2004) yang hanya diikuti sekitar 50 persen pemilik hak suara.102

Hasil sementara putaran pertama, suara masuk yang dikeluarkan oleh Setote Intikhobot Milli Iran (KPU Iran), dari 23.592.603 suara yang telah dihitung, Hashemi Rafsanjani memimpin dengan memperoleh suara 5.017.283, disusul Mahdi Karubi 4.686.642, Ahmadi Nejad 4.396.923, Muhammad Baqir Qalibaf dengan 3.522.228, Mustofa Muin 3.364.979, Ali Larijani 1.531.772, dan Mehr Ali Zodeh 1.072.776. Hanya tinggal sekitar 9 juta suara yang belum terhitung.103

Bedasarkan poling sementara dengan sampel yang merata, yang dikeluarkan oleh Kementrian Informasi dan Islamic Republic of Iran Broadcasting (IRIB) sebuah lembaga yang membawahi seluruh TV dan Radio di Iran, Hashemi Rafsanjani dan Ahmadi Nejad memimpin perolehan hasil pemilihan presiden Iran.104 Mahmoud Ahmadinejad yang baru berusia 49 tahun ini sebelumnya kalah pamor dari para kandidat lain seperti Mostafa Moin (mantan menteri pendidikan), Mahdi Karoubi (mantan ketua parlemen), atau Mohammad Baqer Qalibaf (mantan kepala kepolisian). Sejumlah jajak pendapat sebelum pilpres semuanya mengunggulkan Rafsanjani di tempat teratas, diikuti oleh Moin atau Karoubi dan Qalibaf.105 Karena tidak ada calon yang mendapatkan suara diatas lima puluh persen, maka diadakan pemilu putaran kedua.

Pada putaran kedua, Ahmadinejad bertemu Rafsanjani–orang yang diunggulkan akan menang. Dalam putaran kedua 24 Juni 2005, jabatan presiden Iran akhirnya dimenangkan oleh Mahmoud Ahmadinejad dengan 61,6% suara. Sedangkan Rafsanjani hanya 35,9% suara.106 Hal ini mematahkan asumsi jajak pendapat yang telah dilakukan berbagai media dalam dan luar negeri Iran. Ahmadinejad merupakan presiden Iran yang bukan dari kalangan ulama.

Menurut pendukung Rafsanjani, kemenangan Ahmadinejad dilakukan dengan kecurangan. Namun menurut Mark Gasiorowski, pakar ilmu Politik Louisiana State University, tidak melihat ada bukti-bukti kuat yang menyokong keluhan Rafsanjani. Ia yakin, kecurangan dalam skala besar tidak mungkin ada dalam pemilu tersebut. Malah, katanya, pemilu tersebut menjadi contoh betapa

102 M Riza Sihbudi, Menyandera, h. 73. 103 Hashem, Mujtahid. “Rafsanjani Memimpin Perolehan sementara.” Artikel diakses pada

9 Februari 2008 dari www.tempointeraktif.com 104 Ibid.

105 M Riza Sihbudi, Menyandera, h. 72. 106 “Giliran Mengerem Militan,” Gatra, 9 Juli 2005, h. 84.

Page 63: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

hasil pilihan rakyat Iran bisa mengejutkan.107 Banyak yang menilai pemilu Iran tersebut dilaksanakan dengan bebas, jujur dan adil.

Menurut Mohsen M Milani, apa pun yang diterangkan tentang pemilihan

di Iran, saya tidak dapat mengingkari bahwa untuk bertahan dan tetap mendapat

legitimasi, pemerintah semakin memperhatikan pendapat publik. Pemilihan adalah

tolak ukur terbaik untuk pendapat publik.108

Kandidat presiden, calon-calon anggota Majlis Syura Islami (parlemen), dan calon-calon anggota Dewan Ahli (Majlis Khubregan) tidak mewakili partai politik tertentu, melainkan mewakili daerah yang bersangkutan. Para pemilih memilih orang, bukan memilih gambar.109 Pemilihan umum merupakan salah satu sarana untuk menjalankan aspirasi rakyat.

Hak wanita dan Minoritas

Pada awal-awal setelah revolusi, wanita banyak terikat oleh nilai-nilai

Islam termasuk kewajiban mengenakan cadar. Namun dengan berjalannya waktu

dan keinginan sebagian masyarakat Iran yang tidak ingin seperti itu –dengan

demonstrasi, akhirnya peraturan seperti itu dicabut. Kenyataannya sekarang dapat

dilihat, walau wajib mengenakan jilbab dan menutup aurat, tampil modis tidak

dilarang.(lihat gambar terlampir)

Dalam perkembangan berikutnya kaum wanita mendapat peran yang aktif

dan lebih luas. Ketika memasuki tahun 1990-an semakin banyak wanita yang

mengikuti pemilihan untuk menjadi anggota parlemen, yang pada gilirannya

memperjuangkan isu-isu yang berkaitan dengan wanita. Seperti adanya

amandemen undang-undang tentang perceraian dan warisan, mengatur hak yang

sama antara laki-laki dan wanita –karena LSM-LSM kaum wanita serta peran

wanita di parlemen memperjuangkannya. Selain itu, pembatasan bagi wanita

107 “Giliran Mengerem Militan,” Gatra, 9 Juli 2005, h. 84.

108 Mohsen M Milani, Partisipasi Politik, h. 135. 109 Hamid Nasuhi, “Demokrasi, h. 7.

Page 64: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

untuk mendaftar ke jurusan-jurusan tertentu (seperti hukum dan teknik), dihapus.

Tahun 1994, 30 persen pegawai pemerintah dan 40 persen mahasiswa di

universitas-universitas adalah perempuan.110 Ketika seminar di Student Center

UIN Syarif Hidayatullah, Larijani (mantan menteri luar negeri Iran) mengatakan,

akses pendidikan, publikasi umum dan kehidupan sosial terbuka untuk wanita.

Bahkan saat ini, 60 persen wanita di Iran berpendidikan tinggi. Sekarang saja

terdapat wakil presiden serta anggota parlemen wanita yang berjumlah tidak

sedikit, ikut serta dalam pemerintahan asalkan ia memenuhi kualifikasi dan

acceptable.

Berbeda dengan citra tentang wanita Iran yang diproyeksikan oleh pers

Barat seolah-olah wanita Iran dikungkung di dalam rumah dan hanya mengurusi

anak dan suami, konstitusi Iran memberikan peran dan hak-hak kepada wanita

secara progresif. Justru pada masa Syah, wanita dieksploitasi dan dijadikan

semacam instrumen untuk mempromosikan konsumerisme. Dalam konstitusi

disebutkan bahwa dalam pandangan Islam, keluarga sebagai unit fundamental

dalam masyarakat sangat menentukan pertumbuhan manusia. Di samping wanita

dapat memenuhi naluri keibuannya dan mendidik anak-anak, diharapkan dapat

juga memainkan peranan sosial. Jadi jelas, bahwa citra wanita Islam yang dibuat

oleh media Barat sebagai makhluk yang bersembunyi dibalik cadar, terbelakang

adalah suatu distorsi, bahkan disinformasi tentang wanita Islam, Iran.111

Dalam masa pemerintahan Rafsanjani, antara 1989 hingga 1996 banyak

kemajuan yang dicapai kaum perempuan Iran. Rafsanjani sendiri secara terbuka

mengatakan bahwa perempuan Iran dapat menjadi apa saja sebagaimana laki-laki

110 John L Esposito, Demokrasi di negara, h. 88. 111 Amin Rais, Cakrawala Islam, h. 212.

Page 65: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

Iran. Pernyataan ini membawa dorongan yang lebih besar bagi perempuan bagi

kehidupan mereka. Rafsanjani tidak hanya melempar janji, tapi ia mewujudkan

apa yang dikatakannya tersebut langsung di tingkat pemerintahan. Ia membentuk

kantor urusan perempuan. Tahun 1995, untuk pertama kalinya dalam era revolusi

jabatan wakil mentri kesehatan diserahkan kepada perempuan. Rafsanjani bahkan

memerintahkan semua kementrian dan pemerintahan propinsi membentuk kantor

urusan wanita. Sementara Dewan Kebudayaan dan Sosial Wanita yang dibentuk

pemerintah juga berjuang keras agar diskriminasi terhadap wanita segara diakhiri

khususnya di perguruan tinggi. Pemerintah juga aktif mengirim wanita dalam

konperensi wanita internasional.112 Pada tahun 1996, Khamenei menghimbau agar

wanita diberikan peranan yang lebih penting di bidang politik, sosial dan

ekonomi.113

Pujian terhadap wanita Iran ditulis media massa “Kazakhstankaya Pravda”

dan “Qaumi Awaz” dari India. Menurutnya, pengangkatan wanita Iran di

pemerintahan, seperti walikota wanita disalah satu distrik di Teheran merupakan

kemajuan Iran114

Salah satu wanita yang menduduki jabatan tertinggi di pemerintahan untuk

saat ini adalah Fatimah Javadi, sebagai salah seorang dari sembilan wakil

presiden. Selain itu, ia juga diangkat menjadi Ketua Organisasi Perlindungan

Lingkungan. Dokter Geologi yang juga dosen Universitas Shiraz di Iran Selatan

ini adalah satu-satunya perempuan dalam kabinet Nejad.115

112 Cipto, Bambang. Dinamika Politik Iran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004. h. 86

113 Kedutaan Besar Republik Indonesia di Teheran, Laporan Tahunan 1996-1997, h. 111. 114 Ibid., h. 114

115 “Politik Perempuan Ala Khatami,” Gatra, 17 September 2005, h. 93.

Page 66: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

Fakta kian banyaknya perempuan terdidik jelas berdampak langsung pada

pasar tenaga kerja negeri itu. Menurut redaktur salah satu majalah di Iran, kian

banyak perempuan Iran meraih posisi professional top yang dahulunya diduduki

laki-laki. ”Perempuan duduk sebagai kepala bank atau mengepalai kantor sudah

menjadi hal biasa di sini.”116 Lebih dari 2.336 anggota dewan kota dan desa serta

satu pertiga pegawai negeri dan 35 persen jabatan pengelola pemerintahan di

seluruh Iran diduduki oleh kaum wanita. Dengan sistem republik Islam yang

mengizinkan wanita ikut serta dalam dunia perpolitikan, Iran mendobrak

hegemoni negara-negara Timur Tengah yang cenderung hanya menempatkan pria

di kursi pemerintahan. Proses demokratisasi telah membuat pemerintah Iran

memberikan aksesibilitas terhadap kaum wanita yang selama ini dianggap inferior

dan tidak mampu memangku jabatan penting di pemerintahan.117

Pascarevolusi Islam 1979 sampai saat ini, peran wanita di Iran semakin

baik. Apalagi bila dibandingkan dengan negara tetangganya yang kebanyakan di

bawah pengaruh Amerika.

Kehidupan minoritas dalam beragama di Iran berada dalam kondisi yang

kondusif karena umat muslim di Iran juga mengakui Nabi Isa sebagai nabi yang

harus dihormati.118 Hampir sama dengan keadaan hak wanita, minoritas semakin

dihargai. Iran tidak memberlakukanm kafir dzimmy dan kafir harby. Walau

Ayatullah Khomeini menginginkan penghapusan Yahudi Zionis dari Israel,

namun Yahudi di Iran tidak ditindas atau diperlakukan diskriminatif. Perayaan

hari besar kaum minoritas diperbolehkan.

116 Ibid. 117 Ali Pahlevani Rad, “Wanita Iran 29 Tahun Pasca Revolusi Islam Iran,” Republika, 15

Februari 2008. 118 “Presiden Iran: Minoritas Dihargai,” Kompas, 14 Mei 2006, h. 5.

Page 67: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

Mazhab Islam selain Imam Duabelas, seperti Hanafi, maliki, Syafi’i,

Hambali dan Zaidi dihormati dan mempunyai kebebasan beribadah sepenuhnya.

Bahkan bila dalam suatu wilayah penganut mazhab selain Imam Duabelas

menjadi mayoritas, maka peraturan undang-undang lokalnya dirumuskan sesuai

dengan penganut mayoritas tanpa mengganggu mazhab-mazhab yang lain, ini

terdapat dalam pasal 12. Termasuk juga minoritas Zoroaster, Kristen dan Yahudi

yang mempunyai perwakilan di parlemen. Hal itu, termaktub dalam pasal 64

Undang-Undang Dasar. Dengan demikian, hak minoritas di Iran sangat dihargai

dan itu mencirikan suatu negara yang demokratis. Hal ini terbukti dengan adanya

perwakilan mereka di dalam parlemen dan kebebasan mereka dalam melakukan

upacara-upacara keagamaan (seperti natal), bahkan rahbar biasa mengucapkan

selamat natal. Juga dapat dilihat pada pasal 13, bahwa dalam urusan pribadi dan

ajaran keagamaan, mereka bebas bertindak sesuai dengan perintah hukum

agamanya. Pasal inilah yang menjamin hak-hak minoritas.

Selanjutnya dalam pasal 20 disebutkan, setiap individu warga negara laki-

laki maupun perempuan, akan mendapatkan perlindungan yang sama di bawah

undang-undang, dan semua hak asasi didasarkan presep-presep Islam. Setiap

warga negara memiliki kewarganegaraan yang penuh dan tidak ada pembayaran

tertentu kecuali pajak yang berlaku untuk semua. Ini membuktikan tidak ada

diskriminasi dalam status kewarganegaraan di Iran.

Kebebasan Pers

Sejak Revolusi 1979, di Iran pernah dan sering terjadi demonstrasi

berkaitan dengan perubahan atau kebijakan pemerintah. Itu merupakan bagian

Page 68: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

dari bentuk partisipasi politik masyarakat dalam mempengaruhi kebijakan

pemerintah.

Kebebasan yang merupakan bagian dari partisipasi di Iran. Menurut Duta

Besar Republik Islam Iran, Dr. Shaban Shahidi Mo’addab: Iran memberikan

kebebasan, kebebasan yang kita maksud bukanlah kebebaan yang tidak terbatas,

tetapi kebebasan yang sinergis dengan nilai-nilai Islam. Mungkin saja di dunia

Barat, atas nama kebebasan seseorang dapat menuntut dilegalkannya melakukan

sesuatu yang melanggar norma-norma agama, seperti minum-minuman keras,

judi, melihat gambar-gambar wanita berpakaian bikini dan lain sebagainya. Dalam

keyakinan kami, kebebasan dengan nilai-nilai Islam harus merupakan dua pilar

yang saling menguatkan. Kebebasan tanpa nilai-nilai Islam bukanlah kebebasan,

melainkan bencana, sementara Islam tanpa kebebasan bukanlah Islam yang

sebenarnya.119

Mengenai kebebasan pers, saat-saat awal revolusi dan dua tahun

setelahnya, dapat dikatakan sangat tinggi dengan banyaknya surat kabar yang

terbit. Namun setelahnya dapat dikatakan dibatasi, bila dianggap pemerintah

keluar dari jalur revolusi. Pemerintah berdalih demi menjaga stabilitas negara

Republik Islam Iran.

Kebebasan untuk mengungkapkan diri dibatasi oleh ideologi Islam Iran dan kepercayaan bahwa hukum dan nilai-nilai Islam itulah yang merupakan tuntutan bagi masyarakat. Ideologi dan tuntutan Islami dari negara itu berimplikasi pada kontrol negara atas pers dan media massa. Pers, sebagaimana parlemen Iran, sangat beraneka ragam dan, dalam batas-batas tertentu, bersikap kritis sejak soal kepemimpinan, pendidikan, perdagangan dengan barat, dan kedudukan kaum perempuan.120

119 Shaban Sahidi Mo’addah (Dubes Iran untuk Indonesia), “Iran tidak mengurangi

kebebasan rakyatnya,” Syi’ar, Muharram 1425 H, h. 27. 120 Esposito, John L. dan John O Voll. Demokrasi di Negara-Negara Muslim: Problem dan

Prospek. Terjemahan Rahmani astuti. Bandung: Mizan. 1999. h.97

Page 69: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

Media massa masih mendapat pengawasan penuh guna mencegah adanya pengaruh budaya Barat terutama pengaruh negatif dari Amerika yang bertentangan dengan sendi kehidupan hukum Islam.121

Sampai saat ini, media massa Iran masih sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Kehidupan media massa belum menunjukkan perkembangan baru. Ada kebebasan namun dalam batas nilai-nilai revolusi Islam. Kehidupan pers diawasi oleh Menteri Kebudayaan dan Bimbingan Islam. Bila dianggap keluar dari nilai-nilai revolusi, pemerintah tidak segan untuk mencabut izin peredarannya.

Salah satu kasus besar pembredelan media yang dilakukan pemerintah adalah keputusan pengadilan yang melarang terbitnya koran Salam –merupakan corong kaum kiri (reformis). Koran tersebut dianggap telah menyiarkan dokumen “sangat rahasia.” Hal ini memicu mahasiswa untuk demonstrasi (1999). Aksi damai mahasiswa berubah menjadi kerusuhan massal ketika polisi menyerbu asrama di Universitas Teheran. Dikabarkan banyak mahasiswa yang tewas dan luka-luka, sebagian lagi dipenjara. Pemerintah menganggap ada tangan-tangan tersembunyi dibalik peristiwa tersebut, yang dilakukan kelompok-kelompok dengan jaringan kontra-revolusi di AS.122 Bukan rahasia lagi, bahwa Amerika –dengan mengatasnamakan demokrasi untuk Iran– memang mendanai pers dan organisasi kemanusiaan yang dilakukan orang-orang Iran yang tidak suka dengan Republik Islam yang ada. Namun terlepas dari itu, keputusan pengadilan Iran yang melarang penerbitan salam merupakan cerminan bahwa Iran masih lemah dalam kebebasan pers.

“Kalangan pers sendiri melakukan pertentangan dengan mendirikan berbagai asosiasi pers bebas dan menggiatkan diskusi membahas kehidupan pers di Iran. Pada tanggal 2-5 Mei 2002 di tengah Festival Pers telah diselenggarakan diskusi panel membahas UU Pers. Dalam diskusi tersebut, menampilkan Mohsen Armin, anggota Dewan Pimpinan Parlemen; Karim Arghanpour, Wakil Ketua Asosiasi Jurnalis Iran (AIJ), serta Deputi Menteri Kebudayaan dan Bimbingan Islam. Diskusi ini merekomendasikan perlunya revisi UU pers. Sedangkan pertemuan Badan Kerjasama Pemimpin Koran dan Kementerian Kebudayaan, sepakat menyelenggarakan konferensi nasional untuk membahas jaringan penyebaran Koran yang moderen dan komperhensif beserta penerapannya dalam rangka meningkatkan peran dan kinerja pers.“123

Walaupun kenyataan pers masih dibatasi, bukan berarti kebebasan benar-benar terkekang. Buktinya adalah keterbukaan para elit politiknya dalam menerima kritikan yang cukup pedas. Contohnya adalah ketika surat kabar resmi milik pemerintah yang memuat kecaman dari para anggota parlemen maupun para intelektual terhadap suatu kebijakan pemerintah. Bahkan pada 1992, media massa menyebarluaskan adanya petisi dari seratus anggota parlemen yang menuntut pengunduran diri Khamenei sebagai Pemimpin Spiritual. Dalam hal

121 Kedutaan Besar Republik Indonesia di Teheran, Laporan Tahunan 1991-1992, h. 232. 122 M Riza Sihbudi, Menyandera, h. 260. 123 Kedutaan Besar Republik Indonesia di Teheran Laporan Tahunan 2002-2003, h. 135

Page 70: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

ini, pemerintah tidak membreidel media maupun mencekal anggota parlemen yang bersangkutan.124

Berkaitan dengan media masa atau pers di Iran, memang belum banyak berubah. Ketakutan pemerintah dengan dampak negatif dari budaya asing yang melanggar nilai-nilai revolusi, membuat pemerintah masih ketat mengawasi pers.

Indikasi negara dianggap demokratis dapat dilihat dari adanya partisipasi

masyarakat, pemilihan umum, hak wanita dan minoritas serta kebebasan pers.

Selain dari kebebasan pers, perjalanannya secara historis semakin baik.

124 M Riza Sihbudi, Menyandera, h. 246.

Page 71: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

BAB V

PENUTUP

Iran bukanlah masyarakat yang statis dan tertutup sebagaimana yang

sering digambarkan media massa. Iran adalah negara yang dinamis, dan

kecenderungan positif dan negatif berkembang disana.125 Republik Islam Iran

merupakan negara moderen yang memberikan pengakuan dan tempat bagi

warisan dan identitas religio-kulturalnya. Bahkan dalam konteks regionalnya,

dibandingkan dengan tetangga-tetangga Arabnya, Iran terlihat memiliki ciri khas

suatu pemerintahan demokratis.

Oleh karena itu, dari pembahasan mengenai model demokrasi di Iran

pascarevolusi 1979, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

- Rahbar merupakan pemimpin tertinggi. Kebijakan-kebijakan awal revolusi

yang terlihat sangat dikuasai rahbar, lama-lama berkurang. Seperti kekuasaan

rahbar yang dapat membubarkan parlemen telah dihapus. Sisi demokratisnya

rahbar bertanggung jawab kepada Dewan Ahli –lembaga yang langsung

dipilih oleh rakyat– dan dapat diberhentikannya bila sudah tidak kualified.

Namun, yang perlu dikritik adalah masa jabatan rahbar yang tidak disebutkan

berapa lama.

- Iran merupakan negara yang sedang memadukan budayanya dan arus modern

dengan membawa trias politica. Walaupun Barat menganggap Iran tidak

demokratis, kenyataannya partisipasi politik Iran yang melibatkan masyarakat

pasca Revolusi 1979 lebih tinggi, dibandingkan pada masa Pahlevi yang 125 Mohsen M Milani, Partisipasi Politik di Iran Pasca Revolusi, dalam John L Esposito

(ed.), Langkah Barat Menghadapi Islam (Yogyakarta: Penerbit Jendela, 2004), h. 131.

65

Page 72: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

dikuasai Barat dan dinasti-dinasti sebelumnya. Pengalaman Republik Islam

Iran selama lebih kurang 26 tahun, secara historis mampu menghidupkan

demokrasi secara prosedural.

- Pascarevolusi 1979 sampai 2005, Iran telah melakukan pemilihan umum

sebanyak 25 kali. Pemilu yang berkala dan terus-menerus serta naik turunnya

kelompok yang berkuasa menjadi pemandangan yang berbeda dibandingkan

negara-negara tetangganya. Kemenangan presiden tidak didominasi satu

kelompok, melainkan bergantian. Seperti jabatan presiden, Bani Sadr dari

nasionalis; Rajai, Khamenei serta Ahmadinejad (presiden sekarang) dari

kelompok kanan, Rafsanjani yang dianggap mewakili kelompok kanan dan

kiri; serta Khatami yang dianggap kelompok kiri.

- Dalam hal kebebasan pers, Iran belum terlihat demokratis. Banyak media yang

ditutup bila dianggap berseberangan dengan nilai-nilai revolusi Islam. Berbeda

dengan hak wanita dan minoritas yang pernah terkekang tetapi sekarang sudah

semakin baik. Seperti peran wanita yang sudah masuk dalam bidang politik,

ekonomi, dan sosial. Dalam hal minoritas, Iran menghormatinya dengan tidak

membedakan status kewarganegarannya.

Iran baru 29 tahun melakukan perubahan kearah yang lebih baik sejak

Revolusi 1979. Mengingat sebelumnya Iran merupakan rezim otoriter yang tidak

melaksanakan pemilu dan didukung oleh Amerika. Demokrasi Barat tumbuh dan

berkembang sesuai dengan budayanya. Demokrasi di Iran pun tumbuh dan

berkembang sesuai dengan budaya negaranya.

Page 73: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, Masykuri. Demokrasi di Persimpangan Makna Respons Intelektual

Muslim Indonesia Terhadap Konsep Demokrasi (1966-1993). Yogyakarta:

Tiara Wacana Yogya, 1999.

Brown, L Carl. Wajah Politik Islam. Terjemahan Abdullah Ali. Jakarta: Serambi,

2003.

Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

1998.

Cipto, Bambang. Dinamika Politik Iran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

Effendy, Bahtiar. Islam dan Demokrasi, dalam M Nasir Tamana dan Elza Peldi

Taher (ed.), Agama dan Dialog Antar Peradaban. Jakarta: Paramadina,

1996.

Esposito, John L (ed.). Ensiklopedi Oxford. Dunia Islam Moderen. Bandung:

Mizan, 2001.

Esposito, John L. Islam dan Politik. Terjemahan Joesoef Sou’yb. Jakarta: Bulan

Bintang, 1990.

Esposito, John L. dan John O Voll. Demokrasi di Negara-Negara Muslim:

Problem dan Prospek. Terjemahan Rahmani astuti. Bandung: Mizan. 1999.

Ezzatti, A. Gerakan Islam. Terjemahan Agung Sulistyadi. Jakarta: Pustaka

Hidayah, 1990.

Fattah, Eep Saifullah. Masalah dan Prospek Demokrasi di Indonesia. Jakarta:

Ghalia Indonesia, 1994.

Fischer, Michael MJ. Imam Khomeini: Empat Tingkat Pemahaman, dalam John L

Esposito (ed.), Dinamika Kebangunan Islam. Jakarta: Rajawali Pers, 1987.

el-Gogary, Adel. Ahmadinejad: The Nuclear Savior of Tehran. Terjemahan Tim

Kuwais. Depok: Pustaka IIMaN, 2007.

Page 74: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

Haris, Syamsudin. Demokrasi di Indonesia. Jakarta: LP3ES, 1995.

Heikal, M Husein. Pemerintahan Islam. Terjemahan Tim Pustaka Firdaus.

Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993.

Hidayat, Komarudin. Tiga Model Hubungan Agama dan Demokrasi, dalam Elza

Peldi Taher (ed.), Demokrasi Politik, Budaya dan Ekonomi. Jakarta:

Paramadina 1994.

Humas Kedutaan Besar Republik Islam Iran Jakarta. Undang-Undang Dasar

Republik Islam Iran.

Kamil, sukron. Al-Quran-Hadis dan Demokrasi. Jakarta: PBB UIN dan KAS,

2003.

al-Khatani, Abdul Hayyie. Teori Politik Islam. Terjemahan M Dhiauddin Rais.

Jakarta: Gema Insani Press, 2001.

Khomeini, Imam. Sistem Pemerintahan Islam. Terjemahan Muhammad Anis

Maulachela. Jakarta: Pustaka Zahra,2002.

Kuntowijoyo. Identitas Politik Umat Islam. Bandung: Mizan dan UMMAT, 1997.

Kusnardi, Moh. dan Bintang R saragih. Ilmu Negara. Jakarta: Gaya Media

Pratama, 1995.

Madjid, Nurcholish. Demokrasi dan Demokratisasi di Indonesia, dalam Elza Peldi

Taher (ed.), Demokratisasi Politik, Budaya dan Ekonomi. Jakarta:

Paramadina 1994.

Mallat, Chibli. Menyegarkan “Islam”. Terjemahan Santi Indra Astuti. Bandung:

Mizan, 1995.

Milani, Mohsen M. Partisipasi Politik di Iran Pasca Revolusi, dalam John L

Esposito (ed.), Langkah Barat Menghadapi Islam. Yogyakarta: Penerbit

Jendela, 2004.

Moussawi, Ahmad. Masalah-Masalah Teori Politik Islam. Terjemahan Ena Hadi.

Bandung: Mizan, 1996.

Mulia, Musdah. Negara Islam Pemikiran Politik Husain Haekal. Jakarta:

Paramadina, 2001.

Page 75: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

Rahman, Musthafa Abd. Iran Pasca Revolusi. Jakarta: Buku Kompas, 2003.

Rais, M Amin. Cakrawala Islam: Antara Cita dan Fakta. Bandung: Mizan, 1999.

Roy, Olivier. Gagalnya Islam Politik. Terjemahan Harimurti dan Qamaruddin SF.

Jakarta: Serambi, 2002.

Sachedina, Abdul Aziz. Kepemimpinan Dalam Islam: Perspektif Syiah.

Terjemahan Ilyas Hasan. Bandung: Mizan, 1991.

al-Sadr, Sayid Muhammad Baqir. Sistem Politik Islam. Terjemahan Arif Mulyadi.

Jakarta: Lentera, 2001.

Sihbudi, M Riza. Biografi Politik Imam Khomeini. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama dan ISMES, 1996.

Sihbudi, M Riza. Islam, Dunia Arab, Iran: Bara Timur Tengah. Bandung: Mizan,

1991.

Sihbudi, M Riza. Menyandera Timur Tengah. Jakarta: Mizan, 2007.

Sihbudi, M Riza. Tinjauan Teoritis dan Praktis Atas Konsep Vilayat-i Faqih,

dalam Asep Gunawan (ed.), Artikulasi Islam Kultural. Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2004.

Sirry, Mun’im A. Dilema Islam Dilema Demokrasi. Bekasi: Gugus Press, 2002.

Sukardja, Ahmad dan Ahmad Sudirman Abbas. Demokrasi Dalam Perspektif

Islam. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2005.

Syu’aibi, Ali Dan Gils Kibil. Meluruskan Radikalisme Islam. Terjemahan

Muhtarom. Jakarta: Pustaka Azhary, 2004.

Thaha, Idris. Demokrasi Religius Pemikiran Politik Nurcholish Madjid dan M

Amin Rais. Jakarta: TERAJU, 2005.

Tim ICCE UIN Jakarta. Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani. Jakarta: Tim

ICCE UIN. 2003.

Urbaningrum, Anas. Islamo-Demokrasi Pemikiran Nurcholish Madjid. Jakarta:

Penerbit Republika, 2004.

Page 76: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

Vaezi, Ahmad. Agama Politik: Nalar Politik Islam. Terjemahan Ali Syahab.

Jakarta: Citra, 2006.

Yamani, Filsafat Politik Islam. Bandung: Mizan, 2002.

Zada, Khamami dan Arif R Arofah. Diskursus Politik Islam. Jakarta: LSIP, 2004.

Zayar. Revolusi Iran; Sejarah dan Hari Depannya. Yogyakarta: Sumbu

Yogyakarta, 2002.

Wawancara dan internet:

Wawancara pribadi dengan Bapak Muhsin Labib. Jakarta, 8 Januari 2007.

MJA Larijani, mantan Menteri Luar Negeri Iran, dalam seminar “Islam and

Modern Society.” Jakarta, 30 Oktober 2007.

Judicial System of Iran. Artikel diakses pada tanggal Februari 2008 dari

http://id.wikipedia.org/wiki/iran

Sihbudi, Riza. “Iran, AS, dan Demokrasi.” Artikel diakses pada 5 Juli 2007 dari

http://www.republika.co.id

Hashem, Mujtahid. “Rafsanjani Memimpin Perolehan sementara.” Artikel diakses

pada 9 Februari 2008 dari www.tempointeraktif.com

Rahman, Musthafa Abd. “Pemilu Iran dan Fenomena Rafsanjani.” Artikel diakses

pada 31 Januari 2008 dari www.kompas.com

“Aktifitas Iran: Demokrasi ala Bush Tidak Bakal Laku di Iran.” Artikel diakses

pada 9 Februari 2008 dari www.eramuslim.com

“Ahmadinejad Memuji Partisipasi Rakyat dalam Pemilu Iran.” Artikel diakses

pada 4 Februari 2008 dari www.cakrabuana.com

“Memahami Kemenangan Ahmadinejad.” Artikel diakses pada 9 Februari 2008

dari www.wordpress.com

Sumber lainnya:

“Giliran Mengerem Militan.” Gatra, 9 Juli 2005.

Page 77: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

Kedutaan Besar Republik Indonesia di Teheran. Laporan Tahunan 1989-1990.

Kedutaan Besar Republik Indonesia di Teheran. Laporan Tahunan 1991-1992.

Kedutaan Besar Republik Indonesia di Teheran. Laporan Tahunan 1992-1993.

Kedutaan Besar Republik Indonesia di Teheran.Laporan Tahunan 1996-1997.

Kedutaan Besar Republik Indonesia di Teheran. Laporan Tahunan 2002-2003.

Mo’addab, Shaban Sahidi. ”Iran Tidak Mengurangi Kebebasan Rakyatnya.”

SYIAR, Muharram 1425/2004, h. 27

Nasuhi, Hamid. “Demokrasi Tanpa Partai.” Politik Islam I, no.2 (2006): h. 1-12.

Nurohman. “Sistem Pemerintahan Republik Islam Iran: Studi Kasus Perpaduan

Sistem Teokrasi dan Demokrasi dalam Pemerintahan Iran Pasca Revolusi

1979-2005.” Tesis S2 Program Studi Timur Tengah, Universitas Indonesia,

2006.

“Politik Perempuan Ala Khatami.” Gatra, 17 September 2005.

“Presiden Iran: Minoritas Dihargai.” Kompas, 14 Mei 2006.

Rad, Ali Pahlevani. “Wanita Iran 29 Tahun Pasca Revolusi Islam Iran.”

Republika, 15 Februari 2008.

Sihbudi, M Riza. “Tinjauan Teoritis dan Praktis atas Konsep Wilayat Faqih:

Sebuah Studi Pengantar.” Ulumul Quran No. 4 (1993).

Page 78: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

Struktur Republik Islam Iran

Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/iran

Summary of the 17 and 24 June 2005 Iranian Presidential election results

Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/iran

Candidates Votes 1st round % Votes 2nd round %Akbar Hashemi Rafsanjani 6,211,937 21.13 10,046,701 35.93Mahmoud Ahmadinejad 5,711,696 19.43 17,284,782 61.69Mehdi Karroubi 5,070,114 17.24 - -Mostafa Moeen 4,095,827 13.93 - -Mohammad Bagher Ghalibaf 4,083,951 13.89 - -Ali Larijani 1,713,810 5.83 - -Mohsen Mehralizadeh 1,288,640 4.38 - -Blank or invalid votes 1,224,882 4.17 663,770 2.37Total (turnout 62.66% and 59.6%) 29,400,857 100 27,959,253 100

Page 79: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi

Tabel Pelaksanaan pemilu pascarevolusi Islam dari tahun 1979-2005

No. Pemilihan Bulan/Tahun Jumlah Pemillih (%)1 Referendum Republik Islam Iran Apr-79 20.857.391 20.439.908 982 Pembentukan Dewan Ahli Agustus 1979 20.857.391 10.723.908 51.413 Referendum konstitusi Desember 1979 20.857.391 15.690.142 75.234 Pemilihan Presiden I Januari 1980 20.857.391 14.152.877 67.865 Parlemen I Maret 1980 20.857.391 10.875.969 53.146 Pemilihan Presiden II Juli 1981 22.439.930 14.573.803 64.957 Pemilihan Presiden III Oktober 1981 22.439.930 16.847.717 75.088 Dewan Ahli I Desember 1982 23.277.871 18.140.985 77.939 Parlemen II Apr-84 24.143.498 15.607.306 64.6410 Pemilihan Presiden IV Agustus 1985 25.933.802 14.238.587 54.911 Parlemen III Apr-88 27.986.736 16.714.281 59.7212 Pemilihan Presiden V Juli 1989 30.139.598 16.452.677 54.5913 Referendum revisi konstitusi Juli 1989 31.280.084 17.051.185 54.5114 Dewan Ahli II Oktober 1990 31.280.084 11.602.613 37.0915 Parlemen IV Apr-92 32.465.558 18.767.042 57.8116 Pemilihan Presiden VI Juni 1993 33.156.055 16.796.787 50.6617 Parlemen V Maret 1996 34.716.000 24.682.386 71.118 Pemilihan Presiden VII Mei 1997 36.466.487 29.145.745 79.9319 Dewan Ahli III Oktober 1998 38.550.597 17.857.869 46.3220 Dewan Kota I Februari 1999 36.739.982 23.668.739 64.4221 Parlemen VI Februari 2000 38.726.431 26.082.157 67.3522 Pemilihan Presiden VIII Juni 2001 42.170.231 28.160.396 66.7823 Dewan Kota II Februari 2002 41.127.547 20.222.777 49.1724 Parlemen VII Maret 2004 46.351.032 23.725.724 51.1825 Pemilihan Presiden IX Juni 2005 46.786.418 32.000.000 69

Sumber: Nurohman, “Sistem Pemerintahan Republik Islam Iran: Studi Kasus Perpaduan Sistem Teokrasi dan Demokrasi dalam Pemerintahan Iran Pasca Revolusi 1979-2005,” (Tesis S2 Program Studi Timur Tengah, Universitas Indonesia, 2006), h. 157. Juga lihat dari www.tempointeraktif.com

Page 80: Republik Islam Iran, Studi atas Theo-Demokrasi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8932/...PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul ”Republik Islam Iran, Studi